Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI

PUBLIK
Prinsip Pembagian Kerja dan Penerapannya
pada Organisasi Publik
(Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Prinsip-Prinsip Administrasi Publik)
Dosen Pengampu : Dr. Raniasa Putra, S.IP., M.Si.

Disusun Oleh :
Yana Suryana,
Kelas Reguler MAP UNSRI Bappenas
Angkatan 2021

MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 2


A. Latar Belakang ............................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
C. Manfaat dan Tujuan ..................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN TEORITIS ................................................................................... 5
A. Konsep Dasar Prinsip-Prinsip Administrasi Publik ........................................ 5
B. Konsep Pembagian Kerja pada Organisasi Publik........................................ 7
C. Model Pembagian Kerja ............................................................................. 10
D. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 14
BAB 3. ANALISIS PERMASALAHAN ..................................................................... 19
A. Manajemen Kinerja Pegawai sebagai Dasar Pembagian Kerja .................. 19
B. Pengembangan Analisis ............................................................................. 24
BAB 4. PENUTUP................................................................................................... 29
A. Kesimpulan ................................................................................................ 29
B. Rekomendasi ............................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 31

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 1


BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi menjadi unsur penting dalam konsep administrasi. Kaitannya


dengan administrasi publik, organisasi publik menjadi wadah bagi praktik
administrasi publik berjalan. Kerangka dasar organisasi akan bersama dengan
jalannya fungsi manajemen saling berhubungan satu sama lain. Sebagai suatu
wadah/kerangka, organisasi memiliki bagian-bagian tertentu yang terbagi-bagi
paling sedikitnya sejalan dengan fungsi basic manajemen (planning, organizing,
actuating, dan controlling), atau malah lebih kompleks dari sekedar itu. Bagian-
bagian ini yang nanti akan menjelaskan bagaimana cara kerja organisasi publik
dijalankan dan pada akhirnya organisasi publik sebagai lembaga pemerintah
dituntut menghasilkan excellent output performance yang ditentukan dari
seberapa baik kualitas pelayanan yang diberikan.
Ibarat 2 sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan, hal lain yang perlu
dipertimbangkan dalam peningkatan kualitas pelayanan (service quality) tentunya
pembagian kerja atau deferensiasi. Gordon (dalam Anggara, 2012) menyebutkan
3 poin penting untuk pernyataan ini sebagai berikut:
1. Pembagian kerja berdasarkan diferensiasi horizontal yang menekankan
diferensiasi personal.
2. Option far coordanation dikembangkan central adjusment dengan
standardization of work process, standardization of output, dan
standardization of skill.
3. Information processing didasarkan pada organic srtucture yang memiliki high
information processing, yaitu kapasitas yang cepat dan akurat.

Berdasarkan 3 poin diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur


sejauh mana kualitas pelayanan publik dapat diterima di masyarakat sebagai
penerima layanan, salah satunya sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi
dijalankan melalui model pembagian kerja yang seperti apa, pilihan sejauh mana
model koordinasi yang dikembangkan, dan proses transfer informasi publik.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 2


Catatan penting terakhir adalah ketepatan pembagian pekerjaan merupakan
salah satu proses untuk mewujudkan kinerja pegawai yang baik, sehingga
organisasi dapat mencapai tujuannya secara terarah (Kania, et al, 2019). Namun
dalam tataran implementasinya tidak semudah seperti yang dibayangkan.
Beberapa permasalahan pada organisasi publik dalam merancang pembagian
kerjanya adalah sebagai berikut:
1. Adanya pandangan territorial imperatif pada karyawan yaitu suatu pandangan
bahwa pekerjaan yang sudah diemban menjadi daerah teritorialnya sendiri
sehingga tidak dapat dimasuki oleh karyawan yang lainnya (Amrita et al,
2010/2011)1;
2. Ketidakjelasan pembagian wewenang, inkonsistensi pembagian kerja, serta
sikap pimpinan kantor yang sewenang-wenang memberikan tugas kepada
aparat bawahan tanpa memperhitungkan aspek sifat pekerjaan, urgensi
pekerjaan, dan dampak pemberian tugas terhadap kualitas pemberian
pelayanan kepada masyarakat (Parliamentary Center, 2010)2;
3. Kualitas kerja pegawai rendah dan penggunaan waktu masih rendah
(Herawati, tahun tidak tertulis)3;
4. Kompetensi yang diukur dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman
dinilai lebih rendah untuk pekerjaan yang sifatnya tradisional (umum)
dibandingkan dengan pekerjaan "modern" (Cassan, 2021)4; dan

1
Diakses pada tanggal 25 September 2021 melalui link https://media.neliti.com/media/publications/118247-
ID-pembagian-kerja-dalam-rangka-meningkatka.pdf
2
Diakses pada tanggal 25 September 2021 melalui link Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik | Informasi Publik,
Hak Kita! (kebebasaninformasi.org)
3
Diakses pada tanggal 25 September 2021 melalui link Microsoft Word - Jurnal Herni Herawati.docx
(unpas.ac.id)
4
Diakses pada tanggal 25 September 2021 melalui link
https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/35140/A-Division-of-Laborers-Identity-and-
Efficiency-in-India.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 3


5. Gaji pokok yang ditetapkan berdasarkan golongan/pangkat tidak sepenuhnya
mencerminkan beban tugas dan tanggung jawab (Peraturan Presiden Nomor
81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025)5.

Dari sekian banyak temuan masalah tersebut sudah barang tentu ada
banyak faktor-faktor lainnya yang perlu dicermati dan ditindak lanjuti melalui
proses penelaahan secara ilmiah. Mengingat keberhasilan suatu organisasi publik
tidak akan terlepas oleh bagaimana pimpinan organisasi (top manajer) mampu
membangun suasana kerja yang kondusif melalui pembagian komposisi kerja
yang tepat sesuai dengan tugas, fungsi, dan “tempat”nya (The Right Man on The
Right Place) sehingga tujuan akhir yang ingin di raih dari organisasi dapat
tercapai. Maka dari itu, penulis memandang perlu bahwa pembahasan tentang
prinsip pembagian kerja pada organisasi publik ini untuk sama-sama dilakukan
proses penelaahan singkat dengan output akhir berupa rekomendasi hasil
telaahan.

B. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang permasalahan sebagaimana diatas, maka
rumusan masalahnya adalah faktor apa saja yang mempengaruhi pola
pembagian kerja pada organisasi publik di Indonesia?

C. Manfaat dan Tujuan


Manfaat dan Tujuan yang hendak dicapai adalah diantaranya meliputi:
1. Secara substansi, hendaknya mampu menjadi bahan rujuan pengambilan
keputusan oleh para pemangku kebijakan dan/atau stakeholder terkait;
2. Secara keilmuan, diharapkan turut andil dalam menambah dan
mengembangkan khazanah keilmuan dalam bidang studi ilmu administrasi
publik; dan
3. Secara umum, selayaknya hadir sebagai bahan rujukan dan/atau bacaan bagi
kalangan akademisi, pemerhati, filantropi, dan masyarakat secara umum.

5
Tercantum dalam poin permasalahan Birokrasi dalam bidang SDM Aparatur pada lampiran Peraturan
Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 4


BAB 2. TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Prinsip-Prinsip Administrasi Publik

Pada kisaran tahun 1937, Gulick dan Urwick menyebutkan 7 (tujuh)


prinsip administrasi kepada para mahasiswanya dalam anagram singkat (dikutip
oleh Muhammad, 2019). Anagram singkat ini adalah POSDCORB yang seringkali
kita mengenalinya sebagai fungsi dari manajemen. Adapun kepanjangan dari
POSDCORB yaitu meliputi Planning, Organizing, Staffing, Directing, Cordinating,
Organizing, Reporting, dan Budgeting. Jika dipahami, artinya keseluruhan
unsur/proses yang menjadi jalannya fungsi manajemen merupakan bagian dari
salah satu prinsip yang harus ada di dalam studi administrasi publik.
Lebih lanjut dengan mengutip pendapat Max Weber yang merupakan
seorang sosiolog Jerman, Tjokroamidjojo (dalam Anggara, 2012) mengemukakan
ciri-ciri utama dari struktur birokrasi di dalam tipe idealnya, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip pembagian kerja
Kegiatan-kegiatan reguler yang diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi dibagi dalam cara-cara tertentu sebagai tugas-tugas jabatan.
Dengan adanya prinsip pembagian kerja yang jelas, pelaksanaan pekerjaan
dilakukan oleh tenagatenaga spesialisasi dalam setiap jabatan, sehingga
pekerjaan dapat dilaksanakan dengan tanggung jawab penuh dan efektif.
2. Struktur hierarkis
Pengorganisasian jabatan-jabatan mengikuti prinsip hierarkis, yaitu
jabatan yang lebih rendah berada di bawah pengawasan atau pimpinan dari
jabatan yang lebih atas. Pejabat yang lebih rendah kedudukannya harus
mempertanggungjawabkan setiap keputusannya kepada pejabat atasannya.
3. Aturan dan Prosedur
Pelaksanaan kegiatan didasarkan pada sistem peraturan yang
konsisten. Sistem standar tersebut dimaksudkan untuk menjamin adanya
keragaman pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan tanpa melihat jumlah
orang yang terlibat di dalamnya.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 5


