1
Gambar 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Perkembangan Produk Domestik Bruto dari sisi lapangan usaha menunjukkan Jasa
Perusahaan, Jasa lainnya, dan Informasi dan Komunikasi merupakan sektor dengan
pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini yang masing-masing tumbuh sebesar 10,36 persen,
9,99 persen, dan 9,03 persen.
2
triwulan sebelumnya (10,82 persen, YoY) maupun triwulan I tahun 2018 (7,46 persen,
YoY). Produksi yang meningkat dari subsektor Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
dipengaruhi oleh momentum pemilu serta persiapan menjelang Idul Fitri.
3
Isu Strategis
1. Kesenjangan antara wilayah yang ditandai dengan: (a) Kemiskinan di KTI (18,01
persen), KBI (10,33 persen), perdesaan (13.47 persen) dan perkotaan (7,20 persen)
yang tinggi (BPS, 2017); (b) Ketimpangan Pendapatan Perdesaan (GR = 0,324) dan
Perkotaan (GR = 0,4); (c) terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi di KBI terutama
Pulau Jawa; (d) keterbatasan sarana prasarana dan aksesibilitas di daerah tertinggal,
desa dan kawasan perdesaan, kawasan transmigrasi, kawasan perbatasan; dan (e)
belum optimalnya pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal, desa dan
kawasan perdesaan, kawasan perbatasan dan kawasan transmigrasi;.
2. Penguatan pertumbuhan pusat-pusat wilayah yang masih rendah, yang ditandai oleh:
(a) Tingkat keberhasilan Pusat Pertumbuhan Wilayah yang masih rendah (10
operasional dari 12 KEK, 3 operasional dari 14 KI, 2 dari 4 KPBPB, dan 10 Destinasi
Wisata); (b) Konektivitas dari dan menuju Pusat-Pusat Pertumbuhan yang lemah; dan
(c) Kawasan Strategis Kabupaten yang belum berkembang.
3. Pengelolaan urbanisasi yang belum optimal yang ditandai dengan 1 persen
pertambahan jumlah populasi penduduk urban yang hanya dapat meningkatkan 1,4
persen PDB
4. Pemanfaatan ruang yang belum sesuai dan sinkron dengan rencana tata ruang, yang
ditandai dengan: (a) Terbatasnya ketersediaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
yang berkualitas sebagai acuan perizinan dan pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama dikarenakan belum tersedianya peta dasar skala 1 : 5.000; (b) Belum
berjalannya pengendalian pemanfaatan ruang secara optimal dikarenakan belum
tersedianya instrumen pengendalian pemanfaatan ruang; (c) Desa-desa dalam
kawasan hutan dan perkebunan besar tidak dapat melaksanakan kewenangannya
terutama untuk pembangunan infrastruktur (sekitar 25.000 desa); dan (d) Kejadian
bencana akibat pemanfaatan ruang yang belum sesuai dengan rencana tata ruang
semakin meningkat (sekitar 2.000 kasus kejadian banjir, longsor, kebakaran hutan,
dan sebagainya).
5. Rendahnya pemenuhan pelayanan dasar dan peningkatan daya saing daerah, yang
ditandai dengan: (a) Akses dan kualitas pelayanan dasar yang terbatas, antara lain
angka rumah layak huni hanya mencapai 36,3 persen, air minum layak 61,29 persen,
sanitasi (air limbah) layak 74,58 persen (termasuk sanitasi aman 7,42 persen) (BPS
2018, diolah Bappenas berdasarkan definisi SDGs 2030); (b) Ketergantungan APBD
terhadap Dana Transfer yang tinggi (rata- rata >70 persen APBD Kab/ Kota dan >50
4
persen APBD Provinsi dari Pusat) serta sumber Pendanaan Non APBN yang kurang
optimal; (c) Peraturan Perundangan yang belum harmonis, (d) belum optimalnya
Kerjasama dan Inovasi Daerah yang belum berkembang; dan (e) Proses perizinan
yang lama dan berbiaya tinggi, (f) Belum optimalnya sinergi perencanaan Pusat-
daerah.
6. Rendahnya kepastian hukum hak atas tanah dan ketimpangan pemilikan,
penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang ditandai dengan: (a)
Cakupan peta dasar pertanahan baru 48,4 persen; (b) Cakupan bidang tanah
bersertipikat yang terdigitasi baru 20,91 persen; (c) 26,14 juta rumah tangga tani
hanya menguasai lahan rata-rata 0,89 hektar dan 14,25 juta rumah tangga tani hanya
menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar/keluarga (Sensus Pertanian BPS, 2013); (d)
Sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang terselesaikan baru 4.031 kasus dari
total 10.802 kasus yang ditangani.
