Anda di halaman 1dari 28

Kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
m e m b e r i k a n t a u f i k d a n hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis, dapat
menyelesaikan penyusunan makalah inidengan baik dan lancar. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw,  para sahabatnya,
tabiuttabiin, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Seiring
dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, sepantasnyalah saya
mengucapkanterima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu dalam
penyusunan makalah ini. Saya juga menyadari masih banyaknya kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, olehkarena itu kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini. Selain itu, kami
berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalahini
menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam dunia


hukum, karena ha tersebut merupakan konsep dasar yang dapat
menjawab suatu masalah. Teori juga merupakansarana yang
memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam
setiap bidang ilmu pengetahuan hukum. Penting untuk seorang akademisi
hukum mengetahui pengertian teoris e c a r a luas, sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam membuat karya-karya ilmiah
y a n g merupakan proses kegiatan seorang akademisi dalam
k e g i a t a n i l m i a h m a u p u n d a l a m s u a t u  penelitian.
S.Nasution menguraikan bahwa teori adalah susunan fakta yang saling
berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami fungsi dan
peranan teori dalam penelitian ilmiah,mengarahkan, merangkum pengetahuan
dalam sistem tertentu, serta meramalkan fakta.
Teori menurut para pakar diatas berasal dari cabang-cabang ilmu lain,
tergantung dari sudut mana memandang substansi teori tersebut, begitu
pula dengan ilmu hukum yang luas sehingga terdapat banyak aliran teori
atau mahzab yang lahir dari para sarjana.
Teori hukum selalu berkembang mengikuti perkembangan
m a n u s i a s e r t a m e n g i k u t i kebutuhan dan nilai-nilai yang hidup dalam
manusia sehingga teori dapat dikatakan sebagaikajian fundamental
dalam sebuah karya tulis. Makalah ini mencoba mengulas berbagai
macamteori-teori hukum yang ada serta mahzab-mahzab yang dikemukakan oleh
para sarjana.
Sosiologi hukum membahas pengaruh timbal balik
a n t a r a p e r u b a h a n h u k u m d a n masyarakat. Perubahan hukum dapat
mempengaruhi masyarakat dapat menyebabkan terjadinya perubahan hukum.
Alam p i k i r a n manusia dalam dunia sosial ditentukan oleh prinsip
hubungantimbal balik dalam memberi dan menerima, sehingga tampak jelas
bahwa manusia menciptakandunia sosial pada hakekatnya justru akan
memperbudak mereka sendiri dan manusia memeliharakapasitas untuk mengubah
dunia sosial yang membelenggu mereka sendiri.

Pada hakikatnya, hal ini merupakan objek yang menyentuh dari aspek
sosiologi hukum, atauaspek sosial masyarakat oleh karena tak ada keragu-
raguan lagi bahwa suatu sistem hukum merupakan pencerminan dari sistem
sosial dimana sistem hukum tadi merupakan bagiannya.Akan tetapi
persoalannya tidak semudah itu, karena perlu diteliti dalam keadaan-
keadaanapa dan dengan cara-cara yang bagaimana sistem sosial
mempengaruhi suatu sistem hukumsebagai subsistemnya, dan sampai sejauh
manakah proses pengaruh mempengaruhi tadi bersifattimbal balik. Sosiologi
hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara
analitisdan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.

Dalam i n t e r a k s i sosial terkandung makna tentang kontak secara


timbal balik atau inter-s i m u l a s i d a n r e s p o n i n d i v i d u - i n d i v i d u
d a n k e l o m p o k - k e l o m p o k . K o n t a k p a d a d a s a r n y a merupakan
aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna bagi
p e l a k u n y a , y a n g kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain.

Manusia berinteraksi dengan manusia lain dengan berbagai


cara termasuk dengan simbol- simbol. Dalam konteks teori interaksionisme
simbolik menurut Helbert Blumer, interaksi dengansimbol, isyarat dan juga
bahasa menunjukkan kepada sifat kekhasannya adalah bahwa
manusiasaling menterjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya.
Bukan hanya sekedar reaksi  belaka dari tindakan seseorang terhadap orang
lain tetapi didasarkan pada “makna” yangdiberikan terhadap tindakan orang lain
itu.
Interkasi sosial adalah sebuah interkasi antar pelaku dan bukan antar
faktorfaktor yangm e n g h u b u n g k a n m e r e k a a t a u y a n g m e m b u a t
m e r e k a b e r i n t e r a k s i . T e o r i i n t e r a k s i s i m b o l i k   melihat pentingnya
interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun penyebab ekspresi
tingkahlaku manusia.

Interkasi s o s i a l t i d a k s a j a m e m p u n y a i k o r e l a s i d e n g a n n o r m a -
norma, akan tetapi jugad e n g a n s t a t u s , d a l a m a r t i b a h w a
status memberikan bentuk atau pola interaksi.
Statusdikonsepsikan sebagai posisi seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu k e l o m p o k   sehubungan
dengan orang lain dalam kelompok itu. Status
m e r e k o m e n d a s i k a n p e r b e d a a n martabat, yang merupakan pengakuan
interpersonal yang selalu meliputi paling sedikit satuindividu yaitu
siapa yang menuntut dan individu lainnya yaitu siapa yag menghormati
tuntutanitu.S a m p f o r d d e n g a n j e l i d a n l u g a s m e l a n c a r k a n k r i t i k
t e r h a d a p t e o r i - t e o r i h u k u m y a n g dibangun berdasarkan konsep sistem
(sistemik atau keteraturan). Bagi dia, hukum itu tidak selaludidasarkan pada teori
sistem (mengenai) hukum, karena pada dasarnya hubungan-hubungan
yangterjadi dalam masyarakat menunjukkan adanya hubungan yang
tidak simetris (asymmetries). Inilah ciri khasdari sekalian hubungan sosial,
yang dipersepsikan secara berbeda oleh para pihak.D e n g a n demikian
apa yang dipermukaan tampak sebagai tertib, teratur,
jelas dan p a s t i , sebenarnya di dalamnya penuh dengan
ketidakpastian.Pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan pada keadaan
ketidakpastian, kekacauan atauketidakberaturan tidak bisa dijawab
secara memuaskan dengan menggunakan pendekatan yang

