Anda di halaman 1dari 9
URGENSI PEMBATASAN KOMPETENSI ABSOLUT PERADILAN TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA. Oleh : Fatria Khairo (Dosen Tetap STIH-Sumpah Pemuda) Abstrak Kompetensi Absoluie dari peradilan taia usaha negara adalah untuk memeriksa, mengadili dan me- mutuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara termasuk sengketa kepegawaian dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang di- mohonkan seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan. perundang-unda- ‘gan sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang ber- sangkutan. Model ideal konsep pembatasan ruang lingkup kompetensi Absolut PTUN di masa yang kan datang adalah dengan langsung melakukan Pembatasan Kompetensi Absolut TUN secara langsung yaitu pembatasan yang tidak memungkinkan sama sekali bagi PTUN untuk memeriksa dan memutus sengketa tersebut Kata Kunei : Kompetensi Absolut, Peradilan TUN, Pejabat TUN Abstract Absoline Competence of the state administrative court is to examine, adjudicate and adjudicate Asputes arising in the field of state administration between a person or a civil legal entiy with a state administrative body ar officer resulting from the issuance of a state administrative decision secluding a civil service dispute and a non- Which is requested by a persom until the time limit specified in a legislation whereas it has heen the obligation of the agency or the State Administrative Officer concerned. The ideal model of the concept of limiting the scope of absoluie competence of the State Administrative Court in the fuure is by directly restricting the Absolute Competence of TUN directly, ie. a limit which is not possible for the Administrative Court to sezamine and decide upon the dispute. Keywords : Absolute Competence, Administrative Court, Administrative Official A. Pendahulvan Indonesia sudah sejak hari proklamasi me- nya dengan dasar falsafih negara, yaitu Panca- sila, sepakan negara hukum dalam arti formal, Nega- sa hukum harus diisi sehingga menjadi hukum. Glam arti material. Perjatanan itu merupakan perielanan yang panjang. Melalui beberapa ma- cam Kesulitan, Pengertian keadilan merupalcan pengertian yang relatif, yang tidak begitu saja sscodapatkan persesuaian faham yang bulat, melainkan bergantung pada tempat dan waktu, ton ideologi yang mendasarinya. Di Indonesia Seadilan yang harus diartikan dalam hubungan- Dalam kerangka hukum administrasi ciri- cir negara hukum terscbut_ mempunyai keter- keaitan yang erat dengan huukum mengenai keku- saan pemerintah, hukum mengenai peran serta ‘masyarakat dalam pelaksanaan pemerintahan, fhukum mengenai organisasi pemerintahan dan fhukum mengenai perlindungan fukum bagi ma- syarakat, Dengan demikian tindakan pemerintah ' Rochmat Soemitro, Peradilan Tata Usai Negara, PT. Refika Adiiama, Bandung, 1998, bal | 539 Sarma Le Libram, Vek, Na, 2 Jan 2017 hak $89 508 yang harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku sebagai ciri negara hukum, juga inarus dapat memberikan_perlindungan hukum bagi kepentingan rakyat schingga kepentingan rakyat tidak dengan sendirinya harus dikorban- kan apabila terjadi benturan-benturan sebagai akibat adanya tindakan pemerintah, ‘Bagi Indonesia keinginan untuk memiliki Peradilan Administrasi Negara sebetulnya sudah ada sejak zaman pemerintahan jajahan Belanda. Namun, keinginan itu selalu Kandas- di tengah Perjalanan Karena berbagai_alasan, Keinginan itu baru terwujud pada penghujung tahun 1986, yakni dengan diundangkannya UU Nomor 5 Ta- hhun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada tanggal 29 Desember 1986 selanjutnya di- sebut UU PTUN ‘Apabila kita telusuri dokumen yang ber- kenaan dengan masalah Peradilan Administrasi Negara (TUN) memang sudah sejak lama dirin- tis. Untuk kali pertama, pada tahun 1946 Wir- jono Prodjodokiro membuat Rancangan Un- dang-Undang Tentang Acara Perkara Dalam Soal Tata Usaha Pemerintahan, Disamping itu, masih ada usahs-usaha lain yang ikut mendu- kung pula perwujudan Peradilan Administrasi Negara (TUN). Misalnya, kegiatan-kegiatan yang berupa penelitian, simposiur, seminar, pe- hnyusunan Rancangan Undang-Undang dan se- bagainya. Periniah untuk mewujudkan Peradilan Ad- rministrasi Negara (TUN) untuk kali pertama di twangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor I MPRS/1960. Kemudian perintah itu ditegaskan kembali dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 ten- tang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuastan Kehakiman yang dituangkan dalam Pasal 10 ayat (1) jo. Pasal 12. Selanjutnya, perintah ini diperkuat lagi ds- lam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 yang menyatakan, “Mengusahakan terwujudnya Pera- dilan TUN”. Di samping itu Presiden Socharto dalam pidato kenegarannya di depan Sidang De- wan Perwakilan Rakyat tanggal 16 Agustus 1978 juga menegaskan untuk terbentuknya pe- neadilan administras. Peradilan Tata. Usaha Negara merupakan 2 Wieipt Setadi, Hukum Acava Pengadhlon Tata Usaha Negara Sua Perbandingon, Rajawali Pers, Jakarta 2001, bal 10, 540 prasyarat mutlak bagi upaya untuk mewujudkan emerintahan yang layak (good governance) serta taat pada hukum. Hal ini sekaligus untuk membuktikan adanya perlindungan hukum ter- hadap masyarakat yang sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik Urgensi terscbut ditan- dai dengan adanya UU No. $ Tahun 1986 ten- tang Peradilan Tata Usaha Negara Harus kita akui bahwa kelahiran UU terse- but merupakan suata langkah maju dalam era Pembangunan bukum yang dicanangkan peme- Fintah. Paling tidak, kelahiran UU ini telah me- nunjukkan adanya itikad baik dari pemerintah, karena pihak pemerintahlah yang menjadi tergu- gat tetapi pemerintah pula yang mengajukan Rancangan UU tersebut kepada Dewan Perwa- kilan Rakyat Keberadaan Peradilan Administrasi Nega- ra merupakan salah satu jalur yudisial dalam rangka pelaksanaan asis perlindungan buku, disamping jalur pengawasan administratif yang berjalan sesuai dengan jalur yang ada dalam Jingkungan pemerintah sendiri. Oleh Karena itu dikedepannya Peradilan Administrasi Negara memberikan landasan pada badan yudikatif un- tuk menilai tindakan badan eksckutif, serta me- ngatur mengenai_perlindungan hukum kepada anggota masyarakat” Berdasarkan ketentuan UUPTUN, Kompetensi PTUN terdapat pada pa- sal 47 mengenai kekuasaan pengadilan.* Sciring dengan perjalanan waktu dimana terjadi gelombang pembaruan yang melanda Re- publik Indonesia yang berpengaruh bagi per- kembangan hukum di Indonesia, Pembaruan di bidang hukum diantaranya meninjau lagi penga- turan-pengaturan terhadap lembags peeadilan, termasuk di dalamnya Peradilan Tata Usaha Ne- zara, Ketentuan-ketentuan yang terdapat di da- Jam UU PTUN dianggap sudah tidak sesusi lagi dengan perkembangan Kebutuhan hukum mi- syarakat dan kehidupan ketatanegaraan, Misal- nya saja, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak mempunyai lembaga jur sita_yang bisa memak- sa tergugat untuk’ menjalankan putusan, Tent saja menjadi suatu pertanyaan bahwa siapa yang thi, bal. 2 “ Kekanstan Pengailan dslam Unelang-Undang Nomor $ ‘Tahun 1986 tentang Peadiln Tats Usaha Negara :Pasal 47; Pengadilin betogas dan berwenang memeriksa,me- ‘mutus, dan menyelesaikansengkets Tata Usaha Negara {xen Rembatsan Rompe Absolut Pera akan memaksa tergugat(pejabat Tata Usaha Ne~ gra) apabila putusan Pengadilan Tata Usaha Negara memenangkan penggugat. Oleh kare sya undang undang tersebut diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Peradilan Aiss UU No. 5 Tahun 1986 teniang Peradilan Tata Usaha Negara, yang telah disahkan dan di- sodangkan pada tanga! 29 Maret 2004 Dunia hukum Indonesia belum tertate sempurna, masih banyak peraturan yang tumpah Ssodih dan belum dapat terimplementasi di lapa- gan. Khusus untuk Pengadilan Tata Usaha Ne- ss (PTUN), sempitnya wilayah yurisdiksi di- ‘smibah keterbatasan lainnya mengerdilkan pera- sn kelembagaan ini baik secara teortis mau- pen praktcknya di lapangan. Demikian antara lan pendapar Dr Adriaan Willem Bedner dalam seminar yang bertema: PTUN dalam Perkemba- sgannya?. Acara ini diselenggarakan olch Fa- ssltas Hukum Universitas Brawijaya (FH-UB), Samis (6/8), di Aula Gedung E Program Pasca- ssrjona UB. Dr Adriaan Willem Bedner adalah eselii senior pada Van Volleahoven Institute sng juga staf pengajar di Fakultas Hlukum Uni- sessitas Leiden, Belanda, Turut mendampingi dalam acara tersebuiProf, Dr. Sudarsono, SH., MH gurubesar FH-UB, Lebih jauh Dr, Andrisan senyatakan, 95% kasus PTUN di Indonesia salah masalah sengketa tanah. Hal ini menue siya berbeda dengan Belanda, di mana kasus pecanahan banyak di tangani peradilan umum. eterbatasan yurisdiksi PTUN ini, menurut Dr Adriaan, masih ditambah dengan lemahnya pemberlakuan perundangan yang berkaitan de- gan PTUN di lapangan, sehingga mengakibat- sn PTUN kurang aktif berperan-maksimal? Sarena kasus yang sedikit bahkan sampai tidak sda, banyak hakim PTUN di wilayah Sulawesi yong justra menzhabiskan waktunya dengan semancing. bepersian, dan aktivitas lainnya seg kontraproduktit dengan kariernya?, kata = Mendukung hal ini, seeara khusus ia pun semaparkan data penelitiannya pada tahun 1991 dan 1995 di tiga wilayah, yaitu Jakarta Sendung dan Semarang. Hasil penelitian ters Set menunstnya tidak banyak berbeda dengan Sendisi PTUN saat ini, ci mana dari 182 kasus, Sanya 26 yang berhasil dicksekusi, sisanya 45 di setaranya ditarik kembafi oleh penuntut dan 30 Seotaranya ditolak. Melihat fenomena ini, Dr atria Karo Andriaan menyarankan agar yurisdiksi PTUN diperluas di antaranya dengan -memasukkan AMDAL, Di atas semua itu, Dr Andriaan yang menyelesaikan program doktoral di Universitas Leiden ini menyaiakan apresiasinya pada pelak~ samaan hukum di Indonesia, yang menurutnya lebih baik daripada sepuluh tahun sebelumnya, pada masa Orde Baru Kompetensi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengadilan tata usaha negara me- ‘miliki Kompetensi yang sangat terbatas. Penga- dilan hanya berhak meninjau tindakan hukum tata usaha negara yang bersifat konkret, indivi- dual, dan final, yang akan mengecualikan selu- ruh tindakantindakan faktual serta akibat-skibat yang ditimbulkan, termasuk seluruh aturan yang lebih umum, Dengan demikian, uji material un- tuk tindakan-tindakan faktual dan aturan-aturan yang lebih umum akan dilakukan melalui pe- ngndilan negeri dalam Kerangka gugatan keru- sian karena adanya pertwatan melangyar hukum leh negara. Penjelasan resmi tidak dimilikinya ompetensi untuk menangani gugatan-gugatan tersebut adalah Karena PTUN tidak nemitiki ke- ahlian yang memadai untuk menangani kerugi- an-kenigian yang akan sering muncul dari guga- tan semacam itu. Penjlasan ini tidak meyakin- ean Karena pada dasarnya. semua perkara tata usaha negara merupakan hal yang baru bagi PTUN, Alasan yang lebih meyakinkan adalah kkarena pemeriniah tidak tahu apa yang akan ‘mereka hadapi jika PTUN beroperasi dan oleh ‘arena itu pemerintah memitih untuk membatasi jumlah perkara yang masuk ke PTUN. Dalam perkembangannys, menjadi jelas bahwa peradi- lan tata usahs negara tidak akan pernah Keban- jiran perkara. Semenjak kemunculannya, PTUN cenderung kurang populer dan sepi, bahlan Ke- {entuan-ketentuan tersebut tidak sccara tegas di- masukkan ke dalam pasal 53 ~ pasal yang re- Jevan ~ tetapi hanya disebutkan secara implisit di dalamya (Indroharto1993: 311). Sebagai per- bandingan yang lebih detil antara PTUN di Be- Janda dan Zadonesia,linat Bedner 2001b; 149- 56, Dalam sebuah survei dari komentar-komen- tar masyarakat yang terangkum di surat 19 ka- ‘bar pada tahun’ 1991 (ketika PTUN mulai ber- ‘operasi) menunjukkan tbahwa harapan _masya- takat terhadap lembaga peradilan itu tidaklah ckstrem, Pada tahun 1993, Mahkamah Agung sal ume Le Libra, Vok IN, 2 Sunt 2017, al 839-48 rmenerbitkan sebuah Surat Edaran (No. 1/1993) 20 yang memperbotchkan tindakan_langsung aas peraturan yang bersifit umum, juga meli- pti peraturan yang lebih rendah daripada pe- raturan perundang-undangan, untuk diafukan ke Mahkamah Agung. Adriaan W. Bedner 216 ju- ga untuk pengadilan yang terletak di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, Menghadapi hal ini pengadilan tingkat pertama tata usaha negara berusaha untuk memperiuas kompetensi mereka, meskipun dalam cara yang tidak jelas dan tidak pasti, tanpa didukung oleh Mahkamah ‘Agung yang Kemudian justru-menolak hampir seluruh keputusan yang dihasilkan oleh penga- dilan tingkat pertama tersebut. Target pertama dati perluasan kompetensi PTUN adalah tentang definisi keputusan-keputusan administratif yang diartkan sebagai keputusan-keputusan yang di- ambil oleh badan atau pejabat tata usaha negara Yang dapat dianggap sebagai pembuat kepute san dalam lingkup tata usaha negara, secara ha- rafiah menunjuk pada badan atau pejabat tata usaha negara, Sehingga PTUN mengizinkan ‘masuknya gugatan alas keputusan-keputusan yang dihasikan oleh BUMN, universitas-univer- Sitas swasta, badan-badan Koordinasi pemerin- tah daerah yang tidak memiliki kewenangan un- tuk membuat Keputusan, badan intelijen, partai- partai_politik dan notaris. Tidak diketahui dari wal bahwa Mahkamah Agung akan menolak interpretasi semacam itu dan tidak semua hakim bersedia mengikutialur interpretasi tersebut Akan tetapi, dalam banyak perkara ~ misalnya yang_menyangkut mengenai_ asus BUMN — para hakim yang menangani perkara haras me~ nyadari bahwa keputusan mereka tidak bisa di- pertahankan. Hal ini disebabkan Karena Indro- harto, selaku Ketua Muda Mahkamah Agung bi- dang Tata Usaha Negara, telah: mengeluarkan buku yang didalamnya dinyatakan bahvwa ketua- etua BUMN bukan merupakan pejabat tata ‘usaha negara, Penafsiran-penafSiran serupa yang ditujukan untuk memperluas kompetensi PTUN, ‘menyangkut unsur-unsur dari keputusan-keput- san fata usaha negara, juga sudah pemah diusul- an, Oleh karena itu, PTUN juga menerima su- gatan-gugatan terhadap —keputusan-keputusan yang bersifat umum, Sebagai contoh, PTUN Medan menganggap penunjukkan sebuah badan swasta sebagai pengslola permintaan sertifikat 342 dalam proyek pertanahan sebagai scbuah kepu- tusan yang ‘individual’, meskipun pada kenya- taannyia keputusan itu memnpengaruhi warga ne- gara dalam jumlah yang tidak ditentukan (yaitu bahwa keputusan itu. memilikisifat_umum) Demikian pula yang terjadi ketika PTUN beru- saha untuk UU PTUN pasal 1 ayat (3). 21 Lihat Bodner 2001; $460, 22 Lihat Indroharto (Bu- ku 1) 1993: 68, 23 No, 16/G/1991/PTUN-Men, 24 8. Shopping Forums: Pengadilan Tata Usaha Negara Indonesia 217 mengambil kompetensi terhadap risalah-risalah pelelangan yang dike- Juarkan olch Kantor Lelang Negara, yang mung- kin merupakan ‘serangan’ paling luar biasa tas Kompetensi pengadilan negeri. Kantor Lelang [Negara bertindak di bawah oforitas ketia penga- dilan negeri tingkat ppertama dalam mengekse- susi putusan-putusan pengadilan, dan dengan demikian lembaga ini jelas berada di bawah pe- ‘ngawasan pengacilan negeri. Namuan, dalam be berapa kesempatan PTUN tetap menerima ka- sus-kasus yang diajukan melawan Kantor Le- lang Negara dan bahkan menanggubkan risalah- risalah pelelangan yang dikcluarkan oleh lem- baga itu. Keputusar-keputusan PTUN semacam ini selanjutnya ditolak oleh Mahkamah Agung, Menurut hakim-hakim PTUN sendiri, ti- dak dapat dieksekusinya putusan yang mereka hasitkan merupakan permasalahan paling seis yang harus mereka hadapi. Hal ini cukup berala- ‘san mengingat kerugian yang mungkin ditim- bulkan oleh masalah noneksckusiterhadap efek- tivitas pengadilan dalam menyediakan pemuli- han, Mengingat kelangkaan perkara di tingkup PTUN, tantangan atas kompetensi PTUN terse~ ‘but merupakan ancaman langsung terhadap ke- beradaan PTUN. Penelitian tentang PTUN di In- donesia.pada awal tahun 1990- an menunjukkan bahwa hanya sedikit putusan yang bisa diekse- husi. Laporan dari media massa. menunjukkan bbahwa ali dalam tiga perkara —dua tentang kepe- milikan tanah dan satu tentang izin untuk mem- budidayakan sarang burung walet ~tergugat ti- dak mengeksekusi putusan hakim. Pada waktu iu para hakim mengetuhkan masalah eksekusi, namun hal ini tidak menyangkut putusan abit rmelainkan perintah penundaan (herdasarkan da- ta yang saya miliki tewdapat 26 perkara noneck- sekusi).65 Lihat Bedner 2001: 191; Hamidi 1999; 171-173, 64 Liat Bedner 20018; 230- rzemtPembasesan Komp Absolut Perean 252, 65 Adriaan W. Bedner 234 Disertasi dok- ‘oral dari Irfan Fachruddin memberikan lebih banyak informasi mengenai hal inj.66 Menurut Fachruddin, yang melakukan penelitiannya di PTUN Bandung, sejak tahun 1994 — ketika PTUN mulai beroperasi — sampai dengan 1999, pputusan layak dicksekusi; jumlah ini hanya + dari seluruh gugatan. Fachruddin kemudian smemaparkan bahwa dari 25 putusan tersebut ha- sya 8 putusan yang akhimya benat-benar dick- sckusi: empat putusan ditunda eksekusinya, da- fam 13 perkara yang lain tergugat menolak un- sak melakukan eksekusi. Jika kita persentase~ an, dapat kita simpulkan bahwa satu dari 33 penggugat memperoleh hasil akhir yang diingin« an ab initio. Untuk memperoleh gambaran yang benar, juga menjadi penting untuk melihat sissan dibalik masalah non-cksckusi. Bagian pax Sng betharga dari analisa yang dibuat oleh Fachruddin adalah wawancara yang ia lakukan Scpada pejabat negara yang bersangkutan, Wa- ssancara tersebut menunjukkan bahwa masalah, son-eksekusi berkaitan dengan kompetensi pe- egecilan dan bukan mengenai masalah pejabat sezara yang korup atau arogan, yang melawan ftasep ‘negara hukum’, Ini menunjukkan bah- 2 Kesalahan dalam merancang PTUN meng- Samat semua aspek operasional PTUN itu sen= Se. Berdasarkan wawancara yang dilakukan eich Fachruddin, alasan pertama dari nonekse~ fsi menyangkut tiga perkara sertfikat tanah. Menurut narasumbernya, situasi fuktual dalam perkara tersebut telah berubah schingga seri ‘cx yang disengketakan tidak bisa dicabut. Me- seks berpendapat, dengan tidak adanya sistem peodaflaran tanah yang terpercaya maka pihak ‘etiga yang telah memperoleh tanah yang, di- scegkeiakan bethak mendapatkan perlindungan Sskum, Masalah ini semakin rumitjika PTUN Seroperasi di luar kompetensinya dengan me- sseuskan hal-hal yang berkaitan dengan hukum pecdata, Dua perkara yang lain tidak dapat diek- seusi karena putusan yang saling bertentangan = PTUN dan pengaditan negeri. Satu dari perkara itt adalah mengenaipembatalan izin sebebasan tanah oleh PTUN. Tergugat kemu- Sen bethasil mengajukan Keberatan atas Lihat Fachraddin (2004). Sayangnya, tidak ada pene- Sean yang dapat digunakan untuk memberikan ‘eformasi mendalam mengenai bagaimana pa- ria Keo ra penggugat menilai pengalaman mereka ber- petkara di PTUN, atau mengapa mereka pada awalnya memutuskan untuk pergi ke PTUN. No, S/GIPTUN-Bdg,/1995 jo. no, 68/B/ 1995) PITUN.Jkt jo. no. 28SK/TUN/I995; No, 68 I2GPTUN-Bdg/1995_jo. no. 02/8/1996) PTTUN Jkt jo, no, S10/K/TUN/1999; No. 27/ GIPTUN-Bdg./1994 jo. no, 41/B/1994/PT-TUN. JKT jo. no. 108K/TUN/I994. jo, no. 14PK/ TUN/1996); No. 60/G/PTUN-BDG/1997 jo, no. 60B/I998/PT-TUNJKT jo no. 277K/TUN 1998. 8. Shopping Forums: Pengaditan Tate Usaha Negara Indonesia 235 eksekusi putusan PTUN tersebut melalui pengadilan negeri. Da- lam perkara fainnya, terzagat melakukan stra- tegi yang sama, Perbedaannya, objek sengketa — hipotek — jelas berada di Iuar konpetensi PTUN. Meskipun demikian, dalam hal ini pe- ngadilan negerilah yang sebenamya melanggar bbatas_kompetensinya, dengan mengintervensi ceksckusi putusan PTUN, Akan tetapi, dari per spektif tergugat, dapat dimengerti bahwa dalam Kkondisi semacam itu mereka akan -mengambil jalan yang paling mudah, yaitu dengan tidak ‘melakukan eksckusi putusan pengadilan.71 Hal ini juga dlterapkan pada perkara PTUN yang ‘menyangkut pembatalan hak pakai sementara proses hukumnya masih terus berjalan di peng: dilan negeri, Kondisi scbaliknya juga terjadi dalam perkara.mengenai hak kepemilikan tanah, kketika PTUN memerintahkan penundaan dari ceksekusi putusan pengadilan negeri sampai perkara terscbut berkekuatan hukum tetap (in keracht), Namum, karena tergugat secara tepat te- Jah memutuskan bahwa PTUN tidak memiliki Kompetensi untuk memerintahkan penundaan c’eksekuisi tersebut maka ia tidak mengikuti perin- tah PTUN. Contob serupa nanun Kurang eks- ‘em adalah perkara di mana PTUN memerin- tahkan tergugat untuk menerbitkan perintah pembongkaran Karena penggugat berpendapat bbahwa tembok yang disengketakan telah diba- rngun di atas tanahnya. Tentu saja hal ini meru- ppakan persoalan hukum perdata dalam hall peng~ gugat kemudian berusaha untuk mengubahnya menjadi persoalan hukum tata usaha negara. Oleh karena itu, tergugat menolak untuk meng ceksckusi putusan tersebut. Alasan Ketiga untuk ‘hon-eksekusi juga menyangkut — kompetensi PTUN dan pengadilan negeri, Pada dua perkara, 543 Jura Les Libram, Vl IY No.2 Deni 207, hal 539548 PTUN memerintahkan tergugat untuk menghan- ceurkan akta notaris: di satu perkara, karena akta tersebut dibuat pada saat hari libur nasional; pa- da perkara yang lain, karena pengadilan negeri telah -memerintahkan pembatalannya. Notaris pada perkara pertama berpendapat balhwa PTUN tidak memiliki Kompetensi atas akta notaris — dalam hal ini ia benat, maka No, 59/G/PTUN- Badg/1995 Jo, No.145/B/1996/PT, TUNJKT. Jo. No. 240K/TUN/1997,69 No42/G/PTUN-Bdg) 1999.70 Di dalam kedua perkara, tergugat ti- dak termasuk sebagai salah satu pibak yang berperkara pada sengkeia aslinya. No.68/G/ PTUN-BDG/1999_Jo.No.109/B/2000/PT. TUN. IKTJo.No.152K/TUN/2001,72.No.100/G/PEN/ 2000/PTUN-BDG Jo.No.100/G/PTUN-BDG! 2000, No. 1/G/PTUN-DG/1995, Jo. No.88/B/ 1995/PT.TUNIKT. JoNo.9IKTUN’ 1996. Adrian W, Bedner 236 i memutuskan untuk tidak menghancurkan akta yang telah ia buat.75 Pada perkara kedua, notaris menolak untuk mengeksekusi putusan PTUN karena akta. yang ia buat telah dibatalkan oleh pengadilan never schingga ia merasa tidak perlu menghancurkan akta tersebut.76 Demikian juga, Kantor Urusan Agama (KUA) menolak untuk membatalkan akta cerai Karena KUA berpendapat hal ini me~ rupakan bagian dari hukum perdata, Alasan ke~ empat dari non-eksckusimenyangkut makna ganda dari fakta perkara. Dalam satu perkara nomor sertifikat yang didaftarkan berbeda de- fagan nomor sertifikat yang disengketakan. Di- hadapkan pada perkara yang serupa, tergugat ‘memilai rehabilitsi administrasi dari data yang ia serahkan dan pada akhimya ia menyerahkan sertfikat yang baru kepada penggugat. Semen- tara itu, pada perkara ketiga putusan PTUN be- um dapat dieksekusi karena rehabilitasi adni nistrasi belum diselesaikan, Alasan kelima. sama sekali tidak berhubungan dengan persoalan kompetensi. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cianjur menolak untuk men- abut sertfikat kepemilikan arena menurut mereka fakia hukum yang digunakan sebagai ddasar pertimbangan dalam memutuskan perkara tidak akurat. Alasan selanjuinya terkesan me~ ngadavada, Salah satu pegawai BPN Bandung ‘mengatakan bahwa ia tidak melakukan eksekusi arena ketua pengadilan belum mengeluarkan perintah eksekus! (padahal scharusnya putusan saa ppengadilan sudah cokup sebagai dasar melaku- ‘kan eksckusi). Singkat kata, Kecuali dua perkara ‘terakhir, responden yang diwawancara oleh Fachruddin memiliki alasan yang cukup untuk ‘menolak eksekusi putusan pengadilan. Dalam sebaian besar perkara tersebut, kompetensi ‘memainkan peran yang sentral. Kecenderungan PTUN untuk menangani persoalan hukum per- ‘data tentang tanah telah menghantui prestasi PTUN dalam bidang yang lain ~ pada akhimya ‘No.1 8/G/2001/PTUN-Bdg, No.62/G/_ PTUN- ‘Bde/1995, No.74/GIPTUN-Bdg/1996, _Jo.No. 38/B/1998/PT-TUNIKT, Jo.No.210 K/ TUN) 1998, Alasan para penggugatmenginginkan ypembatalan akta adalah karena mereka menye- ssakan keputusan mereka untuk bercerai. Jika ‘kia itu tidak dibatalkan maka mereka ha-rus menikah kembali. No. $2/G/PTUN-Bdg_! 1995. Jo, No.132/B/1996/PTTUN-Ikt, Jo.No. 340 K/TUN/1998, 78. No.ISIGPTUN-Bde/ 1998 JoNo.178/B/1998/PTTUNIKt. Jo. No. 359K / TUN /1999.79, No.161/G-TUN/1999/ PTUN- JKT Jo.No.103/B,/2000/PT.TUN. JKT. Jo.No, “66K/TUN/200 1,80, No.17/G/PTUN-BDG/1998, Jo.No.06/B/ PT:TUNAJKT. Jo.No. 358K/TUN 1999.81 No46/G/PTUN-Bdg!1999 Jo. 66/B! 2000/PT-TUNJKTT jo. 289 K/TUN/ 2001. 82 8. Shopping Forums: Pengadilan Tata Usaha Ne- gara Indonesia 237 penggugat sering pulang de= gan tangan hampa dan PTUN semakin rentan menjadi sasaran kritik. Untuk mengklarifikasi: hhampir semua perkara PTUN yang berhasil cksekusi adalah perkara yang jelas berada di Ivar kompetensi pengadilan negeri Seperti yang sudah dibahas i atas, persepsi tentang non- eksekusi tidak banyak berhubungan dengan per- soalan yang mendasarinya, tetapi lebih menge- nai penggambaran pejabat negara sebagai pihak yang korup dan arogan. Hal ini telah berujung pada amandemen UU PTUN yang sekarang rmenambahkan aturan mengenai denda harian tau uang paksa dalam hal tidak dilaksanakan- nya putusan, dan juru sita bertugas mengumpul- kan uang denda tersebu. Karena. kompetensi Jjuru sita belum pernah dijelaskan maka menjadi tidak jelas apa yang harus ia takukan jika ada pejabat negara yang menolak untuk membayar uuang denda, Tentu saja terdapat perkara-perkara yang benar-benar berada dalam kompetensi PTUN di mana pejabat negara menolak untuk mens Pombatsan Kompeensi AboltPeraien sselaksanakan putusan PTUN. Untuk perkara- perkara tersebut keberadaan denda. dan juru sita ‘Serupakan tindakan yang layak. Akan tetapi, ska kita mengambil data yang dikumpulkan ich Fachruddin sebagai ukuran, sebagian besar perkara non-eksckusi di PTUN disebabkan kare- ‘2 ketidakjelasan kompetensi. ‘Oleh Karena Itu dalam penutisan proposal ‘Sserasi ini, penulis membahas mengenai “Ur- sensi Pembatasan Kompetensi Absolut Pera- ‘idan Tata Usaha Negara di Indonesia”. 