Anda di halaman 1dari 4

REVIEW PERTEMUAN MINGGU KELIMA: SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE,

SOCIOLOGY OF LAW, DAN SOCIO LEGAL STUDIES

Galih Wahyu Wicaksono 2206010304


Mata Kuliah Filsafat Hukum
Peminatan Hukum Kekayaan Intelektua

A. Sociological Jurisprudence
Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran pemikiran dalam ruang filsafat
hukum. Aliran ini memandang bahwa hukum sebagai suatu kenyataan sosial sehingga hukum itu
harus mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di mana hukum itu berada. Pada
awal perkembangannya, aliran ini bermula dari adanya pertentangan antara aliran positivisme
hukum (tesis) dengan aliran sejarah (antitesis). Positivisme hukum memandang bahwa semua
persoalan di masyarakat harus diatur dalam hukum tertulis yang dibuat oleh pemerintah atau
penguasa yang berwenang dan lebih mengedepankan akal atau rasio manusia ketimbang sifat-
sifat irasional misalnya moral, kebenaran dan nilai-nilai yang dianggap abstrak
lainnya. ositivisme hukum yang berkembang pada masa-masa pencerahan menilai tidak
seharusnya hukum memasukan unsur-unsur non-yuridis dalam proses penegakan hukum.
Singkatnya, penganut aliran positivisme hukum menganggap bahwa tidak ada norma hukum
selain hukum positif atau hukum tertulis misalnya dalam konteks Indonesia misalnya Undang-
undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Menteri dan lain-lainnya.
Di sisi yang lain hadirlah aliran sejarah. Aliran ini memandang bahwa hukum tumbuh dan
berkembang sesuai dengan keadaan masyarakat dari masa ke masa dan melihat bahwa hukum
bukan berasal dari perintah penguasa melainkan manifestasi dari sejarah perjalanan panjang
suatu bangsa yang terwujud dalam semangat atau jiwa bangsa tersebut (Volkgeist). Aliran
Hukum Sejarah menganggap Positivisme Hukum terlalu angkuh untuk melupakan masyarakat
sebagai tempat di mana hukum itu bergerak. Tanpa adanya masyarakat, hukum hanyalah
kumpulan tulisan mati, dan pengalaman (yakni proses ketika hukum berinteraksi di tengah
masyarakat) merupakan sumber hukum utama yang memberi makna dan isi bagi hukum tersebut.
Lebih jauh lagi, aliran ini memandang bahwa hukum tertulis bukan hadir untuk memaksa
masyarakat tunduk dan patuh secara mutlak, namun sebaliknya, hukum tertulis harus melihat dan
mengikuti pada pandangan-pandangan yang telah disepakati masyarakat dan telah lama
berkembang di tengah-tengah suatu bangsa sebagai hukum yang
sesungguhnya. Aliran Sociological Jurisprudence juga disebut dengan istilah Functional
Anthropological (metode fungsional) bertujuan untuk memisahkan antara Sociological
Jurisprudence dengan sosiologi hukum, perbedaan mendasar antara keduanya adalah sosiologi
hukum menitikberatkan pada pendekatan masyarakat ke hukum sedangkan SJ berfokus pada
masuknya hukum ke masyarakat. Sosiologi hukum merupakan cabang dari sosiologi sedangkan
SJ merupakan nama aliran dalam ruang filsafat hukum.

B. Sociology of Law
Sosiologi hukum pada dasarnya lahir dari hasil pemikiran para ahli di bidang filsafat
hukum maupun sosiologi. Hasil pemikiran tersebut tidak hanya berasal dari kumpulan individu,
melainkan juga dari mazhab atau aliran yang mewakili sekelompok ahli pemikir yang memiliki
berbagai macam pendapat. Sosiologi hukum saat ini berkembang dengan pesat, dan sebagaimana
diketahui ilmu sosiologi hukum diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang berlaku.
Dalam pengertian lain isi dan bentuk hukum yang berubah-ubah sesuai waktu dan tempat,
dibantu dengan faktor-faktor sosial atau kemasyarakatan.
Sosiologi hukum merupakan cabang dari sosiologi yang relatif masih muda, namun tetap
menjadi penting karena berkaitan dengan aspek kehidupan sosial masyarakat. Sampai dengan
saat ini, sosiologi hukum belum mempunyai batas-batas yang jelas. Meskipun selalu mendapat
perhatian secara khusus, masih belum mencapai kesepakatan mengenai pokok-pokok
persoalannya atau masalah yang akan dipecahkannya di kalangan para ahli hukum maupun
sosiologi. Pada awalnya sangat sulit untuk dipahami bahwa antara sosiologi dan hukum dapat
dipersatukan sementara ahli hukum memperhatikan masalah quid juris, sedangkan ahli sosiologi
mempunyai tugas untuk menguraikan quid facti berdasarkan fakta-fakta sosial dalam
masyarakat.
Sosiologi Hukum merupakan ilmu yang mempelajari perilaku hukum dari warga atau
masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal
balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya. Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo,
sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum terhadap pola piker perilaku masyarakat dalam
konteks sosialnya.
Konteks pendekatan sosiologi hukum lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial (sosial
institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum tidak dipahami sebagai teks
dalam undang-undang atau peraturan tertulis, tetapi sebagai kenyataan sosial yang menafest
dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normatif, tetapi secara kontekstual.
Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak hanya dilandasi oleh sekedar logika hukum,
tetapi juga dengan logika sosial dalam rangka seaching for the meaning.

C. Socio Legal Studies


Mengutip pendapat Wheeler dan Thomas, studi sosiolegal adalah suatu pendekatan
alternatif yang menguji studi doktrinal terhadap hukum. Kata “socio” dalam socio-legal studies
merepresentasi keterkaitan antar konteks dimana hukum berada (an interface with a context
within which law exists). Itulah sebabnya mengapa ketika seorang peneliti sociolegal
menggunakan teori sosial untuk tujuan analisis, mereka sering tidak sedang bertujuan untuk
memberi perhatian pada sosiologi atau ilmu sosial yang lain, melainkan hukum dan studi hukum.
Sebagai suatu school of thought bar, studi menggambarkan teorim metodem dan topik-topik
untuk mengembangkan studi interdispliner terhadap hukum.
Karakteristik metode penelitian sosiolegal dapat diidentifikasi melalui dua hal berikut ini.
Pertama, studi sosiolegal melakukan studi tekstual, pasal-pasal dalam peraturan perundang-
undangan dan kebijakan dapat dianalisis secara kritikal dan dijelaskan makna dan implikasinya
terhadap subyek hukum termasuk kelompok terpinggirkan, Dalam hal ini dapat dijelaskan
bagaimanakah makna yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut merugikan atau
menguntungkan kelompok masyarat tertentu dan dengan cara bagaimana. Oleh karena itu studi
sosiolegal juga berurusan dengan jantung persoalan dalam studi hukum, yaitu membahas
konstitusi sampai peraturan perundang-undangan pada tingkat yang paling rendah seperti
peraturan desa.
Kedua, studi sosiolegal mengembangkan berbagai metode “baru” hasil perkawinan antara
metode hukum dengan ilmu sosial, seperti penelitian kualitatif sosiolegal, dan etnografi
sosiolegal. Thomas Scheffer menggunakan teori jaringan aktor untuk menggambarkan kerja para
hakim dan pengacara, melalui wacana hukum sejarah mikro. Banakar dan Seneviratne
melakukan studi yang berfokus pada penggunaan teks dan analisis diskursus untuk mengkaji
bekerjanya ombudsman. Reza Banakar mengembangkan studi kasus untuk meneliti budaya
hukum. Pada umumnya para antropolog hukum mengembangkan etnografi hukum untuk
mengkaji forum penyelesaian sengketa berbasis komunitas yang biasa dijumpai dalam kehidupan
keseharian, Samia Bano menggunakan etnografi untuk meneliti penggunaan lembaga hukum
tidak resmi seperti Shariah Councils, di kalangan perempuan muslim imigran Asia Selatan yang
tinggal di Inggris. Atau Anne Griffiths menggunakan penelitian lapangan di kalangan
masyarakat Bakwena di Afrika untuk menjelaskan pengalaman “berhukum” masyarakat tersebut
dalam kehidupan keseharian dan dalam memberi respon terhadap gagasan hukum Barat.

Anda mungkin juga menyukai