4. Prinsip netral (tidak memihak)
Pejabat yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban
dalam semangat formalistic impersonality (formal nonpribadi), artinya tanpa
perasaan simpati atau tidak simpati. Dalam prinsip ini, seorang pejabat dalam
menjalankan tugas jabatannya terlepas dari pertimbangan yang bersifat
pribadi. Dengan menghilangkan pertimbangan yang bersifat pribadi dalam
urusan jabatan, berarti suatu prakondisi untuk sikap tidak memihak dan juga
untuk efisiensi.
5. Penempatan didasarkan atas karier
Penempatan kerja di dalam organisasi birokrasi didasarkan pada
kualifikasi teknis dan dilindungi terhadap pemberhentian sewenang-wenang.
Dalam organisasi birokrasi, penempatan kerja seorang pegawai didasarkan
atas karier. Ada sistem promosi, entah atas dasar senioritas atau prestasi,
atau kedua-duanya. Kebijaksanaan kepegawaian demikian dimaksudkan
untuk meningkatkan loyalitas kepada organisasi dan tumbuhnya esprit de
corps atau jiwa korps di antara para anggotanya.
6. Birokrasi murni
Pengalaman menunjukkan bahwa tipe birokrasi yang murni dari
organisasi administrasi dilihat dari segi teknis dapat memenuhi efisiensi tingkat
tinggi. Mekanisme birokrasi yang berkembang sepenuhnya akan lebih efisien
daripada organisasi yang tidak seperti itu atau yang tidak jelas birokrasinya.

Kemudian sebagai wujud dari upaya mendukung transformasi


administrasi publik saat ini, banyak aspek yang disentuh. Hal ini mengakibatkan
terjadi perubahan orientasi secara menyeluruh terhadap prinsip administrasi
publik, meskipun esensinya masih sama. Salah satunya adalah terkait dengan
manajemen sumberdaya manusia aparatur. Untuk urusan ini, OECD
menyebutkan bahwa sejalan dengan usaha untuk mendorong reformasi
administrasi publik, salah satu prinsip yang patut dipegang sehubungan dengan
manajemen sumberdaya aparatur adalah sistem remunerasi pegawai negeri
didasarkan pada klasifikasi pekerjaan yang secara adil dan transparan (OECD,
2017). Prinsip ini merupakan bagian dari syarat utama dari bentuk
profesionalisme pelayanan publik dengan memastikan standar manajerial yang
baik melalui praktik manajemen sumber daya manusia.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 6


Pada prinsip remunerasi ini, ada 5 (lima) poin penting didalamnya
(OECD, 2017) yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip remunerasi, termasuk klasifikasi gaji berdasarkan sistem
klasifikasi pekerjaan, daftar lengkap elemen gaji variabel dan hubungan
antara gaji tetap dan variabel, ditetapkan dalam undang-undang untuk
memastikan koherensi, keadilan dan transparansi pelayanan publik secara
keseluruhan. Peraturan remunerasi yang terperinci diatur dalam undang-
undang sekunder.
2. Tunjangan dan tunjangan selain gaji (misalnya tunjangan keluarga, sewa,
pendidikan dan bahasa, dan tunjangan jika sakit, bersalin atau kecelakaan
kerja) ditetapkan dalam undang-undang, untuk memastikan koherensi seluruh
layanan publik, dan diterapkan dalam praktek.
3. Pembayaran yang sama untuk pekerjaan dengan nilai yang sama dijamin;
segala jenis diskriminasi yang terkait dengan gender dalam remunerasi
dihindari.
4. Keleluasaan manajerial dalam menetapkan berbagai elemen gaji, tunjangan,
dan tunjangan kepada pegawai negeri perorangan dibatasi, untuk
memastikan keadilan, transparansi, dan konsistensi dari total gaji.
5. Sistem remunerasi pegawai negeri memberikan kondisi yang wajar untuk
merekrut, memotivasi dan mempertahankan pegawai negeri dengan
kompetensi yang dibutuhkan.

B. Konsep Pembagian Kerja pada Organisasi Publik

Organisasi sebagai sistem kerjasama (Parliamentary Center, 2010)


berarti: (a) sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan secara baik,
dimana masing-masing mengandung wewenang, tugas dan tanggung jawab yang
memungkinkan setiap orang dapat bekerjasama secara efektif; (b) sistem
penugasan pekerjaan kepada orang-orang berdasarkan kekhususan bidang kerja
masing-masing; (c) sistem yang terencana dari suatu bentuk kerjasama yang
memberikan peran tertentu untuk dilaksanakan kepada anggotanya. Bahkan
Weber (dalam Frederickson et al, 2012) menganggap birokrasi sebagai bentuk
organisasi yang unggul secara teknis dalam arti bahwa birokrasi lebih menyukai

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 7


prestasi, keahlian profesional, pembagian kerja yang rasional, dan proses
pengambilan keputusan yang terstandarisasi.
Kemudian sebagai suatu tipe organisasi tertentu, birokrasi pada
pokoknya hanya terdiri atas empat prinsip organisasi (Anggara, 2012), yaitu:
1. Spesialisasi, artinya pembagian dan penugasan kerja yang ketat, one man-
one job, satu orang-satu jabatan;
2. Hierarki, artinya jabatan-jabatan diordinasi secara garis-garis lurus sehingga
merupakan jaringan hierarki yang tegas dan ketat, one man-one boss, satu
orang-satu kepala atasan;
3. Sistem kerja yang ketat, semua pekerjaan dijalankan menurut prosedur,
metode, dan formulir tertentu yang dituang ke dalam peraturan yang
dipertahankan secara keras, ketat, konsekuen;
4. Impersonalitas, semua pekerjaan dilakukan tanpa pandang bulu, tidak
mengenal prioritas atau status sosial orang-orang yang harus dilayani. Semua
orang diperlakukan menurut nomor urut; cara bekerjanya seolah-olah tidak
memakai perasaan, tidak ada pilih kasih, tidak ada pamrih atau perhitungan
keuntungan apa-apa.

Prinsip dasar teori organisasi (Shafritz et al, 2017) dapat diringkas


sebagai berikut:
1. Organisasi ada untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan produksi
dan ekonomi.
2. Ada satu cara terbaik untuk mengatur produksi, dan cara itu dapat ditemukan
melalui penyelidikan ilmiah yang sistematis.
3. Produksi dimaksimalkan melalui spesialisasi dan pembagian kerja.
4. Orang dan organisasi bertindak sesuai dengan prinsip ekonomi rasional.

Berangkat dari sejumlah penjelasan diatas, dapat ditarik satu kesamaan


mereka (para ahli) pada saat menguraikan prinsip dasar teori organisasi yaitu
adanya pembagian kerja. Salah seorang ahli teori pembagian kerja yang
terkemuka, yakni Adam Smith (dalam Erikson et al, 2019) menyatakan bahwa
pengetahuan tentang manfaat pembagian kerja akan cukup untuk mendorong
spesialisasi. Baginya dan bagi banyak dari mereka yang mengikutinya, batas
spesialisasi ditentukan oleh ukuran pasar.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 8


Untuk mengeksplor dinamika spesialisasi, Erikson dan Shirado
menggunakan the graph-coloring game (Erikson et al, 2019). The graph-coloring
game pada dasarnya dimulai dengan motivasi yang mengacu pada sejumlah kecil
masalah di dunia nyata (empiris) dan dilema yang telah dikenal seperti, masalah
dalam penjadwalan waktu kelas, memilih nada dering yang berbeda, memilih
frekuensi dalam sistem penyiaran, atau memilih bidang keahlian untuk
dikembangkan dalam suatu organisasi.

Gambar 2.1. Bentuk Chromatic Polynomial

Sumber: Erikson et al, 2019

Dua langkah penting untuk memahami fitur permainan mewarnai grafik.


Bilangan kromatik dari suatu graf adalah jumlah minimum warna yang terdapat
solusi untuk permainan tersebut. Jika ada terlalu sedikit angka, solusi tidak akan
mungkin. Kami hanya mempertimbangkan contoh di mana solusi adalah mungkin.
Struktur jaringan dapat mengubah jumlah minimum warna yang diperlukan untuk
menyelesaikan permainan. Misalnya, dalam siklus cincin terhubung di mana
setiap node memiliki dua tetangga dan jumlah node genap, nomor kromatiknya
adalah dua. Sebuah solusi dimungkinkan jika node bergantian antara warna.
Jaringan acak yang lebih kompleks dengan ukuran yang sama mungkin
memerlukan lebih banyak warna untuk solusi. Secara umum, nomor kromatik

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 9


akan bervariasi tergantung pada jumlah ikatan antara node dan sifat topologi
jaringan.
Ukuran kedua adalah polinomial kromatik, yang merupakan jumlah
kombinasi warna optimal untuk jaringan tertentu dengan nomor kromatik di mana
tidak ada simpul yang terhubung ke simpul dengan warna yang sama (yaitu, solusi
optimal untuk pewarnaan graf). Oleh karena itu polinomial kromatik tinggi
menunjukkan sejumlah besar solusi optimal dan polinomial kromatik rendah
menunjukkan sedikit solusi.

C. Model Pembagian Kerja

Weel (2006)6 menggambarkan ada 2 model pembagian Kerja.


Berdasarkan penjelasannya, model pertama yang ditawarkan adalah model
sederhana pembagian Kerja (Basic Setting) dan yang kedua adalah model
pembagian Kerja yang telah memperoleh pengaruh akibat hadirnya perubahan
teknologi (Computer Technology Adoption). Untuk uraian lebih lanjut penulis
deskripsikan sebagai berikut:
1. Basic Setting
Pada model ini mengasumsikan ekonomi yang dicirikan oleh pasar
tenaga kerja yang kompetitif dan menganggap bahwa perusahaan cukup kecil
untuk mencegah mereka mengerahkan kekuatan pasar. Untuk menghasilkan
satu unit output, kontinum tugas 𝑥 ϵ [0, 1] dengan kerapatan 𝑓(𝑥) dan
kerapatan kumulatif 𝐹(𝑥) harus dilakukan. Sebuah perusahaan berpotensi
mempekerjakan n jenis pekerja dengan indeks 1, ..., 𝑛. Permintaan untuk tipe
𝑖 ϵ {1, ..., 𝑛} dilambangkan dengan 𝐿𝑖 . Waktu yang dibutuhkan seorang pekerja
tipe 𝑖 untuk melakukan tugasnya dijelaskan oleh fungsi 𝜏𝑖 (𝑥, 𝛾), di mana 𝛾
adalah parameter produktivitas yang memungkinkan kita untuk menganalisis
apa yang terjadi ketika produktivitas meningkat sebagai hasil adopsi
komputer. Tanpa teknologi komputer 𝛾 = 1, tetapi setelah adopsi komputer

6
The Economic Journal, 116 (February), F45–F72. Royal Economic Society 2006. Published by Blackwell
Publishing, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 10


dan dengan komputer menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu 𝛾 < 1. Pekerja
adalah upah yang sama dengan 𝓌𝑖 .
Tugas diurutkan pada interval [0,1] sehingga 𝜏𝑖 (𝑥, 𝛾) / 𝜏𝑖+1 (𝑥, 𝛾)
meningkat dengan 𝑥, contohnya yaitu keuntungan komparatif pekerja
(dibandingkan dengan pekerja 𝑖 + 1) berkurang dengan 𝑥, dan nilai 𝑖 yang
lebih rendah akan dikaitkan dengan pekerja terampil yang lebih rendah. Ketika
tugas dibagi antara berbagai jenis pekerja, minimalisasi biaya menghasilkan
titik µ𝑖 (dengan µ0 = 0 dan µ𝑛 = 1) sehingga 𝑖 melakukan semua tugas pada
interval [µ𝑖−1 , µ𝑖 ]. Parameter µ𝑖 menggambarkan pembagian kerja di
perusahaan. Jika µ𝑖−1 = 0 dan µ𝑖 = 1 proses produksi sepenuhnya generik dan
pekerja tipe 𝑖 melakukan semua pekerjaan. Sebaliknya, jika ada permintaan
yang sama untuk berbagai jenis pekerja yang besar, banyak pekerja
melaksanakan tugas-tugas khusus dan tingkat spesialisasi yang tinggi
tercapai.

Gambar 2.2. Labour, Worker Organisation 1

Sumber: Weel (2006)

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 11


Gambar 2.3. Labour, Worker Organisation 2

Sumber: Weel (2006)

2. Computer Technology Adoption


Ketika sebuah perusahaan mempertimbangkan alasan untuk
mengadopsi teknologi komputer, itu bisa mengharapkan teknologi komputer
untuk:
a. mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk koordinasi (atau untuk
mengurangi biaya komunikasi) kegiatan antar pekerja atau
b. untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas
tertentu.

Kami berasumsi bahwa pekerja tidak berbagi komputer dan bahwa biaya
penggunaan komputer sama untuk semua pekerja, sehingga titik impas untuk
adopsi komputer yang hemat biaya dapat dihitung. Ketika teknologi komputer
hanya memiliki keunggulan produktivitas, manfaatnya sama dengan (1-
𝛾)𝓌𝑖 [𝑇𝑖𝑝 /(𝑇𝑖𝑝 + 𝑇𝑖𝑐 )], yang menunjukkan bahwa keuntungan adopsi komputer

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 12


semakin tinggi semakin tinggi upah pekerja dan semakin sedikit waktu yang
digunakan untuk komunikasi dengan rekan kerja. pekerja. Perhatikan bahwa
keputusan adopsi untuk satu jenis pekerja dalam hal ini tidak bergantung pada
adopsi yang lain.
Ketika keuntungan dari penggunaan teknologi komputer berasal dari
biaya komunikasi yang lebih rendah, keputusan untuk mengadopsi teknologi
komputer menjadi saling terkait. Jika proyeksi difusi teknologi komputer dalam
suatu perusahaan berkisar dari pekerja yang paling terampil dan paling mahal
hingga pekerja dengan upah terendah, dapat ditunjukkan bahwa manfaat dari
penggunaan komputer akan berkurang karena upah yang lebih rendah tetapi
pada saat yang sama juga meningkat karena dua alasan:
a. semakin besar fraksi pekerja di perusahaan yang sudah menggunakan
teknologi komputer, semakin besar manfaat dari pengguna tambahan;
dan
b. semakin banyak pekerja yang menggunakan teknologi komputer,
manfaat bagi mereka yang telah mengadopsi akan semakin meningkat.

Akibatnya, manfaat dari penggunaan komputer mungkin meningkat lebih


banyak dengan setiap pengguna komputer tambahan daripada total biaya.
Ketika teknologi komputer hanya diadopsi untuk alasan komunikasi, dapat
diharapkan bahwa semua pekerja mengadopsi teknologi komputer pada titik
waktu yang sama. Dalam istilah yang lebih umum, adopsi teknologi komputer
cenderung terkonsentrasi pada satu titik waktu jika manfaat komunikasi
adalah penentu utama adopsi, sedangkan pola difusi lebih lancar dari waktu
ke waktu ketika manfaat produktivitas relatif lebih penting. Prediksi teoretis ini
akan menjadi inti dari analisis empiris untuk membedakan perusahaan yang
mengadopsi komputer untuk alasan komunikasi dari perusahaan yang
menggunakan teknologi komputer untuk menghasilkan lebih efisien.
Pendekatan untuk Divisi Tenaga Kerja unik karena:
a. mencakup semua untuk mencakup kebijakan, advokasi, standar,
panduan dan pengembangan dan manajemen alat, perantara dan
penyampaian dukungan teknis berkualitas tinggi dengan peran dan
tanggung jawab di tingkat global, regional dan negara;

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 13


b. berdasarkan pendekatan pengelompokan atau kemitraan untuk
menyatukan dan mempromosikan integrasi dan sinergi di antara
lembaga-lembaga mitra untuk secara kolektif memberikan hasil yang
spesifik dan untuk memperkuat komunikasi dan keseluruhan kerja
Program Bersama;
c. dapat beradaptasi, dengan demikian menegaskan kembali kepemilikan
nasional dan prioritas negara dan memungkinkan fleksibilitas dan
diferensiasi Divisi Tenaga Kerja di tingkat negara; dan
d. didasarkan pada akuntabilitas timbal balik dari Cosponsor dan
Sekretariat, sebagai prasyarat penting untuk memaksimalkan dampak
Program Bersama dan sebagai pendorong utama untuk hasil yang lebih
baik.

D. Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan proses analisis ini, penulis mencoba untuk


mengidentifikasi beberapa penelitian terdahulu. Hal ini dilakukan untuk
memberikan gambaran kepada penulis sehubungan dengan hasil penelitian
tentang pembagian kerja pada beberapa organisasi publik. Untuk memberikan
deskripsi rinci, penulis jabarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu tentang Pembagian Kerja


No Judul Penulis Instrumen Temuan Penelitian Rekomendasi Penelitian
Penelitian Penelitian
1. Pengaruh Tri Silawati  Variabel X =  pembagian kerja  Masih ada karyawan
Pembagian Dewi Pembagian dalam kategori baik yang mengemban dua
Kerja terhadap (2005) Kerja dan variabel jabatan sekaligus,
Efektivitas Kerja  Variabel Y = efektivitas kerja dalam sehingga dalam
Karyawan pada Efektivitas kategori baik sesuai melaksanakan
Bagian Produksi Kerja dengan standar tugasnya ada salah
PT. Dupantex  Metode perusahaan satu tanggung jawab
Kabupaten Kuantitatif  pembagian kerja yang terabaikan.
Pekalongan berpengaruh secara Seharusnya hal
signifikan terhadap semacam ini dihindari
efektivitas kerja agar prestasi tenaga
karyawan bagian kerja baik dan hasil
produksi PT. produksi akan

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 14


No Judul Penulis Instrumen Temuan Penelitian Rekomendasi Penelitian
Penelitian Penelitian
DUPANTEX meningkat, sehingga
Kabupaten profitabilitas
Pekalongan sebesar perusahaan juga
6,4% dan hipotesis meningkat
diterima  pimpinan jarang
memberikan pujian
maupun teguran pada
karyawan oleh karena
itu seyogyanya
pimpinan lebih sering
memberi pujian serta
teguran sehingga
karyawan merasa
keberadaanya dihargai

2. Pengaruh Vera Silvia  Variabel X1 =  Ada pengaruh yang  PT. Bank Sumut
Hubungan Lubis Pembagian signifikan pembagian Syariah Kantor Cabang
Pembagian (2019) Kerja kerja terhadap Brigjen Katamso
Kerja dan  Variabel X2 = prestasi kerja pada Medan perlu
Wewenang Wewenang PT. Bank Sumut memperhatikan
Karyawan Karyawan Syariah Kantor wewenang karyawan
terhadap  Variabel Y = Cabang Brigjen sehingga karyawan
Prestasi Kerja Prestasi Katamso Medan menjadi kreatif dalam
pada Bank Kerja  Ada pengaruh yang bekerja
Sumut Syariah  Metode signifikan wewenang  PT. Bank Sumut
Kantor Cabang Kuantitatif karyawan terhadap Syariah Kantor Cabang
Brigjend prestasi kerja pada Brigjen Katamso
Katamso PT. Bank Sumut Medan sebaiknya
Syariah Kantor mengelola pembagian
Cabang Brigjen kerja karyawan dengan
Katamso Medan lebih baik lagi sehingga
 Secara simultan ada dapat menghasilkan
pengaruh yang karyawan yang lebih
signifikan antara inovatif
pembagian kerja dan  PT. Bank Sumut
wewenang karyawan Syariah Kantor Cabang
terhadap prestasi Brigjen Katamso
kerja pada PT. Bank Medan sebaiknya perlu
Sumut Syariah mencari cara untuk
Kantor Cabang meningkatkan prestasi
Brigjen Katamso kerja sehingga hasil
Medan kerja menjadi lebih baik

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 15


No Judul Penulis Instrumen Temuan Penelitian Rekomendasi Penelitian
Penelitian Penelitian
 Nilai signifikan
variabel pembagian
kerja sebesar 0,002
sedangkan nilai
signifikan variabel
wewenang karyawan
sebesar 0,019
dengan demikian
dapat disimpulkan
bahwa variabel
pembagian kerja
lebih berpengaruh
bila dibandingkan
dengan variabel
wewenang karyawan

3. Pengaruh Muhamma  Variabel X1 =  Profesionalisme  PT. Bank Sulselbar


Profesionalisme d Syarif Profesionalis berpengaruh positif Cabang Jeneponto
dan Pembagian Wafiq me dan signifikan sebaiknya dapat
Kerja terhadap (2021)  Variabel X2 = terhadap struktur meningkatkan
Struktur Pembagian organisasi sehingga profesionalisme yang
Organisasi pada Kerja diterima. Hal ini menyangkut kecocokan
PT Bank  Variabel Y = dapat dilihat dari nilai antara kemampuan
Sulselbar Struktur thitung = 6.255 > ttabel = yang dimiliki oleh
Cabang Organisasi 1.687 dan nilai sig birokrasi dengan
Jeneponto  Metode 0.000 < 0.05 kebutuhan tugas agar
Kuantitatif  Pembagian Kerja terbentuknya pegawai
berpengaruh positif yang profesional
dan signifikan  PT. Bank Sulselbar
terhadap struktur Cabang Jeneponto
organisasi sehingga sebaiknya lebih teliti
diterima. Hal ini dalam pembagian kerja
dapat dilihat dari nilai agar setiap orang atau
thitung = 5.130 > ttabel = karyawan dalam
1.687 dan nilai sig organisasi dapat
0.000 < 0.05 bertanggung jawab dan
melaksanakan tugas
tertentu saja

4. Pembagian Divya  Variabel  Pelaksanaan  Bagi Pimpinan


Kerja dalam Amrita, Mandiri = pembagian kerja sebaiknya memberikan
Rangka Sutaryadi, dalam meningkatkan wewenang kepada

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 16


No Judul Penulis Instrumen Temuan Penelitian Rekomendasi Penelitian
Penelitian Penelitian
Meningkatkan dan Padni Pembagian efektivitas kerja supervisor dalam
Efektivitas Kerja Ninghardj Kerja karyawan di Bagian pelaksanaan
Karyawan anti  Metode Sumber Daya pembagian kerja
Kualitatif Manusia PT. Pos terhadap karyawan
Indonesia Surakarta yang ada di bawahnya
sudah dilakukan sehingga jika ternyata
dengan baik karyawan tidak sesuai
 Kendala-kendala dengan kemampuan
pelaksanaan dalam mengerjakan
pembagian kerja pekerjaan maka
dalam meningkatkan permasalahan dalam
efektivitas kerja pekerjaan segera dapat
karyawan Bagian teratasi, tidak harus
Sumber Daya melapor ke Divre
Manusia PT. Pos Semarang
Indonesia Surakarta,  Bagi Karyawan
adalah sebagi berikut: sebaiknya mempelajari
(a) Karyawan pekerjaan baru dengan
Menolak Pemberian job description yang
Tugas Karena telah diberikan kepada
Merasa Sulit; dan (b) atasan, Karyawan
Timbul Pandangan sebaiknya juga
Territorial Imperative mempelajari IT yang di
 Upaya-upaya yang gunakan dalam PT. Pos
dilakukan untuk Indonesia sehingga
mengatasi kendala- pada saat menjalani
kendala pelaksanaan mutasi dan
pembagian kerja mendapatkan pekerjaan
dalam meningkatkan yang baru berhubungan
efektivitas kerja dengan IT maka dapat
karyawan: (a) melaksanakannya demi
Dilaksanakan kelancaran
Pelatihan dan penyelesaian pekerjaan
Pengarahan Kerja; dan Karyawan
dan (b) Meningkatkan sebaiknya selalu
Kerja Sama meningkatkan kerja
sama dengan
membudayakan saling
membantu diantara para
karyawan khususnya
bagi karyawan yang
sudah selesai