1B Permasalahan Berdasarkan uraian scbagaimana telah di- Semukakan di atas, maka permasalahan yang ‘senarik untuk dikaji dan diteiti, yaitu : |. Bagaimana Kompetensi Absolut PTUN i Indonesia? 2. Bagaimiana model ideal konsep pemba- ‘asan_ruang lingkup kompetensi Abso- ut PTUN di masa yang akan datang ? © Pemb: & Kompetensi Absolut PTUN di Indonesia Kompetensi Absolute dari peradilan tata sssha negara adalah untuk memeriksa, menga- Si dan memutuskan sengketa yang timbul da- lem bidang tata usahe negara antara sesconng ss» badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat dikeluarkannya satu keputusan tata usaha negara termasuk scezketa kepegawaian dan tidak dikeluarkannya satu kepatusan yang dimohonkan sescorang ssrpai batas wakfu yang ditentukan dalam sua ‘= peraturan perundang-undangan sedangkan hal ‘telah merupakan kewajiban badan atau peja- ‘ot ata usaha negara yang bersangkutan, Obyek sengketa Tata Usaha Negara ada- Jeb Keputusan tata usaha negara sesuai Pasal 1 sogka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU Ne. 9 Tahun 2004, Namun ini, ada pembatasan-pembatasan sag termuat dalam ketentuan Pasal-Pasal UU No. § Tahun 1986 UU No, 9 Tahun 2004 yaitu Pasal 2, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 142. Pem- Setasan ini dapat dibedakan menjadi : Pembata- s== langsung, pembatasasn tidak langsung. dan embatasan langsung bersifat sementara, 1), Pembatasan Langsung ‘mutus sengketa.tersebut. Pemba langsung ini terdapat dalam Penjelas ‘Umum, Pasal 2 dan Pasal 49 UU No, ‘Tahun 1986. Berdasarkan Pasal 2 Ul No. § Tahun 1986 UU No. 9 Tahu 2008 menentukan, bahwa tidak termastl Keputusan tata usaha negara menury UUini: d. Keputusan tata usaha negara. yan dikcluarkan atas dasar hasil pemerik saan bedan peradilan berdasarkan ke tentuah perafuran perundang-unde4 nngan yang berlaku, £ Keputusan tata usaha negara menge nai tata usaha Tentara Nasional Indo- nesia Keputusan Komisi Pemitihan Umut baik di pusat maupun di dacrab, me ngenai hasil pemilian umum. Pasal 49, Pengadilan tidak berwe4 nang memeriksa, memutus dan menyel saikan sengketa tata usaha negara terten ‘tu dalam hal keputusan tata usaba ne ‘yang disengketakan itu dikeluarkan '&. Dalam waktu perang, keadaan baha- ya, keadaan bencana alam atau ka aan lar biasa yang membahayakan| berdasarkan peraturan perundang.| undangan yang berlaku, b. Dalam keadaan mendesak untuk ke Pentingan umum berdasarkan peratu| 4s| ermal Lex Libram, Voll, No 2, Jun 2017, ha 39-548 ran perundang-undangan yang berla- ku, 2), Pembatasan Tidak Langsung Pembatasan tidak langsung, adalah pembatasan atas kompetensi absolut yang masih membuka kemungkinan bagi PT-TUN untuk memeriksa dan memutus sengketa administra, dengan ketentuan bahwa seluruh upaya’administratif yang tersedia untuk it telah ditempuh, Pembatasan tidak langsu dapat di dalam Pasal 48 UU No, 9 Tahun 2004 yg menyebstan, (Dalam hal suatu Badan atau Pejabat tata usaha negara diberi_ wewenang ‘leh atau berdasarkan peraturan per- undang-undangan untuk menyelesai- kan secara administratif sengketa tata usaha negara tersebut harus discle- saikan melalui upaya administratif yang tersedia 2. (Pengadilan baru berwenang meme- riksa, memutus, dan-menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagai- ‘mana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya adminisratif yang ber- sangkutan telah digunakan. 3. (Pembatasan langsung bersifat se- rmentara Pembatasan ini bersifat langsung yang tidak ada kemungkinan sama sekali bagi PTUN untuk mengadilinya, namun sifanya sementara dan satu kali (ein ‘malig). Terdapat dalam Bab VI Keten- tuan Peralihan Pasal 142 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 yang secara langsung ‘mengatur masalah ini menentukan bah- wa, *Sengkeia tata usaha negara yang pada saat terbentuknya Pengadilan me- hurut UU ini belum diputus oleh Penga- dilan_imenurut UU_ ini belum dipatus oleh Pengadilan di lingkungan Peradilan ‘Umum tetap diperiksa dan diputus olch Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum”. Model ideal konsep pembatasan ruang lingkup kompetensi Absolut PTUN di masa yang akan datang. Berdasarkan banyaknya kasus kasus yang 546 rancui atau ketidakjelasan pembatasan Kompe- tensi Absolut TUN saat ini schingga banyak menghasilkan dua putusan yang berbeda, teruta- ma dalam kasus sengketa tanah, Maka penulis berpendapat bahwa untuk menjamin kepastian hukum maka pembatasan Kompetensi Absolut TUN harus segeradirekontruksi. Sehingga Kompetensi Absolut harus dibatasi secara lang- sung,. Schingga hanya berpedoman kepada, Pembatasan Langsung Absolut yaitu Pembata- san langsung sebagaimana diuraikan, Pembatasan langsung adalah pembetasan ‘yang tidak memungkinkan sama sekali bagi PTUN untuk memeriksa dan memutus sengketa tersebut, Pembstasan langsung ini terdapat da- lam Penjelasan Umum, Pasal 2 dan Pasal 49 UU ‘No. 5 Tahun 1986. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menentu- kan, bahwa tidak termasuk Keputusan tata usaha ‘negara menurut UU ini + ‘a, Keputusan tata usaha negara yang meru- ppakam perbustan hukum perdata. '. Keputusan tata usaha negara yang meru- akan pengaturan yang bersfat umum, ce. Keputusan tata usaha negara yang masih ‘memerlukan persetujuan. 4. Keputusan tata usaha negara yang dike- Tarkan berdasarkan Kitab Undang-Uin- dang Hukum Pidana atau Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana atau pera- turan_perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana. €. Keputusam tata usaha negara yang dike- Tarkan atas dasar hasil pemeriksaan dan peradilan berdasarkan ketentuan pe- saturan perundang-undangan yang berls- ku. f, Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia. 8 Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah, menge- nai hasil pemilihan umum, Pasal 49, Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara tertentu da- Jam al Keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu ikeluarkan hh. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam atau Keadaan Iuar bisa yang membahayakan berdasarkan {rsem Pembatsan Rampeten ‘btu Perailan peraturan perundang-undangan berlak. alan keadaan mendesak untuk kepen- tingan umum berdasarkan peraturan per uundang-undan gan yang berlaku. Dengan Pembatasan Kompetensi langsung, yang Absolut diharapkan Asas kepastian Hukum di slam Peradilan TUN akan mampu menghasil- an Putusan yang dapat mewujudkan Keadilan bast Rakyat sebagai pencari keadilan sebagai~ ‘sana ini dari Lahimnya PTUN itu send. D. Penutup Berdasarkan uraian di atas maka dapat di- sank kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1 Kompetensi Absolut PTUN di Indonesia Kompetensi Absolute dari peradilan tata usaha negara adalah untuk memeriksa, ‘mengadili dan memutuskan sengketa ‘yang timbul dalam bidang tata usaha ne- {zara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atatr pejabat tate usaha negara akibat dikeluarkannya sua~ ‘tu keputusan tata usaha negara termasuk Far Khao sengketa kepegawaian dan tidak dikelu- arkannya suatu keputusan yang dimo- hhonkan_sescorang sampai balas wakiu yang ditentukan dalam suatu peraturan erundang-undangan sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau pejabat tata usaha negara yang bersang- kta. 3. Model ideal Konsep pembatasan ruang lingkup kompetensi Absolut PTUN di mass yang akan datang adalah dengan langsung melakukan Pembatasan Kom- petensi Absolut TUN secara langsung yaitu pembatasan yang tidak memung- kinkan sama sekali bagi PTUN untuk ‘memeriksa dan memutus sengketa terse- but. ‘Adapun untuk sarannyia sebagai berikut: Perlunya dilakukan rekontruksi terha- dap Undang-Undang Peradilan Tata Usaha ‘Negara di Indonesia guna mencapai kepasti- fan Hukum dan keadilan bagi Rakyat peneari Keadilan Daftar Pustaka Pailipus M. Hadjon, Pelaksanaan Otoromi Daerah dengan Perijinan yang Rawan Gugetan. Maka- lah Temu Imiah HUT PERATUN XII, Medan, 2004, Peslitbang Hukum dan Peradilan MA RI, Kumpulan Putusan Yurisprudensi TUN, Cetak Kedua, Jakarta, 2008, Rochmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Refika Aditama, Bandung, 1998 SF. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Libertty, Yogyakarta, 2003, Wiecipto Setiadi, Jakarta, 2001 ukum Acara Pemgadtlan Tata Usaha Negara Suatu Perbandingan, Rajawali Pers, ‘Yodi Martono Wahyudi, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Sistem Peradilan di Incionesia, artike] website PTUN Jakarta, S47

Anda mungkin juga menyukai