Anda di halaman 1dari 3

Dalam Al-qur’an penyebutan kata “Fitrah” secara lamgsung, dengan shighot nya yang

lugas, hanya ada sekali, terdapat dalam surah Ar-Rum: 30


‫ۗا‬ ‫ۗا‬
‫﴿ َفَاِقْم َو ْج َهَك ِللِّدْيِن َح ِنْيًف ِفْطَر َت ِهّٰللا اَّلِتْي َفَطَر الَّناَس َع َلْيَه اَل َتْبِد ْيَل ِلَخ ْلِق ِهّٰللاۗ ٰذ ِلَك الِّدْيُن اْلَقِّيُۙم َو ٰل ِكَّن َاْكَثَر الَّناِس‬
﴾ ٣٠ ‫اَل َيْع َلُم ْو َۙن‬
“Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah
yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah
(tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Dalam terjemah kemenag maksud fitrah Allah pada ayat ini adalah ciptaan Allah Swt.
Manusia diciptakan Allah Swt. dengan naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jadi, manusia yang
berpaling dari agama tauhid telah menyimpang dari fitrahnya. Penafsiran ini juga sesuai dengan
penafsiran Imam Fakhruddin Ar-Razi (Ar-Razy, 1999) dalam magnum opusnya kitab tafsir
“Mafatihul Ghaib”, begitupula dengan Imam Abu Muhammad Al-Baghawi (Al-Baghawi, 1999)
dalam kitab tafsirnya “Tafsir Al-Baghawi”. Dalam ayat ini, terdapat dua hal yang pentung untuk
digaris bawahi. Pertama, Allah mengajak manusia menggunakan ajaran yang benar. Kedua, Allah
menyebutkan bahwa ajaran yang benar adalah ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia.

Sementara itu, Imam Al-Maraghi (Al-Maraghi, 1946) dalam kitab tafsirnya “Tafsir Al-
Maraghi” mendefinisikan bahwa fitrah adalah kondisi manusia yang siap menerima kebenaran
saat diciptakan dan siap mengimplementasikan pikirannya. Pandangan yang sama dikemukakan
oleh Abdurrahman Assegaf (Assegaf, 2011) yang menyatakan bahwa fithrah berkaitan dengan
kata al-khilqah dan al-Thabi’ah. Al-khilqah memiliki arti sebagai pembawaan atau naluri,
sedangkan al-Thabi’ah berarti watak, tabiat dan karakter yang diberikan Allah kepada manusia.

Berdasarkan pendapat kedua yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
fitrah adalah potensi dasar manusia berkeinginan suci, sebagai jembatan untuk berlaku hanif
(cenderung pada kebenaran) dan mengabdikan diri pada Allah. Dalam Al-Qur’an surah An-Nahl
Manusia hidup dibekali dengan pendengaran, pengelihatan, serta hati Nurani yang Allah berikan
kehendaknya untuk menuju pada Tingkat kesempurnaanya. Maka fitrah itulah yang akan
mengantarkannya pada tujuan tingkat kesempurnaan.

Menurut Muthahari (Muthahhari, 2011) terdapat tiga istilah yang harus dikonsepsi terlebih
dahulu agar istilah fitrah bisa dipahami.

1. watak merupakan sifat dasar dan identik dari suatu benda. Manusia dengan
pemikirannya dapat mengaitkan watak suatu benda dengan sifat yang dimiliki oleh
manusia.
2. insting merupakan sifat dasar yang dimiliki tanpa melalui usaha (ghair muktasabah).
Insting merupakan kondisi tidak sadar atas apa yang sedang di alami. Selain itu, insting
lebih identik dengan suatu hal yang bersifat biologis atau jasmani.
3. fitrah merupakan bawaan alami manusia saat diciptakan, atau kekhususan yang ada
dalam diri manusia dan bukan diperoleh melalui usaha (muktasabah). Berbeda dengan
insting, fitrah bersifat kemanusiaan, yakni mencakup jasmani dan Rohani.

Muthahhari (Muthahhari, 2011) juga menyampaikan bahwa manusia mempunyai dua motif
dasar dalam aktivitasnya yang menjadi perbedaan antara dirinya dengan makhluk yang lain:

1. Motif ego atau hawa nafsu adalah kecenderungan yang membuat manusia untuk
menjadikan dirinya sebagai pusat dari segala tindakannya.
2. Motif suci adalah kecenderungan manusia untuk melakukan segala sesuatu hal yang
baik. Ciri khas dari motif suci ialah tidak melulu menggeluti sesuatu yang bersifat
jasmani.

Fitrah dalam konteks surat al-Rûm ayat 30 berkedudukan sebagai potensi dasar yang
dimiliki oleh manusia. Fitrah manusia cenderung bersifat ganda, artinya fitrah bisa mendorong
timbulnya perbuatan baik, dan juga bisa mendorong perbuatan jelek, karena di dalam fitrah itu
sendiri terdapat potensi rohani lainnya seperti nafsu. Kecenderungan perubahan suatu fitrah
sangat bergantung kepada faktor yang mempengaruhi dari lingkungan di luarnya. Sebagaimana
Hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

‫ َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َداِنِه َأْو ُيَم ِّج َس اِنِه َأْو ُيَنِّص َر اِنِه‬،‫ُك ُّل َم ْو ُلْو ٍد ُيْو َلُد َع َلى اْلِفْطَر ِة‬
"Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tualah yang menjadi
Yahudi, Majusi, atau Nasrani." (H.R. Bukhari dan Muslim). Click or tap here to enter text.

Abd.Rachman Assegaf. (2011). Filsafat Pendidikan islam : Paradigma baru pendidikan Hadhafi berbasis
Integratif- Interkonrktif (1st ed., Vols. 978-979-769-330–5). Rajawali press.

Abu Abdillah Ahmad bin Ismail Al-Bukhari. (1993). Shahih Bukhari (5th ed.). Daar Ibnu Katsir.

Abu Muhammad Husein bin Mas’ud Al-Baghawi. (1999). Tafsir Al-Baghawi (1st ed.). Daarul Ihya Turats Araby.

Ahmad bin Musthafa Al-Maraghi. (1946). Tafsir Al-Maraghi (1st ed.). Sirkah Maktabah wa Matba’athi
Musthafa.
Fakhruddin Ar-Razy. (1999). Mafatihul Ghaib (3rd ed.). Daarul Ihya Turats ARaby.

Murtadha Muthahhari. (2011). Bedah tuntas Fitrah: Mengenal jati diri, hakikat dan potensi kita (1st ed., Vol.
9798880420). Citra press.

Anda mungkin juga menyukai