Anda di halaman 1dari 7

LATIHAN MENYUNTING

SPIRITUALITAS DALAM KEHIDUPAN

Dalam menemukan rumusan konsep spiritualitas yang tepat, aplikatif dan


implementatif diperlukan penelusuran tentang makna, esensi dan substansi spiritual dengan
berbagai derifikasinya. Secara etimologis spiritualitas berasal dari bahasa Ibrani dan Yunani
spirit, ruah dan pneuma yang artinya udara. Sementara itu spiritualitas juga berasal dari
kata spirituality (bahasa Inggris) yang merupakan kata benda, turunan dari kata sifat
spiritual yang artinya batin, rohani dan keagamaan. 1 Kata bendanya adalah spirit, diambil
dari kata Latin spiritus yang artinya bernapas. Spirit juga dimaknai sebagai prinsip yang
menghidupkan atau vital. Dalam bentuk kata sifat, spiritual mengandung arti yang
berhubungan dengan spirit dan juga berhubungan dengan sesuatu yang rahasia dan suci (the
sacret and the holy).
Spiritualitas juga berasal dari kata ruhaniyah (bahasa Arab) diambil dari kata ruh,
dan ma’nawiyah (Parsi) diambil dari kata ma’na. 2
Kata ruh secara etimologi bermakna
tiupan, angin yang ditiupkan. Sementara itu kata ruh secara leksikon bermakna spirit inti
(essence, khulashah), dan sari (extract, ‘ush, urah); ruhani atau ruh bermakna spiritual,
immaterial, animistic; dan ruhaniyah atau ruhiyah bermakna spiritualitas (spirituality),
spiritualisme (spiritualism), animisme (animism). Dalam kajian saintifik menjelaskan
bahwa kata ruh merujuk pada eksistensi ruh dalam tubuh manusia yang pernah
didiskusikan oleh Andre Moro sivitas akademika Bahasa Perancis dengan Dr Harry James
seorang dokter terkenal dari Inggris. Setelah melakukan kajian dan penelitian, keduanya
berkesimpulan bahwa ruh itu nyata adanya dan merupakan sebuah arus vital (sayal hayawi,
vital flow) yang menjadi sumber energy. Sebelum dialiri ruh, tubuh dan jiwa manusia
merupakan hardware dan software yang sudah dilengkapi dengan organ, potensi dan
spesifikasinya, akan tetapi belum dapat dioperasikan dan juga belum terintegrasi kedalam
sebuah sistem hayati. Ruh menyebabkan jasad dapat hidup dan jiwa bisa berfungsi.
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia – An English-Indonesian Dictionary (Jakarta : PT
Gramedia, 1997), hlm. 546.
2
Sanerya Hendrawan, Spiritual Management : From Personal Enghlitenment Towards God Corporate Gavernance
(Bandung : Mizan Pustaka, 2009), hlm. 18.
Dimensi al ruh selalu membawa sifat-sifat dan daya-daya menuju sumbernya
yaitu Allah. Perwujudan dari sifat-sifat dan daya-daya tersebut pada gilirannya memberikan
potensi secara internal dalam diri manusia untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi.
Khalifah Allah dapat berarti mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata dalam kehidupannya
di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi Allah dengan sebaik-baiknya. Dengan
demikian dapat ditegaskan bahwa al ruh merupakan daya potensialitas internal dalam diri
manusia yang akan mewujud secara aktual sebagai khalifah Allah (khalifatullah fi al ard). 3
Sebagaimana penelitian Penfield roh tidak bisa hanya merupakan fenomena sampingan dari
komponen saraf saja, karena roh-lah yang harus menjaga, mengatur dan membimbing
keseluruhan kegiatan.4
Dalam Alquran kata ruh memiliki beberapa makna antara lain adalah : (1) Ruh
dalam arti wahyu-wahyu Ilahi, (2) ruh dalam arti malaikat yang membawa wahyu kepada
para nabi yaitu malaikat Jibril, (3) ruh juga dipahami sebagai nyawa atau sumber hidup
yang bila berpisah dengan jasmani hilanglah potensi gerak, tahu, dan rasa sesuatu itu;
kemudian (4) ruh bermakna spirit. 5 Sedangkan menurut Kamus Oxford Concise memaknai
spiritualitas sebagai berikut : (1) Spirit sebagai lawan dari materi, (2) terkait dengan sesuatu
yang suci (sacret atau religius), (3) jiwa yang halus dan sensitif.
