Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

EKONOMI PEMBANGUNAN

Tentang:

Sistem Perencanaan Pembangunan Naional dan Daerah

Oleh Kelompok 5

AULIA FITRIA RAHMA DIAN NIM 1830402016

ANNISA FITRI NIM 1830402007

FADHILA YULIZA NIM 1830402029

FADHILA ROZI NIM 1830402031

Dosen Pembimbing:

Febria Rahim, S.Pd, SE,.ME

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT, tuhan semesta alam yang
senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang
tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang
telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.
Alhamdulillah berkat kehendak ridha-nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul “Sistem Perencanaan Pembangunan Naional dan Daerah”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Pengantar di IAIN Batusangkar.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya terutama bagi
penulis dan pembaca. Begitu pula makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun.

Batusangkar, 17 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................4
C. TUJUAN MASALAH..........................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. PERMASALAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA...................6
B. SASARAN POKOK SPPN..................................................................................................7
C. DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN...........................................................9
D. KETERKAITAN ANTAR DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN.............11
E. MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN....................................14
F. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN...................................................................16
G. PENGENDALIAN (MONITORING) DAN EVALUASI..................................................18
H. PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL VERSUS DAERAH.......................19
BAB III..........................................................................................................................................22
PENUTUP.....................................................................................................................................22
A. KESIMPULAN...................................................................................................................22
B. SARAN...............................................................................................................................25
DAFTAR KEPUSTAKAAN.........................................................................................................26

3
4
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Didalam melakukan pembangunan setiap pemerintah melakukan perencanaan
yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang
dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka
terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki
ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan indikator-indikator
pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah
ditetapkan.
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan suatu proses perubahan yang
berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini
berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi
kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spritual berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta
menjalankan roda perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan sosial.
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi
waktunya berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem
perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga
dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah
yaitu apa yang disebut sebagai rencana pembangunan nasional yaitu Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-Nasional), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional, Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL) Peraturan Pimpinan
KL dan Daerah yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Derah (RPJP-D), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD)
dan Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai
kelengkapannya Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

5
B. RUMUSAN MASALAH
Maka dari laar belakang dapat dirumuskan:
1. Bagaimana Permasalah Perencanaan Pembangunan di Indonesia?
2. Bagaimana Sasaran SPPN?
3. Bagaimana Dokumen Perencanaan Pembangunan?
4. Apa Keterkaitan Antar Dokumen Perencanaan Pembangunan?
5. Bagaimana Mekanisme Penyusunan Rencana Pembangunan?
6. Bagimana Perencanaan dan Pembangunan?
7. Bagimana Pengendalain (Monitoring) dan Evaluasi?
8. Bagaimana Perencanaan Pembangunan Nasional Versus Daerah?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui Permasalah Perencanaan Pembangunan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Sasaran SPPN.
3. Untuk mengetahui Dokumen Perencanaan Pembangunan.
4. Untuk mengetahui Keterkaitan Antar Dokumen Perencanaan Pembangunan.
5. Untuk mengetahui Mekanisme Penyusunan Rencana Pembangunan.
6. Untuk mengetahui Perencanaan dan Pembangunan.
7. Untuk mengetahui Pengendalain (Monitoring) dan Evaluasi.
8. Untuk mengetahui Perencanaan Pembangunan Nasional Versus Daerah.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERMASALAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA


Memperhatikan pengalaman masa lalu dan perkembangan yang terjadi di
Indonesia dewasa ini, terlihat adanya beberapa permasalahan pokok dalam perencanaan
pembangunan di Indonesia. Permasalah ini timbul baik dalam penyusunan rencana,
maupun dalam pelaksanaannya. Di samping itu, terjadi pula beberapa perubahan
peraturan dan perundangan berlaku yang membawa implikasi terhadap penyusunan
rencana pembangunan. Kesemua permasalahan dan perubahan ini merupakan dasar dan
latar belakang utama keluarnya Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN.
Permasalahan pertama adalah adanya perubahan yang cukup fundamental tentang
ketentuan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula salah satu tugasnya
adalah menyusun Garis – Garis besar Haluan Negara (GBHN). Sedangkan didalam
GBHN tersebut termasuk Garis Besar Pembangunan Jangka Panjang yang merupakan
acuan utama dalam penyusunan rencana pembangunan baik pada tingkat nasional
maupun daerah. Dengan adanyaperubahan tersebut MPR tidak lagi berkewajiban
menyusun GBHN dan hal ini berarti pula tidak aka nada lagi garis besar pembangunan
jangka panjang. Karena itu, pemerintah perlu menyusum sendiri Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) untuk periode 20 tahun, baik untuk nasional maupun daerah
yang akan dijadikan pedoman untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah untuk periode 5 tahunan.
Permasalahan berikutnya adalah masih sangat dirasakan adanya “ego sektoral”
antara para aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Masing –
masing dinas dan instansi cendrung mengatakan tugas dan fungsinya yang terpenting
dalam kegiatan pembangunan. Permasalahan tersebut menyebabkan koordinasi dalam
penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan menjadi sulit dilakukan. Akibat
selanjutnya adalah kurang optimalnya pelaksanaan proses pembangunan karena
kurangnya keterpaduan dan sinergi antarsektor dan akibatnyasasaran yang dituju juga
tidak dapat terlaksana sama sekali.
Pelaksanaan otonomi daerah yang secara formal dimulai tahun 2001 yang lalu
pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong proses pembangunan dengan jalan