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 17


No Judul Penulis Instrumen Temuan Penelitian Rekomendasi Penelitian
Penelitian Penelitian
menyelesaikan
pekerjaan untuk
membantu karyawan
yang pekerjaannya
belum selesai sesuai
dengan kemampuan
yang dimiliki
 Bagi Peneliti Lain dapat
dijadikan sebagai bahan
acuan dalam
melaksanakan
penelitian selanjutnya

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 18


BAB 3. ANALISIS PERMASALAHAN

A. Manajemen Kinerja Pegawai sebagai Dasar Pembagian Kerja

Seiring dengan dinamika perkembangan perubahan struktur dan pola kerja


pemerintahan yang bersifat dinamis, baik yang dipengaruhi oleh faktor internal (seperti
perubahan kebijakan, pengembangan kapasitas, pengembangan kompetensi, dan
lainnya) maupun eksternal organisasi (VUCA, arus globalisasi, lingkungan strategis,
stakeholder terkait, dan lainnya), sudah selayaknya perlu dicari tahu beberapa hal
diantaranya: 1) Bagaimana pola pengaturan kinerja pegawai dijalankan?; dan 2) Sejauh
mana pemerintah turut berperan mengawal perubahan struktur dan pola pemerintahan?.
Pertanyaan tersebut dapat dijelaskan pada saat beberapa bahan penting dapat terpenuhi
seperti peraturan perundang-undangan eksisting, dokumen laporan kinerja sebagai
pendukung, dokumen peta jabatan instansi pemerintah, dokumen analisis jabatan dan
analisis beban kerja, serta dokumen hasil evaluasi jabatan. Beberapa bahan tersebut
pada akhirnya akan membantu melakukan cross check ulang terhadap model pembagian
kerja yang diterapkan pada instansi pemerintah tertentu sebagai organisasi publik.
Berbicara mengenai perkembangan peraturan perundang-undangan yang
secara tidak langsung memiliki keterkaitan dengan pengaturan pembagian kinerja di
suatu instansi pemerintah adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja
Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditetapkan dan diundangkan sejak 17 Maret 2021 dan
mulai berlaku dimulai per tanggal 1 Juli 2021. Dalam PermenPAN RB Nomor 8 tahun
2021 ini mengatur pola penyusunan rencana kinerja pegawai yang telah disesuaikan. Ada
beberapa poin yang jelas berbeda cara pengisiannya dan penyesuaian terhadap indikator
penilaian perilaku pegawai dari yang sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peraturan ini juga ditetapkan guna menindaklanjuti arahan presiden terkait eselonisasi
atau penyederhanaan birokrasi. Dimana rencana bentuk birokrasi kedepan, untuk
pemangku jabatan structural hanya sampai pada jenjang JPT Ahli pratama dengan
sebagian besar adalah pemangku jabatan fungsional tertentu. Hanya sedikit saja yang
mengakomodir pemangku jabatan administrator dan pengawas dalam beberapa hal
urusan tertentu. Bahkan bisa dimungkinkan kedepan para pemangku jabatan fungsional
tertentu di suatu instansi pemerintah akan berkolaborasi dengan para Pejabat
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Melihat hal tersebut, sudah barang tentu
beberapa penyesuaian harus pemerintah lakukan. Karena pada dasarnya ini akan

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 19


berimbas pada pola instruksi atasan bawahan, perencanaan dan penilaian kinerja
pegawai, pertanggungjawaban pekerjaan, dan lain sebagainya,.
Untuk memberikan gambaran pembagian kinerja bagi seluruh pegawai,
berikut adalah model piramida indicator kinerja sebagaimana yang tertuang dalam
PermenPAN Nomor 8 tahun 2021. Terdapat 3 (tiga) kelompok pegawai sesuai dengan
target dan sasaran yang menjadi indicator kinerja pegawai. Untuk kelompok pegawai
dengan indicator kinerjanya adalah target kinerja organisasi/unit kerja, itu berada pada
ranah kerja dan wewenang dari JPT/ pimpinan unit kerja mandiri. Kemudian rencana kerja
JPT/ pimpinan unit kerja mandiri akan dituangkan kedalam rencana kerja administrator,
pengawas, dan coordinator/ketua tim kerja dengan berpedoman pada beberapa indicator
kinerja seperti ekspektasi penerima layanan, keterlibatan dan inovasi pegawai, dan
produk tim kerja. Sedangkan bagi para pelaksana dan pemangku jabatan fungsional akan
lebih berorientasi pada indicator kinerja kualitas, kuantitas, dan waktu dalam menyusun
rencana kinerjanya. Sebetulnya jika pembagian kerja/urusan kerja sebagaimana yang
digambarkan tersebut dapat dijalankan, maka proses penyelenggaraan pemerintah
mampu berjalan lebih optimal lagi.

Gambar 3.1. Piramida Indikator Kinerja

Sumber: Permen PAN RB Nomor 8 Tahun 2021

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 20


Untuk contoh kasusnya adalah dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.2. Contoh Pohon Kinerja pada Instansi Pusat

Sumber: Permen PAN RB Nomor 8 Tahun 2021

Gambar 3.3. Contoh Rencana Kinerja Koordinator/Ketua Tim Kerja

Sumber: Permen PAN RB Nomor 8 Tahun 2021

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 21


Dalam hal membagi Peran Individu Dalam Tim Kerja Untuk Mendukung
Pencapaian Rencana Kinerja dan Indikator Kinerja Tim Kerja, maka dibentuknya matriks
Pembagian Peran dan Hasil dibangun untuk tim kerja Subdirektorat II yang menghasilkan
produk aplikasi SIMBG yang reliabel dan user friendly, respons yang cepat dan akurat
atas pengaduan masyarakat terkait layanan penerbitan PBG/ IMB dan SLF melalui
aplikasi SIMBG serta semakin banyak pegawai dinas PU dan PTSP Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang bisa melayani penerbitan PBG/ IMB dan SLF melalui SIMBG. Tim
ini memiliki 4 anggota yaitu JF Teknis Tata Bangunan dan Perumahan Muda, Pranata
Komputer, Pengelola Data, dan Pengelola Monev dengan Koordinator Tim Kerja adalah
Kepala Subdirektorat II. (Tercapainya rencana Kinerja di tim kerja diharapkan dapat
mendukung Outcome di tingkat unit kerja yaitu meningkatnya kualitas bangunan gedung
yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi
penggunanya). Tim membuat bagan alur kerja yang mengidentifikasi hasil kerja pegawai
dalam proses pencapaian produk dan/ atau layanan tim kerja. Tim menggunakan
produk/layanan tersebut untuk menyusun matriks dan menggunakannya untuk menyusun
rencana Kinerja.

Tabel 3.1. Contoh Matriks Pembagian Peran Hasil Tim Kerja


PEGAWAI INTERMEDIATE OUTCOME/ PRODUK/ LAYANAN TIM KERJA PADA UNIT KERJA
KASUBDIT APLIKASI SIMBG RESPONS YANG CEPAT DAN SEMAKIN BANYAK
II MENJALANKAN AKURAT ATAS PENGADUAN PEGAWAI DINAS
BISNIS PROSES DAN SLA MASYARAKAT TERKAIT PU DAN PTSP PEMDA
(SERVICE LEVEL LAYANAN PENERBITAN PBG/ KAB/KOTA YANG BISA
AGREEMENT) SESUAI IMB DAN SLF MELALUI MELAYANI PENERBITAN
NSPK YANG RELIABLE APLIKASI SIMBG PBG/ IMB DAN SLF
DAN USER FRIENDLY MELALUI SIMBG SECARA
CEPAT DAN AKURAT
JF Teknik  Proses bisnis aplikasi  Pengguna dan Pengelola • Modul materi peningkatan
Tata SIMBG dalam bentuk Layanan SIMBG dapat kapasitas pengelola layanan
Bangunan arsitektur aplikasi yang mengetahui progress/ tindak penerbitan PBG/IMB dan
dan lengkap dan sesuai NSPK lanjut pengaduannya secara SLF melalui SIMBG
Perumahan  Telaahan terkait dengan up-to-date melalui aplikasi tersusun secara lengkap
Muda perluasan penggunaan SIMBG dan sesuai standar
aplikasi SIMBG untuk  Telaahan jawaban atas penyusunan modul
layanan penyelenggaraan pengaduan masyarakat • Peserta peningkatan
bangunan rumah susun tersusun secara cepat dan kapasitas memahami dan
akurat (berdasarkan objek dapat mempraktekan materi
atau jenis masalah atau yang disampaikan
berdasarkan wilayah • Pelatih/Narasumber
peningkatan kapasitas
layanan penerbitan
PBG/IMB dan SLF melalui
SIMBG kompeten dan
tercukupi sesuai kebutuhan
 Peserta mendapatkan
pelayanan yang memadai
selama proses pelaksanaan
peningkatan kapasitas