Menurut al-Ragib al Asfahani diantara makna al ruh adalah al nafs (jiwa
manusia). 6. Makna disini adalah dalam arti aspek atau dimensi, yaitu sebagian aspek atau
dimensi jiwa manusia adalah al ruh. Hal ini dapat difahami dan dianalogikan dengan sesuatu
yang digunakan untuk menyamakan al insan adalah al hayawan. Bahwa salah satu dimensi
kemanusiaan adalah sisi kebinatangannya maka manusia disebutkan dengan istilah al-
hayawan al natiq (hewan yang berbicara). Berbeda dengan Ibnu Zakariya menjelaskan
bahwa kata al ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra, wau, dan
ha, mempunyai arti dasar besar, luas, dan asli. Makna ini mensyaratkan al ruh dengan
sesuatu yang agung, yang besar, dan yang mulia, baik dari aspek nilai maupun
kedudukannya dalam diri manusia.

3
Simak: QS. Al Baqarah; 30.
4
Penfield, W., The Mistery of The Mind : A Critical Study of Consciousness and The Human Brain, (Precenton:
Precenton University Press, 1975), hlm. 49.
5
M Quraish Shihab, Dia Di Mana-Mana “Tangan” Tuhan Di Balik Setiap Fenomena (Ciputat Tangerang :
Lentera Hati, 2013), hlm. 120.
6
Al Ragib al Asfahany, mu’jam al mufradat Alfaz Al Qur’an,(Mesir : Dar al Fikr, 1981), hlm 210
Secara terminologis spirituality a belief in the continued activity of departed
spirits and of their interference in mundane affairs may be said to be characteristic of
primitive religion. 7 (Spiritualitas adalah suatu keyakinan dan aktifitas para leluhur dalam
menghadapi berbagai macam gangguan dan persoalan, hal ini juga merupakan karakter
agama primitif). Pandangan tersebut sejalan dengan tugas dan misi kehidupan manusia
dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Tugas-tugas tersebut akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila yang bersangkutan telah memiliki keyakinan dan
kepercayaan yang kuat dan mendalam, karena keyakinan sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan spiritual manusia. Namun hal tersebut jangan sampai dikaburkan dengan
keyakinan terhadap dogma-dogma, karena memang keduanya berbeda. Perbedaannya
adalah kalau keyakinan yang mendalam sangat vital dalam pertumbuhan intelektual dan
spiritualitas, sedangkan dogma-dogma bisa jadi membimbing kearah stagnasi. Oleh karena
itu ketiadan keyakinan yang mendalam akan mengantarkan seseorang pada skeptisisme dan
bahkan sinisme, padahal sinisme akan melumpuhkan tindakan positif. Namun sebaliknya
dengan keyakinan yang mendalam akan selalu bersikap, berfikir, dan bertindak secara
positif yang selanjutnya akan mendorong peningkatan komitmen dan integritas,8 bahkan
juga memberikan motivasi dan inspirasi.
Dari berbagai makna spiritualitas diatas ada beberapa kata kunci penting yang
dapat digunakan dalam memahami dan mengembangkan konsep spiritualitas. Kata kunci
penting konsep spiritualitas tersebut antara lain adalah spirit, udara, bernafas, Yang Suci,
yang menghidupkan dan yang menentukan. Berdasarkan makna dan kata kunci spiritualitas
tersebut. maka dapat diartikan : Pertama, spiritualitas bermakna menghidupkan, artinya
tanpa spiritualitas organisme akan mati. Kedua, spiritualitas memiliki status yang suci
(sacred), statusnya lebih tinggi dari pada sesuatu yang material (profane). Ketiga,
spiritualitas terkait dengan Tuhan sebagai penyebab utama (causa prima) dalam setiap
kehidupan. 9
Disamping itu spiritualitas juga dapat difahami sebagai kepedulian untuk
membebaskan diri dari kendala dunia material, sebagai sumber energi dan kekuatan, sebagai
penyambung yang dengan ketersambungannya tersebut kehidupan bisa berfungsi secara

7
Maurice A. Canney, An Encyclopaedia of Religion, (Jawahar Nagar Delhi : Nag Publishers, 1976), hlm.333.
8
Asghar Ali Engineer, Center for Study and Scularism (CSSS), Terj., (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2004),
hlm.xi.
9
Sanerya Hendrawan, Spiritual Management : From Personal Enghlitenment Towards God Corporate
Gavernance, terj. (Bandung : Mizan Pustaka, 2009), hlm. 18.
lebih maksimal, sebagai pencarian yang kudus, dan sebagai eksplorasi terhadap ruang batin
manusia.
Dalam dinamika kehidupan manusia selalu dipengaruhi oleh dua daya tarik yang
saling memberikan pengaruh signifikan; yaitu daya tarik langit dan daya tarik bumi, daya
tarik ukhrawi dan duniawi, daya tarik rohani dan jasmani. Fenomena ini kemudian lahir
faham skuler yang memaknai kehidupan secara parsial, individual, atomistik dan dikotomik.
Kemudian berkaitan dengan spiritualitas ini juga muncul faham asketisme dan
monastisisme. Dimaksud dengan asketisme adalah ajaran untuk menguatkan pengaruh
jiwa/roh agar dapat mengarahkan dan mengendalikan pengaruh jasad melalui serangkaian
spiritual; sedangkan monastisisme adalah faham yang ingin melepaskan diri secara total dari
pengaruh dunia material dan tenggelam sepenuhnya dalam kehidupan batiniyah/spiritual.
Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa perbuatan yang dilakukan manusia dipengaruhi
oleh dorongan kebutuhan fisik, naluri, jiwa dan spiritual.
Sebagaimana hasil penelitian Ian Harris telah menggambarkan bahwa dalam
kehidupan umat manusia baik secara personal maupun secara komunal telah teridentifikasi
kedalam sepuluh kategori sebagai berikut : (a) finding inner wisdom, (b) searching for truth,
(c) speaking from the heart, (d) confronting the dark side, (e) loving, (f) working for a better
world, (g) passing a test, (h) belonging to some thing great, (i) following scripture, and (j)
believing in destiny.10 Kemudian perkembangan spiritual dan praktek keagamaan dalam
kehidupan telah mengalami integrasi sebagai proses kematangan dalam kehidupan yang
terimplikasi kedalam tujuh faktor sebagai berikut : (1) One’s conception of the divine
absolute, or “force greater than one self”. (2) One’s sense of meaning of what is beautiful
or worthwhile. (3) One’s relationship with the divine and other human beings. (4) One’s
tolerance or negative capability for mystery. (5) Peack ordinary experiences that enhance
spirituality (which may include rituals or spirirual disciplines). (6) Seeing spirituality as
play. (7) Viewing spirituality as a systemic force that acts to integrate all the dimensions of
one’s life.11
Spiritualitas kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki hubungan timbal balik dan saling memberikan pengaruh dan kebermanfaatan serta
10
Mary Thomas Burke Cs., Religion and Spiritual Issues in Counseling - Aplications Across Diverse
Populations (New York : Brunner Routledge, 2005), hlm. 37.
