Anda di halaman 1dari 52

KEBIJAKAN EKONOMI REGIONAL (EKI 406 A)

SEKTOR UNGGULAN

Oleh:
Kelompok 5

Timothi Deonvaska Soleman (1707511052/09)


I Komang Wiradnyana (1707511062/10)

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN REGULER BUKIT


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya,
paper yang berjudul “Sektor Unggulan Ekonomi daerah” dapat diselesaikan sesuai
dengan yang direncanakan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak


Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si sebagai dosen mata kuliah Kebijakan
Ekonomi Regional serta teman-teman yang telah berkontribusi dalam pembuatan
paper ini sehingga bisa diselesaikan dengan baik. Tujuan dari dibuatnya paper ini
adalah sebagai salah satu syarat menempuh mata kuliah Kebijakan Ekonomi
Regional. Pokok bahasan dalam paper ini ada tiga yaitu fundamental ekonomi
daerah, identifikasi sector unggulan : Location Quotient, Koefisien Lokalisasi dan
Regulasi Upah Minimum Regional.

Penulis menyadari bahwa paper ini tidak akan berhasil tanpa masukan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung
jawab terhadap semua isi paper ini. Penulis berharap paper ini bermanfaat bagi
pihak yang berkepentingan.

Jimbaran, Februari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
BAB III..............................................................................................................................7
3.1 Fundamental Ekonomi Daerah..............................................................................7
3.1.1 Kerangka Konseptual.................................................................................8
3.1.2 Indikator Fundamental Pertumbuhan Ekonomi Daerah............................13
3.2 Identifikasi Sektor Unggulan...............................................................................16
3.2.1 Keunggulan Komparatif...........................................................................16
3.2.2 Location Quotient (Kuosien Lokasi)........................................................20
3.2.3 Analisis Shift-Share..................................................................................24
3.3 Regulasi Dan Upah Minimum Regional...............................................................36
3.3.1 Dasar Pertimbangan dan Penetapan Upah Minimum................................38
3.3.2 Jenis Upah Minimum...............................................................................39
3.3.3 Upah Minimum dan Permasalahannya.....................................................39
3.3.4 Alternatif Penyesuaian Gaji Sesuai Upah Minimum................................41
BAB IV............................................................................................................................43
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................................44
LAMPIRAN.....................................................................................................................45

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang


dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal guna merangsang
perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakatnya. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau
perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya
baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan
perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Dengan
demikian aspek pertumbuhan ekonomi daerah menjadi salah satu indikator
penilaian keberhasilan pelaksanaan pembangunan ekonomi di suatu wilayah yang
diukur dari besaran nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu atau
disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Secara umum pembangunan ekonomi daerah adalah suatu di mana
pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola sumberdaya
yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan
pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah
tersebut (Blakely dalam kuncoro, 2014). Tentu saja makna pembangunan daerah
tersebut amat tergantung dari masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah itu.
Bagaimana daerah mengatasi masalah fundamental yang dihadapi ditentukan oleh
strategi pembangunan yang dipilih. Dalam konteks inilah pentingnya merumuskan
visi dan misi, dan kemudian memilih strategi yang tepat.

Secara umum pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana


Salah satu realitas pembangunan adalah terciptanya kesenjangan pembangunan
antardaerah dan antarkawasan. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah mencoba
untuk melakukan perubahan konsep pembangunan dari pendekatan sektoral

4
menjadi pendekatan regional sejak Repelita VI Pendekatan pengembangan
wilayah dilakukan melalui penataan ruang sebagaimana ditetapkan. dalam
Peraturan Pemerintah No 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), yang bertujuan untuk mengembangkan pola dan struktur
ruang nasional melalui pendekatan kawasan, dan diimplementasikan melalui
penetapan kawasan andalan.

Perbedaan laju pembangunan antardaerah menyebabkan terjadinya


kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antardaerah, terutama antara Jawa
dengan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI) (Haeruman 1996, 41:48, Kuncoro, 2002). Salah satu kebijakan
yang diambil pemerintah untuk mempersempit ketimpangan regional yaitu
diterapkannya kebijakan pembangunan daerah melalui konsep kawasan unggulan,
yang dilakukan berdasarkan potensi yang dimiliki daerah. Dengan kebijakan
tersebut diharapkan akan terjadi keseimbangan tingkat pertumbuhan dan
pendapatan perkapita antarwilayah, sehingga dapat menutup atau paling tidak
mempersempit ketimpangan antara perkembangan ekonomi daerah Jawa dan luar
Jawa, KBI dan KTI.

Kawasan andalan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak


perekonomian wilayah (prime mover), yang memiliki kriteria sebagai kawasan
yang cepat tumbuh dibandingkan daerah lainnya dalam suatu provinsi, memiliki
sektor unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar
(hinterland) (Royat, 1996:15). Pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat
memberikan imbas positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekitar (hinterland),
melalui pemberdayaan sektor/subsektor unggulan sebagai penggerak
perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antardaerah. Penekanan pada
pertumbuhan ekonomi sebagai arah kebijakan penetapan kawasan andalan adalah
mengingat "pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu variabel ekonomi yang
merupakan indikator kunci dalam pembangunan" (Kuncoro, 2000:18).

5
BAB II
RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Fundamental ekonomi daerah tersebut?


2. Bagaimanakah cara mengidentifikasi sector unggulan?
3. Bagaimanakah regulasi dan upah minimum regional?

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Fundamental Ekonomi Daerah.


Fundamental Ekonomi Daerah Menyimak evolusi pergeseran makna
pembangunan, agaknya jelas bahwa dalam penyusunan fundamental ekonomi
diperlukan identifikasi sasaran penyusunan fundamental ekonomi daerah. Kiranya
dalam Rencana Stratejik (Renstra) maupun Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RJPMD) perlu ditegaskan apa sasaran yang hendak dicapai
oleh suatu daerah.

Berdasarkan survei literatur, beberapa sasaran fundamental pembangunan


yang berusaha dicapai oleh banyak daerah adalah:

1. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah.

2. Meningkatkan pendapatan per kapita.

3. Mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan.

4. Meningkatkan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM).

Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) telah


mencanangkan sasaran pembangunan dengan beberapa indikator fundamental
ekonomi daerah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD). Indikator kinerja dan sasaran RPJMD Kaltim 2013 ditetapkan dengan
melakukan perbaikan terhadap tiga agenda utama yaitu: pertama, menciptakan
Kaltim yang aman demokratis dan damai didukung Pemerintahan yang bersih dan
berwibawa. Kedua, mewujudkan ekonomi daerah yang berdaya saing dan pro-
rakyat. Ketiga, meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan rakyat. Target
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) untuk
RPJMD 2013 adalah sebesar 51 persen dan 70 persen Sedangkan untuk target
pertumbuhan ekonomi, laju inflasi dan tingkat pengangguran di Kaltim berturut-
turut adalah sebesar 3,72 persen, 6 persen, dan 7,24 persen. Kualitas SDM dan

7
kesejahteraan rakyat juga diharapkan meningkat dengan naiknya angka harapan
hidup dan turunnya angka kematian bayi di Kaltim pada target RPJMD 2013.

3.1.1 Kerangka Konseptual


Sasaran (1) dan (2) mengindikasikan pentingnya menggunakan dan
mengamati pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita. Dalam
konteks daerah, pertumbuhan ekonomi (rog) dihitung dengan.

Rog = (PDRBt - PDRBt-1) / PDRBt-1 x 100%

Dimana: PDRBt = Produk domestic regional bruto pada tahun t.

PDRBt-1 = Produk domestic regional bruto pada tahun t – 1.

Sedangkan pendapatan per kapita (Ycapita) dihitung dengan:

Ycapita = PDRB / jumlah penduduk

Memang pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi


barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas dari
sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sasaran (3) menunjuk bahwa
manusia, bukan "kue daerah" dan pertumbuhan kue", merupakan hakikat dari
tujuan pembangunan. Sulit dikatakan ada pembangunan bila kemiskinan,
pengangguran, dan ketimpangan masih substansial. Salah satu indikator yang
populer untuk mengukur kinerja pembangunan manusia adalah Human
Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), IPM
mencoba mengukur Kinerja pembangunan manusia dengan skala 0 (sebagai
tingkatan pembangunan manusia yang terendah) hingga 1 (pembangunan manusia
yang tertinggi) berdasarkan atas 3 tujuan atau produk pembangunan, yaitu: (1)
usia panjang yang diukur dengan tingkat harapan hidup: (2) pengetahuan yang
diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat
membaca dan rata-rata tahun sekolah, dan (3) penghasilan yang diukur dengan
pendapatan per kapita riil yang disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli
mata uang di masing-masing daerah dan asumsi menurunnya utilitas marginal
penghasilan dengan cepat.

8
Bagaimanakah keterkaitan antara ketiga sasaran pembangunan tersebut?
Beberapa studi dan kajian menunjukkan beragamnya arah keterkaitan antara
ketiga sasaran fundamental tersebut Gambar 1.1 menunjukkan keterkaitan antara
pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan demokrasi. Pembangunan
manusia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui demokrasi. Pengaruh langsung pembangunan
manusia terhadap pertumbuhan (hubungan 1) dapat dilihat dari penelitian yang
dilakukan oleh Bank Dunia (1993) dan Bank Pembangunan Asia (ADB, 1997),
yang menemukan bahwa tingkat melek huruf yang tinggi, tingkat kematian bayi
yang rendah, dan tingkat kesenjangan dan kemiskinan yang rendah memberikan
kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat di Asia Timur
dan Tenggara.

Gambar 1.1 Virtuous Triangle

1 2

4
Pertumbuhan Ekonomi Demokrasi

3
Sumber: UNSFRS (2000)

Pengaruh tidak langsung pembangunan manusia terhadap pertumbuhan


melalui konsolidasi demokrasi. Tingkat melek huruf yang tinggi, kesehatan yang
baik dan kesamaan kesempatan memungkinkan partisipasi masyarakat dalam
proses politik dan membantu dalam membangun konsensus atas tujuan
pembangunan (hubungan 2). Demokrasi yang partisipatif merupakan alat yang
efektif bagi pengumpulan suara dan resolusi konflik, yang pada gilirannya
meningkatkan stabilitas politik dan sosial. Dengan memberdayakan masyarakat
dan inisiatif lokal maka efisiensi pilihan investasi dan penyediaan jasa meningkat.

9
Dari Gambar 1.2, pembangunan manusia bertindak sebagai variabel
antara (shift variable) dalam hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
demokrasi. Dengan berinvestasi pada pembangunan manusia, sebuah daerah dapat
bergerak ke arah pendapatan per kapita yang lebih tinggi dengan tingkat
demokrasi tertentu melalui efek pertumbuhan langsung. Dampak tidak langsung
dari IPM terhadap pertumbuhan ekonomi lewat demokrasi bertanggung jawab
atas pergeseran non-paralel atas garis demokrasi-pendapatan per kapita. Dengan
kata lain, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan demokrasi semakin kuat
berkat kenaikan IPM.

Gambar 1.2 IPM, Demokrasi, dan tingkat pendapatan

HDI (2)
Pertumbuhan
HDI (1)
PDB

HDI (2) > HDI (1)

Demokrasi

Sumber: UNSFRS (2000)

Demokrasi, dalam literatur konvensional, sering dipandang sebagai sebuah


barang mewah. Artinya, permintaan akan demokrasi meningkat sejalan dengan
meningkatnya tingkat pendapatan per kapita. Berhubungan dengan hal ini adalah
hipotesis cruel choice antara demokrasi dan disiplin. Karena demokrasi berada
pada tahap awal pembangunan bertentangan dengan pertumbuhan ekonomi yang
cepat, maka disiplin lebih dibutuhkan sebuah negara dalam keadaan tersebut dari
pada demokrasi. Ini dikatakan oleh Lee Kuan Yew (1994), perdana menteri
Singapura. Pendapat lain adalah hipotesis dampak merembes ke bawah (trickle

10
down effect), yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan
menetes ke pembangunan manusia. Jika digabungkan, hipotesis "cruel choice"
dan "trickle down", dengan hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi,
dan pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan hubungan linear yang banyak arah
(unidirectional), di mana kekuatan penggeraknya adalah pertumbuhan ekonomi
(lihat Gambar 1.3).

Gambar 1.3 Cruel Choice Trikle Down

Pertumbuhan Ekonomi

Demokrasi Pembangunan Manusia

Sumber: UNSFRS (2000)

Kendati demikian, bukti yang ada untuk hipotesis "cruel choice" dan
"trickle down" tidak begitu meyakinkan. Sebagai contoh, India memiliki tingkat
pendapatan perkapita yang rendah tetapi demokrasi di negara tersebut berjalan
baik. Sebaliknya di Turki, dengan pendapatan per Kapita yang jauh lebih tinggi
tetapi demokrasi tidak lebih baik Negara seperti Srilangka, Costa Rica, Trinidad
dan Tobago telah mencapai pembangunan manusia yang tinggi kendati dengan
pendapatan per kapita yang jauh lebih rendah dibanding Brazil, Turki atau
Republik Dominika,

Model pertumbuhan endogen menyediakan kerangka alternatif untuk


meneliti hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi, dan pertumbuhan
ekonomi. Studi antar negara yang dilakukan oleh Barro (1991) menemukan
hubungan sebab akibat antara tingkat kematian bay dan pendidikan terhadap

11
pertumbuhan ekonomi, yang juga sejalan dengan teori "human capital" Dengan
menyusun hubungan tersebut, Barro menolak hipotesis "trickle down" yang
menyatakan bahwa pembangunan manusia hanya dapat dicapai melalui
pertumbuhan ekonomi yang cepat Dalam kerangka ini, demokrasi tetap menjadi
barang mewah dengan implikasi bahwa negara miskin tidak dapat (atau mungkin
seharusnya tidak) berusaha memiliki demokrasi. Kerangka Barro terlihat pada

Gambar 1.4 Pertumbuhan Endogen dan Demokrasi

Pembangunan Manusia

Pertumbuhan Ekonomi Demokrasi

Sumber: UNSFRS (2000)

Gambar 1.5 Virtous Versi Bhalla

Demokrasi

Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan Manusia


Sumber: UNSFRS
(2000)

Bhalla (1994) membawa perspektif lain bahwa ia menemukan pengaruh


positif demokrasi terhadap pertumbuhan. Penjelasannya bahwa sebuah rezim
demokratik cenderung lebih melindungi properti dan hak kontrak yang sangat
penting untuk berjalannya mekanisme pasar yang didorong oleh sektor swasta.

12
Walaupun Bhalla tidak secara langsung meneliti hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan manusia, dengan membalik sebab akibat,
penemuannya mengimplikasikan pendekatan "trickle down" terhadap
pembangunan. Perhatiannya adalah pada daya tahan demokrasi. Ketika demokrasi
berjalan dengan baik, pertumbuhan ekonomi akan berjalan dengan cepat dan akan
menetes kepada pembangunan manusia.

3.1.2 Indikator Fundamental Pertumbuhan Ekonomi Daerah


1. Pertumbuhan Ekonomi Dan Pendapatan Per kapita Daerah

Alat analisis tipologi daerah digunakan untuk mengetahui gambaran


tentang pola dan struktur pertumbuhan ckonomi masing-masing daerah. Tipologi
daerah pada dasamya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu
pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Dengan
menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata- rata
pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi
menjadi empat klasifikasi, yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (tight
growth and Ittgh imcome), daerah maju tapi tertekan (nigt income but low
growth), daerah berkembang cepat (high grouth but low income), dan daerah
relatif tertinggal (low growth and low income).

Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut (1) daerah cepat maju dan cepat tumbuh,
daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita
yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten/kota di Indonesia; (2) daerah maju
tapi tertekan, daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi
tingkat pertumbuhan ekonominya rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di
Indonesia, (3) daerah berkembang cepat, adalah daerah yang memiliki tingkat
pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding
rata-rata kabupaten/kota di Indonesia; (4) daerah relatif tertinggal adalah daerah
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang
lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di

13
Table 1.1 Tipologi Daerah

PDRBper kapita
(yi > y) (yi > y)
Laju pertum. (r)
(ri > r) Pendapatan tinggi Pendapatan rendah
dan pertumbuhan pertumbuhan tinggi
tinggi
(ri > r) Pendapatan tinggi Pendapatan rendah
dan pertumbuhan pertumbuhan rendah
rendah

Keterangan: r : rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten /kota

y : rata-rata PDRB per kapita kabupaten/kota

ri : pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati (i)

yi : PDRB per kapita kabupaten/kota yang diamati (i)

Indonesia. Disebut "tinggi" apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih


tinggi dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di Indonesia; digolongkan
"rendah" apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan
rata-rata seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

2). Indikator Pembangunan Manusia (IPM) untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota

IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator longevity sebagai


ukuran harapan hidup. pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kombinasi
melek huruf dewasa (berbobot iga per empat) dan gabungan dari rasio pendidikan
tinggi primer, sekunder, tersier bruto (berbobot sepertiga), dan standar hidup
layak (decent standard of living) sebagaimana diukur oleh PDB ril per kapita dan
dinyatakan dalam PPP$. Untuk data Indonesia dalam laporan "Indonesia The

14
National Human Development Report, 2000", diadakan beberapa penyesuaian,
khususnya untuk indikator pengetahuan yang diukur dengan "kombinasi berbobot
sama" antara melek huruf dewasa dan rata-rata lama sekolah, dan standar hidup
laya k, yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (UNSFIRS,
2000).

