Anda di halaman 1dari 7

HAKIKAT MANUSIA BERDASARKAN

PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM


MATA KULIAH PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh :
Demina Bening Riadila (201810230311376)
Shanen Arshanov (201810230311388)
Anindita Pramesti Zahara (201810230311392)
Jihan Ayu Safira (201810230311400)
Dwi Nur Rizky (201810230311410)

Kelompok 8 Psikologi G 2018

Dosen Pengampu :
Siti Fatimah, S.Psi, M.Si
Rizky Susanty, M.Si

Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi islami adalah psikologi yang dibangun atas dasar konsep manusia
menurut islam. Usaha untuk membangun konsep manusia dapat dilakukan dengan
menggali konsep manusia dari sumber ajaran islam (Al-Qur’an dan hadis),
pemikiran ulama, melalui khazanah pemikir muslim melalui karya tafsir, filsafat dan
tasawuf. Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah SWT yang berbeda dengan
mahluk lainnya seperti jin, malaikat, setan, hewan dan tumbuhan. Perbedaan tersebut
dapat menjadi peluang bagi manusia untuk dapat menjadi pribadi yang terbaik atau
justru yang terburuk. Manusia merupakan khalifah dimuka bumi ini dan
mendapatkan amanah yang berat untuk mengabdikan dirinya sebagai hamba Allah
SWT dan rahmat bagi sekalian alam.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing
tetapi sampai sekarang para ahli belum mencapai kata sepakat tentang hakekat
menusia itu sendiri. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo
sapien (manusia berakal), homo ekonomicus (manusiaan ekonomi) yang kadang kala
disebut economic animal (binatang ekonomi) dan sebagainya (Muhammad, 2006;
Petinova, 2018; Roman & Lidiia, 2017). Islam tidak memandang hakekat manusia
sebangai mana hakekat binatang (Slamet, 2017) akan tetapi Islam memandang
hakekat manusia adalah makhluk yang paling sempurna, baik dari segi hakekat asal-
usul penciptaannya, maupun dari segi tujuan penciptaannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang manusia?
2. Bagaimana konsep psikologi barat dan psikologi islam?
3. Bagaimana fitrah dan citra manusia?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pandangan Al-Qur’an tentang manusia
2. Mengetahui konsep psikologi barat dan psikologi islam
3. Mengetahu fitrah dan citra manusia
BAB II
PEMBAHASAN

Hakikat Manusia
Dalam konsep Islam, manusia dipandang sebagai makhluk dengan keistimewaan dan
keunikan. Dari perspektif psikologi, hakikat manusia dijelaskan oleh Imam Ghazali.
Terdapat setidaknya empat unsur kejiwaan dari manusia yang terdiri dari:

1) Qalbu
Qalbu dimaknai sebagai dua hal yang berbeda. Ia memiliki definisi secara
fisik dan metafisik. Setiap bagian dari manusia akan memiliki dua makna tersebut.
Kita ambil contoh seperti misalnya jantung. Dari definisi secara fisik, jantung
merupakan organ yang terletak di dalam rongga dada, memiliki struktur otot yang
khas dan berfungsi untuk memompa darah. Itu adalah pengertian secara fisik.

Sementara secara metafisik, jantung bisa dimaknai sebagai sesuatu yang


halus, bersifat ruhaniyah dan ketuhanan. Istilahnya ia bergerak pun juga karena
kehendak Tuhan. Dengan adanya qalbu ini, maka manusia bisa memaknai apa pun
yang ada di sekitarnya sebagai sesuatu yang memang memiliki pencipta, sehingga
sudah hakikatnya manusia harus lebih tahu dan mengenal banyak hal.

2) Kognisi Ruh

Kognisi ruh sebenarnya memiliki pemahaman yang hampir mirip dengan


qalbu. Manusia memiliki ruh, sebagai sumber dari hidup (bisa disebut sebagai
nyawa). Secara psikologi, ruh ini akan menggerakkan manusia untuk berbuat dan
berperilaku. Jika dikaitkan dengan unsur qalbu, maka setiap pengertian metafisik
dari bagian yang dimiliki oleh manusia pasti mengandung unsur ruhaniyah itu tadi.
Inilah mengapa kemudian psikologi Islam juga memandang bahwa manusia
memiliki ruh atau nyawa yang turut berpengaruh dalam proses ia berperilaku.

3) Nafsu

Manusia memiliki nafsu. Ini merupakan hakikat manusia dalam psikologi


islam yang pada dasarnya bisa kita amati secara langsung, sebab nafsu merupakan
bagian dari ambang batas sadar manusia. Terdapat setidaknya tiga macam jenis
nafsu, yaitu nafsu mutmainnah, nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Ketiganya
merupakan nafsu yang pasti dimiliki oleh setiap manusia. Nafsu mutmainnah
merujuk pada nafsu yang memberikan ketenangan batin.
Nafsu amarah merupakan nafsu yang mendorong pada tindakan negatif.
Sementara itu nafsu lawwamah merupakan nafsu yang membuat manusia sadar
terhadap kesalahannya kemudian timbul rasa penyesalan. Selain bisa diamati dalam
bentuk sadar, nafsu juga sebenarnya ada dalam alam bawah sadar. Qalbu kemudian
menjadi wadah dari gejala alam sadar manusia.

4) Akal

Hakikat manusia selanjutnya yaitu adanya akal yang dimiliki oleh manusia.
Pemahaman ini tentu saja penting sebab akal adalah bagian yang membedakan
manusia dari makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Akal membuat manusia bisa menjadi
lebih berpikir tentang mana yang baik dan mana yang buruk.

1. Pandangan Al-Qur’an Tentang Manusia


Dalam islam kajian hakikat manusia bertolak belakang dengan ajaran barat.
Untuk memahami eksistensi manusia, akal manusia dibimbing dan dituntun oleh
otoritas wahyu, yaitu Al- Qur`an dan Hadis Rasulullah SAW. Sedikitnya ada tiga
kelompok istilah yang digunakan Al-Qur’an dalam menjelaskan manusia secara
totalitas, baik fisik maupun psikis. Pertama, kelompok kata al-basyar, kedua kelompok
kata al-ins, al-insan, al-nas, dan al-unas, dan ketiga kata bani adam. Masing masing
kata ini memiliki intens makna yang beragam dalam menjelaskan manusia. Namun,
satu hal yang harus dipahami bahwa perbedaan istilah tersebut bukanlah menunjukkan
adanya inkonsistensi atau kontradiksi uraian Al-Qur’an tentang manusia, tetapi suatu
keistimewaan yang luar biasa karena Al-Qur’an dapat meletakkan suatu istilah yang
tepat dengan sisi pandangan atau penekanan yang sedang menjadi fokus
pembicaraannya.

Al-Basyar secara bahasa (lughawiy, leksikal) berarti fisik manusia. Makna


ini diabstrasikan dari berbagai uraian tentang makna al-basyar. Diantaranya adalah
uraian dari Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya dalam Mu’jam al-Maqayis fi
al-Laughah yang menjelaskan bahwa semua kata yang huruf huruf asalnya terdiri dari
huruf ba, syim, dan ra, berarti sesuatu yang cantik dan indah. Manusia disebut dengan
al-basyar, -- menurut M.Quraish Shihab – karena kulitnya nampak jelas berbeda dengan
kulit binatang yang tertutupi dengan bulu bulu. Memang jika dibandingkan dengan kulit
binatang, maka kulit manusia adalah yang paling jelas kelihatannya, karena tidak
ditumbuhi bulu-bulu atau sisik-sisik yang dapat melindungi kulit dari pandangan mata.

Al-Insan yang kelompok kedua meliputi kata-kata sejenisnya, yaitu al-ins, al-
nas, dan uns. Manusia yang diistilahkan dengan insan itu tampak pada ciri-ciri khasnya,
yaitu jinak, tampak jelas kulitnya, juga potensial untuk memelihara dan melanggar
aturan. Menurut Ibn Zakariya, Al-Insan berasal dari Kata anasa berarti melihat,
mengetahui dan meminta izin, maka ia potensial dan aktual untuk mampu berpikir dan
bernalar. Sedangkan kata nasiya yang berarti lupa, bahkan hilang ingatan menunjukkan
bahwa manusia punya potensi lupa. Rumpun kata al-insan dalam al-Qur`an tersebut,
yaitu al-ins diulang sebanyak 17 kali (ayat) dalam 9 surat, al-unas diulang sebanyak 5
kali dalam 4 surat, al-insan diulang sebanyak 65 kali.

Bani adam, manusia adalah mahluk yang memiliki kelebihan dan


keistimewaan dibandingkan dengan mahluk lainnya. Keistimewaan tersebut meliputi
fitrah keagamaan, peradaban dan kemampuan untuk memanfaatkan alam. Dengan kata
lain, manusia merupakan mahluk yang berada dalam relasi lain (hablum) dengan Tuhan
(hablum min Allah) dan relasi dengan sesama manusia (hablum min al-nas) dan relasi
dengan alam (hablum min al-alam). Istilah bani `adam dalam al-Qur`an disebutkan
sebanyak 7 kali, masing-masing dalam 7 ayat dan 7 surat.

2. Fitrah Manusia
Konsepsi fitrah telah ada sejak manusia diciptakan, artinya pada diri setiap
individu terdapat potensi fitrah yang senantiasa mendorong manusia berbuat kebajikan,
menjadikan dirinya sebagai sumber daya yang bermanfaat bagi lingkungan, dan bagi
sesama manusia.

Secara etimologi, fitrah memiliki arti yaitu Alkhilqah, Al-Ibda’, Al-Ja’l


(penciptaan), selain dipergunakan untuk maksud penciptaan alam semesta arti ini juga
digunakan dalam penciptaan manusia. Dengan makna etimologi ini maka hakikat
manusia adalah sesuatu yang diciptakan bukan menciptakan. Fitrah dalam kamus Al-
Munawir berarti sifat pembawaan yang ada sejak lahir. Sedangkan dalam kamus Al-
Munjid fitrah berarti sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat
alami manusia, agama, dan sunnah. Sedangkan menurut Al Maraghi, Fitrah adalah
kondisi dimana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada
kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya. Secara terminologi fitrah
merupakan citra asli manusia, yang berpotensi baik atau buruk tergantung terhadap
pilihan dimana diaktualisasikannya. Fitrah yang baik merupakan citra asli yang primer,
sedangakan fitrah yang buruk merupakan citra asli yang sekunder.

Menurut pandangan islam, perkembangan potensi manusia itu tidak hanya


dipengaruhi oleh lingkungan saja, tetapi ada kalanya potensi yang lebih dominan dalam
membentuk kepribadian manusia, atau kedua - duanya sama – sama dominan dalam
membentuk kepribadian manusia. Bahkan dalam islam, diluar kedua pengaruh tersebut
ada pengaruh lain yang ikut mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia, yaitu
faktor hidayah yang diberikan Allah kepada hamba – hambanya yang dikehendaki.
Allah memang telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya. Tetapi
fitrah Allah untuk manusia yang disini diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan
mendidik, memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya
dapat melampaui jauh dari kemampuan fisiknya yang tidak berkembang.

Para pemikir muslim mencoba untuk mencari definisi lain kata fitrah yang
sesuai dengan kemampuan, fungsi, dan kedudukannya sebagai makhluk Allah yang
paling sempurna kepribadiannya.

1. Al-Ghazali
Fitrah merupakan dasar bagi manusia yang diperolehnya sejak lahir dengan
memiliki keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut :
a. Beriman kepada Allah SWT
b. Kemampuan dan kesediaan untuk menerima kebaikan dan keturunan atau
dasar kemampuan untuk menerima Pendidikan dan pengajaran
c. Dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang berwujud daya
untuk berpikir
d. Dorongan biologis yang berupa syahwat, nafsu dan tabiat.
e. Kekuatan – kekuatan lain dan sifat- sifat manusia yang dapat dikembangkan
dan dapat disempurnakan.

2. Abdurrahman Saleh Abdulah


Mengartikan kata fitrah sebagai bentuk potensi yang diberikan Allah padanya
disaat penciptaan manusia dialam Rahim.

3. Citra Manusia Menurut Psikologi Islam


Maksud citra manusia adalah gambaran tentang diri manusia yang berhubungan
dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan sunnah Allah
yang di bawa sejak dilahirkan. Kondisi citra manusia secara potensial tidak dapat
berubah, sebab jika berubah maka eksistensi manusia menjadi hilang. Namun secara
aktual, citra itu dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia sendiri.

Citra manusia yang dimaksud dalam perspektif psikologi Islam adalah fitrah.
Karena penciptaannya tidak ada perubahan, sebab jika berubah maka eksistensi
manusia akan hilang. QS. al-Rum:30 menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh
Allah SWT menurut fitrahnya. Keajegan fitrah sebagai pertanda agama yang lurus,
walaupun hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Oleh sebab itu, untuk
mengetahui citra manusia maka dapat ditelurusi hakikat fitrah.
Daftar Pustaka

Aziz, A. (2009). Filsafat Pendidikan Islam; Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan


Islam. Yogyakarta: Penerbit TERAS.
Dr. Remiswal , S.Ag, M.Pd., Arham Junaidi Firman, S.Pd. (2018). Konsep Fitrah dalam
Pendidikan Islam : Paradigma Membangun Sekolah Ramah Anak. Yogyakarta:
Diandra Kreatif.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. (2003). Nuansa - Nuansa Psikologi Islam . Jakarta :
Rajawali Press - PT Raja GrafindoPersada.
Praniska, T. (2016, Agustus). Konsepsi Fitrah Manusia dalam Perspektif Islam dan
Implikasinya dalam Pendidikan Islam Kontemporer. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA,
17(1), 1-7.
Izzudin, Muhammad. (2007). Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam. :Gema Insani.
Baharuddin (2004). Paradigma Psikologi Islam. Yogyakart: Penerbit Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai