Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN ANTARA SOSIOLOGI DAN HUKUM ISLAM, WACANA

SOSIOLOGI HUKUM ISLAM , URGENSI SOSIAL HUKUM ISLAM


DAN HUBUNGANYA DENGAN USHUL FIQH, QOWAID FIQH DLL.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosial Hukum Islam Dosen
Pengampu : H. Ilham Thohari, Dr. M

Disusun oleh :
ZILA VIRNANDA APRILIAWATI

(1220004)

MUHAMMAD FAIZ AMIRUDIN

(1220010)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS PONDOK TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan makalah Pengertian Sosiologi, Sosiologi Hukum Sejarah Lahirnya
Sosiologi Hukum dan Manfaat Mempelajarinya ini dapat terselesaikan dengan waktu yang
telah di tentukan.

Makalah dengan judul “Pengertian Sosiologi, Sosiologi Hukum Sejarah Lahirnya Sosiologi
Hukum dan Manfaat Mempelajarinya” ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosiologi Hukum Islam yang diberikan oleh Bapak H. Ilham Thohari, Dr. M. Untuk itu kami
menyusun makalah ini dengan harapan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami lagi
tentang makalah Pengertian Sosiologi, Sosiologi Hukum Sejarah Lahirnya Sosiologi Hukum
dan Manfaat Mempelajarinya. Makalah ini disusun untuk memperlancar proses
pembelajaran.

Namun demikian tentu saja dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan dan pemilihan kata yang kurang tepat. Dengan ini, kami
memohon maaf jika dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan. Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wa‟salammu‟alaikum.Wr.Wb
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang dewasa
ini.Bahkan, kebanyakan penelitian hukum sekarang di Indonesia dilakukan
dengan menggunakan metode yang berkaitan dengan sosialisasi hukum. Pada
prinsipnya, sosiologi hukum ( sosiologi of Law ) merupakan derifatif atau cabang
dari ilmu sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum. Memang, ada study tentang
hukum yang berkeanan dengan masyarakat yang merupakan cabang dari ilmu
hukum, tetapi tidak disebut sebagai sosiologi hukum, melainkan disebut sebagai
sociological jurispudence. Disamping itu, ada kekhawatiran dari ahli sosiologi
terhadap perkembangan sosiologi hukum mengingat sosiologi bertugas hanya
untuk mendeskrisipkan faktafakta.Sedangkan ilmu hukum berbicara tentang nilai-
nilai dimana nilai-nilai ini memang ingin dihindari oleh ilmu sosiologi sejak
semula.Kekhawatiran tersebut adalah berkenaan dengan kemungkinan
dijerumuskannya ilmu sosiologi oleh sosiologi hukum untuk membahas nilai-
nilai. Sebagaimana diketahui, bahwa pembahasan tentang nilai-nilai sama sekali
bukan urusan ilmu sosiologi. Meskipun begitu, terdapat juga aliran dalam
sosiologi hukum, seperti aliran Berkeley, yang menyatakan bahwa mau tiak mau,
suka tidak suka, sosiologi hukum meruapakan juga derifatif dari ilmu hukum
sehingga harus juga menelaah masalah-masalah normatif yang sarat dengan nilai-
nilai. Fungsi hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung dari
berbagai faktor dan keadaan masyarakat.Disamping itu.fungsi hukum dalam
masyarakat yang belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat dalam
masyarakat maju.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana hubungan antara sosiologi dan hukum islam.


b. Bagaiman wacana sosiologi hukum islam.
c. Bagaimana urgensi sosial hukum islam dan hubungannya dengan ushul fiqh
dan qowaid fiqh.

C. TUJUAN

a. Untuk mengetahui hubungan antara sosiologi dan hukum islam.


b. Untuk mengetahui wacana sosiologi hukum islam.
c. Untuk mengetahui urgensi sosial hukum islam dan hubungannya dengan ushul
fiqh dan qowaid fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN

A. HUBUNGAN ANTARA SOSISOLOGI DAN HUKUM ISLAM

Sosiologi yaitu proses mempelajari pengaruh timbal balik antara berbagai segi
kehidupan bersama. Sedangkan, Sosiologi menurut Selo Sumardjan dan
Soelaeman Soemardi Dalam bukunya berjudul Setangkai Bunga Sosiologi;
Sosiologi sebagai ilmu masyarakat mempelajari tentang struktur sosial yakni
keseluruhan jalinan sosial antara unsur-unsur sosial yang pokok, seperti kaidah-
kaidah sosial, ke-lompok-kelompok dan lapisan-lapisan sosial. Contoh hubungan
timbal balik antara kehidupan agama dan kehidupan politik, hubungan
timbalbalik antara kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi. Eksistensi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu hal berada,
keberadaan.dengan demikian, sesuatu yang berada artinya yang kelihatan, bahkan
dewasa ini sangat nampak dengan keberadaannya.
Sedangkan Hukum Islam, Ulama Ushul berpendapat bahwa hukum islam
merupakan tata cara hidup mengenai doktrin syariat dengan perbuatan yang
diperintahkan maupun yang dilarang. Pendapat tersebut jauh berbeda dengan apa
yang disampaikan oleh ulama fiqih, yang mengatakan bahwa hukum Islam
merupakan segala perbuatan yang harus dkerjakan menurut syariat Islam.
Sedangkan Hasby A. S menyatakan dalam pendapatnya mengenai hukum Islam
ialah segala daya upaya yang dilakuakan oleh seorang muslim dengan
mengikutsertakan sebuah syariat Islam yang ada. Dalam hal ini Hasby juga
menjelaskan bahwasannya hukum Islam akan tetap hidup sesuai dengan undang-
undang yang ada. Secara sosiologis, hukum merupakan refleksi tata nilai yang
diyakini oleh masyarakat sebagai suatu pranata dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Menurut Amrullah Ahmad Hal ini berarti, bahwa
muatan hukum itu seharusnya mampu menangkap aspirasi masyarakat yang
tumbuh dan berkembang, bukan hanya bersifat kekinian, namun juga menjadi
acuan dalam mengantisipasi perkembangan sosial,
ekonomidanpolitikdimasadepan. Dengan demikian, hukum itu tidak hanya
sebagai norma statis yang hanya mengutamakan kepastian dan ketertiban, namun
juga berkemampuan untuk mendinamisasikan pemikiran serta merekayasa
perilaku masyarakat dalam menggapai cita-cita.

sosiologi hukum dan hukum Islam di atas, maka yang dimaksud dengan sosiologi
hukum Islam adalah ilmu sosial yang mempelajari fenomena hukum yang
bertujuan memberikan penjelasan atas praktik-praktik ilmu hukum yang mengatur
tentang hubungan secara timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social.

Bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan ketika merumuskan suatu definisi dan
menjadi rujukan resmi yang harus dipahami. Hal ini dikarenakan dalam suatu aktifitas
definisisasi haruslah mengungkapkan kejelasan pengertian, sifat, hakikat dan batasan
makna yang terkandung dalam kata atau kalimat tersebut. Sungguhpun upaya untuk
mendapatkan sebuah pengertian yang komprehensif dan substantif masih terus
berkelanjutan. Namun demikian, usaha-usaha tersebut akan terbantu dengan adanya
sumbangsih pemikiran para sarjana di masa sebelumnya. Sebagai cabang dari ilmu
sosial, sosiologi tidak memiliki batasan yang pasti dan baku tentang apa yang dimaksud
dengan sosiologi itu. Meskipun demikian, bukan berarti sosiologi tidak memiliki
kepastian dan batasan secara mutlak. Sebab ada titik temu dari berbagai definisi yang
dikemukakan para sarjana sosiologi yakni terletak pada pola hubungan antar manusia
yang menyebabkan munculnya pola-pola sosial. Kajian sosiologi melihat perilaku
manusia yang kemudian dikaitkan dengan struktur-struktur kemasyarakatan dan
kebudayaan yang dimiliki, dibagi dan ditunjang bersama. Sosiologi mempelajari perilaku
sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya. Diantara ruang kajian
sosiologi adalah; masyarakat, komunitas, keluarga, perubahan gaya hidup, struktur,
mobilitas sosial, gender, interaksi sosial, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik,
integrasi sosial dan lain sebagainya. Secara etimologi sosiologi berasal dari dua unsur
kata yakni socius (Latin) dan Logos (Yunani). Socius memiliki arti kawan, berkawan,
ataupun bermasyarakat, sedangkan logos memiliki arti ilmu atau bisa juga berarti
berbicara tentang sesuatu. Sedangkan menurut terminologi, sosiologi diartikan sebuah
ilmu yang membahas masyarakat sebagai objek kajian. Adalah Auguste Comte (1798-
1857), tokoh yang pertama kali mencetuskan istilah sosiologi pada tahun 1838 dalam
bukunya positive philosophy. Oleh karena itu ia dianggap sebagai bapak sosiologi. Ia
berpandangan bahwa sosiologi harus berdasarkan pada suatu observasi dan klasifikasi
yang sistematis.5 Sosiologi merupakan sebuah cabang ilmu yang berhubungan dengan
sebuah kajian ilmiah tentang kehidupan manusia. Pandangan Comte pada saat itu adalah
ia percaya bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang
sistematis, bukan pada kekuasaan serta sifat spekulatif. Sesungguhnya Comte adalah
seorang penulis kawakan dan menjadi rujukan pemikiran para ahli sosiologi setelah
masanya seperti Durkheim, Spencer, Hobhouse dan Radcliffe-Brown. Dalam sejarah, ia
bukanlah seorang ahli pikir yang istimewa tentang keaslian tulisannya, ia justru banyak
mengutip pemikiran orang lain.6 Hanya saja ia sangat begitu tertarik dengan ide
perkembangan masyarakat serta ditambah pula pengaruh pemikiran yang diperoleh dari
Condorcet (1743-1794). Soerjono Soekanto mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu
sosial yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari pengertian-pengertian umum,
rasional dan empiris serta bersifat umum. Sedangkan Abdulsyani mendefinisikan
sosiologi hanya dengan melihat objek studi sosiologi itu sendiri, yakni masyarakat
B. WACANA SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

Di Indonesia, upaya-upaya reintroduksi hukum Islam dalam wacana kebangsaan


sebenarnya sudah berlangsung lama. Bahkan, hal itu telah berjalan sejak zaman
kerajaan-kerajaan besar Islam di Nusantara. Nur ad-Din ar-Raniri misalnya
menulis kitab Shirat al-Mustaqim tahun 1628 M., sebagai karya hukum pertama
yang disebar ke seluruh Nusantara. Kemudian di syarah-kan oleh Syekh Arsyad
al-Banjari dengan judul Sabil al-Muhtadin (1779 M.) dan menjadi hukum materiil
dalam menyelesaikan perkara di antara orang Islam di Kesultanan Banjar (Daud,
t.t.),akan tetapi karya-karya hukum Islam tersebut masih ditulis dengan mengikuti
sistematika fiqh klasik. Praktik reintroduksi hukum Islam dalam wacana
kebangsaan masih terus berlanjut pada masa kolonial. Bahkan pada masa inilah
hukum Islam di Indonesia untuk pertama kalinya berkenalan dengan dan dibawa
masuk ke dalam tradisi legislasi hukum negara bangsa modern. Dibuatlah
Compedium Freijer (1760), Mugarrar (1750), Cirebonasche Rechtboek (1757-
1760) dan Compedium Indlansche Wetten bij dehoven van Bone en Goa (Arso,
1998). Hukum Islam ini kemudian diberi dasar hukumnya dalam Regeering
Reglement (RR) tahun 1855 M. Situasi tersebut kemudian berubah setelah
diterapkannya teori receptie Snouck Hurgronje melalui pasal 134 (2) Indlansche
Staatsregeling (IS) versi baru pada tahun 1929. Teori inilah sesungguhnya yang
mengawali konflik antara hukum Islam vis „a vis negara. Hukum Islam
dipertentangkan sedemikian rupa dengan adat menjadi hubungan konflik yang
seolah-olah tak terselesaikan (Jimly, 1998).Namun demikian, usaha-usaha
reintroduksi hukum Islam ini tetap berlangsung. Di Indonesia, upaya-upaya
reintroduksi hukum Islam dalam wacana kebangsaan sebenarnya sudah berlangsung
lama. Bahkan, hal itu telah berjalan sejak zaman kerajaan-kerajaan besar Islam di
Nusantara. Nur ad-Din ar-Raniri misalnya menulis kitab Shirat al-Mustaqim tahun 1628
M., sebagai karya hukum pertama yang disebar ke seluruh Nusantara. Kemudian di
syarah-kan oleh Syekh Arsyad al-Banjari dengan judul Sabil al-Muhtadin (1779 M.) dan
menjadi hukum materiil dalam menyelesaikan perkara di antara orang Islam di
Kesultanan Banjar (Daud, t.t.),akan tetapi karya-karya hukum Islam tersebut masih
ditulis dengan mengikuti sistematika fiqh klasik. Praktik reintroduksi hukum Islam dalam
wacana kebangsaan masih terus berlanjut pada masa kolonial. Bahkan pada masa inilah
hukum Islam di Indonesia untuk pertama kalinya berkenalan dengan dan dibawa masuk
ke dalam tradisi legislasi hukum negara bangsa modern. Dibuatlah Compedium Freijer
(1760), Mugarrar (1750), Cirebonasche Rechtboek (1757-1760) dan Compedium
Indlansche Wetten bij dehoven van Bone en Goa (Arso, 1998). Hukum Islam ini
kemudian diberi dasar hukumnya dalam Regeering Reglement (RR) tahun 1855 M.
Situasi tersebut kemudian berubah setelah diterapkannya teori receptie Snouck Hurgronje
melalui pasal 134 (2) Indlansche Staatsregeling (IS) versi baru pada tahun 1929. Teori
inilah sesungguhnya yang mengawali konflik antara hukum Islam vis „a vis negara.
Hukum Islam dipertentangkan sedemikian rupa dengan adat menjadi hubungan konflik
yang seolah-olah tak terselesaikan (Jimly, 1998).Namun demikian, usaha-usaha
reintroduksi hukum Islam ini tetap berlangsung. Secara spesifik upaya-upaya reintrodiksi
hukum Islam dalam wacana kebangsaan tersebut bahkan telah melahirkan berbagai teori
tentang berlakunya hukum Islam di tanah air, seperti teori receptie exit dan receptio a
contrio. Sejarah Indonesia juga mencatat bahwa usahausaha pembaharuan Islam –mulai
dari pembaharuan Walisanga, Gerakan Paderi, Muhammadiyah, sampai gagasan
Reaktualisasi ajaran Islam Munawir Sjadzali – (Syafiq, 1995) selalu berada dalam
konteks hubungan Islam dengan negara, dengan berbagai corak serta karakteristiknya
masing-masing.

C. Urgensi sosial hukum islam dan hubungannya dengan ushul


fiqh dan qowaid fiqh.

Semua ulama sepakat bahwa ushul fiqh menduduki posisi yang sangat penting dalam
ilmu-ilmu syariah. Imam Asy-Syatibi (w.790 H), dalam Al-Muwafaqat, mengatakan,
mempelajari ilmu ushul fiqh merupakan sesuatu yang dharuri (sangat penting dan mutlak
diperlukan), karena melalui ilmu inilah dapat diketahui kandungan dan maksud setiap
dalil syara (Al-quran dan hadits) sekaligus bagaimana menerapkannya. Menurut Al-
Amidy dalam kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Siapa yang tidak menguasai ilmu ushul
fiqh, maka diragukan ilmunya, karena tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah
kecuali dengan ilmu ushul fiqh.

Senada dengan itu, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh merupakan satu
di antara tiga ilmu yang harus dikuasai setiap ulama mujtahid, dua lainya adalah hadits
dan bahasa Arab. Prof. Salam Madkur (Mesir), mengutip pendapat Al-Razy yang
mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang paling penting yang mesti dimiliki
setiap ulama mujtahid. Ulama ekonomi syariah sesungguhnya (seharusnya) adalah
adalah bagian dari ulama mujtahid, karena ulama ekonom syariah harus berijtihad
memecahkan berbagai persoalan ekonomi, menjawab pertanyaan-pertanyaan boleh
tidaknya berbagai transaksi bisnis modern, halal haramnya bentuk bisnis tertentu.
Memberikan solusi pemikiran ekonomi, memikirkan akad-akad yang relevan bagi
lembaga keuangan syariah. Memberikan fatwa ekonomi syariah, jika diminta oleh
masyarakat ekonomi syariah. Untuk mengatasi semua itu, seorang ahli syariah (dewan
syariah), harus menguasai ilmu ushul fiqh secara mendalam karena ilmu ini diperlukan
untuk berijitihad.

Seorang ulama ekonomi syariah yang menduduki posisi sebagai dewan pengawas syariah
apalagi sebagai Dewan Syariah Nasional, mestilah menguasai ilmu ushul fiqh bersama
ilmu-ilmu terkait, seperti qaw‟aid fiqh, tarikh fiqh, falsafah hukum islam, tafsir ekonomi
dan hadist ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi Islam. Oleh karena penting dan
strategisnya penguasaan ilmu ushul fiqh, maka untuk menjadi seorang faqih (ahli fiqh),
tidak diharuskan membaca seluruh kitab-kitab fiqh secara luas dan detail, cukup
mengetahui sebagian saja asal ia memiliki kemampuan ilmu ushul fiqh, yaitu
kemampuan istinbath dalam mengeluarkan kesimpulan hukum dari teksteks dalil melalui
penelitian dan metode tertentu yang dibenarkan syari‟at baik ijtihad istimbath maupun
ijtihad tathbikq Metodologi istimbath tersebut disebut ushul fiqh. Demikianlah
pentingnya ilmu ushul fiqh bagi seorang ulama. Literatur sejarah mendeskripsikan
bahwa, para ulama memiliki basis yang kuat sebagai mediasi bagi perubahan social
melalui aktivitas pemberdayaan umat. Ulama sebagai ahli agama dan pendamping
masyarakat sesungguhnya merupakan wujud dari pemahaman Islam yang sempurna
(Islam kaffah). Ulama dengan kapasitas keilmuan yang general semestinya mampu
menjawab problem-problem kemanusiaan, seperti ketidakadilan, penindasan
kesewenangwenangan dan kemiskinan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.3
Menyimak realitas sosial sekarang ini, umat Islam diperhadapkan dengan bermacam-
macam tantangan dan permasalahan baru, yang terkesan belum pernah di bahas oleh
ulama-ulama terdahulu. Kemajuan sains dan teknologi, ternyata mampu merubah dunia
dengan kemajuan peradaban manusia secara pesat. Realitas tersebut harus disikapi
melalui upaya ijtihad dari para ulama, agar Islam tetap bisa menjawab tantangan zaman
yang terus bergulir dengan problema-probloma baru yang menuntut penyelesaian secara
hukum. Upaya ijtihad dalam sejarah perkembangan hukum Islam, sebenarnya
diperkenalkan sejak masa awal pembentukannya oleh Nabi saw., meski dalam bentuk
yang masih sangat sederhana. Isyarat-isyarat dari situlah yang mengilhami langkah-
langkah sahabat dan generasi berikutnya untuk terus melakukan pembaharuan di bidang
fiqh Islam. Dalam literature sejarah dijelaskan bahwa perkembangan ijtihad, mencapai
puncaknya pada periode tabi‟ al tabi‟in, saat dimana Islam mencapai kemajuan di
berbagai aspek kehidupannya. Setelah lewat masa keemasan tersebut, terjadilah masa
kemunduran yang antara lain ditandai dengan masa kejumudan ijtihad. Deskripsi di atas
memberikan kesan bahwa dalam Islam terdapat dua aliran yang selalu berhadap-hadapan.
Pertama, mereka yang menginginkan pembaharuan hukum dengan terus menggali ilmu-
ilmu keislaman dan melakukan ijtihad. Kedua, mereka yang lebih cenderung tertutup
terhadap kemungkinan diadakannya perubahanperubahan di dalam hukum Islam meski
dengan melalui ijtihad. Bagi kalangan ini, memahami bahwa segala ketentuan dalam
Islam, semuanya secara tuntas disajikan dalam Al qur‟an secara qodiyah. Dilema dari
dua kondisi ini, sebenarnya sudah terjadi sejak awal perkembanngan hukum Islam, yakni
ketika terjadi polimik antara Umar bin Khattab dengan Bilal bin Rabbah mengenai
ghanimah (harta rampasan perang) berupa tanah. Bilal lebih cenderung membagi-bagikan
tanah tersebut dengan berdasar pada al qur‟an dengan hak-hak masing-masing seperlima,
kepada Allah, Rasul, Kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibn al
sabil. Umar bin Khattab yang lebih cenderung menilai dari aspek maslahatnya,
berpendapat lain, dengan melalui ijtihadnya kelihatan kalau Umar mengambil sikap yang
bertentangan dengan ayat yang diperpegangi Bilal. Umar menyerahkan tanah kepada
para petani yang ahli bertani, berikut hasilnya akan diserahkan kepada negara.
Menurutnya, jika diserahkan kepada prajurit maka akan terjadi ketimpangan ekonomi
karena mereka tidak akan mampu mengelola baik dengan latar belakang bukan petani.
Ijtihad yang dilakukan Umar ra. tampak lebih obyektif dan memperhatikan aspek-aspek
pranata sosial kehidupan masyarakat. Sehingga peluang untuk lebih seiring dengan
keadaan masyarakat lebih terbuka dan akan mencerminkan bahwa perkembangan
pemikiran hukum dalam Islam dapat sejalan dengan peradaban manusia seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, untuk memecahkan masalah-
masalah hukum baru dalam fiqh, Nouruzzaman Shiddiqi yang mengutif pendapat Hasby
As Shiddieqie, lebih cenderung menyarankan untuk di bentuk sebuah lembaga hukum
Islam yang permanen, yang anggota-anggotanya terdiri dari para ilmuan, baik ahli agama
Islam maupun dari kalangan ahli ilmu-ilmu pengetahuan umum dari berbagai macam
disiplin ilmu pengetahuan. Baginya kajian yang dilaksanakan dengan corak seperti ini,
lebih sempurna dari pada yang dilakukan secara perorangan atau sekumpulan orang yang
hanya memiliki keahlian hanya satu macam saja.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hubungan Sosiologi dan Hukum Ditinjau dengan Sistem Hukum Laurence M. Friedman. ...
Secara garis besar sosiologi hukum merupakan suatu ilmu yang bertujuan untuk
mempelajari hubungan timbal balik secara langsung antara hukum dengan lingkungan sosial
atau gejala-gejala sosial lainnya terdapat dalam kehidupan bermasyarakat. sosiologi
hukum dan hukum Islam di atas, maka yang dimaksud dengan sosiologi hukum
Islam adalah ilmu sosial yang mempelajari fenomena hukum yang bertujuan
memberikan penjelasan atas praktik-praktik ilmu hukum yang mengatur tentang
hubungan secara timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social. Sosiologi
yaitu proses mempelajari pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan
bersama. Sedangkan, Sosiologi menurut Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Dalam bukunya berjudul Setangkai Bunga Sosiologi; Sosiologi sebagai ilmu
masyarakat mempelajari tentang struktur sosial yakni keseluruhan jalinan sosial
antara unsur-unsur sosial yang pokok, seperti kaidah-kaidah sosial, ke-lompok-
kelompok dan lapisan-lapisan sosial. Contoh hubungan timbal balik antara kehidupan
agama dan kehidupan politik, hubungan timbalbalik antara kehidupan agama dan segi
kehidupan ekonomi. Eksistensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti
yaitu hal berada, keberadaan.dengan demikian, sesuatu yang berada artinya yang
kelihatan, bahkan dewasa ini sangat nampak dengan keberadaannya.
DAFTAR PUSTAKA

https://agussalimrasman.blogspot.com/2017/03/sosiologi -hukum-islam.html

http://bloktuban.com/2017/01/17/sosiologi -dan-eksistensi-hukum-islam /

http://etheses.iainkediri.ac.id/704/3/931100414-bab2.pdf

https://journal.uii.ac.id/Unisia/article/download/2690/2477

http://digilib.uin-suka.ac.id/26870/1/13380033_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-
PUSTAKA.pdf

Anda mungkin juga menyukai