Anda di halaman 1dari 55

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAMBI

Dibina oleh : Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian Dan Pengembangan


(DIKTILITBANG) Muhammadiyah

FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PENDAPATAN ASLI


DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/ KOTA DI
PROVINSI JAMBI TAHUN 2019 - 2023

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH

ROSDIANA
NPM. 20103160201239

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAMBI
2023
DAFTAR ISI

Hal
DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................2
1.1 Latar Belakang...........................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................10
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
2.1 Landasan Teori........................................................................................10
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi............................................................................10
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)...............................................................17
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)...................................................................21
2.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)..................................................................24
2.1.5 Hubungan PAD, DAU dan DAK dengan Pertumbuhan Ekonomi..........27
2.2 Penelitian Terdahulu................................................................................28
2.3 Kerangka Pemikiran................................................................................33
2.4 Hipotesis..................................................................................................34
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................35
3.1 Jenis dan Sumber Data............................................................................35
3.1.1 Jenis Data.................................................................................................35
3.1.2 Sumber Data............................................................................................35
3.2 Metode Analisis Data..............................................................................36
3.3 Uji Asumsi Klasik...................................................................................41
3.4 Uji Hipotesis............................................................................................41
3.5 Operasional Variabel...............................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil
dan berimbang diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah yang mulai
dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001. Kebijakan ini dipandang
sangat demokrasi karena sistem Pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembatuan yang dilaksanakan secara
bersama-sama (Adi, 2005).
Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk
membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang
dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong
pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola
sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat
untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi
perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2006).
Sumber-sumber penerimaan daerah berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD),
dan Dana Perimbangan yang berupa Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana
Alokasi Khusus (DAK) diharapkan dapat meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi.
Meningkatkan produksi barang dan jasa dari suatu daerah, secara makro dapat
dilihat dari peningkatan nilai Produksi Domestik Bruto (PDRB) setiap tahunnya
dan secara mikro dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto perkapitanya
(Sumitro, 1994).
Provinsi Jambi dengan kapasitas fiscal yang tinggi serta didukung oleh
potensi- potensi sumber daya yang dimiliki seharusnya dapat memaksimalkan
keuntungannya tersebut untuk meningkatkan jumlah Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang akan diterima. Provinsi Jambi memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi yang positif. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Produksi Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota Provinsi Jambi sebagai berikut.

2
Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Kostan Menurut Lapangan Usaha di
Kabupaten/Kota Provinsi Jambi Tahun 2019-2023 (Jutaan
Rupiah)

Kabupaten/Kota 2019 2020 2021 2022 2023 Rata-Rata


Kerinci
Perkembangan (%)
Merangin
Perkembangan (%)
Sarolangun
Perkembangan (%)
Batang Hari
Perkembangan (%)
Muaro Jambi
Perkembangan (%)
Tanjung Jabung Timur
Perkembangan (%)
Tanjung Jabung Barat
Perkembangan (%)
Tebo
Perkembangan (%)
Bungo
Perkembangan (%)
Kota Jambi
Perkembangan (%)
Kota Sungai Penuh
Perkembangan (%)
Total PDRB
Total Perkembangan (%)
Sumber : BPS Provinsi Jambi

3
Pada table 1.1 dapat dilihat bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi mengalami fluktuasi. Jika dilihat
dari Total PDRB seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi juga mengalam
fluktuasi dengan jumlah total Rp. Juta yang memiliki rata-rata perkembangan
persen. Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang memiliki rata PDRB tertinggi dari
11 Kabupaten/Kota yaitu sebesar Rp. Juta dengan rata-rata perkembangan sebesar
persen.
PDRB yang belum kondusif menuntut Pemerintah Daerah Jambi harus
berusaha mengoptimalkan serta mengembangkan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) untuk meningkatkan pendapatan riil dengan harapan dapat
memperbaiki kondisi perekonomian daerah Provinsi Jambi. Dalam hal ini,
pendapatan dan belanja daerah dapat digunakan sebagai salah satu instrument
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi pemerintah dituntut untuk
memikirkan berbagai Tindakan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,
mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi. Dalam hal inipendapatan daerah dapat
digunakan sebagai salah satu instrument untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Pendapatan daerah tersebut mencakup Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Peningkatan PAD akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Adanya
kenaikan PAD akan memicu dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah menjadi
lebih baik dari pada pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Jambi sebelumnya.
Kenaikkan PAD juga dapat mengoptimalkan dan meningkatkan akktifitas pada
sektor-sektor yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi seperti sektor industry
dan perdagangan, sektor jasa, dan sektor-sektor lainnya. Jika ternyata PAD
berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, maka terdapat kemungkinan kuat bahwa
DAU dan DAK berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena nilai
DAU dan DAK pada umumnya lebih besar dibandingkan kontribusi dangan PAD.
Untuk mengoptimalkan dan mengelola PAD, DAU dan DAK yang berdampak
pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jambi, maka diperlukan
pengelolaan alokasi anggaran sebagai salah satu strategi pengelolaan pendapatan.

4
Strategi pengelolaan alokasi anggaran ini bisa mendorong dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi.

Tabel 1.2 Realisasi PAD di Kabupaten/Kota Provinsi Jambi Tahun 2019-


2023 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota 2019 2020 2021 2022 2023 Rata-
Rata
Kerinci 85.903 108.190 66.894 33.786 29.2
Perkembangan (%) 27
Merangin 106.16 95.221 107.87 118.22 110.
Perkembangan (%) 0 9 3 143
Sarolangun 94.621 95.221 63.588 93.146 78.8
Perkembangan (%) 95
Batang Hari 91.567 164.579 148.44 138.86 157.
Perkembangan (%) 4 4 921
Muaro Jambi 93.794 996.274 110.74 106.48 97.2
Perkembangan (%) 5 8 52
Tanjung Jabung 53.919 52.166 81.601 67.926 55.8
Timur 91
Perkembangan (%)
Tanjung Jabung 120.22 104.105 118.52 96.136 116.
Barat 0 6 048
Perkembangan (%)
Tebo 83.236 77.125 92.915 82.967 82.4
Perkembangan (%) 48
Bungo 140.32 153.250 198.74 165.26 158.
Perkembangan (%) 7 5 6 222
Kota Jambi 393.42 403.484 384.73 465.88 515.
Perkembangan (%) 9 0 7 337

5
Sungai Penuh 34.900 48.174 59.112 99.143 100.
Perkembangan (%) 371
Total PAD 1.298.0 1.301.51 1.433.1 1.467.8 1.50
Perkembangan (%) 76 5 79 32 1.75
5
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Pada tabel 1.2 realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap


Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi mengalami fluktuasi dan total realisasi seluruh
Kabupaten/Kota Provinsi Jambi juga mengalami fluktuasi. Realisasi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terbesar adalah realisasi PAD Kota Jambi dengan jumlah rata-
rata sebesar Rp. Juta dan dengan perkembangan rata-rata persen. Sedangkan total
realisasi PAD seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi memiliki jumlah rata-
rata sebesar Rp. Juta dengan perkembangan rata-rata persen.

