Anda di halaman 1dari 8

Psikologi sosial adalah suatu studi tentang hubungan antara manusia dan kelompok sosial.

Para
ahli dalam bidang interdisipliner ini pada umumnya adalah para ahli psikologi atau sosiologi,
walaupun semua ahli psikologi sosial menggunakan baik individu maupun kelompok sebagai unit
analisis mereka.[1]

Definisi Psikologi Sosial sendiri merupakan studi yang menginvestigasi bagaimana pemikiran,
perasaan, dan perilaku individu dipengaruhi oleh kehadiran orang lain baik aktual maupun imajinatif.
[2]

Psikologi sosial merupakan studi ilmiah terhadap perilaku seseorang dalam konteks sosial. Psikologi
sosial mempelajari bagaimana kita memahami orang-orang lain dan situasi sosial, bagaimana kita
merespons orang-orang lain dan bagaimana respons mereka kepada kita, dan bagaimana kita
dipengaruhi oleh situasi sosial.Dengan batasan tersebut maka ruang lingkup Psikologi Sosial, antara
lain, meliputi persepsi sosial (pemahaman mengenai orang lain dan dampaknya pada perilaku kita),
kognisi sosial (berpikir mengenai orang lain dan lingkungan sosial), sikap (melakukan penilaian
mengenai orang lain), identitas sosial (memantapkan jati diri), prasangka dan diskriminasi
(memahami penyebabnya dan akibatnya terhadap kelompok tertentu), perilaku prososial (memberi
bantuan pada orang lain), kepemimpinan (kemampuan mempengaruhi orang lain/bawahan),
perilaku agresif (perilaku yang bertujuan menyakiti orang lain), pengembangan diri/self
(pembentukan diri merupakan hasil interaksi dengan orang lain), hubungan antarkelompok (konflik
antarkelompok, kompetisi, kooperasi), dinamika kelompok (perubahan sikap anggota kelompok
disebabkan oleh interaksi antar anggota kelompok), dan lain-lain.[3]

Psikologi sosial sempat dianggap tidak memiliki peranan penting, tetapi kini hal itu mulai berubah.
Dalam psikologi modern, psikologi sosial mendapat posisi yang penting. Psikologi sosial telah
memberikan pencerahan bagaimana pikiran manusia berfungsi dan memperkaya jiwa dari
masyarakat kita. Melalui berbagai penelitian laboratorium dan lapangan yang dilakukan secara
sistematis, para psikolog sosial telah menunjukkan bahwa untuk dapat memahami perilaku manusia,
kita harus mengenali bagaimana peranan situasi, permasalahan, dan budaya.

Walaupun terdapat banyak kesamaan, para ahli riset dalam bidang Psikologi
dan Sosiologi cenderung memiliki perbedaan dalam hal tujuan, pendekatan, metode dan terminologi
mereka. Mereka juga lebih menyukai jurnal akademik dan masyarakat profesional yang berbeda.
Periode kolaborasi yang paling utama antara para ahli Sosiologi dan Psikologi berlangsung pada
tahun-tahun tak lama setelah Perang Dunia II.[4] Walaupun ada peningkatan dalam hal isolasi dan
spesialisasi dalam beberapa tahun terakhir, hingga tingkat tertentu masih terdapat tumpang tindih
dan pengaruh di antara kedua disiplin ilmu tersebut.[5]

Psikologi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Psikologi sosial (psikologi)
Sebagian besar ahli psikologi sosial mendapatkan pelatihan dalam bidang psikologi.
Pendekatan mereka terhadap bidang tersebut berfokus pada individu dan mencoba untuk
menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku individu dipengaruhi oleh orang lain.
Para periset yang berorientasi psikologi menekankan situasi sosial yang baru terjadi
dan interaksi sosial antara seseorang dan variabel situasi. Riset mereka cenderung empiris dan
kuantitatif, dan sering kali dipusatkan dalam eksperimen laboratorium, tetapi ada juga upaya
pemodelan komputasional dalam bidang tersebut.[6]

Para ahli psikologi yang mempelajari psikologi sosial tertarik dengan topik
seperti sikap, persuasi, perilaku, kognisi sosial, disonansi kognitif, pengaruh sosial, dan perilaku
interpersonal seperti altruisme dan agresi. Tiga jurnal yang berpengaruh untuk memublikasikan
riset dalam bidang ini adalah Journal of Personality and Social Psychology, the Journal of
Experimental Social Psychology, and the Personality and Social Psychology Bulletin. Ada juga
beberapa jurnal psikologi sosial yang umum dan terspesialisasi.