linier-mekanistik seperti dalam ajaran rechtdogmatiek atau legal-


positivism. Untuk menjawab persoalan-persoalan itu, diperlukan kesediaan
setiap orang untuk mau melihat dunia hukum bukan sebagai keadaan yang serba
tertib dan teratur, melainkan sebagai realitas yang serbak a c a u . D a r i s i n i l a h
teori kekacauan (chaos theory) sebagai bagian dari sosiologi
h u k u m diperlukan. Keterbatasan dan kegagalan dogmatik hukum dalam
menjelaskan berbagai fenomenadan realistis sosial itu, tidak boleh dibiarkan.
Masyarakat akan terus menuntut adanya penjelasandan penyesuaian yang
memuaskan dan benar terhadap persoalan-persoalan tersebut.
Dengankehadiran sosiologi hukum, sekalian persoalan dalam
masyarakat itu akan diamati, dicatat dan dijelaskan, dalam kapasitasnya
sebagai pengamat dan teoritisi dan bukan sebagai partisipan.

B. U M U S A N M A S A L A H
1. A p a p e n g e r t i a n Sosiological Jurisprudence?
2. Bagaimana perbedaan antara Sociological Jurisprudence dan
Sosiologi Hukum?
3. Bagaimana Karakteristik Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat?
4. B a g a i m a n a p e n g a r u h Sociological Jurisprudence di Indonesia?
5. B a g a i m a n a k r i t i k t e r h a d a p A l i r a n Sociological Jurisprudence?
BAB II
PEMBAHASAN

A. P e n g e r t i a n  Sosiological Jurisprudence
Pendasar aliran ini, antara lain: Roscoe Pound, Eugen
Ehrlich, Benjamin C a r d o z o , Kontorowics, Gurvitch dan lain-lain.
Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini hendak mengatakan
bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum
yanghidup dalam masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum yang
mencerminkan nilai-nilaiyang hidup di dalam masyarakat.
Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat
hukum menitik  beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat.
Menurut aliran ini :
“ Hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum
y a n g h i d u p d i a n t a r a masyarakat”. 

Menurut Lilirasjidi, Sociological Yurisprudence menggunakan


pendekatan hukum kemasyarakatan, sementara sosiologi hukum
m e n g g u n a k a n p e n d e k a t a n d a r i m a s y a r a k a t k e hukum. Menurut
Sociological Yurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang
sesuai dengan hukum yang hidup dalam msyarakat. Aliran ini
memisahkan secara tegas antara hukum  positif dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai akibatdari proses
dialektika antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.

Roscoe Pound, hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga


kemasyarakatan y a n g  berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk m e n g e m b a n g k a n suatu
kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat
t e r p e n u h i secara maksimal. 

Pound juga menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in
action), yang dibedakan dengan hukum yang tertulis  (law in the books).
Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum
substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah
hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan.

Eugen Ehrlich, Penulis yang pertama kali menyandang sosiolog hukum


(Grundlegung der S o z i o l o g i e d e s R e c h t , 1 9 1 2 ) . M e n u r u t E h r l i c h
pusat gaya tarik perkembangan hukum t i d a k   terletak pada
perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam
masyarakat sendiri.
Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang
hidup, atau dengan kata lain pembedaan antara kaidah-kaidah hukum
dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum  positif hanya akan efektif
apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa


sosial  ( L a w a s a t o o l o f    social engineering and social controle)  yang
bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar s e c a r a o p t i m a l d a p a t
memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam
masyarakat.
Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang
h a r m o n i s d a n t i d a k m e m i h a k d a l a m mengupayakan kepentingan
anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang ideal
itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.

Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive
law) dengan h u k u m y a n g h i d u p   ( t h e l i v i n g l a w ) . A l i r a n i n i
t i m b u l d a r i p r o s e s d i a l e k t i k a a n t a r a ( t e s i s ) Positivisme Hukum
(antitesis) dan Mazhab Sejarah. Sebagaimana diketahui, Positivisme Hukum
memandang tiada hukum kecuali perintah yang diberikan penguasa
(law is a command of law  givers), sebaliknya Mazhab Sejarah menyatakan
hukum timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat.

Aliran pertama mementingkan akal, sementara aliran yang


k e d u a l e b i h m e m e n t i n g k a n  pengalaman, dan Sociological Jurisprudence
menganggap keduanya sama pentingnya. Aliran sociological jurisprudence ini
m e m i l i k i pengaruh yang sangat luas dalam pembangunan hukum Indonesia.

Singkatnya yaitu, aliran hukum yang konsepnya


b a h w a h u k u m y a n g d i b u a t a g a r   memperhatikan hukum yang
hidup dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis.

Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang-


Undang sebagai hukum t e r t u l i s , s e d a n g k a n y a n g d i m a k s u d k a n
h u k u m t i d a k t e r t u l i s d i s i n i a d a l a h h u k u m a d a t y a n g dimana
hukum ini adalah semulanya hanya sebagai kebiasaan yang lama
kelamaan menjadisuatu hukum yang berlaku dalam adat tersebut tanpa tertulis.
Dalam masyarakat yang mengenal h u k u m t i d a k t e r t u l i s s e r t a b e r a d a
dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim
m e r u p a k a n  perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat. Untuk itu Hakim harus terjun ditengah-tengah masyarakat
untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami  perasaan hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ehrlich mengatakan bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak
pada badan - badan legislatif, keputusan- keputusan badan yudikatif atau ilmu
hukum, akan tetapi justru terletak dalam masyarakak itu sendiri. Tata tertib dalam
masyarakat didasarkan pada peraturan- peraturan yang dipaksakan oleh negara.

Sementara itu Rescoe Pound berpendapat, bahwa hukum h a r u s d i l i h a t a t a u


dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang
berfungsi untuk m e m e n u h i kebutuhan-kebutuhan
sosial, dan adalah tugas dari ilmu hukum
u n t u k   memperkembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-
kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal.Pound menganjurkan
untuk mempelajari Ilmu Hukum sebagai suatu proses ( law in action), yang
dibedakan dengan hukum tertulis( Law in books) Pembedaan ini dapat
diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum
substantif maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut
menonjolkan masaalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan
pola-pola perikelakuan.Ajaran-ajaran tersebut dapat diperluas lagi sehingga
juga mencakup masalah-masalah keputusan-keputusan pengadilan serta
pelaksanaannya, dan juga antara isi suatu peraturan dengan efek-
efeknya yang nyata

B. P e r b e d a a n antara Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum

Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Berarti


bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup didalam
masyarakat. Dijelaskan oleh Roscoe Pound dalam kata pengantar pada
buku Gurvitch yang berjudul Sosiologi hukum, perbedaan diantara
keduanya ialah :

1. S o c i o l o g i c a l Jurisprudence itu merupakan suatu


m a d z a b / a l i r a n d a l a m f i l s a f a t h u k u m yang mempelajari pengaruh
timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan
2. Sosiologi Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum
sebagai gejala sosial.

Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh


masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada
dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping juga
diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap
masyarakat. Dari dua hal tersebut (sociological jurisprudence dan sosiologi
hukum) dapat dibedakan cara pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara
pendekatannya bertolak dari hukum kepada masyarakat, sedangkan sosiologi
hukum cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada hukum.

C. Karakteristik Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat

Untuk lebih memahami karakteristik kajian sosiologis di bidang hukum, Bapak


Ilmu Hukum Sosiologis Amerika Serikat, Roscoe Pound mengemukakan bahwa :
‘’Masalah utama yang yurist sosiologis yang adressing sendiri
saat ini adalah untuk m e n g a k t i f k a n dan untuk memaksa
pembuatan undang-undang, dan juga penafsiran
d a n  penerapan aturan-aturan hukum, untuk membuat lebih banyak akun, dan
akun lebih cerdas, faktasosial di mana hukum harus dilanjutkan dan yang harus
diterapkan .’’

Jadi, Roscoe Pound memandang bahwa problem yang utama dewasa ini
menjadi perhatian u t a m a p a r a y u r i s s o s i o l o g i s a d a l a h u n t u k
m e m u n g k i n k a n d a n u n t u k m e n d o r o n g p e r b u a t a n hukum, dan juga
untuk menafsirkan dan menerapkan aturan-aturan hukum, serta untuk membuat
lebih berharganya fakta-fakta sosial dimana hukum harus berjalan dan
untuk mana hukum ituditerapkan. Lebih khusus lagi,

karakteristik hukum terbagi atas enam item:


1. Yang pertama adalah studi tentang dampak sosial sebenarnya
lembaga-lembaga hukum dan doktrin hukum.
2. Studi sosiologis sehubungan dengan studi hukum dalam persiapan
untuk undang-undang. Metode ilmiah yang diterima telah mempelajari
peraturan lainnya analitis. Perbandingan legislasi telah diambil untuk menjadi
landasan terbaik untuk bijaksana pembuatan hukum. Tapi itu tidak cukup
untuk membandingkan hukum itu sendiri. Hal ini lebih penting untuk
mempelajari operasi s o s i a l mereka dan efek yang mereka
h a s i l k a n , j i k a a d a , k e m u d i a n d i m a s u k k a n k e d a l a m tindakan
3. Studi dari mereka berarti membuat aturan hukum yang efektif. Hal ini telah
neglectedalmost seluruhnya di masa lalu. Kami telah mempelajari pembuatan
hukum sedulously. Hampir energi seluruh sistem peradilan kita
digunakan dalam mengerjakan konsisten, logis, teliti tepat
tubuh preseden. Tapi kehidupan hukum dalam penegakannya. Studi ilmiah
yang serius tentang bagaimana untuk membuat output tahunan besar kami
legislasi dan interpretasi hukum yangefektif sangat penting
4. Berarti menjelang akhir terakhir dipertimbangkan adalah sejarah hukum, topik
ini, studi tidak h a n y a tentang bagaimana doktrin telah
b e r e v o l u s i d a n b e r k e m b a n g , d i a n g g a p s e m a t a - m a t a sebagai
bahan jural, tapi apa dampak sosial doktrin hukum telah diproduksi
di masa lalu dan bagaimana mereka telah menghasilkan mereka.
(Sebaliknya) itu adalah untuk menunjukkankepada kita bagaimana hukum
masa lalu tumbuh dari kondisi sosial, ekonomi dan
psikologis, bagaimana diberikan dengan menampung sendiri kepada
mereka, dan seberapa jauh kami bisamelanjutkan pada hukum yang
sebagai dasar, atau mengabaikan hal itu, dengan harapan
cukup beralasan menghasilkan hasil yang diinginkan.
5. item lain adalah pentingnya solusi yang masuk akal dan hanya
penyebab individual, terlalusering dikorbankan di masa lalu
langsung ke upaya untuk membawa gelar imposible dari
pasti.Dalam yurist sosiologis umum berdiri untuk apa yang disebut
aplikasi yang adil hukum; yaitumereka memahami aturan hukum
sebagai panduan umum untuk hakim, membawanya ke arah hanya
hasil, tetapi bersikeras bahwa dalam batas-batas yang luas ia harus bebas
untuk menanganik a s u s i n d i v i d u a l , s e h i n g g a d a p a t m e m e n u h i
t u n t u t a n k e a d i l a n a n t a r a p a r a p i h a k d a n s e s u a i dengan alasan
umum orang biasa.
6. Akhirnya, ke arah mana titik tersebut di atas hanyalah beberapa
cara, adalah untuk membuat upaya yang lebih efektif dalam mencapai
tujuan hukum.