Tabel 1.3 Realisasi DAU di Kabupaten/Kota Provinsi Jambi Tahun 2019-


2023 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota 2019 2020 2021 2022 2023 Rata-
Rata
Kerinci 612.248 638.935
Perkembangan (%)
Merangin 742.330 758.852
Perkembangan (%)
Sarolangun 599.555 611.942
Perkembangan (%)
Batang Hari 627.388 642.177
Perkembangan (%)
Muaro Jambi 699.024 714.704
Perkembangan (%)
Tanjung Jabung Timur 564.422 586.907

6
Perkembangan (%)
Tanjung Jabung Barat 536.177 549.231
Perkembangan (%)
Tebo 598.297 598.296
Perkembangan (%)
Bungo 656.106 664.858
Perkembangan (%)
Kota Jambi 757.404 763.018
Perkembangan (%)
Sungai Penuh 447.899 459.655
Perkembangan (%)
Total PAD 6.840.85 6.988.57
Perkembangan (%) 0 5
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Pada tabel 1.3 realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) setiap Kabupaten/Kota
di Provinsi Jambi mengalami fluktuasi dan total realisasi seluruh Kabupaten/Kota
Provinsi Jambi juga megalami fluktuasi. Bahkan ada beberapa Kabupaten/Kota
yang memgalami pertumbuhan negatif. Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU)
terbesar adalah realisasi DAU Kota Jambi dengan jumlah rata-rata sebesar Rp.
Juta dan dengan perkembangan rata-rata persen. Sedangkan total realisasi DAU
seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi memiliki jumlah rata-rata sebesar Rp.
Juta dengan perkembangan rata-rata persen.

Tabel 1.4 Realisasi DAK di Kabupaten/Kota Provinsi Jambi Tahun 2019-


2023 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota 2019 2020 2021 2022 20 Rata-
23 Rata
Kerinci 178.492 198.263
Perkembangan (%)

7
Merangin 233.679 247.432
Perkembangan (%)
Sarolangun 210.231 189.000
Perkembangan (%)
Batang Hari 160.095 237.551
Perkembangan (%)
Muaro Jambi 180.510 209.108
Perkembangan (%)
Tanjung Jabung Timur 186.705 198.536
Perkembangan (%)
Tanjung Jabung Barat 163.322 214.120
Perkembangan (%)
Tebo 155.163 171.113
Perkembangan (%)
Bungo 198.471 202.506
Perkembangan (%)
Kota Jambi 220.587 261.816
Perkembangan (%)
Sungai Penuh 104.459 136.870
Perkembangan (%)
Total PAD 1.991.714 2.266.315
Perkembangan (%)
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Pada tabel 1.4 realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) setiap Kabupaten/Kota
di Provinsi Jambi mengalami fluktuasi dan total realisasi seluruh Kabupaten/Kota
Provinsi Jambi juga mengalami fluktuasi. Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK)
terbesar adalah realisasi DAK Kota Jambi dengan jumlah rata-rata sebesar Rp.
Juta dan dengan perkembangan rata-rata persen. Sedangkan total realisasi DAK
seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi memiliki jumlah rata-rata sebesar Rp.
Juta dengan perkembangan rata-rata persen.

8
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini mencoba mengamati sejauh
mana pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi
khusus terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jambi dari
tahun 2019 sampai tahun 2023. Selanjutnya sejalan dengan hal tersebut Adapun
judul dari penelitian ini adalah “ Faktor-Faktor Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi
Jambi Tahun 2019-2023”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jambi
dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jambi
selama 5 tahun terakhir mengalami perkembangan yang berfluktuasi.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi seharusnya dipengaruhi oleh realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK). Namun fenomena yang tejadi pada kabupaten/kota di Provinsi
Jambi, besar kecilnya pertumbuhan ekonomi tidak selalu di pengaruhi oleh
perkembangan PAD, DAU dan DAK pada setiap tahunnya. Beranjak dari fakta
dan fenomena yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini menarik
rumusan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2019-2023 ?
2. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2019-2023 ?

9
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diajukan, maka penelitian ini
bertujuan :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis Pendapata Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2019-2023.
2. Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2019-2023.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah :
1. Akademis
Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
sumber bacaan dan referensi bagi penelitian yang tertarik mengkaji topik
yang sama dan hubungannya dengan penelitian ini.
2. Praktisi
Dapat menambah pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK) dan Pertumbuhan Ekonomi.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kapasitas produksi
untuk mencapai penambahan output, yang diukur menggunakan Produk Domestik
Bruto (PDB) maupun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam suatu
wilayah (Adisasmita, 2013).
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam
jangka Panjang. Tekanannya pada tiga aspek, yaitu : proses, output perkapita dan
jangka Panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu
gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu
perekonomian yaitu begaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah
dari waktu ke waktu. Tekanannya ada pada perubahan atau perkembangan itu
sendiri (Boediono, 1999).
Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas
jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikkan kapasitas tersebut
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,
institusional dan ideologi terhadap berbagai keadaan yang ada (Todaro, 2000).
Secara umum teori tentang pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu teori pertumbuhan ekonomi klasik dan teori pertumbuhan
ekonomi modern. Pada teori pertumbuhan ekonomi klasik, analisis di dasarkan
pada kepercayaan dan efektivitas mekanisme pasar bebas. Teori ini merupakan
teori yang dicetuskan oleh para ahli ekonomi klasik antara lain Adam Smith,
David Ricardo (Sadono, 2005).
Perkembangan ekonomi mengandung arti yang lebih luas serta mencakup
perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan
ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan

11
kenaikkan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang
yang disertai oleh perbaikkan sistem kelembagaan.
Menurut Arsyad (1999), Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus, usaha untuk menaikkan
pendapatan perkapita, kenaikkan pendapatan perkapita harus terus berlangsung
dalam jangka panjang dan yang terakhir perbaikkan sistem kelembagaan disegala
bidang (misalnya ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya) sistem ini bisa
ditinjau dari dua aspek yaitu : aspek perbaikkan dibidang organisasi (institusi) dan
perbaikkan dibidang regulasi baik legal formal maupun informal. Dalam hal ini,
berarti pembangunan ekonomi merupakan suatu usaha Tindakan aktif yang harus
dilakukan oleh suatu negara dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita.
Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah dan
semua elemen yang terdapat dalam suatu negara untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembangunan.
Dari berbagai teori pertumbuhan yang ada yakni teori Harold Domar,
Neoklasik, dari Solow dan teori endogen oleh Romer, bahwasanya terdapat tiga
faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000).
Ketiganya adalah :
 Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia.
 Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan
memperbanyak jumlah Angkatan kerja.
 Kemajuan teknologi

Menurut Afrizal (2013) pembangunan daerah dilaksanakan untuk mencapai


tiga tujuan penting, yaitu mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity)
dan keberlanjutan (sustainability).
 Pertumbuhan (growth), tujuan yang pertama adalah pertumbuhan ditentukan
sampai dimana kelangkaan sumber daya dapat terjadi atas sumber daya
manusia, peralatan dan sumber daya alam dapat dialokasikan secara
maksimal dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan produktif.

12
 Pemerataan (equity), dalam hal ini mempunyai implikasi dalam pencapaian
pada tujuan yang ketiga, sumber daya dapat berkelanjutan maka tidak boleh
terfokus hanya pada satu daerah saja sehingga manfaat yang diperoleh dari
pertumbuhan dapat dinikmati semua pihak dengan adanya pemerataan.
 Berkelanjutan (sustainability), sedangkan tujuan berkelanjutan, pembangunan
daerah harus memenuhi syarat-syarat bahwa penggunaan sumber daya baik
yang ditransaksikan melalui sistem pasar maupun diluar sistem pasar harus
tidak melampaui kapasitas kemampuan produksi.
Pembangunan daerah dan pembangunan sectoral perlu selalu dilaksanakan
dengan selaras, sehingga pembangunan sectoral yang berlangsung didaerah-
daerah, benar-benar dengan potensi dan prioritas daerah. Untuk keseluruhan
pembangunan, daerah juga benar-benar merupakan satu kesatuan politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan didalam mewujudkan
tujuan nasional.

