Dari segi bahasa, psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche yang berarti 'jiwa'
dan logia yang berarti 'ilmu. Sehingga bila dilihat dari segi bahasa, psikologi merupakan
ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Namun pada perkembangannya, psiko logi cukup
rumit untuk mempelajari jiwa yang sifatnya abstrak sehingga psikologi membatasi
ekspresi jiwa tersebut yang nampak dalam tingkah laku dan prosesnya. Untuk itulah
psikologi dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari
Perjalanan panjang psikologi yang sudah ada sejak masa Yunani Kuno berakar
dari masa Aristoteles dengan ilmu filosofinya. Pada saat itu, Aristoles memandang jiwa
sebagai unsur kehidupan. Sejarah awal ini pun berkembang dalam intelektual Eropa dan
Baru pada kisaran abad ke-19, di tahun 1879, Wilhem Wundt mulai mendirikan
ini menandakan adanya metode ilmiah yang menjadi syarat lengkap psikologi sebagai
sebuah ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dalam hal kajian, metode, dan
penerapannya.
Di awal abad ke-21, ilmu psikologi telah menjadi bidang studi ilmiah yang
mengkaji beragam masalah, bahkan kini mulai diterapkan di bidang teknologi. American
Psychological Association (APA) sebagai Asosiasi Psiko logi yang menjadi rujukan
ilmuwan psikologi, menetapkan "dekade perilaku" dalam kajian psikologi mulai tampak
pada tahun 2000 hingga 2010. Selama dekade tersebut, ilmu psikologi banyak diwarnai
dengan berbagai macam objek investigasi yang melibatkan ilmu alam hingga ilmu sosial.
Hal ini berdampak pada kekayaan bidang psikologi yang dapat mengkaji secara khusus
topik-topik tertentu di lapangan, salah satunya adalah kajian dengan perspektif psikologi
sosial. Sejarah psikologi sosial tidak luput dari pola pemikiran Auguste Comte dengan
psikologi sosial sebagai disiplin ilmu empiris. Kemunculan psikologi sosial ditandai
dengan munculnya dua buku dari pakar ilmu psikologi sosial, yaitu An Introduction to
Social Psychology oleh William McDougall (1980) dan Social Psychology oleh E.A.
Ross (1990). Kedua buku pengantar tersebut menjadi titik awal berkembangnya kajian
Sebelum kita memahami keuntungan dari mempelajari cabang ilmu psikologi ini,
coba kita amati masalah sekeliling. Misalnya saja, terkadang kita tiba-tiba dimusuhi oleh
teman tanpa sebab. Namun di sisi lain, ada yang membela kita. Hubungan seperti ini
yang memicu adanya bentuk pertikaian, perselisihan, dan sebagainya, baik antarindividu
maupun antar kelompok. Psikologi sosial akan memberikan gambaran tentang jalinan
interaksi yang ideal antara individu dan individu, individu dan kelompok, serta kelompok
dan kelompok. Dengan adanya gambaran ini, kita dapat mengurai konflik perselisihan
yang terjadi.
Dari definisi dan ruang lingkup psikologi sosial yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
dijelaskan pendekatan psikologi yang dapat digunakan untuk meninjau perilaku atau
sikap individu pada sebuah interaksi antar individu maupun kelompok (Elis, 2014).
1. Pendekatan Perilaku
respons atau stimulus yang datang. Secara sederhana, pendekatan ini dapat digambarkan
dengan model S-R atau bisa dibaca dengan keterkaitan antara stimulus dan respons.
Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson yang kemudian disempurnakan oleh B.F.
Skinner. Kemudian berawal dari sinilah psikologi sosial memiliki banyak pendekatan.
2. Pendekatan Neurobiologis
Neurobiologi dapat kita artikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari tentang
kinerja sistem saraf, fisiologi, dan hubungannya dengan perilaku individu. Neurobiologis
dalam psikologi melihat bagaimana fungsi otak berhubungan dengan perilaku. Lima
fungsi otak dalam neurobiologis terkategori dalam proses kognitif, persepsi, emosi,
perilaku, dan sosialisasi. Kelima kategori fungsi otak dan sistem saraf tersebut saling
berkaitan. Pendekatan ini meyakini tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan
oleh aktivitas otak dan sistem saraf. Impuls listrik dan proses kimia yang terjadi dalam
a. Pada individu dengan skizofrenia acap kali mengalami defisit kognisi yang berdampak
pada munculnya permasalahan dalam aspek ingatan, perhatian, bentuk dan isi pikiran
b. Individu dalam mengambil keputusan tidak lepas dari persepsi yang berujung pada
c. Emosi yang diekspresikan oleh individu (bisa saja ekspresi ini disikapi berlebihan atau
kurang). Pada individu dengan skizofrenia cenderung mengalami masalah pada emosi.
kali dianggap sebagai perilaku yang aneh, tidak enak dipandang, dan membingungkan.
e. Perilaku yang berkaitan dengan hubungan dalam menjalin kerja sama dan saling
(kognitif) seseorang.
3. Pendekatan Kognitif
Istilah kognitif yang sangat lekat dengan psikologi merujuk pada segenap
aktivitas mental dalam berpikir, menganalisis membentuk konsep, penye lesaian masalah,
hingga pengambilan keputusan. Perspektif ini digawangi sejak aliran Gestalt mulai
mewarnai kajian ilmu perilaku. Pandangan kognitif mendasarkan pada asumsi bahwa
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku individu merupakan hasil proses
aktif dari menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum
melakukan reaksi (Myers, 2010; Carin & Sund, 1993). Terdapat lima aspek kognitif yang
dimiliki individu dan dapat menjadi amatan perilaku dan tahapan perkembangan individu
sebagai berikut.
a. Kematangan
Bertambahnya usia menjadikan individu terbiasa menghadapi rutinitas dan masalah yang
dihadapi. Kecakapan dalam mengombinasikan ide dan dapat berpikir abstrak saat
bertambah usia cenderung akan mematangkan kemam puan individu dalam berpikir logis
dan sistematis.
b. Pengalaman
Pengalaman yang merupakan hasil interaksi antarindividu dan kelompok yang menuntut
kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini akan memberikan sumbangan
pengalaman oleh individu dapat berupa pengalaman fisik yang melibatkan individu
abstraksi dari objek tersebut. Selain itu, terdapat pula pengalaman logika matematika
yang berbentuk kemampuan membangun hubungan atau membuat abstraksi yang didapat
transmisi sosial, individu akan menemui sejumlah hubungan sosial yang melibatkan
proses komunikasi dengan lingkungannya. Ini menjadi faktor penunjang ber kembangnya
kemampuan kognitif individu. Karena dalam transmisi sosial, individu akan melalui
serangkaian proses interaksi sosial dalam menyerap beragam informasi yang dapat
d. Equilibrasi
4. Pendekatan psikoanalisis
Dipelopori oleh Sigmund Freud yang memiliki gebrakan dalam bidang psikologi
dengan konsepnya yang dikenal dengan "psikoanalisis". Konsep ini menyatakan bahwa
individu memiliki kekuatan irasional yang tidak disadari dari dorongan biologis serta
Konsep id, ego, dan superego yang dipelopori oleh Sigmund Freud.
id adalah bagian alam bawah sadar manusia yang berisi penuh dengan hasrat dan
keinginan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan individu. Sementara itu, ego
yang tidak jauh berbeda dengan id merupakan keinginan individu yang telah terkontrol
inginan tersebut. Berbeda dengan id dan ego, superego berasal dari pengarahan dan
Berkaitan dengan interaksi individu dalam situasi sosial, pendekatan ini menaruh
5. Pendekatan Fenomenologi
Fenomenologi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata fenomenon memiliki
arti 'sesuatu yang tampak. Kata ini dalam perkembangan ilmu psikologi dijadikan rujukan
sebagai sebuah kajian yang membahas sesuatu yang menampakkan diri (Elis, 2014).
Dalam membahas perilaku individu, pendekatan ini kerap kali menjadi sebuah metode
untuk menjangkau objek dari kesadaran yang dipersepsikan oleh individu. Tujuan
utamanya adalah menemukan esensi dari hal-hal tertentu yang hadir dalam kesadaran
tersebut, sehingga dapat dilakukan dengan cara yang sistematis melalui serangkaian
teknik. Pada psikologi sosial, pendekatan ini lebih memperhatikan pada pengalaman
subjektif individu karena tingkah laku sangat dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap
diri dan dunianya. Hal inilah yang mela tarbelakangi digunakannya pendekatan ini dalam
psikologi sosial. Oleh karena itu, tingkah laku individu berkaitan dengan fenomena
tentang dirinya.
menjelaskan fenomena yang terobservasi. Teori yang baik biasanya diukur dari tiga
memiliki derajat yang sama, dan teori yang paling baik haruslah elegan, ringkas, dapat
penelitian lanjut serta memunculkan hipotesis baru dan pemahaman yang lebih baik.
Dalam penelitian sosial, terdapat sejumlah teori. Para ahli psikologi sosial tidak
mencoba menggunakan grand theory seperti teori Freud atau Piaget, seperti telah
dipelajari di pengantar psikologi. Sebaliknya, teori teori psikologi sosial lebih ke arah
mini teori sehingga kemampuannya dalam menjelaskan perilaku lebih bersifat terbatas.
menstimulasi program program penelitian lanjutan yang lebih sistematis dengan teori
yang mendukung. Peneliti dapat semakin kritis terhadap teori-teori yang ada maupun
terkejut dengan adanya oposisi teori ini. Keterkejutan terjadi karena para mahasiswa sulit
menentukan teori mana yang benar dan mana yang salah, atau teori mana yang baik dan
teori mana yang buruk. Munculnya pertentangan teori ini menunjukkan bahwa psikologi
sosial merupakan ilmu pengetahuan yang relatif muda. Meskipun masih muda, debat
dalam teori psikologi sosial masih diperlukan. Hal itu dimaksudkan sebagai sarana untuk
menjadikan psikologi sosial lebih matang, sehingga menjadi ilmu pengetahuan yang tidak
9. Etika riset
Kognisi sosial mengacu pada cara individu memandang dan berfikir mengenai
dunia sosial mereka, orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan
mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat individu bergabung,
dan cara mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain (Santrock, 2002).
sosialnya melalui cara berpikir, mengamati diri sendiri, dan orang lain. Pandai
dapat dengan mudah mengamati, mengevaluasi, dan menangkap realitas sosial yang ada
dalam dunia sosialnya. Monks (2009) menyampaikan bahwa kognisi sosial berarti
Baron dan Byrne (2004), mengemukakan bahwa untuk dapat mengerti tingkah
laku orang lain, individu dapat melakukan interpretasi, meng analisis, mengingat, serta
menggunakan informasi mengenai dunia sosial. Ini menunjukkan bahwa apabila kognisi
sosial tidak dikelola dengan baik, maka individu akan mengalami kesulitan mengenal
dunia sosialnya dengan tepat. Kemampuan ini juga menunjukkan bahwa kecakapan sosial
yang dimiliki seseorang sangat erat hubungannya dengan sikap sosial di lingkungannya.
membentuk suatu kesimpulan dari informasi sosial yang ada dalam lingkungannya.
Dengan demikian, kognisi sosial memiliki peranan yang sangat penting dalam
memengaruhi sikap sosial yang merupakan implikasi dari cara seseorang mengamati
orang lain dan berpikir mengenai situasi sosial melalui informasi sosial yang ada dalam
dunia sosialnya.
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Kognisi sosial memusatkan diri pada proses
psikologis di dalam diri individu mengenai dirinya sendiri dan atau orang lain serta
kognisi sosial ini, individu dapat menempatkan diri dan berpikir positif terhadap
lingkungannya. Selain itu, memberikan kemungkinan bagi individu untuk dapat dengan
mudah melakukan pengamatan, mengevaluasi, dan menangkap realitas sosial yang ada
dalam dunia sosialnya. Dengan begitu, kognisi sosial dapat digunakan untuk mengetahui
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori belajar
perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat-isyarat
perubahan perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori
penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain.
Dalam pandangan belajar social manusia "itu tidak didorong oleh kekuatan dari
dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus - stimulus lingkungan. Teori belajar
social menekankan bahwa lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan;
lingkungan - lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui
pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari pembelajaran
social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah
pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain. Contohnya seorang
pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya. Maka ia
kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh
gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami
orang lain. Selain itu, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model
meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat
mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin
dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan
apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan
oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran
Bandura bahwa sebagian besar tingkah laku manusia diperoleh dari dalam diri, dan
berkembang. Akan tetapi, teori teor sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks
social dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak
melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau
dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya. Teori belajar sosial
dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada
Menurut Bandura orang belajar melalui pengalaman langsung. Teori belajar sosial
atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif
masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut
otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward
dan punishment, seorang individu akan berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana
Dalam pandangan belajar sosial manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-
kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus-stimulus lingkungan. Teori
seseorang secara kebetulan; lingkungan lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh
orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,
1997:14) bahwa "sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain". Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan
(modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam
lain. Contohnya: seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya
tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari
tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu
oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila
menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh
seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran
Pendekatan teori sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa
a.Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya
Proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru seyogianya
memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh
berperilaku sosial dan moral bagi siswa. Sebagai contoh, seorang siswa mengamati
gurunya sendiri menerima seorang tamu, lalu menjawab salam, menjabat tangan,
beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan guru tersebut diserap oleh memori
siswa. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas
anak belajar bahasa, berhadapan dengan agresi, mengembangkan perasaan moral dan
belajar perilaku yang sesuai dengan gendernya. Analisis perilaku terapan (applied
behavior analysis) merupakan kombinasi dari pengkondisian dan modeling, yang dapat
membantu menghilangkan perilaku yang tidak di inginkan dan memotivasi perilaku vang
Definisi belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif
positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif. Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif,
Menurut Bandura, belajar itu lebih baik dari sekedar perubahan prilaku. Belajar
adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasrai oleh pengetahuan tersebut.
Lewat teori observational leaning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi
terlalu di anggap penting atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Orang dapat
melibatkan diri dalam pikiran simbolik, orang cenderung untuk membimbing dirinya
Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi
alami, hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan social yang
Bandura terhadap belajar itu sebagai hubungan antar stimulus dan respon adalah:
(a) Kurang menjelaskan tentang diperolehnya respon yang baru. Dalam situasi
alami menurut Bandura, orang akan berbuat lebih banyak daripada sekedar
(b) Hanya mengamati direct learning (belajar langsung) yaitu orang berperilaku
seorang anak dalam hubungan pribadinya dengan orang dewasa melalui interaksi
anak dan orang tuanya, dengan perasaan irinya sebagainya dan menyebabkan
Ciri utama Teori Bandura adalah metode observasi dan modeling. Albert Bandura
dan Richard Walters (1959, 1963) melakukan eksperimen pada anak-anak yang juga
berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat
berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun
pengamatan tidak dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut
adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. pandangan ini
menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam teori ini
beliau telah menjalankan kajian bersama Walter terhadap perlakuan anak-anak apabila
mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk
sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain
di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah
anak-anak tersebut melihat patung tersebut, mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara
langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan
pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh tingkah laku.
Contohnya anak anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku
mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan
tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh
perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini
timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-
anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak
tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila anak-anak
(2) Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-
lain.
(3) Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru
sebagai model
yang positif.
laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif.
Eksperimen Albert Bandura yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll
yang menunjukkan anak-anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya. Albert Bandura scorang tokoh teori belajar sosial ini menyatakan bahwa
pendekatan permodelan. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap
apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E)
dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P)
adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), Harapan dan nilai
mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik
kontingensi lingkungan. Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan
atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang
berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah
Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh pelajar (ada
penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh
lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku. Selain itu proses perhatian (atention)
sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak
akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar
pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual kode verbal dan atau penyimpanan
dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan) memegang
peranan penting. Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari
melibatkan atensi,ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori
Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi
menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara
massal.
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang
kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan
motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri
pembelajar sendiri yakni "sense of self Efficacy" dan "self-regulatory system". Sense of
self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan
referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan,
mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-
regulatory akan menentukan "goal setting" dan "self evaluation" pembelajar dan
merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.Menurut
model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan "self
kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas
dalam 4 tahap yaitu perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak, dan
motivasi.
1. Perhatian (Attention)
mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap,
dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya
diri mungkin meniru tingkah laku pemain music terkenal sehingga tidak
menunjukkan gayanya sendiri. Bandura & Walters (1963) dalam buku mereka
2. Mengingat (Retention)
bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah
4. Motivasi
penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi
Konsep diri sendiri dapat diartikan sebagai gambaran individu mengenai dirinya
tentang fisik psikis sosial prestasi yang dicapai maupun emosional aspiratif beberapa ahli
mencoba mengartikan dan menjelaskan tentang konsep diri sebagai persepsi individu
terhadap dirinya sendiri persepsi ini dapat bersifat fisik psikologis dan sosial sebagai
sebuah bentuk pengalaman dalam berinteraksi dengan orang lain (Rakhmat, 1998;
Chaplin, 1997).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disim pulkan
bahwa konsep diri adalah sikap, perasaan, dan pandangan individu tentang dirinya
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Konsep diri adalah apa yang dipikirkan
dan dirasakan tentang dirinya sendiri. Ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen
kognitif dan konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut self-image dan
komponen afektif disebut self-esteem. Komponen kognitif adalah pengetahuan individu
tentang dirinya mencakup pengetahuan "siapa saya" yang akan memberikan gambaran
tentang diri saya. Gambaran ini disebut citra diri. Sementara itu, komponen afektif
merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana
meliputi konsep diri individu tersebut terbagi menjadi dua dimensi, yakni dimensi
internal dan dimensi eksternal. Pada dimensi internal, konsep diri terdiri dari tiga bagian,
yaitu diri identitas, diri pelaku, dan diri penilai. Diri identitas, yaitu label ataupun simbol
yang dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya.
Label label ini akan terus bertambah seiring dengan berkembang dan meluasnya
kemampuan seseorang dalam segala bidang. Sementara itu, pada diri pelaku terdapat
keinginan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsangan internal maupun
eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku
disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas. Bagian dimensi internal sebagai
pelengkap konsep diri adalah diri penilai yang berfungi sebagai pengamat, penentu
Bila dimensi internal terdiri atas tiga bagian, diri eksternal terdiri dari lima bagian.
Dimensi eksternal ini berkaitan dengan munculnya konsep diri positif maupun negatif.
fisik, kesehatan penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri seseorang
tubuh yang ideal. Tidak demikian bila dianggap sebagai konsep diri yang negatif
apabila ia memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat
2. Konsep diri pribadi yang merupakan cara individu menilai kemampuan yang ada
pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang dapat
sendiri, dan syarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif
apabila ia memandang dirinya sebagai individu yang tidak pernah (jarang) merasakan
dirinya sendiri, dan potensi diri yang tidak ditumbuhkembangkan secara optimal.
3. Konsep diri sosial yang merupakan persepsi, pikiran, perasaan, serta evaluasi
seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada diri sendiri. Hal tersebut
berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, serta
perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat
dianggap positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh keramahan,
memiliki minat terhadap orang lain. Memiliki sikap empati, supel, merasa
diperhatikan memiliki sikap tenggang rasa, peduli akan nasib orang lain, dan aktif
dalam berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri
yang negatif apabila ia merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain, acuh tak
acuh, tidak memiliki empati pada orang lain, tidak (kurang) ramah, kurang peduli
terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak pernah
4. Konsep diri moral etik. Konsep diri ini berkaitan dengan persepsi, pikiran dan
perasaan, serta penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi
personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun
prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang
dirinya untuk menjadi pribadi yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai
moral etik, baik yang dikandung oleh agama yang dianutnya, maupun oleh tatanan
atau norma sosial tempat di mana dia tinggal. Sebaliknya konsep diri individu dapat
dikategorikan sebagai konsep diri yang negatif bila ia menyimpang dan tidak
mengindahkan nilai-nilai moral etika yang berlaku baik nilai-nilai agama maupun
5. Konsep diri keluarga yang berkaitan dengan persepsi, perasaan, pikiran, serta
merasa bangga dengan keluarga yang dimilikinya, dan mendapat banyak bantuan dan
dukungan dari keluarganya. Dianggap negatif apabila ia merasa tidak mencintai sekaligus
tidak dicintai oleh keluarganya, tidak merasa bahagia di tengah-tengah keluarganya, tidak
memiliki kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak mendapatkan bantuan dari
keluarganya.
Kata esteem berasal dari akar kata dalam bahasa Latin rga diri esteemare,
yang artinya to estimate atau appraise. Oleh ponen karena itu, self-esteem dapat
diartikan sebagai penilaian (evaluasi) kita yang positif atau pun negatif terhadap diri
kita sendiri. Oleh karena itu, harga diri seseorang positif bisa lebih tinggi ataupun
lebih rendah daripada orang negotif lain. Karena penilaian ini berada di sistem
kognitif, diri kita maka penilaian seseorang terhadap diri sendiri sangat tergantung
kepada perubahan konsep diri penilai terhadap atribut yang melekat berubah, maka
harga diri seseorang juga dapat berubah. Seperti halnya yang akan dibahas dalam Bab
tentang sikap dan perubahannya, unsur diri (self) dalam belief adalah unsur objek (O),
sedangkan sifat-sifat lain yang melekat merupakan atributnya. Objek seperti diri kita
harga diri merupakan "the evaluative part of the self-concept". Dari pendapat ini, jelas
memahami konsep dirinya. Tentunya untuk melakukan evaluasi diri diperlukan suatu
standar penilaian yang digunakan sebagai patokan apakah dirinya itu lebih baik atau
lebih buruk dari self idealnya. Patokan atau standar yang dijadikan dasar evaluasi diri
Bila Anda tidak keberatan untuk mencoba, lakukan empat hal berikut ini: (1)
self yang Anda inginkan, artinya Anda menginginkan atau memiliki harapan agar diri
anda seperti apa, (2) karakteristik yang penting orang lain (misalnya orang tua Anda)
yang disebut juga ideal self-others, (3) karakteristik yang seharusnya anda miliki
berkaitan dengan tugas, tanggung jawab dan kewajiban terhadap orang lain (ought
self) dan (4) karakteristik yang penting bagi orang lain yang anda rasakan harus
antara konsep diri aktual kita dengan petunjuk diri (self-guides) kita.
emosi yang disebabkan oleh adanya diskrepansi diri akan tergantung pada kuatnya
(magnitude) kesenjangan dan kesadaran akan adanya kesenjangan itu. Semakin besar
kesesuaian antara self aktual dengan self ideal akan menjadikan harga diri lebih baik,
sebaliknya semakin besar kesenjangan antara kedua self tersebut dapat menyebabkan
Brehm dan Kassin (1996:56) membuat definisi bahwa harga diri atau self
positive and negative self evaluation". Berdasarkan definisi di atas, harga diri
merupakan komponen afektif dari self, yang berupa evaluasi diri seseorang baik
positif dan negatif. Harga diri dapat dipahami dari cara pandang seseorang berkaitan
mampu mengerjakan tugas yang berat dalam kurun waktu yang lama, dapat tidur
tenang di malam hari, dan sedikit memiliki keluhan. Mereka juga cenderung dapat
menerima orang lain dan tidak merasakan adanya tekanan dari teman sebayanya.
