Anda di halaman 1dari 31

MERANCANG PEMBANGUNAN TERKAIT KEBIJAKAN

TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN SUBANG


(Studi Kasus Tata Ruang Sektor Pertanian dan Industri)

Disusun Oleh :
Yana Suryana,
Kelas Reguler MAP UNSRI Bappenas
Angkatan 2021

MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 2
LANDASAN TEORI .................................................................................................... 6
A. Pembangunan .................................................................................................. 6
B. Perencanaan Pembangunan ............................................................................ 6
Industri tekstil ........................................................................................................... 10
C. Rencana Tata Ruang dan Wilayah ................................................................. 11
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 14
ANALISIS ................................................................................................................. 18
A. Gambaran Singkat Kabupaten Subang .......................................................... 18
B. Analisis Perancangan Pembangunan melalui Kebijakan Tata Ruang Wilayah
di Kabupaten Subang ........................................................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 27
A. Kesimpulan..................................................................................................... 27
B. Saran .............................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29

Judul analisis 1
PENDAHULUAN

Pembangunan suatu wilayah menjadi salah satu bagian dari indikator


keberhasilan suatu daerah. pembangunan yang berkelanjutan baik fisik (infrastruktur)
dan non fisik (pendidikan, sosial, kesehatan) tentunya memiliki imbas positif terhadap
peningkatan laju mobilisasi masyarakat di daerah yang bersangkutan, mendorong
sektor ekonomi bisa lebih maju, dan pada akhirnya diharapkan mampu memberikan
nilai lebih terhadap kesejahteraan masyarakat setempat.
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik
melalui upaya yang dilakukan secara terencana (Mustopa, 2020). Selain itu,
pembangunan adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system social,
seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, Pendidikan dan teknologi,
kelembagaan dan budaya (Mustopa, 2020). Apabila disoroti dari tujuannya,
pembangunan sendiri dilakukan untuk mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan
masyarakat, melalui perubahan yang dimulai dari kondisi tertentu ke kondisi yang
lebih baik, dari kondisi tradisional ke kondisi yang modern, dari kondisi yang kurang
layak ke kondisi yang lebih maju dan sejahtera. Namun dalam prosesnya, tidak
semudah itu. Pembangunan memerlukan perencanaan karena kebutuhan
pembangunan lebih besar daripada sumber daya yang tersedia (Fikri et al, 2015).
Tantangan lainnya adalah bahwa pembangunan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia perlu melihat dari dua dimensi, yaitu tujuan dan prosesnya
(Mustopa, 2020). Artinya pada saat pembangunan direncanakan, perlu dipastikan
terlebih dulu target sasaran dan tujuan yang akan dituju, kemudian bagaimana
prosesnya agar dalam pelaksanaan pembangunan dapat berjalan secara efektif dan
efisien.
Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini turut pula memberikan pengaruh besar
terhadap agenda pembangunan yang akan dan sedang dilakukan oleh suatu daerah.
salah satunya adalah adanya konsekuensi dari situasi ini memaksa pemerintah untuk
merevisi semua target pembangunan pada tahun 2020 dan memotong APBN tahun
2020 secara signifikan untuk direlokasi ke penanggulangan pandemi Covid-19.
Pemerintah terpaksa merevisi target yang telah ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Rencana Kerja

Judul analisis 2
Pemerintah (RKP) 2020 untuk dialihkan dan direncanakan untuk mendorong
pencapaiannya pada tahun 2021 dan setelahnya (Muhyiddin et al, 2021).
Penghematan dan refocusing anggaran yang dilakukan, memberikan titik balik bagi
pemerintah daerah untuk kembali mempertimbangkan agenda pembangunan
mereka. Ada tumtutan bahwa pemerintah daerah harus berinovasi dalam hal
merencanakan pembangunan sejalan dengan upaya penanggulangan pandemic
Covid-19. Dengan demikian orientasi pembangunan daerah pascapandemi harus
mendukung konsep ekonomi seiring dengan perkembangan industri 4.0 (Laksana,
2021).
Begitu pula dengan pemerintah Kabupaten Subang. Perekonomian di
Kabupaten Subang sebagian besar di bidang pertanian. Kabupaten Subang memiliki
areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang
sekaligus pula merupakan penyumbang produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat.
Luas lahan sawah di Kabupaten Subang tahun 2020 seluas 84..570 hektar atau
sekitar 41,21 persen dari total luas wilayah Kabupaten Subang (BPS Kabupaten
Subang, 2021). Namun hal ini berbanding terbalik dengan produktivitas hasil pertanian
pada kurun waktu 2015-2019. Dalam data yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten
Subang mencatat bahwa ada penurunan pertumbuhan pada produk domestik regional
bruto lapangan usaha pada sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan.

Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Sektor Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Lapangan Usaha Kabupaten Subang tahun 2021
Laju Pertumbuhan
Sektor PDRB Lapangan Usaha
2016 2017 2018 2019 2020
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.94 7.78 3.30 2.10 -1.34
Pertambangan dan Penggalian 4.69 -5.49 -5.28 -3.11 -6.01
Industri Pengolahan 5.26 4.64 8.80 9.41 -0.51
Pengadaan Listrik dan Gas 4.03 0.99 3.53 3.24 -2.30
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 5.32 6.98 5.42 5.46 10.54
Konstruksi 4.88 7.10 7.78 6.84 -4.61
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4.41 3.89 3.71 3.52 -5.09

Judul analisis 3
Laju Pertumbuhan
Sektor PDRB Lapangan Usaha
2016 2017 2018 2019 2020
Transportasi dan Pergudangan 7.81 5.35 6.12 6.43 -2.62
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 4.20 8.43 8.71 8.40 -2.19
Informasi dan Komunikasi 14.77 12.87 9.77 10.70 24.05
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.83 5.79 6.36 5.00 0.99
Real Estate 5.13 9.26 9.40 8.65 0.69
Jasa Perusahaan 7.49 8.32 8.81 9.01 -7.18
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 2.92 0.78 1.95 3.27 -4.25
Jasa Pendidikan 6.26 8.93 6.16 5.84 3.87
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.63 8.34 7.32 7.68 -1.21
Jasa lainnya 7.83 9.26 6.98 7.01 -0.88

