Anda di halaman 1dari 17

STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS

Lubab El Banan (201766027)


Mimi Sugiarti (201766029)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

A. Pendahuluan

Secara sederhana sosiologi dipahami sebagai suatu disiplin ilmu


tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur,lapisan,sserta berbagai
gejala sosial yang saling berhubungan. Islam memang tidak akan dapat
dipahami beberapa gejala dalam masyarakat kaum muslimin, selain juga
bisa didekati dengan beberapa pendekatan lain, tentu menyediakan ruang
untuk dikaji dengan pendekatan sosiologis. Karena banyak bidang kajian
agama yang baru dapat dapat dipahami secara proporsional dan tepat
apabila menggunakan jasa bantuan sosiologi, di sinilah letaknya sosiologi
sebagai salah satu instrumen dalam memahami ajaran agama.

Dengan menyebarnya kaum muslimin di berbagai wilayah, dengan


terbentuknya kaum muslimin sebagai masyarakat sosial, maka secara
otomatis kajian-kajian ke-Islaman, khususnya tentang masyarakat kaum
muslimin layak untuk didekati dengan pendekatan sosiologis. Karena
sosiologi itu sendiri merupakan ilmu yang berkenaan dengan masyarakat
sosial, hubungan yang terjadi di dalamnya dan pengaruhnya kepada struktur
masyarakat tersebut.

Oleh karena itu sangat penting kemudian untuk membahas keilmuan


yang berkenaan dengan pendekatan-pendekatan sosiologis dalam kajian
agama, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berbagai aspek pendapat,
dan agar tidak hanya memaknai pembahasan kajian dalam agama yang
lebih hanya terfokus kepada hal yang bersifat normatif-dogmatif.

Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan


mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.

1
Dalam al-Qur‟an misalnya, kita jumpai ayat- ayat berkenaan dengan
hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan.
Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya
mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.1

Contoh dalam agama Islam dapat di jumpai peristiwa Nabi Yusuf


yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa Mesir. Sebagai contoh
untuk menjawab mengapa dalam melaksanakan tugasnya, Musa harus
dibantu oleh nabi Harun. Maka hal ini baru dapat dijawab dan sekaligus
dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial
peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami
maksudnya. Disinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam
memahami ajaran agama.2 Pentingnya pendekatan sosiologis dalam
memahami agama dapat difahami karena banyak sekali ajaran agama yang
berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap
masalah sosial ini, selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu
sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.

Kemudian darinya dapat ditemukan titik temu untuk menemukan


kondisi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat, karena agama
merupakan salah satu aspek yang banyak berkontribusi terhadap terjadinya
konflik-konflik di masyarakat saat-saat ini dan sangat mungkin di masa
yang akan datang. Baik problematika tersebut terjadi dengan sendirinya
maupun dirancang secara sengaja untuk mengadudomba dan memperkeruh
permasalahan ummat beragama. Oleh sebab itu pembahasan mengenai
implementasi metode sosiologis dalam kajian studi Islam ini menjadi
penting untuk memberikan kontribusi yang besar demi kemajuan hidup
yang lebih sempurna, madani, dan islami.
B. Pengertian Sosiologi dan Studi Islam
a. Pengertian Sosiologi
Secara bahasa, Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu socius yang
berarti teman sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan. Secara istilah,

1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002).
2
Ibid.
2
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial
termasuk perubahan-perubahan sosial.
Beberapa ahli mengungkapkan makna sosiologi seperti berikut:
1. Bouman mendefenisikan, sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan
manusia dalam kelompok.
2. Pitirim Sorokin mendefinisikan, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka
macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan
gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-
sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
3. Roucek dan Warren mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
4. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf mendefinisikan sosiologi
adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan
hasilnya, yaitu organisasi sosial.
5. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers mendefinisikan sosiologi adalah
ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
6. Max Weber mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang berupaya
memahami tindakan-tindakan sosial.
7. Allan Jhonson mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya
dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut
mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat
didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
8. Auguste Comte mendefinisikan sosiologi adalah sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari fenomena sosial dengan hukum-
hukum tetap yang menjadi objek investigasinya.
9. Emile Durkheim mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari fakta dan institusi sosial.
10. Soerjono Soekanto mendefinisikan sosiologi adalah ilmu yang
3
mempelajari kemasayarakatan secara umum dan berupa
mendapatkan pola-pola sosial yang tampak di masyarakat.
Dari beberapa definisi sosiologi di atas, maka bisa disimpulkan bahwa
sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari pola hubungan sosial dalam
kehidupan bermasyarakat. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud
hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-
perserikatan hidup itu serta kepercayaan, keyakinan yang memberi sifat
tersendiri kepada cara hidup bersama dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Suatu ilmu yang menggambarkan keadaan masyarakat lengkap dengan
struktur, lapisan, serta berbagai gejala sosial yang berkaitan. Dengan ilmu ini
suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong
terjadi hubungan, mobilitas sosial, serta keyakinan-keyakinan yang mendasari
terjadinya proses tersebut.
Sosiologi memiliki empat sifat. Pertama, Sosiologi bersifat empiris:
Didasarkan pada realitas di lapangan, tidak spekulatif. Kedua, Sosiologi
bersifat teoritis: Disusun secara sistematis dengan abstraksi. Ketiga, Sosiologi
bersifat kumulatif: Memperhitungkan, mengevaluasi, memperbaiki studi
sosiologis yang sudah ada sebelumnya. Keempat, Sosiologi bersifat  non-etis:
Tidak menilai benar atau salah, mengkaji apa yang senyatanya, bukan apa
yang seharusnya.3
b. Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab:
Dirasah Islamiyah. Sedangkan studi Islam di Barat dikenal dengan istilah
Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah diartikan sebagai kajian
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum
sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam
dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, studi Islam
adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta
membahas secara mendalam tentang hal-hal yang berhubungan agama Islam,
baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang

3
Zainimal, Sosiologi Pendidikan, (Padang: Hayfa Press, 2007).
4
sejarahnya.4
C. Teori-Teori dalam Penelitian Pendekatan Sosiologis
a. Teori Fungsional
Dalam teori ini, mengasumsikan bahwa masyarakat sebagai organisme
ekologi selalu mengalami sebuah pertumbuhan. Jika semakin besar
pertumbuhannya, maka akan semakin besar pula masalah-masalah yang akan
dihadapi, kemudian akan membentuk sebuah kelompok-kelompok yang
memiliki fungsinya masing-masing. Setiap fungsi itu memiliki peranannya
masing-masing atau bahkan dapat mempengaruhi satu sama lain. Teori yang
berkaitan dengan teori fungsional adalah teori peran. Sebuah peran dalam
tindakan yang diharapkan dapat dilakukan oleh masyakarat dalam hidup
bersosial. Teroi fungsional juga memiliki tahapan-tahapan dalam penggunannya
sebagaimana berikut: Pertama, membuat identifikasi tingkah laku sosial yang
problematik, mengidentifikasi konteks terjadinya tingkah laku yang menjadi
objek penelitian, serta mengidentifikasi konsekuen langkah-langkah yang
diperlukan dalam menggunakan teori fungsional. Kedua, membuat identifikasi
tingkah laku sosial yang problematik, mengidentifikasi konteks terjadinya
tingkah laku yang menjadi objek penelitian, serta mengidentifikasi konsekuensi
dari satu tingkah laku sosial.
b. Teori Interaksional
Dalam teori ini, mengasumsikan bahwa terdapat hubungan antara individu
dengan masyarakat maupun antara individu dengan individu. Teori ini sering
diartikan sebagai deskripsi yang integratif, yaitu suatu sebab yang menawarkan
analisis yang menarik perhatian besar pada sebab yang senyatanya ada. Prinsip
yang mendasar dari teori ini adalah tentang bagaimana reaksi seorang individu
terhadap lingkungan sosialnya. Kemudian dapat meberikan peran sebagai suatu
peranan yang diartikan dapat memahami melalui proses penafsiran yang tidak
terburu-buru pada hal-hal yang ditemuinya.
c. Teori Konflik
Dalam teori ini, mengasumsikan dengan percaya bahwa setiap individu
memiliki kepentingan dan kekuasaan sebagai pusat dalam hubungan sosial
masyarakat. Nilai dan gagasan-gagasan dijadikan sebagai landasan untuk

