Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“ LOGIKA DALAM ILMU PENGETAHUAN “

NAMA : SRI AKTIFANI

PRODI : AKUNTANSI

SEMESTER :2

NPM : 19320008

MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU

PEMBIMBING : LA ODE KAMALUDDIN MURSIDI, S.E., M.Si

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN

BAUBAU

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang telah dilimpahkan
kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul LOGIKA
PENALARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN “yang merupakan salah satu tugas makalah
pada semester empat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian telah memberikan manfaat bagi Penulis. Akhir kata Penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan Penulis
terima dengan senang hati.

Baubau, 30 April 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 3
A. Latar Belakang.............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
a) Pengertian logika.......................................................................................... 4
b) Logika dan pengetahuan............................................................................... 4
c) Bentuk dan berfikir dan bangunan logika........................................................ 5
d) Logika dalam induktif dedukif dalam pengetahuan.......................................... 6
e) Logika berfikir anatara keraguan dan kepastian.............................................. 6

BAB III PENUTUP....................................................................................... 8


Kesimpulan....................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 9

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang

Dalam kehidupan seperti sekarang ini, setiap orang hampir setiap saat dihadapkan dengan
logika dan/atau sebaliknya. Secara sederhana dipahami logika itu berpikir secara logis, atau
masuk akal. Tidak sedikit kehidupan kita dan sekitar kita menyaksikan dan merasakan sesuatu
yang tidak logis, baik menyangkut perihal kemasyarakatan, pemerintahan, kebangsaan,
maupun persoalan kelompok dan individu dalam masyarakat, tidak ketinggalan perihal di dunia
pendidikan, politik, ekonomi, hingga birokrasi.

Sesuatu yang logis biasanya akan mudah dipahami oleh nalar kita, tetapi sesuatu yang tidak
logis kadang bertentangan dengan pikiran dan hati kita. Dalam banyak hal, kita sering
mengalami berbagai kejadian yang kita pikir tidak logis, misalkan ada yang jelas-jelas
melakukan korupsi dengan uang miliaran rupiah bahkan triliunan, tapi di mata hukum kok sama
dengan seorang pencuri seekor ayam. Ada juga yang sudah jelas terbukti bersalah tapi tidak
bisa disentuh oleh hukum, ada juga di dunia pendidikan sudah sekolah ke jenjang tertinggi
tetapi tidak ada institusi atau dinas pemerintah dan swasta yang dapat menerima dirinya untuk
bekerja sehingga harus puas di terminal pengangguran. Masih terdapat sederet soal yang
kadang kita hadapi secara tidak logis dalam kehidupan

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian logika?


2. Bagaimana hubungan logika dan pengetahuan?
3. Bagaimana bentuk berfikir dan bangunan logika
4. Bagaimana logika dalam deduktif induktif dalam pengetahuan dan berfikir keraguan dan
kepastian?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Logika

Konsep "logika" atau "logis" sudah sering kita dengar dan kita gunakan. Dalam bahasa
sehari-hari, perkataan "logika" atau "logis" menunjukkan cara berpikir atau cara hidup atau
sikap hidup tertentu, yaitu yang masuk akal, yang "reasonable", yang wajar, yang beralasan
atau berargumen,, yang ada rasionya atau hubungan rasionalnya, yang dapat dimengerti,
walaupun belum tentu disetujui atau tentang benar atau salah.

Dalam arti ilmiah, perkataan logika menunjukkan pada suatu disiplin ilmui; yang dimaksud
dengan disiplin di sini yaitu disiplin ilmiah, yaitu kegiatan intelektual yang dipelajari untuk
memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu secara sistematik-rasional
argumentatif dan terorganisasi yang terkait atau tunduk pada aturan, prosedur, atau metode
tertentu. Setiap disiplin mewujudkan ilmu atau cabang ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya
biologi, yaitu disiplin yang termasuk ilmu alam; mikrobiologi, yaitu suatu disiplin ilmu atau
subdisiplin yang termasuk dalam disiplin ilmu biologi.