Sumber: Data diolah dari hasil publikasi BPS Kabupaten Subang 2021

Artinya, lahan produksi pertanian yang luas tidak menjamin hasil PDRB sektor
pertanian akan lebih besar. Hal tersebut juga sangat relevan dengan apa yang
disampaikan oleh Bupati Subang yang menyatakan bahwa fokus prioritas pada
penyusunan dokumen RKPD 2021 Kabupaten Subang adalah lebih mengarah
kepada bidang bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, daya saing, pariwisata,
lingkungan hidup dan reformasi birokrasi1.
Adanya ketidaksesuaian atau tidak optimalnya pemanfaatan lahan produktif
pertanian di Kabupaten Subang mengindikasikan bahwa pemerintah daerah belum
fokus terhadap pembenahan pada sektor tersebut. Padahal Kabupaten Subang
merupakan salah satu daerah pemasok kebutuhan beras untuk wilayah regional Jawa
Barat, bahkan turut pula mendukung sebagian kecil kebutuhan beras nasional.
Kondisi di lapangan memperjelas bahwa ada sinyal menurunnya pamor Kabupaten

1
Disampaikan oleh Bapak H. Ruhimat, Bupati Subang dalam sambutannya pada kegiatan Musrenbang
membahas penyusunan RKPD Kabupaten Subang tahun 2021, Senin, 23 Maret 2020. Dapat diakses melalui link
https://jabarprov.go.id/index.php/news/37148/2020/03/23/Tujuh-Prioritas-Pembangunan-Kabupaten-
Subang-Tahun-2021-Apa-Saja-Simak-yuk

Judul analisis 4
Subang sebagai daerah lumbung padi dan lumbung beras. Pembangunan kawasan
industri dalam rangka peningkatan investasi untuk wilayah Subang semakin marak
namun tersebar. Pembangunan pabrik tidak mempertimbangkan tata ruang dan
wilayah kabupaten subang, yang pada akhirnya rencana tata ruang dan wilayah
kabupaten Subang semakin tidak jelas, mana yang merupakan kawasan industri,
perkotaan, atau pertanian/perkebunan. Melihat kondisi ini, sudah selayaknya perlu
dikaji terkait bagaimana merancang pembangunan terkait kebijakan tata ruang
wilayah di kabupaten subang dengan menitikberatkan pada sektor pertanian dan
industri

Judul analisis 5
LANDASAN TEORI

A. Pembangunan

Ada 4 poin karakteristik utama dari pembangunan, yaitu: 1) upaya yang


dilakukan secara sadar; 2) untuk meningkatkan keadaan menjadi lebih baik; 3)
melalui sebuah proses yang panjang; dan 4) dalam periode waktu tertentu
(Nursini, 2010). Lebih lanjut Nursini menyampaikan bahwa Ukuran pembangunan
dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi dan sosial. Ukuran ekonomi adalah
GNP/GDP atau GNP/GDP per kapita, sementara ukuran sosial adalah melihat
aspek kesehatan dan pendidikan. Dengan mencermati ukuran pembangunan
tersebut nampaknya terjadi perubahan cara pandang pengukuran pembangunan
yakni dari indikator ekonomi ke indikator sosial. Menitikberatkan pada beberapa
hal tersebut, Nursini menyimpulkan pengertian pembangunan dapat dirumuskan
sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan
mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
nasional, disamping tetap mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Kemudian dalam pasal 1 (2) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan bahwa
pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

B. Perencanaan Pembangunan

Ada Beberapa definisi terkait konsep perencanaan dan perencanaan


pembangunan adalah sebagai berikut:
a. Planning is a process that implies, in one first stage, the formulation, a
program or a rational plan of action tending to attain the objectives drawn up
ex ante (Ramos, 2017)
b. Public planning is above all a political concept very close to that of
governability, whereas for others, planning has development as the final

Judul analisis 6
purpose, which in turn is bound to economic growth and social welfare
(Ramos, 2017)
c. Planning is a complex form of symbolic action that consists of consciously
preconcei\.ing a sequence of actions that will be sufficient for achieving a goal.
It is set apart from undeliberated action, which is not preconceived. "Plan
construction" refers to the process by which plans are formulated and "plan
esecutionn to the process by which plans are carried out (Pea, 1982).
d. Perencanaan pembangunan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya yang
dilakukan oleh komponen stakeholder melalui suatu proses yang bertahap
dan sistimatik untuk mencapai tujuan pembangunan dalam periode waktu
tertentu (Nursini, 2010)
e. Basically development planning refers to the strategic measurable goals that
a person, organization or community plans to meet within a certain amount of
time (Barker, 2019)

Terdapat 3 model perencanaan pembangunan, diantaranya yaitu (Kunarjo,


2000, 44-68):
1. Model Agregat
Model perencanaan agregat bertumpu pada teorema ekonomi makro di mana
konsep intinya adalah pendapatan domestik bruto (PDB) dam konsep-konsep
yang melengkapinya. Konsep ini mengagreasikan perekonomian menjadi
rumus bahwa produk domestik bruto merupakan agregasi (penjumlahan) dari
konsumsi (C) , pengeluaran pemerintah (G), investasi pemerintah (Ig),
investasi masyarakat (Ip), ekspor (X), dikurangi impor (M). Model ini adalah
model yang paling banyak dipergunakan oleh para perancang pembangunan
hingga hari ini. Salah satu alasannya adalah karena model ini menghasilkan
data yang kuantitatif sehingga lebih mudah difahami dan lebih menarik untuk
dijadikan sebagai model.
Namun bukan berarti model seperti tersebut di atas, karena sudah sangat
banyak kritik yang berkenaan dengannya, secara khusus yang mengritik basis
pemikiran bahwa agregasi tersebut pada akhirnya jarang sekali untuk mampu
mencerminkan kondisi ketercapaian pembangunan yang sebenarnya.
Misalnya besarnya PDB ataupun pendapatan per kapita tidaklah otomatis
mencerminkan tertanggulanginya kemiskinan yang ada. Pada banyak negara

Judul analisis 7
berkembang, justru besarnya PDB dan pendapatan per kapita
menyembunyikan fakta bahwa pembangunan lebih banyak menghasilkan
ketimpangan antara sebagian kecil kelompok masyarakat yang sejahtera
karena memperoleh prioritas untuk mengejar “angka” PDB dan pendapatan
per kapita, dan di sisi lain, sebagian besar masyarakat hidup dengan standar
kualitas yang sangat jauh dibandingkan kelompok pertama tadi.
2. Model Hubungan Efek Kelipatan dan ICOR
Model kedua adalah model hubungan efek kelipatan dan ICOR. Teori
hubungan kelipatan pertama kali diperkenalkan oleh John Maynard Keynes
dalam The General Theory of Employment, Interest and Money yang
mengembangkan konsep ini dari R.F. Kahn. Dikatakan oleh Keynes bahwa:

The onception of multiplier was first introduced into economy theory by R.F. Kahn in
his article on “The Relation of Home Investment to Undemployment” (Economic
Journal, June 1931). His argument in this article depended on the fundamental notion
that, if the propensitiy to consume in varioujs hypothetical circumstances is (together
with certain other conditions) taken as given and we conceive the monetary or other
public authority to take steps to stimulate or to retard investment, the change in the
amount of employment will be a function of the net change in the amount of
investment; and it aimed at laying down general principles by which to estimate the
actual quantitative relationship between an increment of net investment and the
increment of aggregate employment which will be associated with it. Before coming
to the multiplier, however, it will be convenient to introduce the conception of the
marginal propensity to consume (Keyness, 1957, 113-114).

Konsep multiplier pada prinsipnya menjelaskan bahwa ada hubungan antara


tingkat investasi (I) dengan permintaan pendapatan (Y). Atau, dengan bahasa
sederhananya, apabila terdapat tambahan investasi, maka akan bertambah
pula tingkat permintaan pendapatan dengan kelipatan sebesar kebalikan dari
marginal propensity to save (mps), atau angka koefisien yang menunjukkan
berapa kenaikan tingkat tabungan jika permintaan pendapatan meningkat
dengan jumlah tertentu, dengan nilai angka pecahan kurang dari 1. Model ini
diperkaya dengan model Incremental Capital Output Ration (ICOR) dari Sir
Harrod yang menyebutkan bahwa investasi harus diartikan sebagai

Judul analisis 8
pertambahan kapasitas produksi. ICOR sendiri didefinisikan sebagai rasio
investasi yang diperlukan untuk memperoleh pertambahan pendapatan pada
periode tertentu. Seperti dicatat oleh Kunarjo, bahwa model ini diciptakan Sir
Harrod sebagai alat untuk menguji stabilitas jangka pendek dan masalah
pertumbuhan ekonomi di negara yang sudah cukup maju (Kunarjo, 2000, 54).
Model tersebut di atas juga tidak kalah menarik sehingga banyak
dipergunakan untuk memperkaya model pertama. Kelemahan model ini
sangat sederhana. Pertama, ia mengandaikan bahwa pembangunan ibarat
sebuah proses produksi, di mana setiap masukan inpur baru akan
meningkatkan output. Bahkan di dalam produksi sendiri setiap masukan input
belum tentu menaikkan output, terlebih dalam pembanguan di mana lebih
banyak lagi faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan dari sisi pemberi input.
Kedua, model ini mengandaikan proses pembangunan dari sebuah negara
dengan sistem tertutup, artinya input yang dimasukkan selalu memberikan
output di mana input tersebut masuk. Pada prakteknya, investasi ditingkatkan
di suatu negara, yang justru mendapat keuntungan adalah industri di negara
lain yang menjadi pensuplai input riil dari proses tersebut. Misalnya, investasi
untuk industri komputer ditingkatkan untuk mengejar pertumbuhan di sektor
manufaktur ini. Namun, karena keterbatasan kompetensi lokal dan karena
sistem industri dan pasar komputer dunia, maka pada akhirnya yang
diuntungkan adalah negara-negara yang menjadi pemasok bahan baku
komputer tersebut.
Model ketiga adalah perencanaan sektoral. Model ini sebenarnya tidak jauh
beda dengan model kedua, hanya lebih didetilkan per sektor. Sektor sendiri
adalah kumpulan dari kegiatan-kegiatan atau program-program yang
mempunyai persamaan ciri-ciri serta tujuannya (Kunarjo, 2000, 55).
Perencanaan sektoral ini yang antara lain membuka wacana tentang efek ke
depan (forward effect) dan efek ke belakang (backward effect) dari kebijakan
pembangunan sektoral.
Forward effect adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya dapat
dimanfaatkan sebagai input kegiatan ekonomi lainnya. Backward effect
adalah sebuah kegiatan ekonomi yang inputnya menyerap output dari
kegiatan ekonomi lain. Model ini sangat menarik dan sangat “mempengaruhi”
sebagaimana dapat dilihat dari permisalan di bawah ini:

Judul analisis 9
Industri onderdil
Industri ritel
mesin tekstil
Industri mesin Industri garmen
Industri disain Industri mode
mesin tekstil Industri
Industri pertanian Industri
kapas perawatan mesin Industri suku
Industri pupuk cadang
kapas

backward effect forward effect

Jadi industri tekstil mempunyai efek ke belakang dan ke depan yang masing-
masing terus berkembang. Setiap penambahan investasi pada industri tekstil
akan menyebabkan peningkatan secara otonom di setiap industri di kelompok
efek ke belakang maupun di kelompok efek ke depan. Dengan demikian,
perencanaan pembangunan dapat fokus kepada industri-industri yang
mempunyai backward effect dan forward effect yang paling besar.
3. Model Perencanaan Sektoral
Model ini sangat menarik dan sulit disangkal kebenarannya sehingga cukup
sahih untuk dipergunakan sebagai model perencanaan pembangunan.
Namun, model ini mengesampingkan dua hal pokok yang sama dengan yang
dimiliki oleh model efek pengganda dan model ICOR, yakni terlalu
menyederhanakan pembangunan sebagai sebuah proses produksi yang
otonom, dan di dalam dirinya sendiri mengandaikan sebuah perekonomian
yang tertutup. Dalam contoh di atas, peningkatan investasi di tekstil bisa jadi
mendorong backward dan forward effect yang besar, akan tetapi
pertanyaannya adalah apakah backward dan forward tadi untuk
pembangunan di dalam negeri atau untuk negara lain? Untuk kasus tekstil
misalnya, di mana hampir 80 – 90% bahan baku berasal dari impor, mulai

Judul analisis 10
kapas, mesin, hingga tinta, sehingga industri tekstil selalu dijuluki industri yang
footlose sebagaimana juga garmen dan elektronika karena keberadaannya di
negara berkembang sejauh ada tenaga kerja murah di kawasan tersebut.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu:
1. politik;
2. teknokratik;
3. partisipatif;
4. atas-bawah (top-down); dan
5. bawah-atas (bottom-up).