Tokoh[sunting | sunting sumber]


Burrhus Frederic Skinner[sunting | sunting sumber]
Burrhus Frederic Skinner, seorang psikolog dari Harvard yang berjasa dalam pengembangan
teori perilaku Watson. Pandangannya tentang kepribadian disebut dengan
behaviorisme radikal yang menekankan pada studi ilmiah tentang bagaimana respon perilaku
yang dapat diamati dan determinan lingkungan. Dalam behaviorisme dari sudut pandang
Skinner, pikiran tidak diperlukan untuk menjelaskan bagaimana perilaku dan perkembangan
manusia. Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku itu sendiri dan yakin bahwa
perkembangan manusia dipelajari dan sering berubah seiring dengan berjalannya waktu dengan
pengalaman lingkungan yang didapatkan.

Skinner melakukan sebuah eksperimen di laboratorium menggunakan seekor tikus yang


kelaparan dan menaruhnya di dalam sebuah kotak, yang disebut dengan kotak Skinner. Di
dalam kotak tersebut, tikus dibiarkan melakukan aktivitas seperti berjalan dan menjelajahi kotak
tersebut. Dalam aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh dan menekan suatu tuas yang
menyebabkan keluarnya makanan. Tikus kemudian akan melakukan kembali aktivitas yang
sama untuk memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas tersebut. Tikus itu semakin
lama akan mengurangi aktivitas yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh
makanan dengan lebh cepat. Tikus mempelajari bagaimana hubungan antara tuas dan
makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap menjadi hadiah bagi kegiatan
yang dilakukan tikus selama di dalam kotak. Konsep yang dikemukanan Skinner ini menjelaskan
tentang bagaimana konsep belajar lebih mengungguli konsep dari para tokoh sebelumnya.

Skinner menjelaskan konsep belajar secara sederhana, tetapi lebih komprehensif bila
diterapkan. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dengan lingkungannya akan menimbulkan sebuah perubahan tingkah laku secara signifikan
yang tidak dapat dibuktikan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana yang dipikirkan oleh tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus
yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku individu.[7]

Jean Piaget[sunting | sunting sumber]


Jean Piaget, adalah seorang ahli biologi dan psikologi berkebangsaan Swiss. Piaget
merumuskan teori yang dapat menjelaskan fase-fase perkembangan kognitif manusia. Menurut
Piaget, teori perkembangan kognitif menjelaskan terkait asumsi tentang perkembangan cara
berpikir individu dalam kompleksitas perubahannnya melalui perkembangan neurologis dan
pengalaman lingkungan. Berdasarkan definisi tersebut teori ini dibangun berdasarkan dua sudut
pandang yang disebut dengan sudut pandang aliran struktural (structuralism) dan aliran
konstruktif (constructivism). Aliran struktural dapat dilihat dari pandangannya
tentang inteligensi manusia yang berkembang melalui serangkaian tahap perkembangan yang
ditandai dengan perkembangan kualitas struktur kognitifnya. Aliran konstruktif terlihat dari
bagaimana anak membangun kemampuan kognitif melalui interaksinya dengan dunia di
sekitarnya. Aspek kognitif menjadi hal yang sangat penting dalam perkembangan manusia
sebab keberhasilan dalam mengembangkan aspek kognitif dapat menentukan keberhasilan
dalam aspek-aspek lainnya.[8] Adapun tahap perkembangan kognitif yang dimaksud adalah
sebagai berikut:[9]