Menurut Arief Sidharta, kata logika sering juga digunakan untuk bahasa percakapan sehari-
hari. Kata itu memiliki beberapa pandangan arti dalam penggunaan secara umum, seperti
"wajar", dapat diterima atau bisa juga digunakan dalam arti kultur untuk menggambarkan sikap
khas suatu kelompok masyarakat.

Pengertian ini menunjukkan bahwa mempelajari logika berarti mempelajari hukum dan
prinsip berpikir yang mengatur atau melandasi dan sekaligus memberikan alasan mengapa
suatu penalaran dapat dikatakan sebagai sesuatu yang logis dan juga menjelaskan mengapa
suatu penalaran harus dikatakan sebagai tidak logis. Kedua, Norman Geisler dan Ronald Brooks
mengatakan, bahwa logika yaitu kajian tentang penalaran yang benar atau menyimpulkan yang
valid (sah) dan dapat mengenali adanya kesalahan berpikir baik secara formal maupun informal

B. Logika dan Pengetahuan

Socrates mengatakan ribuan tahun yang lalu, bahwa pada dasarnya manusia bersifat ingin
tahu. Keingintahuan yaitu bagian dari kealamiahan manusia. Seorang anak kecil yang masih
usia dini ketika dia bermain balok kemudian menyusun balok-balok itu menjadi suatu
bangunan, akan menemui suatu logika dari permainan itu, misalnya mengapa gedung yang
dibuat dari balok itu bisa roboh, lalu dia menemukan jawabannya sendiri "oh karena fondasi
bangunan yang dia buat tidak besar, jadi tidak punya kekuatan." Lalu si anak ketika membuat
bangunan gedung dengan balok kembali, dia membuat fondasi bangunan baloknya dibuat
menjadi lebih besar,, agar bangunan yang dibuat tidak ambruk atau rubuh.Begtulah logika
dalam ilmu pengetahuan dapat diperkenalkan pada seorang anak hingga seorang ilmuwan
dapat mengembangkan logika berpikirnya dalam ilmu pengetahuan. Mengapa seorang anak
bertanya atas perbuatannya sendiri terhadap balok-balok kayu yang dia susun, ini merupakan
salah satu bentuk manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu.

4
Juniarso Ridwan mengatakan, bahwa Socrates telah berusaha menemukan dan mengajarkan
prinsip-prinsip universal tentang "keadilan" dan "hukum yang benar." Keadilan itu
sesungguhnya telah bermukim di dalam diri dan dalam kesadaran manusia itu sendiri "given."
Untuk mengajarkan hal itu, ia memanfaatkan metode yang terkenal hingga sekarang yakni,
"socratic method," yaitu dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang akan merangsang
serta memperkuat para muridnya dalam berpikir sedalam-dalamnya untuk menyiapkan makna
keadilan dan hukum yang benar. Dorongan keingintahuan pada manusia muncul dari akalnya.
Manusia yaitu makhluk yang berakal dan memiliki kesadaran akan realitas di luar dirinya.
Semua yang dilakukannya tidak terlepas dari kesadaran dan akalnya itu. Ilmu pengetahuan
lahir sebagai jawaban bagi keingintahuan manusia yang tidak pernah berhenti. Maka tidaklah
mengherankan, jika ilmu pengetahuan yang dibangun dan diciptakan manusia akan terus
berkembang selama ada kehidupan makhluk berakal budi di mana pun di Bumi.

Ujan Andre Ata, dkk. mengatakan, akal manusia menuntunnya pada pengetahuan. Tetapi
tidak semua pengetahuan bisa begitu saja menjadi milik manusia semata-mata hanya karena
akalnya semata. Karena ada jenis pengetahuan yang membutuhkan sistematika, koherensi dan
metode tertentu, jenis pengetahuan ini dikenal sebagai ilmu pengetahuan ilmiah, yang bisa
diidentifikasikan sebagai disiplin sistematis, metodis, rasional, dan koheren yang menyelidiki
aspek tertentu dari realitas. Dalam kaitan dengan syarat-syarat ilmu pengetahuan, logika
memegang peranan sangat penting. Logika menjadi semacam alat ukur yang harus digunakan
untuk menentukan bukan saja kadar keilmiahan dalam suatu teori ilmu pengetahuan yang
dirumuskan, melainkan juga validitas teori ilmu pengetahuan. Dengan latar belakang logika
yang telah dike- mukakan, dapat dipahami keterkaitan dan pentingnya keberadaan logika
dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan.

