Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH IDI

INTEGRASI ILMU DALAM KONSEP DIRI MANUSIA

Chika diva velisa ( 2101025072 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA 2024

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Integrasi adalah konsep yang menegaskan bahwa integrasi keilmuan yang


disasar bukanlah model melting-pot integration, di mana integrasi hanya
difahami hanya dari perspektif ruang tanpa subtansi. Integrasi yang dimaksud
adalah model penyatuan yang antara satu dengan lainnya memiliki keterkaitan
yang kuat sehingga tampil dalam satu kesatuan yang utuh. Hal ini perlu
karena perkembangan ilmu pengetahuan yang dipelopori Barat sejak lima
ratus tahun terakhir, dengan semangat modernisme dan sekulerisme telah
menimbulkan pengkotak-kotakan (comparmentalization) ilmu dan mereduksi
ilmu pada bagian tertentu saja. Dampak lebih lanjut adalah terjadinya proses
dehumanisasi dan pendangkalan iman manusia.
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh
Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi
fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran
menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.

2
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan
sangat bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang
mendasari. Penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo
volens (makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk
yang memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (
ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal
(hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
Konsep Islam selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual
manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dan memikul amanah.
Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke
arah kesempurnaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep diri manusia secara biologis dan kejiwaan ?
2. Bagaimana identitas diri dan artikulasi komunikasi dengan sesama ?
3. Bagaimana krisis multidimensional manusia modern dan pendekatan
terintegrasi terhadap diri manusia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep diri manusia secara biologis dan kejiwaan.
2. Untuk mengetahui identitas diri dan artikulasi komunikasi dengan sesama.
3. Untuk mengetahui krisis multidimensional manusia modern dan
pendekatan terintegrasi terhadap diri manusia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Diri Manusia Secara Biologis dan Kejiwaan


Penentuan struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari pembahasan
substansi manusia, sebab dengan pembahasan substansi tersebut dapat
diketahui hakikat dan dinamika prosesnya. Pada umumnya para ahli membagi
substansi manusia atas jasad dan ruh, tanpa memasukkan nafs. Masing-masing
yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan jasad tanpa ruh
merupakan substansi yang mati, sedang ruh tanpa jasad tidak dapat
teraktualisasi. Karena saling membutuhkan maka diperlukan yang dapat
menampung kedua natur yang berlawanan, yang dalam terminology psikologi
Islam disebut dengan nafs. Pembagian substansi tersebut seiring dengan
pendapat Khair al-Din al-Zarkaliy yang dirujuk dari konsep Ikhwan al-shafa.
Konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu self schema.
Istilah dalam psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan perasaan seseorang
terhadap dirinya sendiri dan sesuatu keselurhan proses psikologi yang
menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri.
Konsep diri merupakan sikap, perasaan dan pandangan individu tentang
dirinya sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya yang meliputi fisik,
psikis, sosial, aspirasi dan prestasi yang nantinya akan menentukan langkah-
langkah individu dalam melakukan aktifitas sesuai dengan gambaran yang ada
pada dirinya. Konsep diri merupakan gambaran dari keyakinan yang dimiliki
tentang diri mereka sendiri secara luas baik mengenai fisik, psikologis, sosial
dan emosional.
a. Substansi Jasmani / Biologis
Jasad (jisim) adalah substansi manusia yang terdiri atas stuktur
organism fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna disbanding
dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. Setiap makhluk biotik-
lahiriah memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur
tanah, api, udara dan air. Keempat unsur tersebut di atas merupakan

4
materi yang abiotik (mati). Ia akan hidup jika diberi energi kehidupan
yang bersifat fisik (thaqah al-jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya
disebut dengan nyawa, karena nyawa hidup. Ibnu Maskawaih dan Abu al-
Hasan al-Asy’ary menyebut energi tersebut dengan al-hayah (daya
hidup), sedang al-Ghazaliy menyebutnya dengan al-ruh jasmaniyah (ruh
material). Dengan daya ini, jasad manusia dapat bernafas, merasakan
sakit, panas-dingin, pahit-manis, haus-lapar, seks dan sebagainya. Al-
hayat berbeda dengan al-ruh, sebab ia ada sejak adanya sel kelamin,
sedang al-ruh menyatu dalam tubuh manusia setelah embrio berusia
empat bulan dalam kandungan. Ruh bersifat substansi (jauhar) yang
dimiliki manusia, sedang nyawa merupakan sesuatu yang baru (aradb)
yang juga dimiliki oleh hewan.
Jisim manusia memiliki natur tersendiri. Al-Farabi menyatakan
bahwa komponen ini dari alam ciptaan yang memiliki bentuk, rupa,
berkualitas, berkadar, bergerak, dan diam, serta berjasad yang terdiri dari
beberapa organ. Begitu juga al-Ghazali memberikan sifat komponen ini
dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan tidak
berbeda dengan benda-benda lain. Sementara Ibnu Rusyd berpendapat
bahwa komponen jasad merupakan komponen materi.