1. Tahap Sensorimotor, usia anak dari lahir hingga sekitar 2 tahun, merupakan tahap
pertama menurut Piaget. Dalam tahap ini, bayi membangun pemahaman mengenai
dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan
tindakan-tindakan fisik dan motorik.
2. Tahap Praoperasional, berlangsung usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua
menurut Piaget. Dalam tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-
kata dan gambar-gambar, melampaui hubungan sederhana antara informasi sensoris
dan tindakan fisik serta membentuk konsep yang stabil dan mulai bernalar.
3. Tahap Operasional Konkret, berlangsung usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap
ketiga menurut Piaget. Dalam tahap ini, anak dapat melakukan operasi yang melibatkan
objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis, sejauh itu diterapkan dengan contoh-
contoh yang spesifik atau konkret.
4. Tahap Operasional Formal, berlangsung usia 11 hingga 15 tahun dan terus
berlangsung hinga masa dewasa. Tahap ini merupakan tahap keempat dan terakhir
menurut Piaget individu akan melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir
secara abstrak dan logis.
Sigmund Freud[sunting | sunting sumber]
Sigmund Freud merupakan orang yang pertama kali mengenalkan konsep psikoanalisa dalam
dunia psikologi. Konsep yang dikembangkan tentang alam bawah sadar, penggunaan asosiasi
bebas, dan penemuannya kembali mengenai pentingnya mimpi dari manusia. Psikoanalisis
Freud memiliki struktur dan mekanisme pertahanan jiwa (ego). Freud mengemukakan bahwa
terdapat tiga model struktur kepribadian, yaitu id, ego, dan superego. Id merupakan sistem
kepribadian asli yang dibawa manusia sejak lahir. Ego merupakan eksekutif atau pelaksana dari
kepribadian id. Superego merupakan kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi
untuk memakai prinsip idealis sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistis
dari ego. Mekanisme pertahanan jiwa dalam psikoanalisis merupakan strategi yang digunakan
individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang tekanan superego.
Mekanisme pemertahanan jiwa menurut Freud terdiri dari represi, pembentukan reaksi,
proyeksi, penempelan yang keliru, rasionalisasi, supresi, sublimasi, kompensasi, dan regresi.[10]

Albert Bandura[sunting | sunting sumber]


Albert Bandura, termasuk tokoh yang sangat produktif dalam membuat karya-karya baru dalam
psikologi. Karya publikasinya banyak digunakan sebagai landasan teori oleh peneliti-
peneliti ilmu sosial. Karya besar Bandura yang masih digunakan saat ini adalah teori
kognitif sosial. Perspektif teori kognitif sosial lahir berdasarkan atas dari kritikan terhadap teori
yang dikembangkan oleh para ahli behavioristik itu sendiri. Menurut Bandura, walaupun prinsip
belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perilaku, namun prinsip tersebut harus
memperhatikan suatu fenomena penting yang diabaikan oleh paradigma behaviorisme, yaitu
bahwa manusia mempunyai kemampuan berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri.
Bandura merumuskan teori belajar sosial dengan mengakomodasi kemampuan kognitif manusia
dalam berpikir dan belajar melalui pengamatan sosial. Teori belajar sosial ini lebih dikenal
dengan teori kognitif sosial. Teori ini didasarkan atas proses sosial dan proses kognitif individu
yang menjadi sentral bagi pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia.
Perspektif teori ini memandang perilaku manusia sebagai komponen dari sebuah model yang
berinteraksi saling memperngaruhi dengan komponen situasi lingkungan, serta komponen
personal manusia yang meliputi afeksi/emosi dan kognitif individu.[11]
Ivan Petrovich Pavlov[sunting | sunting sumber]
Ivan Petrovich Pavlov, seorang dokter ahli fisiologi yang mendapatkan hadiah Nobel untuk karya
dibidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1904. Pavlov menjadi kepala sejumlah
laboratorium fisiologi di Imperial Institute of Experimental Medicine di St. Petersburg. Pavlov
mengembangkan teori paradigma kondisioning klasik pada tahun 1849-1936, Pavlov juga
disebut sebagai ilmuan Rusia yang mengembangkan teori perilaku melalui percobaan
tentang anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov dalam percobaannya adalah
perangsang yang asli dan netral atau rangsangan biasanya secara berulang-ulang dipasangkan
dengan unsur penguat yang menyebabkan suatu reaksi. Perangsang netral disebut perangsang
bersyarat atau terkondisionir, yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus). Penguatnya
adalah perangsang tidak bersyarat atau US (unconditioned stimulus). Reaksi alami atau reaksi
yang tidak dipelajari disebut reaksi bersyarat atau CR (conditioned response). Pavlov
mengaplikasikan istilah-istilah tersebut sebagai suatu penguat.Maksudnya setiap agen seperti
makanan, yang mengurangi sebagaian dari suatu kebutuhan. Dengan demikian dari mulut
anjing akan keluar air liur (UR) sebagai reaksi terhadap makanan (US). Apabila suatu
rangsangan netral, seperti sebuah bel atau genta (CS) dibunyikan bersamaan dengan waktu
penyajian maka peristiwa ini akan memunculkan air liur (CR).[12]

Leon Festinger[sunting | sunting sumber]


Leon Festinger, tokoh psikologi yang pertama kali mencetuskan teori disonansi kognitif pada
tahun 1951 dan populer di era tahun 1950 hingga pertengahan tahun 1970-an yang
menjelaskan bagaimana manusia secara konsisten mencari dan berupaya untuk mengurangi
ketidaknyaman dalam berbagai situasi. Teori ini secara revolusional memikirkan bagaimana
proses-proses psikologi sosial, khususnya yang terkait dengan bagaimana suatu penghargaan
berdampak pada sikap dan perilaku. Teori disonansi kognitif ini merupakan suatu teori yang
sangat penting dalam sejarah psikologi sosial, karena banyak penelitian yang telah menguji
proses disonansi. Sebagian besar penelitian mengeksplorasi bagaimana pengalaman disonansi
kognitif menyebabkan adanya perubahan sikap dan perilaku individu. Dalam kajian ilmu
komunikasi, bahwa disonansi kognitif ini memayungi teori terpaan selektif komunikasi di akhir
tahun 1980-an. Teori ini hadir ketika teori penguatan atau reinforcement theory tengah
mendominasi dunia penelitian psikologi sosial di pertengahan tahun 1950an. Teori penguatan
atau reinforcement theory adalah teori yang dirumuskan oleh para ahli psikologi, yang
menjelaskan fenomena psikologi sosial melalui pendekatan behaviorisme. Teori penguatan
menjelaskan konformitas adalah sebuah upaya diri individu untuk tidak merasa cemas ketika
melawan sebuah pandangan ataupun norma kelompok mayoritas. Penghargaan yang didapat
adalah rasa nyaman untuk sepakat dengan keputusan pihak lain. Para ahli teori penguatan
menjelaskan bahwa sebuah sumber yang kredibel akan lebih persuasif karena sumber yang
kredibel akan lebih menghargai pihak lain.[13]

John Broadus Watson[sunting | sunting sumber]


John Broadus Watson, belajar menurut Watson merupakan sebuah proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, Watson
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri individu selama proses belajar.
Namun, Watson menganggap hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan karena
hal tersebut tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum dan tidak
dapat diamati secara langsung. Teori belajar yang dikembangan Watson adalah Sarbon
(stimulus and response bond theoriy). Teori ini secara umum adalah sama dengan teori
Thorndike yaitu Connectionisme dan teori Pavlov Clasical Conditioning, hal ini dikarenakan yang
menjadi landasan dari teori behaviorisme Watson adalah teori Thorndike dan Pavlov. Watson
menggunakan teori Clasical Conditioning Pavlov dalam hal interaksi antara stimulus dan
respons yang dilengkapi dengan komponen penguatan (reinforcement) dari Thorndike. Sarbon
(stimulus and response bond theoriy) adalah teori yang memandang bahwa belajar merupakan
proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus yang dialami
individu. Menurut Watson manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi
emosional seperti takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku tersebut terbentuk oleh adanya
hubungan antara stimulus dan respons baru melalui conditioning, sehingga belajar dapat
dipandang sebagai cara menanamkan sejumlah ikatan antara perangsang dan reaksi
dalam sistem susunan syaraf.[14]

Kurt Lewin[sunting | sunting sumber]


