Anda di halaman 1dari 9

AGAMA, BUDAYA DAN PERADABAN

Oleh : Abd. Rachman Mildan

A. Pendahuluan

Dilihat dari segi Agama dan Kebudayaan dan peradaban yang masing – masing
memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang – orang
yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya pada
suatu kehidupan. Penulis masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang
mencampur adukkan nilai – nilai Agama dengan nilai – nilai Budaya yang padahal kedua
hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin
berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai – nilai agama sekaligus
memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa
itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Agama dan Budaya”.
Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi paduan pembaca dalam
mengaplikasikan serta dapat membandingkan antara Agama dan Budaya.

B. Arti Kata Agama, Kebudayaan dan Peradaban

Istilah agama dalam kajian sosioantropologi adalah terjemahan dari kata religion
dalam bahasa Inggris, tidak sama dengan istilah agama dalam bahasa politik-
administratif pemerintah Republik Indonesia. Dalam karangan ini, agama adalah semua
yang disebut religion dalam bahasa Inggris, termasuk apa yang disebut agama wahyu,
agama natural, dan agama lokal. “Agama” dalam pengertian politik-administratif
pemerintah Republik Indonesia adalah agama resmi yang diakui oleh pemerintah, yaitu
Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha, dan pada masa akhir-akhirnya ini
juga dimasukan agama Kongkucu.1 Perbedaan antara istilah agama yang digunakan
dalam karangan ini dengan yang digunakan oleh pemerintah Republik Indonesia tidak
akan dibahas lebih jauh, karena berlakunya adalah khas di Indonesia saja. Pengertian
Agama : Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata “din”
dari bahasa Arab dan kata “religi” dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit.
Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, “a” yang berarti tidak
dan “gama” yang berarti pergi, maka kata Agama dapat diartikan tidak pergi, tetap di
tempat, diwarisi turun – temurun. Sedangkan kata “Din” itu sendiri dalam bahasa Semit

1 Achmad Fedyani Saifudin, 2000. Agama Dalam Politik Keseragaman. Jakarta: Badan Penelitian dan PengembanganAgama, Departemen
Agama RI. Hal. 2
berarti undang – undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Adapula kata Religi yang
berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah “relegere” yang
mengandung arti mengumpulkan, membaca dan dapat juga kata relegare juga bisa
diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah suatu ketetapan yang dibuat oleh
Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan siapa saja.

Kata Kebudayaan kerap kali disejajarkan, dari segi asal katanya dengan kata-
kata: cultuur (bahasa Belanda), kultur (bahasa Jerman), culture (bahasa Inggris dan
Perancis) atau cultura (bahasa Latin), bahkan ada sederetan kata lain yang tumpang
tindih dengan kata kebudayaan yaitu: civilization (bahasa Inggris dan Perancis), civilta
(bahasa Italia) dan bildung (bahasa Jerman). Padahal arti kata tersebut berbeda satu sama
lain. Seperti culture (bahasa Perancis) searti dengan kata bildung (bahasa Jerman) dan
education (bahasa Inggris) yang mengandung arti budi halus, keadaban, lalu disamakan
dengan kata kebudayaan.2 Para ahli ada yang membedakan antara kata kebudayaan/
culture (bahasa Inggris) dengan kata peradaban/ civilization (bahasa Perancis), seperti
Malinowsky dalam Mudji Sutrisno mengartikan kata civilization sebagai aspek khusus
dari kebudayaan yang lebih maju. J. Maritin lebih menekankan aspek rasional dan moral
pada arti kata kebudayaan dan aspek sosial, politik dan institusional pada kata peradaban.
Dan ada juga yang diperlawankan kedua kata tersebut oleh O.Spengler yaitu memandang
kebudayaan sebagai perujudan dari budi manusia, sedangkan peradaban sebagai
perbudakan dan pembekuan budi.3 Effat al- Sharqawi dalam buku Filsafat Kebudayaan
Islam sebagaimana yang dikutib oleh Badri Yatim4 mengatakan masih banyak orang
yang mensinonimkan arti kedua kata kebudayaa dan peradaban, kata kebudayaan dengan
al-tsaqafah (Bahasa Arab), culture (bahasa Ingris), dan kata peradaban dengan al-
hadharah (bahasa Arab), sivilazation (bahasa Ingris). Pada hal kedua kata tersebut dalam
perkembangan ilmu antropologi dewasa ini kedua istilah tersebut terdapat perbedaan
artinya yaitu: kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu
masyarakat, dan lebih banyak direfleksikan dalam bentuk seni, satra, religi (agama) dan
moral.