C. Rencana Tata Ruang dan Wilayah


Sejak ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja, saat ini pemerintah telah
mengeluarkan perubahan peraturan pemerintah berkaitan dengan rencana tata
ruang dan wilayah. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang dijelaskan secara terpisah antara tata ruang
dan wilayah. Dalam pasal 1 (2) tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola
ruang. Maka ada 2 komponen utama dari tata ruang: 1) struktur ruang, yaitu
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional; dan 2) pola ruang, yaitu distribursi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Kemudian dalam
pasal 1 (21) dijelaskan bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Lebih lanjut, wilayah
yang memiliki fungsi utama sebagai lindung atau budi daya disebut kawasan.
Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata
ruang dan rencana rinci tata ruang. Adapun untuk rencana umum tata ruang
dibagi lagi secara hierarkis terdiri dari:
a. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi;

Judul analisis 11
c. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; dan
d. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota.

Dalam menyusun rencana tata ruang untuk wilayah kabupaten, dalam


pasal 18 (1) telah diatur paling sedikit mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. RTR pulau/kepulauan;
c. RTR KSN; dan
d. Rencana tata ruang wilayah provinsi.

Kemudian rencana tata ruang wilayah kabupaten ini perlu juga


memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a. Rencana pembangunan jangka panjang daerah provinsi;
b. Rencana pembangunan jangka menengah daerah provinsi;
c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
d. Rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten;
e. Perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian
implikasi penataan ruang kabupaten;
f. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas
ekonomi;
g. Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;
h. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
i. Kondisi dan potensi sosial Masyarakat;
j. Neraca penatagunaan tanah dan neraca penatagunaan sumber daya air;
k. Pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi; dan
l. Kebijakan pembangunan nasional yang bersifat strategis.

Selain itu, rencana tata ruang wilayah kabupaten paling sedikit memuat
sebagai berikut:
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang wilayah kabupaten;
b. Rencana Struktur Ruang wilayah kabupaten yang meliputi rencana sistem
pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana;

Judul analisis 12
c. Rencana Pola Ruang wilayah kabupaten yang meliputi Kawasan Lindung
kabupaten dan Kawasan Budi Daya kabupaten, termasuk rencana
penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan;
d. Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan;
e. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang wilayah kabupaten yang
berisi ketentuan umum zonasi, ketentuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi;
f. Kebijakan pengembangan kawasan strategis kabupaten;
g. Kebijakan pengembangan wilayah kabupaten; dan
h. Peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung,
waduk, dan mata air.

Pada akhirnya, rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi acuan untuk
beberapa hal berikut:
a. Penyusunan RDTR kabupaten;
b. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten;
c. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten;
d. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di wilayah
kabupaten;
e. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; dan
f. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

Judul analisis 13
METODE PENELITIAN

Dalam melakukan proses analisis kajian ini, penulis menerapkan pendekatan


deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk
memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan
akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Hardani, 2020). Dalam
penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling
hubungan dan menguji hipotesis. Untuk jenisnya sendiri, penelitian ini termasuk pada
penelitian deskriptif kasus (Case Study). Penelitian kasus (Case Study) adalah
penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai unit sosial
tertentu, yang meliputi individu, kelompok, lembaga dan masyarakat (Depdikbud,
1982/1983 dalam Hardani, 2020) dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menggambarkan subyek penelitian di dalam keseluruhan tingkah laku itu sendiri
dan hal-hal yang melingkunginya, dan lain-lain yang berkaitan dengan tingkah
laku tersebut;
2. Dilakukan dengan mencermati kasus secara mendalam dan berhati-hati;
3. Dilakukan karena cenderung didorong untuk keperluan pemecahan masalah;
dan
4. Menekankan pendekatan longitudinal atau pendekatan genetika, yang
menunjukkan perkembangan selama kurun waktu tertentu.

Kemudian menurut Sugiyono dalam Nurdin (2019) dijelaskan bahwa penelitian


kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah,
dimana peneliti merupakan instrumen kunci.adapun tujuan dari jenis penelitian ini
adalah untuk menjelaskan suatu fenomena dengan sedalam-dalamnya dengan cara
pengumpulan data yang sedalam-dalamnya pula, yang menunjukkan pentingnya
kedalaman dan detail suatu data yang diteliti (Nurdin et al, 2019).
Lebih lanjut apabila dilihat dari karakteristiknya, Williams dalam Hardani (2020)
menyebutkan ada 13 yang tergolong sebagai karakteristik utama dari sebuah
penelitian yang menerapkan pendekatan kualitatif, yaitu:
1. Pengumpulan data dilakukan dalam latar yang wajar/alamiah (natural settings).
Penelitian kualitatif lebih tertarik menelaah fenomena-fenomena sosial dan

Judul analisis 14
budaya dalam suasana yang berlangsung secara wajar/alamiah, bukan dalam
kondisi yang terkendali atau laboratoris sifatnya;
2. Peneliti merupakan instrumen utama dalam mengumpulkan dan
menginterpretasikan data. Alat-alat yang lain seperti angket, tes, film, pita
rekaman, dan sebagainya hanyalah sebagai alat Bantu (bila memang
diperlukan); bukan pengganti peneliti itu sendiri sebagai pengkonstruksi realitas
atas dasar pengalamannya di medan penelitian;
3. Kebanyakan peneliti kualitatif sangat kaya dan sarat dengan deskripsi. Peneliti
yang terdorong untuk memahami fenomena secara menyeluruh tentunya harus
memahami segenap konteks dan melakukan analisis yang holistik, yang tentu
saja perlu dideskripsikan. Laporan penelitian kualitatif biasanya juga berisi
sintesis dan abstraksi kesimpulan-kesimpulan;
4. Meskipun penelitian kualitatif sering memperhatikan hasil dan akibat dari
berbagai variabel yang saling membentuk secara simultan, namun lebih lazim
menelaah proses-proses yang terjadi, termasuk di dalamnya bagaimana
berbagai variabel itu saling membentuk dan bagaimana orang-orangnya saling
berinteraksi dalam latar alamiah yang menjadi medan penelitian;
5. Kebanyakan penelitian kualitatif menggunakan analisis induktif, terutama pada
tahap-tahap awalnya. Dengan demikian, akan terbuka kemungkinan munculnya
masalah dan fokus penelitian pada hal-hal yang memang mendesak dan
bernilai. Jadi, peneliti tidak berpegang pada masalah yang telah dibatasi
sebelumnya (pre-defined issues). Walau demikian, analisis deduktif juga
digunakan, khususnya pada fase-fase belakangan (seperti penggunaan analisis
kasus negatif atau negative case analysis);
6. Makna dibalik tingkah laku manusia merupakan hal esensial bagi penelitian
kualitatif. Peneliti tidak hanya tertarik pada apa yang dikatakan atau dilakukan
manusia yang satu terhadap manusia lainnya, tetapi juga pada maknanya dalam
sudut pandangan mereka masing-masing;
7. Penelitian kualitatif menuntut sebanyak mungkin kepada penelitiannya untuk
melakukan sendiri kegiatan penelitian di lapangan (sebagai tangan pertama
yang mengalami langsung di lapangan). Ini tidak hanya akan membantu peneliti
dalam memahami konteks dan berbagai perspektif dari orang yang sedang
diteliti, tetapi juga supaya mereka yang diteliti menjadi lebih terbiasa dengan

