Anda di halaman 1dari 93

BAHAN AJAR

SOSIOLOGI
HUKUM
1

Pengantar

Isi buku ini semuanya merupakan saduran, kutipan, dan ambilan dari berbagai
sumber, dan semata-mata hanya untuk kepentingan pengajaran Sosiologi Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu. Kepada penulis asli dari tulisan dalam buku ini,
kami mohon maaf apabila tidak kami sebutkan satu persatu.
Demikianlah dan terima kasih
2

SOSIOLOGI

1. Pengertian Sosiologi:
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan sosial, yang berasal dari Bahasa Latin “socius“ dan
Yunani “logos“. Makna socius berarti kawan atau teman, dan logos berarti
pengetahuan. Dengan demikian, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang
perkawanan atau pertemanan. Pengertian pertemanan ini pada akhirnya bisa diberi
perluasan arti, yaitu menjadi sekelompok masyarakat yang melakukan syarat
interkasi sosial dan hubungan sosial satu sama lainnya.1 Dengan adanya gambaran
tersebut, definisi sosiologi ialah studi mengenai hidup untuk bermasyarakat. Hal ini di
dasarkan pada asal kata kata socius dibentuk dari kata “sosial” yang bermakna serba berjiwa
kawan, terbuka pada masyarakat lain, bisa memberi dan juga bisa untuk menerima,
meskipun pada hekekatnya hal ini berbanding balik (antonim) pada pandangan masyarakat
yang serba tertutup.2
Di samping pengertian sosiologi seperti di atas, berikut pengertian sosiologi
pengertian dari para ahli3 :
 Pitirim A. Sorokin
Menurutnya, pengertian sosiologi adalah studi yang empiris dan mampu
memberikan pengulasan mengenai hubungan sosial, interkasi sosial dalam
masyarakat dan pengaruh timbal balik yang dihasilkan dari gejala dalam
hubungan masyarakat tersebut. Hubungan sosial dalam masyarakat dan
pengaruh timbal balik ini kemudian Pitirim A. Sorokin menambahkan akan terjadi
diantara gejala sosial dan gejala non-sosial (gejala geografis, biologis) menjadi
ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lainnya dalam masyarakat.
 Roucek dan Warren
Menurutnya adalah studi pengetahuan yang memberikan penjelasan mengenai
hubungan antarmanusia dalam kelompok-kelompok sosial dalam lingkungannya.
Kelompok sosial ini menyakut tengang dinamika kelompok sosial, interkasi sosial,
dan integrasi sosial.

1
http://dosensosiologi.com/pengertian-sosiologi-objek-dan-tujuannya-lengkap/
2
Ibid.
3
Ibid
3

 William F. Oghburn dan Mayer F. Nimkoff


Ssosiologi adalah ilmu pengetahuan yang di dasari pada metode penelitian sosial
terhadap berbagai kajian interaksi sosial dan hasilnya, yaitu berupa organisasi
sosial dalam masyarakat.
 Max Weber
Max Weber memberikan penjelasan bahwa pengertian sosiologi adalah studi
pengetahuan sosial yang berupaya untuk memberikan pemahaman mengenai
tindakan-tindakan sosial individu yang dilakukan kepada masyarakat secara luas.
 Emile Durkheim
Menurutnya, pengertian sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang fakta-fakta sosial, yaitu fakta yang berisikan cara bertindak manusia,
berpikir, dan berperasaannya di luar individu. Fakta-fakta sosial tersebut, Emile
Durkheim menambahkan bahwa akan memiliki kekuatan untuk mengendalikan
individu. Kekuatan ini di hasilkan dari peradigma fakta sosial yang telah ada
sebagai telaaah sosiologi.
 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Pengertian sosiologi menurut kedua tokoh dari Indonesia ini adalah ilmu sosial
yang menjelaskan tentang masyarakat, dimulai dari struktur sosial dan proses-
proses sosial, termasuk perubahan sosial yang selalu ada dalam kehidupan
masyarakat.
 Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang
pokok yaitu kaedah-kaedah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga
sosial, kelompok-kelompok serta lapisan sosial.
 Proses sosial adalah pengaruh timbal-balik antara belbagai segi kehidupan
bersama, umpamanya pengaruh timbal-balik antara segi kehidupan ekonomi
dengan kehidupan politik, antara kehidupan hukum dan segi kehidupan
agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dll.
 Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
struktur sosial sebagai akibat dari adanya proses-proses sosial.
 Soerjono Soekanto
Teori sosiologi dan tokohnya dari Indonesia ini memberikan penjelasan bahwa
pengertian sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatian
4

masyaraat pada segi-segi kegiatan umumnya dan berusaha untuk mendapatkan


pola-pola umum kehidupan yang ada ditenga-tengah masyarakat.
Dari pengertian sosiologi menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu
sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan mengenai
kehidupan masyarakat dan dampak dari kegiatan masyarakat. Definisi ini secara
lengkap menggambarkan bahwa sosiologi berbeda dengan ilmu pengetahuan lain,
dimana ilmu sosial lain seperti psikologi menjelaskan tentang pribadi manusia,
antropologi kemudian, dan sosiologi adalah kemanusiaanya.
2. Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan4.
Ilmu Pengetahuan : adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara
sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana selalu
dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang
ingin mengetahuinya.
Unsur-Unsurnya :
 pengetahuan
 tersusun secara sistematis
 menggunakan pemikiran
 obyektif, yaitu dapat dikontrol secra kritis oleh orang lain atau umum.

 Pengetahuan : adalah kesan di dalam fikiran manusai sebagai hasil penggunaan


panca inderanya.
 Sistematis : pengetahuan tersebut merupakan suatu konstruksi yang abstrak dan
teratur sehingga merupakan keseluruhan yang terangkai, setiap bagian dari
suatu keseluruhan dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
 Pemikiran : adalah kegiatan dengan menggunakan otak, artinya pengetahuan
tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat sendiri, serta
melalui alat-alat kemunikasi yang kemudian diterima dan diolah oleh otak.
 Obyektif : artinya ilmu tersebut harus dapat diketahui oleh umum dan dapat
diuji kebenarannya.

4
Rusli Muhamad, Bahan Kuliah Sosiologi, https://dukunhukum.wordpress.com/2012/06/12/bahan-kuliah-
sosiologi-rusli-muhammad-dosen-fh-uii/
5

3. Sifat, Hakekat, dan Ciri-ciri Utama Sosiologi:


a. Sifat Hakekat Sosiologi:
1) Sosiologi adalah suatu ilmu sosial, dan bukan merupakan ilmu pengetahuan
alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian.
2) Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif, akan tetapi suatu disiplin
yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa
ini, dan bukan mengenai apa yang akan terjadi atau seharusnya terjadi;
3) Sosiologi merupakan ilmu yang murni (pure science) dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science);
4) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan yang kongkrit;
5) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rational;
6) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan yang khusus.
7) Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola
umum.
8) Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinisp-prinisp atau hukum-
hukum umum dari pada interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakekat,
bentuk, isi dan struktur dari masyarakat manusia.

b. Ciri-Ciri Utama Sosiologi:


1) Sosiolog bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut
didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya
tidak bersifat spekulatif.
2) Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha
untuk menyusun abstaksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut
merupakan kerangka daripada unsur-unsur yang tersusun secara logis serta
bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga
menjadi teori.
3) Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk
atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas
serta memperhalus teori-teori yang lama.
6

4) Bersifat non-ethis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta


tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut
secara analitis.

4. Obyek dan Metode Sosiologi.


a. Obyek Sosiologi5:
Sebagai ilmu sosial, objek sosiologi ialah masyarakat, yang secara utuh dapat
dilihat dari hubungan manusia pada manusia lain dan juga adanya proses yang
timbul dari akibat hubungan antar manusia tersebut. Dari penjelasan singkatnya ,
secara umum objek sosiologi terbagi atas dua kategori, yaitu objek material dan
objek formal.
Objek Material Sosiologi :
Objek material dalam ilmu sosiologi adalah kehidupan sosial manusia dan gejala
serta proses hubungan antarmanusia yang dapat memberikan pengaruh pada
hubungan-hubungan sosial dalam kesatuan hidup manusia di dalam masyarakat.
Objek Formal Sosiologi
Sedangkan yang dimaksud dengan objek formalnya sosiologi, antara lain adalah
sebagai berikut;
1. Pengertian tentang sikap dan tindakan manusia terhadap lingkungan hidup
manusia dalam kehidupan sosialnya melalui penjelasan-penjelasan ilmiah.
Penjelasan ini di dapatkan dari instrumen penelitian sosial yang dilakukan.
2. Meningkatkan keharmonisan dalam hidup setiap bermasyarakat di suatu
wilayah tertentu.
3. Meningkatkan hubungan dan kerja sama antarmanusia di dalam masyarakat.
Berbagai ilmuwan memberikan defenisi tentang masyarakat yaitu :
1) Menurut Ralph Linton, Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang
hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri
mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan
batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
2) Menurut Selo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama, yang menghasilkan kebudayaan.

5
http://dosensosiologi.com/pengertian-sosiologi-objek-dan-tujuannya-lengkap/
7

3) Menurut C.S.T Kansil Masyarakat adalah persatuan manusia yang timbul dari
kodrat yang sama. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau
lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai
hubungan yang mengakibatkan seorang dan orang lain saling kenal mengenal
dan pengaruh mempengaruhi.
Unsur-Unsur Masyarakat
1. Manusia yang hidup bersama
2. Berkumpul dan bekerja sama untuk waktu lama
3. Merupakan satu kesatuan
4. Merupakan suatu system hidup bersama.
b. Metode Sosiologi.6
Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode, yaitu metode kwalitatif
dan metode kwantitatif.
 Metode kwalitatif mengutamakan bahan yang sukar diukur dengan angka-
angka atau ukuran-ukuran lain yang eksak, walaupun bahan-bahan tersebut
terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode kwalitatif
termasuk metode historis dan metode komparatif yang keduanya
dikombinasikan menjadi historis-komparatif.
 Metode historis menggunakan analisa atas peristiwa-peristiwa dalam masa
silam untuk merumuskan prinisp-prinsip umum.
 Metode komperatif mementingkan perbandingan antara bermacam-
macam masyarakat beserta bidang-bidangnya, untuk memperoleh
perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaannya.
 Metode “case-study” dapat pula dimasukkan kedalam metode kwalitatif.
Metode “case-study” bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya
salah satu gejala yang nyata dalam kehidupan masyarakat. Case-study
dapat dipergunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelompok masyarakat
setempat (community), lembaga-lembaga maupun individu-individu.
 Metode kwantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-
angka, sehingga gejala yang ditelitinya dapat diukur dengan mempergunakan
skala-skala, index-index, tabel-tabel dan formula-formula yang semuanya itu
6
Rusli Muhamad, Op.Cit.
8

sedikit banyaknya mempergunakan ilmu pasti. Yang termasuk jenis metode ini
adalah metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara
matematik. Akhir-akhir ini telah dihasilkan suatu tehnik yang dinamakan
Sosiometry., yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif. Sosiometry
mempergunakan angka-angka dan skala-skala untuk menggambarkan dan
meneliti hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat secara
kwalitatif.
 Di samping metode-metode di atas, metode sosiologi lainnya adalah penjenisan
antara metode induktif yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk
mendapatkan kaedah-kaedah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas, dan
metode deduktif yang mempergunakan proses sebaliknya yaitu mulai dengan
kaedah-kaedah yang dianggap berlaku umum, untuk kemudian dipelajari dalam
keadaan yang khusus.
 Selain itu terdapat pula metode “empiris” dan metode “rationalitis”.
 Metode “empiris” adalah metode yang menyandarkan diri pada keadaan-
keadaan yang dengan nyata didapat dalam masyarakat. Metode ini dalam ilmu
sosiologi modern diwujudkan dengan research atau penelitian, yaitu cara
mempelajari suatu masalah secara sistimatis dan intensif, untuk mendapatkan
yang lebih banyak mengenai masalah tersebut.
 Metode ‘ratinalistis adalah metode yang mengutamakan pemikiran dengan
logika dan fikiran sehat, untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah
kemasyarakatan.
 Sosiologi juga sering menggunakan metode fungsionalism, yaitu metode yang
bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan
struktur sosial dalam masyarakat. Metode ini berpendirian pokok, bahwa unsur-
unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal-balik yang
saling pengaruh-mempengaruhi, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri
terhadap masyarakat.
5. Manfaat sosiologi7 :
Dilihat dari objek sosiologi di atas, jelaslah bahwa fungsi dan manfaat sosiologi secara
umum bertujuan untuk meberikan peningkatkan kemampuan pada setiap manusia
7
Rusli Muhamad, Ibid.
9

dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Jadi, objek formalnya


berfungsi sebagai penuntun adaptasi setiap individu dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu juga tujuan sosiologi adalah untuk mengembangkan pengetahuan yang
objektif mengenai segala bentuk gejala-gejala kemasyarakatan yang dapat di
manfaatkan secara efektif untuk memecahkan masalah-masalah sosial (problem
solving).
Sosiologi dapat bermanfaat pada segala macam usaha pembangunan yang
dilakukaan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Manfaat tersebut
meliputi:
1) Pada tahap perencanaan, dapat mengindentifikasikan berbagai hal berkaitan
dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, pusat-pusat perhatian sosial,
stratifikasi sosial, pusat kekuasaan, system dan saluran komunikasi sosial.
2) Pada tahap pelaksanaan, dapat mengidentifikasi terhadap kekuatan-kekuatan
sosial dan pengamatan terhadap perubahan-perubahan sosial yang terjadi.
3) Tahap evaluasi, dapat memberikan analisa terhadap efek-efek sosial dari proses
pembangunan yang dijalankan.

KAIDAH SOSIAL8
1. Pengertian Kaidah Sosial
Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai
perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi
Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun
pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup. Kaidah sosial itu
terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh
mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar
kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam
masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban.
Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari
satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri
terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas
8
Junaedi Kadir, https://junetbungsu.wordpress.com/2012/12/05/kaidah-sosial/
10

dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba


tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan.

2. Jenis-jenis Kaidah Sosial


Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam
masyarakat ada 4 macam, yaitu sebagai berikut:
1) Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan
larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan
tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah
agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan
kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang
Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap
perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan
agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,
larangan, dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu
melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang
dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia
dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani
kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama
merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan
kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban
manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri. Contoh-contoh kaidah : Jangan
menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-
bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan
berbuat cabul, dan lain-lain.
2) Kaidah Kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati
nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan
yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya
11

kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing.


Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya.
Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri
yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila
disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia,
asalnya dari manusia itu sendiri, dan ancaman atas pelanggaran kaidah
kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh
sebab itu kaidah kesusilaan bersifat otonom, bukan merupakan paksaan dari luar
dirinya. Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia
menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul
dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.
Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik
terhadap sesama manusia, dll. Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan
menyangkut kehidupan pribadi manusia, bukan dalam kualitasnya sebagai
makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak
yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan
sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar.
Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana
yang tidak baik untuk dilakukan. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk
berahklak mulia. Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan
yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tidak setiap yang keluar dari hari
nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma
kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan
diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.
3) Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam
suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan
hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini
didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam
suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah
sopan santun tata krama atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran
12

terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya.


Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain.
Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang
berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Kaidah ini ditujukan pada sikap
lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar
terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan.
Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan
manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok
masyarakat.
Contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang
lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih
dahulu, dan lain lain.
4) Kaidah Hukum
Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan
secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap
orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat
Negara. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan
konkrit yang dilakukan oleh manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan
apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya
adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan
member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk,
tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin
yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun
demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga
memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari
luar diri manusia. Misalnya:
 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya (Ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
 Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam
karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
(Ps. 338 KUHP)
13

 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian


kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak enam puluh rupiah (ps. 362 KUHP).
Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan
atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam Pasal 1 UU No.1 tahun 1947
yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Kaidah hukum yang berisi larangan, seperti yang tercantum dalam pasal 8
UU No.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-
laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
Sudikno Mertokusumo menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas
menjadi dua golongan yaitu:
a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah
agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi, termasuk di dalamnya
adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.

3. Sifat kaidah sosial


Adapun sifat dari kaidah sosial yaitu :
1) Deskriptif (Menggambarkan)
2) Preskriptif (menganjurkan)
3) Normatif (mengharuskan)
4) Imperatfif (memaksa)

3. Ciri-Ciri Kaidah Hukum Yang Membedakan dengan kaidah lainnya :


 Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangn antara kepentingan;
 Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah;
 Hukum didjalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat;
 Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat;
 Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketentraman).
14

4. Perbedaan Kaidah Hukum Dengan Kaidah Agama Dan Kaidah Kesusilaan 9


Dilihat dari segi tujuan, kaidah hukum bertujuan menciptakan tata tertib masyarakat dan
melindungi manusia beserta kepentingannya, sedangkan kaidah agama dan kesusilaan
bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal (insan kamil). Dilihat
dari segi sasaran, kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia agar sesuai dengan
aturan, sedangkan kaidah agama dan kesusilaan mengatur sikap batin manusia sebagai
pribadi agar menjadi manusia yang berkpribadian yang baik. Dilihat dari sumber-sumber
sanksi, kaidah hukum dan kaidah agama berasal dari luar diri manusia (heteronom),
sedangkan sanksi kaidah kesusilaan berasal dari suara hati masing-masing pelanggar
(otonom). Ditinjau dari segi isinya, kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban,
sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja.

SKETSA10
SEGI AGAMA KESUSILAAN KESOPANAN HUKUM
TUJUAN Umat manusia; manusia Pribadi yang konkrit; tertib
sempurna; mencegah manusia masyarakat; keharmonisan
menjadi jahat. bersama; menghindari jatuhnya
korban,
SASARAN Aturan yang ditunjukan kepada Aturan yang ditunjukan kepada
sikap batin. perbuatan lahiriah (konkrit).
ASAL USUL Tuhan diri sendiri kekuasaan luar yang memaksa.
SANKSI Tuhan diri sendiri kekuasaan luar resmi
yang memaksa
ISI memberi kewajiban Memberi hak dan kewajiban

LEMBAGA SOSIAL11
1. Pengertian
Lembaga sosial adalah kelompok sosial yang terbentuk oleh adanya nilai, kepribadian,
adat istiadat, norma, dan unsur lainnya yang berkembang dalam ruang lingkup
masyarakat. Lembaga sosial ini terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat akan keteraturan dalam menjalani kehidupan bersama. Pertumbuhan
masyarakat yang semakin besar membuat kehidupan bermasyarakat menjadi

9
Kaidah Sosial, Dipublikasikan oleh Vilarissa 1, https://viliarissa.wordpress.com/2013/03/15/kaidah-sosial/
10
Ibid.
11
Lembaga Sosial: Pengertian, Fungsi, Ciri, Jenis, dan Kaitannya Terhadap Bisnis,
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-lembaga-sosial.html
15

semakin kompleks. Berbagai kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya alam harus
diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi chaos. Inilah yang mendasari terbentuknya
lembaga sosial di masyarakat.12 Menurut Koentjaraningrat, arti lembaga sosial adalah
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk
memenuhi kompleksitas kebutuhan khusus dalam kehidupan manusia bermasyarakat.

2. Proses terbentuknya Lembaga Sosial


a. Proses internalisasi (internalization)
Lembaga sosial terbentuk dari nilai, norma, adat istiadat, tata kelakuan, dan unsur
budaya lainnya yang hidup di masyarakat. Nilai dan norma yang baru setelah
dikenal, diakui dan dihargai oleh masyarakat akan ditaati dalam kehidupan sehari-
hari. Proses tersebut akan berlanjut ke nilai dan norma sosial dan diserap oleh
masyarakat dan mendarah daging. Proses penyerapan tersebut dinamakan
dengan internalisasi (internalization).
Menurut Selo Sumardjan, pranata atau lembaga sosial merupakam sesuatu yang
harus dipegang dan dijadikan aturan yang mengikat dalam masyarakat. Syarat
yang harus dipenuhi agar sebuah norma dapat menjadi pranata/lembaga , yaitu :
1) Diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
2) Norma tersebut menjiwai seluruh anggota masyarakat.
3) Norma tersebut harus mempunyai sanksi yang mengikat setiap anggota
masyarakat.
b. Proses pelembagaan (institusionalized)
Setelah itu, lama kelamaan akan berkembang menjadi bagian dari suatu lembaga.
Proses yang dilewati nilai dan norma sosial baru untuk menjadi bagian dari salah
satu lembaga sosial yang dalam masyarakat disebut dengan proses pelembagaan
(institusionalized). Syarat norma telah melembaga(institusionalized):
1) Diketahui,
2) Dimengerti,
3) Ditaati, dan
4) Dihargai.
3. Fungsi Lembaga Sosial

12
Ibid
16

Lembaga sosial memiliki tujuan yang memenuhi kebutuhan pokok manusia. Lembaga
sosial memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut13 :
a. Membuat dan memberikan pedoman kepada masyarakat mengenai tata cara
berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan pokok manusia.
b. Membuat dan memberikan pedoman kepada masyarakat mengenai tata cara
pengendalian sosial agar perilaku masyarakat lebih terkendali.
c. Bertanggungjawab atas keutuhan dan kesatuan masyarakat. Lembaga sosial juga
bertanggungjawab untuk menghimpun dan mempersatukan anggotanya agar
tercipta integrasi sosial dalam masyarakat. Integrasi sosial tersebut merupakan
kesepakatan antar kelompok yang berbeda di dalam masyarakat.

4. Syarat Terbentuknya Lembaga Sosial


Menurut Selo Soemardjan, lembaga sesuatu yang harus dipegang dan sebagai aturan
yang mengikat dalam masyarakat sebagai proses bertumbuhnya kelembagaan yang
mengikat 3 syarat.
Syarat-syarat terbentuk lembaga sosial adalah sebagai berikut :
 Norma menjiwai seluruh anggota masyarakat
 Diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat tanpa adanya halanyan yang
berarti
 Norma harus memiliki sanksi yang mengikat setiap anggota masyarakat
5. Sifat-Sifat Lembaga Sosial
Menurut Harsoja lembaga sosial mempunyai sifa-sifat umum, yaitu sebagai berikut :
 Berfungsi sebagai unit dalam sistem kebudayaan sebagai satu kesatuan bulat
 Memiliki tujuan yang jelas
 Relatif kokoh
 Sering menggunakan hasil kebudayaan material dalam menjalankan fungsinya
 Sifat karakteristik merupakan sebuah lambang
 Umumnya sebagai tradisi tertulis atau lisan

6. Ciri-Ciri Lembaga Sosial

13
Ibid.
17

Menurut Gillin dan Gillin, terdapat ciri-ciri utama lembaga sosial antara lain sebagai
berikut :
 Pola pemikiran dan perilaku terwujud dari dalam aktivitas masyarakat bersama
dengan hasil-hasilnya.
 Memiliki suatu tingkat kekekalan khusus. Maksudnya, suatu nilai atau norma akan
menjadi lembaga yang setelah mengalami proses percobaan dalam waktu yang
relatif lama.
 Memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu.
 Memiliki alat kelengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga
tersebut. Umumnya alat ini antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya
berbeda.
 Mempunyai lambang sebagai simbol dalam menggambarkan tujuan dan fungsi
lembaga tersebut.
 Merumuskan tujuan dan tata tertibnya, lembaga memiliki tradisi yang tertulis dan
tidak tertulis
7. Jenis Lembaga Sosial
Terdapat beberapa lembaga sosial yang sangat erat dengan orientasinya. Beberapa
lembaga sosial tersebut adalah sebagai berikut :
a. Lembaga Keluarga
Lembaga keluarga merupakan lembaga sosial yang terkencil yang terbentuk atas
dasar perkawinan dan hubungan darah. Fungsi lembaga keluarga adalah :
 Fungsi reproduksi : Dalam keluarga, keturunan merupakan inti dari terjadinya
sebuah pernikahan.
 Fungsi ekonomi : yang dalam hal ini adalah peran ayah, namun ibu juga
berperan sebagai fungsi ekonomi dalam menghidupi keluarga mereka
termasuk mereka sendiri dan anak-anaknya.
 Fungsi proteksi : artinya keluarga menciptakan rasa ketentaraman dan
keterlindungan baik secara psikologis maupun fisik.
 Fungsi sosialisasi : yang mengajarkan anak segala hal baik berlatih dan
diperkenalkan cara-cara hidup yang baik dan benar agar dapat berperan
dalam masyarakat.
18

 Fungsi afeksi : fungsi afeksi yang tidak lain adalah orang tua dari anak tersebut
dengan memberikan kehangantan dan kasih sayang.
 Fungsi pengawasan sosial : yang mengontrol segala aktivitas dan tingkah laku
dalam keluarga mereka, hal ini biasanya dipegang oleh orang tua untuk
mengawasi anaknya.
 Fungsi pemberian status : Dalam keluarga, terdapat fungsi pemberian status
melalui lembaga perkawinan sebagai pasangan suami istri.

b. Lembaga Politik
Lembaga politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat sebagai proses pembuatan keputusan. Macam-macam fungsi
lembaga politik adalah sebagai berikut :
 Memelihara ketertiban di dalam negeri (internal order):
 Menjaga keamanan yang ada di luar negeri (eksternal order):
 Mengupayakan kesejahteraan umum (general welfare)
 Mengatur proses politik

c. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan adalah lembaga atau tempat berlangsungnya proses
pendidikan dengan tujuan mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih
baik. Jenis fungsi lembaga pendidikan menurut Horton dan Hunt adalah :
 Mempersiapkan untuk mencari nafkah
 Sebagai tempat pengembangan bakat
 Sebagai pelestari kebudayaan masyarakat
 Tempat edukasi keterampilan agar dapat berpatisipasi dalam demokrasi
 Memperpanjang masa remaja
 Mempertahankan sistem sosial

d. Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi adalah lembaga yang mempunyai kegiatan di bidang ekonomi
demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Fungsi lembaga ekonomi adalah :
 Memberi pedoman dalam mendapatkan bahan pangan
 Sebagai pedoman untuk menjalankan pertukaran barang atau barter
 Sebagai pedoman mengenai harga jual beli barang
19

e. Lembaga Agama
Lembaga agama adalah lembaga yang mengatur mengenai kehidupan manusia
dalam beragama. Macam-macam fungsi lembaga agama menurut Bruce J. Cohen
adalah :
 Sebagai bantuan dalam pencarian identitas moral
 Memberikan tafsiran-tafsiran dalam membantu memperjleas keadaan
lingkungan fisik dan sosial seseorang
 Sebagai peningkatan keramahan dalam bergaul, kohesi sosial, dan solidaritas
kelompok

f. Lembaga Budaya
Lembaga budaya adalah lembaga publik yang terdapat dalam suatu negara yang
berfungsi sebagai pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, lingkungan, seni,
dan pendidikan masyarakat.

KELOMPOK SOSIAL.
1. Pengertian:
Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang-orang
yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan dapat
mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Menurut Soerjono Soekanto,
kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup
bersama karena saling berhubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling
memengaruhi.
2. Syarat-syarat adanya kelompok sosial:
1) Setiap anggota dalam kelompok tersebut harus memiliki kesadaran bahwa
mereka adalah bagian dari kelompok tersebut.
2) Adanya faktor persamaan diantara kelompok masyarakat, seperti persamaan
nasib, persamaan kepentingan, persamaan kebutuhan, persamaan rasa,
persamaan cara pandang, dan lainnya. Adanya persamaan struktur dan
kebudayaan juga turut mempengaruhi dan menjadi prasyarat kelompok sosial.
20

3) Adanya proses dalam kelompok sosial. Proses ini memerlukan kurun waktu yang
tidak dapat ditentukan, hal ini lantaran tergantung pada komitmen setiap anggota
kelompok soaial.
4) Adanya sistem dalam suatu kelompok sosial.
5) Adanya hubungan timbal balik di antara sesama anggota dalam satu kelompok
tersebut.
3. Proses Terbentuknya Kelompok Sosial
Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri
manusia yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam
membentuk kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan
dan pengaruh psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga
ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu:
1. Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya
2. Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya

4. Jenis Kelompok Sosial


1. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Berdasarkan tipe kelompok sosial, jenis kelompo sosial ini menurut Soerjono
Soekanto dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Berdasarkan besar kecilnya anggota kelompok
Menurut George Simmel, besar kecilnya jumlah anggota kelompok akan
memengaruhi kelompok dan pola interaksi sosial dalam kelompok tersebut.
Dalam penelitiannya, Simmel memulai dari satu orang sebagai perhatian
hubungan sosial yang dinamakan monad. Kemudian monad dikembangkan
menjadi dua orang atau diad, dan tiga orang atau triad, dan kelompok-
kelompok kecil lainnya. Hasilnya semakin banyak jumlah anggota
kelompoknya, pola interaksinya juga berbeda.
b. Berdasarkan derajat interaksi dalam kelompok
Derajat interaksi ini juga dapat dilihat pada beberapa kelompok sosial yang
berbeda. Kelompok sosial seperti keluarga, rukun tetangga, masyarakat desa,
akan mempunyai kelompok yang anggotanya saling mengenal dengan baik
(face-to-face groupings). Hal ini berbeda dengan kelompok sosial seperti
21

masyarakat kota, perusahaan, atau negara, di mana anggota-anggotanya


tidak mempunyai hubungan erat.
c. Berdasarkan kepentingan dan wilayah
Sebuah masyarakat setempat (community) merupakan suatu kelompok
sosial atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan-kepentingan
tertentu. Sedangkan asosiasi (association) adalah sebuah kelompok sosial
yang dibentuk untuk memenuhi kepentingan tertentu.
d. Berdasarkan kelangsungan kepentingan
Adanya kepentingan bersama merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terbentuknya sebuah kelompok sosial. Suatu kerumunan
misalnya, merupakan kelompok yang keberadaannya hanya sebentar karena
kepentingannya juga tidak berlangsung lama. Namun, sebuah asosiasi
mempunyai kepentingan yang tetap.
e. Berdasarkan derajat organisasi
Kelompok sosial terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang terorganisasi
dengan rapi seperti negara, TNI, perusahaan dan sebagainya. Namun, ada
kelompok sosial yang hampir tidak terorganisasi dengan baik, seperti
kerumunan.
Secara umum tipe-tipe kelompok sosial adalah sebagai berikut.
1) Kategori statistik, yaitu pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang
sama, misalnya kelompok umur.
2) Kategori sosial, yaitu kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang
dimiliki bersama, misalnya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia).
3) Kelompok sosial, misalnya keluarga batih (nuclear family)
4) Kelompok tidak teratur, yaitu perkumpulan orang-orang di suatu tempat
pada waktu yang sama karena adanya pusat perhatian yang sama.
Misalnya, orang yang sedang menonton sepak bola.
5) Organisasi Formal, yaitu kelompok yang sengaja dibentuk untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan terlebih dahulu,
misalnya perusahaan.
22

2. Kelompok Sosial dipandang dari Sudut Individu


Pada masyarakat yang kompleks, biasanya setiap manusia tidak hanya
mempunyai satu kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya. Namun, ia juga
menjadi anggota beberapa kelompok sosial sekaligus. Terbentuknya kelompok-
kelompok sosial ini biasanya didasari oleh kekerabatan, usia, jenis kelamin,
pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masing-masing kelompok sosial
tersebut akan memberikan kedudukan dan prestise tertentu. Namun yang perlu
digarisbawahi adalah sifat keanggotaan suatu kelompok tidak selalu bersifat
sukarela, tapi ada juga yang sifatnya paksaan. Misalnya, selain sebagai anggota
kelompok di tempatnya bekerja, Pak Tomo juga anggota masyarakat, anggota
perkumpulan bulu tangkis, anggota Ikatan Advokat Indonesia, anggota keluarga,
anggota Paguyuban masyarakat Jawa dan sebagainya.

3. In-Group dan Out-Group


Sebagai seorang individu, kita sering merasa bahwa aku termasuk dalam bagian
kelompok keluargaku, margaku, profesiku, rasku, almamaterku, dan negaraku.
Semua kelompok tersebut berakhiran dengan kepunyaan “ku”. Itulah yang
dinamakan kelompok sendiri (In group) karena aku termasuk di dalamnya.
Banyak kelompok lain dimana aku tidak termasuk keluarga, ras, suku bangsa,
pekerjaan, agama dan kelompok bermain. Semua itu merupakan kelompok luar
(out group) karena aku berada di luarnya.
In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun
kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama. Pada masyarakat primitif yang
masih terbelakang kehidupannya biasanya akan mendasarkan diri pada keluarga
yang akan menentukan kelompok sendiri dan kelompok luar seseorang. Jika ada
dua orang yang saling tidak kenal berjumpa maka hal pertama yang mereka
lakukan adalah mencari hubungan antara keduanya. Jika mereka dapat
menemukan adanya hubungan keluarga maka keduanya pun akan bersahabat
karena keduanya merupakan anggota dari kelompok yang sama. Namun, jika
mereka tidak dapat menemukan adanya kesamaan hubungan antaa keluarga
maka mereka adalah musuh sehingga merekapun bereaksi.
23

Pada masyarakat modern, setiap orang mempunyai banyak kelompok sehingga


mungkin saja saling tumpang tindih dengan kelompok luarnya. Siswa lama selalu
memperlakukan siswa baru sebagai kelompok luar, tetapi ketika berada di dalam
gedung olahraga mereka pun bersatu untuk mendukung tim sekolah
kesayangannya.
4. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Menurut Charles Horton Cooley, kelompok primer adalah kelompok-kelompok
yang ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggota-anggotanya serta
kerja sama yang erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan
yang erat dan bersifat pribadi tadi adalah adanya peleburan individu-individu ke
dalam kelompok-kelompok sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompok
juga. Oleh karena itu hubungan sosial di dalam kelompok primer berisfat
informal (tidak resmi), akrab, personal, dan total yang mencakup berbagai aspek
pengalaman hidup seseorang.
Di dalam kelompok primer, seperti: keluarga, klan, atau sejumlah sahabat,
hubungan sosial cenderung bersifat santai. Para anggota kelompok saling tertarik
satu sama lainnya sebagai suatu pribadi. Mereka menyatakan harapan-harapan,
dan kecemasan-kecemasan, berbagi pengalaman, mempergunjingkan gosip, dan
saling memenuhi kebutuhan akan keakraban sebuah persahabatan.
Di sisi lain, kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri
atas banyak orang, antara dengan siapa hubungannya tida perlu berdasarkan
pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng. Dalam
kelompok sekunder, hubungan sosial bersifat formal, impersonal dan segmental
(terpisah), serta didasarkan pada manfaat (utilitarian). Seseorang tidak
berhubungan dengan orang lain sebagai suatu pribadi, tetapi sebagai seseorang
yang berfungsi dalam menjalankan suatu peran. Kualitas pribadi tidak begitu
penting, tetapi cara kerjanya.
5. Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)
Konsep paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft) dikemukakan
oleh Ferdinand Tonnies. Pengertian paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan
bersama, di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni
dan bersifat alamiah, serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan
24

rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk paguyuban


terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun
tetangga, dan sebagainya. Secara umum ciri-ciri paguyuban adalah:
1) Intimate, yaitu hubungan yang bersifat menyeluruh dan mesra
2) Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi
3) Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak
untuk orang lain di luar “kita”
Di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe
paguyuban berikut.
1) Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft
atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah
atau keturunan. Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.
2) Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban
yang terdiri atas orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga
dapat saling tolong-menolong. Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.
3) Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban
yang terdiri atas orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan
darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka
mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama. Ikatan pada paguyuban ini
biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.
Sebaliknya, patembayan (gesellschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok
untuk jangka waktu tertentu yang pendek. Patembayan bersifat sebagai suatu
bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis
seperti sebuah mesin. Bentuk gesellschaft terutama terdapat di dalam
hubungan perjanjian yang bersifat timbal balik. Misalnya, ikatan perjanjian kerja,
birokrasi dalam suatu kantor, perjanjian dagang, dan sebagainya.
Ciri-ciri hubungan paguyuban dengan patembayan dapat dilihat pada tabel berikut:
Paguyuban Patembayan
Personal Impersonal
Informal Formal, kontraktual
Tradisional Utilitarian
Sentimental Realistis, “ketat”
Umum Khusus
25

6. Formal Group dan Informal Group


Menurut Soerjono Soekanto, formal group adalah kelompok yang mempunyai
peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk
mengatur hubungan antar sesamanya. Kriteria rumusan organisasi formal group
merupakan keberadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengoordinasikan
usaha-usaha demi tercapainya tujuan berdasarkan bagian-bagian organisasi yang
bersifat khusus.
Organisasi biasanya ditegakkan pada landasan mekanisme administratif.
Misalnya, sekolah terdiri atas beberapa bagian, seperti kepala sekolah, guru,
siswa, orang tua murid, bagian tata usaha dan lingkungan sekitarnya. Organisasi
seperti itu dinamakan birokrasi. Menurut Max Weber, organisasi yang didirikan
secara birokrasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan
tugas-tugas jabatan.
2) Posisi dalam organisasi terdiri atas hierarki struktur wewenang.
3) Suatu sistem peraturan memengaruhi keputusan dan pelaksanaannya.
4) Unsur staf yang merupakan pejabat, bertugas memelihara organisasi dan
khususnya keteraturan organisasi.
5) Para pejabat berharap agar hubungan atasan dengan bawahan dan pihak
lain bersifat orientasi impersonal.
6) Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.
Sedangkan pengertian informal group adalah kelompok yang tidak mempunyai
struktur dan organisasi yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya
terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali. Dasar pertemuan-
pertemuan tersebut adalah kepentingan-kepentingan dan pengalaman-
pengalaman yang sama. Misalnya klik (clique), yaitu suatu kelompok kecil tanpa
struktur formal yang sering timbul dalam kelompok-kelompok besar. Klik
tersebut ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan timbal balik
antaranggota yang biasanya hanya “antarakita” saja.
7. Membership Group dan Reference Group
Mengutip pendapat Robert K Merton, bahwa membership group adalah suatu
kelompok sosial, di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok
26

tersebut. Batas-batas fisik yang dipakai untuk menentukan keanggotaan


seseorang tidak dapat ditentukan secara mutlak. Hal ini disebabkan perubahan-
perubahan keadaan. Situasi yang tidak tetap akan memengaruhi derajat interaksi
di dalam kelompok tadi sehingga adakalanya seorang anggota tidak begitu sering
berkumpul dengan kelompok tersebut walaupun secara resmi dia belum keluar
dari kelompok itu.
Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan seseorang (bukan
anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dengan kata lain,
seseorang yang bukan anggota kelompok sosial bersangkutan
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tadi. Misalnya, seseorang yang
ingin sekali menjadi anggota TNI, tetapi gagal memenuhi persyaratan untuk
memasuki lembaga pendidikan militer. Namun, ia bertingkah laku layaknya
seorang perwira TNI meskipun dia bukan anggota TNI.
8. Kelompok Okupasional dan Volunteer
Pada awalnya suatu masyarakat, menurut Soerjono Soekanto, dapat melakukan
berbagai pekerjaan sekaligus. Artinya, di dalam masyarakat tersebut belum ada
pembagian kerja yang jelas. Akan tetapi, sejalan dengan kemajuan peradaban
manusia, sistem pembagian kerja pun berubah. Salah satu bentuknya adalah
masyarakat itu sudah berkembang menjadi suatu masyarakat yang heterogen.
Pada masyarakat seperti ini, sudah berkembang sistem pembagian kerja yang
didasarkan pada kekhususan atau spesialisasi. Warga masyarakat akan bekerja
sesuai dengan bakatnya masing-masing. Setelah kelompok kekerabatan yang
semakin pudar fungsinya, muncul kelompok okupasional yang merupakan
kelompok terdiri atas orang-orang yang melakukan pekerjaan sejenis. Kelompok
semacam ini sangat besar peranannya di dalam mengarahkan kepribadian
seseorang terutama para anggotanya.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi, hampir tidak ada
masyarakat yang tertutup dari dunia luar sehingga ruang jangkauan suatu
masyarakatpun semakin luas. Meluasnya ruang jangkauan ini mengakibatkan
semakin heterogennya masyarakat tersebut. Akhirnya tidak semua kepentingan
individual warga masyarakat dapat dipenuhi.
27

Akibatnya dari tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat secara


keseluruhan, muncullah kelompok volunteer. Kelompok ini mencakup orang-
orang yang mempunyai kepentingan sama, namun tidak mendapatkan perhatian
masyarakat yang semakin luas jangkauannya tadi. Dengan demikian, kelompok
volunteer dapat memenuhi kepentingan-kepentingan anggotanya secara
individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara luas.
Beberapa kepentingan itu antara lain:
1) Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan
2) Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda
3) Kebutuhan akan harga diri
4) Kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri
5) Kebutuhan akan kasih sayang

9. Kelompok Sosial yang Tidak Teratur


a. Kerumunan (Crowd)
Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di
suatu tempat pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya
kerumunan adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Sedikit banyaknya
jumlah kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telingan
dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah
orang-orangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu
kelompok sosial yang bersifat sementara (temporer).
Secara garis besar Kingsley Davis membedakan bentuk kerumunan menjadi:
a. Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial
Kerumunan ini dapat dibedakan menjadi:
1) Khalayak penonton atau pendengar formal (formal audiences),
merupakan kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan
tujuan yang sama. Misalnya, menonton film, mengikuti kampanye
politik dan sebagainya.
2) Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive
group), yaitu kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu
28

penting, akan tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul


dalam aktivitas kerumunan tersebut.
b. Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowd)
Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1) Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient
aggregations). Misalnya, orang yang sedang antri tiket, orang-
orang yang menunggu kereta.
2) Kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (panic
crowds), yaitu orang-orang yang bersama-sama berusaha untuk
menyelamatkan diri dari bahaya. Dorongan dalam diri individu-
individu yang berkerumun tersebut mempunyai kecenderungan
untuk mempertinggi rasa panik. Misalnya, ada kebakaran dan
gempa bumi.
3) Kerumunan penonton (spectator crowds), yaitu kerumunan yang
terjadi karena ingin melihat kejadian tertentu. Misalnya, ingin
melihat korban lalu lintas.
c. Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (Lawless
Crowd)
Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1) Kerumunan yang bertindak emosional (acting mobs), yaitu
kerumunan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan
menggunakan kekuatan fisik yang bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku. Misalnya aksi demonstrasi dengan kekerasan.
2) Kerumunan yang bersifat immoral (immoral crowds), yaitu
kerumunan yang hampir sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya
adalah bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Misalnya,
orang-orang yang mabuk.
b. Publik
Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak
merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat
komunikasi, seperti pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat
kabar, televisi, film, dan sebagainya. Alat penghubung semacam ini lebih
29

memungkinkan suatu publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas


dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar, tidak ada
pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tidak ada.