Ketiga indeks dalam laporan ini berdasarkan data BPS, terutama dari
publikasi berikut ini:

1. SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional).


2. Statistik Indonesia setiap tahun untuk informasi inti.
3. Modul Konsumsi setiap tiga tahun untuk informasi konsumsi.

Komponen longevity diukur dengan menggunakan indikator harapan hidup.


Dalam laporan tersebut, harapan hidup di Indonesia dan 33 provinsi dihitung
dengan menerapkan metode tidak langsung (Metode Brass, varian dari Trussel)
berdasarkan variabel rata-rata jumlah kelahiran hıdup dan jumlah rata-rata anak
yang tetap hidup.

Komponen pengetahuan diukur dengan menggunakan dua indikator yaitu:


tingkat melek huruf dan rata-rata lama berseckolah. Indikator melek huruf
dimaksudkan sebagai jumlah penduduk yang telah berusia 15 tahun atau lebih
yang membaca dan menulis huruf latin sebagai persentase terhadap total jumlah
penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Indikator rata-rata lama sekolah adalah
rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pendidikan penduduk
berusia 15 tahun atau lebih, yang dihitung dengan memasukkan dua variabel
yaitu: gelar yang telah dicapai dan pencapaian tingkat pendidikan (attainment of
education level).

Komponen standar hidup layak diperoleh dengan menggunakan indikator


tingkat konsumsi riil per kapita yang disesuaikan. UNDP memakai PDB per
kapita dengan perhitungan paritas daya beli (PPP US$) sebagai perbandingan
internasional komponen ini Prosedur untuk menghitung konsumsi riil per kapita
yang disesuaikan adalah sebagai berikut:

15
1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari data SUSENAS untuk
setiap provinsi dan kabupaten (=A).
2. Mendeflasi nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi dan
kabupaten (=B), dengan beberapa penyesuaian untuk kabupaten di mana
data harga tidak terkumpul.
3. Menghitung paritas daya beli per unit (PPP/unit) dengan menggunakan
Jakarta sebagai standar. Penghitungan PPP/unit pada dasarnya memakai
metode yang sama seperti yang digunakan dalam Proyek Perbandingan
Internasional dalam standardisasi PDB untuk perbandingan internasional
Penghitungan berdasarkan harga dan jumlah 27 komoditas terpilih seperti
yang tersedia dalam modul konsumsi SUSENAS.
4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C)
5. Menyesuaikan nilai C dengan menerapkan formula Atkinson untuk
mengukur nilai utilitas marginal C (Kuncoro, 2014).

3.2 Identifikasi Sektor Unggulan


Seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk
menganalisis potensi ekonomi wilayahnya. Yang ini terkait dengan kewajiban di
satu sisi menentukan sektor-sektor riil yang perlu dikembangkan agar
perekonomian daerah tumbuh cepat dan disisi lain mampu mengidetifikan factor-
factor lain yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan menentukan apakah
prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah,
masing masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor konoditi yang
diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daeraha untuk melihat
sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan diwilayahnya menjadi semakin
penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik
dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor sertor lain untuk
berkembang.

Ada beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi
relative perekonomian suatu wilayah. Alat analisis itu antara lain keunggulan
komparatif, location quotient, dan analisis shift-share.

16
3.2.1 Keunggulan Komparatif
Istilah comparative advantage (keunggulan komparatif) mula-mula
dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara
dua negara. Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua
negara yang saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri
untuk mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide tersebut
bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting
diperhatikan dalam ekonomi regional.
Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah
adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di
daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan
dan bukan dalam bentuk nilai tambah riel. Apabila keunggulan itu adalah dalam
bentuk nilai tambah riel maka dinamakan keunggulan absolut. Komoditi yang
memiliki keunggulan walaupun hanya dalam bentuk perbandingan, lebih
menguntungkan untuk dikembangkan dibanding dengan komoditi lain yang sama-
sama diproduksi oleh kedua negara atau daerah.
Dalam perdagangan bebas antardaerah, mekanisme pasar mendorong
masing-masing daerah bergerak ke arah sektor yang daerahnya memiliki
keunggulan komparatif. Akan tetapi, mekanisme pasar seringkali bergerak lambat
dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah. Pengetahuan akan keunggulan
komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk
mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang
mengandung keunggulan komparatif. Jadi, apabila sektor yang memiliki
keunggulan komparatif bagi suatu daerah telah diketahui lebih dahulu,
pembangunan sektor itu dapat disegerakan tanpa menunggu tekanan mekanisme
pasar yang sering berjalan lambat. Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan
ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan
daerah. Ricardo menggunakan perbandingan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk menghasilkan produk yang sama untuk dua kegiatan yang berbeda pada dua

17
negara. Namun, saat ini contoh seperti itu tidak relevan lagi karena biaya untuk
menghasilkan suatu produk bukan hanya upah buruh.
Dalam contoh berikut ini akan digunakan perbedaan nilai tambah, yang
berarti di dalamnya telah tercakup seluruh biaya produksi dan harga jual petani.
Misalnya dua provinsi yang bertetangga Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
Sumatra Utara yang masing-masing memproduksi beras dan jagung. Misalnya
pada tingkat produksi saat ini, nilai tambah petani per ha per tahun di kedua
provinsi tersebut secara rata-rata adalah sebagai berikut.
Komoditi NAD Sumatra Utara
Padi Rp 550.000,00 Rp 700.000,00
Jagung Rp 400.000,00 Rp 600.000,00

Dari data di atas jelas petani NAD akan memperoleh pendapatan yang
lebih rendah dari petani Sumatra Utara, tidak peduli apakah yang ditanamnya padi
atau jagung. Hal ini tidak lain karena letak Sumatra Utara lebih dekat ke pasar
konsumen yang membuat harga penjualan petani lebih tinggi. Fakta ini tidak bisa
dielakkan oleh petani NAD tetapi mereka masih bisa menentukan komoditi mana
yang sebaiknya lebih dikembangkan pada masa yang akan datang yang dapat
memberikan lebih banyak keuntungan kepada mereka. Secara perhitungan
sederhana kita melihat.
Untuk komoditi padi, petani NAD memperoleh :
550.000 ,00
700.000 ,00 x 100% = 78,6% dari petani Sumatra Utara

Untuk komoditi jagung, petani NAD memperoleh :


550.000 ,00
700.000 ,00 x 100% = 66,7% dari petani Sumatra Utara
Dengan demikian, bagi petani NAD lebih menguntungkan apabila mereka
mengembangkan padi dan bukan jagung. Tentunya hal ini berlaku sampai batas
perluasan areal penanaman padi tidak menaikkan ongkos atau berkurangnya
produksi sehingga terjadi perbandingan yang terbalik (persentase untuk jagung
lebih tinggi). Perlu diperhatikan bahwa perluasan areal/produksi tersebut masih

18
dapat ditampung oleh pasar sehingga harganya tidak turun. Sebaliknya, bagi
petani Sumatra Utara lebih baik berkonsentrasi pada produksi jagung dan
membeli beras dari NAD. Hal ini membawa keuntungan bagi kedua daerah karena
apabila petani Sumatra Utara juga berkonsentrasi pada produksi padi, harga padi
di Sumatra Utara pun akan turun sedangkan harga jagung akan naik karena supply
rendah disebabkan jumlah jagung yang diproduksi kedua daerah tidak optimum.
Hal ini membuat kedua belah pihak akan rugi.
Pada saat ini istilah yang lebih sering dipakai adalah competitive
advantage (keunggulan kompetitif). Keunggulan kompetitif menganalisis
kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah/luar
negeri/pasar global. Istilah keunggulan kompetitif lebih mudah dimengerti, yaitu
cukup melihat apakah produk yang kita hasilkan bisa dijual di pasar global secara
menguntungkan. Jadi, kita tidak lagi membandingkan potensi komoditi yang sama
di suatu negara dengan negara lainnya, melainkan membandingkan potensi
komoditi suatu negara terhadap komoditi semua negara pesaingnya di pasar
global. Namun demikian, manfaat analisis keunggulan kompetitif bagi suatu
wilayah adalah terbatas karena tidak banyak komoditi yang memenuhi persyaratan
tersebut. Kemampuan memasarkan barang di pasar global sangat terkait dengan
tingkat harga yang sedang berlaku di pasar global padahal di sisi lain harga di
pasar global selalu berfluktuasi. Dengan demikian, analisis keunggulan kompetitif
menjadi tidak langgeng tetapi berdasarkan tingkat harga yang sedang berlaku.
Analisis keunggulan kompafatif tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi harga
karena menggunakan metode perbandingan. Karena semua pihak terkena fluktuasi
harga yang sama maka angka perbandingan tidak berbeda jauh dalam berbagai
tingkat harga. Banyak komoditi yang hanya diproduksi untuk kebutuhan lokal
atau ada yang dipasarkan ke wilayah tetangga tetapi pada saat ini belum mampu
untuk masuk ke pasar global. Sebaliknya, analisis keunggulan komparatif tetap
dapat digunakan untuk melihat apakah komoditi itu memiliki prospek untuk
dikembangkan walaupun saat ini belum mampu memasuki pasar global.
Setidaknya kita mengetahui bahwa dalam rangka perbandingan dengan rata-rata
nasional, wilayah kita berada di atas atau di bawah rata-rata nasional. Keunggulan