Judul analisis 15
kehadiran peneliti ditengah-tengah mereka sehingga “efek pengamat” (the
observer effect) menjadi seminimal mungkin adanya;
8. Dalam penelitian kualitatif terdapat kegiatan triangulasi yang dilakukan secara
ekstensif, baik triangulasi metode (menggunakan lintas metode dalam
pengumpulan data) maupun triangulasi sumber data (memakai beragam sumber
data yang relevan) dan triangulasi pengumpul data (beberapa peneliti yang
mengumpulkan data secara terpisah). Ini sebagai upaya verifikasi atas data yang
ditemukan;
9. Orang yang distudi diperhitungkan sebagai partisipan, konsultan. Atau kolega
peneliti dalam menangani kegiatan penelitian. Jarang, orang yang distudi
tersebut dianggap sebagai “subjek” apalagi “objek” penelitian;
10. Perspektif emic/partisipan sangat diutamakan dan dihargai tinggi dalam
penelitian kualitatif. Minat peneliti banyak tercurah pada bagaimana persepsi dan
makna-makna menurut sudut pandangan pastisipan yang sedang diteliti
sehingga bisa menemukan apa yang disebut dengan fakta fenomenologis;
11. Pada penelitian kualitatif, hasil atau temuan penelitian jarang dianggap sebagai
“temuan final” sepanjang belum ditemukan bukti-bukti kuat yang tak tersanggah
melalui bukti-bukti penyanggah (contrary evidence). Bila belum sampai ketingkat
itu, penelitian kualitatif biasanya sekedar mengajukan hipotesis yang belum
secara final terbuktikan;
12. Pengambilan sampel biasanya dilakukan secara purposif rasional (logical,
purposive sampling). Di sini, penelitian harus dapat menjelaskan kenapa orang-
orang tertentu yang dijadikan sampel, serta mengapa latar-latar tertentu yang
diobservasi. Tentu saja, tak semua keadaan dapat tercakup dalam suatu
kegiatan penelitian. Rancangan sample probabilitas atau rancangan sampel
statistik biasanya tidak digunakan dalam penelitian kualitatif meskipun tidak
berarti menolaknya; dan
13. Baik data kuantitatif maupun data kualitatif dalam penelitian kualitatif sama-sama
digunakan. Penelitian kualitatif tidaklah menolak data yang menunjuk pada
“seberapa banyak” dari sesuatu.

Judul analisis 16
Ada lima tahapan pada saat melakukan penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif (Nurdin, 2019), yaitu terdiri dari:
1. Mengangkat permasalahan:
2. Memunculkan pertanyaan penelitian.
3. Mengumpulkan data yang relevan;
4. Melakukan analisis data; dan
5. Menjawab pertanyaan penelitian

Judul analisis 17
ANALISIS

A. Gambaran Singkat Kabupaten Subang

Kabupaten Subang merupakan salah satu wilayah pemerintah daerah


tingkat II yang masuk kedalam provinsi Jawa Barat. Berbatasan langsung dengan
beberapa kabupaten disekitarnya seperti, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang dan Kabupaten
Purwakarta, mengakibatkan tipe demografi Kabupaten Subang yang sangat unik.
Apabila dilihat dari ketinggian diatas permukaan laut (DPL), sejumlah kecamatan
dapat dikelompokkan kedalam 3 ranah wilayah: 1) 19 kecamatan ada pada
wilayah dengan DPL dibawah atau sama dengan 100 m; 2) 3 kecamatan dengan
DPL lebih dari 100 m sampai dengan 300 m; dan 3) 8 kecamatan berada pada
teritori wilayah dengan DPL diatas m (BPS, 2020).

Tabel 3.1. Statistik Geografi Kabupaten Subang


Uraian Satuan 2018
[1] [2] [3]
Luas Km2 2.051,76
≤ 100 m Kecamatan 19
> 100 m – 300 m Kecamatan 3
> 300 m Kecamatan 8
Sumber: Diolah dari Statistik Daerah Kabupaten Subang Tahun 2020 2

Artinya, Kabupaten Subang memiliki keunikan dan keragaman tersendiri


akan wilayah teritori demografinya. pengelompokkan kedalam 3 kategori wilayah,
mengindikasikan adanya sejumlah masyarakat dan lingkungannya yang memiliki

2
Data statistik geografi Kabupaten Subang yang disajikan dalam Dokumen Statistik Daerah Kabupaten Subang
tahun 2020 adalah data tahun 2018. Dokumen tersebut dapat diakses melalui link
https://subangkab.bps.go.id/publication/2021/01/04/5415fa249c2366fdbff4b599/statistik-daerah-kabupaten-
subang-2020.html

Judul analisis 18
karakteristik berbeda-beda. Selain itu ketinggian wilayah juga sangat menentukan
semisal dengan adanya perbedaan struktur tanah dan sungai di daerah tersebut.
Sehingga perlu ada perhatian terkait bagaimana desain perencanaan penataan
ruang wilayah di Kabupaten Subang dapat dilaksanakan dengan baik. Banyak
aspek yang perlu dibahas

B. Analisis Perancangan Pembangunan melalui Kebijakan Tata Ruang Wilayah


di Kabupaten Subang

Keberhasilan pembangunan menjadi basis dan tolok ukur kinerja suatu


instansi pemerintah. Salah satunya adalah dalam membangun tata ruang wilayah
yang baik mutlak diperlukan. Dimana menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21
tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, bahwa perencanaan tata
ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan: 1) RPJPD Provinsi; 2) RPJMD
provinsi; 3) RPJPD Kabupaten; 4) RPJMD Kabupaten; 5) perkembangan
permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang
kabupaten; 6) upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas
ekonomi; 7) keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan
daerah, 8) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; 9) kondisi dan
potensi sosial Masyarakat; 10) neraca penatagunaan tanah dan neraca
penatagunaan sumber daya air; 11) pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; 12) dan kebijakan pembangunan
nasional yang bersifat strategis3.
Sebagai Langkah awal analisis, penulis mencoba membuat komparasi
terhadap dokumen rencana tata ruang wilayah kabupaten Subang dengan
memperhatkan komponen RPJMD Provinsi Jawa Barat 2013-2018, Rencana Tata
Ruang Provinsi Jawa Barat 2009-2029 dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Subang 2011-2031.

