Anda di halaman 1dari 11

2.

Teori Operant Conditioning


A. Biografi B.F. Skinner1

Menurut Sukmadinata (2003:168) Burrhus Frederic Skinner dilahirkan di sebuah kota


kecil bernama Susquehanna, Pennsylvania, pada tahun 1904 dan wafat pada tahun 1990
setelah terserang penyakit leukimia. Skinner dibesarkan dalam keluarga sederhana, penuh
disiplin dan pekerja keras. Ayahnya adalah seorang jaksa dan ibunya seorang ibu rumah
tangga.

Skinner mendapat gelar Bachelor di Inggris dan berharap bahwa dirinya dapat
menjadi penulis. Semasa bersekolah memang ia sudah menulis untuk sekolahnya, tetapi ia
menempatkan dirinya sebagai outsider (orang luar), menjadi atheis, dan sering mengkritik
sekolahnya dan agama yang menjadi panutan sekolah tersebut. Setelah lulus dari sekolah
tersebut, ia pindah ke Greenwich Village di New York City dan masih berharap untuk dapat
menjadi penulis dan bekerja di sebuah penerbit surat kabar.

Pada tahun 1931, Skinner menyelesaikan sekolahnya dan memperoleh gelar sarjana
psikologi dari Harvard University. Setahun kemudian ia juga memperoleh gelar doktor (Ph.D)
untuk bidang yang sama. Pada tahun 1945, ia menjadi ketua fakultas psikologi di Indiana
University dan tiga tahun kemudian ia pindah ke Harvard dan mengajar di sana sepanjang
karirnya. Meskipun Skinner tidak pernah benar-benar menjadi penulis di surat kabar seperti
yang diimpikannya, ia merupakan salah satu psikolog yang paling banyak menerbitkan buku
maupun artikel tentang teori perilaku/tingkah laku, reinforcement dan teori-teori belajar.

B. Latar Belakang Teori Operant Conditioning B.F Skinner2

Dasar dari pengkondisian operan (operant conditioning) dikemukakan oleh E.L.


Thorndike pada tahun 1911, yakni beberapa waktu sesudah munculnya teori classical
conditioning yang dikemukakan oleh Pavlov. Pada saat itu Thorndike mempelajari
pemecahan masalah pada binatang yang diletakkan di dalam sebuah “kotak teka-teki”.
Dimana setelah beberapa kali percobaan, binatang itu mampu meloloskan diri semakin
cepat dari perobaan percobakan sebelumnya. Thorndike kemudian mengemukakan
hipotesis“ apabila suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respon yang
lain dalam keadaan yang sama” yang dikenal dengan hukum akibat (Hamalik, 2007:49).

Berdasarkan teori yang dikemukakan Thorndike, skinner telah mengemukakan


pendapatnya sendiri dengan memasukkan unsur penguatan kedalam hukum akibat
tersebut, yakni perilaku yang mendapat penguatan cenderung di ulangi kemunculannya,
sedangkan perilaku yang tidak mendapat penguatan cenderung untuk menghilang atau
terhapus. Oleh karena itu Skinner dianggap sebagai bapak operant conditioning.

1
Ganda Puspita, Vina. 2013. Pengaruh Penerapan Teori Operant Conditioning terhadap Motivasi dan Prestasi
Belajar Bahasa Jepang. Skripsi. Sarjana Pendidikan Prodi Pendidikan bahasa Jepang Universitas Negeri
Semarang. Tersedia di https://lib.unnes.ac.id/18613/1/2302909019.pdf (hal. 17). 16 November 2019 (14.27).
2
Ibid. h. 18.
C. Pengertian Teori Operant Conditioning3

Dalam kamus psikologi disebut bahwa Operant ialah setiap respon yang bersifat
instrumental dalam menimbulkan akibat-akibat tertentu, seperti hadiah makanan atau satu
kejutan listrik. Respon tersebut beroperasi ke dalam lingkungan, sementara Conditioning
menpunyai arti mempelajari respon tertentu. Sedangkan, menurut B.F. Skinner tentang
Pengkondisian operan (operant conditioning) dalam kaitannya dengan psikologi belajar
adalah proses belajar dengan mengendalikan semua atau sembarang respon yang muncul
sesuai konsekuensi (resiko) yang mana organisme akan cenderung untuk mengulang
respon-respon yang di ikuti oleh penguatan.

D. Percobaan B.F. Skinner4

Skinner membuat mesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning yang


dinamakan dengan "Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang sering digunakan
dalam percobaanya.

