SEKTOR UNGGULAN
Oleh:
Kelompok 5
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya,
paper yang berjudul “Sektor Unggulan Ekonomi daerah” dapat diselesaikan sesuai
dengan yang direncanakan.
Penulis menyadari bahwa paper ini tidak akan berhasil tanpa masukan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung
jawab terhadap semua isi paper ini. Penulis berharap paper ini bermanfaat bagi
pihak yang berkepentingan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
BAB III..............................................................................................................................7
3.1 Fundamental Ekonomi Daerah..............................................................................7
3.1.1 Kerangka Konseptual.................................................................................8
3.1.2 Indikator Fundamental Pertumbuhan Ekonomi Daerah............................13
3.2 Identifikasi Sektor Unggulan...............................................................................16
3.2.1 Keunggulan Komparatif...........................................................................16
3.2.2 Location Quotient (Kuosien Lokasi)........................................................20
3.2.3 Analisis Shift-Share..................................................................................24
3.3 Regulasi Dan Upah Minimum Regional...............................................................36
3.3.1 Dasar Pertimbangan dan Penetapan Upah Minimum................................38
3.3.2 Jenis Upah Minimum...............................................................................39
3.3.3 Upah Minimum dan Permasalahannya.....................................................39
3.3.4 Alternatif Penyesuaian Gaji Sesuai Upah Minimum................................41
BAB IV............................................................................................................................43
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................................44
LAMPIRAN.....................................................................................................................45
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
menjadi pendekatan regional sejak Repelita VI Pendekatan pengembangan
wilayah dilakukan melalui penataan ruang sebagaimana ditetapkan. dalam
Peraturan Pemerintah No 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), yang bertujuan untuk mengembangkan pola dan struktur
ruang nasional melalui pendekatan kawasan, dan diimplementasikan melalui
penetapan kawasan andalan.
5
BAB II
RUMUSAN MASALAH
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
kesejahteraan rakyat juga diharapkan meningkat dengan naiknya angka harapan
hidup dan turunnya angka kematian bayi di Kaltim pada target RPJMD 2013.
8
Bagaimanakah keterkaitan antara ketiga sasaran pembangunan tersebut?
Beberapa studi dan kajian menunjukkan beragamnya arah keterkaitan antara
ketiga sasaran fundamental tersebut Gambar 1.1 menunjukkan keterkaitan antara
pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan demokrasi. Pembangunan
manusia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui demokrasi. Pengaruh langsung pembangunan
manusia terhadap pertumbuhan (hubungan 1) dapat dilihat dari penelitian yang
dilakukan oleh Bank Dunia (1993) dan Bank Pembangunan Asia (ADB, 1997),
yang menemukan bahwa tingkat melek huruf yang tinggi, tingkat kematian bayi
yang rendah, dan tingkat kesenjangan dan kemiskinan yang rendah memberikan
kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat di Asia Timur
dan Tenggara.
1 2
4
Pertumbuhan Ekonomi Demokrasi
3
Sumber: UNSFRS (2000)
9
Dari Gambar 1.2, pembangunan manusia bertindak sebagai variabel
antara (shift variable) dalam hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
demokrasi. Dengan berinvestasi pada pembangunan manusia, sebuah daerah dapat
bergerak ke arah pendapatan per kapita yang lebih tinggi dengan tingkat
demokrasi tertentu melalui efek pertumbuhan langsung. Dampak tidak langsung
dari IPM terhadap pertumbuhan ekonomi lewat demokrasi bertanggung jawab
atas pergeseran non-paralel atas garis demokrasi-pendapatan per kapita. Dengan
kata lain, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan demokrasi semakin kuat
berkat kenaikan IPM.
HDI (2)
Pertumbuhan
HDI (1)
PDB
Demokrasi
10
down effect), yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan
menetes ke pembangunan manusia. Jika digabungkan, hipotesis "cruel choice"
dan "trickle down", dengan hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi,
dan pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan hubungan linear yang banyak arah
(unidirectional), di mana kekuatan penggeraknya adalah pertumbuhan ekonomi
(lihat Gambar 1.3).
Pertumbuhan Ekonomi
Kendati demikian, bukti yang ada untuk hipotesis "cruel choice" dan
"trickle down" tidak begitu meyakinkan. Sebagai contoh, India memiliki tingkat
pendapatan perkapita yang rendah tetapi demokrasi di negara tersebut berjalan
baik. Sebaliknya di Turki, dengan pendapatan per Kapita yang jauh lebih tinggi
tetapi demokrasi tidak lebih baik Negara seperti Srilangka, Costa Rica, Trinidad
dan Tobago telah mencapai pembangunan manusia yang tinggi kendati dengan
pendapatan per kapita yang jauh lebih rendah dibanding Brazil, Turki atau
Republik Dominika,
11
pertumbuhan ekonomi, yang juga sejalan dengan teori "human capital" Dengan
menyusun hubungan tersebut, Barro menolak hipotesis "trickle down" yang
menyatakan bahwa pembangunan manusia hanya dapat dicapai melalui
pertumbuhan ekonomi yang cepat Dalam kerangka ini, demokrasi tetap menjadi
barang mewah dengan implikasi bahwa negara miskin tidak dapat (atau mungkin
seharusnya tidak) berusaha memiliki demokrasi. Kerangka Barro terlihat pada
Pembangunan Manusia
Demokrasi
12
Walaupun Bhalla tidak secara langsung meneliti hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan manusia, dengan membalik sebab akibat,
penemuannya mengimplikasikan pendekatan "trickle down" terhadap
pembangunan. Perhatiannya adalah pada daya tahan demokrasi. Ketika demokrasi
berjalan dengan baik, pertumbuhan ekonomi akan berjalan dengan cepat dan akan
menetes kepada pembangunan manusia.
13
Table 1.1 Tipologi Daerah
PDRBper kapita
(yi > y) (yi > y)
Laju pertum. (r)
(ri > r) Pendapatan tinggi Pendapatan rendah
dan pertumbuhan pertumbuhan tinggi
tinggi
(ri > r) Pendapatan tinggi Pendapatan rendah
dan pertumbuhan pertumbuhan rendah
rendah
14
National Human Development Report, 2000", diadakan beberapa penyesuaian,
khususnya untuk indikator pengetahuan yang diukur dengan "kombinasi berbobot
sama" antara melek huruf dewasa dan rata-rata lama sekolah, dan standar hidup
laya k, yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (UNSFIRS,
2000).
Ketiga indeks dalam laporan ini berdasarkan data BPS, terutama dari
publikasi berikut ini:
15
1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari data SUSENAS untuk
setiap provinsi dan kabupaten (=A).
2. Mendeflasi nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi dan
kabupaten (=B), dengan beberapa penyesuaian untuk kabupaten di mana
data harga tidak terkumpul.
3. Menghitung paritas daya beli per unit (PPP/unit) dengan menggunakan
Jakarta sebagai standar. Penghitungan PPP/unit pada dasarnya memakai
metode yang sama seperti yang digunakan dalam Proyek Perbandingan
Internasional dalam standardisasi PDB untuk perbandingan internasional
Penghitungan berdasarkan harga dan jumlah 27 komoditas terpilih seperti
yang tersedia dalam modul konsumsi SUSENAS.
4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C)
5. Menyesuaikan nilai C dengan menerapkan formula Atkinson untuk
mengukur nilai utilitas marginal C (Kuncoro, 2014).
Ada beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi
relative perekonomian suatu wilayah. Alat analisis itu antara lain keunggulan
komparatif, location quotient, dan analisis shift-share.
16
3.2.1 Keunggulan Komparatif
Istilah comparative advantage (keunggulan komparatif) mula-mula
dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara
dua negara. Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua
negara yang saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri
untuk mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide tersebut
bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting
diperhatikan dalam ekonomi regional.
Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah
adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di
daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan
dan bukan dalam bentuk nilai tambah riel. Apabila keunggulan itu adalah dalam
bentuk nilai tambah riel maka dinamakan keunggulan absolut. Komoditi yang
memiliki keunggulan walaupun hanya dalam bentuk perbandingan, lebih
menguntungkan untuk dikembangkan dibanding dengan komoditi lain yang sama-
sama diproduksi oleh kedua negara atau daerah.
Dalam perdagangan bebas antardaerah, mekanisme pasar mendorong
masing-masing daerah bergerak ke arah sektor yang daerahnya memiliki
keunggulan komparatif. Akan tetapi, mekanisme pasar seringkali bergerak lambat
dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah. Pengetahuan akan keunggulan
komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan untuk
mendorong perubahan struktur perekonomian daerah ke arah sektor yang
mengandung keunggulan komparatif. Jadi, apabila sektor yang memiliki
keunggulan komparatif bagi suatu daerah telah diketahui lebih dahulu,
pembangunan sektor itu dapat disegerakan tanpa menunggu tekanan mekanisme
pasar yang sering berjalan lambat. Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan
ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan
daerah. Ricardo menggunakan perbandingan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk menghasilkan produk yang sama untuk dua kegiatan yang berbeda pada dua
17
negara. Namun, saat ini contoh seperti itu tidak relevan lagi karena biaya untuk
menghasilkan suatu produk bukan hanya upah buruh.
Dalam contoh berikut ini akan digunakan perbedaan nilai tambah, yang
berarti di dalamnya telah tercakup seluruh biaya produksi dan harga jual petani.
Misalnya dua provinsi yang bertetangga Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
Sumatra Utara yang masing-masing memproduksi beras dan jagung. Misalnya
pada tingkat produksi saat ini, nilai tambah petani per ha per tahun di kedua
provinsi tersebut secara rata-rata adalah sebagai berikut.
Komoditi NAD Sumatra Utara
Padi Rp 550.000,00 Rp 700.000,00
Jagung Rp 400.000,00 Rp 600.000,00
Dari data di atas jelas petani NAD akan memperoleh pendapatan yang
lebih rendah dari petani Sumatra Utara, tidak peduli apakah yang ditanamnya padi
atau jagung. Hal ini tidak lain karena letak Sumatra Utara lebih dekat ke pasar
konsumen yang membuat harga penjualan petani lebih tinggi. Fakta ini tidak bisa
dielakkan oleh petani NAD tetapi mereka masih bisa menentukan komoditi mana
yang sebaiknya lebih dikembangkan pada masa yang akan datang yang dapat
memberikan lebih banyak keuntungan kepada mereka. Secara perhitungan
sederhana kita melihat.
Untuk komoditi padi, petani NAD memperoleh :
550.000 ,00
700.000 ,00 x 100% = 78,6% dari petani Sumatra Utara
18
dapat ditampung oleh pasar sehingga harganya tidak turun. Sebaliknya, bagi
petani Sumatra Utara lebih baik berkonsentrasi pada produksi jagung dan
membeli beras dari NAD. Hal ini membawa keuntungan bagi kedua daerah karena
apabila petani Sumatra Utara juga berkonsentrasi pada produksi padi, harga padi
di Sumatra Utara pun akan turun sedangkan harga jagung akan naik karena supply
rendah disebabkan jumlah jagung yang diproduksi kedua daerah tidak optimum.
Hal ini membuat kedua belah pihak akan rugi.
Pada saat ini istilah yang lebih sering dipakai adalah competitive
advantage (keunggulan kompetitif). Keunggulan kompetitif menganalisis
kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah/luar
negeri/pasar global. Istilah keunggulan kompetitif lebih mudah dimengerti, yaitu
cukup melihat apakah produk yang kita hasilkan bisa dijual di pasar global secara
menguntungkan. Jadi, kita tidak lagi membandingkan potensi komoditi yang sama
di suatu negara dengan negara lainnya, melainkan membandingkan potensi
komoditi suatu negara terhadap komoditi semua negara pesaingnya di pasar
global. Namun demikian, manfaat analisis keunggulan kompetitif bagi suatu
wilayah adalah terbatas karena tidak banyak komoditi yang memenuhi persyaratan
tersebut. Kemampuan memasarkan barang di pasar global sangat terkait dengan
tingkat harga yang sedang berlaku di pasar global padahal di sisi lain harga di
pasar global selalu berfluktuasi. Dengan demikian, analisis keunggulan kompetitif
menjadi tidak langgeng tetapi berdasarkan tingkat harga yang sedang berlaku.
Analisis keunggulan kompafatif tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi harga
karena menggunakan metode perbandingan. Karena semua pihak terkena fluktuasi
harga yang sama maka angka perbandingan tidak berbeda jauh dalam berbagai
tingkat harga. Banyak komoditi yang hanya diproduksi untuk kebutuhan lokal
atau ada yang dipasarkan ke wilayah tetangga tetapi pada saat ini belum mampu
untuk masuk ke pasar global. Sebaliknya, analisis keunggulan komparatif tetap
dapat digunakan untuk melihat apakah komoditi itu memiliki prospek untuk
dikembangkan walaupun saat ini belum mampu memasuki pasar global.
Setidaknya kita mengetahui bahwa dalam rangka perbandingan dengan rata-rata
nasional, wilayah kita berada di atas atau di bawah rata-rata nasional. Keunggulan
19
komparatif dapat dijadikan pertanda awal bahwa komoditi itu punya prospek
untuk juga memiliki keunggulan kompetitif. Setidaknya komoditi itu layak untuk
dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun untuk pasar
tetangga.
3.2.2 Location Quotient (Kuosien Lokasi)
Location quotient (kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah
terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Ada banyak
variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah
(tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja. Berikut ini yang digunakan
adalah nilai tambah (tingkat pendapatan). Rumusnya adalah sebagai berikut.
x1
PDRB
LQ=
Xi
PNB
dimana : xi = Nilai tambah sektor i di suatu daerah
PDRB = Produk domestik regional bruto daerah tersebut
Xi = Nilai tambah sektor i secara nasional
PNB = Produk nasional bruto atau GNP
20
itu hanya mungkin mengekspor produk ke daerah lain atau luar negeri karena
mampu menghasilkan produk tersebut secara lebih murah atau lebih efisien. Atas
dasar itu LQ > 1 secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa daerah tersebut
memiliki keunggulan komparatif untuk sektor i dimaksud.
Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat
digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor
yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ
tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas
riil daerah tersebut. Adalah lebih tepat untuk melihat secara langsung apakah
komoditi itu memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan terhadap
produk tersebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang
bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya.
Analisis LQ sesuai dengan rumusnya memang sangat sederhana dan
apabila digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu
besar, yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas 1 atau tidak. Akan tetapi,
analisis LQ bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time-
series/trend, artinya dianalisis untuk beberapa kurun waktu tertentu. Dalam hal
ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu sektor tertentu pada kurun waktu
yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini bisa memancing
analisis lebih lanjut, misalnya apabila naik dilihat faktor-faktor yang membuat
daerah kita tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional. Demikian pula apabila
turun, dikaji faktor-faktor yang membuat daerah kita tumbuh lebih lambat dari
rata-rata nasional. Hal ini bisa membantu kita melihat kekuatan/kelemahan
wilayah kita dibandingkan secara relatif dengan wilayah yang lebih luas. Potensi
yang positif digunakan dalam strategi pengembangan wilayah. Adapun faktor-
faktor yang membuat potensi sektor di suatu wilayah lemah, perlu dipikirkan
apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas.
Contoh perhitungan LQ dikemukakan berikut ini. Dalam contoh ini akan
dihitung LQ untuk Kabupaten Deli-Serdang (sebelum pemekaran) untuk tahun
2001 dan 2003. LQ dihitung terhadap Propinsi Sumatra Utara sebagai wilayah
induk. Data yang digunakan adalah data PDRB dalam harga konstan 1993.
21
Table 1.1 Perkembangan LQ Kabupaten Deli-Serdang Tahun 2001 dan 2003
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka
22
1. Sektor Pertanian LQ nya di atas 1 namun menurun dari tahun 2001 ke tahun
2003. Deli-Serdang berbatasan dengan Medan sebagai ibukota Provinsi
Sumatra Utara. Sektor pertanian terutama perkebunan sudah lama terbangun
jadi sudah lebih terolah dibanding dengan rata-rata kabupaten lainnya. Namun
lahan pertanian di Deli-Serdang sudah terbatas sedangkan kabupaten lain
masih mampu melakukan perluasan areal.
2. Sektor Pertambangan/Penggalian pada tahun 2001 LQ nya masih di bawah 1
tetapi pada tahun 2003 telah meningkat menjadi di atas 1. Di Deli-Serdang
sektor ini didominasi oleh kegiatan penggalian terutama berasal dari
pengambilan batu koral, kerikil, dan pasir dari sungai serta penggalian tanah
timbun. Peningkatan ini terutama terkait dengan meningkatnya konstruksi
bangunan di kota Medan dan juga di Deli-Serdang. Deli-Serdang memiliki
keunggulan komparatif sebagai penyedia bahan galian untuk konstruksi
bangunan karena dekat dengan pasar yaitu kota Medan.
3. Sektor Industri LQ jauh di atas 1 dan terus meningkat di tahun 2003. Hal ini
terkait dengan fungsi kota Medan sebagai pusat pertumbuhan wilayah
Sumatra Bagian Utara. Karena di kota Medan lokasi industri sudah dibatasi,
industri baru umumnya mengambil lokasi di Deli-Serdang. Prospek ini
diperkirakan akan terus berlanjut.
4. Sektor Listrik, Gas, Air minum, LQ nya sangat rendah walaupun terjadi
peningkatan ke tahun 2003. Hal ini terkait dengan pelanggan umumnya berada
di perkotaan dibanding dengan di pedesaan. Namun terjadi peningkatan
terutama karena kebutuhan sektor industri yang makin meningkat.
5. Sektor bangunan, LQ nya di bawah 1 dan sedikit menurun di tahun 2003.
Patut diduga penyebabnya karena pesatnya penambahan bangunan di
perkotaan sehingga peran kabupaten menjadi menurun.
6. Sektor perdagangan, hotel, restauran, LQ nya di bawah 1 tetapi sedikit
menaik. Peran sektor seperti ini memang rendah di kabupaten dibanding
dengan di perkotaan. Naiknya LQ sektor ini diduga karena makin banyak
bagian wilayah Deli-Serdang yang mengarah menjadi perkotaan.
23
7. Sektor pengangkutan, sektor keuangan dan asuransi, dan sektor jasa-jasa, LQ
nya umumnya rendah dan cenderung turun. Patut diduga penyebabnya karena
pesatnya pertumbuhan sektor ini di perkotaan sehingga peran di kabupaten
menjadi menurun.
Untuk melihat lebih jauh bagi sektor tertentu yang perannya menurun
karena kalah bersaing di perkotaan maka dapat dibandingkan dengan LQ sesama
kabupaten tetangga. Apabila di kabupaten tetangga LQ menaik sedangkan di
kabupaten kita menurun, maka perlu didalami permasalahannya secara lebih
serius.
Demikian contoh analisis sederhana yang dapat dibuat terkait dengan
menggunakan metode LQ. Analisis yang lebih tajam dapat dibuat dengan
mengurai sektor-sektor. Misalnya, sektor dirinci atas subsektor atau bahkan per
komiditi (sepanjang data tersedia untuk wilayah kita dan wilayah nasional)
kemudian dihitung LQ nya. Dengan demikian, faktor penyebabnya dapat
dianalisis lebih tajam dengan melibatkan para ahli untuk subsektor atau komoditi
tersebut baik di bidang teknis maupun di bidang pemasarannya.
24
berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau
tidak. Analisis shift-share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai
tambah. Akan tetapi, yang terbanyak digunakan adalah variabel lapangan kerja
karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka
sebaiknya menggunakan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama.
Karena apabila tidak maka bobotnya (nilai riilnya) bisa tidak sama dan
perbandingan itu menjadi tidak valid.
1. Konsep dan Definisi
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total ( E ) dapat
diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponan share sering pula
disebut komponen national share. Komponen national share (N) adalah
banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi
perubahannnya sama dengan laju pertambahan nasional selama periode studi. Hal
ini dapat dipakai sebagai kriteria lanjutan bagi daerah yang bersangkutan untuk
mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari
pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share
dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-
daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih
lambat/ merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara
nasional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu
proportional shift component (P) dan differential shift component (D).
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai
komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto
yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang
bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam
sektor-sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan negatif di daerah-daerah
yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan
lambat atau bahkan sedang merosot.
Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen
lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya
25
shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang
tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada
tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Jadi, suatu
daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya yang
melimpah/efisien, akan mempunyai differential shift component yang positif,
sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai
komponen yang negatif.
Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional
yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional shift adalah akibat
dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan
differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja kliusus di
daerah yang bersangkutan.
Dengan menggunakan notasi aljabar, berbagai hubungan antara
komponen-komponen di atas dapat dinyatakan pada uraian berikut ini. Akan
tetapi, sebelum mengemukakan rumus hubungan, terlebih dahulu akan
dikemukakan notasi yang dipergunakan berikut ini.
= Pertambahan, angka akhir (tahun t) dikurangi dengan angka awal (tahun
t - n)
N = National atau wilayah nasional/wilayah yang lebih tinggi jenjangnya
r = Region atau wilayah analisis
E = Employment atau banyaknya lapangan kerja
i = Sektor industri
t = Tahun
t–n = Tahun awal
t + m = Tahun proyeksi
Ns = National share
P = Proportional shift
D = Differential shift
Hubungan antara komponen tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
26
Aninya, pertambahan lapangan kerja regional adalah banyaknya lapangan kerja
pada tahun akhir (t) dikurangi dengan jumlah lapangan kerja pada tahun awal (t -
n).
Persamaan di atas berlaku untuk total lapangan kerja di wilayah tersebut. Hal ini
dapat juga dilihat secara per sektor sebagai berikut.
E r, i, t = (Ns i + P r, i + D r, i )
ΔE N , i, t ΔE N , t
P r, i, t =
( −
) E
EN , i, t−n E N , t−n r , i, t−n
27
D r, i, t = {E r, i, t - E N, i, t-n / E N, i, t-n ) E r, i, t-n}
ΔE r , i, t ΔE N , i, t
D r, i, t =
( −
)
Er , i, t−n E N , i, t−n
x Er , i, t−n
Perlu diingat bahwa apabila kita hendak melihat pengaruhnya terhadap seluruh
wilayah analisis maka angka untuk masing-masing sektor harus ditambahkan.
Persamaan untuk seluruh wilayah adalah sebagai berikut.
A Er = (Ns + Pr + Dr)
dimana :
n
∑ {Er , i, t−n ( E N , t / E N , t−n ) − E r , i, t−n}
Ns 1 = t=1
n
∑ [{( E N , i , t /E N , i, t−n )−( E N ,t /E N , t−n )} x E r , i, t−n ]
P r, t = t=1
n
∑ [{Er , i, t−n−( E N , i, t / E N , i, t−n ) − E r , i, t−n }]
Dr,t = t=1
Seandainya secara nasional (wilayah yang lebih tinggi jenjangnya) telah dibuat
proyeksi lapangan kerja per sektor untuk tahun t + m maka lapangan kerja di
daerah tersebut dapat diproyeksikan.
Proyeksi ini untuk national share dan proportional share adalah sama dengan
rumus yang lalu, hanya t - n diganti dengan t, dan t diganti dengan t + m. Dengan
demikian rumusnya adalah sebagai berikut.
28
Proyeksi National share :
Ns i, t + m = E r, i, t (E N, t + m / E N t) – E r, i, t
P r, i, t + m = E r, i, t x {(E N, i, t + m / E N, i, t) – E N, t + m / E N t)}
Differential shift:
E r, i, t + m = Er,i,t
( +
E N ,i ,t n Er , i, t−n )
3. Contoh Pemakaian Rumus
Di bawah ini diberikan contoh penggunaan rumus baik untuk perhitungan
perubahan masa lalu maupun untuk proyeksinya. Misalnya, data yang tersedia
adalah lapangan kerja untuk tahun 1995 dan 2000 untuk Kabupaten Deli Serdang
sebagai wilayah analisis dan Provinsi Sumatra Utara sebagai wilayah yang lebih
luas atau lebih tinggi statusnya (dalam rumus dinyatakan sebagai nasional). Selain
itu, lapangan kerja untuk wilayah Sumatra Utara telah ada proyeksinya untuk
tahun 2005. Atas dasar itu, dibuat proyeksi lapangan kerja tahun 2005 untuk
Kabupaten Deli Serdang sebagai wilayah analisis.
29
Analisis Perubahan Lapangan Kerja Kabupaten Deli Serdang dengan
Metode Shift-Share
Table 1.2 Data Masa Lalu dan Proyeksi Wilayah Nasional (Sumatra Utara)
Proyeksi
Sumatra Utara Deli Serdang
Sumatra Utara
Sektor 1995 2000 1995 2000 2005
E N,i,t-n E N,i,t E r,i,t-n E r,i,t E N,i,t+m
Pertanian 2.352.250 2.550.659 323.827 354.126 2.733.658
Penggalian 19.964 19.738 2.695 2.677 19.262
Industri 258.981 348.611 67.672 91.229 463.214
Listrik, gas, dan air 9.841 14.483 2.288 3.387 21.040
Bangunan 114.820 147.059 32.307 41.491 185.923
Perdagangan 447.908 592.201 70.587 93.810 772.893
Pengangkutan & Komunikasi 158.298 201.685 23.254 29.781 253.654
Keuangan/jasa perusahaan 20.124 24.452 2.418 2.960 29.330
Jasa sosial/perorangan 473.953 547.928 76.031 86.542 625.288
Lainnya 559 418 55 40 310
Jumlah 3.856.698 4.447.234 601.134 706.043 5.104.572
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka
30
Table 1.4 Perhitungan Proportional Shift (P)
Proportional
Sektor E r,i,t-n E N,i,t/EN,i,t-n E N,t/EN,t-n (d) Share
(a) (b) (c) (b) – (c) (a) x (d)
Pertanian 323.827 1,0843 1,1531 -0,0688 -22.279,30
Penggalian 2.695 0,9887 1,1531 -0,1644 -443,06
Industri 67.672 1,3461 1,1531 0,1930 13.060,70
Listrik, gas, dan air 2.288 1,4717 1,1531 0,3186 728,96
Bangunan 32.307 1,2808 1,1531 0,1277 4.125,60
Perdagangan 70.587 1,3221 1,1531 0,1690 11.929,20
Pengangkutan & Komunikasi 23.254 1,2741 1,1531 0,1210 2.812,73
Keuangan/jasa perusahaan 2.418 1,2151 1,1531 0,0619 149,67
Jasa sosial/perorangan 76.031 1,1561 1,1531 0,0030 228,09
Lainnya 55 0,7478 1,1531 -0,4053 -22,29
Jumlah 601.134 11,8867 11,5312 0,3557 10.290,3
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka
31
Serdang (87,7%) adalah sama dengan sektor industri yang banyak menyumbang
tambahan lapangan kerja di Provinsi Sumatra Utara. Deli-Serdang memiliki
industri yang dalam ukuran Sumatera Utara berkembang pesat. Artinya industri
seperti ini agak terkonsentrasi di Deli-Serdang dan hal ini menyumbang tambahan
lapangan pekerjaan sebesar 9,8%. Ada industri khusus yang memiliki keunggulan
komparatif di Deli-Serdang dibanding dengan Sumatra Utara dan hal ini
menyumbang tambahan lapangan kerja sebesar 2,4%. Analisis dapat juga dibuat
per sektor sehingga diketahui komponen apa pada masing-masing sektor yang
memberi tambahan lapangan pekerjaan. Dengan bantuan tenaga ahli yang
mengetahui sektor-sektor itu secara mendalam (teknis dan pemasaran), dapat
ditentukan jenis industri atau kegiatan mana saja yang memiliki keunggulan
komparatif dan perlu dipacu pertumbuhannya di masa yang akan datang.
Table 1.6 Proyeksi Lapangan Kerja Kab. Deli Serdang untuk Tahun 2005
E r,i,t E N,t+m/EN,t (c) National Share
(a) (b) (a) x (b) (c) – (a)
Pertanian 354.126 1,1478 406.466 52.340
Penggalian 2.677 1,1478 3.073 396
Industri 91.229 1,1478 104.713 13.484
Listrik, gas, dan air 3.387 1,1478 3.888 501
Bangunan 41.491 1,1478 47.623 6.132
Perdagangan 93.810 1,1478 107.675 13.865
Pengangkutan & Komunikasi 29.781 1,1478 34.183 4.402
Keuangan/jasa perusahaan 2.960 1,1478 3.398 438
Jasa sosial/perorangan 86.542 1,1478 99.333 12.791
Lainnya 40 1,1478 46 6
Jumlah 706.043 11,4781 810.398 104.355
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka
32
Industri 91.229 1,3287 1,1478 0,1809 16.503
Listrik, gas, dan air 3.387 1,4527 1,1478 0,3049 1.033
Bangunan 41.491 1,2643 1,1478 0,1165 4.834
Perdagangan 93.810 1,3051 1,1478 0,1573 14.756
Pengangkutan & Komunikasi 29.781 1,2577 1,1478 0,1099 3.273
Keuangan/jasa perusahaan 2.960 1,1995 1,1478 0,0517 153
Jasa sosial/perorangan 86.542 1,1412 1,1478 0,0066 -571
Lainnya 40 0,7410 1,1478 0,4062 -16
Jumlah 706.043 11,7385 11,4781 0,2604 12.556
Sumber: PDRB: BPS-Sumatra Utara Dalam Angka dan Kab. Deli-Serdang Dalam Angka
E N , i, t+m m Dr , i
34
3. Masyarakatnya menguasai keterampilan khusus, misalnya ukiran Jepara,
ukiran Bali, dan kain songket batu bara.
4. Wilayah itu dekat dengan pasar, misalnya lokasi pabrik batu bata di sekitar
Lubuk Pakam dan Tanjung Morawa karena dekat dengan pasar, yaitu Medan.
5. Wilayah dengan aksesibilitas yang tinggi, misalnya Singapura dengan lalu
lintas yang ramai (baik darat, laut, maupun udara) membuat angkutan barang/
penumpang bisa lebih cepat, tepat waktu, dan lebih murah karena banyak
pilihan.
6. Daerah konsentrasi/sentra dari suatu kegiatan sejenis, misalnya produksi
sepatu di Cibaduyut (Jabar) dan sayur-mayur di Tanah Karo. Daerah sentra
bisa menjamin kepastian adanya barang dalam kualitas dan kuantitas yang
diinginkan dan ini bisa menurunkan biaya pemasaran/biaya transportasi.
7. Daerah agglomerasi dari berbagai kegiatan, yaitu memanfaatkan keuntungan
agglomerasi, yaitu efisiensi dalam biaya produksi dan kemudahan dalam
pemasaran.
8. Upah buruh yang rendah dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta
didukung oleh keterampilan yang memadai dan mentalitas yang mendukung.
Pengertian upah buruh yang rendah adalah relatif, artinya harus dikaitkan
dengan produktivitas.
9. Mentalitas masyarakat yang sesuai untuk pembangunan: jujur, terbuka, mau
bekerja keras, dan disiplin sehingga lingkungan kehidupan aman, tertib, dan
teratur. Kondisi masyarakat seperti ini akan menjamin kelangsungan investasi,
biaya investasi dan biaya operasi yang lebih rendah dan efisien.
10. Kebijakan pemerintah, antara lain dengan menciptakan salah satu/beberapa
faktor yang menciptakan keunggulan seperti disebutkan di atas. Ada juga cara
yang bisa dilakukan pemerintah yaitu dengan memberikan subsidi untuk
mendorong sektor tertentu. Akan tetapi, hal ini haruslah bersifat sementara
sehingga akhirnya bisa bersaing tanpa subsidi. Selama pemerintah masih
memberikan subsidi, keunggulan tersebut adalah keunggulan semu. Sistem
subsidi ini sering membuat pihak luar negeri, pembeli barang menuduh tidak
fair dan mencurigai adanya praktik dumping.
35
3.3 Regulasi Dan Upah Minimum Regional.
Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan
oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada
pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Penetapan upah
dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan
Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan
pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan
mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan
dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam provinsi tersebut yang dianggap
representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL)-dulu disebut
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah
minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. Komponen
kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum
berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).
36
pokok sedikit-dikitnya 75 % dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Definisi
tunjangan tetap disini adalah tunjangan yang pembayarannya dilakukan secara
teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran atau pencapaian prestasi kerja
contohnya: tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi, tunjangan keluarga,
tunjangan keahlian/profesi. Beda halnya dengan tunjangan makan dan
transportasi, tunjangan itu bersifat tidak tetap karena penghitungannya
berdasarkan kehadiran atau performa kerja.
Penggunaan peraturan upah minimum mengikuti prinsip “lex specialis
deroga lex generalis” yaitu bila ada peraturan yang lebih khusus maka yang lebih
umum tidak berlaku. Jadi hanya ada satu peraturan upah minimum yang berlaku
untuk setiap perusahaan. Misalnya, jika seorang bekerja di kabupaten suatu
provinsi, tetapi di kabupaten tersebut belum menetapkan UMK maka yang
berlaku padanya adalah UMP. Jika UMK sudah ada di kapubaten tempat mereka
bekerja, maka upah minimum yang berlaku adalah UMK. Bila pekerja tersebut
bekerja di sektor retail dan di kabupaten tersebut telah di tetapkan UM Sektoral
Kabupaten (UMSK) maka Upah Minimum yang digunakan adalah Upah
Minimum Sektoral Kabupaten di daerah tersebut. Di beberapa kota tertentu
terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan; Upah minimum
juga ditetapkan berdasarkan jenis pekerjaan (bukan hanya sektor). Upah
Minimum berlaku di 33 provinsi dan kurang lebih 340
kabupaten/kotamadya di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2008, terdapat
176.986 perusahaan sektor formal (punya legalitas seperti PT,CV) tercatat
memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), di tahun 2011 diperkirakan
meningkat menjadi 197.000 yang tercatat.Data Statistik tahun 2010, menunjukan
angkatan kerja mencapai 116 juta; dengan jumlah penduduk yang bekerja
mencapai 107,41 juta jiwa dan sisanya 8,96 juta jiwa merupakan pengangguran
terbuka. Dari 107,41 juta jumlah penduduk yang bekerja terdapat 33,96 juta
orang yang bekerja dibawah 35 jam/minggu yang dikategorikan sebagai setengah
menganggur.
Dewan Pengupahan bertanggung jawab melakukan kajian studi mengenai
Upah Minimum yang nantinya akan diserahkan kepada Gubernur,
37
Walikota/Bupati masing-masing daerah. Dewan Pengupahan sendiri terdiri
dari 3 unsur, yaitu Pemerintah,Pengusaha dan Serikat Pekerja.
38
Upah Minimum Provinsi adalah Upah Minimum yang berlaku untuk
seluruh Kabupaten/Kota di satu Provinsi. Besarnya Upah Minimum
Provinsi ditetapkan Oleh Gubernur berdasarkan usulan dari Komisi
Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan
Daerah.
4. Upah Minimum Kabupaten/Kota
Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah Upah Minimum yang berlaku di
Daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan
usulan dari Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan
Ketenagakerjaan Daerah.Upah minimum Kabupaten/Kota lebih besar
dari Upah Minimum Provinsi.
3.3.3 Upah Minimum dan Permasalahannya
Di Indonesia, hingga saat ini kebijakan upah minimum masih menjadi
acuan pengupahan bagi buruh. Kebijakan upah minimum yang diambil oleh
Pemerintah Indonesia pada akhir 80-an menandai dimulainya campur tangan
Pemerintah dalam menentukan tingkat upah. Pemikiran dasar penetapan upah
minimum adalah bahwa upah minimum merupakan langkah untuk menuju
dicapainya penghasilan yang layak untuk mencapai kesejahteraan pekerja untuk
memperhatikan aspek produktivitas dan kemajuan perusahaan.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa
upah minimum yang diterima buruh seharusnya mampu memenuhi Kebutuhan
Hidup Layak (KHL). UU ini kemudian diterjemahkan dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Per-17/Men/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, yang mengatur bahwa Upah
Minimum ditetapkan oleh Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota
setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan yang
melakukan survei KHL. Dari sisi Pengusaha meliputi keberatan Pengusaha
terhadap kenaikan tahunan upah minimum dianggap sebagai beban sedangkan di
sisi Pekerja persoalan yang muncul meliputi tak patuhnya pengusaha
terhadap ketentuan upah minimum daya bayar upah minimum yang rata-rata
39
hanya dapat memenuhi 80% KHL yang dijadikan dasar penetapan upah
minimum.
Persoalan lain adalah kebijakan Upah minimum yang sebenarnya hanya
ditujukan untuk buruh lajang dengan masa kerja kurang dari 1 tahun, kemudian
diberlakukan juga untuk buruh dengan masa kerja lebih dari 1 tahun dan menjadi
upah maksimum karena pengusaha pada umumnya tidak mau memberikan upah
lebih dari upah minimum. Karena diberlakukan juga untuk buruh dengan masa
kerja lebih dari 1 tahun dan sebagian besar sudah berkeluarga, maka upah
minimum yang perhitungannya didasarkan pada KHL buruh lajang, tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga buruh yang sudah berkeluarga.
Persoalan lain dalam upah minimum adalah dibukanya peluang
penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha sebagaimana tercantum
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/MEN/1999 serta tidak
efektifnya peraturan mengenai pemberian sanksi bagi perusahaan yang melakukan
dalam pelanggaran terhadap peraturan pemberian upah minimum. Dalam
peraturan tersebut di atas, disebutkan bahwa upah minimum adalah upah bulanan
terendah yang terdiri atas upah pokok plus tunjangan tetap. Sementara itu, dalam
UU No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa komponen upah terdiri atas upah pokok
dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah
upah pokok dan tunjangan tetap. Dalam kenyataannya, mengubah komposisi
tersebut merupakan praktik yang umum dilakukan oleh Perusahaan.
40
pasal 90 yang mencantumkan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum. Besaran UMK Tahun 2013 di Daerah Istimewa
Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur DIY No. 370/KEP/2012
tertanggal 20 Nopember 2012. Pengajuan penangguhan bagi perusahaan yang
keberatan dengan besaran UMK yang telah diputuskan tersebut telah berlalu.
Dengan demikian, para pengelola perusahaan harus berkomitmen untuk
membayar karyawannya sesuai ketentuan. Apabila pengusaha membayar upah
lebih rendah dari UMK yang ditetapkan akan dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Sanksi tersebut sebagaimana
disebutkan dalam pasal 185 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Saat ini banyak sekali para buruh melakukan Demonstrasi untuk menuntut
kenaikan Upah mereka karena setiap tahunnya memang harga-harga barang selalu
naik mengikuti Inflasi yang terjadi. Disamping itu upah minimum para buruh
belum memenuhi jumlah layak, maka dari itu di tahun 2013 ini Jumlah UMR
minimal 100% sama seperti Angka Kehidupan Layak atau KHL di setiap Kota,
Kabupaten maupun Provinsi.
41
BAB IV
SIMPULAN
4.2 Setelah otonomi daerah, masing masing daerah sudah lebih bebas dalam
menetapkan sektor konoditi yang diprioritaskan pengembangannya.
Kemampuan pemerintah daeraha untuk melihat sektor yang memiliki
keunggulan/kelemahan diwilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang
memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik dikembangkan dan
42
diharapkan dapat mendorong sektor sertor lain untuk berkembang. Ada
beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi
relative perekonomian suatu wilayah. Alat analisis itu antara lain keunggulan
komparatif, location quotient, dan analisis shift-share.
4.3 Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan
oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada
pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Adapun jenis-jenis upah minimum regional seperti: Upah Minimum Sektoral
Provinsi, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota, Upah Minimum
Provinsi, Upah Minimum Kabupaten/Kota.
DAFTAR RUJUKAN
Tarigan, Robinson. 2012. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi.
Jakarta: PT BumiAksara.
Lincoln Arsyad, 1997. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta: STIE Pembangunan.
https://www.kemnaker.go.id/ (diakses pada tanggal 10 Februari 2020).
http://akuntansipublikums.blogspot.com/2016/01/makalah-ekonomi-ketentuan-
upah-minimum.html
43
LAMPIRAN
44
45
46
47
48
49
50
51
52