7. Fungsi ibukota sebagai pusat pemerintahan mulai menurun dan tidak efisien. Salah
satu indikator penandanya adalah jumlah kerugian akibat kemacetan dan tidak
efisiennya penggunaan bahan bakar yang mencapai 56 triliun rupiah di tahun 2011
(Pulstra UGM, 2013). Selain itu, wilayah metropolitan Jakarta telah menjadi area
dengan jumlah populasi penduduk terbesar di Indonesia, demikian pula pulau Jawa
bila dibandingkan dengan pulau besar lainnya. Wilayah metropolitan Jakarta sendiri
berkontribusi sebesar 20,85 persen dan pulau Jawa berkontribusi sebesar 58,49
persen dari PDB Nasional (BPS, 2018), mengindikasikan dominasi wilayah
metropolitan Jakarta dalam perekonomian nasional dan tingginya gap dengan daerah
lain di Indonesia.
5
3.1.3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing
Manusia merupakan modal utama pembangunan nasional untuk menuju
pembangunan yang inklusif dan merata di seluruh wilayah. Pemerintah Indonesia
berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM yaitu sumber daya
manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter, melalui:
1) Pengendalian penduduk dan penguatan tata kelola kependudukan;
2) Penguatan pelaksanaan perlindungan sosial;
3) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan
semesta;
4) Peningkatan pemerataan layanan pendidikan berkualitas;
5) Peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda;
6) Pengentasan kemiskinan; dan
7) Peningkatan produktivitas dan daya saing.
6
3) Pengembangan infrastruktur perkotaan berbasis TIK,
4) Rehabilitasi sarana dan prasarana yang sudah tidak efisien,
5) Mempermudah perijinan pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu prioritas yang mendapatkan
penekanan pada periode RPJMN 2015-2019. Pembangunan infrastruktur dasar seperti
perumahan dan permukiman, sumberdaya air (penyediaan air baku untuk air bersih dan
peningkatan pendapatan dalam Indeks Pembangunan Manusia melalui peningkatan
produktivitas irigasi), serta keselamatan dan keamanan transportasi; pembangunan
infrastruktur konektivitas, dan didukung dengan pembangunan infrastruktur
ketenagalistrikan serta teknologi informasi dan komunikasi dilakukan secara masif dan
merata sebagaimana disajikan infografis berikut:
7
Aksesibilitas Daerah 3T, Daerah Rawan Bencana, dan Daerah Terisolir : Capaian
pembangunan jalan perbatasan periode 2015-2018, meliputi :
8
Dalam rangka peningkatan konektivitas wilayah, 18 rute konektivitas tol laut telah
dibangun pada periode 2015-2018 dan ditunjang pembangunan fasilitas pelabuhan di 120
lokasi (tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT dan Papua). Peningkatan
konektivitas wilayah juga dilakukan dengan pembangunan 14 bandara baru yang ditargetkan
selesai pada 2019. Hal tersebut juga didukung dengan peningkatan kinerja pelayanan
transportasi udara dimana on time performance pada tahun 2018 mencapai 88 persen telah
melampaui rata-rata dunia saat ini yang hanya sebesar 63 persen. Selain itu, dalam rangka
penguatan konektivitas jalur utama logistik, telah dibangun 3.387 km jalan baru, 947 km jalan
tol baru, dan 1.147 km jalur KA baru. Dalam upaya untuk memperkuat konektivitas multimoda
dan antarmoda, juga telah dilakukan penerapan Bus Rapid Transit di 38 lokasi (antara lain
Trans Pakuan, Trans Jogja, Trans Batam, Trans Metro Bandung dan Trans Jakarta) serta
pembangunan KA perkotaan di 4 lokasi (KA Bandara Kualanamu-Medan, KA Akses Bandara
International Minangkabau, KA Bandara Soekarno-Hatta dan LRT Sumatera Selatan).
9
Kerangka Dari sisi pengeluaran, investasi tumbuh rata-rata 5,6 persen per tahun dan
merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Dukungan terhadap pertumbuhan
investasi utamanya didukung oleh perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur dan
peningkatan layanan investasi. Selanjutnya, konsumsi rumah tangga mampu tumbuh rata-rata
5,0 persen per tahun. Di samping itu, konsumsi pemerintah tumbuh rata-rata 3,0 persen per
tahun di tengah tekanan menurunnya pendapatan negara. Sementara itu, baik ekspor maupun
impor barang dan jasa riil tumbuh rata-rata 2,9 persen per tahun.
Stabilitas makro ekonomi diupayakan tetap terjaga yang tercermin dari laju inflasi dan nilai
tukar yang terkendali, cadangan devisa yang meningkat, dan defisit transaksi berjalan yang
berada dalam batas aman. Sepanjang 2015-2018, inflasi mencapai rata-rata 3,3 persen per
tahun, atau dalam rentang target. Sementara itu, di tengah upaya pengendalian nilai tukar dan
defisit transaksi berjalan, kondisi neraca pembayaran Indonesia masih relatif kuat yang
tercermin dari peningkatan cadangan devisa Indonesia dari USD111,9 miliar pada tahun 2014
menjadi USD120,7 miliar pada Desember 2018.
Di sisi fiskal, kebijakan tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan dan menjaga stabilitas
ekonomi, dengan tetap memperhatikan kesinambungan fiskal jangka menengah. Hal ini
tercermin dari rasio utang yang lebih rendah dari 30 persen PDB dan defisit anggaran dan
keseimbangan primer yang terus mengecil dan menuju positif pada tahun 2018.
10
3.3. Tantangan Perekonomian 2020-2024
3.3.1. Ketidakpastian Global
Kedepan, risiko ketidakpastian masih akan mewarnai perkembangan
perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia diperkirakan
akan cenderung stagnan dengan tren melambat, masing-masing diproyeksikan2
sebesar 3,6 dan 3,8 persen per tahun, sepanjang tahun 2020-2024. Harga komoditas
internasional ekspor utama Indonesia diperkirakan juga akan cenderung menurun, di
antaranya batu bara dan minyak kelapa sawit, seiring dengan beralihnya permintaan
dunia ke produk yang lain. Adapun risiko ketidakpastian lainnya yang perlu diantisipasi
antara lain perang dagang, perlambatan ekonomi China, dan tekanan normalisasi
kebijakan moneter yang beralih dari AS ke kawasan Eropa.
11
Gambar 3.7 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (% YoY)
12
peningkatan produktivitas, investasi yang berkelanjutan, perbaikan pasar tenaga kerja, dan
peningkatan kualitas SDM. Dengan target pertumbuhan ekonomi tersebut, GNI per kapita
(Atlas Method) diharapkan meningkat menjadi USD5.780 – 6.160 per kapita pada tahun
2024. Selain menjaga pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga tetap menjadi prioritas.
Tingkat inflasi ditargetkan sebesar 3,0 ± 1 persen sepanjang 2020 – 2024.Kondisi makro
tersebut berdampak pada peningkatan perbaikan kualitas pertumbuhan. Tingkat
kemiskinan dan tingkat pengangguran terbuka diharapkan menurun menjadi 6,5 – 7,0
persen dan 4,0 – 4,6 persen pada tahun 2024. Tingkat rasio gini menurun menjadi 0,370 –
0,374 pada tahun 2024. Sementara IPM diharapkan meningkat menjadi 75,54 pada tahun
2024, yang mengindikasikan perbaikan kualitas sumber daya manusia.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam lima tahun ke
depan, perbaikan transformasi struktural menjadi salah satu kunci utama. Perbaikan
transformasi struktural utamanya didorong oleh revitalisasi industri pengolahan, dengan
tetap mendorong perkembangan sektor lain melalui modernisasi pertanian, hilirasi
pertambangan, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, dan transformasi sektor
jasa.
13
pertumbuhan Total Factor Productivity sebesar 30-70 persen dan rata-rata lama sekolah
10 tahun dalam setiap skenario.
Gambar 3.10 Sasaran PDB Sisi Produksi: Transformasi Struktural untuk Peningkatan
Kesejahteraa
14
3.4.2. Memperkuat Permintaan Domestik
Dari sisi permintaan domestik, konsumsi masyarakat (rumah tangga dan LNPRT)
diharapkan akan tumbuh rata-rata 5,16 – 5,29 persen per tahun. Peningkatan konsumsi
masyarakat didorong oleh peningkatan pendapatan masyarat seiring dengan penciptaan
lapangan kerja yang lebih besar dan lebih baik, stabilitas harga, dan bantuan sosial
pemerintah yang lebih tepat sasaran.
Konsumsi pemerintah akan tumbuh rata-rata 4,13 – 4,23 persen per tahun
didukung oleh peningkatan belanja pemerintah, baik pusat maupun transfer ke daerah,
seiring dengan peningkatan pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan.
Ekspansi perekonomian 2020-2024 terutama akan didorong oleh peningkatan investasi
(pembentukan modal tetap bruto) yang tumbuh 6,88 – 8,11 persen per tahun. Untuk
mencapai target tersebut, investasi swasta (asing maupun dalam negeri) akan didorong
melalui deregulasi prosedur investasi, sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perizinan,
termasuk meningkatkan EoDB Indonesia dari peringkat 73 pada tahun 2018 menjadi
menuju peringkat 40 pada tahun 2024. Peningkatan investasi juga didorong oleh
peningkatan investasi pemerintah, termasuk BUMN, terutama untuk infrastruktur. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan stok infrastruktur menjadi 50,0 persen PDB dan belanja
modal menjadi 2,3 – 2,8 persen pada tahun 2024. Peningkatan investasi akan ditujukan
pada peningkatan produktivitas, yang akan mendorong peningkatan efisiensi investasi.