3
Bunyi butir pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang

Judul analisis 19
Tabel 3.1. Perbandingan Project Pembangunan Bidang Pertanian dan Industri
di Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Subang

Perda Subang Nomor 3/2014 tentang RTRW RPJMD Jawa Barat 2013 – 2018 Perda Jabar Nomor 22/2010
Subang 2011-2031 tentang RTRW Jabar 2009-2029
Kawasan Kawasan pertanian lahan basah Pengembangan kawasan pertanian
Peruntukan  Penetapan lahan pertanian pangan pangan diarahkan untuk
Pertanian berkelanjutan (LP2B)  mempertahankan kawasan
 Intensifikasi pertanian pertanian pangan irigasi teknis;
 Peningkatan keterampilan petani  mendukung ketahanan pangan
 Pengembangan sarana dan prasarana provinsi dan nasional;
pendukung; dan  meningkatkan produktivitas
 Pengembangan pertanian terpadu melalui pola intensifikasi,
 Tersebar di sagalaherang (1112 ha), diversifikasi, dan pola tanam
serangpanjang (1316 ha), Jalancagak yang sesuai dengan kondisi
(484 ha), Ciater (684 ha), Cisalak (1772 tanah dan perubahan iklim;
ha), Kasomalang (1035 ha),  ditunjang dengan
Tanjungsiang (1688 ha), Cijambe, pengembangan infrastruktur
Subang (1158 ha), Kalijati (541 ha), sumberdaya
Dawuan (2137 ha), Cipeundeuy (1233  air yang mampu menjamin
ha), Cibogo (1460 ha), Pabuaran (2669 ketersediaan air;
ha), Patokbeusi (5556 ha), Purwadadi  meningkatkan kesejahteraan
(1260 ha), Cikaum (1695 ha), Pagaden petani dan dan pemanfaatan
(2701), Pagaden Barat (3318), lahan yang lestari.
Cipunagara (4841 ha), Compreng (4814

Judul analisis 20
Perda Subang Nomor 3/2014 tentang RTRW RPJMD Jawa Barat 2013 – 2018 Perda Jabar Nomor 22/2010
Subang 2011-2031 tentang RTRW Jabar 2009-2029
ha), Binong (3751 ha), Tambakdahan  Kawasan pertanian pangan
(4715 ha), Ciasem (6364), Pamanukan irigasi teknis, tersebar di
(1887 ha), Sukasari (2664 ha), Kabupaten Bogor, Kabupaten
Pusakanagara (3093 ha), Pusakajaya Sukabumi, Kabupaten Cianjur,
(3907 ha), Legonkulon (2563 ha), Kabupaten Bandung,
Blanakan (5300 ha), dan sawah tadah Kabupaten Garut, Kabupaten
hujan sekitar 7290 ha. Tasikmalaya, Kabupaten
Ciamis, Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Kuningan,
KabupatenMajalengka,
Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Indramayu,
Kabupaten Karawang,
Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Subang,
KabupatenPurwakarta, Kota
Bogor, Kota Bekasi, Kota
Depok, Kota Bandung, Kota
Cimahi, Kota Cirebon, Kota
Tasikmalaya, dan Kota Banjar.
Kawasan pertanian lahan kering
 Penetapan kawasan peruntukan
pertanian lahan kering

Judul analisis 21
Perda Subang Nomor 3/2014 tentang RTRW RPJMD Jawa Barat 2013 – 2018 Perda Jabar Nomor 22/2010
Subang 2011-2031 tentang RTRW Jabar 2009-2029
 Intensifikasi dan ekstensifikasi
pertanian; dan
 Bimbingan dan penyuluhan
Kawasan Kawasan peruntukan industry: Bidang Perindustrian melalui strategi,
Peruntukan Industri  Penyusunan rencana penataan meningkatkan daya saing
kawasan sentra industry kecil;  industri, dengan arah kebijakan (a)
 Pengembangan IKM dengan peningkatan unit usaha industry kecil
membentuk sentra produksi; dan menengah serta kemitraan
 Peningkatan sistem pemasaran; kemitraan antar industri; (b)
 Membuka peluang sebesar-besarnya peningkatan produksi dan kualitas
bagi industry yang ramah lingkungan; industri unggulan (industri kreatif,

 Menempatkan produk usaha pada industri telematika, industri agro,


tempat peristirahatan (rest area) industri tekstil dan produk tekstil,
dengan pola kemitraan; industri komponen otomotif serta

 Pengembangan aneka produk olahan; industri alas kaki).

dan
 Peningkatan kemampuan teknologi
industry pengelolaan IKM dan UMKM
 Tersebar di wilayah Cipeundeuy,
Pabuaran, Kalijati, Purwadadi, Cibogo,
Pagaden, dan Cipunagara
Pekerjaan Umum  Bidang Pekerjaan Umum dan 
dan Penataan Ruang penataan ruang melalui strategi

Judul analisis 22
Perda Subang Nomor 3/2014 tentang RTRW RPJMD Jawa Barat 2013 – 2018 Perda Jabar Nomor 22/2010
Subang 2011-2031 tentang RTRW Jabar 2009-2029
meningkatkan ekonomi perdesaan
dengan arah kebijakan (a) dukungan
pembangunan jalan di sentra
pertanian, wisata dan industri
manufaktur, (b) dukungan sarana
irigasi di sentra pertanian lahan
sawah. Penataan ruang melalui
strategi menguatkan ekonomi
regional, dengan arah kebijakan (a)
engembangan Metropolitan Bodebek
Karpur, Metropolitan Bandung Raya,
dan Metropolitan Cirebon Raya; (b)
pengembangan pusat pertumbuhan
Pangandaran, Palabuhanratu, dan
Rancabuaya.
Sumber: Diolah oleh penulis4

