Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF


Editor : BURHAN BUNGIN

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2007-2008
Jalan Raya Rungkut Madya Gunung Anyar
SURABAYA
BAGIAN I
TEORI SOSIAL DAN FENOMENA REALITAS SOSIAL

Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak diluar batas kontrol struktur
dan pranata sosialnya dimana individu berasal. Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan
dirinya melalui respons-respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Karena itu paradigma
definisi sosial lebih tertarik terhadap apa yang ada dalam pemikiran manusia tentang proses sosial,
terutama para pengikut interaksi simbolik. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai
pencipta realitas sosial yang relative bebas di dalam dunia sosialnya.
Dalam pandangan paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif
melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud
sebagai yang disebut oleh George Simmel (Veeger, 1993:91), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri
sendiri diluar individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum
yang menguasainya.
Realitas sosial itu “ada” dilihat dari subyektivitas “ada” itu sendiri dan dunia obyektif di
sekeliling realitas sosial. Individu tidak hanya dilihat sebagai “kedirian”-nya, namun juga dilihat dari
mana “kedirian” itu hadir, bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana
pula lingkungan menerimanya.
Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam
maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna, manakala realitas sosial
dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan relitas itu
berdasarkan subyektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.
Konstruksi sosial amat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu. Karena itu,
kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial. Berger dan Luckmann (1990:8)
mengatakan bahwa Marx pernah menjelaskan beberapa konsep kuncinya, diantaranya adalah kesadaran
manusia. Marx menyebutkan dengan “kesadaran palsu” yaitu alam pikiran manusia yang teralienasi
dari keberadan dunia sosial yang sebenarnya dari si pemikir.
Dalam kenyataan masyarakat selalu berupaya mengenalkan diri mereka melalui barang yang
mereka miliki. Mereka menemukan jiwa mereka pada mobil yang mereka miliki, perabot dan rumah
mewah serta barang-barang konsumtif lainnya. Mekanisme pernyataan posisi seseorang di tengah
masyarakat yang berubah dan pengendalian sosial, kini terletak pada kebutuhan baru secara konsumtif.
Sehingga pernyataan posisi seseorang dalam masyarakat, dapat pula dikonstruksikan melalui
pembentukan kelas sosial di masyarakat.
Walaupun sebenarnya masyarakat sendiri telah mengkonstruksi pengetahuan mereka, namun
tugas utama ilmuwan sosial adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan masyarakat tersebut agar secara
sistematik dipahami oleh masyarakat itu sendiri. Ketika proses ini berlangsung maka ilmuwan sosial
tidak saja mengkonstruksi pengetahuan itu, namun ia juga terlibat di dalam proses dekonstruksi
terhadap pengetahuan itu. Hal ini berlangsung secara dialektika di dalam proses ilmiah yang
dilakukannya, proses itulah yang dinamakan dengan penelitian sosial.

BAGIAN II
VARIAN DAN DESAIN PENELITIAN SOSIAL

Di tingkat metodologi, semenjak awal pertumbuhan ilmu-ilmu sosial sudah dikenal ada dua
mazhab penelitian sosial , yaitu: Pertama, mazhab penelitian sosial yang menggunakan pendekatan
kuantitatif atau yang lebih popular dengan sebutan “Pendekatan Penelitian Kuantitatif”. Kedua mazhab
penelitian sosial menggunakan pendekatan kualitatif, atau yang biasa disebut “Pendekatan Penelitian
Kualitatif”.
Pendekatan penelitian kuantitatif lahir dan berkembang biak dari tradisi ilmu-ilmu sosial
Prancis dan Inggris yang kental dipengaruhi oleh tradisi ilmu-ilmu kealaman. Ia kental diwarnai oleh
aliran filsafat materialisme, realisme, naturalisme, empirisme, dan positivisme. Dari situlah lahir dan
berkembang biak ilmu sosial berwajah positivisme yang mengedepankan pendekatan penelitian
kuantitatif sebagai satu-satunya cara handal untuk menjelaskan fenomena sosial.
Sedangkan pendekatan penelitian kualitatif, lahir dan berkembang biak dari tradisi ilmu-ilmu
sosial Jerman yang sarat diwarnai pemikiran filsafat ala platonic sebagaimana yang kental tercermin
dari pemikiran Kant maupun Hegel. Ia kental diwarnai oleh aliran falsafat idealisme, rasionalisme,
humanisme, fenomenologisme, dan interpretivisme. Dari sinilah berkembang ilmu sosial
interpretivisme yang mengunggulkan pendekatan penelitian kualitatif sebagai satu-satunya cara andal
dan relevan untuk bisa memahami fenomena sosial.
Dari tradisi pemikiran positivisme, manusia dipandang sebagai makhluk jasmaniah biasa, yang
sehari-hari berperilaku bergantung kepada stimulus yang menerpa dirinya atau bergantung pada
tuntutan organismik yang secara alamiah tersimpan pada diri manusia itu sendiri. Itu berarti, perilaku
manusia tidak lebih dari suatu respon yang sifatnya otomatis dan mekanistik: penyebab bisa terletak
pada kekuatan yang berasal dari “dalam” maupun dari “luar” diri manusia itu sendiri.
Sedangkan dari tradisi ilmu sosial interpretivisme, manusia lebih dipandang sebagai makhluk
rohaniah. Dalam pandangan ini, manusia selaku makhluk sosial, sehari-hari bukanlah “berperilaku”
melainkan “bertindak”. Sebab, istilah “perilaku” berkonotasi mekanistik alias bersifat otomatis.
Padahal,, “tingkah laku sosial” manusia senantiasa melibatkan niat tertentu, pertimbangan tertentu, atau
alasan-alasan tertentu.
Dari pemikiran semacam itulah lahir dan berkembang biak tradisi pendekatan penelitian
kualitatif. Tradisinya tidak tunggal, melainkan beragam, sesuai dengan keragaman aliran teori dan akar
tradisinya masing-masing. Tetapi walaupun memperlihatkan keragaman, kesemuanya bermuara kepada
“alasan-alasan (reason) yang tersembunyi di balik tindakan para pelaku tindakan sosial”. Atau
bermuara kepada “makna sosial” (social meaning) dari suatu fenomena sosial. Fokusnya bisa ke arah
(untuk menemukan) etika macam apa yang tersembunyi di balik suatu fenomena sosial. Bisa juga
tertuju untuk menemukan frame (pola pikir) macam apa yang terpancar di balik suatu fenomena sosial.
Bisa pula terfokus untuk menemukan tema atau nilai budaya semacam apa yang terpendam (bersifat
laten) di balik suatu fenomena sosial. Dan, bisa juga ditujukan untuk menemukan rasionalitas seperti
apa yang bersemanyam di balik suatu fenomena sosial.

BAGIAN III
RAGAM METODOLOGIS PENELITIAN KUALITATIF

A. PENDAHULUAN
Penelitian merupakan suatu kegiatan yang ditempuh melalui serangkaian proses yang
panjang. Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan penelitian diawali dengan adanya minat untuk
mengkaji secara mendalam terhadap munculnya fenomena tertentu.
Dengan didukung oleh penguasaan teori dan konseptualisasi yang kuat atas fenomena
tertentu, peneliti mengembangkan gagasannya ke dalam kegiatan lainnya berupa listing
berbagai alternative metode penelitian untuk kemudian ditentukan secara spesifik mana yang
paling sesuai.

B. METODOLOGI PENELITIAN
Titik tolak penelitian bertumpu pada minat untuk mengetahui masalah atau fenomena
sosial yang timbul karena berbagai rangsangan, dan bukannya pada metodologi penelitian.
Sekalipun demikian, tetap harus diingat bahwa metodologi penelitian merupakan elemen
penting untuk menjaga reliabilitas dan validitas hasil penelitian.
Posisi peran dan fungsi metodologi yang sangat penting tersebut dapat dilihat pada
langkah-langkah yang lazim dilakukan dalam tahapan penelitian, yaitu:
1. Merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuannya.
2. Menentukan konsep dan hipotesis serta eksplorasi pustaka
3. Pengambilan sample atau contoh penelitian
4. Pembuatan alat-alat pendukung survey, misalnya kuesioner
5. Pengumpulan data yang dapat disebut pula sebagai pula sebagai field working
6. Editing data
7. Analisis data dan pelaporan

Dari tahapan tersebut dapat dilihat bahwa peran dan fungsi metodologi penelitian sangat
menentukan khususnya untuk kegiatan 3, 4, 5. Oleh karena itu, persoalan penting yang patut
dikedepankan dalam metodologi penelitian adalah dengan cara apa dan bagaimana data yang
diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi
yang valid dan reliable.
C. PENGUMPULAN DATA
Dalam setiap kegiatan penelitian dibutuhkan obyek atau sasaran penelitian yang objek
atau sasaran tersebut umumnya eksis dalam jumlah yang besar atau banyak. Dalam suatu survey
penelitian, tidaklah harus untuk meneliti semua individu yang ada dalam populasi obyek
tersebut. Dalam hal ini hanya diperlukan sample atau contoh sebagai representasi objek
penelitian. Oleh karena itu persoalan penting dalam pengumpulan data yang harus diperhatikan
adalah “bagaimana dapat dipastikan atau diyakini bahwa sample yang ditetapkan adalah
representif.
Setelah sample ditentukan, selanjutnya adalah bagaimana atau dengan cara apa
informasi dapat digali. Sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data sesuai kebutuhan.
Umumnya pengumpulan data penelitian dari sample yang sekaligus juga merupakan informan
dilakukan dengan menggunakan alat berupa “kuesioner”. Dalam konteks yang demikian inilah
persoalan yang harus diperhatikan adalah “bagaimana kuesioner dapat dibuat sehingga
pertanyaan-pertanyaan yang terkandung didalamnya mampu melahirkan informasi yang
memang betul-betul dibutuhkan”
Pengumpulan data meliputi:
1. Penentuan sample
2. Pembuatan kuesioner
3. Teknik wawancara

D. PENENTUAN SAMPEL
Berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan, sample populasi penelitian yang
sudah ditentukan nantinya harus dapat menghasilkan gambaran yang reliable atau dapat
dipercaya dari seluruh populasi. Dalam hal ini sample yang dipilih haruslah betul-betul
merepresentasikan keadaan populasi yang sesungguhnya. Selain itu, penentuan sample yang
ideal dapat menentukan ketepatan atau presisi hasil penelitian dengan menentukan
penyimpangan standart dari perkiraan yang diperoleh serta dapat memberikan informasi
sebanyak mungkin.

E. PEMBUATAN KUESIONER
Umumnya dalam penelitian survey lapangan, sarana berupa kuesioner atau panduan
pertanyaan-pertanyaan merupakan elemen yang esensial untuk kepentingan pengumpulan data.
Produk akhir pengumpulan data melalui kuesioner umumnya berupa angka, tabel, analisis,
statistik dan deskripsi serta kesimpulan hasil penelitian.
Dengan mengingat segala keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka semua pertanyaan
yang dicantumkan dalam kuesioner hendaknya langsung berkaitan dengan tujuan penelitian itu
sendiri.
Dalam kuesioner yang dibuat untuk tujuan-tujuan penelitian ilmu sosial setidaknya
memuat empat pertanyaan pokok, yaitu:
1. Pertanyaan tentang fakta misalnya identitas responden berupa umur, pendidikan, agama,
pekerjaan, status perkawinan, dan seterusnya
2. Pertanyaan tentang persepsi yang ditujukan pada pendapat dan sikap responden tentang
fenomena atau kejadian tertentu
3. Pertanyaan tentang informasi dimana peneliti ingin menggali tentang apa saja yang diketahui
oleh responden serta bagaimana dan sampai sejauh mana pengetahuan tersebut dapat diperoleh
4. Pertanyaan tentang persepsi diri yang berkaitan dengan penilaian responden terhadap perilaku
mereka sendiri dalam interaksinya dengan pihak lain.

BAGIAN IV
ETNOMETODOLOGI

Menurut Bogdan dan Biklen (1982:37), pengertian etnometodologi tidaklah mengacu kepada
suatu model atau teknik mengumpulkan data ketika seseorang sedang melakukan suatu penelitian,
tetapi lebih memberikan arah mengenai masalah apa yang akan diteliti. Menurut pegakuan Garfinkel
sebagai pencetus ide mengenai etnometodologi tersebut, bahwa istilah ini muncul setelah dia membaca
arsip studi lintas budaya di Universitas Yale yang memuat istilah-istilah seperti ethnobotany,
ethnophysics, ethnomusis, ethnoastronomy.
Makna dari istilah-istilah itu aalah bahwa sesungguhnya masyarakat yang masih hidup terpencil
(tribal) telah mengenal lingkungannya dengan baik, mereka telah memiliki pengetahuan dan cara-cara
menyelesaikan masalah dalam hidup mereka, misalnya dalam konsep ethnobotany adalah dimana
anggota masyarakat telah mengenal aneka ragam tanaman yang dapat atau tidak dapat dikonsumsi,
bagaimana menanam dan memeliharanya, dan setiap tanaman memiliki nama-nama dan fungsi
tersendiri dalam hidup dan lingkungan masyarakat.
Etnometodologi, dengan demikian mengacu pada suatu studi mengenai bagaimana seorang
individu dalam masyarakat bertindak dan berkreasi serta memahami hidup keseharian mereka. Studi ini
dilakukan dalam masyarakat disekitar kita, jadi bukanlah tertuju kepada masyarakat yang masih
terpencil dan tradisional sifatnya.
Etnometodologi mengisyaratkan, upaya-upaya mendeskripsikan dan memahami masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bagaimana pola berinteraksi, cara berpikir, perasaan mereka,
cara berbicara.

BAGIAN V
ANALISIS ISI MEDIA DALAM PENELITIAN KUALITATIF

A. PENGERTIAN DAN PRINSIP DASAR


Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi
pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku
komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. (Budd, 1967:2). Sedangkan menurut
Berelson (1952), yang kemudian diikuti oleh Kerlinger (1986), analisis isi didefinisikan sebagai
suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, obyektif, dan
kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Wimmer & Dominick 2000: 135).

B. PENGGUNAAN ANALISIS ISI


Menurut Wimmer dan Dominick (2000: 136 – 138) setidaknya ada 5 kegunaan yang dapat
dilakukan dalam penelitian analisis isi, yaitu:
1. Menggambarkan Isi Komunikasi
2. Menguji Hipotesis tentang Karakteristik Pesan
3. Membandingkan Isi Media dengan Dunia Nyata
4. Memperkirakan Gambaran Kelompok tertentu di Masyarakat
5. Mendukung Studi Efek Media Massa

C. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN ANALISIS ISI


Kelebihan utama metode ini adalah tidak digunakannya manusia sebagai subjek penelitian.
Menyebabkan penelitian relative lebih mudah, tidak ada reaksi dari populasi maupun sample yang
diteliti karena tidak ada orang yang diwawancarai, diminta mengisi kuesioner, ataupun diminta
datang di laboratorium. Analisis isi juga relative murah, tidak terbentur masalah perizinan
penelitian. Bahan-bahan penelitian mudah didapat terutama di perpustakaan-perpustakaan, atau di
bagian dokumentasi audio visual. Biaya untuk coder relative lebih murah dibandingkan biaya
operasional pengumpulan data untuk survey.
Kekurangan analisis ini adalah ia hanya meneliti pesan yang tampak, sesuatu yang
disembunyikan dalam pesan bisa luput dari analisis isi. Karena itu analisis isi kualitatif seperti
semiotic, discourse, analisis framing, ataupun textual analysis dapat menutupi kekurangan ini.
Kekurangan terpenting lain adalah kesulitan menentukan media atau tempat memperoleh pesan-
pesan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
D. TAHAPAN PENELITIAN (ANALISIS ISI)
1. Menentukan Permasalahan
2. Menyusun Kerangka Pemikiran
3. Menyusun Perangkat Metodologi
4. Analisis Data
5. Interpretasi Data

BAGIAN VI
LAPORAN PENELITIAN

A. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu bagian proses ilmu maka kegiatan penelitian merupakan titik yang sangat
menentukan dalam pengembangan disiplin ilmu. Laporan Penelitian merupakan salah satu karya
ilmiah dari proses yang panjang untuk menemukan fakta-fakta di lapangan.
Baik tidaknya suatu kegiatan penelitian tercermin pada laporan penelitian. Dari laporan
penelitian inilah semua kegiatan penelitian diekspresikan. Laporan penelitian merupakan suatu
sarana atau wahana peneliti dalam berkomunikasi dengan orang lain (pembaca), pembaca tahu apa
yang telah dilakukan dan ditemukan oleh peneliti dari laporan penelitian.

B. HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


1. Keobyektifan Peneliti
2. Gaya Penulisan
3. Pembaca
4. Waktu
5. Kerahasiaan Sumber Informasi
6. Jumlah Halaman

C. FORMAT LAPORAN PENELITIAN KUALITATIF


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Definisi Konsep
E. Kepustakaan

F. Metodologi Penelitian
a. Latar Penelitian
b. Teknik Koleksi Data
c. Instrumen Penelitian
d. Tahap – Tahap Penelitian
e. Analisis Data
f. Teknik Keabsahan Data

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA


Dalam penelitian kualitatif dalam mendeskripsikan data hendaknya peneliti tidak
memberikan interpretasi sendiri. Temuan lapangan hendaknya dikemukakan dengan berpegang
pada prinsip emik dalam memahami realitas. Penulisan hendaknya tidak bersifat penafsiran atau
evaluatif.
Dalam menganalisis data peneliti dapat mengemukakan tentang kecenderungan -
kecenderungan yang ada, pola – pola berdasarkan kategori – kategori atau tipologi yang disusun
oleh subjek untuk menjelaskan dunianya.

BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Rekomendasi (saran)

Anda mungkin juga menyukai