Pranata  Aplikasi SIMBG dapat  Perbaikan aplikasi


Komputer dioperasikan pada saat berdasarkan hasil survey,

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 22


PEGAWAI INTERMEDIATE OUTCOME/ PRODUK/ LAYANAN TIM KERJA PADA UNIT KERJA
KASUBDIT APLIKASI SIMBG RESPONS YANG CEPAT DAN SEMAKIN BANYAK
II MENJALANKAN AKURAT ATAS PENGADUAN PEGAWAI DINAS
BISNIS PROSES DAN SLA MASYARAKAT TERKAIT PU DAN PTSP PEMDA
(SERVICE LEVEL LAYANAN PENERBITAN PBG/ KAB/KOTA YANG BISA
AGREEMENT) SESUAI IMB DAN SLF MELALUI MELAYANI PENERBITAN
NSPK YANG RELIABLE APLIKASI SIMBG PBG/ IMB DAN SLF
DAN USER FRIENDLY MELALUI SIMBG SECARA
CEPAT DAN AKURAT
soft launching aplikasi masukan, dan saran pengguna
SIMBG kepada aplikasi serta berdasarkan
pemerintah daerah terpilih data permasalahan teknis
 Manual book dan simulasi aplikasi.
penggunaan aplikasi  Jawaban atas pertanyaan
SIMBG memuat informasi terkait teknis aplikasi dari
yang jelas,lengkap, pengelola aplikasi di daerah
mutakhir dan mudah disampaikan dengan respon
dipahami cepat dan akurat
 Telaahan berdasarkan
hasil simulasi fitur-fitur
aplikasi SIMBG agar dapat
dioperasikan pada saat
soft launching
 Pengguna mendapatkan
akses username dan
password sesuai
prosedur, mudah, dan
cepat

Pengelola  Data pengguna aplikasi  Data pengaduan masyarakat  Data peserta,
Data SIMBG terdokumentasi terdokumentasi secara akurat, narasumber, notulensi,
secara akurat, reliable, mutakhir, dan dilaporkan dokumentasi, dan
dan dimutakhirkan secara dengan cepat. pertanggungjawaban
berkala administrasi peningkatan
 Data monitoring kapasitas
penggunaan aplikasi terdokumentasi secara
tersedia secara akurat, lengkap, akurat, dan
reliable, mutakhir, dan dapat
disajikan secara informatif dipertanggungjawabkan
 Data permasalahan teknis  Data pre- dan posttest
aplikasi tersedia secara peserta peningkatan
akurat, mutakhir, dan kapasitas terdokumentasi
dilaporkan secara berkala secara lengkap
untuk ditindaklanjuti
perbaikannya oleh tim IT.
• Data masukan, saran, dan
keluhan dari pengguna
aplikasi terdokumentasi
secara akurat, reliable,
dan mutakhir

Pengelola  Telaahan pengembangan  Progress penyelesaian  Data hasil pre- dan posttest
Monev fitur aplikasi SIMBG agar pengaduan masyarakat peserta peningkatan
reliable dan user-friendly dievaluasi dan dilaporkan kapasitas dievaluasi untuk
 Data pengguna aplikasi secara berkala perbaikan modul materi dan
dievaluasi dan dilaporkan metode bimbingan teknis.
secara berkala  Pelaksanaan peningkatan
 Data penggunaan aplikasi kapasitas dievaluasi dan
dievaluasi dan dilaporkan dilaporkan sebagai bahan
secara berkala peningkatan proses kerja
 Data permasalahan teknis selanjutnya.
aplikasi dievaluasi dan
dilaporkan secara berkala.
 Data masukan, saran, dan
keluhan dari pengguna

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 23


PEGAWAI INTERMEDIATE OUTCOME/ PRODUK/ LAYANAN TIM KERJA PADA UNIT KERJA
KASUBDIT APLIKASI SIMBG RESPONS YANG CEPAT DAN SEMAKIN BANYAK
II MENJALANKAN AKURAT ATAS PENGADUAN PEGAWAI DINAS
BISNIS PROSES DAN SLA MASYARAKAT TERKAIT PU DAN PTSP PEMDA
(SERVICE LEVEL LAYANAN PENERBITAN PBG/ KAB/KOTA YANG BISA
AGREEMENT) SESUAI IMB DAN SLF MELALUI MELAYANI PENERBITAN
NSPK YANG RELIABLE APLIKASI SIMBG PBG/ IMB DAN SLF
DAN USER FRIENDLY MELALUI SIMBG SECARA
CEPAT DAN AKURAT
aplikasi dievaluasi dan
dilaporkan secara berkala

Sumber: Permen PAN RB Nomor 8 Tahun 2021

B. Pengembangan Analisis

Untuk mengembangkan analisis permasalahan, penulis menerapkan


pendekatan Hummel. Pendekatan Hummel (Frederickson, 2012) telah berpikir kritis
tentang pekerjaan dengan mempertanyakan terkait struktur. Apakah perintah top-down
benar-benar diperlukan? Apakah itu efektif? Bisakah hirarki diratakan? Bisakah
pembagian kerja dipermudah? Menanggapi pertanyaan tersebut, pendekatan Hummel
mengidentifikasi beberapa hal sebagai berikut: 1) mempertanyakan budaya. Apakah
efisiensi dan kontrol satu-satunya nilai yang harus dikejar oleh birokrasi, publik dan
swasta? Bagaimana dengan tujuan manusia di luar ini?; 2) mempertanyakan psikologi.
Apakah kita perlu menerima kehancuran diri kita ketika kita memasuki pekerjaan?; 3)
mempertanyakan devaluasi birokrasi. Tentunya perintah dari atas ke bawah yang
diteriakkan kepada kita dalam suasana ketakutan bukanlah satu-satunya alat untuk
membuat kita melakukan pekerjaan itu: dan 4) pertanyaan politik. Untuk sementara
tampaknya tidak ada alternatif selain transformasi birokrasi politik. Efisiensi dan kontrol
telah menjadi standar untuk mengukur keberhasilan pada aspek tersebut. Kehilangan
adalah rasa politik imajinasi.

“Everyone has trouble with bureaucracy. Citizens and politicians have


trouble controlling the runaway bureaucratic machine, Managers have
trouble managing it Employees dislike working in it. Clients can’t get the
goods from it. Teachers have trouble getting an overall grip on it. Students
are mystified by the complexity of it.” Hummel (dalam Anderson, 1995)

Ini bentuk kontras dari konsep birokrasi pada administrasi publik sebagai ilmu
administrasi publik. Sehingga untuk mengukur bagaimana praktik pembagian kerja pada
organisasi publik, penulis memandang perlu mempertimbangkan pandangan lain untuk
bisa memberikan gambaran dan persepsi yang berbeda dari yang lazimnya dipelajari.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 24


BUDAYA

Pada bagian ini, budaya dilihat sangat penting untuk melihat sejauhmana
tradisi mempengaruhi kebijakan yang telah ditetapkan mengenai mekanisme dan
pelaksanaan pembagian kerja. Kebijakan disini adalah sebagai cara kerja. Ada
pembagian kerja yang paling jelas adalah dapat dilihat melalui Job Description. Job
Description ini pada dasarnya sudah tertuang dalam peraturan yang mengaturnya.
Misalkan, untuk jabatan pelaksana sudah ada Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 41 tahun 2018 tentang Nomenklatur
Jabatan Pelaksana bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Instansi Pemerintah. Dalam
Permen PAN dan RB tersebut dijelaskan dalam lampiran terkait nama jabatan pelaksana
sesuai urusannya dengan deskripsi tugasnya. Baru kemudian instansi menerjemahkan
tugas tersebut kedalam dokumen analisis jabatan dan analisis beban kerja yang
kemudian diterjemahkan kedalam sasaran kinerja pegawai.

Gambar 3.4. Lampiran Permen PAN dan RB Nomor 41 tahun 2018 tentang
Nomenklatur Jabatan Pelaksana bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Instansi
Pemerintah

Sumber: Permen PAN dan RB


Permasalahan menyeruak disini. Senyatanya dalam dokumen sasaran kinerja
pegawai, selain tercantum uraian tugas pegawai dengan masing-masing jabatannya, ada
juga ruang untuk penilaian terhadap tugas tambahan. Tugas tambahan ini meliputi
penugasan, pendidikan dan pelatihan, serta instrument lainnya yang belum tertuang

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 25


dalam uraian tugas. Namun dalam praktiknya tidak semudah itu. Budaya atau kebiasaan
cara kerja yang melekat pada suatu organisasi publik, terkadang memberikan nilai positif
atau bahkan dampak negative. Misalnya, dalam keseharian tugasnya pegawai A lebih
cenderung diberikan pekerjaan tugas yang bukan merupakan uraian tugasnya. Dan hal
tersebut berlanjut hingga berakhirnya tahun anggaran. Malah apa yang sudah menjadi
tugasnya, menjadi bahan kerja untuk pegawai B yang notabene bukan tugas pegawai
tersebut atau bahkan jumlah pekerjaan untuk pegawai B menjadi overload karena
mengerjakan tugas yang begitu banyak yang sejenis. Padahal sebetulnya untuk jenis
tugas tersebut dapat dipekerjakan oleh 2 orang pegawai sebagaimana tertuang dalam
dokumen analisis beban kerja. Pada akhirnya ini akan berimbas pada ketercapaian target
kinerja pegawai A yang sudah ditetapkan diawal. Sehingga pegawai A tidak dapat
memenuhi target yang dia tetapkan. Antara realisasi dan rencana kerja tidak sejalan.
Banyak aspek yang mempengaruhi budaya kerja seperti ini: Pertama,
mekanisme cara kerja yang tidak berjalan dengan baik; kedua, Rule based Job.
Kekakuan cara kerja organisasi/unit kerja memberikan hambatan kepada pegawai untuk
berekspresi dan berinovasi; dan ketiga, gaya kepemimpinan. Cara kerja organisasi salah
satunya ditentukan oleh pimpinan. Karakteristik pemimpin close minded/open minded
menentukan bagaimana cara kerja pegawai. Beberapa poin inilah yang sebenarnya
hummel pertimbangkan juga. Bahwasanya membangun budaya kerja bersama pegawai
as human perlu direnungkan kembali. Setiap jabatan dan tingkatan pegawai telah
memiliki uraian tugasnya masing-masing. Tinggal bagaimana menempatkan pada
posisinya. Seorang pimpinan memberikan uraian/arahan/target strategis, supervisor
menerjemahkan kedalam bentuk yang lebih bersifat operasionalisasi, dan bawahan
melaksanakan tugas.

PSIKOLOGI

Sesuatu hal yang seringkali luput dari perhatian dalam bekerja adalah
berkaitan dengan rasa memanusiakan pegawai. Selama bekerja dengan manusia, maka
ada sisi lain yang perlu dijaga juga yaitu bagaimana didalam suatu organisasi atau unit
kerja patut menjaga mood dan emotional pegawai selama waktu bekerja. Dalam
dokumen analisis Sasaran Kerja Pegawai terdapat poin penilaian perilaku. Ini merupakan
salah satu penilaian untuk melihat seberapa besar etos kerja yang dapat terlihat dari
psikologi pegawai. Misalkan saja, pegawai A mendapatkan perlakuan tidak
menyenangkan pada saat bekerja baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pembagian pekerjaan yang tidak merata dan tidak sesuai job description, memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap psikologi pegawai. Terkadang pegawai menginginkan

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 26


ruang tertentu untuknya mengekspresikan diri melalui aktivitas lain disamping pekerjaan
rutinitas. Ini yang sekiranya perlu menjadi bahan pertimbangan untuk membangun
suasana kerja yang kondusif sehingga hubungan inter personal dapat terjaga dan target
output pekerjaan dapat tercapai secara optimal.
Saat ini bahkan untuk mengetahui karakteristik dan psikologi seorang pegawai
telah di identifikasi sejak proses rekrutmen. Beberapa contohnya adalah Tes Karakteristik
Kepribadian (TKP), Assesment Test, dan Tes Kerohanian pada saat pegawai masih
dalam proses training atau istilah dalam birokrasi yaitu masa percobaan/ pra jabatan para
calon aparatur sipil Negara (ASN). Namun dalam praktiknya, ini tidak sepenuhnya
sebagaimana kondisi riilnya. Ada juga yang psikologi pegawai malah mulai terbentuk
pada saat pegawai tersebut. Ini bisa diindikasikan karena beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, intensitas pekerjaan. Merata tidaknya, Besar tidaknya, Mudah tidaknya suatu
pekerjaan menentukan penyelesaian tugas kerja; dan Kedua, latar belakang
permasalahan pribadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa profesionalitas pegawai tidak
betrjalan sepenuhnya. Terkadang suasana hati pegawai yang akan berbicara, apakah
saya bekerja atau tidak. Apakah saya loyal atau tidak. Apakah saya menyenangi
pekerjaan atau tidak.

DEVALUASI BIROKRASI

Makna dibalik devaluasi birokrasi menurut Hummel ini adalah sikap


menurunkan intensitas ujaran untuk memposisikan diri berada pada kondisi netral tanpa
memberikan perlawanan terhadap atasan atau pimpinan. Terkadang ini juga diartikan
sebagai cara merespon pimpinan karena takut bukan karena menghargai atau
mengagumi. Permasalahan seperti ini sering terjadi dalam organisasi manapun.
Sedangkan dalam organisasi publik sendiri, devaluasi birokrasi ini biasanya dipraktikan
oleh pimpinan sebagai cara memberikan penugasan. Mekanisme yang berjalan, tidak
semuanya menerima masukan dan arahan dari bawahan atau rekan sejawat sebagai
cara yang baik dalam membagikan pekerjaan. Sehingga yang terjadi adalah sikap pasrah
dan “manut” tanpa adanya intruksi ataupun interupsi. Satu waktu, sikap seperti ini bisa
dinilai baik, namun tidak untuk seterusnya.
Beberapa faktor yang melatar belakangi biasanya adalah seperti: Pertama,
keterbatasan komunikasi memicu adanya miss persepsi dan miss interaksi antara satu
sama lain; Kedua, kerjasama yang lemah. Sebagai suatu tim kerja, tentu harapannya
adalah bisa saling melengkapi dan menguatkan dalam melaksanakan pekerjaan. Aspek
inilah yang digambarkan sebagai salah satu fungsi dari administrasi maupun organisasi;
dan Ketiga, berorientasi pada kekuasaan. Ini lebih erat kaitannya dengan pimpinan atau

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 27


pegawai yang memiliki wewenang lebih. Menempatkan posisi sebagai yang berkuasa,
seringkali berujung pada pengaruh positif karena misalnya dimanfaatkan untuk
melindungi atau malah berpengaruh negative karena misalnya jabatan dipandang
sebagai segalanya.