Ciri-ciri jasmani yaitu:


1. Bersifat materi yang tercipta karena adanya proses (tahap)
2. Adanya bentuk berupa kadar dan bisa disifati
3. Ekstetensinnya menjadi wadah roh
4. Terikat oleh ruang dan waktu
5. Hanya mampu menangkap yang kongkret bukan yang abstrak
6. Substansinya temporer dan hancur setelah mati
b. Substansi Ruhani / Psikologis
Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi
kehidupannya. Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism
lathif), ada yang substansi sederhana (jauhar basith), dan ada yang

5
substansi ruhani (jauhar ruhani). Ruh yang menjadi pembeda antara
esensi manusia dengan esensi makhluk lain. Ruh berbeda dengan spirit
dalam terminilogi psikologi, sebab term ruh memiliki arti jauhar
(substance), sedang spirit lebih bersifat aradh (accident).
Istilah yang sering disebut dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan
unsur manusia yang bersifat rohani adalah ruh dan nafs. Tentang ruh
dijelaskan dalam surah al-Hijr/15: 28-29 Allah berfirman:
Terjemahnya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,
maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniup- kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud. (QS. al-Hijr: 28-29).
Sebagaimana yang digambarkan dalam ayat di atas, ruh adalah unsur
terakhir yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, dengan demikian
dapat diambil pemahaman bahwa ruh adalah unsur yang sangat penting
karena merupakan unsur terakhir yang menyempurnakan proses
penciptaan manusia. Ruh juga dikatakan sebagai bagian unsur yang
mulia, hal ini tersirat dari perintah Allah kepada para malaikat (termasuk
pula iblis) untuk sujud kepada manusia sebagai tanda penghormatan
setelah dimasukkannya unsur ruh.
Apakah ruh itu? Pertanyaan ini pernah diajukan kepada Rasulullah
saw sebagaimana yang tergambar dalam surah al-Isra’/17: 85 sebagai
berikut:
Terjemahnya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh.
Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al-Isra’: 85).
Ayat di atas menyiratkan bahwa pengetahuan manusia tentang ruh
sangat terbatas sehingga tidak mungkin dapat mengetahui hakikat ruh
secara detail. Sekalipun ayat di atas menyatakan bahwa pengetahuan
manusia tidak akan mencapai pemahaman yang rinci tentang hakikat

6
ruh, tetapi tidak satupun terdapat ayat Al-Qur’an yang menghalangi atau
melarang para ulama atau cendikiawan muslim untuk berusaha
memahami hakikatnya.Pintu untuk menyelidiki tentang hakikat ruh
masih terbuka dengan selebar-lebarnya.
Di dalam memahami sifat-sifat ruh, ada beberapa ulama dan para
sarjana muslim yang mencoba memahaminya dengan berpijak pada
disiplin ilmunya masing-masing, mereka di antaranya sebagai berikut:
Al-Qayyim, dan Al-Razy dan Hadi berpendapat bahwa ruh adalah suatu
jisim (benda) yang sifatnya sangat halus dan tidak dapat diraba. Ruh
merupakan jisim nurani yang tinggi dan ringan, hidup dan selalu
bergerak menembus dan menjalar ke dalam setiap anggota tubuh
bagaikan menjalarnya air dalam bunga mawar. Jisim tersebut berjalan
dan memberi bekas-bekas seperti gerak, merasa, dan berkehendak. Jika
anggota tubuh tersebut sakit dan rusak, serta tidak mampu lagi menerima
bekas-bekas itu, maka ruh akan bercerai dengan tubuh dan pergi ke alam
arwah.
Al-Ghazali membagi ruh dalam dua pengertian. Pertama, ruh yang
bersifat jasmani yang merupakan bagian dari tubuh manusia, yaitu zat
yang amat halus yang bersumber dari relung hati (jantung), yang
menjadi pusat semua urat (pembuluh darah), yang mampu menjadikan
manusia hidup dan bergerak, serta merasakan ber-bagai rasa. Ruh ini
dapat diibaratkan sebuah lampu yang mampu menerangi setiap sudut
ruangan (organ tubuh). Ruh sering pula diistilahkan dengan nafs
(nyawa). Kedua, ruh yang bersifat rohani yang merupakan bagian dari
rohani manusia yang sifatnya halus dan gaib. Ruh ini memberikan
kemampuan kepada manusia untuk mengenal diri-nya sendiri, mengenal
Tuhannya, dan memperoleh serta menguasai ilmu yang bermacam-
macam. Ruh pula yang menyebabkan manusia berperikemanusiaan dan
berakhlak sehingga memjadikannya berbeda dengan binatang.
Ansari menyatakan, salah satu kapasitas khusus yang hanya dimiliki
oleh manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk lain disebabkan karena