4
Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 tahun 2013 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi awa Barat tahun 2013-2018; Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2029; Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Subang
tahun 2011-2031

Judul analisis 23
Dari tabel diatas dapat diketahui bersama terkait rencana pembangunan
yang diatur berdasarkan kebijakan tata ruang wilayah Kabupaten Subang,
bahwasanya rencana pembangunan di sektor pertanian dan industry masih
menjadi prioritas pembangunan di kabupaten Subang. Sebagaimana diketahui,
Subang merupakan salah satu daerah yang memiliki peran penting dalam
menyediakan cadangan kebutuhan padi dan beras di wilayah regional Jawa Barat,
namun secara lambat laun Kabupaten Subang sedang diproyeksikan menjadi
kawasan industri baru ditandai dengan maraknya pendirian pabrik di beberapa
wilayah industri di kabupaten Subang (Pagaden, Cibogo, Dawuan, Purwadadi,
Kalijati, dan Cipeundeuy), dibangunnya Pelabuhan Internasional Patimban untuk
melengkapi pelabuhan Tanjung Priok yang telah ada berdiri, dan rencana
terbentuknya segitiga kawasan pertumbuhan ekonomi baru (Pelabuhan
Patimban, Bandar Udara Kertajati, dan sejumlah kawasan industry yang sedang
diproyeksikan kedepan)5.
Melihat dari tabel diatas, secara garis besar dokumen rencana tata ruang
wilayah Kabupaten Subang telah mengacu pada dokumen rencana tata ruang
wilayah Provinsi Jawa Barat. Untuk sektor pertanian, secara rinci bahkan
pemerintah kabupaten subang telah memetakan target wilayah yang
direncanakan sebagai area pengembangan pertanian. Dimana pengembangan
sektor pertanian di wilayah utara Subang seperti, Ciasem, Compreng,
Tambakdahan, Binong, Blanakan, Pusakanagara, dan Pusakajaya, memiliki
peluang lebih besar karena ditunjang oleh ketersediaan lahan yang mencukupi.
Begitu pula dengan sektor industri, wilayah Pagaden, Cibogo, Dawuan, Kalijati,
Purwadadi, dan Cipeundeuy masih menjadi basis kawasan bagi perusahaan-
perusahaan tekstil, manufaktur, dan lainnya.
Namun hal ini tidak sejalan dengan rencana pemerintah pusat untuk
mengembangkan kawasan pertumbuhan ekonomi baru di utara Jawa Barat.
Kawasan ekonomi ini nantinya akan mencakup wilayah timur kabupaten Subang,
kabupaten Indramayu, kabupaten Majalengka, dan kabupaten Cirebon. Wilayah
timur kabupaten Subang ini termasuk bagian utara kabupaten Subang yakni
pelabuhan patimban yang secara administrasi berada di wilayah Pusakanagara.

5
https://maritim.go.id/pelabuhan-patimban-dukung-segitiga-pertumbuhan-kawasan-ekonomi/

Judul analisis 24
Artinya bukan tidak mungkin, wilayah disekitar pelabuhan patimban akan muncul
berdirinya sentra bisnis dan industri baru yang menopang pelabuhan patimban itu
sendiri, bahkan diproyeksikan menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) baru6.
Ketidak sinkronan dalam hal perencanaan pembangunan dan
pengembangan suatu wilayah antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat
patut segera dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan yang
dikembangkan melalui UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional sebagai berikut:

1. politik
Pendekatan secara politis menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Penyesuaian rencana pembangunan melalui pengaturan tata ruang wilayah
di Kabupaten Subang perlu merangkul semua stakeholder terkait yakni,
pemerintah pusat, pemerintah provinsi jawa barat, pemerintah kabupaten
subang, pemerintah kabupaten Indramayu (sebagai kabupaten yang beririsan
langsung dengan kabupaten Subang dan memiliki kepentingan yang sama
dalam merespon arahan strategis presiden terkait pembentukan segitiga
ekonomi baru di wilayah utara Jawa Barat), DPR/D, Pakar/Praktisi perencana
pembangunan wilayah, dunia usaha, dan perwakilan masyarakat.
2. teknokratik
rancangan tata ruang wilayah kabupaten Subang perlu dilakukan pula melalui
pendekatan teknokratik dengan melibatkan para teknokrat
3. partisipatif
Pelibatan masyarakat menjadi kunci penting dalam hal penyusunan
kebijakan. Perbaikan terhadap kebijakan tata ruang wilayah di kabupaten
Subang sebagai tindak lanjut penyelarasan agenda perencanaan
pembangunan, akan mendapatkan respon yang lebih banyak untuk
mendukung penyesuaian ini. Karena pada dasarnya target akhir dari suatu
kebijakan dibuat adalah masyarakat itu sendiri
4. atas-bawah (top-down)

6
https://regional.kompas.com/read/2020/11/16/16132501/segitiga-rebana-diproyeksikan-jadi-tulang-
punggung-ekonomi-koridor-jawa?page=all

Judul analisis 25
pemerintah pusat sudah selayaknya berkontribusi memberikan arahan
strategis dan guidance terkait rencana pembangunan nasional yang akan
menjadi acuan dalam penyelerasan kebijakan tata ruang wilayah di kabupaten
Subang. Controlling dari pemerintah pusat atau pemerintah provinsi Jawa
Barat sangat mutlak diperlukan
5. bawah-atas (bottom-up)
Menyerap masukan dan respon dari masyarakat adalah sebagai bentuk
pendekatan yang sangat efektif. Terlebih masukan tersebut dapat di adopsi
dalam kebijakan tata ruang wilayah yang akan disusun.