2.1.1.1 Indikator Pertumbuhan Ekonomi


Ada beberapa indicator yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk
melihat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah sabagai berikut (Adisasmita,
2014) :
a. Ketidakseimbangan Pendapatan
Dalam keadaan yang ideal dimana pendapatan dengan mutlak didistribusikan
secara adil, 80 persen populasi terbawah akan menerima 80 persen dari total
pendapatan, sedangkan 20 persen populasi teratas menerima 20 persen total
pendapatan. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), susunan
pengelompokkan penduduk dibagi tiga yaitu 40 persen populasi terendah, 40
persen populasi sedang dan 20 persen populasi teratas. Indikator
ketidakseimbangan pendapatan dapat diterapkan untuk menilai keberhasilan
pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
b. Perubahan Struktur Perekonomian
Dalam masyarakat yang maju, pembangunan ekonomi yang dilaksanakan aka
mengakibatkan perubahan struktur perekonomian, dimana terjadi

13
kecenderungan bahwa kontribusi (peran) sektor pertanian terhadap nilai
PDRB akan menurun sedangkan kontribusi sektor industry akan meningkat.
Sektor industri memiliki peranan sangat penting dalam pembangunan
nasional dan regional, sektor industri dapat menyediakan lapangan kerja yang
luas, memberikan peningkatan pendapatan kepada masyarakat, menghasilkan
devisa yang dihasilkan dari exspor. Oleh karena itu, perekonomian suatu
wilayah tidak harus di orientasikan pada sektor pertanian saja, tetapi harus
pula diorientasikan kepada sektor industri.
c. Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Masalah ketenagakerjaan dan kesempatan kerja merupakan salah satu
masalah yang strategis dan sangat mendesak dalam pembangunan di
Indonesia. Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 240 jiwa, namun tingkat
pengangguran cukup tinggi dan cenderung bertambah luas akibat krisis
finansial negara-negara di dunia. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang
sangat luas tersebut, diperlukan peranan pemerintah. Salah satu Langkah
strategis yang ditempuh adalah pembangunan prasarana (misalnya jalan).
Pembangunan jalan yang menjangkau ke seluruh kantong-kantong produksi
akan mendorong peningkatan produksi berbagai komoditas sektor pertanian
dalam arti luas (meliputi tanaman pangan, perkebunan, perikanan,
peternakan, dan kehutanan) serta barang-barang hasil industri. Pembangunan
prasarana dan sarana transportasi akan menunjang berkembangnya berbagai
kegiatan di sektor- sektor lainnya (pertanian, perdagangan, industri,
pariwisata dan lainnya).
d. Tingkat dan Penyebaran Kemudahan
Dalam hal ini “kemudahan” diartikan sebagai kemudahan bagi masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya, baik pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
hari (seperti sandang, pangan, papan memperoleh pelayanan Pendidikan dan
Kesehatan, kesempatan melakukan ibadah, rekreasi dan sebagainya) maupun
pemenuhan kebutuhan untuk dapat melakukan kegiatan usaha misalnya
mendapatkan bahan baku, bahan penolong, suku cadang, listrik, air bersih dan
jasa-jasa seperti angkutan, pemasaran, perbankan dan lainya).

14
e. Produk Domestik Regional Bruto

15
Salah satu konsep yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi regional
(wilayah) adalah konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB
merupakan ukuran prestasi (keberhasilan) ekonomi dari seluruh kegiatan
ekonomi.
Salah satu indicator untuk melihat pertumbuhan ekoonomi di suatu wilayah
adalah dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Menurut definisi, PDRB adalah jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah (regional)
tertentu dalam waktu tertentu tanpa melihat faktor kepemilikan. Pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah diperoleh dari kenaikkan PDRB atas dasar konstan
yang mencerminkan kenaikkan produksi barang dan jasa dari tahun ke tahun.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ada tiga cara perhitungan PDRB dapat
diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan
pendapatan dan pendekatan pengeluaran.
a) Pendekatan Produksi
PDRB menurut pendekatan produksi adalah jumlah nilai barang dan jasa
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi suatu wilayah dalam jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Menurut Badan Pusat Statistik (2010),
unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi
Sembilan sektor lapangan usaha yaitu : 1). Pertanian, 2). Pertambahan dan
Penggalian,
3). Industri Pengolahan, 4). Listrik, gas dan air bersih, 5). Bangunan dan
Konstruksi, 6). Perdagangan, hotel dan restoran, 7). Pengangkutan dan
komunikasi, 8). Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan 9). Jasa-
jasa lainnya.
b) Pendekatan Pengeluaran
PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah penjumlahan semua
komponen permintaan akhir, terdiri dari : 1). Pengeluaran konsumsi rumah
tangga dan Lembaga swasta yang tidak mencari untung (nirlaba), 2).
Konsumsi pemerintah, 3). Pembentukkan modal tetap domestik bruto

16
(investasi) dalam

17
jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), 4). Pebentukan stok, dan 5).
Ekspor netto (ekspor dikurang impor).
c) Pendekatan Pendapatan
PDRB menurut pendekatan pendapatan adalah jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah
dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa produksi yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
Perhitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung
lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali faktor pendapatan, termasuk pula
komponen pendapatan ini menurut sektor disebut Nilai Tambah Bruto (NTB
sektoral). Jadi, PDRB yang dimaksud adalah jumlah dari NTB seluruh sektor
lapangan usaha.
Untuk memudahkan pemakaian data, maka hasil perhitungan PDRB disajikan
menurut sektor ekonomi/lapangan usaha yang dibedakan menjadi dua macam
yaitu : PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menggambarkan jumlah
nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada
tahun berjalan, sedangkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
menggambarkan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada satu tahun tertentu yang digunakan sebagai tahun
dasar. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah diperoleh dari kenaikkan PDRB
atas dasar harga konstan. Dengan demikian perhitungan berdasarkan harga
konstan makan perkembangan riil dari kuantum produksi sudah tidak
mengandung fluktuasi harga (inflasi/deflasi). Dengan penyajian ADHK ini
pertumbuhan ekonomi riil dapat dihitung.

2.1.1.2 Faktor Pertumbuhan Ekonomi


Menurut Sukirno (2011), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi secara umum, antara lain : 1). Tanah dan kekayaan alam
lainnya, 2). Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, 3). Barang-barang
modal dan tingkat teknologi, dan 4). Sistem sosial dan sikap masyarakat.