7
adanya ruh adalah kemampuannya untuk memperoleh pengetahuan yang
luas. Pernyataan Ansari tersebut didasarkan pada Al-Qur’an surah al-
Baqarah/2: 31 yang artinya sebagai berikut: Dan dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah: 31).
Adam diajarkan oleh Allah swt berbagai nama-nama benda setelah
unsur ruh ditiupkan kedalam tubuhnya, hal ini menyiratkan bahwa
keberadaan unsur ruh menyebabkan manusia mempunyai kemampuan
untuk menerima dan memperoleh pengetahuan yang luas.
Sedangkan menurut Arifin, keberadaan ruh pada diri manusia dapat
menyebabkan tumbuh dan berkembangnya daging, tulang, darah, kulit,
dan bulu, ruh pula yang menyebabkan tubuh manusia dapat bergerak,
berketurunan, dan berkembangbiak. Di samping itu ruh pula yang
membuat manusia dapat melihat, mendengar, merasa, berpikir,
berkesadaran, dan berpengertian.
Di samping ruh, istilah lain yang dijumpai dalam Al-Qur’an untuk
menamakan unsur rohani manusia ialah nafs. Ruh dan nafs adalah dua
buah istilah yang pada hakikatnya sama.
Ciri-ciri rohani yaitu :
a. Adanya di alam arwah (immateri)
b. Tidak meiliki bentuk, kadar dan tidak bisa disifati
c. Ada energi rohaniah yang disebut al-amanah
d. Ekstitensi energi rohaniah tertuju pada ibadah
e. Tidak terikat oleh ruang dan waktu
f. Dapat menangkap beberapa bentuk konkret dan abstrak
g. Substansinya abadi tanpa kematian
h. Tidak dapat dibagi karena merupakan satu keutuhan

8
c. Substansi Nafsani
Kata jiwa berasal dari bahasa Arab (‫ )ﺲﻔﻨﻟا‬atau nafs’ yang secara
harfiah bisa diterjemahkan sebagai diri atau secara lebih sederhana bisa
diterjemahkan dengan jiwa,22 dalam bahasa Inggris disebut soul atau
spirit.23 Secara istilah kata jiwa dapat merujuk pada beberapa
pandangan ulama dan filusuf muslim. Para filosof muslim-terutama al-
Kindi, al-Farabi dan Ibn Sina umumnya sepakat mendefiniskan bahwa
jiwa adalah “kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah,
mekanistik dan memiliki kehidupan yang energik.”24 Secara lebih rinci
yang dimaksudkan ‘kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah’
adalah bahwa manusia dikatakan menjadi sempurna ketika menjadi
makhluk yang bertindak. Sebab jiwa merupakan kesempurnaan pertama
bagi fisik alamiah dan bukan bagi fisik material. Kemudian makna
‘mekanistik’ adalah bahwa badan menjalankan fungsinya melalui
perantara alat-alat, yaitu anggota tubuhnya yang bermacam-macam.
Sedangkan makna ‘memiliki kehidupan yang energik’ adalah bahwa di
dalam dirinya terkandung kesiapan hidup dan persiapan untuk menerima
jiwa.
Di dalam Al-Qur’an ditemukan tiga buah istilah yang dikaitkan
dengan kata nafs, yaitu al-nafs al-mutma’innah seperti yang terdapat
dalam surah al-Fajr ayat 27, al-nafs al-lawwamah seperti yang terdapat
dalam surah al-Qiyaamah ayat 2, dan al-nafs laammaratun bi al-su’
seperti yang terdapat dalam surah Yusuf ayat 53. Ketiga buah istilah
yang dikaitkan dengan kata nafs tersebut menyiratkan adanya tiga buah
pembagian kualitas unsur rohani yang terdapat pada manusia.
Al-nafs al-mutma’innah secara etimologi berarti jiwa yang tenang,
dinamakan jiwa yang tenang karena dimensi jiwa ini selalu berusaha
untuk meninggalkan sifat-sifat tercela dan menumbuhkan sifat-sifat yang
baik sehingga memperoleh ketenangan. Dimensi jiwa ini secara umum
dinamakan qalb atau hati.

9
Al-nafs al-lawwamah secara literlik berarti jiwa yang amat
menyesali dirinya sendiri, maksudnya bila ia telah berbuat kejahatan
maka ia menyesal telah melakukan perbuatan tersebut, dan bila ia
berbuat kebaikan maka ia juga menyesal kenapa tidak berbuat lebih
banyak. Dimensi jiwa ini dinamakan oleh para filosof Islam sebagai
akal.
Al-nafs laammaratun bi al-su’ secara harfiah berarti jiwa yang
memerintah kepada kejahatan, yaitu aspek jiwa yang menggerakkan
manusia untuk berbuat jahat dan selalu mengejar kenikmatan. Menurut
para kaum sufi, dimensi jiwa ini dinamakan sebagai hawa atau nafsu.
Ahmad menyebutkan, meskipun unsur rohani manusia yang
diistilahkan dengan nafs disebut dengan tiga buah istilah yang berbeda-
beda sehingga seolah-olah ketiganya berdiri sendiri-sendiri, namun
hakikat ketiganya merupakan satu kesatuan. Ketiga buah istilah tersebut
menggambarkan bahwa secara garis besar terdapat tiga buah fungsi dan
sifat yang dimainkan oleh unsur rohani manusia.
Dari pendapat beberapa ulama dan sarjana muslim di atas, dapat
diambil simpulan bahwa meskipun Al-Qur’an menggunakan istilah yang
berbeda-beda dalam menggambarkan unsur rohani manusia, yaitu ruh
dan nafs, namun unsur-unsur rohani tersebut hakikatnya satu, disebut
dengan istilah yang berbeda adalah untuk membedakan sifat-sifat rohani
manusia. Keberadaan unsur rohani tersebut menyebabkan manusia dapat
hidup dan bergerak, berpikir, merasa dan menyadari keberadaan dirinya,
bahkan menyadari akan keberadaan sesuatu yang menciptakan dirinya,
yaitu Tuhan.
Ciri-ciri nafsani yaitu:
a. Adanya di alam jasad dan rohani terkadang tercipta dengan proses
bisa juga tidak
b. Antara berbentuk atau tidak
c. Memiliki energy rohaniyah dan jismiyyah
d. Ekstitensi energy nafsani tergantung ibadah dan gizi (makanan)

10
e. Ekstitensi realisasi atau aktualisasi diri
f. Antara terikat atau tidak oleh ruang dan waktu
g. Dapat menangkap antara yang konkret dan abstrak
h. Antara dapat dibagi-bagi atau tidak
Menurut Achmad Mubarak desain kejiwaan manusia diciptakan Tuhan
dengan sangat sempurna, berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan, seperti berpikir,
merasa dan berkehendak. Jiwa merupakan sistem atau disebut juga sistem
nafsani yang terdiri dari subsistem ‘Aql, Qalbu, Bashirat, Syahwat, dan Hawa.
d. Konsep Diri Menurut Perspektif Islam
Dengan konsep diri yang baik maka individu akan mengenal dirinya
dengan baik. Jika individu mengenal dirinya dengan baik, maka ia akan
mengenal Tuhannya pula. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an
surah Al-A’raaf ayat 172 sebagai berikut:

Maksud dari ayat diatas adalah bahwa sejak awal manusia sesungguhnya
telah memiliki konsep diri yang ideal yaitu ia mengakui bahwa segala
sesuatu adalah milik Allah SWT dan ia wajib untuk menyembah kepada-
Nya. Konsep diri yang demikian itu merupakan konsep diri ideal karena
dengan hal tersebut manusia akan selalu berhati-hati dalam aktivitasnya dan
segala usahanya ia tujukan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

B. Identitas Diri dan Artikulasi Komunikasi dengan Sesama


Identitas diri kadang dan lebih seringnya dilihat sebagai informasi
sederhana tentang seseorang. Namun kalau ditelusuri lebih dalam, identitas
diri tidak sekedar mengenali diri secara individu. Keluarga, teman, kecamatan
dan sebagainya punya kepentingan terhadap identitas diri kita bahwa kita
masih seperti dulu, sudah berganti data, atau sudah beralih profesi. Identitas

11
diri bisa menjadi kebanggaan atau malapetaka. Itulah mengapa banyak orang
bangga dengan identitas diri, tetapi juga banyak yang menutupinya.
Identitas dibentuk ketika seseorang secara sosial berinteraksi dengan orang
lain dalam kehidupan. Seseorang mendapatkan pandangan serta reaksi orang
lain dalam interaksi sosial dan sebaliknya, memperlihatkan rasa identitas
dengan cara mengekspresikan diri dan merespon orang lain. Subjective
Dimension akan identitas merupakan perasaan diri pribadi, sedangkan
uscribed dimension adalah apa yang orang lain katakan tentang Anda. Dengan
kata lain, identitas pribadi terdiri dari makna-makna yang dipelajari dan apa
yang didapatkan kemudian makna-makna tersebut diproyeksikan kepada
orang lain kapanpun Anda berkomunikasi.
C. Kemampuan Artikulasi, Membantu Meningkatkan Kualitas Diri

Articulate Capability adalah kemampuan untuk mengekspresikan ide atau


pemikiran dengan jelas melalui kata-kata. Dalam hidup sehari-hari di depan
orang lain, dalam bisnis, di depan kelas atau ruang kuliah, kemampuan
berbicara dan didengarkan merupakan seni yang perlu dikuasai siapa saja bila
kita ingin meningkatkan kualitas diri.