Dalam percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium,


seekor tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, mula-mula tikus itu mengeksplorasi
peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya,
mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus yang demikian disebut dengan

3
Ahmad, Furqanullah. 2018. Penerapan Teori Belajar Operant Conditioning Melalui Pemanfaatan Bahan Ajar
Modul Akidah Akhlak Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X MIA MAN 1 Makassar. Skripsi. Sarjana
Pendidikan Jurusan Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar.
Tersedia di http://repositori.uin-alauddin.ac.id/8441/1/Muh%20Furqanullah%20Ahmad.pdf (hal.8). 16
November 2019 (14.58).
4
Haba, Lydia. 2013. Eksperimen Skinner (Operant Conditioning). Tersedia di
http://psycholocious.blogspot.com/2013/11/eksperimen-skinner-operant-conditioning.html. 16 November
2019 (15.29).
‘’emmited behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari
organism tanpa memedulikan stimulus tertentu. Kemudian salah satu tingkah laku tikus
(seperti cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit
ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.

Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforce bagi tikus yang disebut
dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi reinforcement, yaitu
penguatan berupa butiran-butiran makanan kedalam wadah makanan.

Di dalam setiap keadaan, seekor binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku


tertentu; tikus tadi misalnya, akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama
kali masuk kedalam Box,yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan membauinya sambil
melihat-lihat kesekelilingnya. Secara kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus itu
menyentuh tuas makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukan hal ini
akan mendapatkan makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan
tersebut, sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan
penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa setiap
kali menekan tuas dia akan mendapatkan makanan dan tiku stersebut akan sering kali
mengulangi perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan dengan
menghilangkan penguatannya.

Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus tersebut selanjutnya menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :

1) Law of operant conditioning, yaitu jika timbulnya perilaku diriingi oleh sebuah penguat
(reinforcement), maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2) Law of operant extinction, yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui
proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut
akan menurun bahkan musnah.

E. Prinsip Utama Operant Conditioning5

Menurut Skinner, tingkah laku bukanlah hanya sekedar sebuah respon terhadap
stimulus yang diberikan, tetapi merupakan sebuah tindakan yang disengaja atau operan,
operan ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Operan adalah sejumlah perilaku
atau respon yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat.

Jadi, Operant Conditioning itu melibatkan pengendalian konsekuensi. Tingkah laku


adalah sebuah tindakan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah laku ini

5
Fatimatuzzaroh, Siti. 2019. Pengaruh Implementasi Operant Conditioning Terhadap Kedisiplinan Menaati Tata
Tertib Anak Kelompok B Di RA Nurul Alim Semampir Surabaya. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Kegurua Jurusan
Pendidikan Islam Anak Usia Dini Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Tersedia di
http://digilib.uinsby.ac.id/29582/1/Siti%20Fatimatuzzaroh.._D08214008.pdf (hal. 18-19). 16 November 2019
(15.08).
terletak diantara dua pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya (Antecedent) dan
pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi).

Dengan demikian sebuah tingkah laku dapat diubah melalui tahapan Operant
Conditioning yaitu, antecedent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut teori Operant
Conditioning Skinner, konsekuensi itu sangat menentukan apakah seseorang akan
mengulangi sebuah tingkah laku tersebut di lain waktu atau tidak. Konsekuensi yang
timbul dari tingkah laku tertentu dapat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi
responden. Berbagai macam pembagian waktu pada konsekuensi dapat memberikan
pengaruh terhadap responden. Ada dua hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
pengendalian konsekuensi ini, yaitu reinforcement dan hukuman.

1. Reinforcement6

Dalam kehidupan sehari-hari, reinforcement kurang lebih berarti pemberian


“hadiah”. Tetapi dalam dunia psikologi, Reinforcement mempunyai arti lebih khusus, yaitu
konsekuensi atau dampak tingkah laku yang dapat memperkuat tingkah laku tertentu.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, suatu peristiwa yang memperkuat tingkah laku
itu bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan. Reinforcement itu ditentukan oleh
efeknya memperkuat tingkah laku. Cara lain untuk menentukan Reinforcement ialah dapat
berupa peristiwa atau sesuatu yang akan diraih seseorang. Reinforcement ini diklasifikasikan
ke dalam dua macam, yaitu:

a) Reinforcement Positive
Reinforcement Positive adalah sebuah penguatan yang diberikan pada siswa dan
memiliki sifat menyenangkan sehingga memiliki kecenderungan untuk diulangi kembali
di lain waktu.21 Reinforcement ini berbentuk Reward (ganjaran, hadiah atau imbalan),
baik secara verbal (kata-kata atau ucapan pujian), maupun secara non-verbal (isyarat,
senyuman, hadiah berupa benda benda, dan makanan).
b) Reinforcement Negative

6
Ibid, h. 20-21
Reinforcement Negative adalah suatu rangsangan (stimulus) yang mendorong
seseorang untuk menghindari respon tertentu yang konsekuensi atau dampaknya tidak
memuaskan (menyakitkan atau tidak menyenangkan). Dengan kata lain, Reinforcement
Negatif ini memperkuat tingkah laku dengan cara menghindari stimulus yang tidak
menyenangkan.

Jadi bisa dikatakan dalam teori Skinner ini bahwasanya hal terpenting dalam belajar
adalah penguatan, pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus dengan respon
akan semakin kuat apabila diberi penguatan, baik penguatan positif maupun negatif,
dimana penguatan positif dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu
sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.7
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguat-penguat positif dan negatif
adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Sedangkan
dalam penguat negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan. Agar istilah penguat
negatif dan hukumat tidak rancu, ingat bahwa penguat negatif meningkatkan probabilitas
terjadinya suatu perilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya prilaku
(Santrock, 2008: 273).8
Keefektifan reinforcement dalam perilaku tergantung pada berbagai faktor, salah
satunya diantaranya adalah frekuensi atau jadwal pemberian reinforcement. Ada empat
macam pemberian jadwal reinforcement, yaitu:9
a. Fixed Ratio, yaitu salah satu skedul pemberian reinforcement ketika reinforcement
diberikan setelah sejumlah tingkah laku. Contoh, seorang guru mengatakan “kalau
kalian dapat menyelesaikan sepuluh soal matematika dengan cepat dan benar, maka
kalian boleh pulang lebih dulu”.
b. Variable Ratio, yaitu sejumlah perilaku yang dibutuhkan untuk berbagai macam
reinforcement dari reinforcement satu ke reinforcement lain. Jumlah perilaku yang
dibutuhkan mungkin sangat bermacam-macam dan siswa tidak tahu perilaku mana
yang akan direinforcement. Contoh, guru tidak hanya melihat apakah tugas dapat
diselesaikan, tapi juga melihat kemajuankemajuan yang diperoleh pada tahap-tahap
penyelesaian tugas tersebut.
c. Fixed Interval, yang diberikan ketika seseorang menunjukan perilaku yang diinginkan
pada waktu tertentu. Contoh, setiap 30 menit sekali.
d. Variabel Interval, yaitu reinforcement yang diberikan tergantung pada waktu dan
sebuah respon (Baharudin dan Esa, 2008: 73-74).

7
Zaini, Rifnon. 2014. Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Dasar Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 p-ISSN 2355-1925 (hal. 126-127). Tersedia di
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/terampil/article/download/1309/1037. 16 November 2019 (15.42).
8
Ibid.
9
Ibid.
2. Hukuman

Reinforcement negative ini sering disamakan dengan hukuman. Namun


reinforcement dan hukuman memiliki tujuan yang berbeda, proses reinforcement (positif
atau negatif) memiliki tujuan untuk memperkuat tingkah laku. Namun sebaliknya, hukuman
memiliki tujuan pengurangan atau penekanan tingkah laku yang tidak sesuai. Suatu
perbuatan yang diikuti oleh hukuman, kecil kemungkinannya untuk diulangi lagi pada
situasi-situasi yang serupa di lain waktu. 10

Seperti halnya reinforcement, hukuman juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu:11

a) Presentation punishment
Presentation punishment terjadi apabila stimulus yang tidak menyenangkan
ditunjukkan atau diberikan; misalnya guru memberikan tugas-tugas tambahan
karena kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh murid-muridnya.

b) Removal punishment
Removal punishment terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau
diberikan, artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau diinginkan.
Contoh: anak tidak diperkenankan nonton televisi selama seminggu karena tidak
belajar.
Dengan kedua cara hukuman tersebut, akibatnya ialah berkurangnya tingkah
laku yang menyebabkan dikenakannya hukuman.

Menurut skinner, hukuman tidak menurunkan probabilitas respon, walaupun


hukuman bisa menekan suatu respon selama hukuman itu diterapkan. Namun, hukuman
tidak akan melemahkan kebiasaan. Skinner juga berpendapat bahwa hukuman dalam jangka
panjang tidak akan efektif, tampak bahwa hukuman hanya menekan perilaku, dan ketika
ancaman dihilangkan, tingkat perilaku akan ke level semula.12

Dalam hal ini, Skinner tidak mendukung digunakannya hukuman dalam rangka
pembentukan perilaku, karena hukuman dalam jangka waktu yang panjang tidak
mempunyai pengaruh, justru banyak segi negatifnya daripada segi positifnya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh C. Asri Budiningsih, ada beberapa alasan


mengapa Skinner tidak setuju dengan hukuman:13

a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku bersifat sangat sementara.

10
Fatimatuzzaroh. Op.cit. h. 22.
11
Ganda Puspita, Op.cit. h. 21.
12
Fitri, Suci., dkk. 2015. Makalah Operant Conditioning. Tersedia di
https://www.academia.edu/12185809/makalah_operant_conditioning. 16 November 2019 (15. 55).
13
Zaini, Op.cit.
b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar
ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si
terhukum melakukan hal-hal lain yang kadang kala lebih buruk dari pada kesalahan
yang diperbuatnya (Budiningsih, 2005: 26).

Skinner juga memaparkan bahwa hukuman yang baik (operant negative) adalah anak
merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya, misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik
seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru akan berakibat buruk bagi siswa
(Sugihartono dkk.,2007: 99) Satu hal yang perlu dicatat mengenai penguat, yang positif
maupun yang negatif, bahwasanya keduanya bisa dikondisikan (Hill, 2011: 103).

Selain Prinsip-prinsip utama, ada beberapa prinsip pendukung, yaitu shaping


(pembentukan), discrimination (pembedaan), dan generalization generalisasi). Berikut
adalah penjelasannya: 14

1) Pembentukan (shaping)

Pembentukan merupakan teknik penguatan yang digunakan untuk mengajar perilaku


hewan atau manusia yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. Dalam konteks
pendidikan atau pengajaran, cara ini bisa dilakukan dengan memberikan penguatan kembali
suatu respons yang dapat dilakukan oleh pembelajar dengan mudah, dan secara berangsur-
angsur ditambah tingkat kesulitan respons yang dibutuhkan. Sebagai contoh, mengajar
seekor tikus menekan tuas yang terletak di atas kepalanya, pelatihnya dapat pertama-tama
memberikan hadiah pada gerakan kepala apapun ke arah atas, kemudian gerakan ke arah
atas 2,5 cm, dan seterusnya, sampai gerakan tersebut mampu menekan tuas.

Pakar psikologi telah menggunakan shaping (pembentukan) ini untuk mengajarkan


kemampuan berbicara pada anak-anak dengan keterbelakangan mental yang parah dengan
pertama-tama memberikan hadiah pada suara apa pun yang mereka keluarkan, dan
kemudian secara berangsur menuntut suara yang semakin menyerupai kata-kata dari
gurunya. Pelatih binatang di dalam sirkus dan kebun binatang menggunakan shaping ini
untuk mengajar gajah berdiri dengan hanya bertumpu pada kaki belakangnya saja, harimau
berjalan di atas bola, anjing berjalan di dalam roda yang berputar ke arah belakang, dan
paus pembunuh dan lumba-lumba melompat melalui lingkaran.

2) Eleminasi penguatan

Sebagaimana dalam classical conditioning, respons yang dipelajari di dalam operant


conditioning tidak selalu permanen. Di dalam operant conditioning, extinction (eliminasi

14
Simamora, Lavanter. 2012. Teori Belajar Operant. Tersedia di
https://www.slideshare.net/vanterdebataraja/teori-belajar-operant. 16 November 2019 (16.12).
kondisi) merupakan eliminasi dari perilaku yang dipelajari dengan menghentikan penguat
dari perilaku tersebut. Jika seekor tikus telah belajar menekan tuas karena dengan
melakukan ini hewan tersebut menerima makanan, tingkat penekanannya pada tuas akan
berkurang dan pada akhirnya berhenti sama sekali jika makanan tidak lagi diberikan.

Sedangkan pada manusia, menarik kembali penguat akan menghilangkan perilaku


yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, orang tua seringkali memberikan reinforcement
negative sifat marah anak-anak muda dengan memberinya perhatian. Jika orang tua
mengabaikan saja kemarahan anak-anak dengan lebih memberikannya hadiah berupa
perhatian tersebut, frekuensi kemarahan dari anak-anak tersebut seharusnya secara
berangsur angsur akan berkurang.

3) Generalisai dan diskriminasi

Generalisasi dan diskriminasi yang terjadi di dalam operant conditioning nyaris sama
dengan yang terjadi di dalam classical conditioning. Dalam generalisasi, suatu perilaku yang
telah dipelajari dalam suatu situasi dilakukan dalam kesempatan lain namun situasinya
sama. Sebagai misal, seseorang yang diberi hadiah dengan tertawa atas ceritanya yang lucu
di suatu bar akan mengulang cerita yang sama di retoran, pesta, atau resepsi pernikahan.

Diskriminasi merupakan proses belajar bahwa suatu perilaku akan diperkuat dalam
suatu situasi namun tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar bahwa menceritakan
leluconnya di dalam gereja atau dalam situasi bisnis yang memerlukan keseriusan tidak akan
membuat orang tertawa. Stimuli diskriminatif memberikan peringatan bahwa suatu perilaku
sepertinya diperkuat negatif. Orang tersebut akan belajar menceritakan leluconnya hanya
ketika ia berada pada situasi yang riuh dan banyak orang (stimulus diskriminatif). Belajar
ketika perilaku akan dan tidak akan diperkuat merupakan bagian penting dari operant
conditioning.

F. Contoh Kasus yang Berkaitan dengan Operant Conditioning


Penguatan positif

Perilaku ke depan
Perilaku Andi menjadi lebih rajin
Konsekuensi
Andi medapatkan nilai belajar agar selalu
Ayah dan ibu Andi
ujian bagus karena ia mendapat nilai yang
memuji Andi.
belajar. bagus.

Penguatan negative

Perilaku Konsekuensi Perilaku kedepan


Cika membuang Ibu memarahi dan Cika tidak membuang
sampah sembarangan. menegur Cika. sampah sembarangan lagi.
Hukuman

Konsekuensi Perilaku kedepan


Perilaku
Ibu menghukum Aqila Aqila tidak mencoret-
Aqila mecoret-coret
dengan menyita coret tembok lagi.
tembok dengan krayon.
krayonnya.
Penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu,
konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.

G. Aplikasi Teori Operant Conditioning dalam Pembelajaran15


Menurut para penganut teori behavioristik, reward merupakan pendorong utama
dalam pembelajaran. Reward dapat berdampak positif bagi anak, yaitu:
1) Menimbulkan respon positif,
2) Menciptakan kebiasaan yang relatif kokoh di dalam dirinya,
3) Menimbulkan perasaan senang dalam melakukan suatu pekerjaan yang mendapat
imbalan,
4) Menimbulkan antusiasme, semangat untuk terus melakukan pekerjaan,
5) Semakin percaya diri
Utami Munandar mengemukakan, bahwa pemberian hadiah untuk pekerjaan yang
dilaksanakan dengan baik, tidak harus berupa materi. Yang terbaik justru berupa senyuman
atau anggukan, kata penghargaan, kesempatan untuk menampilkan dan mempresentasikan
pekerjaan sendiri.
Sementara pemberian hukuman atau sanksi kepada anak bertujuan untuk mencegah
tingkah laku atau kebiasaan yang tidak diharapkan atau yang bertentangan dengan norma,
sehingga anak-anak akan berhti-hati dalam melakukan sesuatu. Dengan demikian, hukuman
merupakan teknik untuk meluruskan tingkah laku anak. Pemberian hukuman kepada anak
hendaknya didasari perasaan cinta kepadanya, bukan atas dasar rasa benci atau dendam.
Apabila dasarnya rasa benci, maka hukuman itu sudah kehilangan fungsi utamanya
sebagai pelurus tingkah laku, bahkan yang terjadi adalah berkembangnya sikap benci atau
pembangkangan pada diri anak kepada pemberi hukuman tersebut.
Di samping itu perlu juga diperhatikan tentang bentuk dan cara memberikan
hukuman kepada anak. Sebaiknya hindarkan hukuman yang bersifat fisik (memukul,
menjewer, atau menendang) atau psikologis seperti melecehkan atau mencemoohkan.
Terkait dengan cara pemberian hukuman, hindarkan memberikan hukuman kepada anak
dihadapan teman-temannya, karena dapat merusak harga dirinya (self-esteem).
Jika terpaksa hukuman itu dilakukan, maka sebaiknya hukuman itu bersifat edukatif,
artinya hukuman yang diberikan itu bersifat proporsional, tidak berlebih- lebihan, atau tidak
keluar dari bentuk kesalahan yang dilakukan anak, serta memberikan dampak positif kepada
anak untuk meninggalkan kebiasaan buruknya dan mengganti dengan kebiasaan yang baik.

15
Ganda Puspita, Op.cit. hal. 23-25.
Kepada anak dijelaskan tentang kekeliruan atau kesalahannya dan alasan mengapa tingkah
laku atau kebiasaan itu harus dihentikan. Alasan yang dikemukakan bersifat rasional dan
obyektif, jangan bersifat subyektif dan alasan-alasan yang tidak masuk akal.
Dalam menerapkan hukuman dalam proses pembelajaran, sebaiknya dilakukan
secara hati-hati, dan dikurangi seminimal mungkin, karena apabila kurang berhati-hati dan
sering memberikan hukuman dapat berdampak negative bagi perkembangan pribadi anak.
Dalam hal ini, Budaiwi (2002:44) mengemukakan hasil penelitian yang menunjukkan, bahwa
orang yang cenderung memberikan sanksi tidak dapat meluruskan tingkah laku dan
membuahkan hasil, bahkan jenis sanksi fisik tertentu dapat menimbulkan jiwa permusuhan
pada diri anak terhadap pihak pemberi hukuman, juga dapat menumbuhkan perasaan gagal
dalam diri anak.

H. Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner16

1. Kelebihan

Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. Hal ini
ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya
pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan
terjadinya kesalahan.

2. Kekurangan

 Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan dapat membuat anak didik menjadi
kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. Hal tersebut akan menyulitkan lancarnya
kegiatan belajar mengajar.
 Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman
sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang
baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak
perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan
hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru
berakibat buruk pada siswa.
 Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan
seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua
mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan
yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai
dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa,
matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.

16
Math laka-laka. 2014. Teori Skinner. Tersedia di https://inoerofik.files.wordpress.com/2014/11/teori-
skinner.pdf. 16 November 2019 (16.34).
Daftar Pustaka
Ahmad, Furqanullah. 2018. Penerapan Teori Belajar Operant Conditioning Melalui Pemanfaatan
Bahan Ajar Modul Akidah Akhlak Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X MIA MAN 1
Makassar. Skripsi. Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Alauddin Makassar. Tersedia di http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/8441/1/Muh%20Furqanullah%20Ahmad.pdf (hal.8). 16 November 2019 (14.58).

Fatimatuzzaroh, Siti. 2019. Pengaruh Implementasi Operant Conditioning Terhadap Kedisiplinan


Menaati Tata Tertib Anak Kelompok B Di RA Nurul Alim Semampir Surabaya. Skripsi. Fakultas
Tarbiyah dan Kegurua Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya. Tersedia di http://digilib.uinsby.ac.id/29582/1/Siti%20Fatimatuzzaroh.._D08214008.pdf
(hal. 18-19). 16 November 2019 (15.08).

Fitri, Suci., dkk. 2015. Makalah Operant Conditioning. Tersedia di


https://www.academia.edu/12185809/makalah_operant_conditioning. 16 November 2019 (15. 55).

Ganda Puspita, Vina. 2013. Pengaruh Penerapan Teori Operant Conditioning terhadap Motivasi dan
Prestasi Belajar Bahasa Jepang. Skripsi. Sarjana Pendidikan Prodi Pendidikan bahasa Jepang
Universitas Negeri Semarang. Tersedia di https://lib.unnes.ac.id/18613/1/2302909019.pdf (hal. 17).
16 November 2019 (14.27).

Haba, Lydia. 2013. Eksperimen Skinner (Operant Conditioning). Tersedia di


http://psycholocious.blogspot.com/2013/11/eksperimen-skinner-operant-conditioning.html. 16
November 2019 (15.29).

Math laka-laka. 2014. Teori Skinner. Tersedia di https://inoerofik.files.wordpress.com/2014/11/teori-


skinner.pdf. 16 November 2019 (16.34).

Simamora, Lavanter. 2012. Teori Belajar Operant. Tersedia di


https://www.slideshare.net/vanterdebataraja/teori-belajar-operant. 16 November 2019 (16.12).

Zaini, Rifnon. 2014. Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 p-ISSN 2355-1925 (hal. 126-127). Tersedia di
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/terampil/article/download/1309/1037 (hal. 126-127). 16
November 2019 (15.42).

Anda mungkin juga menyukai