18
Untuk menilai prestasi pertumbuhan ekonomi haruslah terlebih dahulu
dihitung pendapatan nasional riil yaitu PNB atau PDB yang dihitung menurut
harga-harga yang berlaku dalam tahun dasar. Nilai yang diperoleh dinamakan
PNB atau PDB harga tetap yaitu harga yang berlaku dalam tahun dasar. Tingkat
pertumbuhan ekonomi dihitung dari pertambahan PNB atau PDB riil yang berlaku
dari tahun ke tahun.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)


2.1.2.1 Definisi Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan
menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Halim, 2004).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pendapatan
Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli yang digali di daerah
tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintah daerah dalam
membiayai pembangunan dan usaha- usaha daerah untuk memperkecil
ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Berdasarkan definisi teori diatas megenai Pendapatan Asli Daerah, maka
dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah yaitu merupakan salah satu
sumber penerimaan atau pendapatan daerah yang memiliki peranan penting di
dalam pembangunan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah,
dikelola sendiri oleh pemerintah daerah dan dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dijadikan sebagai peran penting dalam pembiayaan daerah,
oleh karena itu kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya

19
kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asi Daerah terhadapt APBD,
dimana semakin

20
besar kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD,
maka semakin kecil pula ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan
daerah.
Semakin besar Pendapatan Asli Daerah maka semakin besar pula Kembali
dana yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan
penyediaan sarana dan prasarana publik yang kembali berdampak terhadap
kesejahteraan masyarakat dan seterusnya sehingga dapat meningkatkan PAD
Kembali. PAD yang besar, maka Belanja Modal dibiayai sendiri melalui PAD
tanpa harus menunggu bantuan Pemerintah Pusat, sehingga proses percepatan
pembanngunan, penyediaan fasilitas pelayanan public dapat terlaksana dengan
cepat (Mardiasmo, 2002).

2.1.2.2 Indikator Pendapatan Asli Daerah


Adapun indikator pendapatan asli daerah menurut ketentuan (Purnomo,
2009), yaitu : 1) Hasil pajak daerah, 2) Hasil retribusi daerah, 3) Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4) Lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah.
Sesuai denan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Pasal 6) bahwa
Sumber Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut :
a. Pendapatan Asli Daerah Sendiri yang sah : 1) Hasil Pajak Daerah (HPD), 2)
Retribusi Daerah (RD), 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan/ Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah (PLPD), dan 4) Lain-
lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPS).
b. Pendapatan berasal dari pemberian Pemerintah, yang terdiri dari : 1)
Sumbangan dari pemerintah, 2) Sumbangan lain yang diatur dengan peraturan
perundangan, dan 3) Pendapatan lain-lain yang sah.
Peran PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah masih rendah.
Kendatipun perolehan PAD setiap tahun relative meningkat namun masih
kurang mampu menggenjot laju pertumbuhan ekonomi daerah. Rendahnya
potensi PAD disebabkan oleh beberapa faktor (Erry, 2005) yaitu : 1) Banyak

21
sumber pendapatan di Kabupate/Kota yang besar tetapi digali oleh instansi

22
yang lebih tinggi, 2) BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada
pemerintah daerah, 3) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar
pajak, retribusi dan pungutan lainnya, 4) Adanya kebocoran-kebocoran atau
kolusi, 5) Biaya pemungutan masih tinggi, 6) Adanya kebijakan pemerintah
yang berakibat menghapus atau mengurangi penerimaan PAD, 7) Banyak
peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan baik besaran
tarifnya maupun sistem pemungutannya, dan 8) Kemampuan masyarakat
untuk membayar pajak yang masih rendah.
Menurut Kustiawan (2005), upaya dalan peningkatan pendapatan daerah
dapat dilaksanakan melalui Langkah-langkah sebagai berikut :
a. Upaya Intensifikasi
Intensifikasi Pendapatan Asli Daerah adalah suatu Tindakan usaha-usaha
untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang
lebih giat, ketat, dan teliti. Upaya Intensifikasi Pendapatan Asli Daerah
mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, aspek personalia.
Pelaksanaan upaya melalui kegiatan sebagai berikut :
1) Menyesuaikan dan memperbaiki aspek kelembagaan atau organisasi
pengelola pendapatan asli daerah (dinas pendapata daerah), yaitu dengan
cara menerapkan secara optimal sistem dan prosedur administrasi pajak
daerah, retribusi daerah dan penerimaan pendapatan lain-lain yang diatur
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 1999.
2) Memberikan dampak ke arah peningkatan pendaptan asli daerah.
3) Memperbaiki dan menyesuaikan aspek ketatalaksanakan, baik
administrasi maupun operasional.
4) Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian
5) Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD.
6) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat membayar pajak dan retribusi.
7) Memperbaiki sarana dan juga prasarana pungutan yang belum memadai.
b. Upaya Ekstensifikasi (Penggalian Sumber-Sumber Penerimaan Baru)

23
Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah adalah usaha-usaha menggali sumber-
sumber Pendapatan Asli Daerah yang baru, namun tidak bertentangan dengan
kebijakan pokok nasional yaitu pungutan pajak daerah yang dilaksanakan tidak
semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan
yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi fiscal lainnya agar tidak
memberatkan bagi masyarakat. Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah
melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi
masyarakat. Upaya ekstensifikasi lebih diarahkan kepada upaya untuk
mempertahankan potensi daerah agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
Pelaksanaan upaya melalui kegiatan sebagai berikut:
1) Mengadakan peninjauan terhadap Perundang-undangan yang berlaku
2) Kemudian melakukan penyesuaian terhadap tarif sesuai dengan
kemampuan masyarakat.
3) Mengikuti studi banding ke daearah lain guna menambah wawasan
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
c. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsur yang
penting bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini
adalah bahwa pembayaran pajak dan retribusi sudah merupakan hak dari
pada kewajiban masyarakat terhadap negara, maka perlu dikaji kembali
pengertian wujud layanan yang bagaimana yang dapat memberikan
kepuasan kepada masyarakat. Meminimalkan kebocoran pemungutan
pajak melalui peningkatan system pemungutan, sistem pengendalian, dan
pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untulk tercipatnya
efektifitas dan efesiensi serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui
pemberian intensif biaya pemungutan. Namun perlu diingat bahwa dalam
upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang menetapkan Peraturan Dearah
tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menetapkan
Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
Pendidikan, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor

24
impor ( UU No.33 Tahun 2004).

25
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
2.1.3.1 Pengertian Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah disebutkan bahwa "Dana Alokasi Umum
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam pelaksanaan desentralisasi". Menurut Awaniz (2011) "Dana alokasi
umum merupakan jenis transfer dana antar tingkat pemerintahan yang tidak terikat
dengan program pengeluaran tertentu". Sedangkan menurut Halim (2016)
menjelaskan bahwa “Dana alokasi umum adalah transfer dana yang bersifat block
grant, sehingga pemerintah daerah mempunyai keleluasaan di dalam penggunaan
DAU sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masing-masing daerah”.
Berdasarkan beberapa definisi atas, dapat disimpulkan bahwa Dana
Alokasi Umum merupakan salah satu dana perimbangan atau pendapatan transfer
yang di tujukan untuk pemerintah daerah guna mencapai pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah dalam pelaksanaan desentralisasi dan memenuhi kebutuhan
darah masing-masing.
2.1.3.2 Tujuan Pembentukan Dana Alokasi Umum
Indraningrum (2011) mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat
memberikan dana bantuan dalam bentuk DAU (block grant) kepada pemerintah
daerah, yaitu: 1) Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah
(geographical equity); 2) Untuk meningkatkan akuntabilitas (promote
accountability); 3) Untuk meningkatkan sistem pajak yang lebih progresif. Pajak
daerah cenderung kurang progresif, membebani tarif pajak yang tinggi kepada
masyarakat yang berpenghasilan rendah; dan 4) Untuk meningkatkan
keberterimaan (acceptability) pajak daerah. Pemerintah pusat mensubsidi
beberapa pengeluaran pemerintah daerah untuk mengurangi jumlah pajak daerah.
Tujuan dibentuknya Danu Alokasi Umum untuk mengurangi ketimpangan
dalam kebutuhan pembiayaan daerah, DAU akan memberikan kepastian bagi
daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab

26
masing-masing daerah dengan proporsi sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan
dalam negeri netto yang telah ditetapkan dalain APBN (Halim, 2016).
Ketimpangan ekonomi antara satu provinsi dengan provinsi lain tidak dapat di
hindari dengan adanya desentralisasi fiscal. Disebabkan oleh minimnya sumber
daya alam yang kurang dapat digali oleh pemerintah daerah. Untuk
menanggulangi ketimpangan tersebut, Pemerintah pusat berinisiatif untuk
memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat
kemiskinannya lebih tinggi, akan di berikan DAU lebih besar disbanding daerah
yang kaya dan begitu juga sebaliknya.
2.1.3.3 Prinsip Dasar Dana Alokasi Umum
Siregar (2016) menyatakan bahwa prinsip dasar untuk alokasi DAU adalah
sebagai berikut:
a. Kecukupan Prinsip mendasar yang pertama adalah prinsip kecukupan.
Sebagai suatu bentuk penerimaan, sistem DAU harus memberikan
sejumlah dana yang cukup kepada daerah. Hal ini berarti, perkataan cukup
harus diartikan dalam kaitannya dengan beban fungsi sebagaimana
diketahui, beban finansial dalam menjalankan fungsi tidaklah statis,
melainkan cenderung meningkat karena satu atau berbagai faktor. Oleh
karena itulah maka penerimaan pun seharusnya naik selungga pemerintah
daerah mampu membiayai beban anggarannya. Bila alokası DAU mampu
merespon terhadap kenaikan beban anggaran yang relevan, maka sistem
DAU dikatakan memenuhi prinsip kecukupan.
b. Netralitas dan efisiensi desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien.
Netral artinya suatu sistem alokasi harus diupayakan sedemikian rupa
sehingga efeknya justru memperbaiki (bukannya menimbulkan) distorsi
dalam harga relatif dalam perekonomian daerah. Efisien artinya sistem
alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga input,
untuk itu sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis instrumen
finansial alternatif relevan yang tersedia.

27
c. Akuntabilitas sesuai dengan namanya yaitu Dana Alokasi Umum, maka
penggunaan terhadap dana fiskal ini sebaiknya dilepaskan ke daerah,
karena peran daerah akan sangat dominan dalam penentuan arah alokasi,
maka peran lembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah bersangkutan
amatlah penting dalam proses penentuan prioritas anggaran yang perlu
dibiayai DAU. Format yang seperti ini, format akuntabilitas yang relevan
adalah akuntabilitas kepada elektoral (accountability to electorates) dan
bukan akuntabilitas finansial kepada pusat (financial accountability to the
centre).

d. Relevansi dengan tujuan sistem alokasi DAU sejauh mungkin harus


mengaca pada tujuan pemberian alokasi sebagaimana dimaksudkan dalam
Undang-Undang Alokasi, DAU ditujuican untuk membiayai sebagian dari
beban yang dijalankan, hal-hal yang merupakan prioritas dan target-target
nasional yang harus dicapai. Perlu diingat bahwa kedua Undang-undang
telah mencantumkan secara eskplisit beberapa hall yang menjadi tujuan
yang ingin dicapai lewat program desentralisasi.

e. Keadilan prinsip dasar keadilan alokasi DAU bertujuan untuk pemerataan


kemampuan keungan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi.

f. Objektifitas dan transparansi sebuah sistem alokasi DAU yang baik harus
didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan manipulasi,
maka sistem alokasi DAU harus sejelas mungkin dan formulanya pun
dibuat sentransparan mungkin. Prinsip transparasi akan dapat dipenuhi bila
formula tersebut bisa dipahami oeh khalayak umum. Oleh karena itu maka
indikator yang digunakan sedapat mungkin adalah indikator yang sifatnya
obyektif sehingga tidk menimbulkan interpretasi yang ambivalen.

28
g. Kesederhanaan rumusan alokasi DAU harus sederhana (tidak komplek).
Rumusan tidak boleh terlampau kompleks sehingga sulit dimengerti orang,
namun tidak boleh pula terlalu sederhana sehingga menimbulkan
perdebatan dan kemungkinan ketid-adilan. Rumusan sebaiknya tidak
memanfaatkans sejumlah besar variabel dimana jumlah variabel yang
dipakai menjadi relative terlalu besar ketimbang jumlah dana yang ingin
dialokasikan.
2.1.3.4 Formulasi Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum diberikan berdasarkan celah fiscal dan alokasi dasar.
Celah fiscal merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal
daerah. Kebutuhan daerah yang dihitung berdasarkan varibael-variabel yang
terdiri dari jumlah penduduk, luas wiayah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
Indeks Kemahalan Kontruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) perkapita, sedangkan perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana bagi hasil yang diterima daerah.
Sementara alokasi dasar hitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil
daerah (Wandira, 2013).

2.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)


2.1.4.1 Pengertian Dana Alokasi Kusus
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dana Daerah, Dana Alokasi Khusus adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan, untuk membantu kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu
membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai sarana
dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang mencapai standar tertentu, untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah, seperti dibidang Pendidikan,
Kesehatan, infrastruktur (jalan,irigasi, dan air bersih), kelautan dan perikanan,
pertanian, prasarana pemerintah daerah, serta lingkungan hidup.

29
Berbeda dengan dana bagi hasil dan dana alokasi umum kewenangan
dalam pengalokasian DAK reatif terbatas karena dana tersebut pada dasarnya
dikaitkan dengan pembiayaan kegiatan tertentu. Dana tersebut dimaksudkan untuk
membiayai kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dengan
menggunakan rumus DAU serta pembiayaan proyek yang merupakan komitmen
atau prioritas nasional. Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan peraturan
Menteri Keuangan paling lambat dua minggu setelah undang-undang APBN
ditetapkan. Petunjuk teknis penggunaan DAK ditetapkan paling lambat dua
minggu setelah penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan. Daerah
penerimaan DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam
APBD. Penggunaan DAK dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan
DAK. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai kegiatan administrasi,
penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas.

2.1.4.2 Metode Perhitungan Alokasi DAK


Metode perhitungan menurut Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur
bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui dua tahap, yaitu :
1. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK
2. Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah
Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum,
kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi DAK untuk
masing- masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria
umum, kriteria khusus dan kriteria teknis.
Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria Umum
Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang
tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi Belanja Pegawai Negri
Sipil Daerah (Pasal 54 PP No. 55/2005). Dalam bentuk formula, kriteria umum
tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan dibawah ini :
Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD +
BPD Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH-DBHDR)

30
BPD = belanja PNSD
Keterangan :
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah BPD : Belanja Pegawai Daerah
PAD : Pedapatan Asli Daerah
DAU : Dana Alokasi Umum
DBH : Dana Bagi Hasil
DBHDR : Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi
PNSD : Pegawai Negeri Sipil Daerah
Untuk menjaga peruntukan DAK agar tepat sasaran maka alokasi DAK
ditentukan dengan melihat keberadaan dana lainnya didaerah yang bersangkutan
seperti DBH dan DAU.

b. Kriteria Khusus
Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk
perhitungan alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu :
1. Seluruh daerah kabupaten/kota yang terpencil dan tertinggal
2. Karakteristik daerah yang meliputi : daerah pesisir dan pulau-pulau kecil,
daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah
masuk dalam kategori ketahanan pengan, dan daerah periwisata yang
diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.

c. Kriteria Teknis
Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat
menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan
masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria
teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing teknis terkait yakni :
1) Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan.
2) Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan.

31
3) Bidang Infrastruktur Jalan, Irigasi dan Air Minum dan Senitasi dirumuskan
oleh Menteri Pekerjaan Umum.
4) Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri.
5) Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan.
6) Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian
7) Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup.
8) Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala BKKBN
9) Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan
10) Bidang Sarana dan Prasarana di Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
11) Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan.

2.1.5 Hubungan PAD, DAU dan DAK dengan Pertumbuhan Ekonomi


2.1.5.1 Hubungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Pertumbuhan
Ekonomi
Peningkatan PAD akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Adanya
kenaikan PAD akan memicu dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah menjadi
lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi daerah sebelumnya. Kenaikkan PAD
juga dapat mengoptimalkan dan meningkatkan aktivitas pada sektor-sektor yang
terkait dengan pertumbuhan ekonomi, seperti sektor industry dan perdagangan,
sektor jasa, dan sektor-sektor lainnya.

2.1.5.2 Hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Pertumbuhan Ekonomi


Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertubuhan ekonomi
suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk
membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang
dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pelaksanaan desentraslisasi fiskal
selain memberikan kewenangan pada pemerintah daerah juga dapat
mempengaruhi kemampuan daerah untuk memenuhi kepentingan public. Stepvani
(2013) menyatakan bahwa DAU berpengaruh terhadap pertumbuhan Ekonomi.

32
2.1.5.3 Hubungan Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan Pertumbuhan
Ekonomi
DAK adalah alokasi dari APBN kepada provinsi, kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dalam jangka panjang,
dana transfer/ perimbangan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
berkurangnya jumlah dana transfer/perimbangan bisa mengakibatkan menurunnya
pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh Dana Alokasi Khusus.

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak
menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis.
Namun penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam
memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian
terdahulu berupa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Menurut Meylani M. Arina, Rosalina A.M Koleangan, Deasy S.M. Engka


(2019) dalam penelitiannya “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi
Hasi, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kota Manado”. Menunjukkan hasil penelitian bahwa
secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perekonomian Kota Manado. Namun, Secara Parsial Dana
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif signifikan
terhadap perumbuhan ekonomi.

33
Menurut Heru Darmawan (2021) dalam penelitiannya “Analisis Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Modal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kediri Periode 2001-2018”. Menunjukkan
hasil penelitian bahwa variabel Pendapatan Hasil Daerah, Dana Perimbangan dan
Belanja Modal berpengharuh positif dan signifikan positif terhadap PDRB di
Kabupaten Kediri tahun 2001-2018.

Menurut Fanni Novinati, Westi Riani, Ade Yunita Mafruhat (2022) dalam
penelitiannya “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal dan
Dana Perimbangan Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per
kapita di Jawa Barat Periode 2011-2020”. Menunjukkan hasil penelitian bahwa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja
Modal dan Dana Perimbangan secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita di Jawa Barat. Secara
parsial, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara positif terhadap PDRB per
kapita Jawa Barat, Belanja Modal tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB
per kapita Jawa Barat dan Dana Perimbangan berpengauh secara positif terhadap
PDRB per kapita Jawa Barat.

Menurut Haris Mustamin Billaah, Riko Setya Wijaya (2022) dalam


penelitiannya “ Pengaruh PAD, DAU, Inflasi dan Investasi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Sidoarjo”. Variabel Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Sidoarjo, Sedangkan variabel Inflasi dan
investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuahan Ekonomi di
Kabupaten Sidoarjo.

Menurut Helena Eva Yolanda Silaban (2023) dalam penelitiannya


“Dampak Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Modal Bagi
Pertumbuhan Ekonomi”. Pendapatan Asli Daerah berdampak nyata terhadap
Pertumbuhan Ekonomi, Dana Perimbangan berdampak nyata terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal adalah salah satu faktor yang mampu
memberi dampak nyata
34
terhadap Perumbuhan Ekonomi. Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan
Belanja Modal berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi
tahun 2006-2021.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penulis Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1. Pengaruh Meylani M. Secara Parsial Dana Melakukan Terdapat


Pendapatan Asli Arina, Rosalina Bagi Hasil (DBH), penelitian variabel
Daerah (PAD), A.M Koleangan, Dana Alokasi Umum terkait Dana Bagi
Dana Bagi Hasi, Deasy S.M. (DAU) dan variabel Hasil (DBH)
Dana Alokasi Engka (2019) Dana Alokasi independent
Umum (DAU), Khusus (DAK) PAD, DAU
dan Dana Alokasi berpengaruh dan DAK
Khusus (DAK) negatif dan tidak terhadap
Terhadap signifikan terhadap PDRB
Pertumbuhan Pertumbuhan
Ekonomi Kota Ekonomi. Sedangkan,
Manado Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi.
Secara simultan
DBH, DAU dan
DAK
berpengaruh positif
dan signifikan

35
terhadap PDRB

36
2. Analisis Pengaruh Menurut Heru Dana Perimbangan Melakukan Terdapat
Pendapatan Asli Darmawan dan Pendapatan Asli penelitian variabel
Daerah, Dana (2021) Daerah (PAD) dengan independent
Perimbangan dan berpengaruh positif variabel Dana
Belanja Modal terhadap Belanja dependen Perimbangan
Terhadap Modal, Belanja PDRB dan dan Belanja
Pertumbuhan Modal Pemerintah variabel Modal
Ekonomi di secara signifikan independent
Kabupaten Kediri PAD
Periode 2001-2018

3. Pengaruh Fanni Novinati, Pendapatan Asli Melakukan Terdapat


Pendapatan Asli Westi Riani, Daerah dan Dana Penelitian variabel
Daerah (PAD), Ade Yunita Perimbangan terkait independen
Belanja Modal dan Mafruhat (2022) memiliki pengaruh variabel Dana
Dana Perimbangan signifikan terhadap dependen Perimbangan
Terhadap PDRB Per Kapita, PDRB dan Belanja
Produk Domestik Sedangkan Belanja dengan Modal
Regional Bruto Modal tidak memiliki variabel
(PDRB) per kapita pengaruh signifikan independen
di Jawa terhadap PDRB Per Pendapatan
Barat Kapita Asli Daerah
Periode 2011-2020

4. Pengaruh PAD, Haris Mustamin Variabel Melakukan Terdapat


DAU, Inflasi dan Billaah, Riko Pendapatan Asli Penelitian variabel
Investasi Terhadap Setya Wijaya Daerah dan Dana dengan independen
Pertumbuhan (2022) Alokasi variabel lainnya yaitu
Ekonomi di Umum berpengaruh independen Inflasi dan
Kabupaten negatif dan Pendapatan Investasi
Sidoarjo tidak signifikan Asli Daerah
terhadap (PAD) dan
37
Pertumbuhan

38
Ekonomi di Dana
Kabupaten Sidoarjo, Alokasi
Sedangkan variabel Umum
Inflasi dan investasi (DAU)
berpengaruh positif terhadap
dan signifikan variabel
terhadap dependen
Pertumbuahan Pertumbuhan
Ekonomi di Ekonomi
Kabupaten Sidoarjo.

5. Dampak Helena Eva Pendapatan Melakukan Terdapat


Pendapatan Asli Yolanda Silaban Asli Daerah penelitian variabel
Daerah, Dana (2023) berdampak nyata dengan independen
Perimbangan dan terhadap variabel lainnya yaitu
Belanja Modal Pertumbuhan independen Dana
Bagi Pertumbuhan Ekonomi, Perimbangan
Pendapatan
Ekonomi Dana Perimbangan dan Belanja
Asli Daerah
berdampak nyata Modal
(PAD)
terhadap
terhadap
Pertumbuhan
variabel
Ekonomi dan Belanja
dependen
Modal adalah salah
Pertumbuhan
satu faktor yang
Ekonomi
mampu memberi
dampak nyata
terhadap Perumbuhan
Ekonomi. Pendapatan
Asli Daerah, Dana

39
Perimbangan dan
Belanja Modal
berpengaruh terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten
Ngawi tahun 2006-
2021.

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis


Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh PAD, DAU dan DAK. Kemudian variabel tersebut
sebagai variabel independent dan Bersama-sama dengan variabel dependen
yaitu pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan alat analisis regresi untuk
mendapatkan tingkat signifikansinya.
Setelah mendapatkan hasil regresi tersebut diharapkan mendapatkan
tingkat signifikansi setiap variabel independent dalam mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Kemudian tingkat signifikasi setiap variabel
independent diharapkan mampu memberikan gambaran kepada gambaran
kepada pemerintah Provinsi Jambi dan pihak tekait mengenai pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jambi yang masih tertinggal dari provinsi-provinsi
tetangga untuk dapat merumuskan kebijakan yang relevan dalam upaya
meningkatkan perumbuhan ekonomi
Dalam penelitian ini difokuskan untuk mengetahui pengaruh PAD,
DAU, DAK terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Sehubungan dengan uraian
tersebut, maka penulis mengajukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini
yang disajikan pada gambar 2.1 disertai penjelasan masing-masing variabel.

40
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pertumbuhan

Dana Alokasi Umum (DAU)


Ekonomi

Dana Alokasi Khusus (DAK)

Gambar 2.1
Kerangka
Pemikiran

2.4 Hipotesis
Sesuai dengan krangka penelitian diatas, maka hipotesis dalam penelitian
ini diformulasikan sebagai berikut : “Diduga Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kebupaten /Kota di Provinsi Jambi dari tahun 2019 -
2023”.

41
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data


3.1.1 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data deret waktu (time series data) selama kurun waktu 2019 sampai 2023 dan
deret lintang (cros section data) yang memiliki 11 kabupaten/Kota Di Provinsi
Jambi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi Periode
2019-2023
b. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota Di Provinsi
Jambi Periode 2019-2023
c. Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi
Periode 2019-2023
d. Realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi
Periode 2019-2023

3.1.2 Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dari publikasi
dan informasi data serta laporan-laporan yang dilakukan oleh dinas dan
instansi terkait. Untuk memperoleh landasan teori, studi sebelumnya dan
kerangka pemikiran dilakuakan studi kepustakaan berupa buku-buku literatur.
Sumber data yang digunakan dalam peelitian ini di peroleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan dan sumber lain yang terkait dari tahun 2019-2023. Data yang
digunakan yaitu data Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Realisasi Dana
Alokasi Umum, Realisasi Dana Alokasi Khusus dan Produk Domestik
Regional Bruto Kabupate/Kota Provinsi Jambi. Data yang digunakan adalah
data tahunan.

42
3.2 Metode Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode dekspriptif dengan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk
menggambarkan dan menguraikan keadaan persoalan yang didukung oleh fakta,
sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang dianalisis, sementara analisis
kuantitatif digunakan mengolah data menggunakan regresi data panel.
1. Untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian pertama digunakan
rumus berikut:
a. Pendapatan Asli Daerah
Untuk mengetahui perkembangan Pendapatan Asli Daerah setiap
tahunnya, dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

𝐺 = 𝑃𝐴𝐷𝑡 − 𝑃𝐴𝐷𝑡−1
𝑋 100%
𝑃𝐴𝐷𝑡−1

G : Tingkat pertumbuhan PAD (%)


PADt : Jumlah PAD tahun sekarang
PADt-1 : Jumlah PAD tahun sebelumnya
b. Dana Alokasi Umum
Untuk mengetahui perkembangan Dana Alokasi Umum setiap tahunnya,
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

𝐺 = 𝐷𝐴𝑈𝑡 − 𝐷𝐴𝑈𝑡−1
𝑋 100%
𝐷𝐴𝑈𝑡−1

G : Tingkat pertumbuhan DAU


(%) DAUt : Jumlah DAU tahun sekarang
DAUt-1 : Jumlah DAU tahun sebelumnya
c. Dana Alokasi Khusus

43
Untuk mengetahui perkembangan Dana Alokasi Khusus setiap tahunnya,
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

𝐺 = 𝐷𝐴𝐾𝑡 − 𝐷𝐴𝐾𝑡−1
𝑋 100%
𝐷𝐴𝐾𝑡−1

G : Tingkat pertumbuhan DAK


(%) DAKt : Jumlah DAK tahun sekarang
DAKt-1 : Jumlah DAK tahun
sebelumnya
2. Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua yaitu untuk melihat sejauh
mana pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi
khusus terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di provinsi jambi
tahun 2019 – 2023. Adapun model regresi yang digunakan adalah sebagai
berikut :

Yt = α + α1PADt + α2DAUt + α3DAKt + eit

Dimana :
Yt : Pertumbuhan Ekonomi (%)
α : Konstanta
PAD : Pendapatan Alsi Daerah
(%) DAU : Dana Alokasi Umum (%)
DAK : Dana Alokasi Khusus (%)
α1,α2,α3 : Koefisien masing-masing ariabel
eit : Variabel pengganggu
Dalam menjawab perumusan masalah kedua maka metode yang digunakan
adalah analisis regresi data panel dengan alat analisis meggunakan Eviews.
Penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi linear berganda dengan
menggunakan data tabel, menurut Nachrowi dan Usman (2006) bahwa data panel
merupakan gabungan antara data berkala (time series) dan data individual (cross
44
section). Data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

45
terhadap suatu individu. Sedangkan data cross section merupakan data yang
dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu.
Keunggulan regresi data panel menuru Wibisono (2005) antara lain : Pertama,
data panel mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit
dengan mengizinkan variabel spesifik individu; Kedua, kemampuan mengontrol
hetergenetis ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk
mengunji dan membangun model perilaku lebih kompleks; Ketiga, data panel
mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang-ulang (time series),
sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic
adjustment; Keempat, tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data
yang lebih informative, lebih variative, dan kolinieritas (mutiko) antara data
semakin berkurang, dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi
sehingga dapat diperoleh hasil estimesi yang lebih efisien; Kelima, data panel
dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks;
Keenam, data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mugkin
ditimbulkan oleh agregasi data individu.
1. Metode Data Panel
Permodelan dengan menggunakan Teknik regresi data panel dapat dilakukan
dengan tiga pendekatan alternatif metode pengolahannya yaitu, metode Common
Effect (pooled last square), metode Fixed Effect (FE), dan metode Random Effect
(RE).
Metode Common Effect adalah metode yang hanya menggabungkan data
tanpa melihat perbedaan antar waktu dan individu, diasumsikan bahwa perilaku
data antar wilayah yang sama dalam berbagai kurun waktu (Widarjono, 2006).
Persamaan resgresi Metode Common Effect dapat dituliskan sebagai berikut:

yit = α + β1X it + ɛit

Metode Fixed Effect adalah metode yang mengstimasi data panel dengan
menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.
Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar individu
46
dan antar waktu (Widarjono, 2006). Namun intersepnya berbeda antar wilayah
namun