Dalam era informasi seperti sekarang ini, seseorang tidak cukup hanya
dengan penampilan yang meyakinkan, penuh percaya diri tanpa didukung
kecakapan dan kecerdasan berkomunikasi, effisien dan fasih dalam
menyatakan pendapat dan dapat membawa audiens kearah konsep pemikiran
yang kita kehendaki.
Meskipun saat ini peranan komputer dan handphone selular menjadi
demikian besar, kemampuan berbicara langsung dengan tatap muka tetap
merupakan pilihan utama untuk mengetengahkan dan mempromosikan ide-
ide. Sebagian orang tetap berpendapat bahwa kemampuan artikulasi dengan
suara yang berwibawa akan lebih mendekatkan pencapaian keberhasilan
dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan, seminar - diskusi dan ceramah-
ceramah serta dakwah. Bagaimanapun juga kehadiran komputer, hp dan
media informasi tidak dapat dihindari terutama dalam mengolah informasi

12
dan mempercepat proses pelaksanaan tugas pengelolaan semua bentuk
kerjasama sosial, pendidikan, olah raga, kesehatan dan sebagainya.
Pada setiap kesempatan utarakan pemikiran dengan penuh kepercayan,
jangan ragu-ragu dalam berbicara, jelas tapi tidak selalu harus dengan suara
keras. Pakar komunikasi menyatakan: “Express yourself with confidence”.

D. Identitas diri manusia modern dan menunjukkan timbulnya krisis


kepribadian manusia modern

Dalam kehidupan modern, ajaran tasawuf dapat diterapkan dalam konteks


situasi dan kondisi yang ada. Apalagi dalam kehidupan yang kompleks dan
kompetitif dalam arus globalisasi seperti sekarang ini dapat menyebabkan
manusia berada dalam kondisi yang labil dan kehilangan arah.

Peradaban modern adalah peradaban yang terbentuk pada zaman modern.


Oleh karena itu, sejak abad XVI, dunia Barat berhasil melebarkan sayapnya ke
seluruh dunia dan pada abad XX. Berada pada zenith kemampuannya, maka
pengaruh atau dampak peradaban modern itu terasa di mana-mana di dunia, baik
dalam arti positif maupun negatif. Peradaban modern itu terbentuk melalui satu
perubahan yang penting di Eropa Barat yang dinamakan renaissance.

Namun dalam perkembangannya (dalam konteks sekarang) ternyata manusia


tidak mampu mempertahankan nilai-nilai dasar yang ada pada dirinya. Sejak
dibukanya kran pemikiran rasional oleh Rene Descartes (1595-1650) yang sering
disebut bapak filsafat modern.

Zaman renaissance dianggap sebagai babak penting dalam sejarah peradaban.


Menurut Jules Michelet, sejarawan Prancis terkenal, renaissance ialah periode
penemuan manusia dan dunia. Renaissance lebih dari sekadar kebangkitan
peradaban yang merupakan permulaan kebangkitan dunia modern.

Ciri utama renaissance ialah humanisme, individualisme, empirisme,


rasionalisme, dan lepas dari agama. Manusia tidak mau diatur oleh agama. Hasil

13
yang di peroleh dari watak ini ialah pengetahuan rasional, lahirnya ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.

Husen Naser menyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang


mendewakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi menjadikan mereka berada dalam
wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak jauh dari pusat, sementara
pemahaman agama yang berdasarkan wahyu mereka tinggalkan, hidup dalam
keadaan sekuler.

Dr. Yusuf Qardawai dalam bukunya menyatakan, salah satu titik lemah umat
Islam ialah kemampuan spiritual kita tidak berfungsi. Ini terlihat dalam manhaj
pengajaran dan sarana pendidikan yang ada ada di dalam masyarakat tidak dapat
membantu dalam pembentukan Konsepsi Rabbani di dalam diri kita.

Muhammad Iqbal, seorang pemikir dan penyair Muslim juga mempunyai


pandangan bahwa sistem pendidikan sekolah modern terkadang telah membuka
mata para generasi muda pada berbagai hakikat dan makrifa. Akan tetapi, sistem
itu tidak pernah mengajarkan bagaimana matanya menangis dan hatinya khusu.

Kehilangan visi keilahian dapat menimbulkan gejala psikologis, yakni adanya


kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta filsafat
rasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek
nilai-nilai transenden, satu nilai vital yang hanya bisa di gali dari sumber wahyu
Ilahi (Tasawuf).

