SOSIOLOGI
HUKUM
1
Pengantar
Isi buku ini semuanya merupakan saduran, kutipan, dan ambilan dari berbagai
sumber, dan semata-mata hanya untuk kepentingan pengajaran Sosiologi Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu. Kepada penulis asli dari tulisan dalam buku ini,
kami mohon maaf apabila tidak kami sebutkan satu persatu.
Demikianlah dan terima kasih
2
SOSIOLOGI
1. Pengertian Sosiologi:
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan sosial, yang berasal dari Bahasa Latin “socius“ dan
Yunani “logos“. Makna socius berarti kawan atau teman, dan logos berarti
pengetahuan. Dengan demikian, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang
perkawanan atau pertemanan. Pengertian pertemanan ini pada akhirnya bisa diberi
perluasan arti, yaitu menjadi sekelompok masyarakat yang melakukan syarat
interkasi sosial dan hubungan sosial satu sama lainnya.1 Dengan adanya gambaran
tersebut, definisi sosiologi ialah studi mengenai hidup untuk bermasyarakat. Hal ini di
dasarkan pada asal kata kata socius dibentuk dari kata “sosial” yang bermakna serba berjiwa
kawan, terbuka pada masyarakat lain, bisa memberi dan juga bisa untuk menerima,
meskipun pada hekekatnya hal ini berbanding balik (antonim) pada pandangan masyarakat
yang serba tertutup.2
Di samping pengertian sosiologi seperti di atas, berikut pengertian sosiologi
pengertian dari para ahli3 :
Pitirim A. Sorokin
Menurutnya, pengertian sosiologi adalah studi yang empiris dan mampu
memberikan pengulasan mengenai hubungan sosial, interkasi sosial dalam
masyarakat dan pengaruh timbal balik yang dihasilkan dari gejala dalam
hubungan masyarakat tersebut. Hubungan sosial dalam masyarakat dan
pengaruh timbal balik ini kemudian Pitirim A. Sorokin menambahkan akan terjadi
diantara gejala sosial dan gejala non-sosial (gejala geografis, biologis) menjadi
ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lainnya dalam masyarakat.
Roucek dan Warren
Menurutnya adalah studi pengetahuan yang memberikan penjelasan mengenai
hubungan antarmanusia dalam kelompok-kelompok sosial dalam lingkungannya.
Kelompok sosial ini menyakut tengang dinamika kelompok sosial, interkasi sosial,
dan integrasi sosial.
1
http://dosensosiologi.com/pengertian-sosiologi-objek-dan-tujuannya-lengkap/
2
Ibid.
3
Ibid
3
4
Rusli Muhamad, Bahan Kuliah Sosiologi, https://dukunhukum.wordpress.com/2012/06/12/bahan-kuliah-
sosiologi-rusli-muhammad-dosen-fh-uii/
5
5
http://dosensosiologi.com/pengertian-sosiologi-objek-dan-tujuannya-lengkap/
7
3) Menurut C.S.T Kansil Masyarakat adalah persatuan manusia yang timbul dari
kodrat yang sama. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau
lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai
hubungan yang mengakibatkan seorang dan orang lain saling kenal mengenal
dan pengaruh mempengaruhi.
Unsur-Unsur Masyarakat
1. Manusia yang hidup bersama
2. Berkumpul dan bekerja sama untuk waktu lama
3. Merupakan satu kesatuan
4. Merupakan suatu system hidup bersama.
b. Metode Sosiologi.6
Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode, yaitu metode kwalitatif
dan metode kwantitatif.
Metode kwalitatif mengutamakan bahan yang sukar diukur dengan angka-
angka atau ukuran-ukuran lain yang eksak, walaupun bahan-bahan tersebut
terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode kwalitatif
termasuk metode historis dan metode komparatif yang keduanya
dikombinasikan menjadi historis-komparatif.
Metode historis menggunakan analisa atas peristiwa-peristiwa dalam masa
silam untuk merumuskan prinisp-prinsip umum.
Metode komperatif mementingkan perbandingan antara bermacam-
macam masyarakat beserta bidang-bidangnya, untuk memperoleh
perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaannya.
Metode “case-study” dapat pula dimasukkan kedalam metode kwalitatif.
Metode “case-study” bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya
salah satu gejala yang nyata dalam kehidupan masyarakat. Case-study
dapat dipergunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelompok masyarakat
setempat (community), lembaga-lembaga maupun individu-individu.
Metode kwantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-
angka, sehingga gejala yang ditelitinya dapat diukur dengan mempergunakan
skala-skala, index-index, tabel-tabel dan formula-formula yang semuanya itu
6
Rusli Muhamad, Op.Cit.
8
sedikit banyaknya mempergunakan ilmu pasti. Yang termasuk jenis metode ini
adalah metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara
matematik. Akhir-akhir ini telah dihasilkan suatu tehnik yang dinamakan
Sosiometry., yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif. Sosiometry
mempergunakan angka-angka dan skala-skala untuk menggambarkan dan
meneliti hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat secara
kwalitatif.
Di samping metode-metode di atas, metode sosiologi lainnya adalah penjenisan
antara metode induktif yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk
mendapatkan kaedah-kaedah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas, dan
metode deduktif yang mempergunakan proses sebaliknya yaitu mulai dengan
kaedah-kaedah yang dianggap berlaku umum, untuk kemudian dipelajari dalam
keadaan yang khusus.
Selain itu terdapat pula metode “empiris” dan metode “rationalitis”.
Metode “empiris” adalah metode yang menyandarkan diri pada keadaan-
keadaan yang dengan nyata didapat dalam masyarakat. Metode ini dalam ilmu
sosiologi modern diwujudkan dengan research atau penelitian, yaitu cara
mempelajari suatu masalah secara sistimatis dan intensif, untuk mendapatkan
yang lebih banyak mengenai masalah tersebut.
Metode ‘ratinalistis adalah metode yang mengutamakan pemikiran dengan
logika dan fikiran sehat, untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah
kemasyarakatan.
Sosiologi juga sering menggunakan metode fungsionalism, yaitu metode yang
bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan
struktur sosial dalam masyarakat. Metode ini berpendirian pokok, bahwa unsur-
unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal-balik yang
saling pengaruh-mempengaruhi, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri
terhadap masyarakat.
5. Manfaat sosiologi7 :
Dilihat dari objek sosiologi di atas, jelaslah bahwa fungsi dan manfaat sosiologi secara
umum bertujuan untuk meberikan peningkatkan kemampuan pada setiap manusia
7
Rusli Muhamad, Ibid.
9
KAIDAH SOSIAL8
1. Pengertian Kaidah Sosial
Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai
perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi
Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun
pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup. Kaidah sosial itu
terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh
mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar
kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam
masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban.
Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari
satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri
terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas
8
Junaedi Kadir, https://junetbungsu.wordpress.com/2012/12/05/kaidah-sosial/
10
SKETSA10
SEGI AGAMA KESUSILAAN KESOPANAN HUKUM
TUJUAN Umat manusia; manusia Pribadi yang konkrit; tertib
sempurna; mencegah manusia masyarakat; keharmonisan
menjadi jahat. bersama; menghindari jatuhnya
korban,
SASARAN Aturan yang ditunjukan kepada Aturan yang ditunjukan kepada
sikap batin. perbuatan lahiriah (konkrit).
ASAL USUL Tuhan diri sendiri kekuasaan luar yang memaksa.
SANKSI Tuhan diri sendiri kekuasaan luar resmi
yang memaksa
ISI memberi kewajiban Memberi hak dan kewajiban
LEMBAGA SOSIAL11
1. Pengertian
Lembaga sosial adalah kelompok sosial yang terbentuk oleh adanya nilai, kepribadian,
adat istiadat, norma, dan unsur lainnya yang berkembang dalam ruang lingkup
masyarakat. Lembaga sosial ini terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat akan keteraturan dalam menjalani kehidupan bersama. Pertumbuhan
masyarakat yang semakin besar membuat kehidupan bermasyarakat menjadi
9
Kaidah Sosial, Dipublikasikan oleh Vilarissa 1, https://viliarissa.wordpress.com/2013/03/15/kaidah-sosial/
10
Ibid.
11
Lembaga Sosial: Pengertian, Fungsi, Ciri, Jenis, dan Kaitannya Terhadap Bisnis,
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-lembaga-sosial.html
15
semakin kompleks. Berbagai kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya alam harus
diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi chaos. Inilah yang mendasari terbentuknya
lembaga sosial di masyarakat.12 Menurut Koentjaraningrat, arti lembaga sosial adalah
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk
memenuhi kompleksitas kebutuhan khusus dalam kehidupan manusia bermasyarakat.
12
Ibid
16
Lembaga sosial memiliki tujuan yang memenuhi kebutuhan pokok manusia. Lembaga
sosial memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut13 :
a. Membuat dan memberikan pedoman kepada masyarakat mengenai tata cara
berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan pokok manusia.
b. Membuat dan memberikan pedoman kepada masyarakat mengenai tata cara
pengendalian sosial agar perilaku masyarakat lebih terkendali.
c. Bertanggungjawab atas keutuhan dan kesatuan masyarakat. Lembaga sosial juga
bertanggungjawab untuk menghimpun dan mempersatukan anggotanya agar
tercipta integrasi sosial dalam masyarakat. Integrasi sosial tersebut merupakan
kesepakatan antar kelompok yang berbeda di dalam masyarakat.
13
Ibid.
17
Menurut Gillin dan Gillin, terdapat ciri-ciri utama lembaga sosial antara lain sebagai
berikut :
Pola pemikiran dan perilaku terwujud dari dalam aktivitas masyarakat bersama
dengan hasil-hasilnya.
Memiliki suatu tingkat kekekalan khusus. Maksudnya, suatu nilai atau norma akan
menjadi lembaga yang setelah mengalami proses percobaan dalam waktu yang
relatif lama.
Memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu.
Memiliki alat kelengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga
tersebut. Umumnya alat ini antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya
berbeda.
Mempunyai lambang sebagai simbol dalam menggambarkan tujuan dan fungsi
lembaga tersebut.
Merumuskan tujuan dan tata tertibnya, lembaga memiliki tradisi yang tertulis dan
tidak tertulis
7. Jenis Lembaga Sosial
Terdapat beberapa lembaga sosial yang sangat erat dengan orientasinya. Beberapa
lembaga sosial tersebut adalah sebagai berikut :
a. Lembaga Keluarga
Lembaga keluarga merupakan lembaga sosial yang terkencil yang terbentuk atas
dasar perkawinan dan hubungan darah. Fungsi lembaga keluarga adalah :
Fungsi reproduksi : Dalam keluarga, keturunan merupakan inti dari terjadinya
sebuah pernikahan.
Fungsi ekonomi : yang dalam hal ini adalah peran ayah, namun ibu juga
berperan sebagai fungsi ekonomi dalam menghidupi keluarga mereka
termasuk mereka sendiri dan anak-anaknya.
Fungsi proteksi : artinya keluarga menciptakan rasa ketentaraman dan
keterlindungan baik secara psikologis maupun fisik.
Fungsi sosialisasi : yang mengajarkan anak segala hal baik berlatih dan
diperkenalkan cara-cara hidup yang baik dan benar agar dapat berperan
dalam masyarakat.
18
Fungsi afeksi : fungsi afeksi yang tidak lain adalah orang tua dari anak tersebut
dengan memberikan kehangantan dan kasih sayang.
Fungsi pengawasan sosial : yang mengontrol segala aktivitas dan tingkah laku
dalam keluarga mereka, hal ini biasanya dipegang oleh orang tua untuk
mengawasi anaknya.
Fungsi pemberian status : Dalam keluarga, terdapat fungsi pemberian status
melalui lembaga perkawinan sebagai pasangan suami istri.
b. Lembaga Politik
Lembaga politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat sebagai proses pembuatan keputusan. Macam-macam fungsi
lembaga politik adalah sebagai berikut :
Memelihara ketertiban di dalam negeri (internal order):
Menjaga keamanan yang ada di luar negeri (eksternal order):
Mengupayakan kesejahteraan umum (general welfare)
Mengatur proses politik
c. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan adalah lembaga atau tempat berlangsungnya proses
pendidikan dengan tujuan mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih
baik. Jenis fungsi lembaga pendidikan menurut Horton dan Hunt adalah :
Mempersiapkan untuk mencari nafkah
Sebagai tempat pengembangan bakat
Sebagai pelestari kebudayaan masyarakat
Tempat edukasi keterampilan agar dapat berpatisipasi dalam demokrasi
Memperpanjang masa remaja
Mempertahankan sistem sosial
d. Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi adalah lembaga yang mempunyai kegiatan di bidang ekonomi
demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Fungsi lembaga ekonomi adalah :
Memberi pedoman dalam mendapatkan bahan pangan
Sebagai pedoman untuk menjalankan pertukaran barang atau barter
Sebagai pedoman mengenai harga jual beli barang
19
e. Lembaga Agama
Lembaga agama adalah lembaga yang mengatur mengenai kehidupan manusia
dalam beragama. Macam-macam fungsi lembaga agama menurut Bruce J. Cohen
adalah :
Sebagai bantuan dalam pencarian identitas moral
Memberikan tafsiran-tafsiran dalam membantu memperjleas keadaan
lingkungan fisik dan sosial seseorang
Sebagai peningkatan keramahan dalam bergaul, kohesi sosial, dan solidaritas
kelompok
f. Lembaga Budaya
Lembaga budaya adalah lembaga publik yang terdapat dalam suatu negara yang
berfungsi sebagai pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, lingkungan, seni,
dan pendidikan masyarakat.
KELOMPOK SOSIAL.
1. Pengertian:
Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang-orang
yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan dapat
mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Menurut Soerjono Soekanto,
kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup
bersama karena saling berhubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling
memengaruhi.
2. Syarat-syarat adanya kelompok sosial:
1) Setiap anggota dalam kelompok tersebut harus memiliki kesadaran bahwa
mereka adalah bagian dari kelompok tersebut.
2) Adanya faktor persamaan diantara kelompok masyarakat, seperti persamaan
nasib, persamaan kepentingan, persamaan kebutuhan, persamaan rasa,
persamaan cara pandang, dan lainnya. Adanya persamaan struktur dan
kebudayaan juga turut mempengaruhi dan menjadi prasyarat kelompok sosial.
20
3) Adanya proses dalam kelompok sosial. Proses ini memerlukan kurun waktu yang
tidak dapat ditentukan, hal ini lantaran tergantung pada komitmen setiap anggota
kelompok soaial.
4) Adanya sistem dalam suatu kelompok sosial.
5) Adanya hubungan timbal balik di antara sesama anggota dalam satu kelompok
tersebut.
3. Proses Terbentuknya Kelompok Sosial
Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri
manusia yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam
membentuk kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan
dan pengaruh psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga
ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu:
1. Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya
2. Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya
PERUBAHAN SOSIAL
1. Pengertian Perubahan Sosial Menurut Para Ahli
Apa yang dimaksud dengan perubahan sosial (social change)? Secara umum, pengertian
perubahan sosial adalah suatu perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terkait dengan
pola pikir, sikap sosial, norma, nilai-nilai, dan berbagai pola perilaku manusia di dalam
masyarakat14
Pengertian perubahan sosial meurut Selo Soemardjan adalah segala perubahan pada
berbagai lembaga masyarakat dalam suatu lingkungan masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai sosial, sikap, pola perilaku
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
14
Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor Pendorong, dan Bentuknya,
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/perubahan-sosial.html
15
Arifin Saddoen, Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor, Ciri-Ciri, Bentuk dan Dampaknya,
https://moondoggiesmusic.com/perubahan-sosial/
31
perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip bahwa konflik sosial dan perubahan
sosial selalu melekat pada struktur masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial,
bukan perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari
adanya konflik tersebut. Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka
perubahan juga akan mengikutinya. Dua tokoh yang pemikirannya menjadi
pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendorf.
Menurut Karl Marx, konflik sosial merupakan sumber yang paling penting dan
paling berpengaruh terhadap semua perubahan sosial terjadi. Menurut Ralf
Dahrendorf, setiap perubahan sosial merupakan hasil konflik dalam kelas
masyarakat.
Pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut ini.
a. Setiap masyarakat terus-menerus berubah.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d. Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang
satu oleh golongan yang lainnya.
3. Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )
Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya).
Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis menjelaskan bahwa perubahan sosial
tidak lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat.
Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat
cepat sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan
unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah
secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial
atau cultural lag .
Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai
sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap
sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses
pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam
kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu
bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila
33
terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari
teori ini adalah William Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus)
di kalangan anggota kelompok masyarakat.
4. Teori Siklis ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat
dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap
masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori
ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial
merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Dalam teori siklus, perubahan sosial terjadi secara betahap dengan perubahan
yang tidak akan berhenti walau pada tahapan terakhir yang sempurna, tetapi
perubahan tersebut akan kembali keawal untuk peralihan ke tahap selanjutnya.
Sehingga tergambar sebuah siklus. Dalam teori siklus, tokoh yang berpengaruh
adalah Oswald Spenger dan Arnold Toynbee.
Menurut pendapat Oswald bahwa setiap masyarakat berkembang dengan 4
tahap, contohnya adalah pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak, masa
remaja, masa dewasa ke masa tua. Sedangkan menurut pendapat Arnold
Toynbee, perubahan sosial baik itu kemajuan ataupun kemunduran dapat
dijelaskan dalam konsep-konsep kemasyarakatan yang berhubungan satu
dengan yang lainnya, yaitu tantangan dan tanggapan.
Beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut.
a. Teori Oswald Spengler
Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu
anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler
digunakan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat, bahwa setiap
peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan, dan
keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
34
Selain faktor tersebut di atas, masih ada faktor-faktor lain ang dapat mempercepat
atau menghambat perubahan sosial sebagai berikut :
1) Faktor yang mempercepat perubahan sosial
a. Kontak dengan kebudayaan lain
Kontak budaya yang mengarah pada interaksi memberi dampak positif, yaitu
mengurangi prasangka negatif terhadap kebudayaan lain dan dapat
mencegah konflik sosial.
b. Sistem pendidikan yang maju
Pendidikan penting bagi masyarakat karena dapat membuka pikiran dan
wawasan untuk melakukan perubahan sosial kearah kemajuan.
c. Sikap menghargai hasil karya
Penghargaan dapat memberi semangat untuk berinovasi.
d. Keinginan untuk maju
Perubahan terjadi karena adanya keinginan. Dorongan dalam diri sendiri
untuk memperbaiki keadaan merupakn salah satu faktor pendorong
perubahan sosial.
e. Sistem lapisan terbuka masyarakat
Sistem lapisan sosial terbuka memberi kesempatan setiap orang yang
berkompeten untuk melakukan perubahan status sosial dalam hibupnya.
f. Peduduk yang heterogen
Penduduk heterogen memiliki kesempatan lebih besar untuk melakukan
kontah budaya dengan masyarakat lain.
g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai bidang kehidupan
h. Orientasi pada masa depan
Masyarakat yang berorientasi pada masa depan selalu mengedepankan
sikap terbuka untuk menerima dan menyesuaikan nilai sosial berdasarkan
perkembangan budaya global.
2. Faktor yang menghambat perubahan sosial
a. Kontak sosial dengan masyarakat lain yang kurang
Masyarakat yang tinggal didaerah terpencil sering mengalami keterbatasan
akses jangkauan publik seperti sarana transportasi dan komunikasi.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
37
SOSIOLOGI HUKUM17
17
Tulisan diambil dari berbagai sumber, khususnya dari tulisan Rusli Muhammad, Dosen FH UII Yogyakarta
41
4. Hukum sebagai tata hukum adalah struktur dan proses perangkat kaidah
hukum yang berlaku pada masa sekarang dan tempat tertentu serta
berbentuk tertulis.
5. Hukum sebagai petugas adalah pribadi yang merupakan kalangan yang
berhubungan erat dengan penegakan hukum.
6. Hukum sebagai keputusan penguasa menurut Wayne La Favre adalah hasil
dari proses diskresi yang menyangkut pengambilan keputusan yang tidak
secara ketat diatur oleh peraturan tetapi dengan unsur yang berkenaan
dengan pertimbangan pribadi.
7. Hukum sebagai proses pemerintahan adalah proses hubungan timbal balik
antar unsur pokok dari system kenegaraan.
8. Hukum sebagai sikap prilaku yang teratur adalah prilaku yang diulang dengan
cara yang sama bertujuan untuk mencapai kedamaian.
9. Hukum sebagai jalinan nilai adalah jalinan dari konsepsi abstrak tentang apa
yang dianggap paling benar dan salah.
b. Keragaman Cara Pembedaan Hukum
Hukum juga memiliki keragaman arti juga memiliki keragaman dalam
pengaturannya sehingga dikenal bidang-bidang hukum. Di bawah ini pembedaan
hukum menurut kriteria yang umum digunakan sebagai berikut :
1) Dilihat dari segi eksistensi atau waktu.
a) Ius constituendum adalah kaidah hukum yang dicita-citakan.
b) Ius constitutum adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan
tempat tertentu.
2) Dilihat dari segi wilayah berlaku.
a) Hukum alam adalah hukum bersifat abadi yang timbul dari alam dan tidak
dibuat oleh manusia.
b) Hukum positif adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan di
tempat tertentu.
3) Dilihat dari segi sifat fleksibilitas
a) Hukum imperatif adalah kaidah hukum memaksa yang secara apriori harus
ditaati.
43
b) Hukum fakultatif adalah kaidah hukum yang tidak secara apriori mengikat
atau tidak wajib dipatuhi sehingga ada kebebasan dalam membentuk
hukum yang sebanding antar pihak.
5) Berdasarkan wujud/bentuknya
a) Hukum tertulis, yaitu hukum yang ditulis/dicantumkan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Contoh : KUHP, KUH Perdata
b) Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih berlaku dan diyakini oleh
masyarakat serta ditaati sebagaimana suatu peraturan perundang-
undangan meskipun hukum ini tidak tertulis atau tidak dicantumkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, contoh: Hukum adat. Dalam
praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut juga kovensi,
contohnya pidato kenegaraan presiden setiap 16 Agustus.
c) Hukum antargolongan, yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih
yang masing-masing pihak tunduk pada hukum yang berbeda.
disadari oleh suatu masyarakat untuk menetapkan sesuatu yang benar, yang baik dan
sebagainya.
Hans Kelsen:
Hans kelsen terkenal dengan ajaran hukum murni (Reine Rechslehre). Teori ini
menerangkan bahwa hukum itu sesungguhnya haruslah merupakan sesuatu hukum, yang
dapat berlaku bagi semua orang tidak terkecuali yang dimurnikan sama sekali dari
berbagai unsur yang sangat berbahaya seperti politik, agama, sejarah, sosiologi, etik,
psikologi dan sebagainya. (N. E. Algra dkk, 1977. hal 140).
Murni di sini mempunyai dua arti: murni secara metodis (artinya dengan memakai
metode sendiri dari ilmu pengetahuan normatif) dan dimurnikan dari segala macam unsur
yang tidak yuridis.
Teori lain Hans Kelsen yang terkenal adalah “Stufentheorie”, yaitu menjelskan bahwa
sistem hukum hakikatnya merupakan ssistem hirarkis yang tersusun dari peringkat
terendah hingga peringkat tertinggi. Teori ini menerangkan bahwa berlakunya suatu
aturan hukum karena aturan itu berlandaskan pada suatu aturan yang lain, yang lebih
tinggi. Dan aturan lebih tinggi itu pada gilirannya berlandaskan pada aturan yang lebih
tinggi lagi (Stufenbau). Kaidah atau aturan yang merupakan puncak dari sistem
pertanggapan itu dinamakan sebagai kaedah dasar atau Grundnorm. Jadi menurut Kelsen,
setiap sistem hukum merupakan stufenbau dari pada kaidah-kaidah. Di puncak Stufenbau
48
tersebut terdapatlah Grundnorm yang merupakan kaedah dasar dari ketertiban hukum
nasional.
H.L.A. Hart.
Hart, membedakan positivisme seperti yang banyak disebut dalam Ilmu Hukum
Kontemporer sebagai;
1) pertama; anggapan bahwa undang-undang merupakan perintah manusia;
2) kedua; tidak perlu ada hubungan hukum dengan moral;
3) ketiga; konsepsi-konsepsi hukum layak dilanjutkan, harus dibedakan dari penelitian
historis mengenai sebab-sebab atau asal usul dari undang-undang dari penelitian-
penelitian sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala lainnya;
4) keempat; bahwa sistem hukum merupakan sistem tertutup.
5) kelima, anggapan bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau
dipertimbangkan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan
argumentsi rasional, pembuktian atau percobaan. (Friedmann, p.256-267).
2. Aliran Historis
Teori atau mashhaf ini, mempunyai pendirian yang sangat berbeda dengan aliran teori
hukum posivtisme. Aliran ini justru menekankan bahwa hukum hanya dapat dimengerti
dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan di mana hukum tersebut timbul.
(Soerjono Soekanto. 1997. p. 33).
Menurut aliran ini, Pembentuk undang-undang harus mendapatkan bahannya dari rakyat
dan ahli hukum dengan mempertimbangkan perasaan hukum dan perasaan keadilan
masyarakat. Demikianlah hukum tertulis akan menjadi hukum yang diterima masyarakat
sumber bahan hukum itu diambil, dan terhadap siapa hukum itu kemudian diterapkan.
Tanpa cara demikian undang-undang senantiasa akan menjadi sumber persoalan,
menghambat dan menghentikan pembangunan, atau bahkan akan merusak kebiasaan
hidup dan jiwa masyarakat. Hukum adalah bagian dari rohani mereka, yang juga
mempengaruhi perilaku mereka. Sumber hukum adalah jiwa masyarakat, dan isinya
adalah aturan tentang kebiasaan hidup masyarakat. Hukum tidak dapat dibentuk,
melainkan tumbuh dan berkembang bersama dengan kehidupan masyarakat.
3. Aliran Utilitarianism
Ajaran ini didasarkan pada hedonistic utilitarianism, yang menghendaki bahwa manusia
bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Prinsip
utama pemikiran teori ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum
adalah kesejahteraan yang sebesar-beasrnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi
seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan
50
dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientsi ini, maka isi hukum adalah ketentuan
tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan negara. (Lili Rasjidi 1993. hal 80).
membentuk hukum . Seorang hakim selalu harus memilih, dia yang menentukan prinsip-
prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana yang akan menang. Suatu putusan
pengadilan biasanya dibuat atas dasar konsepsi-konsepsi hakim yang bersangkutan
tentang keadilan, dan kemudian dirasionalisasikan di dalam suatu pendapat tertulis.
4. Satjipto Rahardjo
Satjipto Rahardjo mengemukakan tentang Teori Hukum Progresif. Teori Hukum
Progresif ini menegaskan bahwa hukum adalah untuk manusia, dan bukan sebaliknya.
“Hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur,
dan cita-cita”.
54
Satjipto Raharjo yang menyatakan pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis
dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia
menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia,
bukan sebaliknya. Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas
dari kepentingan manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk
mengabdi pada kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut
“ideologi” : Hukum yang pro-keadilan dan Hukum yang Pro-rakyat.
Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum progresif,
proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tetapi pada kreativitas pelaku
hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para pelaku
hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang
kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan peraturan
(changing the law). Peraturan buruk tidak harus menjadi penghalang bagi para
pelaku hukum progresif untuk menghadikarkan keadilan untuk rakyat dan pencari
keadilan, karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap kali
terhadap suatu peraturan. Untuk itu agar hukum dirasakan manfaatnya, maka
dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif menterjemahkan hukum itu dalam
kepentingan-kepentingan sosial.
Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung ditemukan lewat proses
logis formal. Keadilan justru diperoleh lewat institusi, karenanya, argument-argumen
logis formal “dicari” sesudah keadilan ditemukan untuk membingkai secara yuridis-
formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh karena itu konsep hukum
progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri, melainkan untuk tujuan yang
berada di luar dirinya.
PEMBENTUKAN HUKUM
Dalam sistem hukum Indonesia berdasarkan UUD 1945, proses pembuatan atau
pembentukan hukum diuraikan sebagai berikut :
1. Pembentukan hukum perundang-undangan
Dalam sistem hukum nasional Indonesia berdasarkan UUD 1945, hukum perundang-
undangan meliputi Undang-Undang Dasar, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Mentri, dan seterusnya.
55
Undang-Undang Dasar dan TAP MPR ditetapkan oleh MPR, sedangkan UU dibentuk
oleh Presiden bersama-sama dengan DPR. Sementara itu, Perpu dibuat oleh Presiden
tetapi dalam waktu satu tahun sudah harus dimintakan persetujuan DPR. Jika
disetujui, Perpu meningkat statusnya menjadi UU dan jika ditolak maka Perpu harus
dicabut dan tidak dapat diajukan lagi di DPR pada masa sidang berikutnya.
PP dibuat sendiri oleh pemerintah tanpa persetujuan DPR dan biasanya PP dibuat
atas perintah UU untuk melaksanakan suatu UU. Karena itu, PP tidak bisa berdiri
sendiri tanpa pendelegasian dari materi UU yang sudah lebih dahulu. Sedangkan
Peraturan Presiden dibentuk sendiri oleh Presiden tanpa perlu dikaitkan dengan
pendelegasian materi dari UU.
dalam lingkungan masyarakat seperti yang disebut di atas. Bedanya hanyalah bahwa
sistem yang berkembang dalam praktek transaksi hukum di sini, terlibat berbagai
logika hukum yang berasal dari banyak sumber luar kesadaran masyarakat itu sendiri.
5. Pembentukan doktrin ilmu hukum
Pendapat hukum di kalangan ahli hukum dapat pula berkembang menjadi norma
hukum tersendiri, terutama jika pendapat itu diikuti oleh orang lain. Proses
terbentuknya kurang lebih sama juga dengan proses hukum adat ataupun proses
hukum dalam praktek. Bedanya hanyalah terletak pada sumber awalnya. Hukum adat
bermula dari perbuatan individu yang berkembang menjadi kesadaran kolektif dalam
masyarakat yang bersangkutan. The professional’s law bermula dari pengalaman
subjek hukum yang bersangkutan. Sedangkan doktrin ilmu hukum berawal dari suatu
pendapat hukum dari seorang akademisi yang karena otoritasnya kemudian diikuti
oleh orang lain menjadi pandangan banyak orang
6. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi terbentuknya Hukum.
1) Faktor eksternal, yakni faktor-faktor yang berada diluar hukum itu sendiri mis. :
Faktor ekonomi
Faktor kekuasaan
Faktor politik
Faktor budaya
Faktor agama
2) Faktor Internal, yakni faktor yang berada di dalam hukum itu sendiri. Artinya
adanya kondisi-kondisi tertentu yang berkaitan dengan hukum itu sendiri yang
mengharuskan dibentuknya hukum tersebut, mis :
Perintah UUD yang menghendaki adanya suatu undang-undang.
Adanya UU yang menghendaki peraturan pelaksananya.
Adanya kekosongan hukum.
3. Tata kelakuan (mores), yaitu kebiasaan yang dianggap sebagai cara berperilaku
dan diterima norma-norma pengatur.
4. Adat istiadat (custom), yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat intergrasinya
dengan pola-pola masyarakat, disertai sanksi-sanksi tertentu
pembukaan UUD 1945, khususnya dalam rumusan lima dasar kefilsafatan negara,
dan dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal-Pasal UUD tersebut.
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya dalam rumusan
lima dasar kefilsafatan bernegara, dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dalam UU No 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terutama Pasal 2 yang menyatakan
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum
bagi kehidupan hukum di Indonesia, maka hal tersebut dapat diartikan bahwa
“Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila”.
Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara merupakan
grundnorm dalam sistem hukum Indonesia yang memberikan arah dan jiwa serta
menjadi paradigma norma-norma dalam pasal-pasal UUD 1945. Interpretasi norma
hukum dalam UUD 1945 sebagai hukum tertinggi akan didasarkan pada jiwa bangsa
dalam Pancasila yang berfungsi sebagai cita hukum yang akan menjadi dasar dan
sumber pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa yang menjadi pedoman dalam
pembentukan undang-undang dan peraturan lain yang lebih rendah. Cita hukum dan
falsafah hidup serta moralitas bangsa yang menjadi sumber segala sumber hukum
negara akan menjadi satu fungsi krisis dalam menilai kebijakan hukum (legal Policy)
atau dapat dipergunakan sebagai paradigma yang menjadi landasan pembuatan
kebijakan (policy making) dibidang hukum dan perundang-undangan maupun bidang
sosial, ekonomi, dan politik (Siahaan:2008;592).
2. Tujuan Hukum
Sebagai bagian dari kebudayaan, dan manusia atau masyarakat adalah pendukung
dari kebudayaan tersebut, maka hukum selalu ada dimana masyarakat itu berada (ubi
societas ibi ius). Keberadaan hukum tersebut, baik pada masyarakat yang modern
atau masyarakat primitif atau yang masih sederhana menunjukkan bahwa hukum
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Tujuan
pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan
64
Menurut J. Van Kan, Tujuan Hukum yaitu untuk menjaga kepentingan tiap-tiap
manusia agar tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, dicegah terjadinya perilaku
main hakim sendiri terhadap orang lain karena tindakan itu dicegah oleh hukum.
Purnadi dan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa, Tujuan Hukum ialah
untuk kedamaian hidup antarpribadi yang meliputi ketertiban eksternal,
antarpribadi dan ketenangan internal pribadi.
Tujuan Hukum menurut S. M Amin adalah untuk mengadakan ketertiban dalam
pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
Menurut Soejono Dirdjosisworo, Tujuan Hukum adalah untuk melindungi individu
dalam berhubungan dengan masyarakat, sehingga dapat diharapkan terwujudnya
keadaan aman, tertib dan adil.
Roscoe Pound mengatakan bahwa hukum bertujuan untuk merekayasa
masyarakat, artinya hukum sebagai alat perubahan sosial. Intinya adalah hukum
sebagai sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik,
secara pribadi maupun di dalam hidup bermasyarakat.
Tujuan Hukum menurut pendapat Bellefroid ialah untuk menambah kesejahteraan
umum atau kepentingan umum, yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua
anggota masyarakat.
Van Kant mengatakan Hukum Bertujuan untuk menjaga kepentingan manusia
agar tidak dapat diganggu.
Suharjo (Mantan menteri kehakiman), Tujuan Hukum adalah untuk mengayomi
manusia, baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya
untuk menciptakan kondisi masyarakat di dalam proses yang berlangsung secara
wajar. Adapun secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang
sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.
Menurut Wasis Sp, Tujuan Hukum adalah mengatur dan mengendalikan
kehidupan manusia agar kehidupan selalu berada dalam keamanan, keadilan,
ketentraman dan kesejahteraan.
Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa Tujuan Hukum diciptakan untuk
meluruskan kehidupan manusia dan menegakkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat pada suatu negara yang merdeka dan berdaulat.
66
Tujuan Hukum yang paling utama menurut Sutjipto Rahardjo adalah membimbing
manusia pada kehidupan yang baik, aman, tenteram, adil, damai dan penuh kasih
sayang.
Teori etis (etische theorie)
Menurut teori ini, hukum hanya semata-mata bertujuan mewujudkan keadilan.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh filsuf yunani, Aristoteles, dalam karyanya
Eticha Nicomachea dan Retorika, yang menyatakan bahwa hukum mempunyai
tugas yang suci, yaitu memberi kepada setiap orang sesuatu yang ia berhak
menerimanya. (Ridwan Syahrani, 1988: 23-27 ). Geny termasuk salah seorang
pendukung teori ini.
Teori utilities
Menurut teori ini, hukum ingin menjamin kebahagiaan terbesar bgi manusia
dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the gretest happiness for the the great
number). Tujuan hukum memberi manfaat/kebahagiaan terbesar bagi bagian
tersesar orang. Penganutny anatara lain Jeremy Bentham. Teori ini juga berat
sebelah.
Teori campuran
Menurut Mochtar kusuma Atmadja tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah
ketertiban. Keburtuhan akan ketertiban ini syarat pokok bagi adanya suatu
masyarakat yang teratur. Disamping ketertiban, tujuan hukum lain adalah
mencapai keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menjadi masyarakat dan
jamannya.
Menurut hukum positif kita (UUD 1945)
tujuan hukum adalah untuk membentuk suatu pembentukan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
indonesia,dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan
bangsa Indonesia serta ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekan, perdamaian abadi, dan keadlian sosial.19.
Pada hakikatnya tujuan hukum menghendaki keseimbangan kepentingan, ketertiban,
keadilan, ketentraman, kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan bagi setiap
manusia. Hukum menghendaki pelayanan kepentingan setiap orang, baik secara
19
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2013, hal 71-75
67
individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang
selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya, sehingga
pada intinya tujuan hukum adalah terciptanya kebenaran dan keadilan.
3. Fungsi Hukum
Fungsi hukum dalam kehidupan manusia terus berkembang sejalan dengan
perkembangan masyarakat dimana hukum tersebut berada. Namun, secara garis
besar fungsi hukum dapat diulihat sebagai sarana pengendalian sosial yaitu fungsi
hukum yang menjalankan tugas untuk mempertahankan ketertiban atau pola
kehidupan yang ada. Di samping itu, hukum mupakan salah satu sarana perubahan
sosial yang ada di dalam masyarakat. Terdapat suatu hubungan interaksi antara
sektor hukum dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Adanya perubahan
hukum akan mempengaruhi perubahan sosial yang ada di masyarakat begitupun
sebaliknya perubahan soaial dalam masyarakat juga akan mempengaruhi perubahan
hukum. Perubahan kekuasaan juga berpengaruh terhadap perubahan hukum.
Beberapa fungsi hukum menurut para ahli adalah sbb :
Menurut M. Friedman, Fungsi hukum yaitu sebagai berikut :
1. Rekayasa sosial (Social Engineering) As a tool of social engineering (hukum
sebagai alat perubahan sosial) artinya hukum berfungsi menciptakan kondisi
social yang baru, yaitu dengan peraturan-peraturan hukum yang diciptakan dan
dilaksanakan, terjadilah perubahan social dari keadaan hidup yang serba terbatas
menuju keadaan hidup yang lebih baik.
2. Penyelesaian sengketa (dispute settlement) - hukum sebagai alat mengecek
benar tidaknya tingkah laku - yakni hukum sebagai alat untuk mengecek benar
tidaknya suatu tingkah laku dengan di ketahuinya ciri-ciri kebenaran yang
dikehendaki oleh hukum, maka dengan cepat akan terlihat apabila ada sesuatu
perbuatan yang menyimpang dari perbuatan itu.
3. Pengawasan atau pengendalian sosial (Social Control) yaitu mengontrol
pemikiran dan langkah-langkah kita agar kita selalu terpelihara dan tidak
melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
68
Menurut Theo Huijbers, Fungsi Hukum yaitu untuk memelihara kepentingan umum
di dalam masyarakat, menjaga hak hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup
bersama dan sarana rekayasa soaial (social engineering).
Fungsi hukum dalam masyarakat menurut Aubert, yaitu :
1. Fungsi hukum sebagai pengatur
2. Fungsi hukum sebagai distributor sumber daya
3. Fungsi hukum sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik
4. Fungsi hukum sebagai safeguart terhadap ekspektasi masyarakat
5. Fungsi hukum sebagai ekpresi dari cita-cita dan nilai-nilai di dalam masyarakat
4. Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan. Daya ikat memaksa dan
hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan
pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang
lebih maju.
5. Hukum befungsi sebagai penentu alokasi wewenang secara terperinci siapa yang
boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya,
siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil, seperti konsep hukum konstitusi
negara.
6. Fungsi hukum sebagai alat penyelesaian sengketa, yaitu memelihara kemampuan
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah,
yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara
anggota masyarakat.
7. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum
sebagai petunjuk bertingkah laku maka masyarakat harus menyadari adanya
perintah dan larangan dalam hukum sehingga fungsi hukum sebagai alat
ketertiban masyarakat dapat direalisasikan.
8. Fungsi hukum sebagai alat untuk mewujudkan ketentraman sosial lahir dan batin.
Hukum yang berisifat mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang
berwenang membuat orang takut untuk melakukan pelanggaran karena ada
ancaman hukumannya. Dengan demikian, ketentraman akan tercapai.
9. Hukum berfungsi juga sebagai alat kritik, artinya hukum tidak hanya mengawasi
masyarakat, tetapi juga berperan mengawasi pejabat pemerintah, para penegak
hukum dan aparatur negara.
10. Fungsi hukum sebagai alat pemersatu bangsa dan negara, serta meningkatkan
kewibawaan negara di mata dunia.
Berdasarkan fungsi hukum yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa : Fungsi
hukum itu sebagai alat pengatur tata teritb, sarana untuk mewujudkan keadilan
sosial lahir dan batin, sarana penggerak pembangunan, penentuan alokasi wewenang,
alat penyelesaian sengketa, memelihara kemampuan masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah, mengatur tata tertib di
dalam masyarakat secara damai dan adil, dapat melayani kehendak negara, yaitu
70
20
Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Jakarta, Galia
Indonesia,
71
dicapai. Yang bersifat institusional salah satu diantaranya adalah hukum. Hukum
merupakan lembaga pengendali sosial yang memiliki kekuatan.
Menurut Ronny Hanitijo Soemitro : kontrol sosial merupakan aspek normatif dari
kehidupan sosial atau dapat disebut sebagai pemberi definisi dari tingkah laku yang
menyimpang serta akibat-akibatnya seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan,
pemidanaan dan pemberian ganti rugi. Dari apa yang dikemukakan oleh Ronny di
atas, kita dapat menangkap isyarat bahwa hukum bukan satu-satunya alat pengendali
atau pengontrol sosial. Hukum hanyala salah satu alat kontrol sosial dalam
masyarakat.
Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai fungsi
hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan
penyimpangan terhadap aturan hukum, dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan
oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.
Lain lagi dengan JS. Rouceek yang menyatakan: “Mekanisme pengendalian sosial
(mechanisme of social control) ialah segala sesuatu yang dijalankan untuk
melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk
mendidik, mengajak atau bukan memaksa para warga agar menyesuaikan diri dengan
kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan”.
Pelaksanaan fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial ini adalah :
1. Dapat dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang dewasa ini berwujud
kekuasaan negara, yang dilaksanakan oleh “the ruling class” tertentu atau suatu
“elit” hukumnya biasanya berwujud hukum tertulis atau perundang-undangan.
2. Dapat juga dijalankan sendiri “dari bawah” oleh masyarakat itu sendiri.
Hukumnya biasa terwujud tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Terlaksana atau tidak terlaksananya fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial,
ditentukan oleh dua hal:
1. faktor aturan hukumnya sendiri.
2. faktor pelaksana (orang) hukumnya.
dapat dikendalikan, perilaku manusia ini pada dasarnya memang tidak terlepas dari pola
pikir dan wujud budaya manusia itu sendiri, dalam arti bahwa segala yang dilakukannya
adalah berdasarkan budaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
Hukum positif yang ada di Indonesia saat ini memang mengakui adanya hukum
adat, dimana hukum adat tersebut merupakan kelanjutan atau dapat diartikan muncul
karena suatu kebudayaan, misalnya dalam buku yang ditulis oleh Soerjono soekanto yang
berjudul pokok-pokok sosiologi hukum, ada suatu kebudayaan yang berkaitan dengan
perkawinan bahwa seorang laki-laki yang telah beristri tidak boleh memiliki istri lagi,
misalnya seperti itu, kemudian misalnya lagi tentang pembagian warisan didaerah
Tapanuli mengatakan bahwa seorang janda bukanlah merupakan ahli waris bagi suaminya,
karena janda dianggap orang luar (keluarga suaminya), garis yang semacam ini
merupakan pencerminan dari nilai-nilai budaya masyarakat setempat, ada lagi yang juga
tentang perkawinan, bahwa disebutkan di kalangan orang-orang Kapauku Irian Barat,
melarang seorang laki-laki untuk mengawini seorang wanita dari klan yang sama, dan
statusnya termasuk satu generasi dengan laki-laki yang bersangkutan, peraturan
semacam ini juga merupakan pencerminan dari nilai-nilai sosial-budaya suatu masyarakat.
Nah lama kelamaan kebudayaan tersebut dalam perkembangannya dapat berubah
menjadi suatu kepatuhan yang melekat pada setiap masyarakat tersebut, dan bisa
berkembang lagi menjadi suatu aturan dan dinamakan hukum adat.
Fredrich Karl Von Savigny seorang tokoh hukum terkemuka penganut madzab
sejarah dan kebudayaan mengatakan bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan
menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul, hukum
merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat dan semua hukum tersebut
berasal dari adat istiadat dan kepercayaan. Dari sini memang membenarkan bahwa
kebudayaan atau yang lebih dikenal dengan hukum adat merupakan cikal bakal terjadinya
hukum, karena memang hukum tersebut timbul dengan menyesuaikan keadaan
masyarakat setempat, perilaku masyarakatnya seperti apa, kebiasaannya seperti apa dan
pada akhirnya hukum yang menyesuaikannya, sehingga hukum yang dibentuk sesuai dan
tidak bersebarangan dengan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat setempat.
Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya budaya yang berkembang
dalam masyarakat yang sekiranya bertentangan dengan norma kesopanan dan asusila
misalnya, dengan demikian bila tadi kita berbicara bahwa budaya atau hukum adat adalah
75
salah satu cikal bakal hukum positif di indonesia maka dalam hal ini hukum tersebut ada
kalanya melihat atau dalam arti memilah milah, mana yang sesuai dengan norma yang
berlaku mana yang berseberangan. Dalam hal ini kedudukan hukum adat di Indonesia
secara resmi diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Sehingga secara
umum hubungan yang terjadi antara hukum dengan sosial-budaya atau kebudayaan
adalah bahwa budaya lahir dari kebiasaan masyarakat yang memiliki interaksi antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan menimbulkan adanya
kepatuhan dan menjadi aturan (hukum adat) dan pada perkembangannya hukum adat
tersebut menjadi salah satu referensi bagi hukum positif Indonesia.
Sir Henry Maine seorang tokoh hukum terkemuka mengatakan bahwa hubungan-
hubungan hukum yang didasarkan pada status warga masyarakat yang masih sederhana,
berangsur-angsur akan hilang apabila masyarakat tadi berkembang menjadi masyarakat
modern dan kompleks. Sehingga dari pemikiran Maine tersebut dapat dikatakan dengan
semakin berkembangnya jaman, pola pikir masyarakat, maka hukum yang
mengendalikannya pun pada konsepnya memang harus menyesuaikan, masyarakat sudah
mulai berubah dari masyarakat sederhana menjadi masyarakat yang modern dan
kompleks, sehingga tidak mungkin hukum yang sederhana atau dapat dikatakan untuk
masyarakat sederhana diberlakukan terhadap masyarakat yang lebih modern dan
kompleks, malah bisa-bisa hukum yang dikendalikan oleh individu bukan individu yang
dikendalikan oleh hukum.
22
https://kamaloddey.blogspot.com/2015/03/hukum-dan-kekuasaan.html
23
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 11
76
24
Lili Rasjidi, Ibid, hal. 123-124
25
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar filsafat dan Teori hukum, Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2004,
hal. 79
26
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Chandra Pratama, 1996, hal. 39
77
mengatakan “hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh
negara di dalam peradilan”.
Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah lakudalam kehidupan
masyarakat. Vinogradoff sebagaimana dikutip oleh Ahmad Ali mengartikan hukum
sebagaiseperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatumasyarakat
dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaanatas setiap manusia dan
barang. Pengertian yang sama dikemukakan olehKantorowich, yang berpendapat bahwa
hukum adalah suatu kumpulanaturan sosial yang mengatur perilaku lahir dan
berdasarkan pertimbangan27.
Keempat, hukum diartikan sebagai kenyataan (das sein) dalam kehidupan
masyarakat. Hukum sebagai kenyataan sosial mewujudkan diri dalam bentuk hukum yang
hidup (the living law) dalam masyarakat atau dalam bentuk perilaku hukum masyarakat.
Perilaku hukum terdiri dari perilaku melanggar hukum (pelanggaran hukum) dan perilaku
menaati aturan-aturan hukum.
Pemikir positivisme yang cukup berpengaruh, John Austin mengemukakan bahwa
hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak
yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang
independen, di mana otoritasnya (pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi).
Definisi yang hampir sama dikemukakan pula oleh Blackstone (Abad XVIII) yang
mengungkapkan bahwa hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan
oleh orang-orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasai, untuk ditaati28.
Perspektif sosiologis meninjau keabsahan hukum itu dari sudut kemampuan atau
daya kerja hukum mengatur kehidupan masyarakat. Pertanyaan pokoknya adalah, apakah
hukum itu dapat berlaku secara efektif untuk mengatur kehidupan masyarakat. Hakekat
hukum menurut perspektif sosiologis adalah hukum yang sesuai dengan fakta-fakta sosial.
2. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan dalam arti sosiologi dan psikologi di masa sekarang berarti suatu
potensi untuk mempengaruhi masyarakat. 29 Seorang pemimpin dianggap mempunyai
kekuasaan jika para pengikutnya mentaati putusannya dan keinginannya yang
27
Ahmad Ali, Ibid, hal. 34
28
Ahmad Ali, Ibid, hal. 40
29
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 110
78
berdasarkan adanya motivasi untuk menikmati sesuatu keuntungan dari apa yang
diberikan.
Menurut Harold D Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan kekuasaan adalah
sustu hubungan di mana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan
seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok
lain agar sesuai dengan tujuan dari pihak pertama. Definisi yang disampaikan oleh Laswell
dan Kaplan sejalan dengan yang dikemukakan Charles Andrain, bahwa kekuasaan adalah
penggunaan sejumlah sumberdaya (asset, kemampuan) untuk memperoleh kepatuhan.30
Kekuasaan merupakan kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang
dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain, sehingga pihak lain berperilaku sesuai
dengan kehendak pihak yang mempengaruhi.31 Berdasarkan berbagai konsep dan definisi
yang dikemukakann di atas, maka kekuasaan lebih luas dari kemampuan untuk
menggerakan keinginan diri sendiri, tetapi jauh dari itu yakni kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain dengan memanfaatkan sumber-sumber kekuasaan yang
dimiliki oleh pemberi pengaruh.
3. Hubungan Hukum dan Kekuasaan
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukumadalah
kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam pidatonya yangtermashur Uber
Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlahundang-undang dasar tertulis
yang hanya merupakan “secarik kertas”,melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang
nyata dalam suatu negara.”32
Hukum sebagai intitusi sosial, bekerjanya hukum tidak bisa dilepaskan dari
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (di sekelilingnya). Hukum tidak bisa berdiri
dengan sendirinya, dan memerlukan perhatian dan pertimbangan untuk memberikannya
kepada masyarakat. Untuk menjalankan pekerjaan tersebut, hukum membutuhkan suatu
kekuatan pendorong. Ia membutuhkan kekuasaan. Kekuasaan ini memberikan kekuatan
untuk menjalankan fungsi hukum. Dan kalau hukum tanpa kekuasaan maka hukum akan
tinggal sebagai keinginan-keinginan ide-ide belaka.
30
Leo Agustino, Perihal Memahami Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 72
31
Ramlan Subekti, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Ganesha Ilmu 1992, hal. 58
32
J van Apeldorn, Pengantar Ilmu Huku. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1986, hal. 70
79
33
Sutjipto Raharjdo, Ilmu Hukum, (Semarang: Citra Aditya Bakti), hal. 146
34
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Prers, 1991, hal. 79-80
80
35
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 82
36
J Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Penterjemah. Oetarid Sadino, Jakarta: Pradnya Paramita, 2009,
hal. 57
81
statis, ideologi nasional,dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan
dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya. Jati diri bangsa Indonesia
tiada lain adalah Pancasila yang besifat khusus, otentik, dan orisinil yang membedakan
bangsa Indonesia dari bangsa lain.
Selain itu ditinjau dari segi Islami mengingat kekuasaan kepemimpinan Islam
hanyalah mewakili kekuasaan Allah, maka kewajiban pemimpin Islam adalah menegakkan
aturan hukum yang telahdiciptakan oleh Allah (syariat) dalam, kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Tidak diperkenankan kepemimpinanan Islam melanggar
ketentuan syariat, karena syariat merupakan konsitusi negara yang harus dijalankan oleh
seluruh umat Islam. Jadi, bila hukum dan kekuasaan dipergunakan untuk kepentingan
penguasa sangat jauh menyimpang dari tujuan dan cita hukum.
4. Pandangan Sosiologi Hukum terhadap Hukum dan Kekuasaan
Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah kekuasaan. Hukum merupakan salah satu
sumber daripada kekuasaan, disamping sumber-sumber lainnya seperti kekuatan (fisik
dan ekonomi), kewibawaan (rohaniah, intelegensia dan moral). Baik buruknya suatu
kekuasaan, tergantung dari bagaimana kekuasaan tersebut dipergunakan. Artinya, baik
buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu
tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Hal ini
merupakan suatu unsur yang mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan
bagi setiap bentuk organisasi yang teratur.37
Diperlukanya kekuatan (force) sebagai pendukung serta pelindungan bagi sistem
aturan-aturan hukum untuk kepentingan penegakannya, berarti bahwa hukum pada
akhirnya harus didukung serta dilindungi oleh sesuatu unsur yang bukan hukum, yaitu
oleh kekuasaan itu tadi, kekuatan (force) yang diperlukan ini, dalam kenyatannya dapat
berwujud sebagai:
a.Keyakinan moral dari masyarakat.
b.Persetujuan (konsensus) dari seluruh rakyat.
c.Kewibawaan dari seorang pemimpin kharismatik.
d.Kekuatan semata-mata yang sewenang-wenang (kekerasan belaka)
e.Kombinasi dari faktor-faktor tersebut di atas.38
37
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2010, hal. 76-77.
38
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Ibid, hal. 78.
82
Dalam pengertian hukum, kekuatan yang sah adalah kekuatan yang diatur secara
eksplisit dalam kaidah-kaidah hukum positif. Penggunaan kekuatan semacam inilah yang
diartikan sebagai kekuasaan. Terlihat di sini terdapat adanya dukungan yang erat antara
hukum dengan kekuasaan, sebab kekuasaan sedemikian akan memungkinkan seseorang
atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan akan mampu untuk menggerakkan
seseorang atau sekelompok orang lain untuk mewujudkan perilaku tertentu yaitu perilaku
hukum.