47
sama antar waktu (time invariant). Akan tetapi metode ini membawa kelemahan
yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya
mengurangi efisiensi parameter.
Persamaan regresi Metode Fixed Effect dapat dituliskan sebagai berikut :

yit = α + β1X it + ɛit

Metode Random Effect adalah metode yang akan mengestimasi data panel dimana
variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu
(Widarjono, 2006). Teknik yang digunakan dalam Metode Random Effect adalah
dengan menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mingkin saja akan
muncul pada hubungan antar waktu dan antar kabupaten/kota.
Persamaan regresi Metode Random Effect dapat dituliskan sebagai berikut :

yit = α + β1X it + µ it + ɛit

2. Uji Pemilihan Metode Data Panel


Untuk menguji permodelan regresi data panel ketiga estimasi model regresi
dengan melakukan Uji Chow, Uji Hausman dan Uji Lagrange Multiplier yang
ditujukan untuk menentukan apakah model data panel dapat diregresi dengan
metode Commen Effect, Metode FixedEffect, atau metode Random Effect
(Widarjono, 2006).
Chow test merupakan uji untuk membandingkan model common effect
dengan fixed effect (widarjono, 2009). Chow test dalam penelitian ini
menggunakan program Eviews. Pengujian yang dilakukan menggunakan Chow-
test atau Lokelihood ratio test, dengan asumsi yaitu :
H0 : model mengikuti Pool
H1 : model mengikuti Fixed
H0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai a. sebaliknya, H0 diterima jika P-
value lebih besar dari nilai a. Nilai a yang digunakan sebesar 5%.

48
Hasuman Test adalah pengujian yang membandingkan model fixed effect
dengan random effect dalam menentukan model yang terbaik untuk digunakan
sebagai model regresi data panel (Gujrati, 2012). Hausman test menggunakan
program yang serupa dengan Chow Test yaitu program Eviews. Pengujian yang
dilakukan menggunakan Hausman test dengan asumsi, yaitu :
H0 : model mengikuti Random
Effect H1 : model mengikuti Fixed
Effect
H0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya, H0 diterima jika
P- value lebih besar dari nilai a. Nilai a yang digunakan sebesar 5%.
Pengujian yang dilakukan dengan Uji Lagrange Multiplier dengan asumsi
apabila nilai LM hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares maka artinya
model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random Effect. Hipotesis
yang dibentuk dalam LM test adalah sebagai berikut :
H0 : Common Effect
Model H1 : Random Effect
Model
H0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya, H0 diterima jika
P- value lebih besar dari nilai a. Nilai a yang digunakan sebesar 5%.

3.3 Uji Asumsi Klasik


Kelebihan penelitian menggunakan data panel adalah data yang digunakan
menjadi lebih informatif, variabilitasnya lebih besar, kolineariti yang lebih rendah
diantara variabel dan banyak derajat bebas (degree of freedom) dan lebih efisien
(Hariyanto, 2005). Panel data dapat mendeteksi dan mengukur dampak dengan
lebih baik dimana hal ini tidak bisa dilakukan dengan metode cross section
maupun time series.
Panal data memungkinkan mempelajari lebih kompleks mengenai perilaku
yang ada dalam model sehingga pengujian data panel tidak memerlukan uji
asumsi klasik (Gujrati, 2012). Dengan keunggulan regresi data panel maka
implikasinya tidak harus dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam model data

49
panel.

50
3.4 Uji Hipotesis
2 Uji Statistik F
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independent secara
signifikan terhadap variabel dependen. Dimana jika sigifikasi F lebih kecil dari
10% maka variabel independent secara bersama-sama memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen dengan kata lain jika nilai signifikasi F lebih dari 10%
maka variabel independent secara bersama-bersama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen, dimana tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 10%.
3 Uji Statistik t (Parsial)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas
secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikat. Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
independen dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependent
secara nyata. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara
individual mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel independent
lainnya konstan. Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini :
1) H0 diterima dan Ha ditolak ρvalue >0,1 atau bila nilai signifikansi lebih dari
alpha 0,1 berarti variabel independent secara individual dependen.
2) H0 ditolak dan Ha diterima ρvalue<0,1 atau lebih dignifikansi kurang dari
nilai alpha 0,1 berarti variabel independent secara individual berpengaruh
terhadap variabel dependen.
4 Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besarnya proporsi sumbangan
pengaruh dari independen terhadap dependen variabel semakin besar R2 maka
semakin kuat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.5 Operasional Variabel


1. Pertumbuhan Ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota
Provinsi Jambi dari tahun 2019 – 2023 bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam satuan persen

51
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan asli daerah
Kabupaten/Kota Provinsi Jambi Periode 2019 – 2023 dalam satuan persen.
3. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah Dana Alokasi Umum Kabupaten/Kota
Provinsi Jambi Periode 2019 – 2023 dalam satuan persen.
4. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan Dana Alokasi Khusus
Kabupaten/Kota Provinsi Jambi Periode Tahun 2019 – 2023 dalam satuan
persen.

52
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta:


UPP AMP YKPN.
Abdul Halim. 2016. Manajemen Keuangan Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Adisasmita, Raharjo. 2013. Teori-teori Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Adisasmita, Raharjo. 2014. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Adi, W. 2005. Otonomi Daerah dan Optimalisasi Pemanfaatan Sumber
Daya Ekonomi, Jakarta : Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI.
Ali Nurdin Siregar, 2016. Pengaruh Sistem Informasi Akuntasi Penjualan
Terhadap Efektivitas Pengendalian Piutang Perusahaan Metro Padang
Sidimpuan Tahun Anggaran 2014. Jurnal Ilmu Pengetahuan Vol 1
Desember 2016 Hal 2.
Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Budi, Purnomo S. 2009. Oblikasi Daerah Alfabeta Bandung.
Boediono, 1999, Seri Sinopsis Penganiar Ilma Ekonomi No. 4. Teori
Pertumbuhan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta.
Djojohadikusumo, Sumitro, 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar
Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Edisi Pertama,
Jakarta: LP3ES.
Gujarati, Damodar, 2011. Ekonometrika Dasar Terjemahan : Sumarno Zein,
Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, M, 2006. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, Dan Kebijakan.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Kustian, Memen, 2005. Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli
Daerah melalui Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintah Daerah Jurnal
Ilmu Administrasi. Vol. 2 No. 1.

53
Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Mmeperkokoh Basis
Perekonomian Daerah, Ekonomi Rakyat, Jilid 4 No. 3.
Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Rajawali
Pers, Jakarta.
Todaro, Michael, P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi
Ketujuh, Terjemahan HarisMunandar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Widarjono, Agus, 2006. Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Kenangan.
Jakarta: UI.

54

Anda mungkin juga menyukai