Anda di halaman 1dari 9

STUDI FIQIH DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS, ANTROPOLOGIS

DAN PSIKOLOGIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester 2

Mata Kuliah : Metodologi Studi Fiqih

Dosen Pengampu : Abdullah, M.Ag.

Disusun Oleh :

Khodijah

(2150510040)

B2AKR

PRODI AKUNTANSI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS

2021/2022

1
A. PEMBAHASAN
1. Studi Fiqih Dengan Pendekatan Sosiologis
 Misalnya, pendekatan sosiologis dapat dilakukan dengan mengajak
sesama anggota keluarga atau tetangga untuk pergi ke masjid bersama
dan shalat berjamaah. Tidak hanya pahala yang lebih banyak, tetapi
ketika bertemu di masjid, kita juga dapat saling menguatkan tali
persaudaraan, karena pasti akan bertemu tetangga ketika shalat
berjamaah dan pasti saling menyapa, sehingga akan mempererat
persaudaraan.
 Contohnya pada saat ini, kepatuhan dalam membayar zakat profesi di
Kementerian Agama Ponorogo para ASN baik karyawan di kantor
maupun yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Ponorogo
sangat patuh untuk melaksanakan pembayaran zakat profesi.1

2. Studi Fiqih Dengan Pendekatan Antropologis


 Dalam adat Sunda dikenal suatu istilah menikah melangkahi kakak
kandung (ngarunnghal). Pernikahan yang melangkahi kakak
kandungnya itu dipandang merupakan suatu perbuatan terlarang yang
tidak baik dilakukan dalam keluarga, karena masih ada saudara yang
lebih tua di atasnya yaitu kakaknya sendiri.2

3. Studi Fiqih Dengan Pendekatan Psikologis


 Contohnya menyediakan takjil buka puasa di masjid atau musholla,
seseorang bisa merasakan (psikologis) betapa laparnya orang-orang
yang tidak kuat makan seharian, sehingga kita terpanggil untuk
bersedekah.

1
Syaiful Ma’ruf, Tesis: “Zakat Profesi Dalam Tinjauan Sosiologi Hukum Kantor Kementrian
Agama Kabupaten Ponorogo” (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2019), Hal 7.
2
Muhamad Ilham, Skripsi: “Tradisi Pembayaran Uang Pelangkah Dalam Perkawinan” (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2016), Hal 5.

2
B. ANALISIS
1. Pendekatan Sosiologis
a. Contoh Pertama
Dari contoh di atas dapat dianalisis yaitu yang pertama, bahwa
sosiologis itu sendiri merupakan ilmu yang berkenaan dengan masyarakat
sosial, hubungan yang terjadi di dalamnya dan pengaruhnya kepada struktur
masyarakat tersebut. Islam memang tidak akan dapat dipahami dengan
universal dan humanis tanpa mendekatinya dengan pendekatan sosiologis.
Beberapa gejala dalam masyarakat kaum muslimin, selain juga bisa didekati
dengan beberapa pendekatan lain, tentu menyediakan ruang untuk dikaji
dengan pendekatan sosiologis. Karena banyak bidang kajian agama yang
baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan
jasa bantuan sosiologi, di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu
instrumen dalam memahami ajaran agama.
Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur
sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan
sosial.Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut
hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia
dalam masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah meningkatakan daya atau
kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.
Menurut Ibnu Khaldun manusia diciptakan sebagai makhluk politik
atau sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam
mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat
dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan.
Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia
yang berusaha mencari tahu tentang hakekat dan sebab-sebab dari berbagai
pola pikiran dan tindakan manusia yang teratur dapat berulang. Berbeda
dengan psikologi yang memusatkan perhatiannya pada karakteristik pikiran
dan tindakan orang per-orangan, sosiologi hanya tertarik kepada pikiran dan
tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai anggota suatu kolompok atau
masyarakat.

3
Namun perlu diingat bahwa sosiologi adalah disiplin ilmu yang luas
dan mencakup banyak hal, dan ada banyak jenis sosiologi yang mempelajari
sesuatu yang berbeda dengan tujuan berbeda-beda.
Selain itu, sosiologi juga merupakan sebagai studi sistematis
mengenai keadaan kelompok dan masyarakat serta gejala-gejalanya yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi setiap tindakan. Sosiologi
tidak membahas individu, akan tetapi lebih kepada gejala-gejala sosial yang
berdasar pada penjelasan sejarah, peristiwa dan kehidupan nyata.
Seperti misalnya, dalam fikih dijelaskan bahwa sholat adalah hal
yang wajib dilaksanakan dan bagi yang melaksanakannya akan mendapat
pahala. namun bagi seorang laki-laki, pahala sholat antara sholat sendiri
dengan sholat berjamaah pahalanya banyak sholat yang dilakukan dengan
berjamaah dimasjid.3
b. Contoh Kedua
Kemudian, yang kedua yaitu Masyarakat Indonesia adalah suatu
negara yang mayoritasnya umat Islam dan dalam meningkatkan dan
mengembangkan kualitas individu yang tinggi antara manusia, Islam
sebenarnya telah memberikan petunjuk pembelajaran harta yang lebih baik
dikalangan masyarakat. Ajaran ini menegaskan bahwa harta yang dimiliki
dari setiap masyarakat harus digunakan untuk mencari kebajiakan, kebaikan,
kebenaran serta kesejahteraan masyarakat dalam bentuk sumbangan dan
bantuan kepada orang yang sudah tidak mampu menjamin kebutuhanya
sendiri.
Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah
manusia dikaruniai keberhasilan dalam bekerja dengan melimpahnya harta
benda. Zakat menjadi sesuatu kewajiban umat Islam, selain itu zakat
menjadi tanggung jawab bagi umat muslim untuk tolong menolong antar
sesama. Ada beberapa unsur yang terkandung di dalam kewajiban berzakat,
yaitu unsur moral, sosial, dan ekonomi. Bidang sosial, dengan zakat orang
fakir dan miskin dapat berperan dalam kehidupannya, melaksanakan
kewajiban kepada Allah. Dengan zakat pula orang fakir dan miskin
3
Erwin Maulana Afandi dkk, Makalah: “Studi Fiqih Dengan Pendekatan Sosiologi”, (Kudus:
IAIN Kudus, 2022), Hal 1.

4
merasakan bahwa mereka bagian dari anggota masyarakat, bukan kaum
yang disia-siakan dan diremehkan. Sementara dalam bidang ekonomi, zakat
mencegah penumpukan harta pada segelintir orang saja dan mewajibkan
orang kaya untuk mendistribusikan hartanya kepada orang miskin.
Dalam era saat ini di era globalisasi, manusia telah berhasil
mengembangkan dan menerapkan segala potensinya, baik eskternal maupun
internal dirinya. Yang termasuk kelompok eksternai dalam suatu kelompok
adalah manusia yang mempu mengeksploitasi antara lain laut, tanah,
gedung, surat-surat berharga dan kendaraan-kendaraan. Zakat profesi ini
termasuk dalam kategori zakat māl. Zakat profesi sendiri adalah suatu zakat
yang tergolong baru, Zakat profesi merupakan salah satu kasus baru dalam
fikih (hukum Islam). Al-Quran dan al-Sunnah, tidak memuat aturan hukum
yang tegas mengenai zakat profesi ini. Zakat profesi adalah zakat yang
dikeluarkan dari penghasilan profesi (guru, dokter, aparat, dan lain-lain).
Pandangan fikih tentang profesi menurut guru-guru seperti Abdur
Rahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah, dan Abdul Wahab Khalaf telah
mengemukakan bahwah profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun
dan cukub senisab. Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu
Yusuf dan Muhammad bahwa nisab tidak harus mencapai sepanjang tahun,
tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-
tengah, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut
memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil pencarian setiap tahun,
karna hasil itu jarang terhenti sepanjang tahun bahkan mencapai kedua sisi
ujung tahun tersebut. Berdasarkan hal itu kita dapat menetapkan hasil
pencarian sebagai sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab), yang
menurut ulama-ulama fikih sah, dan nisab, yang zkat dan orang miskin
wajib zakat.
Jika dilihat dari segi sosiologi hukum kesadaran membayar zakat
dikalangan msyarakat yang mayoritas berpenghasilan besar masih kurang
sadar akan pentingnya membayar zakat yaitu para pegawai yang kurang
paham dengan pentingnya membayar zakat, sedangkan sosiologi hukum
sendiri memadukan dua istilah yaitu sosiologi dan hukum. Dengan demikian,

