Anda di halaman 1dari 8

TEORI SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Tugas Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Matakuliah Logika dan
Penalaran Hukum
Dosen Pengampu : Dr. Ismail Hasani, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Muhammad Fadhil Ilhami 11200490000030

Zofiroh Nurjannah Yusuf Lubis 11200490000042

Aulia Kamilal Hajj 11200490000050

Laelatus Saadah 11200490000060

La Ode Muhammad Iqwal Awab 11200490000106

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M/1444 H
Dalam Buku yang berjudul Memahami Teori Hukum (Endrik, dkk: 2022), dijelaskan
Konsepsi Hukum Aliran Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran dalam
filsafat hukum yang berkembang dan tumbuh di benua Eropa yang dipelopori oleh Eugen
Erlich. Dalam memahami hakikat hukum, aliran sociological jurisprudence ini melihat
hukum bukan semata-mata normative tetapi fenomena normative sekaligus sosiologis, aliran
ini tergolong dalam aliran pemikiran hukum sosiologis yang mempelajari pengaruh hukum
terhadap masyarakat dengan pendekatan dari hukum ke masyarakat.1 Perlu kita ketahui
bahwa Aliran sociological jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum.  Dijelaskan oleh
Roscoe Pound dalam kata pengantar pada buku Gurvitch yang berjudul Sosiologi hukum,
perbedaan diantara keduanya ialah :

Sociological Jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat hukum


yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan Sosiologi
Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai gejala sosial yang mempelajari
pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam
masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya,
yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat.

Dari dua hal tersebut (sociological jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat
dibedakan cara pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari
hukum kepada masyarakat, sedangkan sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak dari
masyarakat kepada hukum.2 Atas dasar pendekatan yang berbeda, menurut anggapan
beberapa pakar, aliran Sociological Jurisprudence lahir sebagai sintesa dari proses dialektika
atau pertentangan antara mazhab Positivisme hukum (tesa) dengan mazhab Sejarah (anitesa).
Maka untuk memahami gagasan Aliran Sociological Jurisprudence ini harus terlebih dahulu
memahami aliran positivisme hukum dan mazhab sejarah.3

Tesis positivisme hukum bahwa hukum merupakan perintah penguasa semata-mata


mengandung konsekuensi bahwa arah bahkan pekembangan hukum untuk di masa yang akan
datang berada di tangan penguasa, dan dapat direncanakan sesuai kebutuhan oleh penguasa,
tetapi pada sisi lain possitivisme hukum ini memisahkan antara hukum dan moral, dampak
dari sisi lain positivisme hukum ini adalah aspek keadilan yang menjadi kelemahan dari
1
Endrik Safudin, dkk. Memahami Teori Hukum: Percikan Pemikiran Ilmu Hukum Lintas Mazhab. Q-Media:
Yogyakarta, 2022. H. 106.
2
Gelar Dwihandaya, Pengantar Ilmu Hukum: Socological Jurisprudence.
https://sites.google.com/a/unida.ac.id/gelardwi/system/app/pages/sitemap/list
3
Endrik Safudin, dkk. Memahami Teori Hukum: Percikan Pemikiran Ilmu Hukum Lintas Mazhab. Q-Media:
Yogyakarta, 2022. H. 106.
positivisme hukum, dan lebih menonjolkan sisi kepastian hukum. Sedangkan tesis mazhab
sejarah bahwa hukum merupakan produk masyarakat bahwa hukum yang dibentuk oleh
masyarakat mengandung aspek keadilan yang memiliki kelebihan dibandingkan positivisme
hukum dari sisi aspek keadilan karena sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, namun kelemahan dari mazhab sejarah ini kurang memiliki aspek kepastian
hukum, terutama pada zaman modern ini aspek kepastian hukum merupakan suatu kebutuhan
yang sama pentingnya.4

Baik kebenaran tesis positivisme hukum maupun tesis mazhab sejarah, pemikiran
kedua aliran tersebut sama pentingnya. Maka aliran Sociological Jurisprudence ini
mengemukakan tesis “Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan Hukum yang
hidup dalam Masyarakat”. Menurut Rasjidi (2001) Tesis Sociological Jurisprudence ini
menawarkanformula baru dengan cara mengakomodasi kedua tesis aliran tersebut dan jelas
hendak memperbaiki kelemahan kedua tesis tersebut.5

Oleh karena itu, aliran Sociological Jurisprudence berpandangan bahwa Hukum tidak
berada di tangan negara atau pembentuk UU, atau akdemisi hukum melainkan masyarakat itu
sendiri, yang menunjukan aliran ini dipengaruhi oleh pemikiran mazhab sejarah dan bertolak
belakang dengan aliran positivisme hukum.6

Sociological Jurisprudence juga merupakan aliran yang memberikan perhatiannya


sama pentingnya kepada faktor-faktor penciptaan dan pemberlakuan hukum, yaitu
masyarakat dan hukum. Pokok pikiran aliran ini memiliki perbedaan yang tajam dengan
Aliran Positivis, hukum Historis (evolustis), dan Naturalis, dalam hal menempatkan
masyarakat dan hukum sebagai konsep pemikiran di antara mereka. 7 timbul dari proses
dialetika antar (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah. Sebagaimana
diketahui, positivisme hukum memandang tida hukum kecuali perintah yang diberikan
penguasa (law is command of lawgivers), sebaliknya mazhab sejarah menyatakan hukum
timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat.

Aliran pertama mementingkan akal, sementara aliran kedua lebih mementingkan


pengalaman, dan sociological jurisprudence menganggap keduanya sama pentingnya. Aliran
4
Endrik Safudin, dkk. Memahami Teori Hukum: Percikan Pemikiran Ilmu Hukum Lintas Mazhab. Q-Media:
Yogyakarta, 2022. H. 107-108.
5
Endrik Safudin, dkk. Memahami Teori Hukum: Percikan Pemikiran Ilmu Hukum Lintas Mazhab. Q-Media:
Yogyakarta, 2022. H. 108.
6
Endrik Safudin, dkk. Memahami Teori Hukum: Percikan Pemikiran Ilmu Hukum Lintas Mazhab. Q-Media:
Yogyakarta, 2022. H. 109.
7
Prof. Dr. H. R. Otje Salman, S.H, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika), Reflika Aditama, 2013, hal. 48
Sociological Jurisprudence lebih mengarah kepada kenyataan daripada kedudukan dan fungsi
hukum dalam masyarakat. Arah pikiran ini dapat ditelusuri melalui konsep-konsep yang
dicetuskan oleh pemikir-pemikir terkenal serta paling berpengaruh, yaitu Eugen Ehrlich (asal
Jerman) dan Roscoe Pound, dengan prinsip pemikiran: “Hukum yang baik adalah hukum
yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat” (living law) baik tertulis
maupun tidak tertulis Hal ini berarti bahwa aliran tersebut mengakui sumber hukum formal
baik undang-undang maupun bukan undang-undang asalkan sesuai dengan living law.

Berarti bahwa hukum itu menceriminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.
Rumusan demikian menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai
masyarakat hukum demi adanya kepastian hukum dan living law sebagai wujud penghargaan
terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.
Pendasar mazhab Sociological Jurisprudence, yaitu Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin
Cardozo, Kantorowics, Gurvitch, dan lain-lain. Di buku Filsafat Hukum Dalam Lintasan
Sejarah dari Dr. Theo Huijbers mengatakan ada 6 tokoh aliran sociological jurisprudence,
yaitu Max Weber, Leon Duguit, Eugen Ehrlich, Theodor Geiger, Maurice Hauriou, dan
George Gurvitch. Di Amerika Serikat, aliran ini berkembang pada abad ke-20 tetapi lebih
memusatkan pada kondisi-kondisi (senyatanya) hukum di Amerika Serikat, dengan
menempatkan peranan hukum yang tidak tertulis dan hukum yang tertulis. Dalam
perkembangan ilmu hukum di Amerika Serikat timbul dua macam aliran, yaitu (1)
sociological jurisprudence (ilmu hukum sosiologis) dan (2) legal realism (realisme hukum).
Aliran realisme hukum memusatkan perhatiannya pada proses hukum secara empiris.

Perhatian aliran ini jauh berkembang tidak sekedar pada esensi hukum, tetapi juga
esensi perkembangan hukum. Menurut Roscoe Pound, tugas utama hukum adalah rekayasa
sosial, dengan fungsi utama antara lain untuk melindungi kepentingan, yaitu kepentingan
umum, kepentingan sosial, dan kepentingan pribadi secara seimbang.

Aliran Sociological Jurisprudence dipandang dari sudut Ontologi, Epistimologi Dan


Aksiologi diantara lain pengertiannya adalah sebagai berikut :

1) Ontologi Aliran ini menganggap masyarakat sebagai pusat perkembangan hukum


bukannya terletak pada perundang-undangan, ilmu hukum ataupun keputusan hakim.
Hukum itu sendiri merupakan lembaga kemasyarakatan yang memenuhi kebutuhan-
kebutuhan sosial.
2) Epistimologi Sumber kebenarannya adalah dari masyarakat, karena masyarakat
berperan sebagai subjek pembuat undang-undang sekaligus objek yang menjalankan
undang-undang tersebut. Metode sosiologis merupakan metode yang digunakan oleh
para pelopor aliran ini karena mereka berusaha untuk menelusuri hukum dalam
tinjauan isi dan bentuknya yang berubahubah menurut waktu dan tempat dengan
bantuan faktor-faktor kemasyarakatan.
3) Aksiologi Dalam aliran Sociological Jurisprudence terdapat suatu kepentingan yaitu
hukum dijadikan pendekatan kepada masyarakat. Oleh karena itu hukum bersifat taut
nilai dengan kesubjektifan pelopor hukum aliran ini yang melihat hukum sebagai
lembaga kemasyarakatan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Sikap para pelopor aliran
hukum ini hendaknya terlibat dalam menentukan kebijakan karena dengan demikian
fungsi hukum yang diharapkan oleh aliran ini yaitu sebagai sebagai sarana
pemenuhan kebutuhan sosial dapat terwujud.

Dalam mempelajari filsafat hukum yang mempengaruhi timbul dan berkembangnya


sosiologi hukum ada berbagai macam, yang salah satunya yaitu paham Sociological
Jurisprudence. Pelopor dari paham ini ialah Eugen Ehrilch dengan didukung oleh Lawrence
M. Friedman, Roscoe Pound, dan Muchtar Kusumaatmadja. Pernyataan terkait teori ini ialah
hukum yang diciptakan senantiasa menyesuaikan dengan aturan yang ada di dalam
masyarakat atau (Living Law), yaitu hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang mudah
dihilangkan.8 Ehrilch pun menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila
selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang dalam antropologi dikenal sebagai
pola-pola kebudayaan (culture patterns).9

Sosiologi hukum (Sociological Jurisprudence) merupakan salah satu teori disiplin


ilmu hukum yang mempelajari pengaruh hukum terhadap masyarakat dan sebagiannya
dengan pendekatan dari hukum ke masyarakat. 10 Faktor-faktor yang relevan dalam teori ini
ialah:

1. Hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial.


2. Faktor politik dan kepentingan dalam hukum.
3. Stratifikasi sosial dan hukum.
4. Hubungan antara hukum tertulis/resmi dengan kenyataan hukum/hukum yang hidup.
8
Dr. Yahman, S.H, M.H, Pengantar Sosiologi Hukum, Jakad Media Publishing, Surabaya, Hlm. 19
9
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1991, Hlm. 36.
10
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H, M.Hum, M.M, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas
Hukum,, Kencana, Jakarta, Hlm. 4.
5. Hukum dan kebijaksanaan umum.
6. Segi perikemanusiaan dari hukum.
7. Studi tentang keputusan pengadilan dan pola perikelakuan (hakim).11

Sociological Jurispridence menghasilkan sebuah dasar atas terciptanya hukum yang


tidak bersandar pada logika semata tetapi juga Socio Psychological Experience, yang mana
seorang hakim apabila memberi keputusan haruslah berdasar pada kenyataan-kenyataan
sosial yang memenuhi keadilan masyarakat. Konsep ini yang kemudian melahirkan law is a
tool of social engineering and social controle (hukum adalah alat untuk
merekayasa/memperbaharui masyarakat dan alat kontrol sosial). Sejalan dengan aliran
Realisme hukum yang menekankan hukum tidak statis dan selalu bergerak secara terus
menerus dimana hukum itu diberlakukan. 12

Kesimpulannya pada aliran Sociological Jurisprudence memisahkan dengan jelas


antara hukum positif/hukum yang diberlakukan negara yang sifatnya formalistik dan hukum
yang hidup di masyarakat. Hukum tidak sebatas peraturan semata tetapi dilihat sebagai alat
untuk bekerjanya masyarakat. Roscoe Pound sebagai salah satu tokoh aliran ini pun
menyatakan bahwa fungsi hukum haruslah diperluas termasuk didalamnya rekonsiliasi,
harmonisasi, dan kompromi bagi semua kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan individu atau
kelompok. Konsep inilah yang menggambarkan hukum masa depan yang mempunyai visi
dan misi yang jelas untuk menyelesaikan konflik dalam kehidupan masyarakat.13

Adapun contoh peristiwa hukum dari teori Sociological Jurisprudence. Beberapa


waktu lalu publik dihebohkan dengan peristiwa memasak dan memakan daging kucing yang
dilakukan oleh seorang warga Bengkulu Utara. 
Pemuda berinisial RD ditangkap oleh Polres Bengkulu Utara karena kedapatan telah
menangkap, kemudian menyembelih seekor kucing yang tengah hamil dan kemudian
dimasak untuk dimakan. Pelaku berdalih tindakan tersebut dilakukan karena sudah kelaparan
dan untuk menambah energi atau tenaga tubuhnya. Akibat tindakannya, pria tersebut diancam
dengan Pasal 302 Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
Penganiayaan terhadap Hewan yang berbunyi “Jika perbuatan itu (Penganiayaan terhadap
Hewan) mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat
lainnya, atau mati yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan,
atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan”.
11
Ibid, Hlm. 43
12
Dr. Saifullah M.Hum, Dinamika Teori Hukum Sebuah Pembacaan Kritis-Paradigmatik, UIN Maliki Malang,
Hlm.21-22
13
Ibid, Hlm. 22
Penegakan hukum terhadap tindakan tersebut menimbulkan perdebatan maupun pro-kontra di
dunia maya. Netizen menyandingkan penegakan hukum kasus tersebut dengan keberadaan
Pasar Ekstrem Tomohon di Sulawesi Utara. Pasar ini bukan pasar pada umumnya, namanya
sudah terdengar hingga mancanegara karena menyediakan berbagai daging hewan yang tidak
biasa dikonsumsi masyarakat di daerah lain di Indonesia bahkan dunia misalnya daging babi,
anjing, ular, biawak, tikus, kelelawar termasuk juga daging kucing.
Kemudian yang menjadi pertanyaan dan perdebatan oleh netizen adalah mengapa tindakan
menangkap dan memasak daging kucing di Bengkulu dapat dikenai hukum pidana sedangkan
di belahan nusantara lainnya masih terdapat pasar yang secara terang-terangan menjual
kucing? Pertanyaan ini tentu muncul mengingat proses pengolahan daging kucing untuk
sampai di pasar untuk dijual kembali tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
pelaku RD di Bengkulu Utara.
Untuk menjawab pertanyaan ini SJ memberikan jawaban dengan menjadikan masyarakat
sebagai sumber jawaban itu sendiri. Pasar Tomohon bukanlah institusi kebal dari penegakan
hukum. Jika melihat pada aspek sejarah dan budaya, terdapat beberapa perbedaan signifikan
antara masyarakat yang mendiami wilayah Tomohon yakni Suku Minahasa dengan
masyarakat di Bengkulu Utara atau bahkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. 
Perbedaan ini bukanlah perbedaan yang bersifat hierarkis, melainkan berasal dari perbedaan
aspek kultural-historis. Dalam perkembangan sejarah, masyarakat Minahasa tidak pernah
beralih menjadi masyarakat agraris layaknya kebanyakan kelompok masyarakat lain di
Indonesia. Akibatnya kebiasaan masyarakat untuk bertahan hidup dengan cara berburu
langsung dari alam masih terus terjaga hingga saat ini. 
Diet atau variasi makanan masyarakat Minahasa didominasi oleh satwa-satwa yang diperoleh
dari proses berburu di hutan misalnya ular, kelelawar dan babi hutan serta hewan-hewan yang
biasa menjadi hewan domestik yakni anjing dan kucing yang tidak dibudidayakan atau tidak
masuk dalam kelompok hewan ternak. Kondisi ini yang menjadikan munculnya nilai-nilai
unik dan khas yang hanya dimiliki oleh masyarakat Tomohon dibandingkan dengan daerah-
daerah lain di Indonesia.
Maka dari itu, terdapat nilai-nilai berbeda yang dianut masyarakat di Tomohon dengan
daerah-daerah lainnya. Masyarakat Tomohon akan memandang bahwa tindakan tersebut
(mengolah daging kucing) masih sejalan dengan nilai-nilai dan hukum yang hidup di tengah
masyarakat. Terkait dengan hal tersebut SJ akan berpendapat bahwa jika penegak hukum
melakukan tindakan hukum terhadap kegiatan jual-beli tersebut justru kegiatan penegakan
hukum tersebut akan kontraproduktif dengan nilai keadilan dan hukum masyarakat.
Kondisi ini tentu berbeda dengan nilai-nilai dan hukum yang hidup di tengah masyarakat
Bengkulu Utara yang melihat kucing sebagai hewan domestik dan erat dengan manusia atau
alasan-alasan lainnya. Jika tindakan yang dilakukan oleh terduga pelaku yakni RD tidak
ditindak oleh penegak hukum, maka akan timbul rasa ketidakadilan di tengah masyarakat
Bengkulu Utara. 
Begitu juga sebaliknya, jika dilakukan pemidanaan terhadap pedagang daging kucing di Pasar
Tomohon tentu penegakan hukum yang seharusnya memulihkan rasa keadilan bagi
masyarakat akan menimbulkan luka dan rasa sakit bagi masyarakat. Maka inilah pemikiran
yang ingin disampaikan oleh aliran Sociological Jurisprudence, bahwa hukum tersebut lahir
dan berkembang sesuai dengan pengalaman apa yang terjadi dalam masyarakat, pada kasus
ini kita bisa melihat kedudukan dan keharmonisan antara aliran positivisme hukum dan aliran
SJ merupakan hal yang sama pentingnya, sehingga dalam proses penegakan hukum,
mengharmoniskan hubungan keduanya mutlak harus dijalankan tanpa harus menghilangkan
atau memojokan salah satu dari kedua pandangan tersebut.

Daftar Pustaka

Aburaera Sukarno, Muhadar, Maskun, 2013, Filsafat Hukum (Teori Dan Praktik), Jakarta
Prenadamedia Group.
Amran Suadi, Sosiologi Hukum: Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum,
Jakarta:Kencana
Endrik Safudin, dkk. 2022. Memahami Teori Hukum: Percikan Pemikiran Ilmu Hukum Lintas
Mazhab. Q-Media: Yogyakarta.
Gelar Dwihandaya, Pengantar Ilmu Hukum: Socological Jurisprudence.
https://sites.google.com/a/unida.ac.id/gelardwi/system/app/pages/sitemap/list
Huijbers Theo, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius Rasjidi
Lili dan Rasjidi Thania Ira, 2004, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Muhammad Erwin, 2021, Filsafat Hukum, Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Rasjidi Lili dan Sidharta Arief B., 1994, Filsafat Hukum Mazhab Dan Refleksinya, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Saifullah, Dinamika Teori Hukum Sebuah Pembacaan Kritis-Paradigmatik, UIN Maliki
Malang.
Salman Otje, 2013, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika), Reflika Aditama
Soerjono Soekanto, 1991, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta : Rajawali
Yahman, Pengantar Sosiologi Hukum, Surabaya : Jakad Media Publishing

Anda mungkin juga menyukai