Sedangkan peradaban merupakan manifestasi-manifestasi kemajuan dan


teknologis, dan direfleksikan dalam bentuk politik, ekonomi dan teknologi. M. Abdul
2 Mudji Sutrisno, 2008, Filsafat Kebudayaan- Ihtiar Sebuah Teks, Cetekan Pertama,( Jakarta: Hujan Kabisat), hlm,1.
3 Ibid. hal.3
4 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafinda Persada, 1999, hlm.1
Karim5 mengatakan bahwa kata kebudayaan merupakan kata benda abstrak hasil
penambahan ‘ ke ‘ dan akhiran ‘ an ‘ dari kata budaya yang memiliki pengertian yang
sama dengan kultur dalam artian sebagai usaha otak manusia atau akal budi. Sedangan
kata peradaban ialah adab berasal dari bahasa Jawa Kawi, merupakan peranakan dari
bahasa Sangsekerta yang ucapannya adob yang berarti kesopanan, hormatmenghormati,
budi bahasa, etiket, dan lain-lain. Di dalam bahasa Arab ditemukan juga kata Al-adab
yang berarti perilaku/ kesopanan, dengan kata peradaban bearti kemajuan (kecerdasan,
kebudayaan) lahir-bathin.

M. Abdul Karim6 menjelaskan bahwa culture= kebudayaan maksudnya suatu


sikap batin, sifat dari jiwa manusia, yaitu usaha-usaha untuk mempertahankan hakekat
dan kebebasannya sebagai makhluk yag membuat hidup ini lebih mudah dan indah.
Sedangkan civilization = peradabaan yaitu suatu aktivitas lahir yang biasanya dipakai
untuk menyebut bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus, maju dan indah,
seperti kesnian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan, kepandaian menulis,
organisasi kenegaraan.

C. Definis Agama Kebudayaan dan Peradaban menurut Para ahli


Dikatakan oleh Yinger bahwa “Agama adalah pengetahuan kultural tentang sang
supernatural yang digunakan oleh manusia untuk menghadapi masalah paling penting
tentang keberadaan manusia di muka bumi ini” (Religion is the cultural knowledge of the
supernatural that people use to cope with the ultimate problem of human existence).
Substansi agama adalah pengetahuan kultural, jadi merupakan ciptaan manusia, bukan
diturunkan dari Tuhan. Kedua, Raymond Firth mengatakan “Agama adalah satu seni
kemanusiaan (a human art) yang mampu mencapai tingkat intelektual dan artistik
terbesar, tapi juga mampu mencapai kerja manipulasi yang kompleks untuk memenuhi
7
keperluan manusia yang percaya”. Seterusnya adalah Wallace yang mengatakan
“Agama adalah satu perangkat ritual, dirasionalisasikan oleh mitos-mitos, untuk
menggerakkan kekuatan supernatural dengan tujuan untuk memperoleh, atau mencegah,
dan mengubah keadaan manusia dan alam” (Religion is a set of rituals, rationalized
by myth, which mobilizes supernatural powers for the purpose of achieving or
preventing transformations of state in man and nature) (Wallace 1966). Substansi dari

5 M.Abdul Karim, 2009, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka BOOK Publisher, 2009, hlm.25-34.
6 Ibid, hal.34
7 Amri Mazarli, Agama dan kebudayaan,Umbara (Indonesian Journal of antropologi), Volume 1 (1) Juli 2016, hal. 60
agama menurut Wallace adalah ritualritual (upacara) ciptaan manusia berasaskan atas
mitos-mitos.8
Drs. Sidi Gazalba, kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa menyatakan diri
dalam seluruh segi kehidupan dari golongan manusia yang membentuk kesatuan sosial
dengan suatu ruang dan suatu waktu. Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah
budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadp dua pengaruh kuat, yakni zaman
dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupan guna mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Arkeolog R. Seokmono,
kebudayaan adalah keseluruhan hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya
berupa pikiran dan alam hidup.9
Yusuf Qardhawi mangatakan bahwa peradaban adalah sekumpulan dari
bentukbentuk kemajuan, baik yang berupa kemajuan bendawi, ilmu pengetahuan, seni,
sastra, maupun sosial, yang terdapat pada suatu masyarakat atau pada masyarakat yang
serupa. Menurut Syed Naquib Al-Attas yang dikutip oleh Amir A. Rahman
mengungkapkan bahwa peradaban itu ialah keadaan kehidupan insan bermasyarakat
yang telah mencapai taraf kehalusan tata susila dan kebudayaan yang luhur bagi seluruh
masyarakatnya. Kata peradaban dalam bahasa Indonesia berkonotasi dengan pengertian
adab, kesopanan, kesantunan serta kehalusan. Dan ada juga pendapat yang lain
Peradaban adalah kemajuan material (ilmu dan teknologi), aspek kehalusan, penataan
sosial dan aspek kemajuan lain.
D. Hubungan Antara Agama Kebudayaan dan Peradaban
Sejak awal perkembangannya, agama di Indonesia telah menerima akomodasi
budaya. Sebagai contoh Agama Islam, dimana Islam sebagai agama faktual banyak
memberikan norma-norma atau aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-
agama lain. Jika dilihat dari kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang
perlu diperjelas. Pertama, Islam sebagai konsespsi sosial budaya dan Islam sebagai
realitas budaya. Kedua, Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut
dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut
dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga
Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik” yang dipengaruhi Islam. Tradisi besar Islam
adalah doktrindoktrin original Islam yang permanen atau setidak-tidaknya merupakan
interpretasi yang melekat ketat pada ajaran dasar. Dalam ruang yang lebih kecil doktrin

8 Ibid, hal. 61
9
ini tercakup dalam konsepsi keimanan dan syariah atau hukum Islam yang menjadi
inspirasi pola pikir dan pola bertindak umat Islam. Tradisitradisi ini seringkali juga
disebut dengan center (pusat) yang dikontraskan dengan feri-feri atau pinggiran. Tradisi
kecil (local, Islamicate traditioan) adalah realm of influence, kawasankawasan yang
berada di bawah pengaruh Islam (great tradition). Tradisi lokal ini mencakup unsur-
unsur yang terkandung di dalam pengertian budaya yang meliputi konsep atau norma,
aktivitas serta tindakan manusia, dan berupa karya-karya yang dihasilkan masyarakat.
Istilah lain, proses akulturasi antara agama Islam dan budaya lokal ini kemudian
melahirkan apa yang dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing, sehingga
dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang
membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik antara
lain: mampu bertahan terhadap budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi
unsur-unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke
dalam budaya asli; dan memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada
perkembangan budaya selanjutnya. Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap
aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat.
Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat
Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak otomatis
hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagian terus dikembangkan
dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan
“akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam. Budaya-budaya lokal yang
kemudian berakulturasi dengan Agama Islam antara lain, acara slametan (3,7,40,100, dan
1000 hari) di kalangan suku Jawa. Tingkeban (nujuh hari).
Dalam bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang
di Jawa. Wayang merupakan kesenian tradisional suku/etnis Jawa yang berasal dari
agama Hindu India. Proses Islamisasi tidak menghapuskan kesenian ini melainkan justru
memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai-nilai Islam di dalamnya.tidak hanya
dalam bidang seni, tetapi juga di dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa.
Dengan kata lain kedatangan Islam di Indonesia dalam taraftaraf tertentu memberikan
andil yang cukup besar dalam pengembangan budaya lokal. Pada sisi lain, secara fisik
akulturasi budaya yang bersifat material dapat dilihat misalnya: bentuk masjid Agung
Banten yang beratap tumpang, berbatu tebal, bertiang saka, dan sebagainya benar-benar
menunjukkan ciri-ciri arsitektur local. Sementara esensi Islam terletak pada “ruh” fungsi
masjidnya. Demikian juga dua jenis pintu gerbang bentar dan paduraksa sebagai ambang
masuk masjid di Keraton Kaibon. Namun sebaliknya, “wajah asing” pun tampak sangat
jelas di kompleks Masjid Agung Banten, yakni melalui pendirian bangunan Tiamah
dikaitkan dengan arsitektur buronan Portugis,Lucazs Cardeel, dan pendirian menara
berbentuk mercu suar dihubungkan dengan nama seorang Cina: Cek-ban Cut. Dalam
perkembangan selanjutnya sebagaimana diceritakan dalam Babad Banten, Banten
kemudian berkembang menjadi sebuah kota. Kraton Banten sendiri dilengkapi dengan
struktur-struktur yang mencirikan prototype kraton yang bercorak Islam di Jawa,
sebagaimana di Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta. Ibukota Kerajaan Banten dan
Cirebon kemudian berperan sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional dengan
ciri-ciri metropolitan di mana penduduk kota tidak hanya terdiri dari penduduk setempat,
tetapi juga terdapat perkampungan-perkampunan orang-orang asing, antara lain Pakoja,
Pecinan, dan kampung untuk orang Eropa seperti Inggris, Perancis dan sebagainya.
Dalam bidang kerukunan, Islam di daerah Banten pada masa lalu tetap memberikan
perlakuan yang sama terhadap umat beragama lain. Para penguasa muslim di Banten
misalnya telah memperlihatkan sikap toleransi yang besar kepada penganut agama lain.
Misalnya dengan mengizinkan pendirian vihara dan gereja di sekitar pemukiman Cina
dan Eropa. Bahkan adanya resimen non-muslim yang ikut mengawal penguasa Banten.
Penghargaan atau perlakuan yang baik tanpa membeda-bedakan latar belakang agama
oleh penguasa dan masyarakat Banten terhadap umat beragama lain pada masa itu, juga
dapat dilisaksikan di kawasan-kawasan lain di nusantara, terutama dalam aspek
perdagangan. Penguasa Islam di berbagai belahan nusantara telah menjalin hubungan
dagang dengan bangsa Cina, India dan lain sebagainya sekalipun di antara mereka
berbeda keyakinan. Aspek akulturasi budaya lokal dengan Islam juga dapat dilihat dalam
budaya Sunda adalah dalam bidang seni vokal yang disebut seni beluk. Dalam seni beluk
sering dibacakan jenis cirita (wawacan) tentang ketauladanan dan sikap keagamaan yang
tinggi dari yang ditokohkan. 10
Hubungan Islam dengan kebudayaan lebih lanjut dapat dilihat dari visi, misi dan
tujuan ajaran Islam. Berdasarka petunjuk ajaran Islam sebagaimana dinyatakan dalam
surat al-Ambiya ayat 107 adalah memberi rahmat bagi seluruh alam. Dari ayat ini
muncullah istilah Islam Rahmatan lil alamin yang secara sederhana berarti memahami al-
Qur;an dan Hadis untuk kebaikan manusia, alam dan lingkungan. 17 Islam sebagai
pembawa rahmat ini tidak hanya untuk ummat Islam sendiri, melainkan bagi seluruh
10 Laode Monto Bauto, Perspektif Agama Dan Kebudayaan Dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia, JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014 hal. 15
umat manusia di di dunia, sebagaimana hal yang demikian dapat dilihat dalam sejarah
Islam pada zaman klasik. Yaitu zaman keemasan Islam (Golden Age) yang berpengaruh
besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban Eropa. Beberapa
pengamat dan penulis yang jujur berkata, bahwa dunia Eropa dan Barat berhutang budi
amat besar kepada dunia Islam. Dalam visi ajaran Islam ini nampak erat hubungannya
dengan membangun kebudayaan dan peradaban dunia yang ditujukan untuk
kesejahteraan hidup umat manusia. Demikian pula dalam misi ajaran Islam juga terkait
erat dengan kebudayaan dan perdabaan. Berdasarkan penelusuran terhadap ayat-ayat al-
Qur’an, dijumpai bahwa misi ajaran Islam adalah untuk mengeluarkan manusia dari
kehidupan yang dzukumat (tanpa norma dan aturan) (Q.S. Ibrahim, 14:1, al-Ahzaab,
33:43, dan al-Hadid, 57:9); memberantas kejahiliyahan (Q.S. al-Fath, 48:26);
menyelamatkan kehidupan manusia dari tepi jurang perpecahan dan kehancuran, (Q.S.
Ali Imran, 3:103), melakukan pencerahan jiwa dan pikiran, (Q.S. Al-Isra’, 17:82),
mewujudkan akhlak mulia (hadis riwayat Bukhari-Muslim), mencegah timbulnya
bencana kerusakan di muka bumi, serta mengangkat harkat dan martabat manusia, (Q.S.
al-Isra’, 17:70). 18Dari misi ajaran Islam erat kaitannya dengan misi kebudayaan Islam,
yaitu memajukan, mencerahkan, dan mengangkat harkat dan martabat manusia.
Selanjurnya hubungan Islam dengan kebudayaan dan peraadaban juga dapat dilihat
dari tujuan ajaran Islam itu sendiri, yaitu (1)memelihara jiwa atau nyawa manusia (hifdz
alnafs), agar tidak ada orang yang merenggut, membunuh atau menyakiti manusia,
(2)memelihara agama (hifdz al-din), yaitu agar memberikan hak dan kebebasan kepada
setiap orang untuk memilih, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya; (3)memelihara akal (hifdz al-aql), yaitu memberikan hak dan kebebasan
manusia untuk mengembangkan pemikiran, gagasan, dan cita-citanya dengan memilih
bidang keahlian melalui pendidikan, pengajaran, dan sebagainya; (4)memelihara
keturunan (hifdz al-nasl), yaitu memberikan hak dan kebebasan kepada manusia untuk
memilih pasangan hidupnya dan mengembangkan keturunannya; dan (5)memelihara
harta benda (hifdz al-maal) yaitu memberikan hak dan kebebasan kepada manusia untuk
mencari, mengelola dan menggunakan harta benda miliknya. 19 Dari lima tujuan ajaran
Islam (Maqashid al-Syar’iyah) ini nampak jelas hubungannya dengan aspek-aspek
kebudayaan yang harus dikembangkan. Yaitu kebudayaan yang terkait dengan hak-hak
asasi manusia yang paling fundamental. Tujuan syari’at Islam yang terkait dengan
memelihara jiwa atau hak hidup, terkait erat dengan mengembangkan budaya hidup
sehat, yang selanjurnya mendorong dibangunnya balai pengobatan, rumah sakit,
pembuatan obat-obatan, pendidikan dokter, keperawatan, ahli gizi, memproduksi bahan
makanan dan minuman yang sehat, dan sebagainya. Hal ini semua adalah masalah
kebudayaan. 11
E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisa sebagaimana tersebut di atas, dapat dikemukakan cacatan
penutup sebagai kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, Islam sebagai agama yang paling sempurna bukan hanya mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia
dan alam jagat raya. Hal ini antara lain terlihat dalam visi, misi dan tujuan ajaran Islam
yang pada intinya mengangkat harkat dan martabat manusia serta segenap makhluk
lainnya, kecuali syaithan, Iblis atau orang-orang yang memang mengingkarinya.
Kedua, bahwa seluruh aspek ajaran Islam sangat berkaitan erat dengan masalah
kebudayaan. Jika pada aspek akidah, ibadah dan akhlak, unsur budayanya hanya yang
mengatur aspek lahiriyahnya saja, sedangkan pada aspek lainnya ajaran Islam sangat erat
hubungannya dengan masalah lahiriyah dan batiniyah kebudayaan.
Ketiga, hubungan Islam dengan kebudayaan antara lain terlihat pada perintah ajaran
Islam agar memanfaatkan potensi fisik, panca indera, akal dan hati nurani dalam
memanfaatkan segenap karunia Allah SWT, melakukan perjalan di muka, melakukan
eksplorasi pengetahuan, pengalaman dan sebagainya, sehingga terwujud kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Keempat, terdapat hubungan saling mempengaruhi antara ajaran Islam dengan
kebudayaan. Dari satu sisi ajaran Islam memotivasi dan menjiwai sebuah kebudayaan,
sedangkan pada sisi lain, produk kebudayaan menopang pelaksanaan ajaran Islam.
Namun dalam hubungan ini, ajaran Islam harus mewarnai kebudayaan dan bukan
sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Fedyani Saifudin, 2000. Agama Dalam Politik Keseragaman. Jakarta: Badan Penelitian dan PengembanganAgama, Departemen
Agama RI. Hal. 2
www.researchgate.net/publication/Abudin Nata,2015, Perhatian Islam Terhadap Pengembangan Kebudayaan Dan Peradaban, diunduh
pada tanggal 01 November 2018 pukul 20.00
Laode Monto Bauto, Perspektif Agama Dan Kebudayaan Dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia, JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial,
Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014 hal. 15
M.Abdul Karim, 2009, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka BOOK Publisher, 2009, hlm.25-34.
Amri Mazarli, Agama dan kebudayaan,Umbara (Indonesian Journal of antropologi), Volume 1 (1) Juli 2016, hal. 60
Mudji Sutrisno, 2008, Filsafat Kebudayaan- Ihtiar Sebuah Teks, Cetekan Pertama,( Jakarta: Hujan Kabisat), hlm,1.

11 www.researchgate.net/publication/Abudin Nata,2015, Perhatian Islam Terhadap Pengembangan Kebudayaan Dan Peradaban, diunduh
pada tanggal 01 November 2018 pukul 20.00
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafinda Persada, 1999, hlm.1

Anda mungkin juga menyukai