Judul analisis 26
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Perekonomian di Kabupaten Subang sebagian besar di bidang pertanian.
Kabupaten Subang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat
setelah Indramayu dan Karawang sekaligus pula merupakan penyumbang
produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah di Kabupaten
Subang tahun 2020 seluas 84..570 hektar atau sekitar 41,21 persen dari total luas
wilayah Kabupaten Subang (BPS Kabupaten Subang, 2021). Namun hal ini
berbanding terbalik dengan produktivitas hasil pertanian pada kurun waktu 2015-
2019. Kondisi di lapangan memperjelas bahwa ada sinyal menurunnya pamor
Kabupaten Subang sebagai daerah lumbung padi dan lumbung beras.
Pembangunan kawasan industri dalam rangka peningkatan investasi untuk
wilayah Subang semakin marak namun tersebar. Pembangunan pabrik tidak
mempertimbangkan tata ruang dan wilayah kabupaten subang, yang pada
akhirnya rencana tata ruang dan wilayah kabupaten Subang semakin tidak jelas,
mana yang merupakan kawasan industri, perkotaan, atau pertanian/perkebunan.
Secara garis besar dokumen rencana tata ruang wilayah Kabupaten
Subang telah mengacu pada dokumen rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa
Barat. Untuk sektor pertanian, secara rinci bahkan pemerintah kabupaten subang
telah memetakan target wilayah yang direncanakan sebagai area pengembangan
pertanian. Dimana pengembangan sektor pertanian di wilayah utara Subang
seperti, Ciasem, Compreng, Tambakdahan, Binong, Blanakan, Pusakanagara,
dan Pusakajaya, memiliki peluang lebih besar karena ditunjang oleh ketersediaan
lahan yang mencukupi. Begitu pula dengan sektor industri, wilayah Pagaden,
Cibogo, Dawuan, Kalijati, Purwadadi, dan Cipeundeuy masih menjadi basis
kawasan bagi perusahaan-perusahaan tekstil, manufaktur, dan lainnya. Namun
hal ini tidak sejalan dengan rencana pemerintah pusat untuk mengembangkan
kawasan pertumbuhan ekonomi baru di utara Jawa Barat. Kawasan ekonomi ini
nantinya akan mencakup wilayah timur kabupaten Subang, kabupaten
Indramayu, kabupaten Majalengka, dan kabupaten Cirebon.

Judul analisis 27
B. Saran
Dalam hal pembenahan kebijakan tata ruang wilayah di kabupaten
Subang, pemerintah perlu memperhatikan beberapa poin sebagai berikut:
1. politik
Pendekatan secara politis menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Penyesuaian rencana pembangunan melalui pengaturan tata ruang wilayah
di Kabupaten Subang perlu merangkul semua stakeholder terkait yakni,
pemerintah pusat, pemerintah provinsi jawa barat, pemerintah kabupaten
subang, pemerintah kabupaten Indramayu (sebagai kabupaten yang beririsan
langsung dengan kabupaten Subang dan memiliki kepentingan yang sama
dalam merespon arahan strategis presiden terkait pembentukan segitiga
ekonomi baru di wilayah utara Jawa Barat), DPR/D, Pakar/Praktisi perencana
pembangunan wilayah, dunia usaha, dan perwakilan masyarakat.
2. teknokratik
rancangan tata ruang wilayah kabupaten Subang perlu dilakukan pula melalui
pendekatan teknokratik dengan melibatkan para teknokrat
3. partisipatif
Pelibatan masyarakat menjadi kunci penting dalam hal penyusunan
kebijakan. Perbaikan terhadap kebijakan tata ruang wilayah di kabupaten
Subang sebagai tindak lanjut penyelarasan agenda perencanaan
pembangunan, akan mendapatkan respon yang lebih banyak untuk
mendukung penyesuaian ini. Karena pada dasarnya target akhir dari suatu
kebijakan dibuat adalah masyarakat itu sendiri
4. atas-bawah (top-down)
pemerintah pusat sudah selayaknya berkontribusi memberikan arahan
strategis dan guidance terkait rencana pembangunan nasional yang akan
menjadi acuan dalam penyelerasan kebijakan tata ruang wilayah di kabupaten
Subang. Controlling dari pemerintah pusat atau pemerintah provinsi Jawa
Barat sangat mutlak diperlukan
5. bawah-atas (bottom-up)
Menyerap masukan dan respon dari masyarakat adalah sebagai bentuk
pendekatan yang sangat efektif. Terlebih masukan tersebut dapat di adopsi
dalam kebijakan tata ruang wilayah yang akan disusun.

Judul analisis 28
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang. 2021. Kabupaten Subang dalam Angka
2021. Katalog BPS : 1102001.3213
____________. 2020. Statistik Daerah Kabupaten Subang tahun 2020. Katalog BPS
: 110100.23213
Barker, Lesley. 2019. Definition of Development Planning. Career Trend
Fikri, Rizalul et al. 2015. Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Penanggulangan
Kemiskinan. Jurnal Reformasi ISSN 2088-7469 (Paper) ISSN 2407-68664
(Online) Vol. 5, No. 2, 2015
Hardani, et al. 2020. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka
Ilmu Group
Laksana, Satya. 2021. Post Pandemic Indonesian Regional Development Planning,
New Normal, New Orientation: The Case of West Java. Jurnal
Perencanaan Pembangunan Volume V No. 1 April 2021 Page 32-50
Muhyiddin, et al. 2021. Indonesia Development Update A Year of Covid-19: A Long
Road to Recovery and Acceleration of Indonesia's Development. Jurnal
Perencanaan Pembangunan Volume V No. 1 April 2021
Mustopa, Zaenal. 2020. Implementasi Kebijakan Program Infrastruktuk Sosial
Ekonomi Wilayah (PISEW) di Kabupaten Subang. Jurnal Ilmiah Ilmu
Administrasi Negara e-ISSN 2614-2945 Volume 7 Nomor 2, Bulan Agustus
Tahun 2020
Nurdin, Ismail et al. 2019. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Media Sahabat
Cendekia
Nursini. 2010. Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Daerah: Teori dan
Aplikasi
Pea, Roy D. 1982. What Is Planning Development the Development of?
Ramos, Juan D J. 2017. Development Planning: from the Concepts to the Technique.
Administration Desarro.

Judul analisis 29
Peraturan Perundang-Undangan
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Pemerintah Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Pemerintah Republik Indonesia. 2017. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor
8 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 25 tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi awa Barat tahun 2013-2018
Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor
3 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Subang
tahun 2011-2031
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor
22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
tahun 2009-2029

Media
https://jabarprov.go.id/index.php/news/37148/2020/03/23/Tujuh-Prioritas-
Pembangunan-Kabupaten-Subang-Tahun-2021-Apa-Saja-Simak-yuk
https://maritim.go.id/pelabuhan-patimban-dukung-segitiga-pertumbuhan-kawasan-
ekonomi/
https://regional.kompas.com/read/2020/11/16/16132501/segitiga-rebana-
diproyeksikan-jadi-tulang-punggung-ekonomi-koridor-jawa?page=all

Judul analisis 30

Anda mungkin juga menyukai