POLITIK

Politik erat kaitannya dengan ilmu administrasi publik. Tidak dapat dipungkiri,
dalam menjalankan organisasi publik (melalui proses manajemen publik) tidak akan
terlepas dari politik. Salah satu contohnya adalah dalam hal menetapkan kebijakan.
Beberapa tahapan proses perumusan kebijakan, misalkan agenda setting, formulating,
dan advokasi kebijakan tidak akan terlalu jauh dari upaya membangun kedekatan,
pengaruh, lobbying, atau coersive untuk melancarkan proses yang sedang dilakukan. Ini
adalah bagian dari proses politik. Bahkan Hummel juga menegaskan bahwa pembagian
kerja mengurangi pengetahuan individu tentang proses kerja dan hierarki itu
memungkinkan "politisi birokrasi" untuk memiliki kekuasaan "tanpa harus menghadapi
tanggung jawab publik" (Ventriss, 1995).
Hubungannya dengan pembagian kerja adalah bahwa seringkali dalam hal
tugas tertentu ada batasan-batasan atau cara khusus dalam pengerjaannya yang
dimungkinkan melibatkan pegawai tertentu dengan tidak melibatkan pegawai tertentu.
Yang pada akhirnya penyelesaian pekerjaan tidak merata, tidak transparan, dan
memihak. Kasus seperti ini tidak dapat begitu saja di carikan alternative penyelesaiannya
karena setiap orang dalam organisasi memiliki kepentingan. Beberapa faktor yang
menyebabkan politik terjadi dalam pembagian kerja dimungkinkan berasal dari: Pertama,
faktor kedekatan (Personal). Adanya hubungan baik dari dua atau lebih pihak; Kedua,
karakteristik pekerjaan. Tidak semua pekerjaan bersifat biasa. Adapula pekerjaan yang
bersifat segera dan rahasia; dan Ketiga, motif atau orientasi. Berkaitan dengan tujuan
sebenarnya dari yang memiliki kewenangan atau yang menugaskan.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 28


BAB 4. PENUTUP

A. Kesimpulan

Peningkatan kualitas pelayanan (service quality) tidak dapat dipisahkan


dengan pembagian kerja atau deferensiasi. Untuk mengukur sejauh mana
kualitas pelayanan publik dapat diterima di masyarakat sebagai penerima
layanan, salah satunya sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi dijalankan
melalui model pembagian kerja yang seperti apa, pilihan sejauh mana model
koordinasi yang dikembangkan, dan proses transfer informasi publik. Beberapa
permasalahan pada organisasi publik dalam merancang pembagian kerjanya
adalah sebagai berikut:
1. Adanya pandangan territorial imperatif pada karyawan yaitu suatu pandangan
bahwa pekerjaan yang sudah diemban menjadi daerah teritorialnya sendiri
sehingga tidak dapat dimasuki oleh karyawan yang lainnya;
2. Ketidakjelasan pembagian wewenang, inkonsistensi pembagian kerja, serta
sikap pimpinan kantor yang sewenang-wenang memberikan tugas kepada
aparat bawahan tanpa memperhitungkan aspek sifat pekerjaan, urgensi
pekerjaan, dan dampak pemberian tugas terhadap kualitas pemberian
pelayanan kepada masyarakat;
3. Kualitas kerja pegawai rendah dan penggunaan waktu masih rendah;
4. Kompetensi yang diukur dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman
dinilai lebih rendah untuk pekerjaan yang sifatnya tradisional (umum)
dibandingkan dengan pekerjaan "modern"; dan
5. Gaji pokok yang ditetapkan berdasarkan golongan/pangkat tidak sepenuhnya
mencerminkan beban tugas dan tanggung jawab.
Melalui pendekatan Hummel, pembagian kerja di suatu organisasi publik
ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Budaya
2. Psikologi
3. Devaluasi Birokrasi
4. Politik

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 29


B. Rekomendasi
Untuk menjalankan pembagian kerja yang baik perlu dipertimbangkan
beberapa rekomendasi melalui pendekatan budaya, psikologi, devaluasi birokrasi, dan
politik sebagai berikut:

Devaluasi
No Rekomendasi Budaya Psikologi Politik
Birokrasi
1 Mekanisme cara kerja
yang didasarkan pada
model sharing partner,
collaborative discuss,
Quality based
performance
2 Membangun komitmen
tim melalui
kesepakatan kerja
3 Membangun
karakteristik pemimpin
yang berorientasi pada
keterbukaan
pemikiran, ide, dan
gagasan
4 Membangun tim kerja
(taskforce team)
5 Penguatan kedekatan
antar rekan kerja
melalui kegiatan team
building
6 Reformasi politik
birokrasi melalui
penguatan
professional dan
loyalitas tim

Keberhasilan beberapa rekomendasi diatas juga perlu didukung dengan


usaha menghadapi beberapa tantangan kedepan dalam Penerapan Pembagian
Kerja diantaranya meliputi, VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity),
Digitalisasi (artificial Intelligence dan IoT), dan Manajemen Kinerja pasca
penyederhanaan Birokrasi.

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 30


DAFTAR PUSTAKA

Amrita, Divya. Tahun Tidak Tertulis. Pembagian Kerja dalam Rangka Meningkatkan
Efektivitas Kerja Karyawan. Surakarta. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pengetahuan. Universitas Negeri Surakarta
Anderson, John L. 1995. Book Reviews : HUMMEL, RALPH (1994). Bureaucratic
Experience: A Critique of Life in the Modern Organization (4th ed.). New
York: St. Martin's Press. SAGE Journals
Anggara, Sahya. 2012. Ilmu Administrasi Negara: Kajian Konsep, Teori, dan Fakta
dalam Upaya Menciptakan Good Governance. Bandung: Pustaka Setia
Budiharto, Sus et al. 2019. Membangun Konsep Organisasi Autentik: Kajian Meta-
Etnografi. Buletin Psikologi 2019, Vol. 27, No. 2, 159 – 172, ISSN 0854-
7106 (Print), ISSN 2528-5858 (Online) DOI:
10.22146/buletinpsikologi.43267
Cassan, Guilhem et al. 2021. A Division of Laborers: Identify and Efficiency in India.
Policy Research Working Paper. World Bank Group
Dewi, Tri Silawati. 2005. Pengaruh Pembagian Kerja terhadap Efektivitas Kerja
Karyawan pada Bagian Produksi PT Dupantex Kabupaten Pekalongan.
Semarang. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang
Erikson, Emily et al. 2019. Network Structure and the Division of Labor. Stanford
University dan Yale University
Frederickson, H G et al. 2012. The Public Administration Theory Primer. Philadelphia:
Westview Press
Herawati, Herni. Tahun Tidak Tertulis. Analisis Pengaruh Pembagian Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota Bandung. Jurnal Ilmu Administrasi UNPAS
Kania, Ikeu et al. 2019. Pengaruh Pembagian Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di
UPTD Pasar Cisurupan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kecamatan
Cisurupan Kabupaten Garut. Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik.
Fakultas ISIP, Universitas Garut. ISSN: 2087-1511
Lubis, Vera Silvia. 2019. Pengaruh Hubungan Pembagian Kerja dan Wewenang
Karyawan terhadap Prestasi Kerja pada Bank Sumut Syariah Kantor

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 31


Cabang Brigjend Katamso. Medan. Fakultas Agama Islam. Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara
Muhammad. 2019. Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Lhokseumawe: UNIMAL
Press
Syah, Ardy Firman et al. 2019. Rencana Suksesi Pegawai Negeri Sipil di Era VUCA.
Civil Service VOL. 13, No.2, November 2019 : 1 - 14
Weel, Bas Ter. 2006. The Division of Labour, Worker Organisation, and Technological
Change. The Economic Journal, 116 (February), F45–F72
Parliamentary Center. 2010 Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik. Kebebasan Informasi.
Shafritz, JM et al. 2017. Introducing Public Administration. New York: Routledge
The Organisation for Economic Co-Operation and Development. 2017. The Principles
of Public Administration.Kerjasama dengan SIGMA Programme
Ventriss, Curtis. 1995. Modern Thought and Bureaucracy: The Bureaucratic
Experience: A Crituque of Life in Modern Organization 4th Ed by Ralph P.
Hummel. American Society for Public Administration. Public Administration
Review, Vol. 55, No. 6 (Nov. - Dec., 1995), pp. 575-581
Wafiq, Muhammad Syarif. 2021. Pengaruh Profesionalisme dan Pembagian Kerja
terhadap Struktur Organisasi pada PT. Bank Sulselbar Cabang Jeneponto.
Makassar. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah
Makassar
Weel, Bas Ter. 2006. The Division of Labour, Worker Organisation, and Technological
Change. The Economic Journal, 116 (February), F45–F72

Peraturan Perundangan
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025
Pemerintah Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 41 tahun 2018 tentang
Nomenklatur Jabatan Pelaksana bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Instansi Pemerintah
Pemerintah Republik Indonesia. 2021. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 tahun 2021 tentang Sistem
Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil

Pembagian Kerja dan Penerapannya pada Organisasi Publik 32

Anda mungkin juga menyukai