Sebaliknya orang dengan harga diri yang rendah akan cenderung cemas, depresi,
pesimistik tentang masa depannya dan cenderung gagal dalam berusaha (Brown
yang positif karena harga diri dapat menolong melindungi kita dari ketakutan akan
mati dan berbagai bentuk kecemasan (Solomon, 1991 dan Greenbern et al., 1992).
Masih juga belum cukup kerugiannya, orang dengan harga diri yang rendah juga akan
cenderung menderita penyakit tertentu. Strauman et al, (1993) telah mencoba meneliti
bahwa orang yang sadar akan evaluasi diri yang negatif akan memengaruhi sel darah
putih dalam sistem kekebalan (imunisasi) tubuh dan hal ini dapat memengaruhi
b. Perbandingan sosial
(Kenrick et al., 2002:116). Presentasi diri merupakan proses ketika kita mencoba untuk
mengendalikan kesan orang lain tentang diri kita. Barangkali kita perlu berefleksi tentang
kejadian-kejadian yang mungkin kita alami tapi tidak kita sadari. Mengapa kita memakai
pakaian seperti yang kita pakai sekarang ini? Apakah kita memakai make-up yang
lengkap atau hanya sekadarnya ketika berbela.ja di pasar? Ataukah kita pantas memakai
sandal jepit ketika pergi ke pesta pengantin teman sekolah di gedung pertemuan? Banyak
pertanyaan serupa yang mungkin sewaktu-waktu muncul baik disadari ataupun tidak.
Semua itu akan terkaji dengan pertanyaan mengapa kita melakukan presentasi diri.
Salah satu cara yang paling jelas dan proaktif melibatkan diri dalam kehidupan
sosial adalah melalui presentasi diri. Presentasi diri didefinisikan sebagai upaya individu
untuk menyampaikan informasi tentang diri mereka kepada orang lain. Goffman (dalam
Baumeister, 1998) menekankan presentasi diri sebagai serangkaian peran yang sedang
dimainkan oleh individu. Banyak hal efek psikologis yang ditunjukkan dalam presentasi
diri, misalnya saja perubahan sikap, emosi, pola atribusi, dan respons lain yang nampak
untuk mengubah tindakan individu. Dengan ka lain, presentasi diri mengacu pada
keinginan kita untuk menampilkan sebuah gambaran yang diinginkan, yaitu terhadap
penonton eksternal (orang lain) dan terhadap penonton internal (diri sendiri).
(impression management) yang bertujuan untuk memengaruhi orang lain, disukai orang
lain, ataupun ingin memperbaiki posisi atau memelihara status. Goffman (dalam Baron
dan Byrne, 2004) mengajukan syarat yang diperlukan agar dapat melakukan pengelolaan
kesan dengan baik. Pertama, penampilan muka (proper front), yaitu perilaku tertentu
yang diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas peran kita.
menampilkan diri yang mencakup tiga aspek, yaitu setting (benda yang digunakan),
appearance (penggunaan petunjuk arti faktual, seperti pakaian, lencana, ataupun atribut
lain), dan manner (tingkah laku, seperti cara berjalan, duduk, berbicara, memandang, dan
menghayati perannya dengan baik. Ketiga, mewujudkan idealisasi harapan orang lain
tentang perannya. Keempat, mystification atau adanya pemeliharaan jarak sosial tertentu
Telah banyak para pakar ilmu perilaku mengemukakan pengertian tentang sikap,
namun hingga saat ini belum ada kesamaan mengenai pengertian tentang sikap itu
sendiri. Para pakar ilmu perilaku membagi sikap dalam 3 (tiga) kelompok. Kelompok
pertama yang dipelopori oleh Thurstone, Edwards, Ajzen, dan Fishbein menyatakan
bahwa sikap adalah ungkapan dari perasaan senang atau tidak senang terhadap suatu
objek. Para tokoh tersebut menegaskan bahwa sikap mengandung afeksi yang merupakan
Kelompok kedua dengan tokoh Allport serta Rokeach menyatakan bahwa sikap
berisi unsur kognisi dan konasi. Melihat pendapat kedua tokoh ini, dapat tergambarkan
sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespons sesuatu yang didasari oleh
proses kognisi seseorang terhadap objek yang disikapi. Sementara itu, pada kelompok
ketiga mengartikan sikap sebagai keterkaitan dalam hal pengetahuan (kognisi), perasaan
(afeksi), dan kecenderungan tindakan (konasi) terhadap suatu objek sikap (Gerungan,
2010: Walgito, 2010; Baron dan Byrne, 2012; Myers, 2012). Ketiga kelompok para ahli
seseorang untuk mengenal aspek tertentu pada lingkungan komponen ini dapat berupa
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh Semasa Hidup Sikap yang dimiliki setiap
sikap.
Definisi sikap yang telah disebutkan diatas menyatakan bahwa komponen kognisi
afeksi dan konasi menjadi unsur penting dalam sikap. komponen kognisi berkaitan
dengan perspektif, pengetahuan dan keyakinan individu terhadap objek vital. Sementara
itu komponen afeksi berisi perasaan, penilaian, hingga evaluasi individu terhadap objek
berperilaku sesuai dengan sikap yang ada pada dirinya. Walgito (2010) menyampaikan
tiga komponen tersebut saling berkaitan dan membentuk sistem dalam diri yang dapat
menimbulkan sikap positif maupun negatif terhadap objek sikap yang dihadapi.
a. Pembentukan sikap
Seperti uraian di atas yang menyebutkan bahwa sikap dapat dipelajari (bukan
bawaan sejak lahir) maka dapat menunjukkan bahwa sikap dapat terbentuk karena adanya
interaksi yang dialami individu dengan lingkungan sosialnya. Pada interaksi sosial,
individu dapat mengalami kejadian hubungan saling memengaruhi antara individu yang
satu dan yang lain. Selain itu, dalam interaksi sosial juga dapat terjadi hubungan timbal
balik yang dapat meng inspirasi pola perilaku masing-masing individu. Hal ini
memperlihatkan pada kita bahwa interaksi sosial bukan hanya sekadar kontak sosial dan
hubungan individu menjadi anggota sosial saja. Azwar (2013) menegaskan pengalaman
pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa,
lembaga pendidikan dan agama, serta faktor emosional menjadi faktor-faktor yang dapat
pengalaman itu akan memberikan kondisi psikologis ter tentu yang membentuk sikap.
Orang lain yang berada di sekitar kita juga merupakan salah satu di antara unsur
sosial yang ikut memengaruhi dalam pembentukan sikap. Individu yang dianggap penting
atau seseorang yang diharapkan persetu juannya, seseorang yang tidak ingin kita
kecewakan, ataupun seseorang yang khusus bagi kita akan banyak memengaruhi
Kebudayaan juga menjadi salah satu faktor yang tidak dapat dilepaskan dalam
individu yang dapat memberikan garis pengaruh pada sikap. Selain kebudayaan, media
massa, seperti radio, televisi, surat kabar, Instagram, Facebook, dan media lainnya
memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan opini dan keyakinan individu.
Media massa dapat memberikan pesan sugestif yang mengarahkan sikap individu.
Informasi dalam media massa memberikan pengetahuan baru bagi individu yang dapat
menjadi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuk arah sikap tertentu.
Hal lain yang menjadi perhatian dalam pembentuk sikap adalah ada nya lembaga
pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem yang dapat memberikan
pengetahuan mengenai konsep-konsep tertentu pada individu. Pemahaman yang didapat
oleh individu akan menjadi dasar individu tersebut dalam memunculkan sikap. Sikap juga
didasari situasi emosi individu sebagai bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap dalam
bentuk ini (ego defence mechanism) bersifat sementara dan menghilang sejalan dengan
selesainya hal yang membuat munculnya sikap pertahanan diri. Namun ada pula sikap
b. Fungsi sikap
……
37. Definisi
52. Intimasi
73. Multikulturisme
74. Akulturasi
75. Diskriminasi
76. Omniculturalism