7
memberikan wewenang dan alokasi dana yang lebih besar ke daerah. Akan tetapi,
kenyataannya setelah beberapa tahun pelaksanaan otonomi daerah tersebut dilakukan,
ternyata yang berkembang justru meningkatkan “ego daerah”. Halini terlihat dari makin
meningkatnya keinginan untuk mementingkan daerahnya sendiri, yang seringkali
meningkat menjadi konflik antar daerah. Sementara itu, pembangunan daerah
memerlukan keterpadaan pembangunan antar daerah baik antara pusat dan daerah, dan
antar daerah sendiri, baik antar daerah sendiri, baik antar provinsi, kabupaten, dan kota.
Permasalahannya selanjutnya yang juga sangat dirasakan sampai saat ini adalah
kurang terpadunya antara perencanaan dan pengangguran. Tidak hanya itu, tetapi
kekurang terpaduan ini juga dirasakan antar perencanaan dan pelaksanaan serta
pengawasan. Akibanya, apa yang dilaksanakan cendrung tidak sama dengan apa yang
direncanakan sehingga dalam jangka panjang apa yang diharapkan dapat dicapai melalui
pembangunan ternyata tidak terwujud sama sekali, walaupun waktudan dana telah habis
digunakan untuk keperluan tersebut.
Terakhir, permasalahan yang sampai saat ini masih belum dapat dipecahkan
adalah belum optimalnya dimanfaatkan peran serta masyarakat dalam proses penyusunan
rencana pembangunan kebanyakan perencanaan yang disusun masih bersifat “Top-down
Planning”. Akibatnya, kebanyakan kegiatan pembangunan yang dilakukan tidak sesuai
dengan aspirasi dan keinginan masyarakat di daerah sehingga pemanfaatan dari hasil
pembangunan oleh masyarakat menjadi tidak maksimal. Bahkan banyak pula masyarakat
yang kecewa karena apa yang dibangun oleh pemerintah ternyata tidak berkaitan sama
sekali dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Kondisi demikian menyebabkan
masyarakat menjadi apatis dan kepedulian serta tanggung jawab mereka terhadap
program dan kegiatan pembangunan menjadi sangat kecil sekali, bahkan cendrung pula
tidak peduli sama sekali, atau bisa pula menolak.

B. SASARAN POKOK SPPN


Memperhatikan permasalahan yang dihadapi perencanaan pembangunan
Indonesia sebagaimana dijelaskan di atas, maka sasaran utama perencanaan
pembangunan yang ingin dicapai pemerintah dengan diterapkannya SPPN secara
menyeluruh di Indonesia tersebut, mencakup lima hal pokok yaitu :
1. Meningkatkan koordinasi antarpelaku pembangunan sehingga hasil
diharapkan menjadi lebih optimal.

8
2. Meningkatkan keterpaduan dan sinergitas perencanaan antara pusat dan
daerah serta antar daerah yang terkait.
3. Meningkatkan keterpaduan antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
dan pengawasan.
4. Mengoptimalkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam penyusunan
dan pelaksanaan perencanaan pembangunan.
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efesien, efektif, dan
adil.
Koordinasi antara aparatur pelaku pembangunan akan dapat diwujudkan melalui
keterkaitan yang erat antara berbagai unsur perencanaan dalam suatu system
pembangunan. Dalam kaitan dengan hal ini, SPPN 2004 menggariskan perlunya
diwujudkan hubungan yang erat antara beberapa dokumen perencanaan terkait, baik yang
disusun pada tingkat pusat dan daerah, serta antara dokumen yang disusun oleh dinas dan
instansi dengan perencanaan pembangunan secara keseluruhan yang disusun oleh
BAPPENAS atau BAPPEDA. Dengan cara demikian, koordinasi antara aparatur
pemerintah khususnya dan pelaku pembangunan umumnya akan dapat diwujudkan dan
hal ini selanjutnya akan dapat pula meningkatkan kinerja dan efesiensi proses
pembangunan daerah.
Tidak dapat disangkal bahwa pembangunan suatu daerah dengan terkait dengan
pembangunan pada tingkat nasional dan pembangunan antar daerah. Karena iu, untuk
dapat mewujudkan keterpaduan dan sinergitas pembangunan daerah, maka keterpaduan
pembangunan antar daerah merupakan unsur penting yang perlu dikembangkan. Untuk
keperluan ini, SPPN 2004 menggariskan perlunya diciptakan hubungan yang erat antara
penyusunan berbagai dokumen perencanaan, baik anatar pusat dan daerah maupun antar
daerah terkait, baik provinsi, kabupaten, dan kota.
Untuk dapat meningkatkan keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran,
SPPN 2004 menetapkan perlunya disusun rencana tahunan yang kemudian dijadikan
sebagai dasar penyusunan tahunan anggaran, baik RAPBN maupun RAPBD. Di samping
itu, perencanaan tahunan juga berfungsi untuk lebih mengoperasionalkan perencanaan
dan sekaligus untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan situasi dan kondisi
ekonomi dan social daerah. Dimasa lalu, penyusunan anggran didasarkan pada dokumen
perencanaan lima tahunan seperti Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) dan
Rencana Strategis Daerah (RENSTRASA), sehingga banyak keluhan kurang
9
operasionalnya dokumen perencanaan sehingga sulit dijadikan landasan penyusunan
rencana anggaran. Hal lain yang juga digariskan SPPN untuk meningkatkan keterpaduan
antara perencanaan dan penyusunan anggaran adalah melalui penggunaan indicator
kinerja pada waktu penyusunan rencaca tahunan. Indicator kinerja ini selanjutnya
digunakan pula dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja (Performance Budget).
Untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan partisipasi masyarakat dalam
penyusunan rencana, SPPN menggariskan perlunya dilakukan penjaringan aspirasi
masyarakat melalui pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrembang). Minimum, pelaksanaan Musrenbang ini dilakukan pada tiga kegiatan
yaitu: pada waktu penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Tahunan (RKPD). Pada Musrenbang ini
diikutsertakan beberapa tokoh masyarakat, alim ulama, dan cerdik pandai yang terdapat
pada daerah bersangkutan.
Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efesien, efektif, dan adil
sudah merupakan sasaran tradisional dari sebuah perencanaan pembangunan. Sasaran ini
akan dapat dicapai melalui penyusunan dokumen perencanaan secara baik dan layak
dengan meletakkan strategi dan prioritas pembangunan secara tepat. Upaya lain yang
ditekankan oleh SPPN adalah mengupayakan semaksimal mungkin keterkaitan yang erat
antara perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaan dan pengawasannya,
sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.

C. DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN


Bentuk konkret dari hasil kegiatan perencanaan pembangunan adalah tersusunnya
dokumen perencanaan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan berlaku. Dokumen
perencanaan ini tentunya berbeda menurut jenis dan cakupan perencanaan yang
bersangkutan. Dalam kaitan dengan hal ini, SPPN 2004 menetapkan adanya lima
dokumen perencanaan pembangunan yang perlu disusun oleh badan perencana, baik pada
tingkat nasional maupun tingkat daerah. Kelima dokumen perencanaan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
3. Rencana Strategis Institusi (Renstra SKPD).
4. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPI).

10
5. Rencana Kerja Institusi (Renja SKPD).
Penetapan dokumen perencanaan pembangunan melalui Undang – Undang
Nomor 25 Tahun 2004 ini berikut pengertian masing – masing diharapkan akan dapat
menghilangkan dualisme dalam penyusunan perencanaan antara BAPPENAS dan
Departemen Dalam Negeri seperti dalam kasus penyusunan Program Perencanaan
Daerah (Propeda) dan Rencana Strategis Daerah (Renstrada). Akan tetapi, kenyataan
sampai saat ini menunjukkan bahwa dualisme ini masih terus berjalan sehingga
menimbulkan konflik dan kebingunhan bagi pemerintah nasional maupun daerah.
RPJP Nasional maupun RPJP Daerah adalah merupakan dokumen perencanaan
pembangunan jangka panjang untuk periode selama 20 tahun yang berisikan jabaran dari
tujuan dibentuknya negara Indonesia atau suatu daerah tertentu. RPJP ini pada dasarnya
berisikan hal- hal yang bersifat umum dan menyeluruh seperti visi dan misi serta arah
pembangunan jangka panjang untuk masa 20 tahun ke depan. RPJP ini selanjutnya
dijadikan dasar dalam penyusunan RPJM dan dokumen perencanaan lainya yang terkait.
RPJM nasional dan daerah adalah dokumen perencanaan jangka menengah untuk
periode 5 tahun ke depan. RPJM tersebut berisikan jabaran lebih konkret dari visi dan
misi presiden (pada tingkat nasional) atau visi dan misi kepala daerah (untuk tingkat
provinsi, kabupaten, dan kota). Visi dan misi tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi
kebijakan, dan program pembangunan dengan memperhatikan kondisi keuangan yang
ada. Termasuk ke dalam RPJM ini adalah kerangka ekonomi makro, kondisi keuangan
dan perkiraan kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan target
pembangunan yang telah ditetapkan. Sedangkan penyusunan RPJM tersebut harus
berpedoman pada RPJP agar terwujud kesinambungan pembangunan dalam jangka
panjang menuju pada suatu sasaran tertentu.
Berbeda dengan pengertian umum sebelumnya, Renstra dalam SPPN 2004 adalah
merupakan perencanaan untuk suatu institusi tertentu seperti dinas dan instansi atau
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Untuk membedakan dengan yang lama, dewasa
ini dokumen perencanaan ini lazim disebut sebagai Rencana Strategis Satuan Kerja
Perangkat Daera (Renstra SKPD). Renstra SKPD ini berisikan jabaran dari visi dan misi
kepala SKPD yang diturunkan dari visi dan misi Kepala Daerah. Dibandingkan dengan
RPJM, Renstra SKPD lebih rinci sampai ke tingkat kegiatan karena ruang lingkupnya
lebih kecil, yaitu untuk bidang atau sector tertentu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
(Tupoksi) dari institusi bersangkutan.
11
RPJM dan Renstra SKPD pada dasarnya adalah sama – sama rencana lima
tahunan. Bedanya hanyalah bahwa RPJM mencakup semua bidang dan sector dalam
daerah administrative tertentu, sedang Renstra SKPD hanya mencakup bidang tertentu
saja. Karena itu RPJM sebaiknya disusun oleh Bappeda sedangkan Renstra oleh dinas
dan instansi bersangkutan. Untuk menjaga konsistensi antara RPJM dan Renstra SKPD,
dilakukan rapat koordinasi antara Bappeda dan seluruh SKPD pada daerah bersangkutan
yang lazim dikenal sebagai Forum SKPD.
RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) adalah merupakan rencana tahunan
(Annual Planing) yang bersifat lebih operasional dibandingkan RPJM. RKPD merupakan
jabaran dari RPJMD yang berisikan kebijakan, program, dan kegiatan untuk 1 tahun
sesuai dengan sumber daya yang tersedia pada tahun bersangkutan, khususnya dana.
Karena RKPD lebih bersifat operasional, maka program dan kegiatan yang diterapkan di
dalamnya seharusnya sudah mempunyai pagu dana indikatif berikut indicator dan target
kinerja yang diperlukan. RKPD tersebut selanjutnya dijadikan dasar utama untuk
penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
Renja SKPD juga merupakan rencana tahunan bersifat operasional yang isinya
mirip dengan RKPD. Perbedaannya adalah RKPD merupakan jabaran dari RPJMD yang
disusun oleh Bappeda sedangkan Renja SKPD merupakan jabaran dari Renstara yang
dibuat oleh masing –masing SKPD terkai sesuai dengan tupoksinya masing masing.
Sebagaimana juga telah disinggung terdahulu bahwa koordinasi antara program dan
kegiatan RKPD dan Renja SKPD biasanya dilakukan melalui pelaksanaan Forum SKPD
yang dikoordinasikan oleh Bappeda setiap tahunnya.

D. KETERKAITAN ANTAR DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN


Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa salah satu sasaran utama SPPN
2004 adalah untuk meningkatkan keterpaduan dan sinergitas antara pusat dan daerah
serta antar daerah terkait. Hal ini sangat penting artinya dalam rangka mewujudkan
kesatuan arah dan efisiensi proses pembangunan secara nasional sehingga sasaran yang
dituju akan dapat diwujudkan secara lebih cepat dan tepat. Aspek ini menjadi lebih
penting dalam era otonomi dewasa ini di mana daerah diberikan kewenangan yang lebih
luas sehingga dapat menentukan sendiri arah, strategi dan kebijakan pembangunan
sendiri.

12
Di dalam SPPN 2004, upaya untuk meningkatkan keterpaduan dan sinergitas
pembangunan nasional tersebut dilakukan dengan jalan menciptakan keterkaitan antara
dokumen perencanaan pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, mulai dari RPJP sampai dengan Renja SKPD antara tingkat nasional
dan daerah. Bahkan keterkaitan ini tidak hanya antar dokumen perencanaan
pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mulai dari
RPJP sampai dengan Renja SKPD antara tingkat nasional dan derah. Bahkan keterkaitan
ini tidak hanya antar dokumen perencanaan, tetapi sampai kepada dokumen anggaran
secara skematis, keterkaitan antar dokumen perencaan pembangunan dan penganggaran
tersebut dapat dilihat pada Skema berikut ini.

Skema 5.1 Alur Perencanaan Pembangunan Tingkat Nasional dan Daerah


Keterkaitan pertama yang sangat penting dan harus diupayakan semaksimal
mungkin adalah antara RPJP Nasional dan RPJP Daerah. Sebagaimana diterapkan dalam
SPPN 2004, penyusunan RPJP daerah harus mengacu pada RPJP nasional. Hal ini sangat
penting artinya untuk menjaga agar pelaksanaan pembangunan daerah dalam jangka
panjang searah, terpadu dan saling mendukung dengan pelaksanaan pembangunan
nasional. Dalam rangka ini Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang RPJP
Nasional harus sama dengan periode RPJP Daerah yaitu 2005-2025, walaupun waktu
penyusunan RPJP daerah tergantung dari pelaksanaan PILKADA daerah bersangkutan.
Di samping itu, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006 dan No. 08 Tahun 2008 juga

13
memberikan acuan yang lebih rinci tentang tata cara dan sistematika penyusunan
dokumen perencanaan baik untuk tingkat nasional maupun tingkat daerah.
Keterkaitan selanjutnya yang perlu diupayakan adalah antara RPJM Nasional
dengan RPJM Daerah. Mengingat pembangunan daerah adalah bagaian integral dari
pembangunan nasional, maka keterkaitan antara RPJM daerah dengan RPJM nasional
merupakan keharusan untuk mewujudkan keterpaduan dan sinergi pembangunan.
Selanjutnya agar pembangunan dalam daerah sendiri juga dapat dilakukan secara terpadu,
maka keterkaitan antara RPJMD dan Renstra SKPD dari masing – masing dinas perlu
pula diwujudkan. Keterkaitan ini menjadi lebih penting lagi dalam era otonomi daerah di
mana dinas dan instansi telah berfungsi sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dan bukan lagi sebagai wakil dari instansi teknis dari pemerintah pusat. Hubungan antara
RPJM nasional dengan Rencana Strategis Kementrian dan Lembaga (Renstra KL) dan
hubungan antara RPJMD dengan Renstra SKPD adalah bersifat mengikat (menjadi
pedoman). Sedangkan hubungan antaran RPJM nasional dan RPJM daerah adalah
bersifat konsulatif yang berarti bahwa penyusunan RPJMD harus memperhatikan RPJM
nasional.
RPJM dan Renstra adalah dokumen perencanaan jangka menengah untuk periode
5 tahun. Agar perencanaan pembangunan menjadi lebih operasional, maka rencana
jangka menengah ini perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi rencana tahunan (Annual
Planning). Mengikuti terminology dan istilah teknis resmi yang diterapkan dalam SPPN
2004, rencana tahunan pada tingkat nasional dinamakan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) yang disusun oleh pemerintah pusat. Sedangkan pada tingkat daerah rencana
tahunan tersebut disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh
pemerintah pusat. Sedangkan pada tingkat daerah rencana tahunan tersebut disebut
sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Hubungan Renstra KL dengan RKP
dan Renstra SKPD dan RKPD adalah bersifat mengikat yaitu penyusunan rencana
tahunan harus berpededoman pada rencana lima tahunan. Sedangkan hubungan antara
Renstra KL dan Renstra SKPD adalah bersifat konsultatif yaitu penyusunan Renstra
SKPD harus memperhatikan Renstra KL.
Sesuai dengan SPPN 2004, RKPD merupakan dasar untuk penyusunan Rencana
Anggaran dan Pendapatan Daerah (RAPBD). Karena itu penyusunan RKPD tersebut
perlu dilakukan secara lebih rinci dengan tekanan utama pada penetapan program dan
kegiatan proritas tahunan bersangkutan. Di samping itu, untuk memudahkan penyusunan
14
RAPBD, program dan kegiatan dalam RKPD harus pula mencakup indicator dan target
kinerja serta perkiraan kebutuhan dana untuk mendukung pelaksanaan masing – masing
program dan kegiatan tersebut.

E. MEKANISME PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN


Pembangunan Mekanisme perencanaa menyangkut dengan prosedur pelaksanaan
instansi terlibat, jadwal pelaksanaannya dan pejabat yang berwenang menetapkan
dokumen pereacanaan. Mekanisme ini diperiukan seba pedoman bagi aparat perencanaan
dalam melaksanakan penyusunan dokumen berikut penetapannya. Mekanisme
perencanaan yang dilakukan pada tingkar nasional pada dasarnya adalah sama dengan
tingkat daerah dan perbedaannya hanyalah pada lembaga yang terlibat pada setiap
tahapan perencanaan.
Menteri perencanaan permbangunan nasional yang dibantu oleh Bappenas
menyiapkan rancangan (konsep awal) RPJP nasional, sedangkan Kepala Bappeda
menyiapkan rancangan RPJP untuk daerahnya masing-masing Rancangan RPJF nasional
dan RPJP daerah tersebut kemudian dijadikan bahan utama bagi Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) jangka panjang. Dalam Musrenbang ini
diikutsertakan pemuka dan tokoh masyarakar, pemuka adat, cerdik pandai, LSM, dan
lain-lainnya dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat guna memberikan masukan
dalam penyusunan dokumen perencanaan. Rincian prosedur pelaksanaan Musrenbang ini
diatur lebih lanjut dalam sutat edaran Mendagri dan Menteri Perencanaan Pembangunan
sedangkan alur keterkaitannya dapat dilihat pada Skema 4.2.
Prosedur ini juga berlaku paca tingkat daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota,
dalam penyusunan RPJMD dan RKPD (rencana tahunan). BAPPENAS menyiapkan
rancangan awal RPJM nasional dan BAPPEDA menyiapkan rancangan awal RPJMD.
Sedangkan Rencana Strategis departemen dan lembaga (Renstra KL) disiapkan oleh
masing-masing departemen di tingkat pusat dan Renstra SKPD disiapkan oleh dinas dan
instansi daerah. Dengan demikian, akan terdapat tiga bentuk Musrenbang. yaitu
Musrenbang Jangha Panjang dalam rangka penyusunan RPJP, Musrenbang Jangka
Menengah dalam rangka penyusunan RPJM, dan Musrenbang Tahunan dalam rangka
penyusunan RKPD. Aspirasi masyarakat yang berkembang dalam Musrenbang
selanjutnya dijadikan masukan utama untuk perbaikan dokumen perencanaan
pembangunan sebelum difinalkan.

15
Terdapat perbedaan prosedur penetapan RPIM antara ketentuan yang tertera
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 rentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dengan Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Pada Undang-Undang Nomot 25 Tahun 2004, dinyatakan bahva
RPJM ditetapkan dengan Peraturan Presiden (untuk rasional) dan Peraturan Kepala
Dterah untuk RPIM Daerah dngkan pada Undang-Undang Nonior 32 Tahun 2004, RPJM
nasional ans ditetapkan oleh DPR dengan undang-undang dan RPJM daerah oleh DPRD
dengan PERDA. Ferbedaan ir.i tentuaya menimbulkan kebingunga. baet aparat perencana
pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga petlu ada jalan ke luar yang
cukup logis ditinjau dari segi prinsip lmu Hukum maupun llmu Politik.
Dari segi llmu Hukum terdapat suatu prinsip yang dinamakan sebagai "Leg
Specialist" yang berarti bahwa bila terdapat suatu undang-undang yang mengatur khusus
tentang suatu hal, maka ketentuan tersebut seharusnya dijadikan pedoman utama untuk
hal-hal yang diaturnya. Karena Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 khusus mengatur
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pengelolaan perencanaan
pembangunan harus mempedemani undang-undang ini, dan bukan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 walaupun di dalarnnya juga ada bab yang membahas tentang
perencanaan pembangunan. Dengan demikian, sangat beralasan kiranya bila dikatakan
bahwa penetapan RPJM seharusnya dilakukan melalui Peraturan Presiden atau Peraturan
Kepala Daerah sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tersebut
dan bukan berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dari segi Ilmu Politik, karena dewasa ini Indonesia telah melakukan sistem
pemilihan langsung, maka pemilihan Presiden dan Kepala Daerah langsung dilakukan
oleh rakyat dan bukan oleh DPRD, Ini berarti Presiden dan Kepala Daerah terpilih
bertanggung jawab langsung kepada rakyat dan bukan kepada DPRD. Mengingat RPJM
berisikan visi dan misi yang telah dijanjikan kepada rakyat, maka penetapan RPJM
seharusnya dilakukan oleh kepala daerah sendiri dan tidak oleh DPRD. Dengan
demikian, baik dari segi lmu Hukum maupun llmu Politik, maka penentapan RPJM oleh
Kepala Daerah sendiri sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 adalah sangat logis
dan cukup beralasar. Sedangkan dalam penetapan RPJP tidak terdapat perbedaan
pendapat antara kedua undang-undang, yaitu sama-sama ditetapkan oleh DPRD dalanı
bentuk Peraturan Daerah.

16
Aspek lainnya yang berbeda dalam SPPN 2004 dibandingkan dengan ketentuan
yang berlaku sebeiumnya adalah menyangkut dengan jenis dokumen perencanaan yang
dijadikan dasar utama dalam penyusunan anggaran. Ketentuan sebelumnya menyatakan
bahwa Renstra Daerah (Renstrada) merupakan dasar utama penyusunan RAPBD.
Mengingat Renstrada adalah perencanaan untuk 5 rahunan, tentu isinya tidak sampai
kepada kegiatan dan kebanyakan hanya sampai pada program pembangunan. Akibatnya
penyusunan RAPBD sering mengalami kesulitan karena penyusunan anggaran lebih
banyak dilakukan pada tingkat kegiatan.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka SPPN 2004 mengamanatkan bahwa dasar
urama penyusunan RAPBD bukan Renstrada, tetapi adalah RKPD yang merupakan
dokumen perercanaan tahunan. Sebagai sebuah perencanaan tahunan RKPD inerupakan
perencanaan yang lebih operasional dan rinci yang berisikan program sampai pada
tingkat kegiatan. Dengan demikian, penyusunan RAPBD untuk tahun tertentu
diperkirakan tidak akan mengalami kesulitan bila penyusunannya didasarkan pada RKPD
pada tahun bersangkutan. Skema 5.2 memberikan skema proses penyusunan perencanaan
dan penganggaran tahunan khusus untuk tingkat daerah.

F. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN


Dalam rangka mewujudkan keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran,
Undang-Urdang Nomor 25 Tahun 2004 juga telah melakukan perubahan yang cukup
penting. Perubahan tersebut menyangkut dengan penyusunan angaran yang dewasa ini
didasarkan pada rencana tahunan. Sebelumnya, untuk tingkat nasional anggaran
didasarkan pada Program Perencanaan Pembargunan Nasional (PROPENAS). Sedangkan
untuk tingkat daerah, penyusunan anggaran tersebut dilakukan berdasarkan Program
Pembangunan Daerah (PROPEDA) atau Rencana Strategis Daerah (Renstrada) yang
disusun sekali dalam 5 tahun. Karena rencana pembangunan adalah untuk 5 tahun, maka
sifatnya menjadi lebih umum, sedangkan unsgaran yang bersifat tahunan memerlukan
program dan kegiatan yang lebih rìnci. Akibatrya penyusunan anggaran mengalami
kesulitan dan cenderung tidak sinkron dengan perencanaen yang telah disusun.
Dalam rangka keterpaduan antara penyusunan perencanaan dan penganggaran,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang dijabarkan lebih Janjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 menggariskan beberapa prosedur dan langkah yang
harus ditempuh dalam proses penyusunan anggaran, baik pada tingkat nasional maupun

17
daerah. Langkah- langkah tersebut menyangkut dengan penyusunan dokumen berikut ini:
(a) Kebijakan Umum Anggaran (KUA), (b) Prioritas dan Plafond Anggaran Sementara
(PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA). Di samping itu, diwajibkan pula menyusun
Anggaran Kinerja (Performance Budget) agar alokasi dana menjadi lebih terarah sesuai
dengan capaian kinerja yang diharapkan sebagaimana yang tertera dalam rencana tahunan
Skema 5.3 menggambarkan keterkaitan antara proses penyusunan rencana tahunan dan
Anggaran Pendapatan dan Eelanja Daerah (APBD).
Penyusunan KUA menjadi penting sejak indonesia me nerapkan konsep Oconomi
daerah dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran. KUA pada dasarnya
merupakan suatu dokumen yang bertujuan untuk mengidentifikasi program dan kegiatan
yang dapat dibiayai dengan anggaran daerah. Sedangkan program dan kegiatan yang
dapat dibiayai dengan anggaran daerah adalah program dan kegiatan yang sesuai dengan
kewvenangan dan urasan daerah sebagaimane tercantum dalam Permendagri Nomor 13
Tahun 2006. Dalam hal ini urusan daerah dapat dikelompokkan atas Urusan Wajib dan
truc Pilihan. Urusan wajib menyangkut dengan program dan kegiatan yang hae dilakukan
oleh setiap daerah, sedangkan Urusan Pililhan menyangkut dng program dan kegiatan
yang bervariasi antara satu daerah dengen daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki
oleh masing-masing daerah.
Penyusunan PPAS menjadi sangat penting karena pada umumnya da yang
tersedia sesuai dengan kondisi keuangan daerah iebih kecil dari da yang dibutuhkan
untuk membiayai program dan kegiatan sesuai dengan apa yang terdapat dalam RKPD.
Karena ite perlu diberikan prioritas techadip program dan kegiatan yang akan dibiayai
dan plafond dana untu masing masing SKPD sesuai dengan dana yang tersedia. Untuk
menghindari koufis antara badan perencana dengan instansi pelaksana, penentuan peieet
dan plafond dana ini dilakukan berdasarkan Nota Kesepatakan antara pihok eksekutif dan
legislatif.
Sedangkan penyusunaa RKA menjadi sangat penting dalam rangka menjaga
konsistensi dan ketetkaitan yang erat artara pereecanaan n penganggaran. Dalam angka
ini RKA pada dasarnya berisikan peogram dn kegiatan sesual dengan prioritas dan
plafond dana varg telah diteeapkan dalam PPAS. Dengan cara demikian keterkaitan
antara pogram dan kegiatan dengan penganggarannya menjadi lebih terjamin D samping
itu. Undans Undang Nomor 17 Taiun 2003 juga mengamanatkan untuk meo Anggaran
Kinerja (Pvrformance Budget) sehingga pengalekasian dana ulakuk sejalan dengan 1arget
18
dan capaian yang harus dicapal dengan pogsw dana tersebut. Hal ini sangat penting
artinya untuk menlaga efektivitas d efisienst penggunaan dana pembangunan.

G. PENGENDALIAN (MONITORING) DAN EVALUASI


SPPN 2004 mengamanatkan pula bahwa tahapan perencanaan pembangunan
meiiputi empat hal, yaitu:
a. penyusunan rencana.
b. penetapan rencana, pengendalian (monitoring) pelaksanaan rencana
c. evaluasi pelaksanaan rencana.
Dengan demikian, terlihat bahwa tugas badan perencana pembangunan bukan
hanya meliputi kegiatan penyusunan dan penetapan rencana saja, tetapi juga sampai pada
kegiatan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana tersebut.
Pengendalian atau penmantauan dilakukan pada waktu program dan kegiatan
sedang dilaksanakcn. Kegiatan pengendalian ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian
antara pelaksanaan program dan proyek dengan apa yang direncanakan sebelumnya.
Unsur-unsur pengendalian yang dilakukan adalah dari segi kesesuaian fisik dan kualitas
kerja, realisasi penggunaan dana maupun waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
program dan kegiatan. Sedangkan Evaluasi dilakukan setelah program dan kegiatan
selesai dilaksanakan. Beberapa tahun kemudian dilakukn evaluasi untuk mengetahui
apakah pelaksanaan pembangunan sesuai dengan tujuan dan sasaran dari perencanaan.
Kegiatan pengendalian dan evaluasi tersebut dilakukan bukanlah untuk
menemulan penyelewengan keuangan sebagaimana yang biasa dilakukan dalam
pengawasan dan pemeriksaan. Sasaran utama dari kegiatan monitoring dan evaluasi
adalah untuk dapat memastikan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan rencana
dan juga mendapat masukan (feedback) untuk perbaikan penyusunan perencanaan dimasa
mendatang. Melalui kegiatan monitoring dan evaluasi ini akan dapat diketahui mengapa
suatu program dan kegiatan dapat terlaksana dengan baik dan mengapa pula ada program
dan kegiatan lzinnya yang mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya.
Pada tingkat pusat, pengendalian dan pemantauan pelaksanaan rencana dilakukan
oleh menteri dan kepala lembaga sedangkan pada tingkat daerah dilakukan oleh
Gubernur, Bupati, dan Walikota. Menteri dan Kepala Lembaga melakukan pengendalian
terhadap pelaksanaan program dan kegiatan yang rertera dalam Renja-KL. Gubernur
melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap program dan preyek dengan dana

19
dekonsentrasi dan pembantuan. Sedangkan Bupati dan Walikota melakukan pemantauan
dan evaluasi terhadap program dan proyek yang menggunakan dana desentralisasi
(APBD). Pemantauan tersebut dilakukan terhadap perkembangan realisasi penyerapan
dana, realisasi pencapaian target keluaran dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
program dan kegiatan. Hasil pemantauan tersebut disusun dalam bentuk laporan triwulan.
Kepala SKPD menyusun laporan triwulan pengendalian dan pemantauan dalam
rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Kepala Bappeda menyusun laporan triwulan
pemantauan untuk kabupaten dan kota. Pada tingkat pusat kesemua laporan tersebut
disampaikan kepada menteri dan kepala lembaga terkait, sedangkan pada ingkat daerah,
laporan tersebut disampaikan kepada Gubernur melalui Kepala Bappeda Provinsi
bersangkutan. Laporan tersebut harus telah disampaikan paling lambat 14 hari kerja
setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
Pada tingkat nasional evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan diakukan untuk
menilai efisiensi, efektivitas, dan manfaat dari program dan kegiatan. Evaluasi
pelaksanaan rencana tahunan dilakukan terhadap pelaksanaan RKP dan Renja-KL
Sedangkan pada tingkat daerah, evaluasi tersebut dilakukan terhadap pelaksanaan RKPD
dan Renja SKPD. Evaluas tersebut dilakukan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja
keluaran (ourpur) dan hasil (outcome). Evaluasi pelaksanaan rencana jangka menengah
dilakukan terhadap pelaksanaan RPJM, baik tingkat nasional maupun daerah, yang harus
dilakukan paling lambat 1 tahun sebelum periode perencanaan berakhir Dalam hal ini,
perlu diupayakan semaksimal mungkin agar pelaksanaan evaluasi tersebut dapat
dilakukan secara sistematis, objektif, dan transparan sehingga manfaatnya sebagai
masukan dan koreksi terhadap penyusunan perencanaan pembangunan ke depan akan
menjadi lebih optimal.

H. PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL VERSUS DAERAH


Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, sesuai dengan apa yang dilakukan pada
tingkat nasional, setiap daerah juga diwajibkan menyusun seperangkat dokumen
perencanaan daerah yang meliputi RPJPD RPJMD, Renstra SKPD, RKPD, dan Renja
SKPD. Di samping itu, mekanisme penyusunan dokumen perencanaan tersebut pada
tingkat daerah juga sama dengan apa yang dilakukan pada tingkat nasional. Pertanyaan
yang muncul kemudian adalah mengapa ha! ini diperlukan dan apa perbedaan prinsipil

20
yang mengharuskan masing-masing daerah untuk menyusun sendiri dokumen
perencanaannya sebagai pasangan dari dokumen perencanaan pada tingkat nasional.
Secara umum ada empat hal pokok yang merjadi dasar pertimbangan utama yang
menyebabkan perlunya masing-masing daerah menyusun dokumen perencanaannya
sendiri Keempat hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Struktur pembangunan daerah berbeda dengan struktur pembangunan nasional.
2. Pada pembangunan daerah terdapat iateraksi yang erat dengan daerah lainnya baik
dalam bentuk perdagangan, peipindahan penduduk, dan mobilitas modal.
3. Struktur dan komponen keuangan daerah berbeda dengan keuangan nasional.
4. Ruang lingkup kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengelola an pembangunan
daerah berbeda dengan lingkup kewenangan pemerintah pusat.
Perbedaan struktur pembangunan nasional dan daerah terletak pada e linskup dan
sistem perencanaan pembangunan yang digunakan. Dari sel ruang lingkup, pembangunan
nasional jelas mencakup keseluruhan la Indonesia, sedangkan pembangunan dlaerah
hanya mencakup iesiatan pembangunan yang ter,adi pada daerah bersangkutan saja,
Sistem Nombangunan nasional lebih banyak bersifat sektoral sest ai dengan susunan
osanisasi pemernntah. Sedangkan sistem pembangunan yang digunakan Na tingkat
daerah lebih banyak bersifat regional dengan mengutamakan Arterkaitan antarsektor.
Dalam hal ini, aspek lokasi dan tata-ruang menjadi penting karera kondisi geografis
daerah yang sangat bervariasi. Dengan demikian pola pembangunan pada suatu daerah
akan berbeda dibandingkan dengan daerah lainnya. Perbedaan pola pembangunan daerah
tersebut menyebabkan masing-inasing daerah perlu menyusun sendiri perencanaan
pembangunannya sesuai dengan potensi dan permasalahannya, tetapi dengan tetap
mengacu pada dokumei perencanaan pembangunan nasional.
Berbeda dengan tingkat nasional, pada tingkat daerah terdapat interaks yang
sangat erat antara suatu daerah dengan daerah lainnya, terutama yang berdekatan.
Interaksi ini dapat terjadi dalam bentuk perdagangan antar daerah, perpindahan penduduk
dan perpindahan modal antar daerah. Ini berarti bahwa kemajuan pembangunan suatu
daerah akan sangat ditentukan pula oleh apa yang terjadi di daerah sekitarnya, dan hal ini
harus dipertimbangkan secara konkret dalam perencanaar pembangunan daerah.
Sedangkan dalam perencanaan pembangunan nasional, interaksi antar daerah ini
diabaikan dan yang ada adalah interaksi dengan negara lain dalam bentuk perdagangan
internasional dan penanaman modal asing.
21
Perbedaan struktur keuangan nasional dan daerah sangat dirasakan terutama
dalam era otonomi daerah. Pada tingkat nasional, penerimaan negara terutama berasal
dari pajak (PPn dan PPn) dan pengahsilan dari minyak bumi. Sedangkan pada tingkat
daerah sumber utama penghasilan berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik dalam
bentuk Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Dana Perimbangan yang meliputi Dana
Bagi Hasil Pajak dan Samber Daya Alam, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK). Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana kemampuan
keuangan daerah ienjadi sangat bervariasi, tergantung dari potensi daerah masing-masing.
Perbedaaan kemampuan keuangan daerah rersebut menyebabkan pemerintah daerah
harus menggunakan strategi, kebijakan dan program pembangunan. yang berbeda sesuai
dengan kondisi keuangannya masing-masing.
Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kevenangar, 'alam
pengelolaan kegiatan pembangunan dihagi artara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Kewenangan pemerintah pusat terletak
pada pengelolaan pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, moneter, dan fiskal
(keuangan negara), peradilan dan agama. Sedangkan kewenangan provinsi terletak pada
pengelolaan pembangunan yang bersifat lintas kabupaten dan kota seperti; perhubungan,
perkebunan, dan kehutanan. Sedangkan keweaangan pada cingkat kabupaten dan kota
adalah selain darı kewenangan yang dimiliki oleh pemeriniah pusat dan provinsi.
Perbedaan kewenangan ini tentunya akan sangat mempengaruhi pula jenis perencanaan
pembangunan yang dimiliki pada tingkat nasional dan tingkat daerah.

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Permasalahan pertama adalah adanya perubahan yang cukup fundamental tentang
ketentuan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula salah satu tugasnya
adalah menyusun Garis – Garis besar Haluan Negara (GBHN). Sedangkan didalam
GBHN tersebut termasuk Garis Besar Pembangunan Jangka Panjang yang merupakan
acuan utama dalam penyusunan rencana pembangunan baik pada tingkat nasional
maupun daerah. Dengan adanyaperubahan tersebut MPR tidak lagi berkewajiban
menyusun GBHN dan hal ini berarti pula tidak aka nada lagi garis besar pembangunan
jangka panjang. Karena itu, pemerintah perlu menyusum sendiri Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) untuk periode 20 tahun, baik untuk nasional maupun daerah
yang akan dijadikan pedoman untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah untuk periode 5 tahunan.
Koordinasi antara aparatur pelaku pembangunan akan dapat diwujudkan melalui
keterkaitan yang erat antara berbagai unsur perencanaan dalam suatu system
pembangunan. Dalam kaitan dengan hal ini, SPPN 2004 menggariskan perlunya
diwujudkan hubungan yang erat antara beberapa dokumen perencanaan terkait, baik yang
disusun pada tingkat pusat dan daerah, serta antara dokumen yang disusun oleh dinas dan
instansi dengan perencanaan pembangunan secara keseluruhan yang disusun oleh
BAPPENAS atau BAPPEDA. Dengan cara demikian, koordinasi antara aparatur
pemerintah khususnya dan pelaku pembangunan umumnya akan dapat diwujudkan dan

23
hal ini selanjutnya akan dapat pula meningkatkan kinerja dan efesiensi proses
pembangunan daerah.
RPJP Nasional maupun RPJP Daerah adalah merupakan dokumen perencanaan
pembangunan jangka panjang untuk periode selama 20 tahun yang berisikan jabaran dari
tujuan dibentuknya negara Indonesia atau suatu daerah tertentu. RPJP ini pada dasarnya
berisikan hal- hal yang bersifat umum dan menyeluruh seperti visi dan misi serta arah
pembangunan jangka panjang untuk masa 20 tahun ke depan. RPJP ini selanjutnya
dijadikan dasar dalam penyusunan RPJM dan dokumen perencanaan lainya yang terkait.
RPJM nasional dan daerah adalah dokumen perencanaan jangka menengah untuk
periode 5 tahun ke depan. RPJM tersebut berisikan jabaran lebih konkret dari visi dan
misi presiden (pada tingkat nasional) atau visi dan misi kepala daerah (untuk tingkat
provinsi, kabupaten, dan kota). Visi dan misi tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi
kebijakan, dan program pembangunan dengan memperhatikan kondisi keuangan yang
ada. Termasuk ke dalam RPJM ini adalah kerangka ekonomi makro, kondisi keuangan
dan perkiraan kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan target
pembangunan yang telah ditetapkan. Sedangkan penyusunan RPJM tersebut harus
berpedoman pada RPJP agar terwujud kesinambungan pembangunan dalam jangka
panjang menuju pada suatu sasaran tertentu.
Di dalam SPPN 2004, upaya untuk meningkatkan keterpaduan dan sinergitas
pembangunan nasional tersebut dilakukan dengan jalan menciptakan keterkaitan antara
dokumen perencanaan pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, mulai dari RPJP sampai dengan Renja SKPD antara tingkat nasional
dan daerah. Bahkan keterkaitan ini tidak hanya antar dokumen perencanaan
pembangunan yang disusun oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mulai dari
RPJP sampai dengan Renja SKPD antara tingkat nasional dan derah. Bahkan keterkaitan
ini tidak hanya antar dokumen perencanaan, tetapi sampai kepada dokumen anggaran
secara skematis.
Pembangunan Mekanisme perencanaa menyangkut dengan prosedur pelaksanaan
instansi terlibat, jadwal pelaksanaannya dan pejabat yang berwenang menetapkan
dokumen pereacanaan. Mekanisme ini diperiukan seba pedoman bagi aparat perencanaan
dalam melaksanakan penyusunan dokumen berikut penetapannya. Mekanisme
perencanaan yang dilakukan pada tingkar nasional pada dasarnya adalah sama dengan

24
tingkat daerah dan perbedaannya hanyalah pada lembaga yang terlibat pada setiap
tahapan perencanaan.
Dalam rangka mewujudkan keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran,
Undang-Urdang Nomor 25 Tahun 2004 juga telah melakukan perubahan yang cukup
penting. Perubahan tersebut menyangkut dengan penyusunan angaran yang dewasa ini
didasarkan pada rencana tahunan. Sebelumnya, untuk tingkat nasional anggaran
didasarkan pada Program Perencanaan Pembargunan Nasional (PROPENAS). Sedangkan
untuk tingkat daerah, penyusunan anggaran tersebut dilakukan berdasarkan Program
Pembangunan Daerah (PROPEDA) atau Rencana Strategis Daerah (Renstrada) yang
disusun sekali dalam 5 tahun. Karena rencana pembangunan adalah untuk 5 tahun, maka
sifatnya menjadi lebih umum, sedangkan unsgaran yang bersifat tahunan memerlukan
program dan kegiatan yang lebih rìnci. Akibatrya penyusunan anggaran mengalami
kesulitan dan cenderung tidak sinkron dengan perencanaen yang telah disusun.
Pengendalian atau penmantauan dilakukan pada waktu program dan kegiatan
sedang dilaksanakcn. Kegiatan pengendalian ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian
antara pelaksanaan program dan proyek dengan apa yang direncanakan sebelumnya.
Unsur-unsur pengendalian yang dilakukan adalah dari segi kesesuaian fisik dan kualitas
kerja, realisasi penggunaan dana maupun waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
program dan kegiatan. Sedangkan Evaluasi dilakukan setelah program dan kegiatan
selesai dilaksanakan. Beberapa tahun kemudian dilakukn evaluasi untuk mengetahui
apakah pelaksanaan pembangunan sesuai dengan tujuan dan sasaran dari perencanaan.
Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, sesuai dengan apa yang dilakukan pada
tingkat nasional, setiap daerah juga diwajibkan menyusun seperangkat dokumen
perencanaan daerah yang meliputi RPJPD RPJMD, Renstra SKPD, RKPD, dan Renja
SKPD. Di samping itu, mekanisme penyusunan dokumen perencanaan tersebut pada
tingkat daerah juga sama dengan apa yang dilakukan pada tingkat nasional. Pertanyaan
yang muncul kemudian adalah mengapa ha! ini diperlukan dan apa perbedaan prinsipil
yang mengharuskan masing-masing daerah untuk menyusun sendiri dokumen
perencanaannya sebagai pasangan dari dokumen perencanaan pada tingkat nasional.

25
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata semprna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini.

26
DAFTAR KEPUSTAKAAN
SJAFRIZAL. (2015). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persida

DAHURI, I. N. (2012). PEMBANGUNAN WILAYAH Perspektif Ekonomi, Sosial dan


Lingkungan, Jakarta: LP3ES

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2021

27

Anda mungkin juga menyukai