Abu al-Wafa al-Taftazani dalam The Role Sufisme mengklasifikasikan sebab-


sebab kegelisahan masyarakat modern. Pertama, karena takut kehilangan apa
yang telah dimiliki. Kedua, timbulnya rasa khawatir terhadap masa depan yang
tak disukai (trauma terhadap imajinasi masa depan). Ketiga, disebabkan oleh
rasa kecewa terhadap hasil kerja yang tidak dapat mampu memenuhi harapan
spiritual. Keempat, banyak melakukan pelanggaran dan dosa.

14
Bagi at-Taftazani, semua itu muncul dalam diri seseorang karena hilangnya
keimanan dalam hati, menghambakan hidup kepada selain Allah swt.

Dengan perkembangan tekhnologi dan ilmu pengetahuan dan hidup di masa


modern ini terkadang hidupnya tidak tenang dan tidak damai, merasakan
sengsara dan menderita. Hidupnya selalu cemas, stres, takut, pesimis, apatis dan
perasaan-perasan negatif lainnya.

Padahal mungkin ia adalah seorang konglemerat atau pejabat yang selalu


hidup dalam suasana gemerlap, baik karena banyaknya harta maupun tingginya
pangkat. Fasilitas hidup sangat mudah didapat akan tetapi tidak ada ketenangan
dan kedamaian dalam hidup mereka. Mengapa? Karena tujuan dan target
kehidupan mereka bukan berdasarkan Manhaj Ilahiyah, tapi berdasarkan tujuan
nafsu syahwat dan tipu daya setan.

Maka terjadilah kegersangan spiritual, kecenderungan hidup yang hedonis dan


pragmatis, persaingan yang mengacu pada transpersonal, terjadinya
ketidakseimbangan hidup yang menghilangkan esensi kemanusiaan. Semua akan
menemukan substansi jati diri dengan pendekatan tasawuf transformatif.

Dari penjelasan di atas bahwa dengan hadirnya zaman modern yang ditandai
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi tidak serta merta
menjadikan manusia hidup bahagia dan tenang. Di lain sisi, boleh saja manusia
memiliki kemewahan hidup, namun spiritual dalam dirinya terkadang kosong
sehingga gelisah dan tak tenang menghantui setiap kaki berlangkah karena lebih
mengutamakan hawa nafsu.

Oleh karena itu, perlu adanya nutrisi yang harus di isi oleh manusia agar
jiwanya tenang dan itu hanya bisa diterapkan dengan metode tasawuf.

15
E. Krisis Multidimensional Manusia Modern Dan Pendekatan Terintegrasi
Terhadap Diri Manusia
Dalam pendidikan dewasa ini masalah dan problematika dalam dunia
pendidikan bukan makin mengerucut namun makin bercabang dan makin
banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah para pakar pendidikan. Istilah krisis
multidimensi timbul dari beberapa krisis yang terdapat di negara kita dalam
pendidikan dewasa ini, yaitu krisis ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum,
lingkungan hidup, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Keadaan negara
kita yang yang masih belum sembuh dari krisis multidimensi membuat para
pakar mencari-cari sebab dan solusinya. Salah satu penyebab terjadinya krisis
tersebut yang hampir disepakati para ahli adalah karena adanya krisis dalam
bidang moral dan etika.
Krisis dalam bidang moral dan etika inilah yang menyebabkan terjadinya
krisis dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnnya. Terjadinya
praktek kolusi, korupsi, nepotisme (KKN), penggaran, hak-hak asasi manusia,
pelanggaran hukum, pencemaran lingkungan, terorisme, dan sebagainya
adalah merupakan peristiwa atau perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dari
sudut pandang agama, moral dan etika. Oleh karena itulah dalam mengatasi
krisis multidimensional yang terdapat dibangsa ini, yaitu harus dimulai dengan
upaya membenahi krisis moral dan etika. Atas dasar inilah pendidikan agama,
moral, dan etika sangat berperan besar dalam menjaga ketangguhan suatu
bangsa dan negara.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 2 tahun 1989 yang
kemudian dirubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, masalah pendidikan agama,
moral, dan etika mendapat perhatian yang amat besar. Dalam Bab I, tentang
ketentuan umum pasal 1 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa; pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kpribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

16
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
tuntutan dan perubahan zaman. Selanjutnya dalam Bab III tentang dasar,
fungsi, dan tujuan, pasal 3 dinyatakan, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Di dalam rumusan ini terlihat dengan jelas bahwa
pendidikan agama, moral, dan etika merupakan pendidikan yang harus
diberikan kepada seluruh peserta didik disetiap jenjang dan jenis pendidikan.
Pendidikan agama, moral, dan etika harus mendasar pendidikan yang
berkaitan dengan pengembangan intelektual, keterampilan jasmani,
pengembangan sains dan teknologi, dan bidang pendidikan lainnya. Dengan
melalui pendidikan agama, moral dan etika inilah yang dapat membentuk
manusia menjadi manusia yang ideal yang terbina seluruh potensi dalam
dirinya baik jasmani maupun rohaninya, baik secara intelektual maupun
spiritual yang kelak akan dapat memimpin bangsa dan negara dengan baik.
Namun demikian, cita manusia ideal yang demikian itu masih belum dapat
diwujudkan secara nyata dan merata melalui sistem pendidikan nasional yang
dilaksanakan pemerintah hingga saat ini. Dengan kata lain, secara konseptual,
pemerintah telah berhasil merumuskan arah pendidikan yang ideal untuk
bangsa Indonesia, namun masih belum mampu diwujudkan secara nyata.
Upaya menghasilkan pendidikan agama, moral, dan etika dalam
membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang kokoh dan bermutu
untuk saat ini masih tampak sulit diwujudkan. Hal ini terjadi karena dunia
pendidikan saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang belum dapat
diatasi. Dunia pendidikan masih menghadapi masalah sumber daya manusia
(guru) yang bermutu dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan. Demikian juga

17
dalam bidang kurikulum dan metodologi pembelajaran juga belum benar-
benar memberdayakan peserta didik untuk menjadi manusia yang unggul dan
mandiri, baik dari segi intelektual, moral, maupun keterampilan dan kesehatan
fisiknya. Dunia pendidikan kita sekarang baru menghasilkan lulusan yang
mengetahui sesuatu yang serba terbatas, namun tidak disertai dengan
kemampuan mempraktekannya, menerapkan dalam pribadinya, dan
mengamalkannya bagi kepentingan masyarakat.
Dalam kondisi pendidikan yang seperti itu, sulit rasanya menampilkan
pendidikan yang benar-benar berperan dalam membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara yang tangguh di era globalisasi seperti sekarang ini.
Namun demikian, keadaan pendidikan yang demikian itu telah membuka
peluang bagi mereka yang berjiwa optimis untuk menawarkan berbagai
program strategis yang berperan sebagai solusi atas permasalahan tersebut.
Dari sejak mulai berdirinya republik ini, para tokoh nasional telah
mengingatkan bahwa untuk membangun kehidupan bernegara dan berbangsa
yang tangguh ini memerlukan pendidikan agama, moral dan etika. Tokoh
pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara, termasuk ornag yang paling besar
perhatiannya terhadap pentingnya pendidikan budi pekerti secara akademis,
kokoh, dan komprehensif. Ia misalnya sangat menekankan pendidikan yang
dijiwai semangat nasionalisme, kemandirian, kemerdekaan dan kebebasan dari
pengaruh budaya asing, serta berusaha merumuskan konsep pendidikan budi
pekerti yang kokoh bagi Indonesia. Dalam pandangannya, budi pekerti adalah
jiwa dari pengajaran. Budi pekerti bukanlah konsep yang bersifat teoritis
sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat pada umumnya, dan bukan pula
pengajaran budi pekerti dalam arti mengajar tentang teori baik buruk, benar
salah dan seterusnya. Pengajaran budi pekerti tidak lain artinya daripada
menyokong perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin, dari sifat
kodratnya menuju kearah peradaban dan sifatnya yang umum. Hal ini sejalan
dengan visinya tentang pendidikan sebagai usaha kebudayaan yang
berdasarkan peradaban, yakni memajukan hidup, agar mempertinggi derajat
kemanusiaan.

18
Pandangan tentang pentingnya pendidikan budi pekerti juga dijumpai pada
Muhammad Natsir. Menurutnya, bahwa pendidikan harus diarahkan kepada
upaya menjadikan anak didik agar memiliki sifat-sifat kemanusiaan dengan
mencapai akhlak al-karimah yang sempurna.
Selanjutnya dari kalangan tokoh wanita, muncul Zakiah Daradjat yang
sejak awal berkiprah dalam bidang pendidikan hingga akhir hayatnya menaruh
perhatian terhadap pentingnya pendidikan agama, moral, dan etika. Dengan
menggunakan Islam sebagai acauan dasarnya, Zakiah Daradjat menyatakan
bahwa tujuan dari pendidikan adalah membina manusia agar menjadi hamba
Allah yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya: perbuatan, pikiran, dan
perasaannya.
Pandangan para tokoh yang mengutamakan pentingnya pendidikan agama,
moral, dan etika dalam hubungannya dengan mewujudkan ketahanan bangsa,
dan negara adalah karena didasarkan pada kekhawatiran yang timbul pada
masa tokoh tersebut hidup dan berkiprah di dunia pendidikan. Dunia
pendidikan pada masa tokoh tersebut sudah menghadapi permasalahan moral
dan etika walaupun keadaannya tidak seberat permasalahan moral dan etika
yang dihadapai para pendidik di masa sekarang. Permasalahan pendidikan
yang hidapai pada masanya antara lain menghadapi kebijakan pemerintahan
Belanda dan Jepang yang di dalamnya mengandung muatan merusak mental
dan kepribadian bangsa Indonesia. Melalui berbagai kebijakannya, Belanda
saat itu berusaha menanamkan mental budak dan mental ketergantungan,
mengikis rasa nasionalisme dan pastriotisme, menyebar fitnah, mengadu
domba dan permusuhan, ikut mendukung penyebaran agama tertentu,
diskriminatif dan sebagainya.
Demikian juga penjajah Jepang yang pada awalnya tampil simpatik dan
akomodatif, namun ternyata juga melakukan hal-hal yang tak jauh berbeda
yang dilakukan oleh Belanda. Keadaan inilah yang kemudia menimbulkan
keprihatianan para tokoh tersebut, dan menganjurkan pentingnya pendidikan
agama, moral dan etika ditanamkan pada anak didik di Indonesia. Tantang
tentang pendidikan agama, moral, dan etika pada masa sekarang ini tentunya