4
Rosihon Anwar, et.al., Pengantar Studi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
5
melegitimasi sebuah kekuasaan. Pendekatan sosiologi dapat mengetahui
perubahan sosial dalam Islam dengan menggunakan teori ini dapat diketahui
bagaimana perkembangannya dari masa ke masa yang kemudian dapat dijadikan
referensi dalam mengembangkan masyarakat. Pendekatan sosiologis ini berbeda
dari pendekatan studi agama lainnya, karena terfokus pada agama dan hubungan
sosial masyarakatnya.5
D. Karakteristik Dasar Pendekatan Sosiologis
Objek dalam pendekatan sosiologis adalah manusia yang tak dapat
dilepaskan dari nafsu, akal budi, perilaku dan segala hal yang menyifatinya.
Oleh karena itu, mendorong adanya kategorisasi sosial yang dibagi menjadi
berikut: Pertama, stratifikasi sosial yang meliputi kelas sosial, etnisitas. Kedua,
biososial yang meliputi seperti seks, gender, perkawinan, keluarga, masa kanak-
kanak, dan usia. Ketiga, pola organisasi sosial meliputi politik, produksi
ekonomis sistem-sistem pertukaran, dan birokrasi. Keempat, Proses sosial,
seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan
globalisasi. 6 Peran kategori-kategori itu dalam studi sosiologis terhadap agama
ditentukan oleh pengaruh paradigma-paradigma utama tradisi sosiologis dan
oleh refleksi atas realitas empiris dari organisasi dan perilaku keagamaan.
Terdapat tiga paradigma yang dikembangkan dalam penelitian sosial-
agama : a) Paradigma Positivistik, yaitu dengan menempatkan fenomena sosial
dipahami dari perspektif luar (other perspective) yang bertujuan untuk
menjelaskan mengapa suatu peristiwa terjadi, proses kejadiannya, hubungan
antar variabel, bentuk dan polanya. b) Paradigma Naturalistik, yaitu berdasarkan
subjek perilaku yang bertujuan untuk memahami makna perilaku, simbol-
simbol & fenomena-fenomena. c) Paradigma Rasionalistik (verstehen), yaitu
melihat realita sosial sebagaimana yang dipahami oleh peneliti berdasarkan
teori-teori yang ada dan didialogkan dengan pemahaman subjek yang diteliti
(data empirik). Paradigma ini sering digunakan dala penelitian filsafat, bahasa,
agama (ajarannya) dan komunikasi yang menggunakan metode semantik,
filologi, hermeneutika dan content analysis.7

5
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Jogjakarta: Academia, 2010)
6
Peter Connoly (ed.), Approach to the Study of Religion, diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dengan
judul, Aneka Pendekatan Agama¸terj, Imam Khoiri (Yogyakarta: LKIS.2002)
7
Syamsuddin, Sahiron DR.Phil.(ed.), Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta:
6
Hubungan antara sesama pemeluk Islam dalam mengamalkan ajaran
agamanya, dan hubungan antara pemeluk Islam dengan pemeluk agama lainnya
adalah gejala sosial. Ini berarti bahwa studi keislaman dapat melihat Islam
sebagai gejala sosial, dan metode yang digunakan adalah metode-metode
penelitian ilmu-ilmu sosial. Jadi pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
sosial atau yang disebut dengan sosiologis. Melalui pendekatan sosiologis,
agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama diturunkan untuk
kepentingan sosial. Studi Islam dengan pendekatan sosiologi dapat mengambil
beberapa tema :a) Studi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat.
Perubahan masyarakat biasanya didefinisikan sebagai perubahan sosial
termasuk didalamnya perubahan pola-pola budaya, struktur sosial, dan perilaku
sosial dalam jangka waktu tertentu. b) Studi tentang pengaruh struktur dan
perubahan masyarakat terhadap pemahaman ajaran agama atau konsep
keagamaan. c) Studi tentang tingkat pengamalan beragama masyarakat. d) Studi
pola sosial masyarakat muslim. e) Studi tentang gerakan gerakan masyarakat
yang membawa paham yang dapat melemahkan atau menunjang kehidupan
beragama.8
E. Aplikasi Pendekatan Sosiologis dalam Penelitian Living Quran (Konteks
Penafsiran
Pendekatan Sosiologi memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha
untuk memahami dan menggali makna-makna yang sesungguhnya dikehendaki
oleh Allah dalam Al-Quran. Selain disebabkan oleh Islam sebagai agama yang
lebih mengutamakan hal-hal yang berbau sosial daripada individual yang
terbukti dengan banyaknya ayat al-Qur’an dan Hadis yang berkenaan dengan
urusan muamalah (sosial), hal ini juga disebabkan banyak kisah dalam Al-
Quran yang kurang bisa dipahami dengan tepat kecuali dengan pendekatan
sosiologi.
Salah satu rumusan penelitian Al-Quran yang diidentifikasikan dengan
istilah Living Quran adalah sebagai salah satu paradigma dalam menempatkan
Al-Quran sesuai dengan masyarakat pembacanya. Definisi living Quran sebagai
studi tentang Al-Quran, tetapi tidak bertumpu pada eksistensi tekstualnya,

Teras,2007)
8
Atho Mudzhar, Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press,
2000).
7
melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir terkait dengan kehadiran al-
Qur’an dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa tertentu9Penelitian
tentang living quran dengan pendekatan sosiologis utamanya adalah bertujuan
untuk melakukan pembacaan objektif terhadap fenomena keagamaan yang
menyangkut langsung dengan Al-Quran.
Jika Living Quran ini dikategorikan sebagai penelitian agama dengan
kerangka sebagai gejala sosial, maka desainnya akan menekankan pentingnya
penemuan keterulangan gejala yang diamati sebelum sampai pada kesimpulan.10
Living Quran sebagai penelitian yang bersifat keagamaan akan menempatkan
agama sebagai sistem keagamaan, yakni sistem sosiologis, suatu aspek
organisasi sosial dan hanya dapat dikaji secara tepat jika karakteristik itu
diterima sebagai titik tolak.11 Dalam rumusan ini agama diletakkan sebagai
sebuah gejala sosial bukan doktrin semata. Living Quran diartikan sebagai
bagaimana Al-Quran disikapi atau direspon masyarakat muslim dalam realitas
kehidupan budaya sosial sehari-hari bukan sebagai pemahaman individu atau
kelompok orang dalam memahami Al-Quran.12
Maka, dalam penelitian model Living Qur’an yang dicari bukan kebenaran
agama lewat al-Qur’an atau bersifat menghakimi sekelompok agama tertentu
dalam Islam, tetapi lebih mengedepankan penelitian tentang tradisi yang
menggejala (fenomena) di masyarakat dilihat dari perspektif kualitatif. Melalui
adanya living Quran ini diharapkan dapat menemukan segala sesuatu dari hasil
pengamatan yang cermat dan teliti atas perilaku masyarakat muslim dalam
pergaulan sosial keagamaannya hingga menemukan segala unsur yang menjadi
komponen terjadinya perilaku itu melalui struktur luar dan struktur dalam, agar
dapat ditangkap makna dan nilai-nilai yang melekat dari sebuah fenomena yang
diteliti.13
F. Pendekatan Sosiologis dalam Hukum Islam
Dalam pendekatan sosiologi dan hukum Islam membahas tentang
9
Syamsuddin, Sahiron DR.Phil.(ed.), Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta:
Teras,2007)
10
Atho Mudzhar, Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press,
2000)
11
Middleton, John, The Religious System dalam Raul Naroll (ed), A Honbook of Method in Cultural
Anthropology, (New York: Columbia University Press,1973)
12
Ida Zahara Adibah, Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Islam. Jurnal Inspirasi. Vol.1 No. 1, 2017.
13
Syamsuddin, Sahiron DR.Phil.(ed.). Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta:
Teras,2007)
8
pengaruh timbal balik antara perubahan hukum dan masyarakat. Dimana
perubahan hukum dapat memengaruhi perubahan masyarakat, dan sebaliknya.
Pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat merupakan fakta yang
sering menjadi objek penelitian dengan pendekatan yang tepat. Dalam Islam,
budaya dan perubahan sosial sangat jelas pengaruhnya terhadap pemikiran
hukum. Perbedaan budaya dan perubahan sosial yang terjadi di daerah-daerah
yang dikuasai oleh umat Islam di awal abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan
pendapat di kalangan ulama fikih tentang masalah hukum, yang akhirnya
menyebabkan terbentuknya aliran-aliran hukum dalam Islam. Hukum Islam
(fikih, syariah) tidak saja berfungsi sebagai hukum, tetapi juga berfungsi sebagai
nilai-nilai normatif. Secara teoritis, berkaitan dengan segenap aspek kehidupan,
dan merupakan satu-satunya pranata (institusi) sosial dalam Islam yang dapat
memberikan legitimasi terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki dalam
penyelarasan antara ajaran Islam dan dinamika sosial.18 Ketetapan hukum dapat
berubah seiring dengan perubahan sosial, dalam hal ini taraf kehidupan ekonomi
masyarakat yang makin berkembang saat itu.
Beberapa alasan mengapa Islam begitu memperhatikan masalah sosial
diantaranya sebagai berikut: a) Dalam al-Quran dan hadis, proporsi terbesar
berkenaan dengan urusan muamalah. b) Penekanan masalah muamalah (sosial)
dalam Islam karena adanya kenyataan, bahwa bila urusan ibadah bersamaan
waktunya dengan urusan muamalah yang sangat penting, maka ibadah boleh
diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan
tetap dikerjakan sebagaimana mestinya. c) Ibadah yang mengandung segi
kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat
perorangan. d) Dalam Islam terdapat ketentuan, bila urusan ibadah dilakukan
tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka
tebusannya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang
kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunah. Maka,
bisa kita pahami ciri pendekatan sosiologi dalam studi Islam termasuk hukum
dan hukum Islam diantaranya adalah: a) Bersumber pada dalil-dalil al-Quran
dan hadis sebagai sumber normatif. b) Adanya hukum yang dihasilkan dari
9
dalil-dalil tersebut dengan mempertimbangkan kehidupan sosial masyarakat
Islam. c) Terjadinya perubahan sosial di kalangan masyarakat seiring dengan
perubahan zaman.14
G. Persoalan dan Perdebatan
Ketiga pendekatan sebagaimana disebutkan sebelumnya, adalah
pendekatan sosiologi kontemporer yang dibina dengan objek masyarakat
barat,karenanya pendekatan tersebut tidak bersifat universal. Pemikiran barat
bukan saja jauh dari dan kerap kali bertentangan dengan persepsi-persepsi lokal
dalam masyarakat-masyarakat non-Barat, tetapi juga tidak mampu menjelaskan
masalah yang dewasa ini dihadapi oleh masyarakat-masyarakat. Tidak sedikit
contoh tentang kelemahan dalam sosiologi ini.
Beberapa upaya-upaya telah dilakukan untuk meredakan perbedaan-
perbedaan sosiologis antara satu negara barat dengan negara barat lainnya.
Perbedaan- perbedaan ini bisa dihilangkan dengan interaksi yang lebih akrab
antara para sosiolog eropa dan Amerika, tetapi akan tetap dirasakan adanya
kenyataan yang janggal bahwa pendekatan-pendekatan sosiologis barat
didasarkan pada asumsi-asumsi dan penelitian-penelitian yang asing bagi
realitas sosial di masyarakat non- barat. Jika dialihkan perhatian dari masyarakat
barat pada umumnya, ke masyarakat muslim atau wilayah yang berkebudayaan
Islam pada khususnya, maka akan terlihat bahwa studi sistematis mengenai
Islam merupakan suatu bidang yang benar-benar tidak diperdulikan dalam
sosiologi.
Jika pengikut keagamaan menganggap perasaan sejahtera atau ketenangan
di tengah kesengsaraan disebabkan oleh kasih Tuhan, maka seorang sosiolog
justru menggunakan bentuk metodologi ateisme dalam mengkaji hal yang tran-
senden.15 Seorang sosiolog akan mengajukan pertanyaan “apakah Tuhan ada”,
lalu ia mendekati perilaku keagamaan dengan pertanyaan seperti berikut ini:
model keyakinan dan ritual keagamaan apa yang terus bertahan dalam
lingkungan kehidupan tertentu dan mengapa? Apakah kaitan antara lingkungan
personal dan konteks sosial tertentu dengan keyakinan mengenai tuhan atau
14
Ajub,Ishak. Ciri-ciri pendekatan sosiologi dan sejarah dalam mengkaji hukum islam. Al-Mizan.Vol. 9 No.
1 Juni 2013.
15
Peter Connoly (ed.), Approach to the Study of Religion, diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia
dengan judul, Aneka Pendekatan Agama¸terj, Imam Khoiri (Yogyakarta: LKIS.2002)

10
tuhan-tuhan? Apakah pengaruh penjelasan keagamaan mengenai penderitaan
terhadap upaya-upaya sosial untuk memperbaiki penderitaan itu?
Perdebatan utama dalam sosiologi agama kontemporer adalah antara
pembela dan penentang tesis sekularisasi yang mendominasi teori-teori sosial
sejak Comte dan Durkheim. Sekulerisasi mengacu pada proses dimana agama
kehilangan dominasi atau signifikansi sosial dalam masyarakat. Mundurnya
pengaruh agama dapat diamati dari hal-hal sebagai berikut: a) Kemunduran
partisipasi dalam aktivitas dan upacara-upacara keagamaan; b) Kemunduran
keanggotaan organisasi-organisasi keagamaan; c) Kemunduran pengaruh
institusi-institusi keagamaan dalam kehidupan dan institusiinstitusi sosial; d)
Berkurangnya otoritas yang dimiliki dan menurunnya keyakinan terhadap
ajaran-ajaran keagamaan; e) Berkurangnya ketaatan privat, doa dan keyakinan;
f) Kemunduran otoritas tradisional yang didukung oleh nilai-nilai moral secara
keagamaan; g) Berkurangnya signifikansi sosial dan profesional keagamaan,
kekurangan lapangan pekerjaan; h) Privatisasi atau sekularisasi internal terhadap
ritual-ritual dan sistem keyakinan keagamaan.16
Pada akhirnya setiap suatu hal selalu memiliki persoalan dan
perdebatannya masing-masing, termasuk dalam sebuah ilmu. Namun
mempelajarinya untuk mengambil hal-hal yang baik menjadi lebih penting.
H. Tokoh-tokoh Utama dan Karya-Karya Mereka dalam Studi Sosiologi
Islam
1. Ibnu Khaldun (1332-1406)
Sejarawan dan Bapak Sosiologi Islam ini berasal dari Tunisia. Ia keturunan
dari Yaman dengan nama lengkapnya Waliudin Abdurrahman bin Muhammad bin
Abi Bakar Muhammad bin Al Hasan. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Ibnu
Khaldun.
Ia lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332, di tanah kelahirannya itu, ia
mempelajari berbagai macam ilmu, seperti Syariat (Tafsir, Hadist, Tauhid, Fikih),
Fisika dan Metamatika. Sejak kecil, ia sudah hafal al-qur’an. Saat itu Tunisia
menjadi pusat perkembangan ilmu di Afrika Utara.
Karya-karya besar yang lahir ditangannay, yaitu sebuah kitab yang sering
disebut Al ‘Ilbar (sejarah umum), terbitan Kairo tahun 1284. Kitab ini terdiri atas 7
16
Peter Connoly (ed.), Approach to the Study of Religion, diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia
dengan judul, Aneka Pendekatan Agama¸terj, Imam Khoiri (Yogyakarta: LKIS.2002)

11
jilid berisi kajian sejarah, yang didahului oleh Muqaddimah (Jilid 1), yang berisi
tentang pembahasan masalah-masalah sosial manusia.
Muqaddimah (yang sebenarnya merupakan pembuka kitab tersebut)
popularitasnya melebihi kitab itu sendiri. Muqaddimah membuka jalan menuju
perubahan ilmu-ilmu sosial. Menurut pendapatnya, politik tak bisa dipisahkan dari
kebudayaan dan masyarakat dibedakan atas masyarakat kota dan desa. Dalam
Muqaddimah ini pula Ibnu Khaldun menampakkan diri sebagai ahli sosiologi dan
sejarah. Teori pokoknya dalam sosiologi umum dan politik adalah konsep
ashabiyah (solidaritas sosial). Asal-usul solidaritas ini adalah ikatan darah yang
disertai kedekatan hidup bersama. Hidup bersama juga dapat mewujudkan
solidaritas yang sama kuat dengan ikatan darah. Menurutnya, solidaritas sosial itu
sangat kuat terlihat pada masyarakat pengembara, karena corak kehidupan mereka
yang unik dan kebutuhan mereka untuk saling bantu. Relevansi teori ini misalnya
dapat ditemukan pada teori-teori tentang konsiliasi kelompok-kelompok sosial
dalam menyelesaikan konflik tantangan tertentu. Relevansi teori Khaldun, misalnya
juga dapat ditemukan dalam teori Ernest Renan tentang kelahiran bangsa.
Tantangan yang dihadapi masyarakat pengembara dalam teori Khaldun tampaknya,
meski tidak semua, pararel dengan “kesamaan sejarah” embrio bangsa dalam teori
Ernest Renan. Kebutuhan untuk saling Bantu mengatasi tantangan ini juga
memiliki relevansi dalam kajian-kajian psikologi sosial terutama berkenaan dengan
kebutuhan untuk mengikatkan diri dengan orang lain atau kelompok sosial yang
lazim disebut afiliasi.17
Karya Ibnu Khaldun yang lain adalah Kitab al-„Ibar, wa Diwan al- Mubtada‟
wa al-Khabar, fi Ayyam al-„Arab wa al-„Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum
min dzawi as-Sulthani al-„Akbar. (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman
Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-
orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan
Mereka), yang kemudian terkenal dengan kitab „Ibar, yang terdiri dari tiga buku:
Buku pertama, adalah sebagai kitab Muqaddimah, atau jilid pertama yang berisi
tentang : Masyarakat dan ciri-cirinya yang hakiki, yaitu pemerintahan, kekuasaan,
pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan dengan segala
sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua terdiri dari empat jilid, yaitu jilid kedua,
ketiga, keempat, dan kelima, yang menguraikan tentang sejarah bangsa Arab,
generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti mereka. Di samping itu juga

17
Zulfi Mubarok, Sosiologi Agama : Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer.(Malang: UIN
Malang Press, 2006)
12
mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan negara yang sezaman
dengan mereka, seperti bangsa Syiria, Persia, Yahudi (Israel), Yunani, Romawi,
Turki dan Franka (orang-orang Eropa). Kemudian buku ketiga terdiri dari dua jilid
yaitu jilid keenam dan ketujuh, yang berisi tentang sejarah bahasa Barbar dan
Zanata yang merupakan bagian dari mereka, khususnya kerajaan dan negara-negara
Maghribi (Afrika Utara).18
2. Hassan Hanafi (1935)
Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo, berasal dari
keluarga musisi. Pendidikannya diawali pada tahun 1948, tamat pendidikan
tingkat dasar dan Madrasah Stanawiyah “Khalil Agha” Kairo dalam waktu
empat tahun. Semasa itu, telah mengikuti berbagai diskusi pemikiran
Ikhwan Al Muslimin dan tertarik pada pemikiran Sayyid Qutb tentang
keadilan sosial dan Islam. Sejak itu, ia berkonsentrasi kepada pemikiran
agama, revolusi, dan perubahan sosial.
Hasan Hanafi seorang pemikir keislaman yang sudah tidak asing lagi,
didunia Arab khususnya yang sangat produktif. Ia menguasai tiga bahasa:
Arab, Inggris, dan Prancis. Diantara karya-karya fundamentalnya adalah:
Min Al- ‘Aqidah Ila Al-Tsaurah(1988), Religious Dialogue Revolution:
Essays Judaisn, Christianity and Islam (1977), dan La Phenomenologie de
I’Exegese, Essei d’une hermeneutique Existentielle a partir du nouveau
Testamenet (1966). Selain itu, Hanafi juga banyak menulis artikel di
beberapa jurnal ilmiah berbahasa Arab, disamping mentahqiq teks-teks
klasik Arab dan menterjemahkan beberapa buku tentang bahasa dan filsafat
ke dalam Bahasa Arab.
Pemikiran Hanafi meliputi tiga model. Model pertama adalah peranan
Hanafi sebagai seorang pemikir revolusioner. Dia menganjurkan untuk
memunculkan Al Yassar Al Islami untuk mencapai Revolusi Tauhid. Model
kedua, adalah sebagai pembaharu tradisi pemikiran klasik. Sebagai seorang
reformis tradisi islam, Hanafi adalah seorang rasionalis. Model ketiga,
adalah seorang penerus gerakan Al Afgani (1838-1897). Al afgani adaalah
pendiri gerakan Islam modern yang disebut sebagai perjuangan melawan
imperalialisme barat dan penyatuan dunia Islam. Hanafi pun melalui Al
18
http://uin-suka.info, diakses pada tanggal 3 Oktober 2020_jam:19.00 WIB. Ibnu Khaldun dan
Pemikirannya
13
yasar Al Islami, juga menyebutkan hal yang sama19.
3. Auguste Comte (1798-1857)
Tokoh yang kemudian dikenal sebagai bapak pendiri aliran positivisme
dalam ilmu-ilmu sosial ini lahir pada tanggal 19 Januari 1798 di Montpellir,
Prancis. Auguste Comte dikenal sebagai The Father of Sociology karena
sumbangannya dalam memperkenalkan istilah sosiologi dalam bukunya
yang berjudul Cours de Philosophy Positive. Beliau berpendapat bahwa
sejarah manusia adalah mengikuti satu susunan yang mematuhi hukum
tertentu. Evolusi masyarakat akan disertai dengan kemajuan yang
mewujudkan perkembangan intelektual. Comte dikenal karena telah
memperkenalkan hokum Law of Human Progress.
Dalam bukunya yang berjudul Cours de Philosophy Positive yang
terdiri atas enam jilid, ia mengemukakan pendapatnya tentang
perkembangan pikiran manusia yang terdiri atas tiga tahap. Pertama tahap
teologis, yaitu pengetahuan manusia didasarkan pada kepercayaan akan
adanya penguasa adikodrati yang mengatur dan menggerakkan gejala-
gejala alam. Kedua tahap metafisis, yaitu pengetahuan manusia berdasar
pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip abstrak yang menggantikan
kedudukan kuasa-kuasa adikodrati. Metafisika merupakan pengetahuan
puncak masa ini. Ketiga tahap positif, yaitu pengetahuan manusia berdasar
atas fakta-fakta. Berdasar observasi dan dengan menggunakan rasionya,
manusia pada tahap positif ini dapat menentukan relasi-relasi persamaan dan
atau urutan yang terdapat pada fakta-fakta. Pengetahuan positif adalah
pengetahuan yang tertinggi kebenarannya yang dicapai oleh manusia.20
I. Signifikasi dan Kontribusi Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
Pendekatan sosiologis digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian
agama baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan
jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup

19
Ibid.
20
Ibid.
14
bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan
hidup itu serta pula kepercayaan, keyakinan yang memberi sifat tersendiri
kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Dari defenisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan
serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu itu suatu
fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong
terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang
mendasari terjadinya proses tersebut.
Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah
karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur‟an
misalnya, kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia lainnya,
sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat
dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat
ajaran agama itu diturunkan21.
Sosiologi didefinisikan secara luas sebagai bidang penelitian yang
tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan melalui pengamatan atas manusia,
kebiasaan-kebiasaannya, ritual-ritual dan takhayulnya, pola-pola organisasi dan
disorganisasinya, hukum-hukumnya, politik dan ekonominya, maka peradaban
Muslim berarti telah menghasilkan data historis, etnografis dan filosofis yang
kaya ragam sosiologisnya dan yang sangat canggih segi-segi
metodologisnya.Bagi kaum Muslim abad pertengahan, ada tiga sumber pokok
yang memberikan dorongan dalam tingkat yang berbeda-beda, yaitu:

1. Al-Qur’an sejarah umat manusia dengan suatu analisis sistematis


atau suatu tema.

2. Peradaban muslim yang mewarisi filsafat-filsafat Yunani kuno


yang kaya tapi sekuler dengan metode dedukasi, induksi dan
wawasan tentang organisasi manusia.

3. Dengan meluasnya imperium muslim dari Atlantik sampai


Samudera Pasifik22.
Dalam sumber pokok diatas agama kita akan dapat memahami agama
21
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005).
22
Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agunng, 1996).
15
karena banyak sekali agama yang berkaitan dengan masalah sosial.
J. Kesimpulan
Dalam dakwah Islam, salah satu hal yang dapat digunakan agar lebih dapat
dipahami dan dimengerti dalam belajar agama ialah dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan. Salah satunya dengan menggunakan pendeketan
sosiologis, karena dalam studi Islam menggunakan pendekatan sosiologis.
Seseorang akan lebih jauh mampu melihat makna secara mendalam bukan
hanya secara tekstual namun secara kontekstualnya dalam mempelajari ajaran
agama. Karena makna dari sosilogis sendiri adalah ilmu yang membahas
tentang pola hubungan kehidupan masyarakat sebagai makhluk sosial.
Pendekatan sosiologis memberikan kenyataan bagaimana kehidupan
masyarakat dalam berkehidupan sosial, baik antara individu dengan
masyarakat, maupun individu dengan individu. Termasuk di dalamnya terkait
konflik dan cara penyelesainnya. Ketika seseorang melakukan studi Islam
dengan pendekatan sosiologis, maka ia akan menemukan bagaimana sikap
masyarakat dalam mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari,
seorang peneliti akan terlibat langsung. Maka melalui pendekatan sosiologis
ini, ajaran agama akan mudah dipahami dan salah satu tujuan agama
diturunkan ialah untuk fungsi atau kepentingan sosial. Meskipun dalam
perjalannya akan menemukan persoalan maupun perdebatan yang tak akan
pernah usai pembahasannya sesuai dengan perkembangan zaman.
Studi Islam dengan pendekatan sosiologi dapat mengambil beberapa tema
diantaramya: a) Studi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat. Perubahan
masyarakat biasanya didefinisikan sebagai perubahan sosial termasuk
didalamnya perubahan pola-pola budaya, struktur sosial, dan perilaku sosial
dalam jangka waktu tertentu. b) Studi tentang pengaruh struktur dan perubahan
masyarakat terhadap pemahaman ajaran agama atau konsep keagamaan. c)
Studi tentang tingkat pengamalan beragama masyarakat. d) Studi pola sosial
masyarakat muslim. e) Studi tentang gerakan gerakan masyarakat yang
membawa paham yang dapat melemahkan atau menunjang kehidupan
beragama.

16
DAFTAR PUSTAKA

Adibah, Ida Zahara. Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Islam. (Jurnal Inspirasi. Vol.1 No. 1,
2017).
Anwar, Rosihon. et.al., Pengantar Studi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
Conoly, Peter (ed.), Approach to the Study of Religion, diterjemahkan kedalam Bahasa
Indonesia dengan judul, Aneka Pendekatan Agama¸terj. Imam Khoiri (Yogyakarta:
LKIS.2002).
http://uin-suka.info, diakses pada tanggal 3 Oktober 2020_jam:19.00 WIB. Ibnu Khaldun dan
Pemikirannya
Ishak, Ajub. Ciri-Ciri Pendekatan Sosiologi Dan Sejarah Dalam Mengkaji Hukum Islam.
(Al-Mizan.Vol. 9 No. 1 Juni 2013).
Middleton, John. The Religious System dalam Raul Naroll (ed), A Honbook of Method in
Cultural Anthropology. (New York: Columbia University Press,1973)
Mubarok, Zulfi. Sosiologi Agama: Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer.
(Malang: UIN Malang Press, 2006)
Mudzhar, Atho. Studi Hukum Islam dengan Pendekatan Sosiologi (Yogyakarta: Sunan
Kalijaga Press, 2000).
Nasution, Khoiruddin. Pengantar Studi Islam, (Jogjakarta: Academia, 2010)
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002).
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005).
Syamsuddin, Sahiron DR.Phil.(ed.), Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,
(Yogyakarta: Teras,2007).
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996).
Zainimal. Sosiologi Pendidikan. (Padang: Hayfa Press, 2007).

17

Anda mungkin juga menyukai