Anda di halaman 1dari 17

Nama : Abd.

Rachman Mildan
NIM : 17086030018
Semester : 3 (Tiga)
Kelas : PAI A
Mata Kuliah : Manajemen Delivery Method
Dosen : Prof. Dr. H. Maksum, M.A
Dr. Widyo Nugroho, MM

Jawaban

1. Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat dilakukan melalui


peningkatan mutu pendidikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui lembaga
UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization)
yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya mencanangkan
empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to
be, dan (4) learning to live together. Empat pilar pendidikan yang telah digagas
oleh UNESCO sangat berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan
tujuan pendidikan di indonesia. Pendidikan islam memiliki peran yang sangat
vital dalam membentuk pribadi yang berakhlakul karimah dan pribadi yang
tangguh di era globalisasi ini yang penuh dengan godaan dan tantangan. Didalam
pendidikan islam harus memberikan bekal yangcukup dalam menanamkan nlai –
nilai moral, penanaman nilai, membentukan karakter, pengembngan bakat yang
seimbang dengan tuntutan zaman.
Pendidikan Islam pun telah meng-cover semua pilar-pilar pendidikan rekomendasi
UNESCO dalam pandangan al-Qur'an dan Hadits sebagai analisis, kesemua pilar-pilar
tersebut sejalan dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadits hanya saja tidak tergolong dalam
satu kaidah bulat. Learning to know dengan penjelasan ciri ulul albab yang selalu
menggunakan akalnya, learning to do dengan kesinambungan berkarya (berkerja)
setelah usai mengerjakan satu tugas, learning to be dengan akhlakul karimah dan
learning to live together dengan anjuran saling ta’aruf (mengenal). Pendidikan Islam
dalam memandang pilar-pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO pada
hakekatnya tidak menyimpang dari koridor nilai-nilai keislaman, yang menjadi dasar
bagi pendidikan Islam.
Learning to Know yang berarti belajar untuk mengetahui termaktub dalam surat al
‘alaq ayat 1-5 yang berbunyi :

َۡ ‫ ۡۡٱ ۡق َرۡۡأۡ َو َرب‬٢ۡ‫ق‬


ۡ‫ۡۡٱلَّذي‬٣ۡ ۡ‫ُّكۡٱ ۡۡل َ ۡك َرم‬ َ َٰ ‫ۡۡ َخلَقَ ۡٱ ۡۡلن‬١ۡ َ‫ٱ ۡق َرۡۡأ ۡبۡٱ ۡسمۡ ۡ َرب َك ۡٱلَّذيۡ َخلَق‬
ۡۡ ‫سنَۡۡم‬
ٍ َ‫ن ۡ َعل‬
َ َٰ ‫ۡ َعلَّ َۡمۡٱ ۡۡلن‬٤ۡۡ‫َعلَّ َمۡبۡٱ ۡلقَلَم‬
ۡ٥ۡ‫سنَۡۡ َماۡلَ ۡمۡيَعۡ لَ ۡم‬
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
Dalam pendidikan islam learning to know adalah tuntutan untuk mengembangkan
aspek kognitif yang mengembangkan aspek pengetahuan siswa. Tuntutan untuk
menambah pengetahuan sudah termaktub dalam surat al-‘alaq, Kalimat “iqra”
merupakan akata perintah yang artinya bacalah. Yakni allah memerintahkan kepada
manusia untuk banyak membaca karena dengan membaca dapat memperluas
pengetahuan.
Learnig to do yang berarti belajar untuk melakukan sesuatu menitik beratkan apada
aspek psikomotor jika dikaitkan dengan pendidikan islam tingkat dasar dan
menengah, guru menyampaikan materi tentang wudhu tuntutannya siswa harus
menguasai teori tentang wudhu secara pengetahuan saja akan tetapi dituntut untuk
mampu mempraktekan teori tentang wudhu tersebut dengan benar sehingga
wudhunya sah dan sesuai syariat yang diajarkan.
Learning to be yang berarti belajar untuk menjadi sesuatu, Hali ini erat sekali
kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak
serta kondisi lingkungannya. Misal: bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati
dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi
siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi
fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara
utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman
terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan
kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil,
sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.
Learining live together pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan di sekolah.
Kondisi seperti inilah, yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar
ras, suku, dan agama. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses
pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal, untuk mampu berperan dalam lingkungan
di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai
dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok
belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live
together).

2. Memasuki Abad Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sekarang ini sangat
dibutuhkan dan pentingnya penggunaan ICT (Information and Communications
Teknology) dalam kegiatan pembelajaran. Melalui pemanfaatan TIK kita dapat
meningkatkan mutu pendidikan, yaitu dengan cara membuka lebar-lebar terhadap
akses ilmu pengetahuan dan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Sistem Teknologi
Informasi dan Komunikasi memberikan jangkauan yang luas, cepat, efektif, dan
efesien terhadap penyebarluasan informasi ke berbagai penjuru dunia. Teknologi
informasi berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan komunikasi teknologi
yang menunjang terhadap praktik kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini
berarti pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
pembelajaran dirancang dan dijalankan secara profesional.
Dalam hal ini terdapat beberapa komponen yang berperan untuk mendong proses
pembelajaran berbasis TIK yaitu:
1. Pemerintah: TIK sebagai infrastruktur pendidikan. Pengadaan perangkat TIKI
menjadi kewajiban pemerintah dan kebijakan-kebijakan yang menunjang proses
pembelajaran berbasis TIK
2. Kepala Sekolah: TIK sebagai alat bantu manajemen sekolah. Dengan TIK segala
bentuk kebutuhan kepala sekolah bisa memudahkan dalam peradministrasian
sekolah.
3. Pemilik Yayasan: TIK sebagai fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan
seyogyanya disedediakan oleh pengurus yayasan dalam menciptakan
kenyamanan dan keunggulan dari sekolah tersebut.
4. Guru: TIK sebagai standar kompetensi. TIK merupakan standar yang harus
dimiliki oleh seorang guru. Dengan begitu guru mampu menjadikan TIK sebagai
media pembelajaran dikelas
5. Karyawan: TIK sebagai penunjang administrasi pendidikan. TIK sejatinya
memudahkan karyawan dalam peradministrasian.
6. Orang Tua: TIK sebagai guru dan ilmu. Tekhnologi informasi yang begitu luas
dengan akses yang cepat perlu pengawasan dari orang tua.
7. Masyarakat: TIK sebagai alat bantu pembelajaran. Di sini masyarakat akan
merasakan kemudahan dengan adanya TIK dalam kehidupan.

3. Treatment / skenario penyembelihan hewan qurban


No. Visual Audio
Prolog Musik Latar:
Menampilkan presenter yang
memberikan penjelasan Adik-adik siswa-siswi yang saya
tentang hewan qurban banggakan. Dalam video
pembelajaran ini, akan ditayangkan
film yang membahas tentang
“Penyembelihan Hewan Qurban”.

Setelah menyaksikan video ini,


adik-adik diharapkan dapat
mengerti dan memahami tentang
pengertian dan tat cara
“Penyembelihan Hewan Qurban.”
Menampilkan fikri dan asep Asep: Assalamualikum
bercengkrama tentang hewan Fikri: Waalaikumussalam
qurban Asep: Kamu tahu pengertian
penyembelihan hewan?
Fikri: ya saya tahu. Az-zaba’ih
merupakan bentuk jamak dari kata
Az-zabihah yang berarti
penyembelihan hewan secara syar‘i
demi kehalalan mengkonsumsinya.
Secara kebahasaan berarti
penyembelihan hewan atau
memotongnya dengan jalan
memotong tanggorokannya atau
organ untuk perjalanan makanan
dan minumannya
Asep: kalo tidak secara syar’i
berarti gak halal dong
Fikri: iya lah bagi kita umat umslim
menyembelih hewan itu ada
syariatnya supaya daging hewan
tersebut jadi halal dan berkah
Asep : lalu gimana caranya supaya
penyembelihan hewannya sesuai
syariat islam?
Fikri : begini caranya !!!!

Menampilkan barang-barang Audio menjelaskan barang-barang


yang dibutuhkan dalam yang diperlukan dalam
penyembelihan hewan penyembelihan hewan qurban:
qurban. 1. Yang dibutuhkan adalah pisau
2. Papan penyangga
3. Tali pengikat kaki hewan bila
diperlukan.
4. Dll…
Menampilkan sosok Ustadz Penyembelihan yang syar’i adalah
untuk menjelaskan Syarat sah
dalam menyembelih hewan penyembelihan yang terpenuhi
qurban. syarat-syarat berikut:
1. Penyembelihnya adalah orang
yang berhak menyembelih, yaitu
orang yang berakal baik laki-laki
maupun wanita, seorang muslim
maupun ahlul kitab (Yahudi dan
Nasrani), lih. Al Ma’idah: 5.

Oleh karena itu, jika tidak berhak,


misalnya penyembelihnya orang
yang sedang mabuk, gila atau anak
kecil yang belum tamyiz (belum
bisa membedakan mana yang
bermanfa’at dan mana yang tidak,
di mana usianya kira-kira di bawah
tujuh tahun), maka sembelihan
tersebut belum halal. Demikian
pula tidak halal sembelihan orang
musyrik (bukan ahlul kitab) seperti
para penyembah berhala, orang-
orang Majusi (penyembah api),
orang-orang shaabi’in (penyembah
bintang), orang zindik, atheis dan
orang yang murtad.

2. Alat yang digunakan


menyembelih harus tajam yang bisa
mengalirkan darah dan
memutuskan tenggorokan.

Alat tersebut bisa berupa pisau,


batu, pedang, kaca, kayu yang
tajam dan bambu yang tajam yang
bisa dipakai untuk memotong
seperti halnya pisau selain gigi dan
kuku. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ۡ‫ْس ۡالس َّن‬ َ ‫َّۡللا ۡ َفك ْل ۡلَي‬ َ ‫َما ۡأ َ ْن َه َر ۡالد ََّم‬
َّ ‫ۡوذك َر ۡاسْم‬
ُّ ‫َوال‬
‫ظف َۡر‬

“Sesuatu yang bisa menumpahkan


darah dan disebut nama Allah
padanya, maka makanlah, bukan
menggunakan gigi/taring dan
kuku.” (HR. Muslim)
3. Memotong tenggorokan dan
kerongkongan. Dan tidak
disyaratkan harus memotong dua
urat leher (inilah pendapat Imam
Syafi’i dan Ahmad[3]).
Jika leher hewan dipotong sampai
putus, maka hewan sembelihan
tersebut tidak mengapa dimakan.
Adapun tentang menyembelih dari
tengkuk (belakang leher), menurut
pendapat yang rajih (kuat) adalah
sah sembelihannya apabila alat
potong tersebut memotong bagian
yang wajib dipotong.

4. Mengucapkan basmalah
(Bismillah).

Ketika akan menyembelih wajib


mengucapkan basmalah (lih. Al
An’aam: 121) dan disunatkan
menambahkan takbir (Allahu
Akbar) sebagaimana yang
dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Imam Abu Hanifah berkata, “Jika
seseorang sengaja tidak membaca
(basmalah), maka haram dimakan.
Namun jika tidak membacanya
karena lupa, maka halal.”

Menyembelih Hewan Yang

Hampir Mati atau Yang Sakit


Hewan yang sakit, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh dari
tebing, yang ditanduk oleh binatang
lain atau yang diserang binatang
buas apabila kita mendapatkannya
hampir mati (masih hidup), lalu
kita sempat menyembelihnya
sebelum matinya, maka boleh
dimakan. Allah Subhaanahu wa
Ta’aala berfirman:

“Diharamkan bagimu (memakan)


bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang kamu
sempat menyembelihnya. (terjemah
Al Ma’idah: 3)
Tanda masih hidup adalah dengan
masih bergerak tangan atau kakinya
atau masih terasa bernafas dsb.
namun jika dalam kondisi naza’
(sekarat), di mana tangan atau
kakinya sudah tidak bergerak, maka
dalam kondisi ini dianggap
bangkai, dan tidak ada faedahnya
menyembelih.

Mengangkat Tangan Sebelum

Selesai Penyembelihan
Apabila seorang penyembelih
mengangkat tangannya sebelum
selesai proses penyembelihan,
setelah itu segera kembali
melanjutkan dan menyempurnakan
penyembelihannya, maka
hukumnya boleh. Hal itu karena
melukai hewan, lalu
menyembelihnya sedangkan hewan
tersebut belum mati, maka masuk
ke dalam ayat “Illaa maa
dzakkaitum” (Kecuali jika kamu
sempat menyembelihnya).

Melukai Hewan Ketika Kesulitan

Menyembelihnya
Hewan yang halal dengan
disembelih, jika sanggup
menyembelihnya, maka disembelih
pada tempat penyembelihan.
Namun jika tidak sanggup
menyembelihnya, maka bisa
dengan melukai bagian badan mana
saja dari hewan tersebut, dengan
syarat luka tersebut mengeluarkan
darah di mana hewan tersebut bisa
mati karenanya. Rafi’ bin Khudaij
berkata:

َّۡ ‫سفَ ٍر ۡفَنَد‬


َ ۡ‫كۡنَّاۡ َم َع ۡالنَّبى ۡصلىۡهللاۡعليهۡوسلمۡفى‬
ۡ‫س ْه ٍم‬ َ ‫ير ۡمنَ ۡاۡلبل ۡ– ۡقَا َل ۡ– ۡفَ َر َماه‬
َ ‫ۡرج ٌل ۡب‬ ٌ ‫بَع‬
ۡ‫ ۡ« ۡإ َّن ۡلَ َها ۡأَ َوابدَ ۡ َكأ َ َوابد‬:ۡ ‫ ۡقَا َل ۡث َّم ۡقَا َل‬،ۡ ‫سه‬
َ ‫فَ َح َب‬
‫صنَعواۡبهۡ َه َكذَا‬ ْ ‫ » ْال َوحْ شۡفَ َماۡ َغلَبَك ْمۡم ْن َهاۡفَا‬.
“Kami pernah bersafar besama
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tiba-tiba seekor unta ada yang
berlari kencang, lalu dipanahlah
oleh seseorang dan akhirnya tidak
berkutik, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun bersabda,
“Sesungguhnya binatang ini kadang
liar seperti keadaan hewan liar
lainnya. Jika kamu kesulitan, maka
lakukanlah seperti ini.” (HR.
Bukhari)
Imam Ahmad dan para pemilik
kitab Sunan meriwayatkan dari
Abul ‘Asyraa’ dari bapaknya,
bahwa ia berkata, “Wahai
Rasulullah! Bukankah
penyembelihan itu hanya pada
tenggorokan dan libbah (bagian di
pangkal leher di atas dada)?”
Beliau bersabda, “Seandainya
kamu menusuk pahanya pun sudah
cukup.”

Tirmidzi berkata: “Hal ini dalam


keadaan darurat seperti halnya
hewan yang lari sedangkan kita
tidak sanggup menangkapnya atau
hewan yang jatuh ke laut dan kita
khawatir binatang tersebut
tenggelam, lalu kita gunakan pisau
atau panah yang bisa mengalirkan
darahnya kemudian binatang itu
mati, maka hukumnya halal.”

Imam Bukhari meriwayatkan dari


Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan
Aisyah bahwa binatang yang sulit
kita pegang, maka disamakan
seperti binatang buruan, dan
binatang yang jatuh ke sumur,
maka penyembelihannya dengan
cara yang kamu mampu.”

Penyembelihan Terhadap Janin

Hewan
Apabila janin keluar dari perut
induknya, dan ternyata masih
hidup, maka jika hendak dimakan
harus disembelih. Namun jika
induknya kita sembelih, sedangkan
janin itu berada dalam perut
induknya, maka dengan
menyembelih induknya sudah
cukup tanpa perlu menyembelih
lagi janinnya, baik janinnya keluar
dalam keadaan mati atau hampir
mati.

Cara Menyembelih
Menyembelih bisa dengan cara
dzabh dan bisa dengan cara nahr.
Dengan cara dzabh adalah dengan
cara memotong tenggorokan,
kerongkongan dan dua urat leher
(yakni urat yang berada di dua sisi
leher mengapit tenggorokan yang
merupakan saluran darah).
Sedangkan dengan
cara nahr adalah dengan ditusuk
pada bagian libbah. Libbah adalah
tempat kalung di lehernya.
Letaknya di pangkal leher dan di
atas dada, di mana tempat tersebut
dapat langsung mematikan unta.
Binatang yang disembelih dengan
cara dzabh contohnya kambing
(dengan semua macamnya),
burung, ayam dsb. sapi pun sama
dengan cara dzabh, namun boleh
juga dengan cara nahr, karena sapi
ada dua tempat, tempat didzabh dan
tempat dinahr. Sedangkan unta
maka cara penyembelihannya
dengan cara nahr.
Untuk cara dzabh misalnya
kambing, maka dengan
membaringkannya miring di atas
lambung yang kiri dengan
menghadapkan ke kiblat, dan
penyembelih menahan kepala
hewan dengan tangan kiri, lalu
penyembelih mengucapkan
“Bismillah wallahu akbar”, setelah
itu ia segera memotong
tenggorokan, kerongkongan dan
dua urat lehernya.
Untuk cara nahr, yaitu unta,
sunnahnya adalah sambil berdiri
terikat kaki kiri bagian depan, lalu
ditusuk pada bagian libbah setelah
mengucapkan “Bismillah wallahu
akbar”, dan tikaman dilakukan
berulang-ulang sampai unta itu
mati.
Catatan: Kalau seorang
penyembelih melakukan dzabh
pada binatang yang dinahr atau
melakukan nahr pada binatang
yang didzabh, maka boleh dimakan
sembelihan itu, namun makruh.

Kesalahan Dalam Menyembelih


1. Menyembelih binatang untuk
selain Allah. Ini adalah syirk akbar
(seperti membuat tumbal dan
sesaji). Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
« ۡ‫َّۡللاۡ َم ْنۡذَبَ َحۡلغَيْر‬َّ َ‫ۡولَعَن‬ َ َ‫َّۡللاۡ َم ْنۡلَعَن‬
َ ‫ۡوالدَه‬ َّ َ‫لَعَن‬
ۡ‫َّۡللا ۡ َم ْن ۡ َغي ََّر‬ َ ً ‫ۡآوىۡمحْ دث‬
َّ َ‫اۡولَ َعن‬ َّ َ‫ۡولَ َعن‬
َ ‫َّۡللا ۡ َم ْن‬ َّ
َ ‫َّللا‬
ۡ‫َارۡاۡل َ ْرض‬ َ ‫ » َمن‬.

“Allah melaknat orang yang


melaknat kedua orang tuanya.
Allah melaknat orang yang
menyembelih untuk selain Allah.
Allah melaknat orang yang
memberi tempat bagi pelaku
kejahatan dan Allah melaknat
orang yang merubah tanda batas
bumi.” (HR. Muslim, Nasa’i,
Ahmad dan Abu Ya’la)
2. Menyembelih menggunakan alat
yang kurang tajam. Hal ini makruh,
karena menyalahi sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk menajamkan pisau:
« ۡ‫ش ْىءٍ ۡفَإذَاۡقَت َْلت ْم‬
َ ۡ‫سانَ ۡ َعلَىۡكل‬ َ ْ‫َبۡاۡلح‬ َّ ‫إ َّن‬
َ ‫َّۡللاَۡ َكت‬
َّۡ ‫ۡو ْليحد‬ َ ‫ۡوإذَاۡذَبَحْ ت ْم ۡفَأَحْ سنواۡالذَّ ْب َح‬ ْ ‫فَأَحْ سن‬
َ َ‫واۡالقتْلَة‬
ۡ‫ش ْف َرت َهۡفَ ْليرحْۡذَبي َحت َه‬
َ ۡ‫ » ۡأ َ َحدك ْم‬.

“Sesungguhnya Allah mewajibkan


berbuat ihsan dalam segala hal.
Apabila kalian membunuh, maka
bunuhlah dengan cara yang baik
dan jika kalian menyembelih, maka
sembelihlah dengan cara yang
baik, dan hendaknya salah seorang
di antara kamu menajamkan
pisaunya serta menyegarkan hewan
sembelihannya.” (HR. Muslim dari
Syaddad bin Aus)
3. Mengasah pisau di hadapan
hewan tersebut.
4. Mematahkan leher hewan atau
mengulitinya sebelum nyawanya
hilang.

5. Menyeret kambing ke tempat


penyembelihan dengan kasar.

Hukum Sembelihan Yang Tidak


Diketahui Apakah Menyebut
Nama Allah atau Tidak?
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah pernah ditanya
tentang hal di atas, ia pun
menjelaskan bahwa apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang
perbuatannya dianggap sah, maka
harus diyakini sah, tidak boleh
dipertanyakan. Sebab
mempertanyakannya termasuk
sikap berlebihan. Kalau sekiranya
kita mengharuskan diri kita untuk
mempertanyakan tentang hal
seperti itu, maka kita telah
mempersulit diri kita sendiri,
karena adanya kemungkinan setiap
makanan yang diberikan kepada
kita itu tidak mubah (tidak boleh),
padahal siapa saja yang mengajak
anda untuk makan, boleh jadi
makanan itu adalah hasil ghashab
(rampasan) atau hasil curian, dan
boleh jadi berasal dari uang yang
haram, dan boleh jadi daging yang
ada di makanan tidak disebutkan
nama Allah (waktu menyembelih).

Penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin


tersebut juga sesuai dengan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berikut:
ۡ‫طعَا ًما‬َ ۡ‫طعَ َمه‬ ْ َ ‫ۡالمسْلمۡفَأ‬
ْ ‫اذَاۡدَ َخ َلۡا َ َحدك ْمۡ َعۡلَىۡاَخيْه‬
ۡ‫سقَاهۡش ََرابًا‬ َ ۡ‫ۡوالَۡ َي ْسأ َ ْلۡ َع ْنهۡ َفإ ْن‬ َ ۡ‫فَ ْل َيأْك ْلۡم ْن‬
َ ‫ط َعامه‬
ۡ‫ۡوالَۡيَ ْسأ َ ْلۡ َع ْنه‬ َ ْ‫م ْنۡش ََرابهۡفَ ْليَ ْش َرب‬

“Apabila salah seorang di antara


kamu menemui saudaranya yang
muslim, lalu saudaranya
menghidangkan makanan, maka
makanlah dan jangan bertanya
tentang (makanan) itu. Demikian
juga apabila saudaranya
menghidangkan minuman, maka
minumlah dan jangan bertanya
tentang (minuman) itu.” (HR.
Ahmad, lih. Silsilah ash-
Shahiihah 627)
Oleh karena itu, kita boleh
langsung memakannya tanpa perlu
bertanya apakah daging itu halal
atau tidak, karena hukum asal pada
seorang muslim adalah selamat dari
hal yang diharamkan. Di samping
itu, menanyakan hal demikian
dapat menyakiti hati saudara kita.

Hukum Daging Impor


Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga pernah
ditanya tentang hukum daging
ayam impor, ia menjawab:

“Ayam impor dari negara asing,


yakni non muslim, jika yang
menyembelihnya adalah ahlul
kitab, yaitu Yahudi atau Nashrani
maka boleh dimakan dan tidak
sepantasnya dipertanyakan
bagaimana cara penyembelihannya
atau apakah disembelih atas nama
Allah atau tidak? Yang demikian
itu karena Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah makan daging
domba yang dihadiahkan oleh
seorang perempuan Yahudi
kepadanya di Khaibar, dan Beliau
juga memakan makanan ketika
beliau diundang oleh seorang
yahudi, di dalam makanan itu ada
sepotong gajih dan beliau tidak
menanyakan bagaimana mereka
menyembelihnya atau apakah
disembelih dengan menyebut nama
Allah atau tidak? …dst.”

Ia juga mengatakan,

“Adapun kalau hewan potong itu


datang dari negara asing dan orang
yang melakukan penyembelihannya
adalah orang yang tidak halal
sembelihannya, seperti orang-orang
majusi dan penyembah berhala
serta orang-orang yang tidak
menganut ajaran agama (atheis),
maka ia tidak boleh dimakan, sebab
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
membolehkan sembelihan selain
kaum Muslimin, kecuali orang-
orang ahli kitab; yaitu Yahudi dan
Nashrani…dst.”

Wallahu a’lam.
Menampilkan Presenter
menutup tayangan dan
menyimpulkan pembelajaran
tentang penyembelihan
hewab qurban.

4. Paradigma pembelajran TIK


Perspektiv Behavioristik
Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskanmelalui
pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Proses mental diidefinisikan oleh
psikolog sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang dialami seseorang namuntidak
dapat dilihat oleh orang lain. Meskipun pikiran, perasaan, dan motif tidak bisa
dilihatsecara langsung, semua itu adalah sesuatu yang riil. Menurut behavioris,
pemikiran, perasaandan motif ini bukan subjek yang tepat untuk ilmu perilaku sebab
semuanya itu tidak bisadiobservasi secara langsung.Teori belajar behavioristik
menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapatdiamati, diukur dan
dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar peserta didik, baik yang internal
maupuneksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau
dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosi
asi, sifat dankecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respon). Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya.Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan pendidik kepada peserta didik, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang
diberikanoleh pendidik tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untukdiperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalahstimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh pendidik (stimulus)
dan apa yangditerima oleh peserta didik (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Perspektif Konstruktifistik
Teori kontruktivisme mendefinisikan belajar sebagai aktivitas yang benar-benar aktif,
dimana peserta didik membangun sendiri pengetahuannya, mencari makna sendiri,
mencari tahu tentang yang dipelajarinya dan menyimpulkan konsep dan ide baru
dengan pengetahuan yang sudah ada dalam dirinya.
Beberapa karakteristik dan juga merupakan prinsip dasar teori belajar konstruktivisme
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan strategi untuk mendapatkan dan menganalisis informasi.
2. Pengetahuan terbentuk bukan hanya dari satu prespektif, tapi dari perspektif
jamak (multiple perspective).
3. Peran peserta didik utama dalam proses pembelajaran, baik dalam mengatur atau
mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun untuk ketika berinteraksi
dengan lingkungannya.
4. Scaffolding digunakan dalam proses pembelajaran. Scaffolding merupakan proses
memberikan tuntunan atau bimbingan kepada peserta didik untuk dikembangkan
sendiri.
5. Pendidik berperan sebagai fasilitator ,tutor dan mentor untuk mendukung dan
membimbing belajar peserta didiknya.
6. Pentingnya evaluasi proses dan hasil belajar yang otentik.

Anda mungkin juga menyukai