19
lebih berat dibandingkan dengan tantangan pada masa lalu. Kemajuan dan
penguasaan atas sains dan teknologi yang berlangsung tanpa perspektif etis
dan moral (seperti yang terjadi saat ini) akan menimbulkan berbagai
konsekuensi, dan dampak negatif, yang dalam istilah Nasr membuat manusia
makin jauh dari axis, dari pusat eksistensi-spiritualnya. Ini semua pada
gilirannya menciptakan masalah-masalah kemanusiaan yang cukup berat,
diantaranya krisis lingkungan, ketergantungan yang akhirnya berujung kepada
konflik dan perang, krisis nilai-nilai etis, dislokasi, alienasi, kekosongan nilai-
nilai rohaniah dan sebagainya. Tantangan yang berdampak kehancuran moral
dan etika inilah yang melatarbelakangi mengapa sistem pendidikan nasional
saat ini amat menekankan pentingnya pendidikan agama, moral, dan etika.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Substansi manusia terdiri atas jasad dan ruh, tanpa memasukkan nafs.
Masing-masing yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan
jasad tanpa ruh merupakan substansi yang mati, sedang ruh tanpa jasad tidak
dapat teraktualisasi. Karena saling membutuhkan maka diperlukan yang dapat
menampung kedua natur yang berlawanan, yang dalam terminology psikologi
Islam disebut dengan nafs.
Setelah perjuangan panjang para pejuang dalam memperjuangkan
eksistensi keberadaan pendidikan agama khususnya Islam agar bisa diakui
secara konstitusi di dalam UU dan bisa diterapkan baik di setiap jenis
pendidikan dan tiap tingkatan pendidikan, bukan berarti sudah selesai
perjauangan para cendikia muslim sampai disini. Masih banyak pekerjaan
rumah yang harus dikerjakan oleh para cendikia serta generasi muda yang
perduli kepada pendidikan Islam untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang ada. Permasalahan dalam dunia pendidikan akan terus
berlanjut seiring perkembangan dan perubahan zaman, serta timbulnya
berbagai permasalahan yang dianggap klasik namun belum terpecahkan
sampai sekarang. Pemerintah dianggap sudah cakap dalam mengkonsep
pendidikan, namun masalah terbesarnya ialah bagaimana merealisasikan apa
yang sudah dikonsepkan dengan baik dan tidak bertentangan dengan tujuan
pendidikan yang sesungguhnya.

B. Saran

21
DAFTAR PUSTAKA

St. Rahmatiyah. 2015. Konsep Manusia menurut islam. Jurnal Bimbingan Penyuluhan
Islam Volume 2. Nomor 1.

Konsep diri dalam komunikasi, ibrahim


Hafiz huddin. 2015. PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
KRISIS MULTIDIMENSI.[Internet]. Tersedia di
https://hafizhuddin30.wordpress.com/2015/07/31/pendidikan-islam-pada-masa-
krisis-multidimensi/
https://ahmadsamantho.wordpress.com/2016/02/23/krisis-multidimensional-yang-
disebabkan-oleh-paradigma-ontologis-epistemologis-materialialisme-sekulerisme-
barat-dalam-ilmu-dan-kebudayaan/
https://marcuslaurentiushardianto.wordpress.com/2013/04/12/krisis-
multidimensional-indonesia/
https://chellyneindra.blogspot.com/2014/03/teori-komunikasi-tentang-
identitas.html
http://ldkattarbiyah.blogspot.com/2012/02/kemampuan-artikulasi-membantu.html
https://www.qureta.com/post/krisis-spiritual-manusia-modern

22

Anda mungkin juga menyukai