Kurt Lewin, dikenal sebagai seorang fisikawan humanis dan secara resmi memasuki
disiplin psikologi sosial dengan rumusannya tentang perilaku yang berkaitan dengan fungsi
individu dan lingkungannya. Ia melahirkan teori-teori besar psikologi sosial yang bernuansa
“fisika”, seperti drive dan locomotion.[15] Pada tahun 1944, Lewin menciptakan Reseach Centre
for Group Dynamic dan sekaligus menjadi kepala di sana. Teori Lewin yang paling terkenal
adalah teori lapangan (Field Theory). Lewin sangat dipengaruhi oleh aliran Psikologi Gestalt,
sehingga tidak heran jika teori lapangan juga mengutamakan keseluruhan daripada elemen atau
bagian-bagian didalam studinya tentang jiwa manusia. Konstruk yang terpenting dari teori ini
tentunya adalah lapangan atau lingkungan, yang dalam psikologi diartikan sebagai lapangan
kehidupan.[16] Dalam teori Kurt Lewin, terdapat dinamika kelompok yang diartikan sebagai
proses belajar individu dari pengalaman, dimana proses tersebut harus terbentuk dari suatu
pembicaraan, kedekatan antar anggota kelompok, interaksi aktif antara setiap anggota
kelompok dengan saling bercerita, memberikan pendapat, ide, dan berbagi pengalaman secara
bersama-sama dimana disana akan terlihat bagaimana perilaku anggota kelompok tersebut,
nilai yang diterapkan baik untuk dirinya sendiri maupun nilai didalam kelompok, saling
memotivasi, adanya diskusi dan proses pembuatan serta pengambilan keputusan.[17]

Sosiologi[sunting | sunting sumber]


Artikel Utama: Psikologi sosial (sosiologi)
Pekerjaan para ahli sosiologi lebih berfokus kepada perilaku dari kelompok, untuk itu
menyelidiki fenomena seperti interaksi dan teori pertukaran sosial pada tingkat
mikro, dinamika kelompok dan perkembangan kelompok, dan psikologi himpunan pada
tingkat makroskopik. Para ahli sosiologi tertarik kepada individu dan kelompok, tetapi
biasanya dalam konteks struktur dan proses sosial yang lebih besar, seperti peran sosial,
ras, kelas, gender, etnis, dan sosialisasi. Mereka menggunakan kombinasi dari rancangan
riset kualitatif dan metode kuantitatif, seperti prosedur untuk pengambilan sampel dan
survei.

Para ahli sosiologi dalam bidang ini tertarik kepada ragam fenomena demografis, sosial,
dan budaya. Beberapa wilayah riset utama mereka adalah ketaksamaan sosial, dinamika
kelompok, perubahan sosial, sosialisasi, identitas sosial, dan interaksionisme simbolis.
Jurnal sosiologi yang utama adalah Social Psychology Quarterly.

Cakupan kajian[sunting | sunting sumber]


Psikologi sosial, sebagaimana ulasan merupakan persinggungan keilmuan psikologi dan
sosiologi memiliki 3 cakupan kajian utama, sebagaimana berikut:

1. Kognisi Sosial
2. Relationship
3. Perilaku Sosial

Penerapan[sunting | sunting sumber]


Analisis politik negara[sunting | sunting sumber]
Psikologi sosial digunakanan sebagai analisis mikro yang mendukung analisis makro
dalam ilmu politik. Manusia sebagai subjek pengamatan dapat dianalisa dari segi eksternal
maupun internal. Dalam segi eksternal, psikologi sosial digunakan untuk
mengamati lingkungan sosial, fisik, peristiwa, dan gerakan massa. Sedangkan dalam segi
internal, psikologi sosial digunakan untuk mengamati kesehatan fisik perseorangan,
semangat, dan emosi. Psikologi sosial menganalisa kesesuaian tindakan dan tingkah laku
masyarakat sebagai akibat langsung dari sikap dan harapan. Dalam ilmu politik, psikologi
sosial dapat dipakai untuk menganalisa proses penyelenggaraan pemilihan umum. Secara
khususn, psikologi sosial digunakan pada pengenalan, pemilihan serta pemberian
dukungan terhadap suatu partai. Pemilih umumnya menggunakan persepsi untuk memilih
partai yang ada atau berdasarkan keterikatan emosional. Jenis pendekatan yang digunakan
ialah pendekatan sosiologi dan pendekatan psikologi.[18]

Psikologi sosial , Kepribadian Seseorang Terlihat Saat Menilai Orang Lain


Retno Sri Astuti
Kamis, 07 Juli 2022 | 96130 kali

Psikologi sosial merupakan keilmuan yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dan
kelompok pada lingkungannya yang dipengaruhi dengan perilaku manusia. Dalam kehidupan
bersosial, terkadang ada kalanya kita mempunyai hubungan yang tidak baik dengan manusia
lainnya, terjadi hal -hal yang mencetuskan pertengkaran, pertikaian, atau perselisihan antar
kelompok yang bisa terjadi diantara keluarga, teman, tetangga, dan lainnya. Kemudian, hal ini
yang mendorong perkembangan ilmu psikologi sosial untuk mempelajari hubungan antar
manusia dan perilaku yang mempengaruhi hubungan tersebut. Hubungan antar manusia yang
dipengaruhi oleh tingkah laku, sikap, dan juga pembuatan keputusan berasa dari psikologi sosial
dan bisa melahirkan respon yang bersifat destruktif ataupun konstruktif.
Psikologi sosial terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan sosial. Psikologi diartikan sebuah bidang
ilmu pengetahuan yang fokus terhadap perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah.
kemudian, sosial merupakan segala perilaku yang berhubungan dengan hubungan antar individu.
Jadi, pengertian psikologi sosial bisa diartikan juga merupakan bidang keilmuan yang
mempelajari tentang perilaku dan mental manusia yang berkaitan dengan hubungan antar
individu dalam masyarakat. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa seberapa positif kita
melihat orang lain menunjukkan seberapa luas dengan kehidupan anda, dan seberapa banyak
anda disukai oleh orang lain. Orang yang memberikan penilaian positif pada orang lain
menunjukkan dirinya punya kepribadian yang positif. Sebaliknya orang yang sering menilai
negatif pertanda tidak mau dikalahkan dan anti sosial. Kecenderungan seseorang untuk
menggambarkan orang lain dalam ucapan positif merupakan indicator penting dari kepribadian
positif orang itu sendiri. Kemudian, kondisi dalam berinteraksi sosial dipengaruhi tidak hanya
oleh proses kejiwaan namun juga kondisi lingkungan. Faktor lingkungan berlaku seperti
norma, nilai, aturan sosial, budaya, cuaca, dan lainnya. Lingkungan tersebut mempengaruhi
harga diri, etos kerja, kebanggan, semangat hidup, ataupun kesadaran orang dalam kehidupan
sehari – hari. Peranan keluarga, teman pergaulan, dan orang orang dalam lingkungan juga
membentuk kepribadian seseorang, mendorong semangat, prestasi seseorang dalam mencapai
keberhasilan.

Akhir-akhir ini di berbagai media, baik di media cetak, media elektronik maupun media online
sering diramaikan dengan viralnya berita tindak kekerasan fisik (pemukulan). Hal ini terjadi
karena pelaku tidak dapat mengontrol emosinya dengan baik. Apapun alasannya, melakukan
tindak kekerasan fisik tidak dapat dibenarkan.. Namun tahukah kita bahwa selain kekerasan fisik
ada juga Tindakan kekerasan lainnya yang harus kita hindarkan juga dan terkadang tanpa kita
sadari kita telah melakukannya, hal tersebut dapat mengakibatkan kita terkena sanksi
hukum yaitu tindakan kekerasan verbal. Apa itu kekerasan verbal….? pengertian secara
umum kekerasan verbal adalah kekerasan terhadap perasaan dengan mengeluarkan kata
kata kasar baik lisan maupun tulisan tanpa menyentuh fisik, Kekerasan verbal termasuk
dalam kekerasan psikis, artinya, kekerasan dilakukan untuk menjatuhkan mental seseorang agar
menjadi tidak percaya diri. seperti kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam,
menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan. Tindakan - tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai tindakan kekerasan verbal, yaitu:
1. Name Calling : seperti mengganti nama seseorang dengan sebutan tidak baik,
nama binatang,...dst.
2. Degrasi : yaitu merendahkan orang lain, misal..kamu tidak berguna…..dst
3. Menyalahkan : seperti menjadikan kesalahan orang lain sebagai pembenar atas
tindakan mereka..dst.
4. Merendahkan : Merendahkan dan mengerdilkan orang lain supaya dirinya
kelihatan lebih Superior, dst.
5. Kritik berkelanjutan : Kritik yang kasar dan dilakukan terus menerus, sehingga
korbannya akan merasa rendah diri

Hal-hal tersebut di atas merupakan sebagian dari contoh kekerasan verbal yang mungkin dapat
terjadi di lingkungan instansi kita bekerja. Untuk menghindari hal tersebut tidak terjadi di
lingkungan kita bekerja, khususnya di lingkungan Kementerian Keuangan, yang kita cintai,dan
sangat kita banggakan kita harus bersikap santun , sopan dengan cara selalu menjaga dan
menerapkan 10 Perilaku Utama Kementerian Keuangan., utamanya, dengan memiliki sangka
baik, memupuk rasa saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai, tenggang rasa,
dan selalu menjaga tutur kata kita dengan baik, seperti peribahasa lama “ Mulut-Mu adalah
Harimau-Mu.” , “ Jari jari-Mu yang akan menerkam-Mu . “
Belajar dari kasus diatas maka penting kiranya kita belajar ilmu psikologi social untuk
menambah ilmu interaksi social antar individu agar kehidupan social kita semakin baik
lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi negative bagi orang lain. Dalam suatu
penelitiannya, Profesor Dustin Wood, seorang psikolog di Wake Forest University, North
Carolina, berkata "Persepsi Anda mengenai orang lain sangat mengungkapkan kepribadian
Anda," . Peneliti menemukan bahwa “ cara seseorang menilai orang lain sama saja dengan
menceritakan kesehatan mental diri mereka sendiri, seperti halnya menggambarkan orang
yang mereka bicarakan,” berlawanan dengan hal itu, perspektif negatif mengenai orang lain
dihubungkan dengan tingginya tingkat narsisisme dan perilaku anti-sosial.
"Kepribadian negatif dihubungkan dengan cara melihat orang lain secara
negatif.” Kecenderungan dalam melihat orang lain secara negatif mengindikasikan kemungkinan
besar depresi dan berbagai gangguan kepribadian," kata Profesor Wood, woo…
serem yaaa…. !! Persepsi yang diutarakan seseorang mengenai orang lain tidak selalu berarti
mengungkapkan karakteristiknya sendiri, jika persepsi baik persepsi positif maupun negative
yang disampaikan tersebut disetujui atau dibenarkan oleh orang lain.

Psikologi social ditinjau dari perspektif Agama Islam menunjukkan bahwa Islam juga
mengajarkan bagaimana berinterkasi dengan sesama manusia, dalam sebuah hadist yang
menyatakan bahwa memberikan penilaian kepada orang lain itu lebih mudah daripada menilai
diri sendiri. Rasullullah SAW pun bersabda, “ Salah seorang dari kalian dapat melihat
kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya” ( HR.
Bukhari). Untuk itu seorang mukmin yang pandai menghisap dirinya Insyaalah akan terus belajar
iklas , sabar dan memberi maaf . Jika orang lain selalu terlihat salah, barangkali justru hati kita
saat ini tengah dijangkiti penyakit hati yang kita sendiripun tak pernah menyadari hal itu.
Ingatlah, bila hati sudah terjaga kebersihannya, maka pasti kebaikan yang dilakukan orang
lain sekecil apapun itu akan selalu indah di mata kita., maka berhati hatilah menjaga hati, agar
buruk sangka tidak menjerumuskan kita kepada murka Allah. Ada sebuah kalimat bijak
mengatakan “ Seseorang itu tidak dilihat dari seberapa kaya, bahkan seberapa
tinggi pendidikannya, tapi bagaimana cara memperlakukan orang lain, itulah yang
sesungguhnya menunjukkan Value kamu “
Semoga bermanfaat.

(by.onter/referensi/foto : Gogle/psikology sosial/ kajian Islam)

Anda mungkin juga menyukai