Membandingkan secara ekstrem antara hukum modern dan hukum kuno
memberikan perspektif sosiologi tersendiri. Hukum kuno muncul secara spontan melalui
perilaku dan interaksi antara para anggota masyarakat. Hampir tidak ada kesenjangan apa
yang diatur dan dikerjakan oleh masyarakat. Keadaan yang demikian itu tidak dijumpai
pada hukum modern, yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan tersendiri untuk
tujuan-tujuan yang ditentukan oleh badan tersebut. Hukum modern memiliki semua
kelengkapan dan perlengkapan untuk dapat bertindak secara jauh lebih keras daripada
hukum kuno, mulai dari badan legislatif, yudikatif, polisi, penjara dan sebagainya.39
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat terjadi
oleh karena bermacam-macam sebab. Di dalam perubahan hukum (terutama yang
tertulis) pada umumnya dikenal dengan tiga badan yang dapat mengubah hukum, yaitu
badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan badan-badan
pelaksanaan hukum. Di Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan
untuk membentuk dan mengubah Undang-Undang Dasar pada Majelis Permusyawaratan
Rakyat (Pasal 3 Jo Pasal 37). Sedangkan kekuasaan untuk membentuk undang-undang
serta peraturan lainnya yang derajatnya berada di bawah undang-undang, ada ditangan
Pemerintah (lihat Bab III Undang-Undang Dasar 1945) dan Dewan Perwakilan Rakyat (lihat
Bab VII Undang-Undang Dasar 1945). Kekuasaan kehakiman antara lain mempunyai fungsi
antara lain mempunyai fungsi untuk membentuk hukum.40
PENEGAKAN HUKUM
39
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Genta Publishing, 2010,,
hal. 53
40
Satjipto Rahardjo, Ibid, hal. 113-114
83
41
https://www.kompasiana.com/mrizqihengki/5ce6c0706b07c5407454786b/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-penegakan-hukum?page=all
42
Soerjono Soekanto, Ibid. hal. 5
43
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana,
Bandung : Sinar Baru, hal.
84
dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada
nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.
3. Tahap Eksekusi
Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat
pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas
menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat
undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan dalam putusan
pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah
ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam
pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan
pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang daya guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut dilihat sebagai suatu usaha atau
proses rasioanal yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
44
https://business-law.binus.ac.id/2018/12/26/penegakan-hukum-masalahnya-apa/
86
ada dasar-dasarnya. Hal lainnya yang perlu diketahui dan dipahami adalah perihal
lembaga-lembaga sosial yang hidup, serta sangat dihargai oleh bagian terbesar
warga-warga masyarakat yang ada. Dengan mengetahui dan memahami hal-hal
tersebut, maka dapat memudahkan penegak hukum untuk mengidentifikasikan
nilai-nilai dan norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku di lingkungan
tersebut. Dalam garis besar, masyarakat di Indonesia terbagi dua yaitu masyarakat
kalangan atas (orang kaya) dan kalangan bawah (orang miskin). Penegakan hukum
diantara keduanya pun sangat berbeda penyelesaiannya. Hal ini karena pola pikir
dan pengetahuan yang jelas berbeda. Jika orang kalangan bawah, keinginan atau
taatnya pada suatu hukum oleh seseorang sangat kecil kemungkinannya atau tidak
mau mematuhi hukum yang telah diatur. Hal ini, disebabkan kurang pengetahuan
dan pendidikan yang mereka miliki sangat terbatas, dan tidak dapat mengetahui
bahwa ada sanksi yang akan mengikat jika dilanggar (blue collar crime). Sedangkan,
orang-orang kalangan atas cenderung mengikuti hukum atau aturan-aturan yang
ada, karena mereka lebih memiliki pengetahuan yang banyak tentang hukum dan
mengetahui sanksinya. Hal ini terjadi cenderung lebih bersifat tertib. Pada
kalangan atas ini jika terjadi kejahatan, maka dapat dikatakan white collar crime
(untuk kepentingan semata). Masyarakat di Indonesia semakin lama, jumlah
masyarakat miskinnya semakin banyak. Sehingga jika dilihat dari faktor
masyarakat, maka masalah kejahatan atau penegakan hukum ini ada di lapisan ini.
Setiap stratifikasi sosial memiliki dasar-dasarnya tersendiri, sehingga dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemberian pengetahuan hukum
kepada masyarakat yang mungkin tidak begitu mengerti akan hukum sehingga
memudahkan mereka untuk mengidentifikasikan nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku di lingkungannya.
Indikasi kesadaran hukum masyarakat adalah :
1) adanya pengetahuan terhadap hukum;
2) adanya pemahaman tentang hukum;
3) adanya sikap positif;
4) adanya kepatuhan terhadap hukum.
e. Faktor Kebudayaan
89
Dari lima faktor masalah penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya
sendiri itu menjadi titik sentralnya. Hal ini disebabkan baik karena undang-
undangnya disusun penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh
penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga, merupakan panutan oleh
masyarakat luas, sehingga kedudukannya menjadi sangat menentukan di dalam
penegakan hukumnya. Meskipun diakui bahwa Soerjono Soekanto tidak
menjelaskan faktor manakah yang sangat berpengaruh besar dari keseluruhan
90
faktor tersebut, tetapi yang patut dicatat adalah bahwa salah satu faktornya dapat
mendukung membentuk efektifitas hukum dalam penegakan hukumnya. Namun,
dengan memperhatikan sistematikanya dari kelima faktor ini jika difungsikan
secara optimal penegakan hukum, maka setidaknya hukum itu dinilai dapat
dikategorisasikan efektif. Yang dimaksudkan adalah bahwa dengan sistematika itu
dapat membangun efektifitas penegakan hukum, seharusnya, diawali
mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian disusul bagaimana penegak
hukumnya, lalu bagaimana sarana dan fasilitas yang menunjang, kemudian
bagaimanakah masyarakat merespon serta kebudayaan yang terbangun. Artinya,
tata urutannya dapat dipredisikan dasar berpikirnya dalam penegakan hukumnya.
Oleh karena itu, maka masalah-masalah yang terjadi dalam penegakan hukumnya
begitu kompleks dan rumit apabila dipelajari lebih dalam dan tidak sesederhana
seperti kasat mata melihatnya. Dibutuhkan sebuah gerakan langkah bersama
secara nasional yang teratur, tertata dan terlaksana untuk menumbuhkan
penegakan hukum berkeadilan dan berpihak kepada kelompok masyarakat yang
terpinggirkan. Di samping sudah waktunya para penegak hukum juga
memperhatikanlah dengan seksama pendapat Soerjono Soekanto itu sebagai
bahan permenungan dan kontemplasi di dalam menjalankan peranannya sebagai
penegak hukum yang hendak mengarahkan kemana penagakan hukum itu akan
bertujuan sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996
Ramlan Subekti, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Ganesha Ilmu 1992
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Genta
Publishing, 2010
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Genta
Publishing, 2010
Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis,
Jakarta, Galia Indonesia,
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Prers, 1991
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan
Hukum Pidana, Bandung : Sinar Baru
Sudikni Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2013
Sutjipto Raharjdo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Penterjemah. Oetarid Sadino, Jakarta: Pradnya
Paramita, 2009
Internet :
Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor Pendorong, dan Bentuknya,
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/perubahan-sosial.html
Arifin Saddoen, Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor, Ciri-Ciri, Bentuk dan
Dampaknya, https://moondoggiesmusic.com/perubahan-sosial/
http://adinata-putra.blogspot.com/2013/04/relasi-antara-hukum-dengan-sosial-
budaya.html
http://dosensosiologi.com/pengertian-sosiologi-objek-dan-tujuannya-lengkap/
http://zriefmaronie.blogspot.com/2014/04/aliran-hukum-pemikiran-sosiolog-
hukum.html
https://business-law.binus.ac.id/2018/12/26/penegakan-hukum-masalahnya-apa/
https://kamaloddey.blogspot.com/2015/03/hukum-dan-kekuasaan.html
https://moondoggiesmusic.com/perubahan-sosial/
https://viliarissa.wordpress.com/2013/03/15/kaidah-sosial/
92
https://www.kompasiana.com/mrizqihengki/5ce6c0706b07c5407454786b/faktor-faktor-
yang-mempengaruhi-penegakan-hukum?page=all
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-lembaga-sosial.html
https://www.zonasiswa.com/2018/01/teori-perubahan-sosial-evolusioner.html
Materi yang ditulis pada halaman-halaman berikut diambil dan dikutip dari berbagai
sumber, khususnya tulisan dari Rusli Muhamad, Dosen Fak Hukum UII, Yogyakarta