Anda di halaman 1dari 28

KONSEP DASAR DALAM SOSIOLOGI

Dosen pengampu:

Dr. Alifiulahtin Utaminingsih, M.Si

Disusun oleh:

Wenny Dwi Juliana (175120600111003)

Rifqy Ulinnuha (175120600111004)

Amal Maulana Ibrahim (175120600111012)

Zahrah Rohiana (175120607111004)

ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sosiologi merupakan salah satu rumpun ilmu sosial yang sangat penting
dalam mengkaji hubungan antar manusia. Dalam perkembangannya, sosiologi
menjadi ilmu yang sangat membantu dalam mengetahui keterkaitan antar
manusia dan golongannya. Ilmu Pemerintahan menjadi salah satu rumpun
ilmu sosial yang juga akan menjadi lebih lengkap bila kajiannya juga
menggunakan bantuan dari ilmu sosiologi, karena dengan ilmu sosiologi
pembelajaran kelas ilmu pemerintahan yang mempelajari hubungan negara,
pemerintah, lembaga swasta dan civil society bisa lebih memahami apa yang
terjadi dengan hubungan manusia yang merupakan anggota masyarakat atau
civil society.
Dalam mempelajari suatu ilmu, selain memahami perspektifnya, kita juga
perlu memahami konsep-konsep dasarnya. Mempelajari konsep dasar dari
sebuah ilmu, berarti kita mempelajari pemetaan materi dari kajian ilmu
tersebut. Dengan pemetaan tersebut juga, kita akan dengan lebih mudah
memahami kajian ilmu tersebut. Oleh karena dua hal tersebut, kelompok
kami dengan makalah berikut akan membahas tentang konsep dasar sosiologi
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Sosiologi, juga
untuk kepentingan mempelajari sosiologi dari konsep-konsep dasarnya agar
kita semakin paham dengan kajian ilmu sosiologi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang kami ambil
adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari sosiologi?

2. Apa saja konsep dasar dalam sosiologi?

3. Apa saja contoh-contoh dari konsep dasar sosiologi?


1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari sosiologi


2. Untuk mengetahui konsep dasar dalam sosiologi
3. Untuk mengetahui contoh-contoh konsep dasar dalam sosiologi
Berdasarkan tujuan tersebut diharapkan penulisan makalah ini dapat
membantu mengukur kemampuan menulis kami yang masih dalam tahap
belajar. Juga diharapkan makalah ini bisa menjadi sumber informasi bagi
pembaca.
BAB 2.
2.1. KAJIAN TEORITIS

A. Sosiologi Auguste Comte (1798-1853)

Auguste comte yang pertama-tama memakai istilah “sosiologi” adalah


orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi
dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Hal yang
menonjol dari sistematika Comte adalah penilaiannya terhadap sosiologi,
yang merupakan ilmu pengetahuan paling kompleks, dan merupakan suatu
ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat sekali. Sosiologi
merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala sosial.
Comte membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis.

1. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis


yang menjadi dasar dari adanya masyarakat. Studi ini merupakan
semacam anatomi sosial yang mempelajari aksi-aksi dan reaksi
timbal balik dari sistem-sistem sosial.
2. Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan dalam
arti pembangunan. Ilmu pengetahuan ini menggambarkan cara-
cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi dari
tingkat intelegensia yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

B. Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang


mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.

C. William F. Ogburn berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian


secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi
sosial
D. J.A.A van Doorn dan C.J Lammers berpendapat bahwa sosiologi
adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.

E. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi berpendapat bahwa


sosiologi sebagai ilmu sosial yang kategoris, murni, abstrak, berusaha
mencari pengertian-pengertian umum, rasional dan empiris serta
bersifat umum. Mereka menyatakan bahwa sosiologi mempelajari
struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan
sosial.

1. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial


yang pokok yaitu, kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial.
2. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi
kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi
kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi
kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara segi
kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi.

Sifat-sifat hakekat sosiologi:

a. Sosiologi adalah suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu


pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian. Hal tersebut
merupakan pembedaan isi yang gunanya untuk membedakan ilmu-
ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan gejala alam dengan
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan gejala kemasyarakatan
b. Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif akan tetapi suatu
disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang
terjadi di masa ini dan bukan mengenai apa yang yang terjadi atau
yang seharusnya terjadi. Pandangan-pamdangan sosiologis tak dapat
menilai apa yang buruk dan apa yang baik, apa yang benar atau salah
serta segala sesuatu yang bersangkutan dengan nilai kemanusiaan.
c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni bukan ilmu terapan,
ilmu pengetahuan murni bertujuan untuk membentuk dan
mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak hanya untuk
mempertinggi mutunya tanpa menggunakannya dalam masyarakat.
Sedangkan ilmu terapan bertujuan untuk mepergunakan ilmu
pengetahuan tersebut dalam masyarakat dengan maksud membantu
kehidupan masyarakat. Tujuan dari sosiologi adalah untuk
mendapatkan pengetahuan yang sedalam-dalamnya tentang masyarakat
dan bukan untuk mempergunakan pengetahuan tersebut terhadap
masyarakat.

F. Menurut George Herbert Mead, agar interaksi sosial bisa berjalan


dengan tertib dan teratur dan agar anggota masyarakat bisa berfungsi
secara “normal”, maka yang diperlukan bukan hanya kemampuan
untuk bertindak sesuai dengan konteks lainnya, tetapi juga
memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku kita
sendiri dari sudut pandang orang lain.
2.2 KAJIAN EMPIRIS DAN DISKUSI

A. PENGERTIAN SOSIOLOGI

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi


atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-
proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Selanjutnya menurut Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, struktur sosial adalah keseluruhan jalinan
antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma
sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial.
Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan
bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi
dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan
agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain
sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal
terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur sosial.

B. KONSEP DASAR DALAM SOSIOLOGI

1. INTERAKSI SOSIAL
Sesuai dengan pandangan ahli sosiologi seperti Max Weber bahwa pokok
pembahasan sosiologi adalah tindakan sosial, maka Interaksi sosial sangat
perlu untuk kita bahas dan memang merupakan salah satu bab yang sangat
penting dalam sosiologi. Sosiologi memiliki salah satu cabang yang
mengkhususkan diri mempelajari interaksi sehari-hari. Interaksi-interaksi
yang dibahas bahkan seperti interaksi antara pejalan kaki yang
berpapasan ,dokter dengan pasiennya, juru masak dengan pelanggan restoran,
dosen dengan mahasiswanya, dan lain sebagainya. Hal-hal yang dibahas
memang bersifat “down to earth” yang praktis dan realistis. Beberapa buku
yang bisa didapati membahas tentang hal-hal yang telah disebut seperti
“Sociology of Familiar” (lihat Birenbaum dan Sagarin, 1973) dan “Down o
earth Sociology” (lihat Heslin, 1981). Berikut beberapa konsep penting dalam
mempelajari interaksi sosial:
Interaksionisme Simbolik
Dalam mempelajari Interaksi Sosial, diperlukan pendekatan-pendekatan,
salah satunya dikenal dengan nama Interaksionisme Simbolik. Pendekatan ini
menitikberatkan pada penggunaan simbol-simbol pada interaksi. Kita telah
mengerti apa itu interaksi, selanjutnya untuk memahami pon ini, kita harus
mengerti juga makna dari simbol yang merupakan kata dasar dari simbolik.
Simbol oleh Leslle White didefinisikan sebagai “a thing the value or
meaning of which is bestowed upon by those who use it”. Simbol dalam
interaksionisme ini menurutnya adalah pesan yang dapat ditangkap melalui
cara non sensoris. Lebih jauh lagi simbol-simbol tersebut harus juga memalui
interpretasi lawan bicaranya seperti yang dijelaskan oleh Blumer. Contohnya
adalah seorang yang menyapa dengan assalamualaikum apakah dijawab
dengan baik atau tidak juga tergantung pada penafsiran si pemberi salam.

DEFINISI SITUASI

Berbeda dengan konsep sebelumnya, konsep definisi situasi lebih


menekankan bahwa interaksi manusia akan bergantung pada penafsiran
seseorang dalam menanggapi ransangan atau stimulus dari luar dirinya.
Cotohnya seseorang bisa dengan santainya mengumpat kepada teman
akrabnya apabila sedanga bercanda tanpa ada yang tersinggung, tetapi prilaku
mengumpat tersebut tidak akan dilakukan seseorang yang tidak dikenalnya
karena akan menimbulkan sebuah konflik.

ATURAN YANG MENGATUR INTERAKSI

Pada konsep ini, interaksi sosial akan dinilai dari penggunaan aturan-
aturan yang ada didalamnya. Ada 3 aturan mengenai ini seperti yang
disebutkan David A. Karp dan W. C. Yoles, yakni aturan mengenai ruang,
waktu, dan gerak dan sikap tubuh. Dalam kajian yang menjadi rujukan kedua
penulis tersebut, yakni The Hidden Dimension (1982) karya Hall,
disimpulkan bahwa interaksi sosial akan cenderung menggunakan empat
jarak : jarak intim (0 cm-45 cm), pribadi (45 cm-1,22 M) sosial (1,22 m-
3,66m) dan publik(>3,66m). Aturan waktu yang dimaksud disini adalah
hubungan timbal balik yang terus terjadi meskipun tanggapan baru bisa
dilaksanakan di waktu lain, juga tentang nilai-nilai penggunaan waktu
contohnya perbedaan budaya “jam karet” dan disiplin waktu. Pada aturan
gerak tubuh, seseorang akan dianggap tidak sopan ketika melakukan gerakan
gerakan tertentu ketika berinteraksi dengan orang lain.

KOMUNIKASI NON VERBAL

Pendekatan ini lebih menjurus kepada interaksi antar manusia yang satu
dengan yang lain tanpa mengeluarkan kata-kata atau menghiraukannya, tetapi
lebih berfokus kepada gerak tubuh atau gesturenya.

INTERAKSI DAN INFORMASI

Pada pendekatan ini, interaksi manusia dinilai dari apabila seseorang


berinteraksi dengan orang lain, maka dia memerlukan informasi mengenai
lawan interaksinya. Penjelasan lebih lanjut dari Karp dan Yeols bahwa bila
belum memiliki informasi mengenai lawan interaksi, dapat diatasi dengan
mencari informasi. Informasi yang dimaksud adalah informasi-informasi
yang sudah diwarisi sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, usia, pakaian dan
penampilan.

GOFFMAN DAN PRINSIP DRAMATURGI

Erving Goffman merupakan salah seorang ahli sosiologi masa kini yang
dinilai turut memberikan sumbangan penting terhadap kajian interaksi, yakni
prinsip dramaturginya. Menurut Goffman, setiap individu yang berjumpa
akan mengumpulkan informasi lawan bicaranya dan memanfaatkannya untuk
mendefinisikan situasi. Menurut Goffman, pada setiap perjumpaan masing-
masing pihak akan dengan sengaja atau tidak membuat pernyataan
(expression) dan pihak lain akan mendapatkan kesan (impression). Sebuah
pernyataan (expression) pun dibagi menjadi dua yakni yang diberikan dan
dilepaskan. Contohnya adalah apabila ada seseorang yang mengucapkan
terimakasih dengan wajah muram, expression yang diberikan adalah sebuah
ucapan terimakasih tetapi apa yang dilepaskan adalah raut muka muramnya
yang mengisyaratkan isi hati yang sebenarnya.

DARI BERJUMPA SAMPAI BERPISAH

Pembahasan ini adalah tentang tahap-tahap yang ada pada interaksi


sosial. Dalam bukunya Social Intercouse : From Greeting to Goodbye (1978)
Mark L. Knapp membahas berbagai macam tahap yang dapat dicapai dalam
sebuah interaksi. Tahapan-tahapan tersebut dirincikan menjadi tahap memulai
(initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying),
menyatupadukan (integrating) dan mempertahankan (banding).

2. SISTEM SOSIAL
A. Pengertian sistem sosial

Sistem adalah himpunana dari bagian bagian yang saling berkaitan,


masing masing bagian bekerja sendiri dan bersama sama saling mendukung;
semuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama, dan terjadi pada
lingkup yang kompleks.sistem sosial adalah suatu sistem yang terdiri dari
elemen-elemen sosial, sedangkan elemen sosial dapat diartikan sebagai
manusia. Sistem sosial terbentuk dari interaksi antar individu yang
berkembang menurut standar penilaian dan kesepakatan bersama, yaitu
pedoman pada norma norma sosial.

Syarat sistem sosial menurut Alvin L.Bertrand (1980) yaitu:

1. Paling tidak harus terdapat dua orang atau lebih


2. Terjadi interaksi antara mereka
3. Mempunyai tujuan
4. Memiliki struktur

Unsur unsur dalam sistem sosial adalah satuan dari interaksi sosial, yang
kemudian membentuk struktur artinya unsur unsur itu merupakan bagian-
bagian yang saling bergantungan dan menyatu dalam sistem sosial. Menurut
Robert M.Z Lawang (1985), bahwa inti dari sistem sosial adalah selalu ada
hubungan timbal balik yang konstan.

3. Unsur unsur sistem sosial

Secara umum unsur-unsur dari sistem sosial adalah terdiri dari status,
peranan dan perbedaan sosial; akan tetapi sesungguhnya banyak sekali
komponen yang terkandung dalam pengertian sistem sosial itu. Menurut
Alvin L.Bertrand (1980), ada sepuluh unsur yang terkandung dalam sistem
sosial, yaitu sebagai berikut:

1. Keyakinan (pengetahuan)
Keyakinan merupakan unsur sistem sosial yang di anggap sebagai
pedoman dalam melakukan penerimaan suatu pengetahuan di dialam
kehidupan kelompok sosial dalam masyarakat. Misalnya, dalam
menilai berbahaya atau tidak dalam menerima anggota baru pada suatu
kelompok atau organisasi sosial, dinilai berdasarkan kekuatan
keyakinan.

2. Perasaan (sentimen)
Menurut Alvin perasaan menunjuk pada bagaimana perasaan suatu
anggota sistem sosial (angota kelompok) tentang hal-hal, peristiwa-
peristiwa serta tempat tempat tertentu. Suatu keberhasilan sistem sosial
juga di pengaruhi bagaimana perasaan anggotanya secara umum.
Misalnya, jika dalam anggota kelompok saling iri, benci dan dendam
satu sama lain maka hubungan kerja samanya tidak akan berjalan baik.

3. Tujuan, Sarana atau Cita-cita


Tujuan, sarana atau cita-cita di dalam suatu sistem sosial
merupakan pedoman bertindak agar program kerja yang telah
ditetapkan dan disepakati bersama dapat tercapai secara efektif.
4. Norma
Menurut Alvin, norma sosial dapat dikatakan sebagai patokan
tingkah laku yang di wajibkan atau di benarkan di dalam situasi-situasi
tertentu. Norma-norma menggambarkan tata-tertib atau aturan-aturan
permainan yang dapat memberikan petunjuk tentang standar untuk
bertingkah laku dan didalam menilai tingkah laku. Apabila tingkah
laku seseorang dipandang wajar dan sesuai dengan norma norma yang
berlaku dalam kelompoknya, maka interaksi dalam kelompok tersebut
akan berlangsung dengan wajar sesuai dengan ketetapan-ketetapan
bersama. Contohnya tentang kejujuran, tata-tertib hukum dan
sebagainya.

5. Status dan Peran


Pandangan Alvin mengenai status dan peran adalah status
merupakan serangkaian tanggung jawab, kewajiban serta hak-hak yang
sudah di tentukan dalam suatu masyarakat. Sedangkan pola tingkah
laku di namakan peranan. Peranan status adalah proses penunjukan
atau penampilan dari status dan peran sebagai unsur struktural di
dalam sistem sosial.

6. Tingkatan atau Pangkat


Tingkatan atau pangkat merupakan unsur sistem sosial yang
berfungsi menilai perilaku-perilaku anggota kelompok. Sebaliknya
suatu proses penilaian terhadap perilaku-perilaku anggota kelompok,
dimaksudkan untuk memberikan kepangkatan (status) tertentu yang di
anggap sesuai dengan prestasi-prestasi yang telah di capai.

7. Kekuasaan atau pegaruh (power)


Di dalam analisis sistem sosial suatu kekuasaan merupakan
patokan bagi para anggota suatu kelompok atau organisasi dalam
menerima berbagai perintah atau tugas. Kekuasaan seseorang dalam
mengawasi anggota kelompok biasanya dapat dilihat dari status yang
dimiliki. Pengaruhnya sangat besar dalam pengambilan keputusan;
biasanya pemegang kekuasaan mempunyai wewenang dan
kemampuan untuk mempengaruhi para anggota kelompoknya.

8. Sanksi
Sanksi merupakan ancaman hukum yang biasanya ditetapkan oleh
masyarakat terhadap anggota-anggotanya yang dianggap melanggar
norma-norma sosial kemasyarakatan. Penerapan sanksi oleh
masyarakat ditujukan agar pelanggaranya dapat mengubah perilakunya
kea rah yang lebih baik sesuai dengan norma-norma sosial yang
berlaku.

9. Sarana atau fasilitas


Dalam analisis sistem sosial pada prinsipnya mengutamakan fungsi
dari suatu sarana agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin,
betapa pun sederhananya sarana tersebut. Secara umum sarana
dimaksudkan sebagai cara yang di gunakan untuk mencapai tujuan dari
sistem sosial. Unsur sarana adalah terletak pada kegunaannya bagi
sistem sosial.

10. Tekanan Ketegangan (stress-strain)


Ketegangan erat kaitannya dengan kekekangan yang diterima oleh
seorang individu dari individu lain atau kelompok. Ketegangan itu
terjadi karena adanya konflik peranan sebagai akibat dari proses sosial
yang tidak merata. Semakin langgeng hubungan suatu kelompok maka
sikap toleransi sesama anggota kelompok relatif tinggi.
4. Kehidupan Masyarakat Merupakan Sistem Sosial

Kehidupan masyarakat dapat di katakan sebagai sistem sosial


karena di dalam masyarakat terdapat unsur unsur sistem sosial. Secara
garis besar unsur-unsur sosial dalam masyarakat adalah orang-orang yang
salaing bergantung antara satu sama lainnya dalam suatu keseluruhan.
Sedangkan secara khusus dan rinci, unsur sistem sosial dalam masyarakat
adalah status, peranan dan perbedaan sosial dari individu-individu yang
saling berhubungan dalam suatu struktur sosial. Ada beberapa ciri-ciri
kehidupan masyarakat (kolektif) yang menunjuk kepada unsur-unsur
sistem sosial yaitu:
1. adanya pembagian kerja
2. adanya ketergantungan antara individu
3. adanya kerja sama
4. adanya komunikasi dua arah
5. adanya perbedaan-perbedaan fungsi antara individu.

Menurut pendapat Ankie M.M. Hoogvelt (1985), bahwa masyarakat


sebagai suatu tipe sistem sosial dapat dianalisis dari empat fungsi yaitu:

1. Fungsi pemeliharaan pola


Fungsi suatu sistem untuk memelihara agar para aktor atau
unit-unit dalam suatu sistem menampilkan kualitas kebutuhan,
keahlian dan kualitas lainnya untuk mengurangi konflik dan
ketegangan internal yang dapat merusak keutuhan sistem.

2. Fungsi integrasi adalah fungsi untuk persatuan


Fungsi ini mencangkup koordinasi yang diperlukan antara
unit-unit yang menjadi bagian dari suatu sistem sosial, khususnya
yang berkaitan dengan kontribusi unit-unit terhadap keseluruhan
sistem.
3. Fungsi pencapaian tujuan
Artinya adalah bagaimana suatu sistem memobilisasi
sumber daya serta tenaga yang tersedia untuk mencapai tujuan
tersebut.

4. Fungsi adaptasi
Secara umum fungsi ini menyangkut kemampuan
masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan
hidupnnya. Dalam pelaksanaan fungsi ini,peran teknologi sangat
penting.

3. STRUKTUR SOSIAL

A. Definisi Struktur sosial


Definisi struktur sosial menurut para ahli berbeda-beda ada yang
menggambarkan bahwa struktur sosial tentang suatu lembaga
social,sebagian lain menggambarkan struktur sosial sebagai pranata
sosial,bangunan sosial dan lembaga kemasyarakatan. Di dalam antropologi
sosial, konsep struktur sosial sering dianggap sama dengan organisasi
sosial apabila dihubungkan dengan masalah atau kelembagaan hukum
pada masyarakat. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan sosial
yang lebih fundamental yang memberikan bentuk dasar pada masyarakat,
yang memberikan batas-batas pada aksi-aksi yang mungkin dilakukan oleh
organisatoris (menurut firth).
Struktur sosial mencakup berbagai hubungan sosial yang tidak
hanya mengandung unsur kebudayaan belaka, melainkan mencakup
seluruh prinsip-prinsip hubungan sosial yang bersifat tetap dan stabil.
Struktur sosial sering digunakan untuk menjelaskan tentang keteraturan
sosial. Menurut Soerjono Soekanto, struktur sosial adalah hubungan timbal
balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan. Sedangkan
Parson memandang struktur sosial sebagai aspek yang relatif lebih statis
daripada aspek fungsional dalam suatu sistem sosial. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa definisi dari struktur sosial yaitu tatanan sosial dalam
kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal
balik antara status dan peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur
sosial yang menunjuk pada suatu keteraturan perilaku, sehingga dapat
memberikan bentuk sebagai suatu masyarakat. Ciri-ciri dalam struktur
sosial adalah sebagai berikut:
1. Mengacu pada hubungan-hubungan sosial yang pokok yang
dapat memberikan bentuk dasar pada masyarakat, memberikan
batas-batas pada aksi yang kemungkinan dilakukan secara
organisatoris.
2. Mencakup semua hubungan sosial antara individu pada saat
tertentu.
3. Merupakan seluruh kebudayaan masyarakat yang dapat dilihat
dari sudut pandang teoritis
4. Merupakan realitas sosial yang statis.
5. Merupakan tahapan perubahan dan perkembangan masyarakat.

4. INSTITUSI/LEMBAGA/PRANATA SOSIAL

Menurut Koentjaraningrat, Pranata Sosial adalah suatu sistem tata


kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas khusus
dalam kehidpan masyarakat. Pengertian ini menekankan pada sistem tata
kelakuan atau diartikan juga oleh beliau sebagai unsur-unsur yang
mengatur prilaku para warga masyarakt yang berinteraksi. Dari sudut
pandang yang berbeda, Soekanto berpendapat bahwa pranata sosial
merupakan lembaga kemasyarakatan yang lebih menunjuk pada suatu
bentuk dan sekaligus mengandung pengertian-pengertian abstrak perihal
adanya norma-norma dan peraturan tertentu yang menjadi ciri-ciri suatu
lembaga.

Menurut S. F. Nadel dan Koentjaraningrat, setidaknya ada lima


pranata sosial yang pokok, yaitu keluarga, pendidikan, ekonomi, politik
dan agama, di luar itu terdapat pranata lain seperti pranata ilmiah, pranata
keindahan, dan pranata rekreasi.

Oleh karena itu, ada tiga kata kunci di dalam setiap pembahasan mengenai
pranata sosial yaitu:

a. Nilai dan norma.

b. Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum.

c. Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana
untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.

Institution (pranata) adalah sistem norma atau aturan yang menyangkut


suatu aktivitas masyarakat yang bersifat khusus. Sedangkan institute
(lembaga) adalah badan atau organisasi yang melaksanakannya. Untuk lebih
jelasnya dapat diperhatikan dalam tabel berikut :

PRANATA DAN LEMBAGA

N Kegiatan dan Kebutuhan Pranata Lembaga


o.
1. Makanan, pakaian, perumahan Perdagangan Keluarga Bapak
Adi
2. Peran serta politik Pemilihan umum
Komisi Pemilihan
3. Pengembangan keturunan Pernikahan
Umum

KUA, Catatan Sipil,


Gereja
CIRI-CIRI PRANATA SOSIAL

Menurut John Levis Gillin dan John Phillpe Gillin ciri umum
pranata sosial adalah sebagai berikut :

Pranata sosial merupakan suatu organisasi pola pemikiran dan pola


perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasilnya terdiri
atas adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsur-unsur kebudayaan yang
secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang
fungsional.

Hampir semua pranata sosial mempunyai suatu tingkat kekekalan tertentu


sehingga orang menganggapnya sebagai himpunan norma yang sudah
sewajarnya harus dipertahankan. Suatu sistem kepercayaan dan aneka macam
tindakan, baru akan menjadi bagian pranata sosial setelah melewati waktu
yang sangat lama.

 Pranata sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.


 Pranata sosial mempunyai alat perlengkapan yang digunakan untuk
mencapai tujuan.
 Panata sosial biasanya memiliki lambang-lambang tertentu yang secara
simbolis menggambarkan tujuan dan fungsinya.
 Pranata sosial mempunyai suatu tradisi tertulis ataupun tidak tertulis yang
merupakan dasar bagi pranata yang bersangkutan dalam menjalankan
fungsinya. Tradisi tersebut merumuskan tujuan dan tata tertib yang
berlaku.

5. SOSIALISASI

Peter berger (1978) mencatat adanya perbedaan penting antara manusia


dengan makhluk lain. Seluruh makhluk yang ada berperilaku atau bertindak
hanya berdasarkan naluri. Sedangkan manusia bertindak dengan berpikir.
Namun disini manusia juga terlahir dengan naluri yang relatif tidak lengkap
sehingga manusia kemudian mengembangkan kebudayaan untuk mengisi
kekosongan yang tidak diisi dengan naluri. Manusia dituntut untuk
memutuskan sendiri apa kebiasaan yang kemudian ditegakkan menjadi bagian
dari kebudayaan. Karena keputusan yang diambil itu berbeda maka disetiap
individu yang kemudian menjadi kelompok terdapat perbedaan kebudayaan
pada masing-masing kelompok. Keseluruhan kebiasaan yang dipunyai
manusia tersebut harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu masyarakat
melalui suatu proses yang dinamakan sosialisasi.

Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai proses melalui mana seorang


anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
Dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui sosialisasi manusia
dimasukkan ke dalam manusia. Yang diajarkan melalui sosialisasi adalah
peran-peran, oleh sebab itu teori sosialisasi sejumlah tokoh sosiologi
merupakan teori mengenai peran. Menurut George Herbert Mead dalam
teorinya menguraikan tahap pengembangan diri manusia. Diri manusia
berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat
lain. Menurutnya, pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui tahap
play stage, game stage dan tahap generalized other. Masyarakat harus
mempelajari peran-peran yang ada di suatu masyarakat tertentu. Melalui
proses belajar tersebut seseorang harus menjalankan peran yang dijalankan
oleh orang lain sehingga seorang dalam masyarakat mampu untuk
berinteraksi.

Pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai belajar
mengambil peran yang ada orang yang ada disekitarnya. Ia mulai menirukan
peran yang dijalankan oleh orangtuanya atau orang dewasa lain yang sering
berinteraksi dengannya. Misalnya disini adalah setiap kali anak kecil yang
sedang bermain mereka sering meniru peran orang dewasa disekitarnya
seperti menjadi seorang ayah, ibu, nenek, kakek dan bebrbagai profesi orang
dewasa lain. Namun, pada tahap ini seorang anak belum memahami
sepenuhnya isi-isi peran yang ditirunya. Misalnya, seorang anak menirukan
menjadi seorang ayah, tapi ia belum memahami mengapa ayah bekerja, untuk
apa ayah bekerja dll. Selain itu misalnya, seorang anak yang berpura-pura
menjadi seorang polisi, mereka atau ia tidak tahu mengapa seorang polisi
mengintrogasi pelaku kejahatan.

Pada tahap yang kedua yaitu game stage, seorang anak tidak hanya telah
mengetahui peran yang harus dijalankannya tetapi telah pula mengetahui
peran yang harus dijalankan oleh orang lain dan dengan siapa ia berinteraksi.
Contohnya adalah dimana seorang anak yang bermain sepak bola bersama
kawannya. Disitu kawan yang bermain dengannya tentu akan dibagi menjadi
2 tim. Tim yang pertama adalah tim seorang anak tersebut, dan anak tersebut
berperan menjadi seorang penjaga gawang di timnya. Seorang anak tersebut
paham betul bahwa ia harus melindungi gawangnya agar tim lawan tidak bisa
memasukkan bola di gawangnya. Disini anak tersebut paham akan peran
peran dari tim lawan yang akan mencetak gol digawangnya. Sehingga ia akan
berusaha menggagalkan peran tersebut. Selain itu ia juga paham akan peran
seorang wasit yang memimpin jalannya permainan sepak bola tersebut.

Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang telah dianggap mampu mengambil


peran-peran yang dijalankan oleh orang lain dalam masyarakat sehingga
dapat dikatakan telah mampu mengambil peran generalized others. Ia telah
mampu berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya. Atau dapat
dikatakan ia telah mampu terjun dalam masyarakat karena ia telah mampu
memahami peran-peran yang ada disekitarnya dengan baik. Ketika seorang
telah memiliki dan memahamai peran generalized others ini, orang tersebut
dianggap telah mempunyai suatu diri kaena ia mampu berinteraksi dengan
baik dilingkungannya. Dari pandangan-pandangan tersebut nampak jelas
bahwa seseorang mampu mengenali dirinya sendiri ketika ia bisa berinteraksi
baik dengan lingkungannya.

Dalam bersosialisasi pasti akan ada pihak yang menjadi pelaku atau pihak
yang melakukan sosialisasi. Pihak ini disebut Agen Sosialisasi. Fuller dan
Jacobs mengidentifikasikan empat agen sosialisasi meliputi Keluarga, Teman
bermain, Sekolah, dan Media massa.
1. Keluarga
Menurut Gertrude Jaeger(1977) mengemukakan bahwa peran para
agent sosialisasi pada tahap awal ini terutama orang tua sangat penting.
Sang anak sangat tergantung pada orang tua dan apa yang terjadi antara
orang tua dan anak pada tahap ini jarang diketahui orang luar. Arti penting
agent sosialisasi pertama terletak pada pentingnya kemampuan yang
diajarkan pada tahap ini. Mulai dari belajar berkomunikasi secara verbal
dan non verbal dan juga sentuhan fisik.
2. Teman bermain
Disini seorang anak mempelajari kemampuan baru. Kalau didalam
keluarga interaksi yang dipelajarinya dirumh melibatkan hubungan yang
tidak sederajat/ sebaya, maka dalam kelompok bermain seorang anak
belajar berinteraksi dengan teman sebaya. Ia mulai mempelajari aturan
yang mengatur peran orang yang kedududkannnya sederajat juga seorang
anak mulai belajar nilai-nilai keadilan.
3. Sekolah
Menurut Robert Dreeben berpendapat bahwa yang di pelajari anak
di sekolah di samping membaca, menulis dan berhitung adalah aturan
mengenai kemandirian, prestasi, universalisme dan spesifitas. Dari
pandangan Dreeben kita dapat melihat bahwa sekolah merupakan suatu
jenjang peralihan antara keluarga dan masyarakat. Sekolah
memperkenalkan aturan baru yang diperlukan bagi anggota masyarakat,
dan aturan baru tersebu sering berbeda dan bahkan dapat bertentangan
dengan tauran yang dipellajari selama sosialisasi berlangsung anak di
rumah.
4. Media masa
Light, Keller dan Calhoun(1989) mengemukakan bahwa media masa yang
terdiri media cetak maupun elektronik merupakan bentuk komunikasi yang
menjangkau sejumlah besar orang yang berpengaruh terhadap prilaku
khalayaknya.

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup


manusia. Menurur Light Et Al & Berger & Luck man mengemukakan
pendapat tentang bentuk sosialisasi yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi
sekunder. Jaeger merumuskan 2 pola dalam sosialisasi yaitu sosialisasi
partisipatif(pemberian imbalan jika berprilaku baik) dan sosialisasi
refresif(pembberian hukuman bagi yang menyimpang)

6. STATUS DAN PERAN

A. KEDUDUKAN (status)
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam
suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang
secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain,
dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta
kewajiban-kewajibannya.
Secara abstrak kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola
tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa
kedudukan karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola
kehidupan. Pengertian tersebut menunjukkan tempatnya sehubungan
dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh. Kedudukan Tuan A
sebagai warga masyarakat merupakan kombinasi dari segenap
kedudukannya sebagai guru, kepala sekolah, ketua rukun tetangga, suami
nyonya B, ayah anak-anak, dan seterusnya.

Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan,


yaitu sebagai berikut.

1. Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa


memerhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan
kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan
anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula. Seseorang warga
kasta brahmana di India memperoleh kedudukan demikian karena
orang tuanya tergolong dalam kasta yang bersangkutan. Pada umumya
ascribed status dijumpai pada masyarakat-masyarakat dengan sistem
lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat feudal, atau masyarakat
dimana sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial.
Ascribed status, walaupun tidak diperoleh atas dasar kelahiran, pada
umumnya sang ayah atau suami adalah kepala keluarga batih, laki-laki
tidak perlu mempunyai darah bangsawan atau menjadi warga suatu
kasta tertentu. Emansipasi wanita akhir-akhir ini banyak sekali
menghasilkan persamaan dalam bidang pekerjaan dan politik. Akan
tetapi, kedudukan seorang ibu dalam masyarakat secara relative tetap
berada di bawah kedudukan seorang ayah sebagai kepala rumah
tangga.

2. Achieved status, adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang


dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh
atas dasar kelahiran. Akan tetapi, bersifat terbuka bagi siapa saja,
tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta
mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi
jaksa asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Terserahlah kepada yang
bersangkutan apakah dia mampu menjalani syarat-syarat tersebut.
Apabila tidak, tak mungkin kedudukan sebagai hakim tersebut akan
tercapai olehnya. Demikian pula setiap orang dapat menjadi guru atau
profesi lainnya dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu
yang semuanya tergantung pada usaha-usaha dan kemampuan yang
bersangkutan untuk menjalaninya.

3. Assigned status, assigned status sering mempunyai hubungan yang erat


dengan achieved status. Artinya suatu kelompok atau golongan
memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang
berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi, kadang-kadang
kedudukan tersebut di berikan karena seseorang telah lama menduduki
suatu kepangkatan tertentu, misalnya seorang PNS seharusnya naik
pangkat secara regular, setelah menduduki kepangkatan yang lama,
selama jangka waktu yang tertentu.

B. PERAN (ROLE)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Pembedaan Antara
kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada
yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau
kedudukan tanpa peranan. Sebagai mana halnya dengan kedudukan,
peranan juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-
macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu
sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi
masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat
kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku
seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu
dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain.
Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan
hubungan Antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan
diatur oleh norma-norma yang berlaku.

Peranan mencakup tiga hal, yaitu sebagai berikut.

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau


tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-
individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut.

1. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur


masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
2. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang
oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus
terlebih dahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk
melaksanakannya.
3. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak
mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh
masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan
arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.
4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan pernannya
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang
seimbang. Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa
membatasi peluang-peluang tersebut.

Di dalam interaksi sosial kadangkala kurang disadari bahwa yang paling


penting adalah melaksanakan peranan. Tidak jarang terjadi di dalam
proses interaksi tersebut, kedudukan lebih dipentingkan sehingga terjadi
hubungan-hubungan timpang yang tidak seharusnya terjadi. Hubungan-
hubungan yang timbang tersebut lebih cenderung mementingkan bahwa
suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan pihak lain hanyalah
kewajiban belaka.
BAB 3. PENUTUP
Dari pembahasan tentang konsep dasar dalam sosiologi di atas, dapat kita tarik
sebuah kesimpulan bahwasanya sosiologi pada dasarnya mempelajari tentang
hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam mempelajari
hubungan kausalitas dan hasil hasilnya, ada pendekatan-pendekatan yang dapat
kita gunakan seperti interaksionisme simbolik dan konsep dramaturgi. Sebelum
mempelajari kajian sosiologi lebih jauh, lebih penting bagi kita untuk memahami
apa dan bagaimana sebenarnya konsep-konsep dasarnya sehingga langkah kita
dalam pembelajaran lebih terarah. Penyusunan makalah ini pastinya terdapat
kekurangan dalam etika penulisannya atau dalam penyampaiannya. Untuk itu
disampaikan mohon maaf atasnya dan semoga penyusunan makalah ini dapat
memberi manfaat bagi tim penyusun khususnya, bagi seluruh pembaca pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Berry, David. 1974. The Principle of Sociology, London: Constable & Co.
Ltd. Diterjemahkan oleh Wirutomo, 2003, Pokok-pokok Pikiran dalam
Sosiologi (Cetakan IV), Jakarta, Rajagrafindo Persada.
2. Ritzer, George. 2005. Sosiologi Berparadigma Ganda, Jakarta, Persada
Media Group
3. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Raja
Grafindo Persada
4. Sunarto, Kamanto.2004. Pengantar Sosiologi: Suatu Bungai Rampai.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
5. Wirawan, I.B., 2013. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta,
Prenadamedia Grup

Anda mungkin juga menyukai