10. Masyarakat Setempat (Community)


Masyarakat setempat adalah suatu masyarakat yang bertempat tinggal di suatu
wilayah (geografis) dengan batas-batas tertentu. Faktor utama yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota dibandingkan
dengan interaksi penduduk di luar batas wilayahnya. Secara garis besar
masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi
kedekatan hubungan antara hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis
tertentu. Akan tetapi, tempat tinggal tertentu saja belum cukup untuk
membentuk suatu masyarakat setempat. Masih dibutuhkan adanya perasaan
komunitas (community sentiment).
Beberapa unsur komunitas adalah:
1) Seperasaan
Unsur perasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan
dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut.
Akibatnya, mereka dapat menyebutnya sebagai “kelompok kami”.
2) Sepenanggunan
Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan
masyarakat sendiri memungkinkan peranannya dalam kelompok.
3) Saling memerlukan
Individu yang bergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya
tergantung pada komunitas yang meliputi kebutuhan fisik maupun biologis.
Untuk mengklasifikasikan masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria
yang saling berhubungan, yaitu:
1) Jumlah penduduk
2) Luas, kekayaan, dan kepadatan penduduk
3) Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat
4) Organisasi masyarakat yang bersangkutan
30

PERUBAHAN SOSIAL
1. Pengertian Perubahan Sosial Menurut Para Ahli
Apa yang dimaksud dengan perubahan sosial (social change)? Secara umum, pengertian
perubahan sosial adalah suatu perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terkait dengan
pola pikir, sikap sosial, norma, nilai-nilai, dan berbagai pola perilaku manusia di dalam
masyarakat14
Pengertian perubahan sosial meurut Selo Soemardjan adalah segala perubahan pada
berbagai lembaga masyarakat dalam suatu lingkungan masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai sosial, sikap, pola perilaku
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2. Ciri-Ciri Perubahan Sosial


Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan
perubahan sosial, namun gejala yang mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-
ciri/karakteristik tertentu. Ciri-ciri perubahan sosial adalah sebagai berikut15 :
1) Dilakukan Dengan Sengaja, misalnya berinovasi dari kendaraan sepeda motor yang
didesain secara lebih efisien dan nyaman. Namun seringkali tidak disadari bahwa
perubahan yang terjadi di suatu masyarakat berlangsung dengan cara yang tidak
sengaja.
2) Proses Berkelanjutan sehingga sebuah kelompok masyarakat akan mengalami
perubahan secara terus-menerus baik secara lambat maupun berlangsung dengan
cepat. Hal ini terjadi karena masyarakat cenderung bersifat dinamis yang selalu
mengalami perubahan dalam menjalani kehidupannya.
3) Terjadi di Berbagai Tempat. Baik mereka yang tinggal di kota maupun tinggal di
desa. Namun pada umumnya masyarakat di desa akan mengalami perubahan
sosial lebih lambat jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di kota.
4) Adanya Hubungan Kausalitas. Hubungan timbal balik ini biasanya akan memicu
kekacauan sementara di dalam masyarakat yang nantinya akan mengubah
struktur di masyarakat.

14
Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor Pendorong, dan Bentuknya,
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/perubahan-sosial.html
15
Arifin Saddoen, Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor, Ciri-Ciri, Bentuk dan Dampaknya,
https://moondoggiesmusic.com/perubahan-sosial/
31

5) Bersifat Imitatif. Imitatif disini maksudnya adalah adanya ketergantungan atau


saling meniru atau mempengaruhi antara satu kelompok dengan kelompok yang
lainnya. Misalnya trend gaya rambut atau fashion.
3. Teori-Teori Perubahan Sosial16
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar
yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-
perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antar
manusia dan antar masyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan
dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti
perubahan dalam unsure-unsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan.
Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang dinamis. Adapun teori-teori yang menjelaskan mengenai
perubahan sosial adalah sebagai berikut.
1. Teori Evolusi ( Evolution Theory )
Teori evolusi menjelaskan perubahan sosial memiliki arah tetap dan dialami
setiap masyarakat. Arah tetap yang dimaksud adalah perubahan sosial akan
terjadi bertahap, mulai dari awal hingga akhir. Saat telah tercapainya perubahan
terakhir maka tidak terjadi perubahan lagi. Teori Evolusi pada dasarnya berpijak
dari teori Evolusi Darwin dan dipengaruhi dari pemikiran Herbert Spencer.
Sedangkan dalam teori evolusi dalam perubahan sosial terdapat dua tokoh yang
paling berpengaruh yaitu Emile Drkheim, dan Ferdinand Tonnies.
Menurut Emile Durkheim, adanya perubahan disebabkan karena suatu evolusi
mempengaruhi perorganisasian masyarakat, terutama dalam menjalin hubungan
kerja. Sedangkan menurut Ferdinan Tonnies, bahwa masyarakat berubah dari
yang sebelumnya masyarakat sederhana yang mempunyai hubunga erat dan
komperatif menjadi masyarakat besar yang menjalin hubungan secara
terspesialisasi dan impersonal.
2. Teori Konflik ( Conflict Theory )
Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari pertikaian
kelas antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan
kelompok yang tertindas secara materiil, sehingga akan mengarah pada
16
lihat https://www.zonasiswa.com/2018/01/teori-perubahan-sosial-evolusioner.html
32

perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip bahwa konflik sosial dan perubahan
sosial selalu melekat pada struktur masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial,
bukan perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari
adanya konflik tersebut. Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka
perubahan juga akan mengikutinya. Dua tokoh yang pemikirannya menjadi
pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendorf.
Menurut Karl Marx, konflik sosial merupakan sumber yang paling penting dan
paling berpengaruh terhadap semua perubahan sosial terjadi. Menurut Ralf
Dahrendorf, setiap perubahan sosial merupakan hasil konflik dalam kelas
masyarakat.
Pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut ini.
a. Setiap masyarakat terus-menerus berubah.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d. Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang
satu oleh golongan yang lainnya.
3. Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )
Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya).
Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis menjelaskan bahwa perubahan sosial
tidak lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat.
Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat
cepat sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan
unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah
secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial
atau cultural lag .
Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai
sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap
sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses
pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam
kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu
bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila
33

terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari
teori ini adalah William Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus)
di kalangan anggota kelompok masyarakat.
4. Teori Siklis ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat
dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap
masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori
ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial
merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Dalam teori siklus, perubahan sosial terjadi secara betahap dengan perubahan
yang tidak akan berhenti walau pada tahapan terakhir yang sempurna, tetapi
perubahan tersebut akan kembali keawal untuk peralihan ke tahap selanjutnya.
Sehingga tergambar sebuah siklus. Dalam teori siklus, tokoh yang berpengaruh
adalah Oswald Spenger dan Arnold Toynbee.
Menurut pendapat Oswald bahwa setiap masyarakat berkembang dengan 4
tahap, contohnya adalah pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak, masa
remaja, masa dewasa ke masa tua. Sedangkan menurut pendapat Arnold
Toynbee, perubahan sosial baik itu kemajuan ataupun kemunduran dapat
dijelaskan dalam konsep-konsep kemasyarakatan yang berhubungan satu
dengan yang lainnya, yaitu tantangan dan tanggapan.
Beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut.
a. Teori Oswald Spengler
Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu
anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler
digunakan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat, bahwa setiap
peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan, dan
keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
34

b. Teori Pitirim A. Sorokin


Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus
tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem
kebudayaan ini adalah kebudayaan ideasional, idealistis, dan sensasi.
1) Kebudayaan ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai
dan kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
2) Kebudayaan idealistis, yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap
unsur adikodrati (supranatural) dan rasionalitas yang berdasarkan fakta
bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal.
3) Kebudayaan sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan
tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.
c. Teori Arnold Toynbee
Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran,
pertumbuhan, keruntuhan, dan akhirnya kematian. Beberapa peradaban
besar menurut Toynbee telah mengalami kepunahan kecuali peradaban
Barat, yang dewasa ini beralih menuju ke tahap kepunahannya.
4. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial
Terdapat berbagai bentuk-bentuk perubahan sosial antaralain sebagai berikut..
1) Perubahan Sosial yang terjadi Secara Lambat dan Perubahan Sosial Secara
Cepat
 Perubahan sosial secara lambat/evolusi memerlukan waktu yang lama tanpa
dengan perencanaan, dan bergantung kepada orang-orang yang berkuasa di
masa tertentu.
 Perubahan sosial cepat/revolusi, memerlukan waktu yang cepat yang
mengubah dasar-dasar kehidupan masyarakat dalam waktu singkat.
2) Perubahan Sosial yang Besar dan Perubahan Sosial Kecil
 Bentuk perubahan sosial berpengaruh besar adalah perubahan dengan
dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Contohnya perubahan sistem
pemerintahan.
 Bentuk perubahan sosial berpengaruh kecil adalah perubahan yang tidak
berarti penting bagi struktur sosial dalam mempengaruhi kehidupan
35

masyarakat. Contohnya perubahan model pakaian yang tidak melanggar


nilai dan norma.
3) Perubahan Sosial yang Direncanakan dan Perubahan Sosial yang tidak
direncanakan
 Bentuk perubahan sosial yang direncakanan adalah perubahan sosial yang
melakukan persiapan yang matang dan perencanaan. Contoh perubahan
sosial yang direncanakan adalah program keluarga berencana (KB)
 Bentuk perubahan sosial yang tidak direncanakan adalah perubahan sosial
yang tidak memerlukan persiapan dan perencanaan. Contoh perubahan
sosial yang tidak direncanakan adalah keluarga tiba-tiba terpaksa pindah ke
lingkungan baru.
4) Perubahan Sosial yang Dikehendaki dan Perubahan Sosial yang tidak
Dikehendaki
 Bentuk perubahan sosial yang dikehendaki adalah perubahan sosial yang
disetujui oleh masyarakat tersebut. Contoh perubahan sosial yang
dikehendaki adalah perencanaan aturan yang disetujui dalam rapat.
 Bentuk perubahan sosial yang tidak dikehendaki adalah kebalikan dari
perubahan yang dikehendaki.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Sosial


Secara umum, terdapat dua faktor yang mempengaruhi dalam terjadinya perubahan
sosial antara lain sebagai berikut.
1) Faktor Internal, adalah faktor yang berasal dari dalam lingkungan masyarakat
tersebut. Faktor internal dalam perubahan sosial adalah sebagai berukut..
 Pertumbuhan penduduk
 Penemuan baru
 Invensi (kombiansi baru terhadap suatu pengetahuan yang telah ada)
 Sistem ideologi (keyakinan mengenai nilai-nilai tertentu)
2. Faktor Eksternal, adalah faktor yang berasal lingkungan luar masyarakat :
 Lingkungan fisik (contohnya musibah atau bencana alam)
 Peperangan
 Pengaruh kebudayaan lain
36

Selain faktor tersebut di atas, masih ada faktor-faktor lain ang dapat mempercepat
atau menghambat perubahan sosial sebagai berikut :
1) Faktor yang mempercepat perubahan sosial
a. Kontak dengan kebudayaan lain
Kontak budaya yang mengarah pada interaksi memberi dampak positif, yaitu
mengurangi prasangka negatif terhadap kebudayaan lain dan dapat
mencegah konflik sosial.
b. Sistem pendidikan yang maju
Pendidikan penting bagi masyarakat karena dapat membuka pikiran dan
wawasan untuk melakukan perubahan sosial kearah kemajuan.
c. Sikap menghargai hasil karya
Penghargaan dapat memberi semangat untuk berinovasi.
d. Keinginan untuk maju
Perubahan terjadi karena adanya keinginan. Dorongan dalam diri sendiri
untuk memperbaiki keadaan merupakn salah satu faktor pendorong
perubahan sosial.
e. Sistem lapisan terbuka masyarakat
Sistem lapisan sosial terbuka memberi kesempatan setiap orang yang
berkompeten untuk melakukan perubahan status sosial dalam hibupnya.
f. Peduduk yang heterogen
Penduduk heterogen memiliki kesempatan lebih besar untuk melakukan
kontah budaya dengan masyarakat lain.
g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai bidang kehidupan
h. Orientasi pada masa depan
Masyarakat yang berorientasi pada masa depan selalu mengedepankan
sikap terbuka untuk menerima dan menyesuaikan nilai sosial berdasarkan
perkembangan budaya global.
2. Faktor yang menghambat perubahan sosial
a. Kontak sosial dengan masyarakat lain yang kurang
Masyarakat yang tinggal didaerah terpencil sering mengalami keterbatasan
akses jangkauan publik seperti sarana transportasi dan komunikasi.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
37

Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat dapat dipengaruhi oleh,


sikap hidup masyarakat yang tidak ingin berkembang, keterbatasan ekonomi
untuk menempuh pendidikan yang lebih baik, akses pendidikan yang tidak
merata.
c. Sikap masyarakat tradisional
Masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat, mereka dipimpin
oleh kepala adat yang memberi batasan-batasan tertentu agar nilai-nilai
adat tetap terjaga. Hal ini mengakibatkan masyarakat sulit berubah menuju
kehidupan yang lebih moderen.
d. Keinginan yang tertanam kuat
Orang yang memiliki kedudukan tinggi cenderung memiliki keinginan untuk
selalu mempertahankan kedudukannya tersebut. Sikap tersebut dipengaruhi
keinginan untuk tetap memperoleh fasilitas yang disediakan organisasi kerja.
Hal tersebut dapat menghambat perubahan status masyarakat yang
memiliki kedudukan lebih rendah untuk masuk pada kedudukan yang lebih
tinggi.
e. Perasaan takut terjadi kegoyahan pada kebudayaan sendiri
Masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan rendah sering mengalami
ketakutan ketika ada hal baru yang masuk dalam kebudayaannya. Ketakutan
tersebut disebabkan adanya kekhawatiran akan terjadinya guncangan pada
kebudayaan yang dianggap sudah mapan dan berkembang dengan baik.
f. Stereotip terhadap nilai budaya
Perasangka buruk/stereotip berkembang karena masyarakat selalu memberi
penilaian negatif terhadap budaya baru yang masuk.
g. Adat kebiasaan yang tertanam kuat
Adat kebiasaan yang tertanam kuat menyebabkan perubahan sosial sulit
terwujud karena mendorong pola pikir masyarakat bertahan pada konsep

6. Dampak Perubahan Sosial


Perubahan sosial dalam masyarakat memiliki dampak/akibat baik itu dampak positif
maupun dampak negatif dalam kehidpan masyarakat antara lain sebagai berikut.
38

1) Dampak Positif Perubahan Sosial


Dampak positif dalam perubahan sosial menunjukkan bahwa memberikan
pengaruh dalam kemajuan kehidupan masyarakat. Macam-macam dampak
positif perubahan sosial adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Perkembangan iptek dapat mengubah nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru
yang mendorong berbagai inovasi dalam kemudahan kehidupan masyarakat
menuju perubahan sosial ke arah modernisasi.
b. Tercipta Lapangan Kerja Baru,
Tumbuhnya industrialisasi baik yang berskala multinasional ataupun
indudstri kecil, akan membuka lapangan kerja sehingga dapat menyerap
tenaga kerja secara maksimal.
c. Tercipta Tenaga Kerja Profesional,
Untuk mendukung persaingan industri maka diperlukan tenaga kerja yang
terampil, cakap, ahli dan professional
d. Nilai dan Norma Baru terbentuk
Karena perubahan akan terjadi terus menerus sehingga memerlukan nilai-
nilai dan norma dalam menjaga arus perubahan berdasarkan nilai dan norma
tanpa menghalangi terjadi perubahan sosial.
e. Efektivitas dan Efisiensi Kerja Meningkat
Efektivitas dan efisiensi kerja selalu berkaitan dengan penggunaan alat
produksi yang tepat dalam menghasilkan produk lebih cepat, lebih banyak
dan tepat sasaran.
2) Dampak Negatif Perubahan Sosial
Dampak negatif dalam perubahan sosial menunjukkan kerugian yang dialami
oleh masyarakat, baik itu kerugian material maupun non material. Dampak
negatif dalam perubahan sosial adalah sebagai berikut :
a. Terjadinya Disintegrasi Sosial,
Disintegrasi terjadi karena adanya evolusi, kesenjangan sosial, perbedaan
kepentingan yang mendorong perpecahan dalam masyarakat.
b. Terjadinya Pergolakan Daerah, yang disebabkan oleh :
 Perbedaan agama, ras suku bangsa, dan politik
39

 Tidak memperhatikan tatanan hidup


 Mengabaikan nilai dan norma
 Kesenjangan ekonomi
c. Kenakalan Remaja
Muncul akibat pengaruh perubahan sosial nilai-nilai kebebasan budaya barat
yang diadopsi tanpa menyesuaikan kondisi kebudayaan sendiri.
d. Terjadi Kerusakan Lingkungan
e. Eksistensi Adat Istiadat Berkurang
Nilai adat istiadat semakin ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap
tidak sesuai dengan perkembangan zmana, dan digantikan dengan nilai
kebudayaan modern.
f. Lembaga Sosial tidak Berfungsi Secara Optimal
Menyalah gunakan kedudukan dan wewenang
g. Munculnya Paham Duniawi
 Konsumenisme, paham yang menjadikan seseorang mengonumsi
barang-barang secara berlebihan.
 Sirkulasi, paham yang memisahkan urusan dunia dengan urusan agama.
 Hedonisme, merupakan paham yang menganggap hidup bertujuan
untuk mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan menghindari
perasangka-perasangka yang menyakitkan.
40

SOSIOLOGI HUKUM17

1. Istilah Sosiologi Hukum.


Istilah Sosiologi hukum di Eropa Daratan adalah terjemahan dari istilah Sociology of
Law yang pertama kali diperkenalkan oleh Roscoe Pound. Sementara di Amerika
diperkenalkan pula suatu istilah Sociological Jurisprudence yang diterjemahkan
sebagai sosiologi jurisprudenesi dan terkadang di Indonesia dimaksudkan pula
sebagai sosiologi hukum.
Sociology of Law dan Sociological Jurisprudence meskipun terkadang keduanya
diterjemahkan sebagai sosiologi hukum, namun keduanya sangat berbeda. Sociology
of law adalah tumbuh di Eropa Daratan dan merupakan cabang sosiologi yang
berusaha memahamai hukum sebagai lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat di mana hukum itu berada. Sementara Sciological Jurisprudence
adalah tumbuh di Amerika Serikat dan merupakan cabang dari ilmu hukum yang
mencoba menelaah masalah praktis atau pelaksanaan ketertiban hukum dalam
masyarakat.

2. Definisi Dan Cara Pembedaan Hukum


a. Definisi Hukum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hukum adalah peraturan atau adat
yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa,
pemerintah atau otoritas.
Sedangkan definisi hukum menurut para ahli adalah diantaranya sebagai berikut:
1) E.M. Meyers
Hukum ialah semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan
terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat, serta sebagai pedoman bagi
penguasa negara da lam melaksanakan tugasnya.
2) Utrecht
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh

17
Tulisan diambil dari berbagai sumber, khususnya dari tulisan Rusli Muhammad, Dosen FH UII Yogyakarta
41

anggota masyarakat yang bersangkutan, karena pelanggaran petunjuk hidup


tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
3) M.H. Tirtaatmadjaja
Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian jika melanggar norma itu akan membahayakan diri sendiri atau harta,
umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya.
4) S.M. Amin
Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi serta bertujuan mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan
manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
5) Simorangkir
Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah
laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta
bagi siapa yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman.
6) Notohamidjojo
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang
biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara
serta antarnegara, yang berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan daya
guna, demi tata dan damai dalam masyarakat.
Berdasarkan pengertian yang disampaikan oleh para ahli di atas, dapat difahami
bahwa pada intinya hukum merupakan sekumpulan aturan baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis yang berguna untuk mengatur kehidupan manusia
sebagai diri pribadi dan manusia sebagai anggota dari masyarakat
Menurut Purnadi dan Soerjono, pemberian arti tentang hukum disesuaikan
dengan konteksnya atau definisi yang bersifat kontekstual, sehingga setiap
bahasan tentang hukum dapat disesuaikan dengan tujuan dan konteksnya
sebagaimana berikut ini :
1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang tersusun secara
sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
2. Hukum sebagai disiplin adalah sistem ajaran tentang kenyataan yang dihadapi.
3. Hukum sebagai norma adalah pedoman perilaku yang pantas.
42

4. Hukum sebagai tata hukum adalah struktur dan proses perangkat kaidah
hukum yang berlaku pada masa sekarang dan tempat tertentu serta
berbentuk tertulis.
5. Hukum sebagai petugas adalah pribadi yang merupakan kalangan yang
berhubungan erat dengan penegakan hukum.
6. Hukum sebagai keputusan penguasa menurut Wayne La Favre adalah hasil
dari proses diskresi yang menyangkut pengambilan keputusan yang tidak
secara ketat diatur oleh peraturan tetapi dengan unsur yang berkenaan
dengan pertimbangan pribadi.
7. Hukum sebagai proses pemerintahan adalah proses hubungan timbal balik
antar unsur pokok dari system kenegaraan.
8. Hukum sebagai sikap prilaku yang teratur adalah prilaku yang diulang dengan
cara yang sama bertujuan untuk mencapai kedamaian.
9. Hukum sebagai jalinan nilai adalah jalinan dari konsepsi abstrak tentang apa
yang dianggap paling benar dan salah.
b. Keragaman Cara Pembedaan Hukum
Hukum juga memiliki keragaman arti juga memiliki keragaman dalam
pengaturannya sehingga dikenal bidang-bidang hukum. Di bawah ini pembedaan
hukum menurut kriteria yang umum digunakan sebagai berikut :
1) Dilihat dari segi eksistensi atau waktu.
a) Ius constituendum adalah kaidah hukum yang dicita-citakan.
b) Ius constitutum adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan
tempat tertentu.
2) Dilihat dari segi wilayah berlaku.
a) Hukum alam adalah hukum bersifat abadi yang timbul dari alam dan tidak
dibuat oleh manusia.
b) Hukum positif adalah kaidah hukum yang berlaku pada masa kini dan di
tempat tertentu.
3) Dilihat dari segi sifat fleksibilitas
a) Hukum imperatif adalah kaidah hukum memaksa yang secara apriori harus
ditaati.
43

b) Hukum fakultatif adalah kaidah hukum yang tidak secara apriori mengikat
atau tidak wajib dipatuhi sehingga ada kebebasan dalam membentuk
hukum yang sebanding antar pihak.

4) Dilihat dari segi isi


a) Hukum substantif adalah kaidah yang mengatur kepentingan-kepentingan
dan hubungan subyek-subyek hukum.
b) Hukum ajektif adalah kaidah yang memberikan pedoman untuk
menegakkan dan mempertahankan hukum substantif.

5) Berdasarkan wujud/bentuknya
a) Hukum tertulis, yaitu hukum yang ditulis/dicantumkan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Contoh : KUHP, KUH Perdata
b) Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih berlaku dan diyakini oleh
masyarakat serta ditaati sebagaimana suatu peraturan perundang-
undangan meskipun hukum ini tidak tertulis atau tidak dicantumkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, contoh: Hukum adat. Dalam
praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut juga kovensi,
contohnya pidato kenegaraan presiden setiap 16 Agustus.

6) Berdasarkan ruang dan wilayah berlakunya


a) Hukum local, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu. Contoh:
hukum adat Batak, Minangkabau, Rejang, Serawai, Lembak, dan
sebagainya.
b) Hukum nasional, yaitu hukum yang yang berlaku di negara tertentu.
Contoh: hukum Indonesia, hukum Malaysia, hukum Mesir dan sebagainya.
c) Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam
dunia internasional.

7) Berdasarkan lingkup pribadi yang diaturnya


a) Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi
satu golongan tertentu.
b) Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi
semua golongan warga negara.
44

c) Hukum antargolongan, yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih
yang masing-masing pihak tunduk pada hukum yang berbeda.

8) Berdasarkan isi masalah atau kepentingan yang dilindungi


a) Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara warga negara
dengan negara yang menyangkut kepentingan umum.
b) Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang
satu dengan yang lain dan bersifat pribadi.

9) Hukum menurut fungsi.


a) Hukum materiil, yaitu hukum yang berisi perintah dan larangan ( terdapat
di dalam undang-undang hukum pidana, perdata, dagang dan sebagainya)
b) Hukum formil, yaitu hukum yang berisi tentang tata cara nelaksanakan dan
mempertahankan hukum material (terdapat di dalam Hukum Acara Pidana,
Hukum Acara Perdata, dan sebagainya).
Hukum sebagai pengatur kehidupan bermasyarakat, baik hukum substantif maupun
hukum ajektif, memiliki sifat-sifat yang dualistis. Satu segi memberi perlindungan terhadp
hak-hak manusia tapi segi lain hukum itu pula merampas hak-hak tersebut. Hukum dapat
meruntuhkan suatu kekuasaan tapi hukum dapat pula menjadi alat potensial untuk
mempertahankan kekuasaan.

Unsur-Unsur Hukum Dan Keberadaan Hukum Di Masyarakat


1. Unsur-Unsur Hukum
Didalam hukum terdapat unsur-unsur yang merupakan refleksi dari manusia dan
masyarakat. Menurut Purnadi dan Soerjono, unsur-unsur hukum tersebut adalah :
1. Unsur idiel yaitu unsur yang berkaitan dengan ide, gagasan, dan pemikiran manusia
tentang hukum. Unsur idiel terdiri dari : a) Hasrat susila; b) Rasio manusia.
2. Unsur riel yaitu unsur yang berkaitan dengan hal-hal konkrit atau nyata. Unsur riel
terdiri dari : a) Manusia; b) Kebudayaan material; dan c) Lingkungan alam.
Kedua unsur tersebut bersumber pada manusia sebagai unsur utama yang merupakan
perpaduan dari unsur rohani dan jasmani yang tidak dapat dipisahkan, namun dapat
dibedakan. Oleh karena itu, setiap orang cenderung melakukan penilaian dan
pertimbangan dalam menentukan pilihan. Nilai adalah ukuran yang disadari atau tidak
45

disadari oleh suatu masyarakat untuk menetapkan sesuatu yang benar, yang baik dan
sebagainya.

2. Keberadaan Hukum Di Masyarakat


Hukum dibutuhkan oleh manusia karena hukum memiliki arti dan fungsi yang penting
bagi kehidupan manusia itu sendiri. Arti pentingnya hukum bagi manusia dan masyarakat
setidaknya dapat dilihat dari dua aspek. Pertama dengan melihat pada potensi hukum
sebagai sarana penyelesaian sengketa. Kedua, melihat kepada potensi hukum untuk
mempersatukan segenap unsur yang beragam di masyarakat.
Sejak zaman Yunani manusia dikatakan sebagai zoon politicon atau mahkluk politik yaitu
makhluk yang selalu hidup bersama dengan manusia lain secara berorganisasi. Selain itu
juga manusia cenderung mengadakan interaksi dengan manusia lain agar kebutuhan
dasar dan yang lainnya dapat terpenuhi. Kebutuhan dasar digunakan sebagai gagasan,
motivasi, dan tujuan bagi setiap orang untuk mencapainya. Menurut Maslow ada lima
kebutuhan dasar yaitu :
1. Pangan, sandang, papan.
2. Keselamatan diri dan pemilikan
3. Harga diri.
4. Aktualisasi diri.
5. Kasih sayang.
Hukum sebagai kebutuhan dasar maka hukum wajib diselenggarakan dan dipatuhi oleh
seluruh anggota atau warga masyarakat. Untuk menyelenggarakan hukum diperlukan
adanya lembaga yang didalamnya terdapat kumpulan orang yang diserahi tugas khusus.
Satjipto Rahardjo mengemukakan adanya empat ciri dari hukum sebagai institusi social
yaitu :
1. Stabilitas artinya hukum harus menjadi kebutuhan yang tetap pada setiap kebutuhan.
2. Kerangka sosial artinya hukum dimasukkan ke dalam kerangka social tentang skala
kebutuhan sosial yang dipriotitaskan untuk dipenuhi.
3. Norma-norma artinya memuat tentang pedoman dan aturan yang digunakan dalam
menyelenggarakan kebutuhan social yang bersangkutan.
4. Jalinan antarinstitusi artinya setiap kenutuhan dasar yang sudah dirumuskan ke
dalam norma-norma harus ada jaringan dan jalinan hubungan antarinstitusi.
46

c. Sisitem Hukum Nasional


Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri atas komponen-komponen atau unsur-unsur
yang satu sama yang lain berbeda, tetapi saling berkaitan dalam suatu pola, sehinngga
dapat diterapkan secara konsisten. Pada dasarnya, dilihat dari segi sejarah, Indonesia
menganut system hukum Eropa Kontinental. Hal ini disebabkan oleh adanya asas
konkordansi. Dalam prakteknya, system hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum
adat dan sistem hukum Islam.

Aliran-Aliran Dalam Sosiologi Hukum18


1. Aliran Positivism /Formalistis
Dalam bentuknya yang paling murni, maka positivisme hukum itu adalah aliran dalam
ilmu pengetahuan hukum, yang ingin memahami hukum (yang berlaku) itu semata-mata
“dari dirinya sendiri” dan menolak memberikan sedikit pun putusan nilai mengenai
peraturan hukum. (N. E. Algra dkk, 1977. hal 138).
Konsep Dasar
 Suatu tata hukum negara berlaku bukan karena mempunyai dasar kehidupan sosial,
bukan juga karena bersumber pada jiwa bangsa dan juga bukan karena hukum alam,
melainkan karena mendapatkan bentuk positifnya suatu instansi yang berwenang.
 Hukum harus dipandang semata-mata dalam bentuk formal, bentuk hukum formal
harus dipisahkan dari bentuk hukum material. Meskipun isi hukum bertentangan
dengan keadilan masyarakat hukum tersebut tetap berlaku.
Kebaikan:
 Menjamin adanya kepastian hukum
 Hukum mudah ditemukan karena tertampung dalam undang-undang.
 Adanya keseragaman undang-undang dan berlaku untuk semua orang.
 Adanya pegangan/pedoman yang jelas bagi penegak hukum.
Kelemahan:
 Hukum positif kadang-kadang tidak mampu untuk menghadapi suatu situasi di mana
hukum sendiri dijadikan alat ketidakadilan
 Hakim sebagai corong undang-undang
 Pemikiran hakim bersifat sillogismus
18
http://zriefmaronie.blogspot.com/2014/04/aliran-hukum-pemikiran-sosiolog-hukum.html
47

 Sulit mengikuti perkembangan masyarakat.


Tokoh-Tokoh Teori Positivisme Hukum:
John Austin.
Austin terkenal dengan pahamnya yang mengatakan bahwa:
1) pertama, hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan
tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum adalah perintah yang dibebankan
untuk mengatur makhluk berpikir, perintah mana dilakukan oleh makhluk berpikir
yang memegang dan mempunyai kekuasaan.
2) Kedua, hukum sebagai suatu sistem logika yang bersifa tetap dan tertutup, dan oleh
karena itu ajarannya dinamakan analytical jurisprudence.
3) Ketiga, hukum postif harus memenuhi beberapa unsur, yaitu unsur perintah, sanksi,
kewajiban, dan kedaulatan. Di luar itu bukanlah hukum, melainkan moral positif
(positive morality).

Hans Kelsen:
Hans kelsen terkenal dengan ajaran hukum murni (Reine Rechslehre). Teori ini
menerangkan bahwa hukum itu sesungguhnya haruslah merupakan sesuatu hukum, yang
dapat berlaku bagi semua orang tidak terkecuali yang dimurnikan sama sekali dari
berbagai unsur yang sangat berbahaya seperti politik, agama, sejarah, sosiologi, etik,
psikologi dan sebagainya. (N. E. Algra dkk, 1977. hal 140).
Murni di sini mempunyai dua arti: murni secara metodis (artinya dengan memakai
metode sendiri dari ilmu pengetahuan normatif) dan dimurnikan dari segala macam unsur
yang tidak yuridis.
Teori lain Hans Kelsen yang terkenal adalah “Stufentheorie”, yaitu menjelskan bahwa
sistem hukum hakikatnya merupakan ssistem hirarkis yang tersusun dari peringkat
terendah hingga peringkat tertinggi. Teori ini menerangkan bahwa berlakunya suatu
aturan hukum karena aturan itu berlandaskan pada suatu aturan yang lain, yang lebih
tinggi. Dan aturan lebih tinggi itu pada gilirannya berlandaskan pada aturan yang lebih
tinggi lagi (Stufenbau). Kaidah atau aturan yang merupakan puncak dari sistem
pertanggapan itu dinamakan sebagai kaedah dasar atau Grundnorm. Jadi menurut Kelsen,
setiap sistem hukum merupakan stufenbau dari pada kaidah-kaidah. Di puncak Stufenbau
48

tersebut terdapatlah Grundnorm yang merupakan kaedah dasar dari ketertiban hukum
nasional.

H.L.A. Hart.
Hart, membedakan positivisme seperti yang banyak disebut dalam Ilmu Hukum
Kontemporer sebagai;
1) pertama; anggapan bahwa undang-undang merupakan perintah manusia;
2) kedua; tidak perlu ada hubungan hukum dengan moral;
3) ketiga; konsepsi-konsepsi hukum layak dilanjutkan, harus dibedakan dari penelitian
historis mengenai sebab-sebab atau asal usul dari undang-undang dari penelitian-
penelitian sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala lainnya;
4) keempat; bahwa sistem hukum merupakan sistem tertutup.
5) kelima, anggapan bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau
dipertimbangkan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan
argumentsi rasional, pembuktian atau percobaan. (Friedmann, p.256-267).

H.L.A. Hart. Membagi aturan hukum menjadi :


1. Primary Rules, yakni aturan pokok yang menentukan suatu perbuatan “ini
boleh” dan “ini tidak boleh dikerjakan”.
2. Secondary Rules, yakni aturan pembantu yang memberi wewenang kepada yang
berwajib, yang telah mengadakan spesialiasi dalam pemeliharaan hukum. Aturan ini
seolah-olah merupakan aturan organisasi, yang memberikan struktur dalam
pembentukan dan pelaskanaan hukum. Ada tiga jenis aturan ini :
1. Seccondary rules of recognition, yakni aturan pembantu mengenai pengakuan
yang menyatakan kesahan aturan primer. misalnya sumber hukum formal, yakni
kebiasaan,undang-undang yurisprudensi dan perjanjian internasional.
2. Seccondary rules of change, yakni aturan pembantu untuk perubahan hukum .
Misalnya prosedur akan ditetapkan untuk pembentukan aturan hukum (misalnya
akan dibentuk badan pembuat undang-undang).
3. Seccondary rules of adjudication, aturan pembantu untuk membentuk pejabat
kehakiman. Misalnya aturan pembentukan badan yang menetapkan apabila
suatu aturan dibatalkan dan pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh
badan yang pertama diserahkan kepada badan lain.
49

2. Aliran Historis
Teori atau mashhaf ini, mempunyai pendirian yang sangat berbeda dengan aliran teori
hukum posivtisme. Aliran ini justru menekankan bahwa hukum hanya dapat dimengerti
dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan di mana hukum tersebut timbul.
(Soerjono Soekanto. 1997. p. 33).
Menurut aliran ini, Pembentuk undang-undang harus mendapatkan bahannya dari rakyat
dan ahli hukum dengan mempertimbangkan perasaan hukum dan perasaan keadilan
masyarakat. Demikianlah hukum tertulis akan menjadi hukum yang diterima masyarakat
sumber bahan hukum itu diambil, dan terhadap siapa hukum itu kemudian diterapkan.
Tanpa cara demikian undang-undang senantiasa akan menjadi sumber persoalan,
menghambat dan menghentikan pembangunan, atau bahkan akan merusak kebiasaan
hidup dan jiwa masyarakat. Hukum adalah bagian dari rohani mereka, yang juga
mempengaruhi perilaku mereka. Sumber hukum adalah jiwa masyarakat, dan isinya
adalah aturan tentang kebiasaan hidup masyarakat. Hukum tidak dapat dibentuk,
melainkan tumbuh dan berkembang bersama dengan kehidupan masyarakat.

Tokoh aliran ini adalah Friederich Karl von Savigny.


Pendapat Von Savigny bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum
masyarakat, bahwa semua hukum berasal dari adat-istiadat dan kepercayaan dan bukan
berasal dari pembentuk undang-undang. Dalam perkembangannya kemudian hukum
tidak semata-mata merupakan bagian dari jiwa rakyat, melainkan juga menjadi bidang
dari ilmu hukum Savigny menyebut hukum belakangan ini sebagai hukum sarjana dan
karenanya hukum dikelaskan menjadi dua bagian, yaitu pertama, hukum yang wajar,
yang hidup, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat, yaitu hukum kebiasaan, hukum
adat; dan kedua, hukum sarjana yang bersifat teknis.

3. Aliran Utilitarianism
Ajaran ini didasarkan pada hedonistic utilitarianism, yang menghendaki bahwa manusia
bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Prinsip
utama pemikiran teori ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum
adalah kesejahteraan yang sebesar-beasrnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi
seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan
50

dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientsi ini, maka isi hukum adalah ketentuan
tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan negara. (Lili Rasjidi 1993. hal 80).

Tokoh dari aliran ini adalah :


Jeremy Bentham:
Bentham banyak mengembangkan pikirannya untuk bidang pidana dan hukuman
terhadap tindak pidna. Menurut dia, setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman-
hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut, dan hendaknya penderitaan yang
dijatuhkan tidak lebih daripada apa yang didasarkan untuk mencegah terjadinya
kejahatan. (Soerjono Soekanto. 1988, hal 35.

Rudolph von Jhering.


Ajaran biasanya disebut dengan sosial utilitasrianism. Ia smenganggap bahwa hukum
merupakan alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya, hukum sebagai sarana untuk
mengendalikan individu-individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakast di
mana mereka menjadi warganya. Hukum juga merupakan suatu alat yang dapat
dipergunakan untuk melakukan perubahan-perubahan sosial

4. Aliran Sociological Jurisprudence


Aliran ini menghendaki bahwa hukum tidak hanya dapat dilihat dari dalam hukum itu
sendiri, melainkan mencoba memandangnya dari sudut sosialnya.
Tokoh-Tokoh dan Pandangannya.
Euqen Ehrlich
Ajarannya adalah berpokok pada pembedaannya antara hukum positif dengan hukum
yang hidup (living law). Hukum piositif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum
yang hidup dalam masyarakat. Lebih lanjut dikatakan bahwa proses perkembangan
hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, badan yudikatif ataupun ilmu
hukum, akan tetapi justru terletak di dalam masyarakat itu sendiri. Tata tertib dalam
masyarakat didasarkan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh negara.
Roscoe Pound
Pendapatnya adalah bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga
kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Hukum
adalah salah satu bentuk sarana kontrol sosial yang khusus dan harus diefektifkan
51

berdasarkan seperangkat norma kewenangan sebagaimana didayadunakan dalam proses-


proses yudisial dan atau administratif. Pound, membedakan antara hukum sebagai suatu
proses (law in action) dan hukum yang t5ertulis (law in books). Pembedaan ini dapat
diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif maupun hukum ajektif.

5. Aliran Hukum Realis-Pragmatis (Pragmatic Legal Realism)


Aliran ini memberikan perhatian terhadap penerapan hukum dalam kehidupan
masyarakat (bernegara). Hal terpenting bagi teori ini adalah bagaimana hukum itu
diterapkan dalam kenyataan, dan hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dijalankan
itu. Hukum bukanlah apa yang tertulis dengan indah dalam undang-undang, melainkan
adalah apa yang dialakukan oleh aparat penyelenggara hukum atau siapa saja yang
melakukan fungsi pelaksana hukum (Lili Rasjidi. 1993. hal 85.)
Penekanan penting yang diberikan oleh Aliran Hukum Realis adalah :
 Pertama, esensi praktik hukum sebagai esensi senyatanya dari hukum.
 Kedua, bahwa undang-undang bukanlah keharusan yang serta merta mampu
mewujudkan tujuan hukum, melainkan mendapat pengaruh besar dari unsur-unsur di
luar undang-undang.
 Ketiga, aparatur penyelenggara hukum dan masyarakat tempat hukum itu
diterapkan bukanlah komponen-komponen mekanis yang serta merta (secara
otomatis) mentaati perintah hukum, melainkan merupakan komponen-komponen
kehidupan yang memiliki kemampuan untuk menyampinginya.
Tokoh-Tokoh dan Pandangannya:
Oliver Wendell Holmes
Menurutnya, seorang ahli hukum harus menghadapi gejala kehidupan sebagai suatu
kenyataan yang realistis. Mereka harus tahu bahwa yang menentukan nasib pelaku
kejahatan bukan rumusan sanksi dalam undang-undang, melainkan pertanyaan-
pertanyaan dan keputusan hakim. Kewajiban hukum hanyalah merupakan suatu dugaan
bahwa apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai
dengan keputusan suatu pengadilan.
Karl Llewellyn
Konsepnya yang terkenal dengan konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan
menyatakan bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum, akan tetapi bahkan
52

membentuk hukum . Seorang hakim selalu harus memilih, dia yang menentukan prinsip-
prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana yang akan menang. Suatu putusan
pengadilan biasanya dibuat atas dasar konsepsi-konsepsi hakim yang bersangkutan
tentang keadilan, dan kemudian dirasionalisasikan di dalam suatu pendapat tertulis.

John Champion Gray


Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap hakim-hakim di Amerika ia berkesimpulan
bahwa hakim-hakim Amerika bukan pribadi yang bebas dari anasir nonhukum dalam
menjatuhkan putusannya. Di samping unsur logika sebagai faktor utama pengambilan
keputusan, mereka juga dipengaruhi oleh subjektivitas pribadinya dan unsur-unsur non
logika lainnya. Maka hukum bukanlah closed logical system, melainkan open logical
system. Hukum bukanlah hukum dalam kitab undang-undang, melainkan apa yang
ternyata (berlaku) dalam praktik.

PEMBEDAAN JENIS HUKUM MENURUT PEMIKIRAN PARA SOSIOLOG


1. Emil Durkheim :
Durkheim membagi 2 macam hukum, yaitu :
1. Hukum Represif, yaitu hukum yang sanksi-sanksinya mendatangkan penderitaan
bagi mereka yang melanggar kaidah hukum yang bersangkutan. Sanksi kaidah
hukum tersebut menyangkut hari depan kehormatan seseorang warga masyarakat
atau bahkan merampas kemerdekaan dan kenikmatan hidupnya .
2. Hukum Restitutif, yaitu hukum yang tujuan utamanya bukan mendatangkan
penderitaan, melainkan untuk mengembalikan kaidah pada situasi semula
(pemulihan keadaan), sebelum terjadinya kegoncangan sebagai akibat
dilanggarnya suatu kaidah hukum.
2. Max Weber:
Max Weber mengemukakan tentang empat tipe ideal dari hukum, yaitu :
1. Hukum irrasional dan material, yaitu di mana pembentuk undang-undang dan
hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa
menunjuk pada suatu kaidah pun.
2. Hukum irrasional dan formal, yaitu di mana pembentuk undang-undang dan
hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal, misalnya didasarkan pada
wahyu atau ramalan.
53

3. Hukum rasional dan material, di mana keputusan-keputusan para pembentuk


undang-undang, dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijakan penguasa
atau ideologi.
4. Hukum rasional dan formal yaitu di mana hukum dibentuk semata-mata atas
dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

3. Philippe Nonet dan Philip Selznick.


Mengemukakan suatu teori mengenai tiga keadaan dasar hukum dalam masyarakat :
a. Hukum Represif, yakni hukum yang mengabdi kepada kekuasaan dan tertib sosial
yang represif. Perhatian paling utama hukum represif adalah dengan dipeliharanya
atau diterapkannya tertib sosial, ketertiban umum, pertahanan otoritas, dan
penyelesaian pertikaian.
b. Hukum Otonom, yakni hukum yang berorientasai pada pengawasan kekuasaan
represif. Sifat-sifat yang terpenting adalah :
1) Penekanannya pada aturan hukum sebagai upaya untuk mengawasi
kekuasaan resmi;
2) Adanya pengadilan yang dapat didatangi secara bebas, yang tidak dapat
dimanipulasi oleh kekoasaan politik dan ekonomi, serta memiliki otoritas
eksklusif untuk mengadili.
3) Penegakan atas kepatuhan terhadap hukum akan melahirkan pandangan
tentang hukum sebagai sarana kontrol sosial.
c. Hukum Responsif, yakni hukum yang bertujuan melayani kebutuhan dan
kepentingan sosial yang dialami dan ditemukan oleh rakyat. Karakteristik yang
menonjol adalah;
1) Pergeseran penekanan dari aturan-aturan ke prinsip-prinsip dan tujuan;
2) Pentingnya kerakyatan baik sebagai tujuan hukum maupun cara untuk
mencapainya.

4. Satjipto Rahardjo
Satjipto Rahardjo mengemukakan tentang Teori Hukum Progresif. Teori Hukum
Progresif ini menegaskan bahwa hukum adalah untuk manusia, dan bukan sebaliknya.
“Hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur,
dan cita-cita”.
54

Satjipto Raharjo yang menyatakan pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis
dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia
menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia,
bukan sebaliknya. Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas
dari kepentingan manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk
mengabdi pada kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut
“ideologi” : Hukum yang pro-keadilan dan Hukum yang Pro-rakyat.
Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum progresif,
proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tetapi pada kreativitas pelaku
hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para pelaku
hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang
kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan peraturan
(changing the law). Peraturan buruk tidak harus menjadi penghalang bagi para
pelaku hukum progresif untuk menghadikarkan keadilan untuk rakyat dan pencari
keadilan, karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap kali
terhadap suatu peraturan. Untuk itu agar hukum dirasakan manfaatnya, maka
dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif menterjemahkan hukum itu dalam
kepentingan-kepentingan sosial.
Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung ditemukan lewat proses
logis formal. Keadilan justru diperoleh lewat institusi, karenanya, argument-argumen
logis formal “dicari” sesudah keadilan ditemukan untuk membingkai secara yuridis-
formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh karena itu konsep hukum
progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri, melainkan untuk tujuan yang
berada di luar dirinya.

PEMBENTUKAN HUKUM
Dalam sistem hukum Indonesia berdasarkan UUD 1945, proses pembuatan atau
pembentukan hukum diuraikan sebagai berikut :
1. Pembentukan hukum perundang-undangan
Dalam sistem hukum nasional Indonesia berdasarkan UUD 1945, hukum perundang-
undangan meliputi Undang-Undang Dasar, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Mentri, dan seterusnya.
55

Undang-Undang Dasar dan TAP MPR ditetapkan oleh MPR, sedangkan UU dibentuk
oleh Presiden bersama-sama dengan DPR. Sementara itu, Perpu dibuat oleh Presiden
tetapi dalam waktu satu tahun sudah harus dimintakan persetujuan DPR. Jika
disetujui, Perpu meningkat statusnya menjadi UU dan jika ditolak maka Perpu harus
dicabut dan tidak dapat diajukan lagi di DPR pada masa sidang berikutnya.
PP dibuat sendiri oleh pemerintah tanpa persetujuan DPR dan biasanya PP dibuat
atas perintah UU untuk melaksanakan suatu UU. Karena itu, PP tidak bisa berdiri
sendiri tanpa pendelegasian dari materi UU yang sudah lebih dahulu. Sedangkan
Peraturan Presiden dibentuk sendiri oleh Presiden tanpa perlu dikaitkan dengan
pendelegasian materi dari UU.

2. Pembentukan hukum yurisprudensi


Yurisprudensi terbentuk atas dasar keputusan hakim yang telah mendapat kekuatan
hukum tetap. Putusan hakim yang demikian dapat dijadikan sandaran bagi hakim
berikutnya dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum sejenis di kemudian hari dengan
mempertimbangkan fakta-fakta baru, baik karena perbedaan ruang dan waktu
maupun karena perbedaan subjek hukum yang terlibat. Asas-asas dan prinsip hukum
yang ditemukan dalam kasus-kasus yang diselesaikan dapat diambil menjadi dasar
hukum untuk memutuskan perkara yang dihadapi.
3. Pembentukan hukum adat
Hukum adat terbentuk melalui proses pelembagaan nilai-nilai dan proses
pengulangan perilaku dalam kesadaran kolektif warga masyarakat menjadi norma
yang dilengkapi dengan sistem sanksi. Secara sederhana, dapat digambarkan bahwa
proses terbentuknya suatu norma hukum dimulai dengan adanya perbuatan individu
yang berulang-ulang dan menjadi kebiasaan pribadi. Perbuatan pribadi itu lama
kelamaan diikuti orang lain secara berulang-ulang pula. Makin banyak orang yang
terlibat dalam proses pengulangan dan peniruan, maka terbentuk suatu kebiasaan
kolektif yang dinamakan adat-istiadat. Kriteria yang mudah untuk mengenali suatu
kebiasaan kolektif itu, biasanya dikenakan sanksi sosial pula.
4. Pembentukan hukum volunter
Hukum volunter dalam perkembangan praktek dalam masyarakat biasa tumbuh
sendiri sesuai dinamika kehidupan bermasyarakat sebagaimana yang berkembang
56

dalam lingkungan masyarakat seperti yang disebut di atas. Bedanya hanyalah bahwa
sistem yang berkembang dalam praktek transaksi hukum di sini, terlibat berbagai
logika hukum yang berasal dari banyak sumber luar kesadaran masyarakat itu sendiri.
5. Pembentukan doktrin ilmu hukum
Pendapat hukum di kalangan ahli hukum dapat pula berkembang menjadi norma
hukum tersendiri, terutama jika pendapat itu diikuti oleh orang lain. Proses
terbentuknya kurang lebih sama juga dengan proses hukum adat ataupun proses
hukum dalam praktek. Bedanya hanyalah terletak pada sumber awalnya. Hukum adat
bermula dari perbuatan individu yang berkembang menjadi kesadaran kolektif dalam
masyarakat yang bersangkutan. The professional’s law bermula dari pengalaman
subjek hukum yang bersangkutan. Sedangkan doktrin ilmu hukum berawal dari suatu
pendapat hukum dari seorang akademisi yang karena otoritasnya kemudian diikuti
oleh orang lain menjadi pandangan banyak orang
6. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi terbentuknya Hukum.
1) Faktor eksternal, yakni faktor-faktor yang berada diluar hukum itu sendiri mis. :
 Faktor ekonomi
 Faktor kekuasaan
 Faktor politik
 Faktor budaya
 Faktor agama
2) Faktor Internal, yakni faktor yang berada di dalam hukum itu sendiri. Artinya
adanya kondisi-kondisi tertentu yang berkaitan dengan hukum itu sendiri yang
mengharuskan dibentuknya hukum tersebut, mis :
 Perintah UUD yang menghendaki adanya suatu undang-undang.
 Adanya UU yang menghendaki peraturan pelaksananya.
 Adanya kekosongan hukum.

Tahap Pembentukan Hukum


1. Tahap Inisiasi, Yaitu tahap di mana munculnya gagasan dalam masyarakat tentang
suatu persoalan yang dirasakan penting dan merupakan suatu kebutuhan. Gagasan
ini muncul berkaitan dengan adanya kondisi atau suatu peristiwa yang menghendaki
segera adanya perangkat hukum yang mengaturnya.
57

2. Tahap Socio-politik, adalah tahap pematangan dan penajaman gagasan, di mana


gagasan yang muncul diolah oleh masyarakat melalui berbagai kegiatan,
misalnya gagasan tersebut dibicarakan, didiskusikan, dikritik, dipertahankan melalui
pertukaran pendapat antara berbagai golongan dan kekuatan dalam masyarakat.
3. Tahap yuridis, Yaitu tahap penyusunan bahan ke dalam rumusan hukum dan
kemudian diundangkan. Tahap ini telah melibatkan para tenaga ahli yang
berpendidikan hukum.

7. Proses terbentuknya Nilai, Moral dan Hukum


Permasalahan-permasalahan sosial selalu ada dalam suatu masyarakat ataupun
Negara. Untuk mengatasi permasalah sosial tersebut dibutuhkanlah yang dinamakan
dengan moralitas dan hukum, baik moralitas dan hukum dalam artian masing-
masing”, maupun moralitas dan hukum sebagai satu kesatuan yang dikenal dengan
istilah Hukum Moral. Hukum ini berbedda dengan hukum lainnya, yaitu sebagai
“tatanan pengarah” manusia untuk mencapai ketertiban dan keadilan. Hukum moral
sendiri meliputi rangkaian aturan permanen, seperti kewajiban menghormati kontrak
antar pribadi, larangan untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain.
Terdapat 5 fungsi perumusan hukum moral.
1. Mewariskan himpunan kebijakan dari jaman dulu kepada generasi sekarang dan
yang akan dating.
2. Mengusahakan keamanan secara psikologis dan sosial.
3. Membantu manusia mengambil keputusan dan mencegah terjadinya ”Paralis
moral”.
4. Membantu manusia untuk mengenal kekurangan-kekurangan dan kegagalan-
kegagalan sehingga manusia dapat memperbaiki diri.
5. Membagikan pengalaman supaya bisa tercipta tingkah laku personal dan sosial.
Supaya hubungan manusia dalam masyarakat dan Negara terlaksana sebagaimana
yang diharapkan, maka diciptakan norma-norma yang bersumber pada nilai-nilai dan
moral masyarakat melalui tahapan berikut ini:
1. Cara (Usage) yaitu menunjuk pada suatu kegiatan.
2. Kebiasaan (Folkway), yaitu perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.
58

3. Tata kelakuan (mores), yaitu kebiasaan yang dianggap sebagai cara berperilaku
dan diterima norma-norma pengatur.
4. Adat istiadat (custom), yaitu tata kelakuan yang kekal serta kuat intergrasinya
dengan pola-pola masyarakat, disertai sanksi-sanksi tertentu

8. Kesadaran hukum dalam Masyarakat


Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektifitas
hukum. Uuntuk menggambarkan keterkaitan antara kesadaran hukum dengan
ketaatan hukum terdapat suatu hipotesis yang dikemukakan oleh Berl Kutchinsky,
yaitu “a ‘strong legal consciousness’ is sometimes considered the cause of adherence
to law (sometimes it is just another word for that) while a weak legal conciousness’ is
considered to cause of crime and evil” (= Kuatnya kesadaran hukum kadang-kadang
dipertimbangkan menjadi penyebab ketaatan hukum (meskipun hanya sekedar kata-
kata saja), sedangkan lemahnya kesadaran hukum dipertimbangkan menjadi
penyebab terjadinya kejahatan dan malapetaka).
Kesadaran hukum memiliki perbedaan dengan perasaan hukum. Perasaan hukum
diartikan sebagai penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat
dalam kaitannya dengan masalah keadilan
Faktor faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum adalah :
1. Compliance. Diartikan sebagai suatu kepatuhan berdasarkan pada harapan akan
suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi
yang mungkin dikenakan apabila seorang melanggar ketentuan hukum, baik
hukum formal ataupun berdasarkan norma – norma masyarakat
2. Identification. Terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah-kaidah hukum bukan ada
karena nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok serta
hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum
tersebut tetap terjaga
3. Internalization. Seseorang mematuhi hukum dikarenakan secara instrinsik
kepatuhan tadi mempunyai imbalan
4. Society Interest. Maksunya ialah kepentingan-kepentingan para warga
masyarakat terjamin oleh wadah hukum yang ada.
59

Kesadarann hukum berkaitan dengan nilai-nilai yagn tumbuh dan berkembang di


masyarakat, dengan demikian masyarakat menaati hukum bukan karena paksaan,
terdapat 4 indikator kesadaran hukum ,yaitu:
1. pengetahuan hukum, yaitu pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku
tertentu yang sudah diatur oleh hukum, yang dimaksud disnii adalah hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis ( norma – norma atau aturan aturan dalam
masyarakat).
2. Pemahaman hukum, Pemahaman hukum dalam adalah sejumlah informasi yang
dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu.
3. Sikap hukum, Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum
karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat
atau menguntungkan bila di taati
4. Pola perilaku hukum. Pola perilaku huku merupakan hal yang utama dalam
kesadaran hukum, karena disni dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku
atau tidak di dalam masyarakat dengan demikian seberapa jauh kesadaran
hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu
masyarakat.

KEBERLAKUAN KAIDAH HUKUM


1. Teori-teori Berlakunya Hukum
Keberlakuan hukum merupakan keterikatan kewajiban manusia terhadap hukum
dimana hukum itu diberlakukan kepadanya. Apabila ada hukum/peraturan yang
diberlakukan terhadap dirinya, maka seseorang wajib mentaatinya. Teori berlakunya
hukum kepada manusia/masyarakat ini adalah :
1. Keberlakuan hukum secara filosofis
Teori Keberlakuan hukum secara filosofis dibedakan atas :
1) Teori Teorkrasi/Teori Ketuhanan
Teori ini menjelaskan bahwa hukum berasal dari Tuhan Yang Maha Esa,
manusia diperintahkan Tuhan harus tunduk pada hukum. Oleh karena itulah
maka berlakunya hukum adalah atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
60

2) Teori Kedaulatan Rakyat


Menurut teori ini hukum itu adalah kemauan orang seluruhnya yang telah
mereka serahkan kepada suatu organisasi (yaitu Negara) yang telah lebih
dahulu mereka bentuk dan diberi tugas membentuk hukum yang berlaku
dalam masyarakat. Orang mentaati hukum, karena orang sudah berjanji
mentaatinya. Teori ini dapat juga disebut Teori perjanjian Masyarakat.
3) Teori Kedaulatan Negara
Teori ini mengatakan bahwa kekuasaan hukum tidak dapat didasarkan atas
kemauaan bersama seluruh anggota masyarakat. Hukum adalah kehendak
Negara dan Negara itu mempunyai kekuasaan (power) yang tidak terbatas.
Oleh karena itu hukum itu ditaati ialah karena negaralah yang
menghendakinya. Penganjur Teori ini adalah Hans Kelsen dalam buku “Reine
Rechtslehre” mengatakan, bahwa hukum itu ialah tidak lain daripada
“kemauan Negara”. Namun demikian Hans Kelsen mengatakan bahwa orang
taat kepada hukum bukan karena Negara menghendakinya, tetapi orang taat
pada hukum karena ia merasa wajib menataatinya sebagai perintah Negara.
4) Teori Kedaulatan Hukum
Pelopor teori ini adalah H. Krabbe, yamh mengajarkan, bahwa sumber hukum
ialah “rasa keadilan”. Menurutnya hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa
keadilan dari orang banyak yang ditundukkan padanya. Suatu peraturan-
perundangan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan dari jumlah terbanyak
orang, tidak dapat mengikat. Peraturan-peraturan yang demikian bukanlah
“hukum”. Berdasarkan teori ini orang mematuhi hukum karena hal itu berarti
telah memenuhi rasa keadilan dari orang banyak yang ditundukkan padanya
oleh hukum itu sendiri.

2. Keberlakuan hukum secara sosiologis


Berlakunya kaidah hukum secara sosiologis dapat dibedakan menjadi dua :
a. Tori pengakuan, yang mengatakan bahwa keberlakuan hukum dalam
masyarakat itu adalah apabila kaidah hukum tersebut diterima dan diakui
masyrakat.
61

b. Teori paksaan mengatakan bahwa berlakunya kaidah hukum apabila kaidah


hukum tersebut dipaksakan oleh penguasa.
3. Keberlakuan hukum secara yuridis.
 Menurut Hans Kelsen : Kaedah hukum berlaku secara yuridis, apabila
penentuannya didasarkan pada kaedah yang lebih tinggi tingkatannya, atau
dibentuk menurut cara yang telah ditetapkan, atau apabila menunjukkan
hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibat.
 Menurut Zeven Bargen: Berlakunya kaidah hukum secara yuridis apabila kaidah
hukum itu terbentuk sesuai dengan tata cara atau prosedur yang berlaku
 Menurut Gustaf Radbruch : Di dalam mencari dasar dari keberlakuan kaedah
hukum secara yuridis hendaklah dilihat dari kewenangan-kewenangan
pembentuk undang-undang.

2. Keberlakuan Hukum Dalam masyarakat


1. Keberlakuan Faktual Atau Empiris
Yang dimaksud keberlakuan empiris yakni apabila para warga, dipandang secara
umum, berperilaku dengan mengacu pada keseluruhan kaidah hukum, atau dapat
pula dikatakan kaidah hukum itu efektif. Keberlakuan empirik suatu kaidah hukum
dapat pula dalam suatu arti lain, yakni apabila keseluruhan perangkat hukum
secara umum oleh pejabat hukum yang berwenang diterapkan dan ditegakkan.
(J.J.H. Burggink. 1996)
2. Keberlakuan Normatif
Dapat dikatakan keberlakuan normatif kaidah hukum adalah apabila kaidah itu
merupakan bagian dari suatu sistem kaidah hukum tertentu yang di dalam kaidah-
kaidah hukum itu saling menunjuk yang satu terhadap lain. Sistem kaidah hukum
yang demikian itu terdiri atas suatu keseluruhan hierarkhi kaidah hukum khusus
yang bertumpu pada kaidah-kaidah hukum umum. Di dalamnya, kaidah hukum
khusus yang lebih rendah diderivasi dari kaidah hukum umum yang lebih tinggi.
Dalam hal ini Kelsen menyatakan bahwa suatu kaidah hukum baru memiliki
keberlakuannya jika kaidah itu berlandaskan pada suatu kaidah hukum yang lebih
tinggi.
62

3. Keberlakuan Evaluatif Kaidah Hukum


Keberlakuan evaluatif suatu kaidah hukum dapat dilihat dari dua segi.
 Pertama, dari segi empirik jika kaidah hukum itu oleh seseorang atau
masyarakat jelas-jelas menyatakan menerima kaidah hukum itu.
 Kedua, dari segi filosofis, jika kaidah hukum itu oleh seseorang atau suatu
masyarakat berdasarkan isinya dipandang bernilai atau penting.

CITA HUKUM, TUJUAN HUKUM, DAN FUNGSI HUKUM


1. Cita Hukum
Secara umum konsepsi tentang cita hukum (rechtidee) disampaikan oleh Gustaf
Radburg, bahwa hukum itu harus menjamin rasa keadilan masyarakat, dapat
memberikan kepastian hukum, serta mendatangkan manfaat/hasil guna. Dalam
perumusan hasil seminar “Temu Kenal Cita Hukum dan Penerapan Asas-asas Hukum
Nasional” disebutkan bahwa “Cita hukum (rechtsidee) mengandung arti bahwa pada
hakikatnya hukum sebagai aturan tingkah laku masyarakat berakar pada gagasan,
rasa, karsa, cipta dan pikiran dari masyarakat itu sendiri” (BPHN;1995;247). Jadi, cita
hukum adalah gagasan, karsa, cipta dan pikiran berkenaan dengan hukum atau
persepsi tentang makna hukum, yang dalam intinya terdiri atas tiga unsur: keadilan,
kehasil-gunaan (doelmatigheid) dan kepastian hukum.
Dalam upaya lebih memahami tentang Rechtside atau cita hukum, Koesnoe
menyatakan bahwa cita hukum itu merupakan nilai hukum yang diramu dalam
kesatuan dengan nilai-nilai lainnya, yang menunjukan pula sejauh mana fenomena
kekuasaan terintgrasi padanya. Cita hukum itu meliputi segi formalnya, yaitu sebagai
suatu wadah nilai-nilai hukum. Segi material cita hukum adalah sebagai nilai hukum
yang telah diramu dalam satu kesatuan dengan nilai-nilai, fenomena kekuasaan,
menurut cita rasa budaya masyarakat yang bersangkutan.
Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila. Pancasila adalah pandangan
hidup bangsa Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa Indonesia tentang
hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia serta manusia
dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual di
dalam masyarakat dan alam semesta. Secara formal Pancasila dicantumkan dalam
63

pembukaan UUD 1945, khususnya dalam rumusan lima dasar kefilsafatan negara,
dan dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal-Pasal UUD tersebut.
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya dalam rumusan
lima dasar kefilsafatan bernegara, dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dalam UU No 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terutama Pasal 2 yang menyatakan
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum
bagi kehidupan hukum di Indonesia, maka hal tersebut dapat diartikan bahwa
“Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila”.
Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara merupakan
grundnorm dalam sistem hukum Indonesia yang memberikan arah dan jiwa serta
menjadi paradigma norma-norma dalam pasal-pasal UUD 1945. Interpretasi norma
hukum dalam UUD 1945 sebagai hukum tertinggi akan didasarkan pada jiwa bangsa
dalam Pancasila yang berfungsi sebagai cita hukum yang akan menjadi dasar dan
sumber pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa yang menjadi pedoman dalam
pembentukan undang-undang dan peraturan lain yang lebih rendah. Cita hukum dan
falsafah hidup serta moralitas bangsa yang menjadi sumber segala sumber hukum
negara akan menjadi satu fungsi krisis dalam menilai kebijakan hukum (legal Policy)
atau dapat dipergunakan sebagai paradigma yang menjadi landasan pembuatan
kebijakan (policy making) dibidang hukum dan perundang-undangan maupun bidang
sosial, ekonomi, dan politik (Siahaan:2008;592).
2. Tujuan Hukum
Sebagai bagian dari kebudayaan, dan manusia atau masyarakat adalah pendukung
dari kebudayaan tersebut, maka hukum selalu ada dimana masyarakat itu berada (ubi
societas ibi ius). Keberadaan hukum tersebut, baik pada masyarakat yang modern
atau masyarakat primitif atau yang masih sederhana menunjukkan bahwa hukum
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Tujuan
pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan
64

ketertiban dan keseimbangan dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat,


diharapkan kepentingn manusia akan terlindungi dalam mencapai tujuannya,hukum
berfungsi membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat,
membagi wewenang dan mengatur cara memcahakan masalah hukum sert
memelihara kepastian hukum.
Tujuan dari hukum itu sendiri, sebagaiman definisi dari hukum yang beraneka, para
ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda pula. Dalam literatur dikenal
beberapa teori tentang tujuan hukum. Kepastian hukum secara normatif adalah
ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur sevara
jelas dan logis. Jelas dalama artian tidak menimbulkan keragua-raguan (multi taafsir)
dan logis dala artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari
ketidakpastian aturan dapar berbentuk kontestasinorma, reduksi norm, atau distorsi
norma.
 Utrecht, Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adnya kepastian hukum
dalam pergaulan hidup manusia. Kepastian hukum disini diartikan sebagai harus
menjamin keadilan serta hukum tetap berguna,yang kemudian tersirat tugas
lainnya yaitu agar hukum dapat menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main
hakim sendiri.
 Menurut Van Apeldoorn, Tujuan Hukum adalah untuk mengatur tata tertib di
dalam masyarakat dengan damai dan adil. Untuk kedamaian hukum, masyarakat
yang adil harus diciptakan dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan
yang bertentangan satu dan lainnya. Di samping tujuan tersebut, Tujuan hukum
adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki
perdamaian. Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan
melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan,
kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang merugikan.
 Menurut Subekti, Tujuan Hukum adalah untuk melayani kehendak negara, yaitu
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyat. Dalam melayani tujuan
negara, hukum memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
65

 Menurut J. Van Kan, Tujuan Hukum yaitu untuk menjaga kepentingan tiap-tiap
manusia agar tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, dicegah terjadinya perilaku
main hakim sendiri terhadap orang lain karena tindakan itu dicegah oleh hukum.
 Purnadi dan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa, Tujuan Hukum ialah
untuk kedamaian hidup antarpribadi yang meliputi ketertiban eksternal,
antarpribadi dan ketenangan internal pribadi.
 Tujuan Hukum menurut S. M Amin adalah untuk mengadakan ketertiban dalam
pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
 Menurut Soejono Dirdjosisworo, Tujuan Hukum adalah untuk melindungi individu
dalam berhubungan dengan masyarakat, sehingga dapat diharapkan terwujudnya
keadaan aman, tertib dan adil.
 Roscoe Pound mengatakan bahwa hukum bertujuan untuk merekayasa
masyarakat, artinya hukum sebagai alat perubahan sosial. Intinya adalah hukum
sebagai sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik,
secara pribadi maupun di dalam hidup bermasyarakat.
 Tujuan Hukum menurut pendapat Bellefroid ialah untuk menambah kesejahteraan
umum atau kepentingan umum, yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua
anggota masyarakat.
 Van Kant mengatakan Hukum Bertujuan untuk menjaga kepentingan manusia
agar tidak dapat diganggu.
 Suharjo (Mantan menteri kehakiman), Tujuan Hukum adalah untuk mengayomi
manusia, baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya
untuk menciptakan kondisi masyarakat di dalam proses yang berlangsung secara
wajar. Adapun secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang
sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.
 Menurut Wasis Sp, Tujuan Hukum adalah mengatur dan mengendalikan
kehidupan manusia agar kehidupan selalu berada dalam keamanan, keadilan,
ketentraman dan kesejahteraan.
 Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa Tujuan Hukum diciptakan untuk
meluruskan kehidupan manusia dan menegakkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat pada suatu negara yang merdeka dan berdaulat.
66

 Tujuan Hukum yang paling utama menurut Sutjipto Rahardjo adalah membimbing
manusia pada kehidupan yang baik, aman, tenteram, adil, damai dan penuh kasih
sayang.
 Teori etis (etische theorie)
Menurut teori ini, hukum hanya semata-mata bertujuan mewujudkan keadilan.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh filsuf yunani, Aristoteles, dalam karyanya
Eticha Nicomachea dan Retorika, yang menyatakan bahwa hukum mempunyai
tugas yang suci, yaitu memberi kepada setiap orang sesuatu yang ia berhak
menerimanya. (Ridwan Syahrani, 1988: 23-27 ). Geny termasuk salah seorang
pendukung teori ini.
 Teori utilities
Menurut teori ini, hukum ingin menjamin kebahagiaan terbesar bgi manusia
dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the gretest happiness for the the great
number). Tujuan hukum memberi manfaat/kebahagiaan terbesar bagi bagian
tersesar orang. Penganutny anatara lain Jeremy Bentham. Teori ini juga berat
sebelah.
 Teori campuran
Menurut Mochtar kusuma Atmadja tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah
ketertiban. Keburtuhan akan ketertiban ini syarat pokok bagi adanya suatu
masyarakat yang teratur. Disamping ketertiban, tujuan hukum lain adalah
mencapai keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menjadi masyarakat dan
jamannya.
 Menurut hukum positif kita (UUD 1945)
tujuan hukum adalah untuk membentuk suatu pembentukan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
indonesia,dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan
bangsa Indonesia serta ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekan, perdamaian abadi, dan keadlian sosial.19.
Pada hakikatnya tujuan hukum menghendaki keseimbangan kepentingan, ketertiban,
keadilan, ketentraman, kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan bagi setiap
manusia. Hukum menghendaki pelayanan kepentingan setiap orang, baik secara
19
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2013, hal 71-75
67

individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang
selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya, sehingga
pada intinya tujuan hukum adalah terciptanya kebenaran dan keadilan.

3. Fungsi Hukum
Fungsi hukum dalam kehidupan manusia terus berkembang sejalan dengan
perkembangan masyarakat dimana hukum tersebut berada. Namun, secara garis
besar fungsi hukum dapat diulihat sebagai sarana pengendalian sosial yaitu fungsi
hukum yang menjalankan tugas untuk mempertahankan ketertiban atau pola
kehidupan yang ada. Di samping itu, hukum mupakan salah satu sarana perubahan
sosial yang ada di dalam masyarakat. Terdapat suatu hubungan interaksi antara
sektor hukum dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Adanya perubahan
hukum akan mempengaruhi perubahan sosial yang ada di masyarakat begitupun
sebaliknya perubahan soaial dalam masyarakat juga akan mempengaruhi perubahan
hukum. Perubahan kekuasaan juga berpengaruh terhadap perubahan hukum.
Beberapa fungsi hukum menurut para ahli adalah sbb :
Menurut M. Friedman, Fungsi hukum yaitu sebagai berikut :
1. Rekayasa sosial (Social Engineering) As a tool of social engineering (hukum
sebagai alat perubahan sosial) artinya hukum berfungsi menciptakan kondisi
social yang baru, yaitu dengan peraturan-peraturan hukum yang diciptakan dan
dilaksanakan, terjadilah perubahan social dari keadaan hidup yang serba terbatas
menuju keadaan hidup yang lebih baik.
2. Penyelesaian sengketa (dispute settlement) - hukum sebagai alat mengecek
benar tidaknya tingkah laku - yakni hukum sebagai alat untuk mengecek benar
tidaknya suatu tingkah laku dengan di ketahuinya ciri-ciri kebenaran yang
dikehendaki oleh hukum, maka dengan cepat akan terlihat apabila ada sesuatu
perbuatan yang menyimpang dari perbuatan itu.
3. Pengawasan atau pengendalian sosial (Social Control) yaitu mengontrol
pemikiran dan langkah-langkah kita agar kita selalu terpelihara dan tidak
melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
68

Menurut Theo Huijbers, Fungsi Hukum yaitu untuk memelihara kepentingan umum
di dalam masyarakat, menjaga hak hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup
bersama dan sarana rekayasa soaial (social engineering).
Fungsi hukum dalam masyarakat menurut Aubert, yaitu :
1. Fungsi hukum sebagai pengatur
2. Fungsi hukum sebagai distributor sumber daya
3. Fungsi hukum sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik
4. Fungsi hukum sebagai safeguart terhadap ekspektasi masyarakat
5. Fungsi hukum sebagai ekpresi dari cita-cita dan nilai-nilai di dalam masyarakat

Menurut Podgorecki, Fungsi hukum dalam masyarakat adalah :


1. Fungsi Integrasi. Bagaimana agar hukum terealisasi (mutual expectation) dalam
masyarakat.
2. Fungsi Petrifikasi. Bagaimana hukum menyeleksi perilaku manusia untuk
mencapai tujuan sosial.
3. Fungsi Reduksi. Bagaimana hukum menyeleksi sikap manusia yang
beranekaragam sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hukum
berfungsi mereduksi kompleksitas menjadi pembuatan putusan-putusan tertentu.
4. Fungsi Memotivasi. Hukum mengatur agar manusia berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat.
5. Fungsi Edukasi. Selain menghukum dan memotivasi masyarakat, hukum juga
melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Secara sistematis, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat yaitu sebagai
berikut :
1. Fungsi hukum sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat, yang
berarti bahwa hukum berfungsi menunjukkan manusia untuk memilih yang baik
atau yang buruk, sehingga segala sesuaut dapat berjalan dengan tertib dan
teratur.
2. Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
3. Hukum berfungsi untuk menentukan orang yang bersalah dan yang tidak
bersalah, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi
bagi pelanggarnya.
69

4. Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan. Daya ikat memaksa dan
hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan
pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang
lebih maju.
5. Hukum befungsi sebagai penentu alokasi wewenang secara terperinci siapa yang
boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya,
siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil, seperti konsep hukum konstitusi
negara.
6. Fungsi hukum sebagai alat penyelesaian sengketa, yaitu memelihara kemampuan
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah,
yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara
anggota masyarakat.
7. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum
sebagai petunjuk bertingkah laku maka masyarakat harus menyadari adanya
perintah dan larangan dalam hukum sehingga fungsi hukum sebagai alat
ketertiban masyarakat dapat direalisasikan.
8. Fungsi hukum sebagai alat untuk mewujudkan ketentraman sosial lahir dan batin.
Hukum yang berisifat mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang
berwenang membuat orang takut untuk melakukan pelanggaran karena ada
ancaman hukumannya. Dengan demikian, ketentraman akan tercapai.
9. Hukum berfungsi juga sebagai alat kritik, artinya hukum tidak hanya mengawasi
masyarakat, tetapi juga berperan mengawasi pejabat pemerintah, para penegak
hukum dan aparatur negara.
10. Fungsi hukum sebagai alat pemersatu bangsa dan negara, serta meningkatkan
kewibawaan negara di mata dunia.
Berdasarkan fungsi hukum yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa : Fungsi
hukum itu sebagai alat pengatur tata teritb, sarana untuk mewujudkan keadilan
sosial lahir dan batin, sarana penggerak pembangunan, penentuan alokasi wewenang,
alat penyelesaian sengketa, memelihara kemampuan masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah, mengatur tata tertib di
dalam masyarakat secara damai dan adil, dapat melayani kehendak negara, yaitu
70

mendatangkan kemakmuran dan kebahagian rakyat, demi keadilan dan atau


berfaedah bagi rakyat dengan cara menjaga kepentingan rakyatk.
4. Hukum Dan Pengendalian Sosial (Social Control)
Pada taraf kehidupan bersama, pengendalian social merupakan suatu kekuatan untuk
mengorganisasi tingkah laku sosial budaya. Sebagaimana halnya dengan kenyataan
bahwa kehidupan manusia dalam artian tertentu dicakup alam semesta, maka
pengendalian sosial membimbing manusia semenjak lahir hingga meninggal dunia.
Pengendalian sosial terjadi apabila suatu kelompok menentukan tingkah laku
kelompok lain, atau apabila kelompok mengendalikan anggotanya atau kalau pribadi-
pribadi mempengaruhi tingkah laku pihak lain.
Dengan demikian pengendalian social terjadi dalam tiga taraf yakni:
1. pengendalian sosial kelompok terhadap kelompok
2. pengendalian sosial kelompok terhadap anggotanya
3. pengendalian sosial pribadi terhadap pribadi
Dengan kata lain pengendalian sosial terjadi apabila seseorang diajak atau dipaksa
untuk bertingkah laku sesuai dengan keinginan pihak lain, baik apabila hal itu sesuai
dengan kehendaknya ataupun tidak.
Dalam hal ini, Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari juga secara rinci menyusun
klasifikasi sederhana terhadap tujuan-tujuan pengendalian sosial, yaitu20 :
1. yang tujuannya bersifat eksploitatif, oleh karena dimotivasikan kepentingan diri,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. yang tujuannnya bersifat regulative, oleh karena dilandaskan pada kebiasaan
atau adat istiadat.
3. yang tujuannya bersifat kreatif atau konstruktif, oleh karena diarahkan pada
perubahan sosial dan bermanfaat.
Melihat dari klasifikasi yang dirumuskan oleh mereka berdua, kita dapat
menyimpulkan bahwa ketiga-tiganya memerlukan sarana untuk pengaturannya.
Sarana untuk pengendalian sosial itu dapat berbentuk badan-badan yang bersifat
institusional maupun non institusional, tergantung kepada tujuan yang hendak

20
Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Jakarta, Galia
Indonesia,
71

dicapai. Yang bersifat institusional salah satu diantaranya adalah hukum. Hukum
merupakan lembaga pengendali sosial yang memiliki kekuatan.
Menurut Ronny Hanitijo Soemitro : kontrol sosial merupakan aspek normatif dari
kehidupan sosial atau dapat disebut sebagai pemberi definisi dari tingkah laku yang
menyimpang serta akibat-akibatnya seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan,
pemidanaan dan pemberian ganti rugi. Dari apa yang dikemukakan oleh Ronny di
atas, kita dapat menangkap isyarat bahwa hukum bukan satu-satunya alat pengendali
atau pengontrol sosial. Hukum hanyala salah satu alat kontrol sosial dalam
masyarakat.
Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai fungsi
hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan
penyimpangan terhadap aturan hukum, dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan
oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.
Lain lagi dengan JS. Rouceek yang menyatakan: “Mekanisme pengendalian sosial
(mechanisme of social control) ialah segala sesuatu yang dijalankan untuk
melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk
mendidik, mengajak atau bukan memaksa para warga agar menyesuaikan diri dengan
kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan”.
Pelaksanaan fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial ini adalah :
1. Dapat dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang dewasa ini berwujud
kekuasaan negara, yang dilaksanakan oleh “the ruling class” tertentu atau suatu
“elit” hukumnya biasanya berwujud hukum tertulis atau perundang-undangan.
2. Dapat juga dijalankan sendiri “dari bawah” oleh masyarakat itu sendiri.
Hukumnya biasa terwujud tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Terlaksana atau tidak terlaksananya fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial,
ditentukan oleh dua hal:
1. faktor aturan hukumnya sendiri.
2. faktor pelaksana (orang) hukumnya.

5. Hukum Dan Rekayasa Sosial (Social Engineering)


72

Masyarakat manapun senantiasa mengalami perubahan, hanya saja ada masyarakat


yang perubahannya pesat dan ada pula yang lamban. Di dalam menyesuaikan diri
dengan perubahan itulah, fungsi hukum sebagai a tool of engineering, sebagai
perekayasa sosial, sebagai alat untuk merubah masyarakat ke suatu tujuan yang
diinginkan bersama, sangat berarti".
Fungsi Hukum sebagai alat rekayasa sosial ini, juga sering disebut sebagai a tool of
engineering yang pada prinsipnya merupakan fungsi hukum yang dapat diarahkan
untuk merubah pola-pola tertentu dalam suatu masyarakat, baik dalam arti
mengokohkan suatu kebiasaan menjadi sesuatu yang lebih diyakini dan lebih ditaati,
maupun dalam bentuk perubahan lainnya. Perubahan lainnya dimaksud, antara lain
menghilangkan suatu kebiasaan yang memang sudah dianggap tidak sesuai dengan
kondisi masyarakat, maupun dalam membentuk kebiasaan baru yang dianggap lebih
sesuai, atau dapat mengarahkan masyarakat ke arah tertentu yang dianggap lebih
baik dari sebelumnya.
Hukum sebagai sarana rekayasa sosial, innovasi, sosial engineering, menurut Satjipto
Rahardjo, tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah
laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada
tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang
dipandang tidak perlu lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya".
Adanya pandangan agar hukum dapat membentuk dan merubah suatu keadaan
dalam masyarakat sebenarnya telah lama dikembangkan oleh seorang sarjana yang
bernama Rescoe Pound dengan teori yang terkenal “law as a tool of social
engineering”.
Di indonesia teori ini dikembangkan oleh Muhtar Kusuma Atmadja. Kata ”tool”
diartikannya sebagai sarana. Langkah yang diambil dalam sosial engineering bersifat
sistematis dimulai dari identifikasi problem sampai pada jalan pemecahannya yaitu :
1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk didalamnya
mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari
penggarapan tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal
sosial engineering itu hendak ditrerapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor
73

kehidupan majemuk, seperti : tradisional , modern dan perencanaan. Pada tahap


ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa
dilaksanakan.
4. Mengikuti jalannnya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya. Langkah-
langkah ini dapat dijadikan arah bagi menjalankan fungsi hukum sebagai alat
rekayasa sosial. bagaimana upaya hukum dapat merombak pemikiran, kultur
maupun sikap ataupun cara hidup seseorang agar dapat bertindak dan berbuat
sesuai tuntutan kehidupan.
Bagaimana hukum dapat merubah orang yang selama ini “ tertidur”, setelah ada
hukum menjadi “terjaga”. Mereka yang selama ini menebangi hutan secara liar
setelah adanya hukum mereka tidak lagi berbuat demikian. Pencapaian kepada
bentuk masyarakat yang diinginkan itu diwujudkan melalui arah kebijaksanaan yang
ditetapkan melalui peraturan hukum.

HUKUM DAN SOSIAL-BUDAYA21


Manusia ketika terlahir didunia telah lebih dulu bergaul dengan manusia-manusia
lainnya, pada awalnya dia berhubungan dengan orang tua dan keluarganya, semakin
bertambah dan bertambah usianya semakin luas pula daya cakup pergaulannya dengan
manusia lainnya, dengan begitu secara perlahan-lahan ia mulai sadar bahwa kebudayaan
dan perilaku yang dialaminya merupakan hasil pengalaman masa-masa lampau, semakin
bertambahnya usia manusia tersebut mulai mengetahui bahwa dalam hubungannya
dengan orang lain dari masyarakat dia bebas namun dia tidak boleh berbuat semaunya,
sehingga dalam hal ini untuk membatasi perbuatan manusia yang cenderung semaunya
tersebut adalah dengan adanya pembentukan aturan atau yang lebih kita kenal dengan
sebutan hukum.
Bila kita berbicara tentang hukum tentu semuanya sudah mengetahui bahwa
hukum tersebut dibuat untuk keperluan mengatur tingkah laku manusia, karena memang
pada dasarnya perilaku ataupun tingkah laku manusia memiliki sifat yang beragam, untuk
sekedar mengikat tingkah laku manusia dibentuklah apa yang dinamakan hukum, dengan
adanya hukum tersebut maka pada konsepnya tingkah laku manusia dapat dikontrol dan
21
http://adinata-putra.blogspot.com/2013/04/relasi-antara-hukum-dengan-sosial-budaya.html
74

dapat dikendalikan, perilaku manusia ini pada dasarnya memang tidak terlepas dari pola
pikir dan wujud budaya manusia itu sendiri, dalam arti bahwa segala yang dilakukannya
adalah berdasarkan budaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
Hukum positif yang ada di Indonesia saat ini memang mengakui adanya hukum
adat, dimana hukum adat tersebut merupakan kelanjutan atau dapat diartikan muncul
karena suatu kebudayaan, misalnya dalam buku yang ditulis oleh Soerjono soekanto yang
berjudul pokok-pokok sosiologi hukum, ada suatu kebudayaan yang berkaitan dengan
perkawinan bahwa seorang laki-laki yang telah beristri tidak boleh memiliki istri lagi,
misalnya seperti itu, kemudian misalnya lagi tentang pembagian warisan didaerah
Tapanuli mengatakan bahwa seorang janda bukanlah merupakan ahli waris bagi suaminya,
karena janda dianggap orang luar (keluarga suaminya), garis yang semacam ini
merupakan pencerminan dari nilai-nilai budaya masyarakat setempat, ada lagi yang juga
tentang perkawinan, bahwa disebutkan di kalangan orang-orang Kapauku Irian Barat,
melarang seorang laki-laki untuk mengawini seorang wanita dari klan yang sama, dan
statusnya termasuk satu generasi dengan laki-laki yang bersangkutan, peraturan
semacam ini juga merupakan pencerminan dari nilai-nilai sosial-budaya suatu masyarakat.
Nah lama kelamaan kebudayaan tersebut dalam perkembangannya dapat berubah
menjadi suatu kepatuhan yang melekat pada setiap masyarakat tersebut, dan bisa
berkembang lagi menjadi suatu aturan dan dinamakan hukum adat.
Fredrich Karl Von Savigny seorang tokoh hukum terkemuka penganut madzab
sejarah dan kebudayaan mengatakan bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan
menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul, hukum
merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat dan semua hukum tersebut
berasal dari adat istiadat dan kepercayaan. Dari sini memang membenarkan bahwa
kebudayaan atau yang lebih dikenal dengan hukum adat merupakan cikal bakal terjadinya
hukum, karena memang hukum tersebut timbul dengan menyesuaikan keadaan
masyarakat setempat, perilaku masyarakatnya seperti apa, kebiasaannya seperti apa dan
pada akhirnya hukum yang menyesuaikannya, sehingga hukum yang dibentuk sesuai dan
tidak bersebarangan dengan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat setempat.
Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya budaya yang berkembang
dalam masyarakat yang sekiranya bertentangan dengan norma kesopanan dan asusila
misalnya, dengan demikian bila tadi kita berbicara bahwa budaya atau hukum adat adalah
75

salah satu cikal bakal hukum positif di indonesia maka dalam hal ini hukum tersebut ada
kalanya melihat atau dalam arti memilah milah, mana yang sesuai dengan norma yang
berlaku mana yang berseberangan. Dalam hal ini kedudukan hukum adat di Indonesia
secara resmi diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Sehingga secara
umum hubungan yang terjadi antara hukum dengan sosial-budaya atau kebudayaan
adalah bahwa budaya lahir dari kebiasaan masyarakat yang memiliki interaksi antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan menimbulkan adanya
kepatuhan dan menjadi aturan (hukum adat) dan pada perkembangannya hukum adat
tersebut menjadi salah satu referensi bagi hukum positif Indonesia.
Sir Henry Maine seorang tokoh hukum terkemuka mengatakan bahwa hubungan-
hubungan hukum yang didasarkan pada status warga masyarakat yang masih sederhana,
berangsur-angsur akan hilang apabila masyarakat tadi berkembang menjadi masyarakat
modern dan kompleks. Sehingga dari pemikiran Maine tersebut dapat dikatakan dengan
semakin berkembangnya jaman, pola pikir masyarakat, maka hukum yang
mengendalikannya pun pada konsepnya memang harus menyesuaikan, masyarakat sudah
mulai berubah dari masyarakat sederhana menjadi masyarakat yang modern dan
kompleks, sehingga tidak mungkin hukum yang sederhana atau dapat dikatakan untuk
masyarakat sederhana diberlakukan terhadap masyarakat yang lebih modern dan
kompleks, malah bisa-bisa hukum yang dikendalikan oleh individu bukan individu yang
dikendalikan oleh hukum.

HUKUM DAN KEKUASAAN22


Hukum merupakan sesuatu yang berkenaan dengan manusia dalam hubungannya
dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Tanpa pergaulan hidup, maka
tidak akan ada hukum (ubi societas ubi uis, zoon politicon). Hukum sangat penting untuk
mengatur pergaulan antara sesama manusia 23 . untuk tercapainya hukum, maka
diperlukan pendukung-pendukung dari unsur-unsur yang lain. Jalannya hukum
memrlukan paksaan, maka tentu saja hukumpun memerlukan kekuasaan bagi
penegaknya. Namun demikian, kekuasaan inipun memerlukan pengaturan pula dari
hukum agar tidak melampaui batas dan timbul kesewenang-wenangan.

22
https://kamaloddey.blogspot.com/2015/03/hukum-dan-kekuasaan.html
23
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 11
76

Dalam kenyataannya, banyak terjadi ketidak adilan sebagi akibat


disalahgunakannya kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri maupun kelompok
penguasa. Kekuasaan dan hukum merupakan hal yang memiliki relevansi yang kuat, jika
Hukum tanpa kekuasaan adalah lumpuh namun kekuasaan tanpa hukum merupakan
kekuasaan belaka. Hukum dan kekuasaan sebagai dua sistem kemasyarakatan. Hukum
dan kekuasaan sangat erat kaitannya, manakala ketika hukum tidak selalu dapat sebagai
penjamin kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat, atau penjamin keadilan.
1. Pengertian Hukum
Mengenai kapan lahirnya hukum pada suatu bangsa ada dua macam
pendapatyang berbeda. Menurut Van Apeldoorn, tentang kelahiran hukum itu ada yang
berpendapat bahwa hukum lahir sejak ada pergaulan manusia. Hukum terdapat diseluruh
dunia, dimana terdapat pergaulan manusia.
Hukum pada dasarnya berpijak pada hubungan antar manusia dalam dinamika
masyarakat, yang terwujud sebagai proses sosial pengaturan cara bertingkah laku.
Hakikat hukum bertumpu pula pada idea keadilan dan kekuatan moral24. Hukum negara
bertujuan tidak hanya untuk memperolah keadilan namun juga untuk
mendapatkan kebahagiaan (eudaimonia) bagi semua warga negara 25.
Hukum dapat dikemukakan bahwa ada perbedaan pandangan di antara para ahli
hukum tentang hukum. Perbedaan pandangan itu dapat dilihat dari pengertian hukum
yang mereka kemukakan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Meskipun
ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok. Pertama, hukum diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya, Victor Hugoyang
mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Sejalan dengan pengertian tersebut,
Grotius mengemukakan bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib
yang merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai
berarti memahami hukum secara filosofis karena nilai-nilai merupakan abstraksi tertinggi
dari kaidah-kaidah hukum26.
Kedua, hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam kehidupan
masyarakat. Definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan Salmond yang

24
Lili Rasjidi, Ibid, hal. 123-124
25
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar filsafat dan Teori hukum, Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2004,
hal. 79
26
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Chandra Pratama, 1996, hal. 39
77

mengatakan “hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh
negara di dalam peradilan”.
Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah lakudalam kehidupan
masyarakat. Vinogradoff sebagaimana dikutip oleh Ahmad Ali mengartikan hukum
sebagaiseperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatumasyarakat
dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaanatas setiap manusia dan
barang. Pengertian yang sama dikemukakan olehKantorowich, yang berpendapat bahwa
hukum adalah suatu kumpulanaturan sosial yang mengatur perilaku lahir dan
berdasarkan pertimbangan27.
Keempat, hukum diartikan sebagai kenyataan (das sein) dalam kehidupan
masyarakat. Hukum sebagai kenyataan sosial mewujudkan diri dalam bentuk hukum yang
hidup (the living law) dalam masyarakat atau dalam bentuk perilaku hukum masyarakat.
Perilaku hukum terdiri dari perilaku melanggar hukum (pelanggaran hukum) dan perilaku
menaati aturan-aturan hukum.
Pemikir positivisme yang cukup berpengaruh, John Austin mengemukakan bahwa
hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak
yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang
independen, di mana otoritasnya (pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi).
Definisi yang hampir sama dikemukakan pula oleh Blackstone (Abad XVIII) yang
mengungkapkan bahwa hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan
oleh orang-orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasai, untuk ditaati28.
Perspektif sosiologis meninjau keabsahan hukum itu dari sudut kemampuan atau
daya kerja hukum mengatur kehidupan masyarakat. Pertanyaan pokoknya adalah, apakah
hukum itu dapat berlaku secara efektif untuk mengatur kehidupan masyarakat. Hakekat
hukum menurut perspektif sosiologis adalah hukum yang sesuai dengan fakta-fakta sosial.
2. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan dalam arti sosiologi dan psikologi di masa sekarang berarti suatu
potensi untuk mempengaruhi masyarakat. 29 Seorang pemimpin dianggap mempunyai
kekuasaan jika para pengikutnya mentaati putusannya dan keinginannya yang

27
Ahmad Ali, Ibid, hal. 34
28
Ahmad Ali, Ibid, hal. 40
29
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hal. 110
78

berdasarkan adanya motivasi untuk menikmati sesuatu keuntungan dari apa yang
diberikan.
Menurut Harold D Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan kekuasaan adalah
sustu hubungan di mana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan
seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok
lain agar sesuai dengan tujuan dari pihak pertama. Definisi yang disampaikan oleh Laswell
dan Kaplan sejalan dengan yang dikemukakan Charles Andrain, bahwa kekuasaan adalah
penggunaan sejumlah sumberdaya (asset, kemampuan) untuk memperoleh kepatuhan.30
Kekuasaan merupakan kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang
dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain, sehingga pihak lain berperilaku sesuai
dengan kehendak pihak yang mempengaruhi.31 Berdasarkan berbagai konsep dan definisi
yang dikemukakann di atas, maka kekuasaan lebih luas dari kemampuan untuk
menggerakan keinginan diri sendiri, tetapi jauh dari itu yakni kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain dengan memanfaatkan sumber-sumber kekuasaan yang
dimiliki oleh pemberi pengaruh.
3. Hubungan Hukum dan Kekuasaan
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukumadalah
kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam pidatonya yangtermashur Uber
Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlahundang-undang dasar tertulis
yang hanya merupakan “secarik kertas”,melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang
nyata dalam suatu negara.”32
Hukum sebagai intitusi sosial, bekerjanya hukum tidak bisa dilepaskan dari
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (di sekelilingnya). Hukum tidak bisa berdiri
dengan sendirinya, dan memerlukan perhatian dan pertimbangan untuk memberikannya
kepada masyarakat. Untuk menjalankan pekerjaan tersebut, hukum membutuhkan suatu
kekuatan pendorong. Ia membutuhkan kekuasaan. Kekuasaan ini memberikan kekuatan
untuk menjalankan fungsi hukum. Dan kalau hukum tanpa kekuasaan maka hukum akan
tinggal sebagai keinginan-keinginan ide-ide belaka.

30
Leo Agustino, Perihal Memahami Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 72
31
Ramlan Subekti, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Ganesha Ilmu 1992, hal. 58
32
J van Apeldorn, Pengantar Ilmu Huku. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1986, hal. 70
79

Hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kekuasaan


itu untuk menunggangi hukum. dengan pengaturan seperti itu kita bisa lihat dengan jelas
akan hubungan hukum dan kekuasaan. Konflik antara keduanya (Hukum dan keukuasaan)
karena kekuasaan tidak bisa menerima pembatasan-pembatasan. Sebaliknya, justru
hukum yang memberikan patokan-patokan tingkah laku dan pembatasan-pembatasan itu
sendiri.33
Oleh ahli sosiologi, kekuasaan biasanya diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Dengan demikian, dalam konsep tentang
kekuasaan itu, dominasi dari orang terhadap orang lain merupakan ciri utama. Sutau
masyarakat yang yang tahannya semata-mata didasarkan pada hubungan kekuasaan
yang demikian itu menampilkan suatu organisasi yang didasarkan pada Struktur
Kekuasaan.
Adanya kekuasaan sangat tergantung kepada penguasa dan orang yang dikuasai,
atau dengan perkataan lain, antara fihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan
pengaruh dan fihak lain yang menerima pengaruh itu sengan rala atau paksa. Apabila
kekuasaan itu dijelmakan pada diri seseorang, maka biasanya orang itu dinamakan
pemimpin, dan merekan yang menerima pengaruhnya adalah pengikut-pengikutnya.
Bedanya antara kekuasaan dan wewenanyg (authority) adalah, bahwa setiap kemampuan
untuk mempengaruhi fihak lain dapat dinamakan kekuasaan , sedangkan wewenang
adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompokn orang, yang mempunyai
dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Adanya wewenang hanya dapat
menjadi efektif apabila didukung dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi acapkali
terjadi bahwa letaknya wewengan yang diakui oleh masyarakat dan letaknya
kekuasaan yang nyata, tidak di dalam satu tangan atau tempat.34
Apabila kekuasaan dihubungkan dengan hukum, maka paling sedikit, dua hal yang
menonjol yaitu:
1. Para pembentuk, penegak maupun pelaksana hukum adalah para warga masyarakat
yang mempunyai kedudukan-kedudukan yang mengandung unsur-unsur kekuasaan.
Akan tetapi mereka tidak mendapatkan mempergunakan kekuasaan dengan
sewenag-wenang oleh karena ada pembatasan-pembatasan tentang peranannya

33
Sutjipto Raharjdo, Ilmu Hukum, (Semarang: Citra Aditya Bakti), hal. 146
34
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Prers, 1991, hal. 79-80
80

yang ditentukan oleh pembatasan-pembatasan praktis dari penggunaan kekuasaan


itu sendiri.
2. Hukum menciptakan dan merumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban beserta
pelaksannya. Dalam hal ini ada hak-hak warga masyarakat yang dapat dijalankan oleh
karena yang bersangkutan tidak memilik kekuasaan untuk melaksanakannya, dan
sebaliknya ada hak-hak yang diduung oeleh kekuasaan tertentu.
Dari kedua pembagian diatan dapat disumpulkan bahwa hukum dan kekuasaan
mempunyai hubungan timbal balik. Di satu pihak hukum memberi batas-batas pada
kekuasaan dan di lain pihak kekuasaan merupaka jaminan bagi berlakunya hukum.35
Menurut L.J van Apeldoorn yang berpendapat bahwa hukum adalah kekuasaan.
Sepintas seolah-olah disamakan antara hukum dengan kekuasaan. Akan tetapi, dari
penjelasan di bagian lain dapat diketahui bahwa hukum tidak sama dengan kekuasaan.
Penjelasan tersebut adalah : “Akan tetapi tidak berarti, bahwa hukum tidak lain daripada
kekuasaan belaka; tidak berarti bahwa hukum dan kekuasaan adalah dua perkataan untuk
hal yang satu dan sama. Hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak
selamanya hukum. Might is not right, kata pepatah Inggris yang terkenal. Pencuri
berkuasa atas barang yang dicurinya, akan tetapi, belum berarti bahwa ia berhak atas
barang itu. Bahkan kekuasaan dan hukum itu saling kita hadapkan sebagai suatu
pertentangan.”36
Satjipto Rahardjo melukiskan ciri-ciri kekuasaan yang baik:
1. Berwatak mengabdi kepada kepentingan umum.
2. Melihat kepada lapisan masyarakat yang susah.
3. Selalu memikirkan kepentingan publik.
4. Kosong dari kepentingan subjektif.
5. Kekuasaan yang mengasihi.
Pelaksanaan hukum dan kekuasaan tak boleh keluar dari konteks nilai-nilai sosial
masyarakat dan prinsip jati diri banga. Pengertian jati diri bangsa di sini adalah pandangan
hidup yang berkembang di dalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi
konsep, prinsip, dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan

35
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 82
36
J Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Penterjemah. Oetarid Sadino, Jakarta: Pradnya Paramita, 2009,
hal. 57
81

statis, ideologi nasional,dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan
dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya. Jati diri bangsa Indonesia
tiada lain adalah Pancasila yang besifat khusus, otentik, dan orisinil yang membedakan
bangsa Indonesia dari bangsa lain.
Selain itu ditinjau dari segi Islami mengingat kekuasaan kepemimpinan Islam
hanyalah mewakili kekuasaan Allah, maka kewajiban pemimpin Islam adalah menegakkan
aturan hukum yang telahdiciptakan oleh Allah (syariat) dalam, kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Tidak diperkenankan kepemimpinanan Islam melanggar
ketentuan syariat, karena syariat merupakan konsitusi negara yang harus dijalankan oleh
seluruh umat Islam. Jadi, bila hukum dan kekuasaan dipergunakan untuk kepentingan
penguasa sangat jauh menyimpang dari tujuan dan cita hukum.
4. Pandangan Sosiologi Hukum terhadap Hukum dan Kekuasaan
Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah kekuasaan. Hukum merupakan salah satu
sumber daripada kekuasaan, disamping sumber-sumber lainnya seperti kekuatan (fisik
dan ekonomi), kewibawaan (rohaniah, intelegensia dan moral). Baik buruknya suatu
kekuasaan, tergantung dari bagaimana kekuasaan tersebut dipergunakan. Artinya, baik
buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu
tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Hal ini
merupakan suatu unsur yang mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan
bagi setiap bentuk organisasi yang teratur.37
Diperlukanya kekuatan (force) sebagai pendukung serta pelindungan bagi sistem
aturan-aturan hukum untuk kepentingan penegakannya, berarti bahwa hukum pada
akhirnya harus didukung serta dilindungi oleh sesuatu unsur yang bukan hukum, yaitu
oleh kekuasaan itu tadi, kekuatan (force) yang diperlukan ini, dalam kenyatannya dapat
berwujud sebagai:
a.Keyakinan moral dari masyarakat.
b.Persetujuan (konsensus) dari seluruh rakyat.
c.Kewibawaan dari seorang pemimpin kharismatik.
d.Kekuatan semata-mata yang sewenang-wenang (kekerasan belaka)
e.Kombinasi dari faktor-faktor tersebut di atas.38

37
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2010, hal. 76-77.
38
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Ibid, hal. 78.
82

Dalam pengertian hukum, kekuatan yang sah adalah kekuatan yang diatur secara
eksplisit dalam kaidah-kaidah hukum positif. Penggunaan kekuatan semacam inilah yang
diartikan sebagai kekuasaan. Terlihat di sini terdapat adanya dukungan yang erat antara
hukum dengan kekuasaan, sebab kekuasaan sedemikian akan memungkinkan seseorang
atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan akan mampu untuk menggerakkan
seseorang atau sekelompok orang lain untuk mewujudkan perilaku tertentu yaitu perilaku
hukum.
Membandingkan secara ekstrem antara hukum modern dan hukum kuno
memberikan perspektif sosiologi tersendiri. Hukum kuno muncul secara spontan melalui
perilaku dan interaksi antara para anggota masyarakat. Hampir tidak ada kesenjangan apa
yang diatur dan dikerjakan oleh masyarakat. Keadaan yang demikian itu tidak dijumpai
pada hukum modern, yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan tersendiri untuk
tujuan-tujuan yang ditentukan oleh badan tersebut. Hukum modern memiliki semua
kelengkapan dan perlengkapan untuk dapat bertindak secara jauh lebih keras daripada
hukum kuno, mulai dari badan legislatif, yudikatif, polisi, penjara dan sebagainya.39
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat terjadi
oleh karena bermacam-macam sebab. Di dalam perubahan hukum (terutama yang
tertulis) pada umumnya dikenal dengan tiga badan yang dapat mengubah hukum, yaitu
badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan badan-badan
pelaksanaan hukum. Di Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan
untuk membentuk dan mengubah Undang-Undang Dasar pada Majelis Permusyawaratan
Rakyat (Pasal 3 Jo Pasal 37). Sedangkan kekuasaan untuk membentuk undang-undang
serta peraturan lainnya yang derajatnya berada di bawah undang-undang, ada ditangan
Pemerintah (lihat Bab III Undang-Undang Dasar 1945) dan Dewan Perwakilan Rakyat (lihat
Bab VII Undang-Undang Dasar 1945). Kekuasaan kehakiman antara lain mempunyai fungsi
antara lain mempunyai fungsi untuk membentuk hukum.40

PENEGAKAN HUKUM

39
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Genta Publishing, 2010,,
hal. 53
40
Satjipto Rahardjo, Ibid, hal. 113-114
83

Pengertian Penegakan hukum41


Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang
mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan
penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih konkret42. Manusia di dalam
pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu
mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan tersebut
senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu.
Misalnya, ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman, pasangan nilai
kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian
dengan ahli inovatisme, dan seterusnya.
Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan;
umpamanya, perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman.
Sebab, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketenteraman
titik tolaknya adalah kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia memerlukan
keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi. Pasangan nilai-nilai yang
telah diserasikan tersebut, memerlukan penjabaran secara lebih konkret lagi, oleh
karena nilai-nilai lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran secara lebih konkret terjadi di
dalam bentuk kaidah-kaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum, yang mungkin berisi
suruhan, larangan atau kebolehan.
Menurut Sudarto penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan dua cara43 :
1. Upaya Penal (Represif)
Upaya penal merupakan salah satu upaya penegakan hukum atau segala tindakan
yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang lebih menitikberatkan pada
pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum
pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya. Penyidikan,

41
https://www.kompasiana.com/mrizqihengki/5ce6c0706b07c5407454786b/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-penegakan-hukum?page=all
42
Soerjono Soekanto, Ibid. hal. 5
43
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana,
Bandung : Sinar Baru, hal.
84

penyidikan lanjutan, penuntutan, dan seterusnya merupakan bagian-bagian dari


politik kriminal.
2. Upaya Non Penal (Preventif)
Upaya penegakan hukum secara non penal ini lebih menitikberatkan pada
pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dan secara tidak langsung dilakukan
tanpa menggunakan sarana pidana atau hukum pidana, misalnya:
a. Penanganan objek kriminalitas dengan sarana fisik atau kongkrit guna
mencegah hubungan antara pelaku dengan objeknya dengan sarana
pengamanan, pemberian pengawasan pada objek kriminalitas.
b. Mengurangi dan menghilangkan kesempatan berbuat kriminal dengan
perbaikan lingkungan.
c. Penyuluhan kesadaran mengenai tanggungjawab bersama dalam terjadinya
kriminal yang akan mempunyai pengaruh baik dalam penanggulangan
kejahatan.
Berkaitan dengan penegakan hukum pidana, Muladi dan Barda Nawawi Arief4
menyatakan, bahwa menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap
yang dilihat sebagai usaha proses rasional yang sengaja direncanakan untuk
mencapai tujuan yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak
termaksuk dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Tahap-tahap
tersebut adalah:
1. Tahap Formulasi
Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang
yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan situasi
masakini dan yang akan datang, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan
daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
2. Tahap Aplikasi
Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat
penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai kepengadilan. Dengan demikian
aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan
perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang,
85

dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada
nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.
3. Tahap Eksekusi
Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat
pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas
menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat
undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan dalam putusan
pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah
ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam
pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan
pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang daya guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut dilihat sebagai suatu usaha atau
proses rasioanal yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum44


a. Faktor hukumnya sendiri
Hukum yang dimaksudkan adalah Undang-Undang (“UU”) atau peraturan tertulis
yang berlaku umum dan dibuat oleh Pemerintah. Faktor hukum yang dimaksud
adalah bermula dari undang-undangnya itu sendiri yang bermasalah. Penegakan
hukum yang berasal dari UU itu disebabkan
a. tidak diikutinya azas-azas berlakunya, UU
b. belum ada peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan
UU,
c. Ketidak jelasan arti kata-kata dalam UU yang akan berakibat kesimpang siuran
dalam penafsiran serta penerapannya.
Disamping itu adalah ketidakjelasan dalam kata-kata yang dipergunakan dalam
perumusan pasal-pasal tertentu. Hal itu disebabkan, karena penggunaan kata-kata
yang artinya dapat ditafsirkan secara luas sekali. Konsekuensi ini peraturan yang
memuat pasal dengan kata-kata yang dapat ditafsirkan secara luas
(multiinterpretasi) dan menyebabkan kesimpang siuran dalam penafsiran atau
penerapannya sehingga pada akhirnya menimbulkan konflik. Artinya, faktor

44
https://business-law.binus.ac.id/2018/12/26/penegakan-hukum-masalahnya-apa/
86

hukum yaitu peraturan yang memiliki ketidakjelasan kata-kata dalam perumusan


pasal-pasalnya terbukti telah mempengaruhi penegakan hukum terhadap
sengketa di Indonesia. Masalah itu tumbuh karena meskipun UU telah disahkan
dan berlaku, tetapi hingga batas waktu tertentu belum juga dibuat peraturan
pelaksanaannya sebagai perintah Undang-undang, sehingga akibatnya beberapa
pasal dari UU tidak dapat dijalankan.
b. Faktor penegak hukum.
Yang dimaksudkan dengan penegak hukum itu adalah pihak-pihak yang langsung
maupun tidak langsung terlibat dalam penegakan hukum mulai dari Polisi, Jaksa,
Hakim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Penasehat Hukum (Advokat) dan
hingga petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Setiap profesi penegak hukum
mempunyai wewenang atau kekuasaan tugas masing-masing. Hakim berada
dalam peranan yang sangatlah menentukan ketika suatu keputusan diharapkan
untuk lahir dan pelaksanaan tugas tersebut, hakim berada di dalam
kemandiriannya sendiri, sedangkan tugas dari penegak hukum yang lainnya adalah
meyakinkan dan menjelaskan kepada hakim apa dan bagaimanakah permasalahan
hukumnya, sehingga akan diperoleh suatu keyakinan hakim untuk dapat
memutuskanya secara adil dan juga bijaksana. Namun permasalahannya tidak
sesederhana itu, sebab kenyataannya penegakan hukum tidak berjalan dalam
koridor yang benar, sehingga penegakan hukum mengalami kendala dalam
tingkatan teknis operasional di masing-masing penegak hukum. Penyebabnya
antara lain, pertama rendahnya kualitas hakim, jaksa, polisi dan advokat; Kedua,
Tidak diindahkannya prinsip the right man in the right place; Ketiga, rendahnya
komitmen mereka terhadap penegakan hukum; Keempat, tidak adanya
mekanisme penegakan hukum yang terintegrasi, baik dan moderen; Kelima,
kuatnya pengaruh dan intervensi politik dan kekuasaan ke dalam dunia
caturwangsa, terutama ke badan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman; Terakhir
hal yang kuatnya tuduhan tentang adanya korupsi dan organized crime
antaranggota penegak hukum dengan tuduhan mafia peradilan. Praktek
penegakan hukum semakin sulit, karena kurang lemahnya koordinasi di antara
penegak hukum, baik pada tataran teroritis dan kaidah, maupun dalam tingkat
operasionalnya. Padahal, koordinasi hukum itu adalah salah satu faktor penting
87

bagi pemberdayaan hukum kepada masyarakat. Berpijak pada kurang baiknya


koordinasi antarpenegak hukum ini, maka kemudian bergemalah keinginan
mewujudkan pendekatan hukum terpadu pada keadilan (integrated justice
system). Dengan keadaan demikian ini, maka penegak hukum yang tidak dapat
menjalankan UU sebagaimana yang seharusnya telah diamanatkan di dalam UU
dan akan berdampak negatif terhadap penegakan hukumnya.
c. Faktor sarana prasarana.
Tanpa adanya atau dukungan sarana atau fasilitas yang memadai, maka tidaklah
mudah penegakan hukum berlangsung dengan baik, yang antara lain mencakup
tenaga manusia yang berpendidikan tinggi dan terampil, organisasi yang baik,
peralatan yang cukup memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-
hal tersebut tidak dipenuhi, maka sulitlah penegakan hukum dapat mencapai
tujuannya. Tenaga manusia yang berpendidikan tinggi disini diartikan sebagai para
penegak hukum yang mumpuni dan berkualitas yaitu mampu atau dapat melayani
dan mengayomi masyarakat sesuai dengan tugas dan bidangnya masing-masing.
Proses penerimaan menjadi penegak hukum sebenarnya sudah memenuhi syarat
menghasilkan, misalnya, aparat kepolisian yang memiliki kemampuan baik
melayani masyarakat. Tetapi di dalam kenyataannya, sering kali proses
penerimaan tersebut dinodai dengan adanya suap atau jumlah orang yang sedikit
untuk mau menjadi anggota penegak hukum. Sehingga, kualitas daripada anggota
penegak hukum tersebut perlu dipertanyakan dan banyak yang tidak sesuai
dengan yang telah ditentukan. Akibatnya para penegak hukum cenderung lebih
sedikit daripada jumlah masyarakatnya yang terus bertambah banyak, sehingga
aparat penegak hukum tidak dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal
sebagai sarana penegakan hukum. Diasmping itu juga faktor pihak manajemen
pengadilan ikut menambah sulitnya unsur penegakan hukum di lapangan.
d. Faktor kesadaran hukum masyarakat.
Dari sudut sosial dan budaya, Indonesia merupakan suatu masyarakat yang
majemuk dengan sekian banyaknya golongan etnik dengan ragam kebudayaan-
kebudayaan yang berbeda. Seorang penegak hukum harus mengenal stratifikasi
sosial atau pelapisan masyarakat yang ada dalam suatu lingkungan beserta
tatanan status/kedudukan dan peranan yang ada. Setiap stratifikasi sosial pasti
88

ada dasar-dasarnya. Hal lainnya yang perlu diketahui dan dipahami adalah perihal
lembaga-lembaga sosial yang hidup, serta sangat dihargai oleh bagian terbesar
warga-warga masyarakat yang ada. Dengan mengetahui dan memahami hal-hal
tersebut, maka dapat memudahkan penegak hukum untuk mengidentifikasikan
nilai-nilai dan norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku di lingkungan
tersebut. Dalam garis besar, masyarakat di Indonesia terbagi dua yaitu masyarakat
kalangan atas (orang kaya) dan kalangan bawah (orang miskin). Penegakan hukum
diantara keduanya pun sangat berbeda penyelesaiannya. Hal ini karena pola pikir
dan pengetahuan yang jelas berbeda. Jika orang kalangan bawah, keinginan atau
taatnya pada suatu hukum oleh seseorang sangat kecil kemungkinannya atau tidak
mau mematuhi hukum yang telah diatur. Hal ini, disebabkan kurang pengetahuan
dan pendidikan yang mereka miliki sangat terbatas, dan tidak dapat mengetahui
bahwa ada sanksi yang akan mengikat jika dilanggar (blue collar crime). Sedangkan,
orang-orang kalangan atas cenderung mengikuti hukum atau aturan-aturan yang
ada, karena mereka lebih memiliki pengetahuan yang banyak tentang hukum dan
mengetahui sanksinya. Hal ini terjadi cenderung lebih bersifat tertib. Pada
kalangan atas ini jika terjadi kejahatan, maka dapat dikatakan white collar crime
(untuk kepentingan semata). Masyarakat di Indonesia semakin lama, jumlah
masyarakat miskinnya semakin banyak. Sehingga jika dilihat dari faktor
masyarakat, maka masalah kejahatan atau penegakan hukum ini ada di lapisan ini.
Setiap stratifikasi sosial memiliki dasar-dasarnya tersendiri, sehingga dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemberian pengetahuan hukum
kepada masyarakat yang mungkin tidak begitu mengerti akan hukum sehingga
memudahkan mereka untuk mengidentifikasikan nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku di lingkungannya.
Indikasi kesadaran hukum masyarakat adalah :
1) adanya pengetahuan terhadap hukum;
2) adanya pemahaman tentang hukum;
3) adanya sikap positif;
4) adanya kepatuhan terhadap hukum.

e. Faktor Kebudayaan
89

Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar


bagi manusia dan masyarakat, yaitu untuk mengatur agar manusia dapat mengerti
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya ketika
berhubungan dengan orang lain. Pada dasarnya, kebudayaan mencakup nilai-nilai
yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-
konsepsi abstrak mengenai apa saja yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa
yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Sebenarnya, faktor kebudayaan
memiliki kemiripan dengan faktor masyarakat. Hanya saja, di dalam faktor
kebudayaan lebih ditekankan mengenai masalah sistem nilai-nilai yang ada di
tengahnya masyarakat. Dalam faktor masyarakat, dikatakan bahwa tingkat
kepatuhan masyarakat terhadap ketataan aturan masyarakat masih rendah. Hal ini,
dikarenakan adanya budaya kompromistis sering terjadi masyarakat Indonesia.
Kenyataannya, akan terdapat kecenderungan budaya masyarakat untuk
meloloskan diri dari aturan yang berlaku menjadi-jadi.
Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, maka nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai
tersebut lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua
keadaan ekstrim yang harus diserasikan. Pasangan nilai-nilai konservatisme dan
nilai inovatisme, senantiasa berperan di dalam perkembangan hukum, oleh karena
di satu pihak ada yang menyatakan bahwa hukum hanya mengikuti perubahan
yang terjadi dan bertujuan untuk mempertahankan status quo. Dengan kondisi
demikian, maka penegakan hukum harus juga dapat memahami permasalahan
unsur budaya yang dapat mempengaruhi tegaknya hukum.

Dari lima faktor masalah penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya
sendiri itu menjadi titik sentralnya. Hal ini disebabkan baik karena undang-
undangnya disusun penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh
penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga, merupakan panutan oleh
masyarakat luas, sehingga kedudukannya menjadi sangat menentukan di dalam
penegakan hukumnya. Meskipun diakui bahwa Soerjono Soekanto tidak
menjelaskan faktor manakah yang sangat berpengaruh besar dari keseluruhan
90

faktor tersebut, tetapi yang patut dicatat adalah bahwa salah satu faktornya dapat
mendukung membentuk efektifitas hukum dalam penegakan hukumnya. Namun,
dengan memperhatikan sistematikanya dari kelima faktor ini jika difungsikan
secara optimal penegakan hukum, maka setidaknya hukum itu dinilai dapat
dikategorisasikan efektif. Yang dimaksudkan adalah bahwa dengan sistematika itu
dapat membangun efektifitas penegakan hukum, seharusnya, diawali
mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian disusul bagaimana penegak
hukumnya, lalu bagaimana sarana dan fasilitas yang menunjang, kemudian
bagaimanakah masyarakat merespon serta kebudayaan yang terbangun. Artinya,
tata urutannya dapat dipredisikan dasar berpikirnya dalam penegakan hukumnya.
Oleh karena itu, maka masalah-masalah yang terjadi dalam penegakan hukumnya
begitu kompleks dan rumit apabila dipelajari lebih dalam dan tidak sesederhana
seperti kasat mata melihatnya. Dibutuhkan sebuah gerakan langkah bersama
secara nasional yang teratur, tertata dan terlaksana untuk menumbuhkan
penegakan hukum berkeadilan dan berpihak kepada kelompok masyarakat yang
terpinggirkan. Di samping sudah waktunya para penegak hukum juga
memperhatikanlah dengan seksama pendapat Soerjono Soekanto itu sebagai
bahan permenungan dan kontemplasi di dalam menjalankan peranannya sebagai
penegak hukum yang hendak mengarahkan kemana penagakan hukum itu akan
bertujuan sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Chandra Pratama, 1996


Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Leo Agustino, Perihal Memahami Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2010
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar filsafat dan Teori hukum, Bandung: Cipta
Aditya Bakti, 2004
91

Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996
Ramlan Subekti, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Ganesha Ilmu 1992
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Genta
Publishing, 2010
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode Dan Pilihan Masalah, Genta
Publishing, 2010
Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis,
Jakarta, Galia Indonesia,
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Prers, 1991
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan
Hukum Pidana, Bandung : Sinar Baru
Sudikni Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2013
Sutjipto Raharjdo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Penterjemah. Oetarid Sadino, Jakarta: Pradnya
Paramita, 2009

Internet :
Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor Pendorong, dan Bentuknya,
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/perubahan-sosial.html
Arifin Saddoen, Perubahan Sosial: Pengertian, Teori, Faktor, Ciri-Ciri, Bentuk dan
Dampaknya, https://moondoggiesmusic.com/perubahan-sosial/

Rusli Muhamad, Bahan Kuliah Sosiologi,


https://dukunhukum.wordpress.com/2012/06/12/bahan-kuliah-sosiologi-
rusli-muhammad-dosen-fh-uii/

http://adinata-putra.blogspot.com/2013/04/relasi-antara-hukum-dengan-sosial-
budaya.html

http://dosensosiologi.com/pengertian-sosiologi-objek-dan-tujuannya-lengkap/

http://zriefmaronie.blogspot.com/2014/04/aliran-hukum-pemikiran-sosiolog-
hukum.html

https://business-law.binus.ac.id/2018/12/26/penegakan-hukum-masalahnya-apa/

https://kamaloddey.blogspot.com/2015/03/hukum-dan-kekuasaan.html
https://moondoggiesmusic.com/perubahan-sosial/

https://viliarissa.wordpress.com/2013/03/15/kaidah-sosial/
92

https://www.kompasiana.com/mrizqihengki/5ce6c0706b07c5407454786b/faktor-faktor-
yang-mempengaruhi-penegakan-hukum?page=all
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-lembaga-sosial.html

https://www.zonasiswa.com/2018/01/teori-perubahan-sosial-evolusioner.html

Materi yang ditulis pada halaman-halaman berikut diambil dan dikutip dari berbagai
sumber, khususnya tulisan dari Rusli Muhamad, Dosen Fak Hukum UII, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai