Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, Rabb yang telah mengutus kepada kita sebaik-baik utusan
dan menurunkan sebaik-baik kitab suci. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak
untuk diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wata’ala semata yang memiliki al-asmaul husna.
Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-
Nya yang telah menyampaikan risalah dengan penuh amanah sehingga meninggalkan umat ini di atas
agama yang jelas. Tidak ada satu kebaikan pun kecuali umat telah diajak kepadanya. Tidak ada satu
kejelekan pun kecuali umat ini telah diingatkan darinya. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya, dan kaum muslimin
yang mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan sebenar-benar takwa dan
marilah kita menjadi hambahamba- Nya yang bersaudara. Yaitu bersaudara karena iman yang
diwujudkan dengan saling mencintai, kasih sayang, dan tolong-menolong dalam kebenaran serta saling
menasihati dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Al-Imam Ahmad dan al-Imam Muslim rahimahumallah meriwayatkan dengan lafadz yang semakna
dari jalan sahabat Abu Hurairah z dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,
Hadirin rahimakumullah,
Di dalam hadits yang mulia ini, Nabi Muhammad memberitakan bahwa Allah Subhanahu wata’ala
meridhai kita untuk memiliki tiga sifat yang dengannya seseorang akan berbahagia di dunia dan
akhirat. Sifat-sifat tersebut adalah: Yang pertama adalah agar kita memperbaiki akidah dengan
memurnikan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala dan berlepas diri dari berbagai jenis
kesyirikan. Ini adalah perkara pertama yang harus diperhatikan. Sebab, akidah merupakan ondasi yang
dibangun di atasnya amalan seseorang. Apabila baik akidahnya, akan bernilai sebagai ibadah dan akan
bermanfaat amal salehnya. Adapun jika rusak akidahnya, amalannya tidak bermanfaat dan tidak
bernilai di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, seluruh rasul diperintah untuk mengajak
pada perbaikan akidah sebelum hal yang lainnya. Setiap rasul mengatakan,
Maka dari itu, jangan sampai kaum muslimin memiliki akidah dan ibadah yang berbeda-beda. Begitu
pula tidak boleh masing-masing menetapkan hukum, ini halal dan ini haram dari dirinya sendiri tanpa
berdasarkan dalil dan bimbingan ulama.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,
Perlu diketahui bahwa berpecah belah adalah sifat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang kita dilarang
untuk mengikuti jalan mereka sebagaimana tersebut dalam firman Allah Subhanahu wata’ala,
اختَلَفُوا ِّمن بَ ْع ِّد َما َجا َء ُه ُم ْالبَ ِّينَاتُ َ َوأُو َٰلَئِّ َك لَ ُه ْم
ْ َو َال ت َ ُكونُوا َكالَّذِّينَ تَفَ َّرقُوا َو
َ عذَاب
ع ِّظيم َ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.”
(Ali-Imran: 105)
Dari ayat tersebut kita juga memahami bahwa perpecahan bukanlah rahmat. Justru perpecahan adalah
azab dan akan membuat kaum muslimin saling bermusuhan. Perpecahan akan mencegah kaum
muslimin untuk saling menolong dalam kebaikan.
Oleh karena itu, yang semestinya dilakukan oleh kaum muslimin agar menjadi umat yang satu, yaitu
dengan kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengikuti jalan Rasulullah n, baik dalam
akidah, ibadah, muamalah, maupun perselisihan yang terjadi di antara mereka.
Perlu diingat, agama kita adalah agama yang menjaga persatuan dan kebersamaan dalam banyak
permasalahan, seperti dalam bermasyarakat dan bernegara, maupun dalam menjalankan ibadah shalat,
haji, berhari raya, dan yang semisalnya.
Karena itu, sungguh memprihatinkan keadaan sebagian kaum muslimin yang berpecah-belah dalam
kelompokkelompok tertentu yang masing-masing bangga dengan kelompoknya serta fanatik buta
membela kelompoknya tanpa melihat benar atau salah.
Khutbah Kedua
ُ ط ِّريْقَ اْ ُلو
ص ْو ِّل َ َو،ُ َوأَبَانَ آيَاتِّ ِّه ِّليَ ْع ِّرفُ ْوه،ُِّي َخلَقَ ْالخ َْلقَ ِّليَ ْعبُد ُْوه
َ س َّه َل لَ ُه ْم ْ ْال َح ْمدُ الَّذ
لَهُ ْال ُم ْلكُ َولَهُ ْال َح ْمدُ َو ُه َو،ُ َوأ َ ْش َهدُ أ َ ْن الَ ِّإلَهَ ِّإالَّ هللاُ َو ْحدَهُ الَ ش َِّري َْك لَه.ُصلُ ْوه ِّ َِّإلَ ْي ِّه ِّلي
،ُس ْولُه ُ ع ْبدُهُ َو َر َ أ َ َّن نَ ِّبيَّنَا َو ِّإ َما َمنَا َوقُ ْد َوتَنَا ُم َح َّمدًا ُ َوأ َ ْش َهد،ش ْيءٍ قَ ِّديْر
َ علَى ُك ِّل َ
علَى آ ِّل ِّه
َ علَ ْي ِّه َوَ ُصلَّى هللاَ ،ِّليَ ُك ْونَ ِّل ْلعَالَ ِّميْنَ نَ ِّذي ًْرا َ أ َ ْر
ِّ سلَهُ هللاُ بِّاْل ُهدَى َو ِّدي ِّْن اْل َح
ق
:ُ أ َ َّما بَ ْعد.سلَّ َم ت َ ْس ِّل ْي ًما َكثِّي ًْرا
َ ان َو
ٍ س ْ َ َوأ
َ ص َحا ِّب ِّه َوالتَّا ِّب ِّعيْنَ لَ ُه ْم ِّبإِّ ْح
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Adapun perkara ketiga yang Allah Subhanahu wata’ala ridha untuk kita menjalankannya adalah
menegakkan nasihat terhadap penguasa dengan menaatinya, mendoakan kebaikan untuknya ataupun
membantunya untuk kebaikannya dan kebaikan masyarakatnya. Penguasa yang dimaksud adalah
penguasa muslim yang sah yang memimpin suatu negeri dan memiliki wilayah serta kekuatan, baik dia
menjadi penguasa dengan cara dipilih maupun cara yang lainnya. Allah Subhanahu wata’ala ridha
kepada kaum muslimin untuk menaati pemerintah dalam perkara yang ma’ruf serta untuk tidak
melanggar aturan yang telah ditetapkannya selama tidak bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu
wata’ala.
Begitu pula orang-orang yang mengemban amanat atau tugas dari penguasa, seperti para pegawai
pemerintahan atau yang semisalnya, wajib
bagi mereka untuk menjalankan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Tidakboleh baginya untuk
memanfaatkan tugas yang diembannya sebagai kesempatan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau
orang-orang dekatnya sehingga berlaku tidak adil dan merugikan masyarakat secara umum.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diingat pula bahwa adanya seorang pemimpin muslim bagi suatu masyarakat adalah karunia
Allah Subhanahu wata’ala yang sangat besar. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila
suatu negara tidak ada pemimpinnya. Tentu kekacauan, rasa tidak aman, dan ketakutan akan
menyelimuti negeri tersebut. Namun, tentu saja seorang pemimpin tidak akan menjadi sebab kebaikan
ketika masyarakat tidak mau menaatinya dan menghormatinya. Maka dari itu, sungguh hal ini
merupakan prinsip-prinsip yang sangat penting untuk dipahami dan diamalkan.
Demikianlah yang disebutkan dalam hadits yang mulia ini. Kandungannya akan mendatangkan
kebaikan yang besar jika kaum muslimin mengamalkannya dalam kehidupannya.