Tampak bahwa Roscoe Pound memperhatikan pertama-tama


terhadap studi tentang efek-efek sosial yang aktual dari institusi-institusi
hukum maupun doktrin-doktrin hukum.

Adapun Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum sebagai berikut :


1. Sosiologi hukum berusaha untuk memberikan deskripsi
terhadap praktek-praktek hukum
2. Sosiologi hukum bertujuan menjelaskan mengapa suatu praktek-
praktek hukum di dalamk e h i d u p a n s o s i a l m a s y a r a k a t
terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor apa
y a n g  berpengaruh.
3. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum.
Menyelidiki tingkah laku orang dalam bidang hukum sehingga mampu
mengungkapkannya.Tingkah laku yang dimaksud mempunyai dua segi,
yaitu “luar” dan“dalam”. Sosiologi hukum t i d a k h a n y a m e n e r i m a
tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan
i n g i n j u g a memperoleh penjelasan yang bersifat internal, yaitu meliputi
motif-motif tingkah laku seseorang (paradigma definisi sosial).

Karakteristik sosiologi hukum semakin jelas jika


m e m p e r h a t i k a n a p a y a n g t e l a h dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo
bahwa :
“Untuk dapat memahami permasalahan yang dikemukakan dalam kitab
ujian ini dengan saksama, orang hanya dapat melakukan melalui pemanfaatan
teori sosial mengenai hukum. Teori ini bertujuan untuk
memberikan penjelasan mengenai hukum dengan
m e n g a r a h k a n  pengkajiannya ke luar dari sistem hukum.

Kehadiran hukum di tengah-tengah masyarakat, baik itu menyangkut soal


penyusunan sistemnya, memilih konsep-konsep serta pengertian-pengertian,
menentukan subjek-subjek yang diaturnya, maupun soal bekerjanya
hukum itu, dicoba untuk dijelaskan dalam hubungannya dengan tertib sosial
yang lebih luas.

Apabila di sini boleh dipakaiistilah „sebab-sebab sosial‟, maka sebab-sebab yang


demikian itu hendak ditemukan, baik dalamkekuatan-kekuatan budaya, politik,
ekonomi atau sebab-sebab sosial yang lain”

Penting pula mengetahui apa yang dikemukakan oleh Soentandyo


Wignjosoebroto bahwa :
“Ilmu hukumpun dapat dibedakan ke dalam dua spesialisasi ini. Di satu pihak,
hukum dapat dipelajari dan diteliti sebagai suatu skin-in system (studi mengenai
law in books), sedangkan di pihak lain hukuman dapat dipelajari dan diteliti
sebagai skin-out system (studi mengenai law ina c t i o n ) .
Di dalam studi ini, hukum tidak dikenspesikan sebagai suatu
g e j a l a n o r m a t i f y a n g otonom, akan tetapi sebagai suatu institusi sosial yang
secara riil berkait-kaitan dengan variable-variabel sosial yang lain”

Sosiologi h u k u m a d a l a h i l m u y a n g m e m p e l a j a r i f e n o m e n a
hukum dari sisinya y a n g demikian itu. Berikut ini disampaikan
beberapa karakteristik studi hukum secara sosiologi :
1. Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap
praktek-praktek hukum. A p a b i l a p r a k t e k i t u d i b e d a - b e d a k a n
ke dalam pembuatan undang-undang, penerapan
d a n  pengadilan, maka ia juga mempelajari bagaimana praktek yang terjadi
pada masing-masing bidang kegiatan hukum tersebut. Sosiologi hukum
berusaha untuk menjelaskan, mengapa praktek yang demikian itu terjadi,
sebab-sebabnya, faktor-faktor apa yang berpengaruh, latar  belakangnya dan
sebagainya. Tujuan untuk memberikan penjelasan ini memang agak
asingk e d e n g a r a n n y a b a g i s t u d i h u k u m “ t r a d i s i o n a l ” , y a i t u
y a n g b e r s i f a t p e r s p e k t i f , y a n g h a n y a  berkisar pada apa hukumnya
dan bagaimana menerapkannya

Max Weber menamakan cara pendekatan yang demikian itu sebagai


suatu interpretativeunderstanding, yaitu dengan cara menjelaskan sebab,
perkembangan serta efek dari tingkah lakuorang dalam bidang hukum. Oleh
Weber, tingkah laku ini mempunyai dua segi, yaitu “luar” dan“dalam”.
Dengan demikian sosiologi hukum tidak hanya menerima tingkah
laku yang tampak dari luar saja, melainkan juga memperoleh penjelasan
yang bersifat internal, yaitu yang meliputimotif-motif tingkah laku hukum,
maka sosiologi hukum tidak membedakan antara tingkah lakuyang sesuai
dengan hukum dan yang menyimpang. Kedua-duanya sama-sama merupakan
objek  pengamatan dan penyelidikan ilmu ini

2. Sosiologi h u k u m senantiasa menguji keabsahan empiris


( e m p i r i c a l v a l i d i i t y ) d a r i s u a t u  peraturan atau pernyataan hukum.
Pertanyaan yang bersifat khas disini adalah “Bagaimanakah d a l a m
kenyataannya peraturan itu? Apakah kenyataan memang
s e p e r t i t e r t e r a p a d a b u n y i  peraturan? ” Perbedaan yang besar antara
pendekatan tradisional yang normatif dan pendekatan sosiologi adalah
bahwa yang pertama menerima apa saja yang tertera pada peraturan
hukum,sedangkan yang kedua senantiasa mengujinya dengan data (empiris).

3. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum.


Tingkah laku yang menaati h u k u m d a n y a n g m e n y i m p a n g d a r i
h u k u m s a m a - s a m a m e r u p a k a n o b j e k p e n g a m a t a n y a n g setaraf.
Ia tidak menilai yang satu lebih dari yang lain. Perhatiannya yang utama
adalah hanyalah pada memberikan penjelasan terhadap objek yang
dipelajarinya.

Pendekatan yang demikian itu sering menimbulkan salah paham,


seolah-olah sosiologi hukum ingin membenarkan praktik-praktik yang
menyimpang atau melanggar hukum. Sekali l a g i d i k e m u k a k a n d i
sini, bahwa sosiologi hukum tidak memberikan penilaian
melainkan mendekati hukum dari segi objektivitas semata dan
bertujuan memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata

Sosiologi hukum utamanya menitik beratkan tentang bagaimana hukum


melakukan interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi hukum menekankan
perhatiannya terhadap kondisi-kondisi sosial yang berpengaruh bagi
pertumbuhan hukum, bagaimana pengaruh perubahan sosial terhadap
hukum, dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.

D. P e n g a r u h Sociological Jurisprudence  di Indonesia

Dampak pemikiran  sociological jurisprudence  di Indonesia nampak melalui


perkembangan sistem hukum Indonesia, yang dalam setiap fasenya menggunakan
beberapa teori hukum. Teori hukum yang menjadi “saksi” atas
perkembangan hukum di Indonesia, dintaranya yaitu :
- teori hukum pembangunan (1970),
- teori hukum progresif (1990-an)
- dan teori hukum integratif (masasekarang).

Masing- m a s i n g t e o r i h u k u m t e r s e b u t m e r u p a k a n r e d u k s i
d a r i p e m i k i r a n sociological  jurisprudence-nya R o s c o e P o u n d .

Teori hukum pembangunan tokohnya adalah


M o c h t a r   Kusumaatmadja.

Teori hukum progresif adalah Begawan sosiologi hukum alm.


S a d j i p t o Rahardjo.

Sedangkan teori hukum integratif yang melengkapi kekurangan ke dua


teori hukum sebelumnya, dicetuskan oleh Romli Atmasasmita.

Berikut ini uraian singkat, ketiga generasi sociological jurisprudence


tersebut dalam perkembangannya di Indonesia.

Teori hukum pembangunan mulai diperkenalkan oleh Mochtar


Kusumaatmadja; pakar h u k u m i n t e r n a s i o n a l y a n g t e r k e n a l
teorinya dengan mazhab hukum Unpad.

Pandangan Kusumaatmadja tentang fungsi dan peranan hukum


dalam pembangunan nasional diletakkan dalam inti ajarannya sebagai
berikut

1. Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh


perubahan dan dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa
perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur, perubahan yang teratur
menurut Kusumaatmadja, dapat dibantu oleh perundang-Undangan atau
keputusan pengadilan dan kombinasi keduanya,. Beliau menolak
perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan kekerasan semata-
mata;
2. Baik perubahan maupun ketertiban (atau keteraturan) merupakan
tujuan awal dari masyaraktyang sedang membangun, maka hukum
menjadi suatu sarana (bukan alat) yang tidak dapat diabaikan dalam
proses pembangunan;
3. Fungsi hukum dalam masyarakat adalah
mempertahankan ketertiban melalui k e p a s t i a n hukum
dan juga hukum (sebagai kaidah sosial) harus dapat mengatur
(membantu) proses perubahan dalam masyarakat;
4. Hukum y a n g b a i k a d a l a h h u k u m y a n g s e s u a i d e n g a n
h u k u m y a n g h i d u p (the living law)dalam masyarakat, yang
tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-
nilaiyang berlaku dalm masyarakat itu;
5. Implementasi fungsi hukum tersebut di atas hanya dapat
diwujudkan jika hukum dijalankanoleh suatu kekuasaan, akan tetapi
kekuasaan itu sendiri harus berjalan dalam batas rambu- rambu yang
ditemukan di dalam hukum itu.

Kendatipun yang menginisiasi gagasan Kusumaatmadja adalah


social engineering-nya Roscoe Pound, namun pandangan Kusumaatmadja tetap
memiliki perbedaan dengan Pound.
Urain Pound tentang konsep hukum dan fungsi hukum dikemukakan dalam
konteks lingkup proses peradilan di Amerika Serikat yang ketika itu (awal abad
ke-20) dengan e m p e r t i m b a n g k a n faktor-faktor no nhukum ke
d a l a m p e r k e m b a n g a n h a k i m d a n s i t u a s i masyarakat yang telah maju.
Sedangkan Kusumaatmadja sendiri mengemukakan konsep hukumdan fungsis
serta peranan hukum dalam konteks pebangunan hukum di Indonesia
yang tengah mengalami masa transisi dari sistem
pemrintahan yang bersifat tertutup kepada
s i s t e m  pemerintahan yang terbuka dengan masuknya modal asing. Sekalipun
berbeda, Kusumaatmadjat e t a p mengakui perubahan masyarakat
d a p a t d i c a p i m e l a l u i U n d a n g - u n d a n g a t a u p u t u s a n  pengadilan atau
kedua-duanya, sedangkan Pound sama sekali tidak menaruh perhatian pada
Undang-Undang sebagai unsur penting dalam perubahan masyarakat.
Fase kemudian, lahir teori hukum progresif sang begawan
sosiologi hukum SatjiptoRahardjo. Sedikit agak berbeda
p e n d a p a t n y a d e n g a n K u s u m a a t m a d j a y a n g t i d a k m e n a r u h hormat
pada hukum tertulis, hukum tertulis dianggap lebih banyak digunakan
oleh penguasauntuk melanggengkan kekuasaan saja.

Oleh k a r e n a itu asumsi dasar yang terbangun dari teori Rahardjo


“hukum adalah untuk manusia, maka hukum bukan untuk dirinya,
melainkan untuk s e s u a t u y a n g l e b i h l u a s d a n l e b i h b e s a r ; s e t i a p
kali ada masalah dalam dan dengan h u k u m , hukumlah yang
ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksakan untuk
dimasukkan kedalam sistem hukum.”

Pandangan Satjipto Rahardjo  memilik makna yang sangat dalam dan kuat
pengaruh filsafati kemanusiaan. Pandangan ini hanya mendapat
tempatnya di dalam bekerjanya hukum (Undang- U n d a n g ) yang
dijalankan oleh penegakan hukum yang mumpuni, bak dari
sudut f i l s a f a t , substansi hukum dan memang struktur kekuasaan
kehakiman yang dianut mendukung ke arah adagium “hukum dibuat untuk
manusia, bukan manusia untuk hukum.”

Pandangan t e o r i h u k u m p r o g r e s i f m e r u p a k a n s u a t u p e n j e l a j a h a n
a t a s g a g a s a n y a n g  berintikan 9 (Sembilan) pokok pikiran sebagai berikut :

1. Hukum menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek dan


berbagai paham dengan aliran legal realism, freirechtslehre, sociological
jurisprudence, interrresenjurisprudence di Jerman, teori hukum alam dan
ciritical legal studies;

2. Hukum meolak pendapat bahwa ketertiban (order) hanya bekerja melalui


institusi-institusi kenegaraan
3. Hukum Proogresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada
ideal hukum
4. Hukum menolak status quo serta tidak ingin menjadikan hukum
sebagai tekhnologi yang tidak bernurani, melainkan suau institusi yang
bermoral
5. Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan
m a n u s i a p a d a k e h i d u p a n y a n g adil, sejahtera, dan membuat manusia
bahagia
6. Hukum proregresif adalah hukum yang prorakyat dan hukum yang
prokeadilan

7. Asumsi dasar hukum progresif adalah bahwa


hukum adalah untuk manusia, b u k a n sebaliknya.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka hukum tidak ada untuk
dirinya sendiri,melainkan sesuatu yang lebih luas dan lebih besar.
Maka setiap kali ada masalah dengan h u k u m , h u k u m l a h y a n g
ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksakan
u n t u k   dimasukkan ke dalam sistem hukum

8. Hukum bukan merupakan suatu institusi yang absolut dan final


melainkan sangat bergantung pada bagaimana manusia melihat dan
menggunakannya. Manusialah yang merupakan penentu

9. Hukum selalu dalam proses untuk terus menjadi hukum yang


sempurna.

Merujuk pada wujud konkret dalam pembangun hukum oleh


K u s u m a a t m a d j a d a n t e o r i hukum progresif Satjipto Rahardjo di
atas, terdapat kesamaan dan perbedaan dari kedua ahli hukum tersebut.

Persamaannya yaitu menghendaki agar hukum memiliki peranan jauh ke


depan,yaitu memberikan arah dan perkembangan masyarakat agar tercapai
masyarakat yang tertib, adildan sejahtera. Bahkan oleh keduanya
meletakkan hukum dalam fungsi dan perannya dengan  pendikan hukum
Sedangkan perbedaan yang mencolok dari
k e d u a t e o r i h u k u m t e r s e b u t , y a k n i Kusumaatmadja
menegaskan bahwa kepastian hukum dalm arti keteraturan
m a s i h h a r u s dipertahankan sebagai pintu masuk menuju ke arah kepastian
hukum dan keadilan.

Beda halnya Rahardjo justru menyatakan bahwa dem i


kepentingan manusia, maka hukum tidak d a p a t memaksakan
ketertiban kepada manusia, sebaliknya hukum yang harus ditinjau
kembali, dan menambahkan bahwa hukum untuk manusia bukan
sebaliknya serta hukum dijalankan dengan nurani

Terakhir, yang melengkapi konsep hukum di atas adalah Romli Atmasasmita


yang mengkajil ebih awal pula ke dua pakar hukum tersebut. Romli
Atasasmita sengaja memperkenal teori h u k u m integratif untuk
menyempurnakan sistem hukum yang pernah dipopulerkan
o l e h Lawrence M. Friedman dengan menambahkan satu elemen hukum birokrasi.
Berangkat dari konsep hukum itu pulalah sehingga Romli Atmasasmita tiba pada
kesimpulan “jika hukum menurut Kusumaatmadja merupakan sistem
norma (system of norms) dan menurut Rahardjo hukum
merupakan sistem perilaku (system of behavior),
m a k a R o m l i A t m a s a s m i t a menambahkan satu lagi; sebagaimana apa
yang disebut sistem nilai (system of value),

K e t i g a sistem hukum tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan


yang cocok dalammenghadapi dan mengantisipasi kemungkinan
terburuk abad globalisasi saat ini, dengan tidak  melepaskan diri dari
sifat tradisional masyarakat Indonesia yang masih mengutamakan nilai
(value) moral dan sosial.

Jika diperhatikan secara cermat pada hakikatnya konsentrasi Romli


Atmasasmita yakni k e t i d a k p e r c a y a a n t e r h a d a p b i r o k r a s i
yang banyak menggunakan jalan pintas
d a l a m menggunakan hukum hanya untuk kepentingan dirinya semata. Oleh
sebab itu Ia menganjurkan perubahan atau rekayasa tidak hanya terjadi pada
ruang-ruang sosial tetapi juga harus terjadi perubahan terhadap lemabaga
birokrasi kita. Itulah yang disebutnya sebagai Bureaucratic Social  Engineering
(BSE). Rekyasa birokrasi dan rekyasa masyarakat yang dilandaskan
pada sistem n o r m a , s i s t e m perilaku dan sistem nilai yang
b e r s u m b e r p a d a P a n c a s i l a s e b a g a i i d e o l o g i  bangsa.

BSE s e y o g i a n y a memiliki kinerja dalam setiap langkah pemerintahan, seperti


pembentukan hukum dan pengambilan kebijakan belandaskan sistem
norma dan logika berupa asas, kaidah, d a n k e k u a t a n n o r m a t i f d a r i
hukum terwujudkan dalam perubahan perilaku masyarakat
d a n  birokrasi ke arah cita-cita membangun negara hukum yang demokratis.

Ada kemiripan model pendekatan dalam pembaharuan hukum yang


dianjurkan oleh RomliAtmasasmita dengan pengembangan sistem aturan oleh
Hart yang membagi fase pembentukans istem norma dalam hukum primer dan
hukum sekunder. Kesebandingannya sebagai perekat dari pada hukum sekunder
oleh Hart mengutamakan pada aspek pengakuan, sementara menurut Romli
Atmsasmita menitik bertakan pada nilai yang hidup dalam akar filosofis bangsa.

Maka dengan mengacu pada penganut hukum


positivistik, Romli Atmasasmita mendeskripsikan teori
hukum integratif “hukum sebagai sistem norma yang mengutamakan
“norm and logic” (Austin dan Kelsen) kehilangan arti dan makna
dalam kenyataan kehidupan masyarakat jika tidak berhasil diwujudkan dalam
sistem perilaku masyarakat dan birokrasi yangsama-sama taat hukum.
Sebaliknya, hukum yang hanya dipandang sebagai sistem norma
dans i s t e m perilaku saja dan digunakan ebagai “mesin
b i r o k r a s i ” a k a n k e h i l a n g r o h n y a j i k a mengabaikan sistem nilai
yang bersumber pada Pancasila sebagai puncak nilai kesusilaan
dankehidupn berbangsa dan bernegara.”
E. K r i t i k t e r h a d a p A l i r a n Sociological Jurisprudence

Sekalipun aliran sociological jurispridence kelihatannya sangat ideal


dengan cita hukum masyarakat yang terus-menerus berubah ini, karena
mengutamakan bagaimana suatu hukum itu m e n j a d i b a i k d a n s e s u a i
dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, aliran
i n i  bukanlah tanpa kritik
Suatu hal yang patut dipahami, bahwa dalam program sosiologi jurisprudence
Pound, lebih mengutamakan tujuan praktis dengan :

1. menelaah akibat sosial yang aktual dari lembaga hukum dan


d o k t i r i n h u k u m , k a r e n a i t u , lebih memandang kerjanya hukum dari
pada isi abstraknya
2. memajukan telaah sosiologis berkenaan dengan telaah
h u k u m u n t u k m e m p e r s i p a k a n  perundang-undangan, karena itu,
menganggap hukum sebagai suatu lembaga sosial yangdapat diperbaiki
oleh usaha yang cerdik guna menemukan cara terbaik untuk
melanjutkandan membimbing usaha usaha demikian itu
3. mempelajari cara membuat peraturan yang efektif dan
m e n i t i k b e r a t k a n p a d a t u j u a n s o s i a l yang hendak dicapai oleh
hukum dan bukannya pada sanksi
4. menelaah sejarah hukum sosiologis yakni tentang
akibat sosial yang ditimbulkan o l e h doktrin hukum dan
bagaimana cara mengahasilkannya
5. membela apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara
a d i l d a n m e n d e s a k s u p a y a a j a r a n hukum harus dianggap sebagai
bentuk yang tidak dapat berubah
6. meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas
agar usaha untuk mencapaimaksud serta tujuan hukum lebih efektif.
Program sosiologis jurisprudence Pound kelihatan berpengaruh dalam
pandangannya yakni a p a y a n g d i s e b u t d e n g a n h u k u m s e b a g a i
social engineering serta ajaran s o c i o l o g i c a l  jurisprudence
yang dikembangkannya. Dimana hukum yang baik itu adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Aliran ini
mengetengahkan pentingnya hukumyang hidup dalam masyarakat.
Dimana hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan  peraturan
yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara sosilogis dan antropologis.
Tetapi tidak mudah untuk mewujudkan cita hukum yang demikian.
Tidak saja dimungkinkan oleh adanya perbenturan antara nilai-nilai
dan tertib yang ada dalam masyarakat sebagai suatukelompok dengan
kelompok masyarakat lainnya. Terutama dalam masyarakat yang
pruralistik. Tetapi sama sekali tidak berarti tidak bisa diterapkan.

Dalam masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar


m e n e r a p k a n a j a r a n s o c i o l o g i c a l  jurisprudence. Berbeda halnya dengan
masyarakat yang memiliki pruralistik seperti masyarakat Indonesia dimana nilai-
nilai dan tata tertibnya masing-masing serta pola perilaku yang spesifik  pula
adalah tidak mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence.

Berdasarkan fakta bahwa setiap kelompok mempunyai tata tertib


sendiri, dan fakta bahwa hubungan antara tertib ini adalah terus
menerus berubah menurut tipe masyarakat yang serba meliputi, yang
terhadapnya negara hanyalah merupakan suatu kelompok yang khusus dan
suatut a t a tertib yang khusus pula. Dalam menerapkannya
diperlukan berbagai pendekatan u n t u k   memahami dan
menginventarisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama
dalammasyarakat majemuk yang memiliki tata tertib sendiri dan pruralitik.

Menurut Pound, hukum di pandang sebagai lembaga


m a s y a r a k a t u n t u k m e m e n u h i kebutuhan-kebutuhan sosial. Disisi lain,
Friedman mengemukakan, secara teoritis karya Ehrlich,menunjukkan adanya
tiga kelemahan pokok terhadap ajaran sociological jurisprudence yang
dikembangkan Ehrlich, yang semuanya disebabkan oleh
keinginanannya meremehkan fungsinegara dalam pembuatan undang-
undang.

Kelemahan itu menurut Ehrlich adalah :

1. Karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas


membedakan norma hukum darinorma sosial yang lain.
Bahwa keduanya tidak dapat dipertukarkan, sesuatu
y a n g merupakan fakta historis dan sosial, tidak mengurangi
perlunya pengujian pernedaan yang jelas. Sesuai dengan itu sosiologi
hukum Ehrlich selalu hampir menjadi suatu dalamgaris besar, sosilogi umum.

2. Ehrlich meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber


h u k u m d a n a d a t k e b i a s a a n sebagai satu bentuk hukum. Dalam
masyarakat primitif seperti halnya dalam hukuminternasional pada
zaman ketika adat istiadat dipandang baik sebagai sumber
hukummaupun sebagai bentuk hukum yang paling penting. Di negara
modern peran masyarakatmula-mula masih penting, tetapi kemudian
berangsur berkurang. Masyarakat modern menuntut sangat banyak
undang-undang yang jelas dibuat oleh pembuat undang-undangyang sah.
Undang-undang semacam itu selalu derajat bermacam-macam, tergantung
darifakta hukum ini, tetapi berlakunya sebagai hukum bersumber
pada ketaatan faktual ini.Kebingunan ini merembes ke seluruh karya
Ehrlich
3. Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan
norma-norma hukumnegara yang khas dan norma-norma hukum
dinama negara hanya memberi sanksi pada fakta-fakta sosial.
Konsekwensinya adalah adat kebiasaan berkurang sebelum
perbuatanu d a n g - u n d a n g secara terperinci, terutama
undang-undang yang dikeluarkan o l e h  pemerintah pusat
mempengaruhi kebiasaan dalam masyarakat sama banyaknya
dengan pengaruh dirinya sendiri
Sedangkan menurut Friedman kelemahan teori Sociological Jurisprudence yaitu:

1. Sociological Jurisprudence Tidak memberikan ukuran atau


k r i t e r i a y a n g t e g a s d a n j e l a s untuk membedakan norma hukum
dengan norma sosial lainnya
2. Adanya keraguan pada posisikebiasaan sebagai sumber
hukum atau sebagai j e n i s / b e n t u k   hukum, karena di dalam
masyarakat primitif kebiasaan memang sangat penting sehingga d i j a d i k a n
sumber hukum dan jenis/bentuk hukum, tetapi pada negara
y a n g m o d e r n , kebiasaan sudah tidak berarti lagi sebagai salah satu jenis
hukum karena telah digantikan dengan Undang-Undang yang
bergantung pada kenyataan hukum yang tidak bersumber   pada
kenyataan faktual
3. Sociological Jurisprudence hanya melihat kemungkinan
hukum yang hidup (living law)memengaruhi hukum positif,
t e t a p i s e b a l i k n y a k u r a n g m e l i h a t k e m u n g k i n a n a d a n y a hukum
positif memepngaruhi hukum yang hidup (living law). Pada kenyataannya
hukum positif bukan saja bisa memengaruhi hukum yang hidup (living law),
melainkan bahkandapat mengubah kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam
masyarakat
BAB III
KESIMPULAN

Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran


p e m i k i r a n f i l s a f a t h u k u m m e n i t i k    beratkan pada hukum dalam kaitannya
dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah hukum yang
sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara
tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum
yang hidup (theliving law). Roscoe Pound (1870-1964) merupakan salah satu
eksponen dari aliran ini. Dalam bukunya An introduction to the philosophy of law,
Pound menegaskan bahwa hukum itu bertugas untuk memenuhi kehendak masyarakat
yang menginginkan keamanan yang menurut pengertian yang paling rendah
dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum.

D a l a m aliran Sociological Jurisprudence hukum menjadi sangat


akomodatif dan menyerap ekspektasi masyarakat. Bagi Sociological
Jurisprudence hukum dikonstruksi dari kebutuhan, keinginan, tuntutan dan
harapan dari masyarakat. Jadi yang didahulukan adalah kemanfaatan dari hukum itu
sendiri bagi masyarakat, dengan demikian hukum akan menjadi hidup. Aliran sangat
mengedepankan kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat. Akan
tetapi hal ini berakibat h u k u m m e n j a d i d e m i k i a n c a i r . K r i t i k
y a n g t e r b e s a r y a n g d i t u j u k a n b a g i S o c i o l o g i c a l Jurisprudence
adalah dengan pendekatan ini hukum dapat kehilangan ”taringnya“ dan
tidak a j e g . P a r a d i g m a i n i j u g a d i a n g g a p t e r l a l u m e n g a d a i k a n s u a t u
m a s y a r a k a t t e l a h d e m i k i a n  berkembang sampai pada tahap dimana tidak lagi
ada ketegangan pada pranata sosial dalam merumuskan tuntutannya, masyarakat
dianggap telah mampu menentukan hukumnya sendiri, dan mengecilkan
kedaulatan dari penguasa.

Jadi, aliran Sosiological Yuresprudence berkembang dan membahas


tentang hukum yangada di masyarakat. Hanya saja dalam aliran
Sosiological Yurisprudence membahas tentang hukum yang berkembang atau
yang ada di masyrakat itu sendiri.

Dalam masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar


menerapkan ajaran s o c i o l o g i c a l  jurisprudence. Berbeda halnya dengan
masyarakat yang memiliki pruralistik seperti masyarakatIndonesia dimana nilai-nilai
dan tata tertibnya masing-masing serta pola perilaku yang spesifik  pula adalah tidak
mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence.
 
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, 1996, menguak tabir hukum, Jakarta : Chandra pratama.

Achmad Ali, 1998, menjelajahi kajian empiris terhadap hukum,

J a k a r t a : P T . Y a r s i f   watampone.

Achmad A l i , 1 9 9 8 , M e n j e l a j a h i K a j i a n E m p i r i s T e r h a d a p H u k u m ,

Y a r s i f W a t a m p o n e , Jakarta.

Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora,

(Jakarta: RinekaCipta, 2004).

Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang:

Suryandaru Utama,2005).

Soerjono Soekamto, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum ,Jakarta PT Bina

Aksari 1988.

Soerjono Soekamto, sosiologi suatu pengantar, Jakarta Raja Grapindo Persada

1990.

Agus Santoso, 2014. Hukum, Moral, Dan Keadilan. Kencana

P r e n a d a M e d i a G r o u p : Jakarta.

Hayat, Atit Latipul. Roscoe Pound. Khazanah Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum,

Volume 1 - No 2 - Tahun 2014

Marsudi Dedi Putra. Kontribusi Aliran Sociological Jurisprudence Terhadap

PembangunanS i s t e m Hukum Indonesia. LIKHITAPRAJNA. Jurnal

I l m i a h . F a k u l t a s K e g u r u a n d a n I l m u Pendidikan Volume. 16, Nomor 2, hal

45-59

Anda mungkin juga menyukai