15
3.4.3. Diversifikasi Ekspor dan Stabilitas Eksternal
Secara keseluruhan, ekspor barang dan jasa tumbuh rata-rata 6,21 – 7,67 persen per
tahun. Peningkatan ekspor barang tahun 2020-2024 akan didukung oleh revitalisasi industri
pengolahan yang mendorong diversifikasi produk ekspor nonkomoditas, dan mengurangi
ketergantungan impor. Peningkatan juga akan didorong oleh peningkatan ekspor jasa,
utamanya jasa perjalanan, melalui pengembangan sektor pariwisata. Sementara impor barang
dan jasa tumbuh rata 6,42 – 7,42 persen tahun didorong oleh peningkatan permintaan
domestik, terutama investasi. Kinerja perdagangan internasional yang membaik akan
mendorong penguatan stabilitas eksternal, yang ditandai dengan perbaikan defisit transaksi
berjalan menjadi 2,0 – 1,3 persen PDB dan peningkatan cadangan devisa menjadi USD161,1
– 184,8 miliar pada tahun 2024.
Gambar 3.12 Sasaran PDB Sisi Pengeluaran: Diversifikasi Ekspor dan Stabilitas Eksternal
16
upaya perbaikan basis data perpajakan dan peningkatan kepatuhan. Dari sisi kebijakan,
pemerintah akan terus melakukan penggalian potensi penerimaan, antara lain potensi
yang berasal dari aktivitas jasa digital lintas negara dan ekstensifikasi barang kena cukai.
Adapun, kebijakan ini juga diimbangi dengan peran kebijakan perpajakan sebagai
instrumen pendorong investasi melalui penyediaan insentif fiskal yang mendukung
aktivitas penciptaan nilai tambah ekonomi (industri manufaktur, pariwisata, ekonomi
kreatif dan digital).
Dorongan stimulus terhadap perekonomian lainnya juga dilakukan dengan
penajaman belanja negara. Total belanja negara akan mencapai rata-rata 15,8 – 16,8
persen PDB per tahun, dengan belanja pemerintah pusat mencapai rata-rata 9,9 – 10,3
persen PDB per tahun dan TKDD sebesar 6,0 – 6,5 persen PDB. Defisit akan dijaga di
bawah batas yang diperbolehkan undang-undang menjadi ratarata (2,2) – (2,0) persen
PDB per tahun dengan keseimbangan primer yang mendekati nol, sebesar rata-rata (0,3)
– (0,2) persen PDB per tahun. Dengan komposisi tersebut, rasio utang akan dijaga di
bawah 30 persen PDB.
17
3.4.5. Menjaga Stabilitas Inflasi dan Nilai Tukar
Laju inflasi yang rendah dan stabil diharapkan dapat menjaga daya beli dan mendorong
konsumsi masyarakat sehingga dapat mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas. Pemerintah dan Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga tren penurunan laju
inflasi rendah dan stabil dalam jangka menengah.
Dalam kurun waktu 2020-2024, kebijakan pengendalian inflasi diarahkan untuk: (i)
Meningkatkan produktivitas terutama pasca panen dan meningkatkan Cadangan Pangan
Pemerintah (CPP); (ii) Menurunkan rata-rata inflasi dan volatilitasnya pada 10 komoditas
pangan strategis; (iii) Menurunkan disparitas harga antardaerah dengan rata-rata harga
nasional, serta menurunkan disparitas harga antarwaktu; (iv) Menjangkar ekspektasi inflasi
dalam sasaran yang ditetapkan; serta (iv) Meningkatkan kualitas statistik.
18
3.4.7. Kebutuhan Investasi dan Pembiayaan
Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,4 – 6,0 persen per tahun,
dibutuhkan investasi sebesar Rp36.595,6 – 37.447,6 triliun sepanjang tahun 2020-2024. Dari
total kebutuhan tersebut, pemerintah dan BUMN akan menyumbang masing-masing sebesar
11,6 – 13,8 persen dan 7,6 – 7,9 persen, sementara sisanya akan dipenuhi oleh masyarakat
atau swasta. Untuk membiayai kebutuhan investasi tahun 2020 – 2024, dibutuhkan upaya
pendalaman pasar keuangan, terutama non perbankan, peningkatan akses jasa keuangan
(inklusi keuangan), dan optimalisasi alternatif pembiyaan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Keuangan RI. 2019. kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal.
Jakarta. (diakses pada 18 september 2018)
https://www.kemenkeu.go.id/media/11118/media-keuangan-desember-2018.pdf(diakses18
september 2019)
20