19
komparatif dapat dijadikan pertanda awal bahwa komoditi itu punya prospek
untuk juga memiliki keunggulan kompetitif. Setidaknya komoditi itu layak untuk
dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun untuk pasar
tetangga.
3.2.2 Location Quotient (Kuosien Lokasi)
Location quotient (kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah
terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Ada banyak
variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah
(tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja. Berikut ini yang digunakan
adalah nilai tambah (tingkat pendapatan). Rumusnya adalah sebagai berikut.
x1
PDRB
LQ=
Xi
PNB
dimana : xi = Nilai tambah sektor i di suatu daerah
PDRB = Produk domestik regional bruto daerah tersebut
Xi = Nilai tambah sektor i secara nasional
PNB = Produk nasional bruto atau GNP

Catatan: Semestinya menggunakan PRB (produk regional bruto), tetapi karena


seringkali sulit dihitung maka yang biasa digunakan orang adalah
PDRB (produk domestik regional bruto).
Istilah wilayah nasional dapat diartikan untuk wilayah induk/wilayah atasan.
Misalnya, apabila diperbandingkan antara wilayah kabupaten dengan provinsi,
maka provinsi memegang peran sebagai wilayah nasional, dan seterusnya.
Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut di daerah itu lebih
menonjol daripada peranan sektor itu secara nasional. Sebaliknya, apabila LQ < 1
maka peranan sektor itu di daerah tersebut lebih kecil daripada peranan sektor
tersebut secara nasional. LQ > 1 menunjukkan bahwa peranan sektor i cukup
menonjol di daerah tersebut dan seringkali sebagai petunjuk bahwa daerah
tersebut surplus akan produk sektor i dan mengekspornya ke daerah lain. Daerah

20
itu hanya mungkin mengekspor produk ke daerah lain atau luar negeri karena
mampu menghasilkan produk tersebut secara lebih murah atau lebih efisien. Atas
dasar itu LQ > 1 secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa daerah tersebut
memiliki keunggulan komparatif untuk sektor i dimaksud.
Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat
digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor
yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ
tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas
riil daerah tersebut. Adalah lebih tepat untuk melihat secara langsung apakah
komoditi itu memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan terhadap
produk tersebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang
bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya.
Analisis LQ sesuai dengan rumusnya memang sangat sederhana dan
apabila digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu
besar, yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas 1 atau tidak. Akan tetapi,
analisis LQ bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time-
series/trend, artinya dianalisis untuk beberapa kurun waktu tertentu. Dalam hal
ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu sektor tertentu pada kurun waktu
yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini bisa memancing
analisis lebih lanjut, misalnya apabila naik dilihat faktor-faktor yang membuat
daerah kita tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional. Demikian pula apabila
turun, dikaji faktor-faktor yang membuat daerah kita tumbuh lebih lambat dari
rata-rata nasional. Hal ini bisa membantu kita melihat kekuatan/kelemahan
wilayah kita dibandingkan secara relatif dengan wilayah yang lebih luas. Potensi
yang positif digunakan dalam strategi pengembangan wilayah. Adapun faktor-
faktor yang membuat potensi sektor di suatu wilayah lemah, perlu dipikirkan
apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas.
Contoh perhitungan LQ dikemukakan berikut ini. Dalam contoh ini akan
dihitung LQ untuk Kabupaten Deli-Serdang (sebelum pemekaran) untuk tahun
2001 dan 2003. LQ dihitung terhadap Propinsi Sumatra Utara sebagai wilayah
induk. Data yang digunakan adalah data PDRB dalam harga konstan 1993.

21
Table 1.1 Perkembangan LQ Kabupaten Deli-Serdang Tahun 2001 dan 2003

Lapangan PDRB Sum. Utara PDRB Deli-Serdang L.Q. Deli


Usaha/Sektor (Rp. Milyard) Serdang
2001 2003 2001 2003 2001 2003
Pertanian 7.749,60 8.211,36 765,51 768,20 1,118 1,052
Pertambangan/
309,77 361,34 20,57 35,43 0,752 1,102
Penggalian
Industri 5.391,97 5.904,13 778,34 902,61 1,634 1,719
Listrik, Gas, 411,76 462,43 6,05 9,68 0.166 0,235
Air Minum
Bangunan 1.067,02 1.184,49 82,60 91,56 0,876 0,869
Perdagangan, 4.257,11 4.632,71 282,89 319,31 0,752 0,775
Hotel, Restoran
Pengangkutan 2.155,88 2.491,03 73,70 79,91 0,387 0,361
Keuangan, 1.687,49 1.799,28 63,55 68,02 0,426 0,425
Asuransi
Jasa-Jasa 1.880,44 2.024,47 127,65 132,97 0,768 0,738
Jumlah 24.911,04 27.071,2 2.200,8 2.407,96 6,88 7,28
4 6

Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka

(765 , 51÷2 . 200 , 86)


=1 ,118
Contoh Perhitungan : (7 .749 , 60÷24. 911,04
(768 , 20÷2 . 407 , 69)
=1, 052
(8 .211, 36÷27 . 071, 24 , 24
Dari tabel di atas diketahui bahwa pada tahun 2001 hanya 2 sektor yang
LQ nya di atas 1 yaitu sektor pertanian dan sektor industri. Pada tahun 2003 ada 3
sektor yang LQ nya diatas 1 yaitu selain 2 sektor terdahulu juga ditambah sektor
penggalian. Antara tahun 2001 ke tahun 2003 ada 4 sektor yang LQ nya naik
sedangkan 5 sektor lainnya LQ nya turun. Apabila kita mengetahui kondisi
kabupaten yang dianalisis maka dapat dianalisis faktor yang menyebabkan
naiknya atau turunnya LQ tersebut. Untuk Kabupaten Deli-Serdang tersebut di
atas dapat dibuat perkiraan faktor penyebab sebagai berikut.

22
1. Sektor Pertanian LQ nya di atas 1 namun menurun dari tahun 2001 ke tahun
2003. Deli-Serdang berbatasan dengan Medan sebagai ibukota Provinsi
Sumatra Utara. Sektor pertanian terutama perkebunan sudah lama terbangun
jadi sudah lebih terolah dibanding dengan rata-rata kabupaten lainnya. Namun
lahan pertanian di Deli-Serdang sudah terbatas sedangkan kabupaten lain
masih mampu melakukan perluasan areal.
2. Sektor Pertambangan/Penggalian pada tahun 2001 LQ nya masih di bawah 1
tetapi pada tahun 2003 telah meningkat menjadi di atas 1. Di Deli-Serdang
sektor ini didominasi oleh kegiatan penggalian terutama berasal dari
pengambilan batu koral, kerikil, dan pasir dari sungai serta penggalian tanah
timbun. Peningkatan ini terutama terkait dengan meningkatnya konstruksi
bangunan di kota Medan dan juga di Deli-Serdang. Deli-Serdang memiliki
keunggulan komparatif sebagai penyedia bahan galian untuk konstruksi
bangunan karena dekat dengan pasar yaitu kota Medan.
3. Sektor Industri LQ jauh di atas 1 dan terus meningkat di tahun 2003. Hal ini
terkait dengan fungsi kota Medan sebagai pusat pertumbuhan wilayah
Sumatra Bagian Utara. Karena di kota Medan lokasi industri sudah dibatasi,
industri baru umumnya mengambil lokasi di Deli-Serdang. Prospek ini
diperkirakan akan terus berlanjut.
4. Sektor Listrik, Gas, Air minum, LQ nya sangat rendah walaupun terjadi
peningkatan ke tahun 2003. Hal ini terkait dengan pelanggan umumnya berada
di perkotaan dibanding dengan di pedesaan. Namun terjadi peningkatan
terutama karena kebutuhan sektor industri yang makin meningkat.
5. Sektor bangunan, LQ nya di bawah 1 dan sedikit menurun di tahun 2003.
Patut diduga penyebabnya karena pesatnya penambahan bangunan di
perkotaan sehingga peran kabupaten menjadi menurun.
6. Sektor perdagangan, hotel, restauran, LQ nya di bawah 1 tetapi sedikit
menaik. Peran sektor seperti ini memang rendah di kabupaten dibanding
dengan di perkotaan. Naiknya LQ sektor ini diduga karena makin banyak
bagian wilayah Deli-Serdang yang mengarah menjadi perkotaan.

23
7. Sektor pengangkutan, sektor keuangan dan asuransi, dan sektor jasa-jasa, LQ
nya umumnya rendah dan cenderung turun. Patut diduga penyebabnya karena
pesatnya pertumbuhan sektor ini di perkotaan sehingga peran di kabupaten
menjadi menurun.
Untuk melihat lebih jauh bagi sektor tertentu yang perannya menurun
karena kalah bersaing di perkotaan maka dapat dibandingkan dengan LQ sesama
kabupaten tetangga. Apabila di kabupaten tetangga LQ menaik sedangkan di
kabupaten kita menurun, maka perlu didalami permasalahannya secara lebih
serius.
Demikian contoh analisis sederhana yang dapat dibuat terkait dengan
menggunakan metode LQ. Analisis yang lebih tajam dapat dibuat dengan
mengurai sektor-sektor. Misalnya, sektor dirinci atas subsektor atau bahkan per
komiditi (sepanjang data tersedia untuk wilayah kita dan wilayah nasional)
kemudian dihitung LQ nya. Dengan demikian, faktor penyebabnya dapat
dianalisis lebih tajam dengan melibatkan para ahli untuk subsektor atau komoditi
tersebut baik di bidang teknis maupun di bidang pemasarannya.

3.2.3 ANALISIS SHIFT-SHARE


Analisis shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan
berbagai sektor (industri) di daerah kita dengan wilayah nasional. Akan tetapi,
metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ. Metode LQ tidak
memberikan penjelasan atas faktor penyebab perubahan sedangkan metode shift-
share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini
menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan
perubahan struklur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun
waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab
pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah dalam kaitannya dengan ekonomi
nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai industrial mix
analysis, karena komposisi industri yang ada sangat memengaruhi laju
pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi di wilayah
tersebut termasuk ke dalam kelompok industri yang secara nasional memang

24
berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau
tidak. Analisis shift-share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai
tambah. Akan tetapi, yang terbanyak digunakan adalah variabel lapangan kerja
karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka
sebaiknya menggunakan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama.
Karena apabila tidak maka bobotnya (nilai riilnya) bisa tidak sama dan
perbandingan itu menjadi tidak valid.
1. Konsep dan Definisi
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total ( E ) dapat
diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponan share sering pula
disebut komponen national share. Komponen national share (N) adalah
banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi
perubahannnya sama dengan laju pertambahan nasional selama periode studi. Hal
ini dapat dipakai sebagai kriteria lanjutan bagi daerah yang bersangkutan untuk
mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari
pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share
dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-
daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih
lambat/ merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara
nasional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu
proportional shift component (P) dan differential shift component (D).
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai
komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto
yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang
bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam
sektor-sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan negatif di daerah-daerah
yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan
lambat atau bahkan sedang merosot.
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen
lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya

25
shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang
tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada
tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu
daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang
melimpah/efisien, akan mempunyai differential shift component yang positif,
sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai
komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional
yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional shift adalah akibat
dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan
differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja kliusus di
daerah yang bersangkutan.
Dengan menggunakan notasi aljabar, berbagai hubungan antara
komponen-komponen di atas dapat dinyatakan pada uraian berikut ini. Akan
tetapi, sebelum mengemukakan rumus hubungan, terlebih dahulu akan
dikemukakan notasi yang dipergunakan berikut ini.
 = Pertambahan, angka akhir (tahun t) dikurangi dengan angka awal (tahun
t - n)
N = National atau wilayah nasional/wilayah yang lebih tinggi jenjangnya
r = Region atau wilayah analisis
E = Employment atau banyaknya lapangan kerja
i = Sektor industri
t = Tahun
t–n = Tahun awal
t + m = Tahun proyeksi
Ns = National share
P = Proportional shift
D = Differential shift
Hubungan antara komponen tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

 Er = Er,t – Er, t-n

26
Aninya, pertambahan lapangan kerja regional adalah banyaknya lapangan kerja
pada tahun akhir (t) dikurangi dengan jumlah lapangan kerja pada tahun awal (t -
n).
Persamaan di atas berlaku untuk total lapangan kerja di wilayah tersebut. Hal ini
dapat juga dilihat secara per sektor sebagai berikut.

 Er.i = Er, i, t – Er, i, t-n

Artinya, pertambahan lapangan kerja regional sektor i adalah jumlah lapangan


kerja sektor i pada tahun akhir (t) dikurangkan dengan lapangan kerja sektor i
pada tahun awal (t - n).
Pertambahan lapangan kerja regional sektor i ini dapat diperinci atas pengaruh
dari National share, Proportional share, dan Differential shift. Dalam notasi
aljabar hal itu adalah

 E r, i, t = (Ns i + P r, i + D r, i )

Peranan National share (N :) adalah seandainya pertambahan lapangan kerja


regional sektor i tersebut sama dengan proporsi pertambahan lapangan kerja
nasional secara rata-rata. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut.
Ns i, t = E r, i, t-n = (E N, t / E N, t-n ) - E r, i, t-n
Proportional shift (Pr,i) adalah melihat pengaruh sektor i secara nasional terhadap
pertumbuhan lapangan kerja sektor i pada region yang dianalisis. Hal ini dapat
dituliskan sebagai berikut.

P r, i, t = {(E N, i, t / E N, i, t-n ) - (E N, t / E N, t-n ) x E r, i, t-n

Hasil yang sama dapat juga diperoleh dengan menggunakan rumus:

ΔE N , i, t ΔE N , t

P r, i, t =
( −
) E
EN , i, t−n E N , t−n r , i, t−n

Differential shift (Dr,i) menggambarkan penyimpangan antara pertumbuhan sektor


i di wilayah analisis terhadap pertumbuhan sektor i secara nasional. Hal ini dapat
dituliskan sebagai berikut.

27
D r, i, t = {E r, i, t - E N, i, t-n / E N, i, t-n ) E r, i, t-n}

Hasil yang sama dapat juga diperoleh dengan menggunakan rumus:

ΔE r , i, t ΔE N , i, t

D r, i, t =
( −
)
Er , i, t−n E N , i, t−n
x Er , i, t−n

Perlu diingat bahwa apabila kita hendak melihat pengaruhnya terhadap seluruh
wilayah analisis maka angka untuk masing-masing sektor harus ditambahkan.
Persamaan untuk seluruh wilayah adalah sebagai berikut.
A Er = (Ns + Pr + Dr)
dimana :
n
∑ {Er , i, t−n ( E N , t / E N , t−n ) − E r , i, t−n}
Ns 1 = t=1

n
∑ [{( E N , i , t /E N , i, t−n )−( E N ,t /E N , t−n )} x E r , i, t−n ]
P r, t = t=1

n
∑ [{Er , i, t−n−( E N , i, t / E N , i, t−n ) − E r , i, t−n }]
Dr,t = t=1

Perlu diingat bahwa :


Σ E N, i, t = E N, t
Σ E r, i, t = E r, t
dan seterusnya

2. Rumus untuk Proyeksi:

Seandainya secara nasional (wilayah yang lebih tinggi jenjangnya) telah dibuat
proyeksi lapangan kerja per sektor untuk tahun t + m maka lapangan kerja di
daerah tersebut dapat diproyeksikan.
Proyeksi ini untuk national share dan proportional share adalah sama dengan
rumus yang lalu, hanya t - n diganti dengan t, dan t diganti dengan t + m. Dengan
demikian rumusnya adalah sebagai berikut.

28
Proyeksi National share :

Ns i, t + m = E r, i, t (E N, t + m / E N t) – E r, i, t

Proyeksi Proportional share :

P r, i, t + m = E r, i, t x {(E N, i, t + m / E N, i, t) – E N, t + m / E N t)}

Differential shift:

Sedangkan untuk proyeksi differential shift, dianggap sama dengan differential


shift masa lalu dikalikan indeks penyesuaian kenaikan lapangan kerja nasional.
Jadi. rumusnya:
D r, i, t + m = D r, i, t x (E N, i, t + m / E N, i, t)
Ketiga rumus diatas dapat juga digabung dan menghasilkan rumus proyeksi
langsung sebagai berikut.
EN , i, t+m m Dr , i, t

E r, i, t + m = Er,i,t
( +
E N ,i ,t n Er , i, t−n )
3. Contoh Pemakaian Rumus
Di bawah ini diberikan contoh penggunaan rumus baik untuk perhitungan
perubahan masa lalu maupun untuk proyeksinya. Misalnya, data yang tersedia
adalah lapangan kerja untuk tahun 1995 dan 2000 untuk Kabupaten Deli Serdang
sebagai wilayah analisis dan Provinsi Sumatra Utara sebagai wilayah yang lebih
luas atau lebih tinggi statusnya (dalam rumus dinyatakan sebagai nasional). Selain
itu, lapangan kerja untuk wilayah Sumatra Utara telah ada proyeksinya untuk
tahun 2005. Atas dasar itu, dibuat proyeksi lapangan kerja tahun 2005 untuk
Kabupaten Deli Serdang sebagai wilayah analisis.

29
Analisis Perubahan Lapangan Kerja Kabupaten Deli Serdang dengan
Metode Shift-Share
Table 1.2 Data Masa Lalu dan Proyeksi Wilayah Nasional (Sumatra Utara)
Proyeksi
Sumatra Utara Deli Serdang
Sumatra Utara
Sektor 1995 2000 1995 2000 2005
E N,i,t-n E N,i,t E r,i,t-n E r,i,t E N,i,t+m
Pertanian 2.352.250 2.550.659 323.827 354.126 2.733.658
Penggalian 19.964 19.738 2.695 2.677 19.262
Industri 258.981 348.611 67.672 91.229 463.214
Listrik, gas, dan air 9.841 14.483 2.288 3.387 21.040
Bangunan 114.820 147.059 32.307 41.491 185.923
Perdagangan 447.908 592.201 70.587 93.810 772.893
Pengangkutan & Komunikasi 158.298 201.685 23.254 29.781 253.654
Keuangan/jasa perusahaan 20.124 24.452 2.418 2.960 29.330
Jasa sosial/perorangan 473.953 547.928 76.031 86.542 625.288
Lainnya 559 418 55 40 310
Jumlah 3.856.698 4.447.234 601.134 706.043 5.104.572
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka

Table 1.3 Perhitungan National Share (Ns)


E r,i, t-n E N,t/EN,t-n (c) National Share
(a) (b) (a) x (b) (c) – (a)
Pertanian 323.827 1,1531 373.405 49.578
Penggalian 2.695 1,1531 3.108 413
Industri 67.672 1,1531 78.034 10.362
Listrik, gas, dan air 2.288 1,1531 2.638 350
Bangunan 32.307 1,1531 37.253 4.946
Perdagangan 70.587 1,1531 81.394 10.807
Pengangkutan & Komunikasi 23.254 1,1531 26.814 3.560
Keuangan/jasa perusahaan 2.418 1,1531 2.788 370
Jasa sosial/perorangan 76.031 1,1531 87.671 11.640
Lainnya 55 1,1531 63 8
Jumlah 601.134 11,5312 693.168 92.034
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka

30
Table 1.4 Perhitungan Proportional Shift (P)
Proportional
Sektor E r,i,t-n E N,i,t/EN,i,t-n E N,t/EN,t-n (d) Share
(a) (b) (c) (b) – (c) (a) x (d)
Pertanian 323.827 1,0843 1,1531 -0,0688 -22.279,30
Penggalian 2.695 0,9887 1,1531 -0,1644 -443,06
Industri 67.672 1,3461 1,1531 0,1930 13.060,70
Listrik, gas, dan air 2.288 1,4717 1,1531 0,3186 728,96
Bangunan 32.307 1,2808 1,1531 0,1277 4.125,60
Perdagangan 70.587 1,3221 1,1531 0,1690 11.929,20
Pengangkutan & Komunikasi 23.254 1,2741 1,1531 0,1210 2.812,73
Keuangan/jasa perusahaan 2.418 1,2151 1,1531 0,0619 149,67
Jasa sosial/perorangan 76.031 1,1561 1,1531 0,0030 228,09
Lainnya 55 0,7478 1,1531 -0,4053 -22,29
Jumlah 601.134 11,8867 11,5312 0,3557 10.290,3
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka

Table 1.5 Perhitungan Differential Shift (D)


Differential
Sektor E r,i,t E N,i,t/EN,i,t-n E r,i,t-n (d) Shift
(a) (b) (c) (b) x (c) (a) - (d)
Pertanian 354.126 1,0843 323.827 351.126 3.000
Penggalian 2.677 0,9887 2.695 2.665 13
Industri 91.229 1,3461 67.672 91.093 136
Listrik, gas, dan air 3.387 1,4717 2.288 3.367 20
Bangunan 41.491 1,2808 32.307 41.379 113
Perdagangan 93.810 1,3221 70.587 93.323 487
Pengangkutan & Komunikasi 29.781 1,2741 23.254 29.628 153
Keuangan/jasa perusahaan 2.960 1,2151 2.418 2.938 22
Jasa sosial/perorangan 86.542 1,1561 76.031 87.899 -1.357
Lainnya 40 0,7478 55 41 -1
Jumlah 706.043 11,8867 601.134 703.459 2.586
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka

Checking: Total pertambahan lapangan kerja Kabupaten Deli Serdang:


Lapangan kerja 2000 – Lapangan kerja 1995) = 104.909
Total National Share 92.034
Total Proportional Share 10.290,3
Total Differential Shift 2.586
Jumlah 104.910,3

Dari hasil perhitungan di atas berdasarkan analisis secara global, diketahui


bahwa sektor industri yang banyak menyumbang tambahan lapangan kerja di Deli

31
Serdang (87,7%) adalah sama dengan sektor industri yang banyak menyumbang
tambahan lapangan kerja di Provinsi Sumatra Utara. Deli-Serdang memiliki
industri yang dalam ukuran Sumatera Utara berkembang pesat. Artinya industri
seperti ini agak terkonsentrasi di Deli-Serdang dan hal ini menyumbang tambahan
lapangan pekerjaan sebesar 9,8%. Ada industri khusus yang memiliki keunggulan
komparatif di Deli-Serdang dibanding dengan Sumatra Utara dan hal ini
menyumbang tambahan lapangan kerja sebesar 2,4%. Analisis dapat juga dibuat
per sektor sehingga diketahui komponen apa pada masing-masing sektor yang
memberi tambahan lapangan pekerjaan. Dengan bantuan tenaga ahli yang
mengetahui sektor-sektor itu secara mendalam (teknis dan pemasaran), dapat
ditentukan jenis industri atau kegiatan mana saja yang memiliki keunggulan
komparatif dan perlu dipacu pertumbuhannya di masa yang akan datang.

Table 1.6 Proyeksi Lapangan Kerja Kab. Deli Serdang untuk Tahun 2005
E r,i,t E N,t+m/EN,t (c) National Share
(a) (b) (a) x (b) (c) – (a)
Pertanian 354.126 1,1478 406.466 52.340
Penggalian 2.677 1,1478 3.073 396
Industri 91.229 1,1478 104.713 13.484
Listrik, gas, dan air 3.387 1,1478 3.888 501
Bangunan 41.491 1,1478 47.623 6.132
Perdagangan 93.810 1,1478 107.675 13.865
Pengangkutan & Komunikasi 29.781 1,1478 34.183 4.402
Keuangan/jasa perusahaan 2.960 1,1478 3.398 438
Jasa sosial/perorangan 86.542 1,1478 99.333 12.791
Lainnya 40 1,1478 46 6
Jumlah 706.043 11,4781 810.398 104.355
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka

Table 1.7 Proyeksi Proportional Share


Proportional
Sektor E r,i,t-n E N,i,t+m/EN,i,t E N,t+m/EN,t (d) Share
(a) (b) (c) (b) – (c) (a) x (d)
Pertanian 354.126 1,0717 1,1478 -0,0761 -26.949
Penggalian 2.677 0,9759 1,1478 -0,1719 -460

32
Industri 91.229 1,3287 1,1478 0,1809 16.503
Listrik, gas, dan air 3.387 1,4527 1,1478 0,3049 1.033
Bangunan 41.491 1,2643 1,1478 0,1165 4.834
Perdagangan 93.810 1,3051 1,1478 0,1573 14.756
Pengangkutan & Komunikasi 29.781 1,2577 1,1478 0,1099 3.273
Keuangan/jasa perusahaan 2.960 1,1995 1,1478 0,0517 153
Jasa sosial/perorangan 86.542 1,1412 1,1478 0,0066 -571
Lainnya 40 0,7410 1,1478 0,4062 -16
Jumlah 706.043 11,7385 11,4781 0,2604 12.556
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka

Table 1.7 Proyeksi Differential Shift

Differential Shift Indeks Perubahan Differential Shift


Masa Lalu E N,i,t+m/EN,i,t yang Disesuaikan
(a) (b) (a) x (b)
Pertanian 2.985 1,0717 3.199
Penggalian 13 0,9759 13
Industri 137 1,3287 182
Listrik, gas, dan air 20 1,4527 29
Bangunan 113 1,2643 143
Perdagangan 483 1,3051 630
Pengangkutan & Komunikasi 153 1,2577 192
Keuangan/jasa perusahaan 22 1,1995 26
Jasa sosial/perorangan -1.356 1,1412 -1.548
Lainnya -1 0,7416 -1
Jumlah 2.568 11,7385 2.867
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka
Table 1.8 Rekapitulasi faktor pengubah dalam proyeksi lapangan kerja Kab. Deli
Serdang dari tahun 2000 ke tahun 2005.
Lap. Kerja Perubahan karena faktor : Lap. Kerja
Sektor 2000 National Proportiona Differential 2005
E r,i,t Share l Share Shift E r,i,t+m
(a) (b) (c) (d) (a+b+c+d)
Pertanian 354.126 52.340 -26.949 3.199 382.732
Penggalian 2.677 396 -460 13 2.625
Industri 91.229 13.484 16.503 182 121.400
Listrik, gas, dan air 3.387 501 1.033 29 4.950
Bangunan 41.491 6.132 4.834 143 52.599
Perdagangan 93.810 13.865 14.756 630 123.064
Pengangkutan & Komunikasi 29.781 4.402 3.273 192 37.648
Keuangan/jasa perusahaan 2.960 438 153 26 3.577
Jasa sosial/perorangan 86.542 12.791 -571 -1.548 97.214
Lainnya 40 6 -16 -1 29
Jumlah 706.043 104.355 12.556 2.867 825.838

E N , i, t+m m Dr , i

Proyeksi langsung dengan rumus : E r,i,t+m = E r,t,t


[ +
E N , i, t n Er , i ,t−n ]
33
Sektor E r,i,t E N,i,t+m / EN,i,t m / n D r,i,t / b+ E r,i,t+m
(b) E r,i,t-n (c x d)
(a) (c) (e) (a) x (e)
Pertanian 354.126 1,0717 1 0,0092 1,0809 382.775
Penggalian 2.677 0,9759 1 0,0046 0,9805 2.625
Industri 91.229 1,3287 1 0,0020 1,3307 121.398
Listrik, gas, dan air 3.387 1,4527 1 0,0086 1,4613 4.949
Bangunan 41.491 1,2643 1 0,0035 1,2678 52.602
Perdagangan 93.810 1,3051 1 0,0068 1,3120 123.079
Pengangkutan & Komunikasi 29.781 1,2577 1 0,0066 1,2643 37.652
Keuangan/jasa perusahaan 2.960 1,1995 1 0,0091 1,2086 3.578
Jasa sosial/perorangan 86.542 1,1412 1 -0,0178 1,1234 97.221
Lainnya 40 0,7410 1 ,0,0205 0,7211 29
Jumlah 706.043 11,7385 10 11,6127 825.908
Catatan : Perbedaan disebabkan oleh pembulatan

3 Faktor-Faktor yang Bisa Membuat Suatu Daerah Memiliki Keunggulan


Komparatif
Faktor-faktor yang bisa membuat suatu daerah memiliki keunggulan
komparatif (comparative advantage) dapat berupa kondisi alam, yaitu sesuatu
yang sudah given tetapi dapat juga karena usaha-usaha manusia. Suatu wilayah
memiliki keunggulan komparatif karena salah satu faktor atau gabungan dari
beberapa faktor yang akan diuraikan berikut ini. Faktor-faktor yang dapat
membuat sesuatu wilayah memiliki keunggulan komparatif dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
1. Pemberian alam, yaitu karena kondisi alam akhirnya wilayah itu memiliki
keunggulan untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Pemberian alam,
antara lain deposit bahan tambang (minyak, gas, emas, bijih besi, timah, dan
lainnya); kondisi tanah yang khas (misalnya tanah Deli untuk produksi
tembakau Deli); pemandangan yang indah (misalnya Danau Toba dan alam
pegunungan Karo); serta potensi alam (misalnya air terjun untuk pembangkit
listrik dan sumber air panas untuk pembangkit listrik).
2. Masyarakatnya menguasai teknologi mutakhir (menemukan hal-hal baru)
untuk jenis produk tertentu, contoh: masyarakat Jepang, Amerika, dan Jerman.

34
3. Masyarakatnya menguasai keterampilan khusus, misalnya ukiran Jepara,
ukiran Bali, dan kain songket batu bara.
4. Wilayah itu dekat dengan pasar, misalnya lokasi pabrik batu bata di sekitar
Lubuk Pakam dan Tanjung Morawa karena dekat dengan pasar, yaitu Medan.
5. Wilayah dengan aksesibilitas yang tinggi, misalnya Singapura dengan lalu
lintas yang ramai (baik darat, laut, maupun udara) membuat angkutan barang/
penumpang bisa lebih cepat, tepat waktu, dan lebih murah karena banyak
pilihan.
6. Daerah konsentrasi/sentra dari suatu kegiatan sejenis, misalnya produksi
sepatu di Cibaduyut (Jabar) dan sayur-mayur di Tanah Karo. Daerah sentra
bisa menjamin kepastian adanya barang dalam kualitas dan kuantitas yang
diinginkan dan ini bisa menurunkan biaya pemasaran/biaya transportasi.
7. Daerah agglomerasi dari berbagai kegiatan, yaitu memanfaatkan keuntungan
agglomerasi, yaitu efisiensi dalam biaya produksi dan kemudahan dalam
pemasaran.
8. Upah buruh yang rendah dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta
didukung oleh keterampilan yang memadai dan mentalitas yang mendukung.
Pengertian upah buruh yang rendah adalah relatif, artinya harus dikaitkan
dengan produktivitas.
9. Mentalitas masyarakat yang sesuai untuk pembangunan: jujur, terbuka, mau
bekerja keras, dan disiplin sehingga lingkungan kehidupan aman, tertib, dan
teratur. Kondisi masyarakat seperti ini akan menjamin kelangsungan investasi,
biaya investasi dan biaya operasi yang lebih rendah dan efisien.
10. Kebijakan pemerintah, antara lain dengan menciptakan salah satu/beberapa
faktor yang menciptakan keunggulan seperti disebutkan di atas. Ada juga cara
yang bisa dilakukan pemerintah yaitu dengan memberikan subsidi untuk
mendorong sektor tertentu. Akan tetapi, hal ini haruslah bersifat sementara
sehingga akhirnya bisa bersaing tanpa subsidi. Selama pemerintah masih
memberikan subsidi, keunggulan tersebut adalah keunggulan semu. Sistem
subsidi ini sering membuat pihak luar negeri, pembeli barang menuduh tidak
fair dan mencurigai adanya praktik dumping.

35
3.3 Regulasi Dan Upah Minimum Regional.
Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan
oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada
pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Penetapan upah
dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan
Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan
pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan
mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan
dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam provinsi tersebut yang dianggap
representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL)-dulu disebut
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah
minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. Komponen
kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum
berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).

Upah minimum regional atau yang sering disingkat dengan UMR,


tentunya merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Untuk saat ini,
upah minimum regional atau UMR di kenal juga dengan istilah UMP (Upah
Minimum Provinsi), karena ruang lingkupnya sebatas satu provinsi. Setelah
otonomi daerah diberlakukan penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum
Kota/Kabupaten (UMK). Menurut Permen no.1 Th. 1999 Pasal 1 ayat 1, Upah
Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk
tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki
pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan
melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan
Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan.Apabila kita merujuk ke Pasal
94 Undang-Undang (UU) no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap,maka besarnya upah

36
pokok sedikit-dikitnya 75 % dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Definisi
tunjangan tetap disini adalah tunjangan yang pembayarannya dilakukan secara
teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran atau pencapaian prestasi kerja
contohnya: tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi, tunjangan keluarga,
tunjangan keahlian/profesi. Beda halnya dengan tunjangan makan dan
transportasi, tunjangan itu bersifat tidak tetap karena penghitungannya
berdasarkan kehadiran atau performa kerja.
Penggunaan peraturan upah minimum mengikuti prinsip “lex specialis
deroga lex generalis” yaitu bila ada peraturan yang lebih khusus maka yang lebih
umum tidak berlaku. Jadi hanya ada satu peraturan upah minimum yang berlaku
untuk setiap perusahaan. Misalnya, jika seorang bekerja di kabupaten suatu
provinsi, tetapi di kabupaten tersebut belum menetapkan UMK maka yang
berlaku padanya adalah UMP. Jika UMK sudah ada di kapubaten tempat mereka
bekerja, maka upah minimum yang berlaku adalah UMK. Bila pekerja tersebut
bekerja di sektor retail dan di kabupaten tersebut telah di tetapkan UM Sektoral
Kabupaten (UMSK) maka Upah Minimum yang digunakan adalah Upah
Minimum Sektoral Kabupaten di daerah tersebut. Di beberapa kota tertentu
terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan; Upah minimum
juga ditetapkan berdasarkan jenis pekerjaan (bukan hanya sektor). Upah
Minimum berlaku di 33 provinsi dan kurang lebih 340
kabupaten/kotamadya di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2008, terdapat
176.986 perusahaan sektor formal (punya legalitas seperti PT,CV) tercatat
memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), di tahun 2011 diperkirakan
meningkat menjadi 197.000 yang tercatat.Data Statistik tahun 2010, menunjukan
angkatan kerja mencapai 116 juta; dengan jumlah penduduk yang bekerja
mencapai 107,41 juta jiwa dan sisanya 8,96 juta jiwa merupakan pengangguran
terbuka. Dari 107,41 juta jumlah penduduk yang bekerja terdapat 33,96 juta
orang yang bekerja dibawah 35 jam/minggu yang dikategorikan sebagai setengah
menganggur.
Dewan Pengupahan bertanggung jawab melakukan kajian studi mengenai
Upah Minimum yang nantinya akan diserahkan kepada Gubernur,

37
Walikota/Bupati masing-masing daerah. Dewan Pengupahan sendiri terdiri
dari 3 unsur, yaitu Pemerintah,Pengusaha dan Serikat Pekerja.

3.3.1 Dasar Pertimbangan dan Penetapan Upah Minimum


1. Sebagai jaring pengaman agar nilai upah tidak melorot dibawah kebutuhan
hidup minimum.
2. Sebagai wujud pelaksanaan Pancasila, UUD 45 dan GBHN secara nyata.
3. Agar hasil pembangunan tidak hanya dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat
yang memiliki kesempatan, tetapi perlu menjangkau sebagian
terbesar masyarakat berpenghasilan rendah dan keluarganya.
4. Sebagai satu upaya pemerataan pendapatan dan proses
penumbuhan kelas menengah
5. Kepastian hukum bagi perlindungan atas hak – hak dasar Buruh dan
keluarganya sebagai warga negara Indonesia.
6. Merupakan indikator perkembangan ekonomi Pendapatan Perkapita.

3.3.2 Jenis Upah Minimum


1. Upah Minimum Sektoral Provinsi
Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS Provinsi) adalah Upah Minimum
yang berlaku secara sektoral di seluruh Kabupaten/Kota di satu
Provinsi. Upah Minimum Sektoral Provinsi ditetapkan di beberapa
provinsi atas dasar kesepakatan antara organisasi pengusaha dan
organisasi sektoral pekerja.
2. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota
Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/kota) adalah
Upah Minimum yang berlaku secara Sektoral di Daerah
Kabupaten/Kota.Upah Minimum sektoral di tingkat Provinsi dan
kabupaten/kotamadya adalah hasil Perundingan antara pengusaha dan
serikat pekerja dan ditetapkan oleh Gubernur.
3. Upah Minimum Provinsi

38
Upah Minimum Provinsi adalah Upah Minimum yang berlaku untuk
seluruh Kabupaten/Kota di satu Provinsi. Besarnya Upah Minimum
Provinsi ditetapkan Oleh Gubernur berdasarkan usulan dari Komisi
Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan
Daerah.
4. Upah Minimum Kabupaten/Kota
Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah Upah Minimum yang berlaku di
Daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan
usulan dari Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan
Ketenagakerjaan Daerah.Upah minimum Kabupaten/Kota lebih besar
dari Upah Minimum Provinsi.
3.3.3 Upah Minimum dan Permasalahannya
Di Indonesia, hingga saat ini kebijakan upah minimum masih menjadi
acuan pengupahan bagi buruh. Kebijakan upah minimum yang diambil oleh
Pemerintah Indonesia pada akhir 80-an menandai dimulainya campur tangan
Pemerintah dalam menentukan tingkat upah. Pemikiran dasar penetapan upah
minimum adalah bahwa upah minimum merupakan langkah untuk menuju
dicapainya penghasilan yang layak untuk mencapai kesejahteraan pekerja untuk
memperhatikan aspek produktivitas dan kemajuan perusahaan.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa
upah minimum yang diterima buruh seharusnya mampu memenuhi Kebutuhan
Hidup Layak (KHL). UU ini kemudian diterjemahkan dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Per-17/Men/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, yang mengatur bahwa Upah
Minimum ditetapkan oleh Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota
setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan yang
melakukan survei KHL. Dari sisi Pengusaha meliputi keberatan Pengusaha
terhadap kenaikan tahunan upah minimum dianggap sebagai beban sedangkan di
sisi Pekerja persoalan yang muncul meliputi tak patuhnya pengusaha
terhadap ketentuan upah minimum daya bayar upah minimum yang rata-rata

39
hanya dapat memenuhi 80% KHL yang dijadikan dasar penetapan upah
minimum.
Persoalan lain adalah kebijakan  Upah minimum yang sebenarnya hanya
ditujukan untuk buruh lajang dengan masa kerja kurang dari 1 tahun, kemudian
diberlakukan juga untuk buruh dengan masa kerja lebih dari 1 tahun dan menjadi
upah maksimum karena pengusaha pada umumnya tidak mau memberikan upah
lebih dari upah minimum. Karena diberlakukan juga untuk buruh dengan masa
kerja lebih dari 1 tahun dan sebagian besar sudah berkeluarga, maka upah
minimum yang perhitungannya didasarkan pada KHL buruh lajang, tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga buruh yang sudah berkeluarga.
Persoalan lain dalam upah minimum adalah dibukanya peluang
penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha sebagaimana tercantum
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/MEN/1999 serta tidak
efektifnya peraturan mengenai pemberian sanksi bagi perusahaan yang melakukan
dalam pelanggaran terhadap peraturan pemberian upah minimum. Dalam
peraturan tersebut di atas, disebutkan bahwa upah minimum adalah upah bulanan
terendah yang terdiri atas upah pokok plus tunjangan tetap. Sementara itu, dalam
UU No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa komponen upah terdiri atas upah pokok
dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah
upah pokok dan tunjangan tetap. Dalam kenyataannya, mengubah komposisi
tersebut merupakan praktik yang umum dilakukan oleh Perusahaan.

3.3.4 Alternatif Penyesuaian Gaji Sesuai Upah Minimum


Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) untuk setiap awal
tahun selalu diwarnai dengan ‘konflik’ antara pihak pekerja dan pengusaha.
Pekerja dengan demo atau mogok kerjanya, sedangkan pengusaha dengan
ancaman penutupan perusahaannya. Fenomena tersebut selalu terjadi pada
triwulan terakhir setiap tahun.
Dengan segala ketidakpuasan di salah satu pihak tentunya -pekerja atau
pengusaha- faktanya per 1 Januari 2013 Keputusan Gubernur tentang UMK tahun
2013 harus dilaksanakan, sesuai dengan  Undang-undang No. 13 Tahun 2003

40
pasal 90 yang mencantumkan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum. Besaran UMK Tahun 2013 di Daerah Istimewa
Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur DIY No. 370/KEP/2012
tertanggal 20 Nopember 2012. Pengajuan penangguhan bagi perusahaan yang
keberatan dengan besaran UMK yang telah diputuskan tersebut telah berlalu.
Dengan demikian, para pengelola perusahaan harus berkomitmen untuk
membayar karyawannya sesuai ketentuan. Apabila pengusaha membayar upah
lebih rendah dari UMK yang ditetapkan akan dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Sanksi tersebut sebagaimana
disebutkan dalam pasal 185 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Saat ini banyak sekali para buruh melakukan Demonstrasi untuk menuntut
kenaikan Upah mereka karena setiap tahunnya memang harga-harga barang selalu
naik mengikuti Inflasi yang terjadi.  Disamping itu upah minimum para buruh
belum memenuhi jumlah layak, maka dari itu di tahun 2013 ini Jumlah UMR
minimal 100% sama seperti Angka Kehidupan Layak atau KHL di setiap Kota,
Kabupaten maupun Provinsi.

41
BAB IV
SIMPULAN

4.1 Sasaran Penyusunan Fundamental Ekonomi Daerah Menyimak evolusi


pergeseran makna pembangunan, agaknya jelas bahwa dalam penyusunan
fundamental ekonomi diperlukan identifikasi sasaran penyusunan
fundamental ekonomi daerah. Adapun indicator yang digunakan dalam
pembangunan daerah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per kapita Daerah.

4.2 Setelah otonomi daerah, masing masing daerah sudah lebih bebas dalam
menetapkan sektor konoditi yang diprioritaskan pengembangannya.
Kemampuan pemerintah daeraha untuk melihat sektor yang memiliki
keunggulan/kelemahan diwilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang
memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik dikembangkan dan

42
diharapkan dapat mendorong sektor sertor lain untuk berkembang. Ada
beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi
relative perekonomian suatu wilayah. Alat analisis itu antara lain keunggulan
komparatif, location quotient, dan analisis shift-share.

4.3 Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan
oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada
pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Adapun jenis-jenis upah minimum regional seperti: Upah Minimum Sektoral
Provinsi, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota, Upah Minimum
Provinsi, Upah Minimum Kabupaten/Kota.

DAFTAR RUJUKAN

Mudjarad, Kuncoro. 2014. Otonomi Daerah Menuju Era Baru Pembangunan


Daerah. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Robinson. 2012. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi.
Jakarta: PT BumiAksara.
Lincoln Arsyad, 1997. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta: STIE Pembangunan.
https://www.kemnaker.go.id/ (diakses pada tanggal 10 Februari 2020).
http://akuntansipublikums.blogspot.com/2016/01/makalah-ekonomi-ketentuan-
upah-minimum.html

43
LAMPIRAN

44
45
46
47
48
49
50
51
52

Anda mungkin juga menyukai