C. Bentuk berfikir dan Bangunan Logika

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir dalam menarik
suatu kesimpulan berdasarkan sejumlah informasi yang tersedia. Misalkan Anda mengetahui
bahwa papa Imam ialah pemilik pabrik sawit di Jambi. Hanya berdasarkan informasi ini Anda
bisa menarik beberapa kesimpulan, yaitu papa Imam itu orang kaya, dia memiliki banyak
karyawan, dia memiliki rumah mewah, dan anak-anaknya di luar negeri sekolah yang
terkemuka. Kesimpulannya yang Anda tarik itu bersifat logis, karena penalaran kita mengolah
informasi yang diperoleh dan mengombinasikan dengan pengetahuan awal. Dalam arti itu,
dapat dikatakan bahwa pertanyaan baru berdasarkan apa yang telah kita ketahui. Setiap
penalaran memiliki struktur yang sangat sederhana, yaitu adanya pertanyaan (premis atau
argumen), lalu pertanyaan itu diolah nalar sebelum menghasilkan kesimpulan. "Premis—
penalaran—kesimpulan,"

Penalaran berangkat dari sesuatu yang sudah ada atau apa yang sudah diketahui, dari sana
baru ditarik suatu kesimpulan. Apa yang sudah diketahui itu disebut premis, fakta, bukti, dasar,
atau alasan. Kita tidak bisa menarik kesimpulan dari apa yang tidak diketahui. Apa yang disim-
pulkan itu disebut kesimpulan (konklusi).

5
D. Logika Deduktif dan Induktif Dalam Ilmu Pengengetahuan

ilmu pengetahuan yaitu pengetahuan yang dihasilkan melalui prosedur yang sistematis yang
disebut dengan metode ilmiah. Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat
dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.
Kerangka ilmiah bertumpu pada logico hipotético verifikasi yang dalam penelitian bersifat
positivistik yang umumnya berupa penelitian kuantitatif. Adapun untuk penelitian kualitatif
hanya menggunakan unsur logico dan verifikasi, hal ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif
umumnya tidak melakukan uji hipotesis. Langkah-langkah menuju ilmu pengetahuan menurut
metode ilmiah berbasis penelitian kuantitatif sebagai berikut:
· Perumusan masalah.
· Penyusunan teori dan kerangka berpikir (logico).
· Perumusan hipotesis.
· Pengujian hipotesis dan verifikasi (hipotético dan verifikasi).
· Penarikan kesimpulan.

Itulah tahapan atau langkah-langkah metode ilmiah yang mendasari lahirnya ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki prosedur dan metode yang ketat dibandingkan jenis
pengetahuan manusia lainnya setelah pengetahuan

Dalam tahapan metode ilmiah terkandung penalaran logika induktif dan deduktif. Berpikir
dengan logika induktif bertujuan untuk menarik kesimpulan umum, berupa deskripsi general
dari suatu fenomena. Deskripsi umum suatu fenomena ini mengandung persamaan dari yang
berbeda dan berbeda dari yang sama. Hal ini diragukan bisa dalam bentuk golongan, ketegori,
klasifikasi berdasarkan unsur, ciri,, dan sifat dari unit fenomena (wujud, proses, atau fungsi),
yang kelak diberi nama atau istilah definisi yang kemudian sampai pada konsep dan variabel.
Pengetahuan khusus yang ada pada logika induktif (diperoleh dengan observasi eksploratif) itu
berupa deskripsi suatu fenomena (oleh jadi satu unit wujud, proses, atau fungsi) pada sejumlah
situasi atau kondisi tertentu

E. Logika Berfikir Antara Keraguan dan Kepastian

Menurut Josep Morgalis, keraguan dan kepastian bukan merupakan hal-hal yang hanya
dalam psikologis melainkan hal-hal yang logis dan konseptual. Kita bertanya-tanya bukan hanya
apakah keadaan mental tertentu dapat dihindari atau diteruskan, melainkan juga apakah
kepercayaan kognitif kita dapat dibenarkan dan secara relevan dibebaskan dari tantangan.
Permasalahannya, memengaruhi secara mendalam semua usaha manusia untuk pengetahuan;
dan oleh karenanya menarik kita pada kompleksitas yang luar biasa dari hubungan antara
keraguan dan kepastian di suatu sisi, di sisi lain pengetahuan dengan kepercayaan.

Manusia selalu bertanya-tanya apakah mereka pernah berhak dapat melepaskan diri dari
keraguan atau mencapai kepastian tentang kepercayaan mereka. Josef memberikan
pandangan, ada tiga keraguan dalam filsafat yang pada akhirnya dapat memberikan kepastian,
yakni:

6
Pertama, keraguan psikologis dengan kepastian psikologi. Keraguan ini merupakan keadaan
mental yang berbeda, paling tidak yang secara nominal relevan terhadap suatu proposisi yang
berlaku dalam pengertian bahwa jika p merupakan suatu proposisi yang berlaku, maka
seseorang jelas ada dalam keadaan ketidakpastian bahwa p yaitu benar, atau dalam suatu ke -
adaan kepercayaan yang berbeda di antara kedua ekstrem tersebut.

Kedua, keraguan logis dengan kepastian logis. Secara kontras merupakan apa yang disebut
keadaan logis atau fungsional, dalam pengertian di mana keadaan itu tidak perlu secara
psikologis diwujudkan menjadi yang relevan secara kognitif terhadap kepercayaan bahwa p
benar. Mengasumsikan bahwa kita mempunyai teori komprehensif dari peristiwa dan dasar-
dasar yang memberikan untuk memercayai suatu proposisi, kita seharusnya menemukan provisi
dalam teori itu untuk membenarkan keraguan dan kepastian yang berhubungan dengan
kepercayaan. Jika p benar dan diketahui benar, maka secara umum, keraguan yang tergantung
pada kebenaran dan pengetahuan akan p harus segera relevan maupun, akan diangkat atau
dihentikan.

Ketiga, keraguan empiris dengan kepastian empiris. Paham ini memaknakan bahwa
kebenaran dari suatu proposisi aritmetik, misalnya 8 + 7 = 15 yang kita kira pasti benar. Juga
tidak untuk mengatakan bahwa teori kognitif hanya berhubungan dengan menghilangkan
keraguan empiris atau mencapai kepastian empiris. Karena sepenuhnya mungkin bahwa
keraguan logis bisa diformulasikan bahwa tidak ada manusia perantara yang sesungguhnya
merupakan ungkapan darinya seperti keraguan empiris, atau sesungguhnya merupakan
ungkapan darinya dalam suatu interval waktu yang ada. Akan tetapi, untuk kembali pada
pembedaan keadaan empiris dari keraguan dan kepastian, kita harus mengakui suatu
ketidaksimetrisan berkenaan dengan jangkauan konsep pokok dari keraguan dan kepastian.
Didasarkan pada kenyataan itu, terpaksa mengharuskan kita mengadopsi keraguan itu sebagai
suatu perantara rasional menuju kepastian.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan Dari berbagai teori yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa kebenaran
adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui
kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah atau tidaknya teori tersebut bagi kehidupan
manusia. Namun apa yang kita amati, belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja
menyimpang. Karena itu kebenaran yang mutlak hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa.

Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang


sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Untuk memperoleh ilmu
pengetahauan, dibutuhkan adanya metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif
dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoretis dengan
pembuktian yang dilakukan secara empiris. Ilmu, menyusun pengetahuan dengan konsisten
dan kumulatif, sedangkan secara empiris, ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan
fakta dari yang tidak, sehingga melalui metode ilmiah, berbagai penjelasan teoretis dapat diuji,
apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak.

8
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Erliana. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian , Bogor: Ghalia Indonesia. 2011.
Komara, Endang. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Bandung: PT Refika Aditama. 2011.
Surajiyo. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia , Jakarta: Bumi Aksara. 2007.
Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. 2005. Salam,
Burhanuddin. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan , Jakarta: PT Rineka Cipta. 1997.

Anda mungkin juga menyukai