5
sosiologi hukum lebih tepatnya merupakan kajian ilmu sosial yang berlaku
dimasyarakat dan prilaku serta gejala sosial yang menjadi penyebab
lahirnya hukum di masyarakat.4

2. Pendekatan Antropologis
Dari contoh di atas dapat dianalisis yaitu yang pertama, pernikahan
adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidzan) yang dilakukan secara sadar
oleh seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang
pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak. Oleh karena itu,
pernikahan bukanlah arti kewajiban, melainkan hanya hubungan sosial
kemanusiaan semata. Pernikhan akan bernilai ibadah, jika diniatkan untuk
mencari ridha Allah SWT.
Pernikahan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku semua
makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.
Pernikahan merupakan cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia
untuk memperbanyak keturunan, berkembang biak, dan melestarikan
kelangsungan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan
perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan.
Allah SWT tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang
hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubugan secara anarkis tanpa aturan.
Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah SWT
mengadakan hukuman sesuai martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki
dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai,
dengan mengucapkan ijab Kabul sebagai lambang adanya rasa ridha meridhai,
dan dengan dihadiri dengan para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-
laki dan perempuan itu telah saling terikat.
Dengan perkawinan, manusia dapat memelihara keturunannya dengan
baik, dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang dimakan
oleh binatang ternak dengan seenaknya. Pergaulan suami istri menurut ajaran
Islam diletakkan di bawah naluri keibuan dan kebapaan.

4
Syaiful Ma’ruf, Tesis: “Zakat Profesi Dalam Tinjauan Sosiologi Hukum Kantor Kementrian
Agama Kabupaten Ponorogo” (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2019), Hal 11-16.

6
Dalam hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik
untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Kesejahteraan masyarakat akan
tercapai dengan terciptanya kesejahteraan keluarga yang sejahtera, karena
keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat, sehingga
kesejahteraan masyarakat sangat tergantung kepada kesejahteraan keluarga.
Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai
terperinci. Yang demikian ini menunjukkan perhatian yang sangat besar
terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga terbentuk melalui pernikahan, karena
itu pernikahan sangat dianjurkan oleh Islam bagi orang yang mempunyai
kemampuan. Tujuan itu dinyatakan, baik dalam Al-Qur’an maupun dalam
sunnah.
Jadi, dalam adat Sunda dikenal suatu istilah menikah melangkahi kakak
kandung (ngarunnghal). Pernikahan yang melangkahi kakak kandungnya itu
dipandang merupakan suatu perbuatan terlarang yang tidak baik dilakukan
dalam keluarga, karena masih ada saudara yang lebih tua di atasnya yaitu
kakaknya sendiri.
Larangan ini secara tidak langsung, merupakan penghalang bagi
seseorang untuk melangsungkan pernikahan, karena kakak atau orang tua
mereka tidak akan memberikan izin. Kalau pun kemudian diperbolehkan maka
mereka diharuskan membayar uang pelangkah terlebih dahulu kepada kakaknya
yang belum menikah, sehingga hal tersebut menjadi beban dan terkadang ada
yang mengurungkan niatnya untuk menikah.5

3. Pendekatan Psikologis
Dari contoh di atas dapat dianalisis bahwa secara umum psikologi adalah
disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta
bagaimana perilaku dan berbagai proses mental tersebut dipengaruhi oleh
kondisi mental organisme, dan lingkungan eksternal. Dari definisi tersebut
terdapat suatu esensi yang sama yakni psikologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang jiwa. Dari jiwa tersebut memberikan ruang lingkup yang
luas seperti tentang keadaan atau gejala jiwa manusia, pengalaman, perilaku,
5
Muhamad Ilham, Skripsi: “Tradisi Pembayaran Uang Pelangkah Dalam Perkawinan” (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2016), Hal 2-5.

7
mental, pikirannya, maupun perasaan panca inderanya. Di atas telah disebutkan
bahwa jiwa itu berlaku untuk binatang dan manusia, namun dalam pembahasan
ini terfokus pada manusia.
Pada studi Islam perlu adanya pendekatan-pendekatan yang diterapkan
dalam menjelaskan berbagai permasalahan umat manusia. Pendekatan itu dapat
berupa pendekatan sejarah, filsafat, antroplogi, sosiologi, dan salah satunya
yakni penerapan pendekatan psikologi. Manusia hidup sangat dipengaruhi pada
perilaku, dan psikologi mendapatkan porsi lebih banyak dalam mempengaruhi
hampir semua aspek kehidupan umat. Secara demikian, psikologi memiliki
kapasitas yang kompleks pada masyarakat dalam memecahkan masalah umat
manusia. Pengaruh psikologi dalam kehidupan, seperti di bidang hukum,
pendidikan, diskriminasi, berbagai penyimpangan norma yang terjadi dalam
masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan dengan psikologi dan sesuai cara kerja
pada berbagai ragam masalah.
Psikologi merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Salah satu tugas
dari disiplin ilmu itu tidak lain adalah memberikan penjelasan. Sebagai sebuah
disiplin ilmu, psikologi banyak diharapkan dapat menjelaskan adanya
fenomena-fenomena atau problem-problem umat manusia. Hal ini mencoba
menggunakan konsep psikologi untuk memberikan penjelasan dalam
menangani berbagai persoalan.
Sedangkan pendekatan psikologi merupakan fungsi atau peran dari
psikologi itu sendiri. Psikologi sebagai suatu pendekatan atau dengan kata lain
pisau analisis dalam membedah berbagai permasalahan yang dihadapi umat
manusia. Psikologi menjadi suatu alat dalam mengkaji berbagai permasalahan
manusia. Pada pembahasan selanjutnya, akan lebih ditekankan pada peran
psikologi dalam melakukan kajian Islam. Secara tidak langsung dalam
kesempatan ini akan dibahas permasalahan yang dihadapi umat Islam yang
dapat dianalisis dengan pendekatan psikologi. Memahami berbagai keadaan
manusia memerlukan metode atau pendekatan yang tepat. Pendekatan Psikologi

8
merupakan suatu disiplin ilmu yang akan mengantarkan dalam memahami
manusia.6
Sehingga, dengan cara begini seseorang yang dalam keadaan puasa
sekarang ini, kita bisa meningkatkan keimanan (psikologis) dengan mengikuti
kegiatan ramadhanan. Mulai shalat berjamaah sampai pengajian. Dalam shalat
dijelaskan bahwa solat yang khusuk (psikologis) bisa menolak perbuatan keji
dan tercela. Sehingga pendekatan psikologis berguna untuk mengetahui tingkat
keagamaan yang dipahami, dihayati dan juaga diamalkan oleh seorang muslim.

6
Milda Amalia, “Pendekatan Psikologi Dalam Kajian Islam”, Jurnal El-Furqania, Vol. 03 No. 02,
(2016), Hal 210-215.

Anda mungkin juga menyukai