11
Mary Thomas Burke Cs., Religion and Spiritual Issues in Counseling - Aplications Across Diverse
Populations (New York : Brunner Routledge, 2005), hlm. 47.
kemenyatuannya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi dapat tumbuh dan
berkembang dengan stabilitas ruhani, sosial dan dorongan spiritual untuk berkhidmat kepada
manusia. Agar dapat berkhidmat kepada manusia secara optimal, maka perlu proses
penelusuran bagaimana ilmu didapat dan dikembangkan. Sebagaimana dimaklumi bahwa
apapun sifat dan bentuknya ilmu diperoleh melalui proses mengamati, membaca dan
menganalisa yang dilakukan oleh akal, indera (alshar), dan kalbu (al bashirah). Proses ini
biasa disebut dengan berfikir melalui dua unit wahyu yang pertama QS. Al alaq ayat 1-5,
tentang perintah membaca tentu dengan menggunakan berbagai mata (mata kepala, mata
hati, mata batin) dan Al Qur’an Surat al Qalam ayat 1 tentang tulisan. Dengan kedua unit
berfikir diatas dapat dijelaskan bahwa dengan membaca akan tercipta ilmu pengetahuan dan
teknologi dan dengan menulis proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi akan
dapat berjalan secara seimbang dan berkesinambungan.
Dalam berbagai temuan, kajian dan penelitian diatas semakin menjelaskan bahwa
konsep Islam tidak dikenal adanya dikotomi antara urusan dunia dan urusan akhirat dalam
berbagai aspek kehidupan. namun keduanya bersifat integratif, komulatif, simbiotik dan
berkelanjutan secara sistematik. Sebagaimana pernyataan Dr. Abdul Qodir Audah bahwa
konsep Islam dengan berbagai jenis dan ragamnya diturunkan untuk kebahagiaan dunia dan
akhirat. Oleh karena itu setiap aktifitas duniawi selalu memiliki aspek ukhrawi. Perbuatan
yang memiliki pengaruh di dunia ini juga memiliki pengaruh di akhirat. 12 Dengan demikian
konsep spiritualitas Islam adalah spiritualitas yang membumi dan menyatu dengan dinamika
kehihidupan. Kerohanian dalam Islam bukanlah dimensi yang berseberangan dengan
kehidupan dunia, melainkan adanya keterjalinan hubungan yang kuat dan dinamis. Oleh
karena itu spiritualitas juga sebagai kesadaran seseorang hubungannya dengan Tuhan yang
harus dibawa kemanapun ia pergi, dalam kondisi apapun serta dalam aktifitas dan urusan
apapun. Sehingga dalam konsep keterhubungan ini manusia dengan kemampuan
spiritualitasnya terdapat penguatan hubungan dengan berbagai dimensi secara intens, baik
dimensi vertikal, horizontal maupun diagonal.
Spiritualitas adalah sesuatu yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta, yang biasanya dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimiliki seseorang.
Keterhubngan spiritualitas menurut Burkhardt yang juga dikutip oleh Desmita meliputi
12
Abdul Qodir Audah, Al Islam baina Jahli Abna’ihi wa Ajzi Ulama’ihi (Al Ittihad al Islami al ‘alami li al
Munadhomat ath thulabiyah, 1985), hlm. 8.
beberapa aspek antara lain sebagai berikut : (1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak
diketahui dan berada dalam ketidakpastian kehidupan manusia, (2) Berkaitan dengan upaya
pencarian arti, makna dan tujuan hidup, (3) menyadari adanya kemampuan untuk
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, dan (4) adanya perasaan keterkaitan
dengan diri sendiri, orang lain dan dengan yang Maha Tinggi. 13 Dimensi kepercayaan dan
keyakinan ini penting karena bisa dijadikan sebagai budaya dan institusi kehidupan baik
secara vertikal, horizontal maupun diagonal. Sehingga dengan demikian manusia akan
terpelihara motivasinya untuk selalu semangat dan membangun harapan yang dapat
membangkitkan energi positif dalam kehidupan.
Secara esensial spiritualitas memiliki beberapa unsur yang saling mengkait antara
unsur yang satu dengan unsur yang lain, baik secara fisiologis, psikologis, sosiologis
maupun spiritual. Adapun unsur-unsur spiritualitas tersebut adalah : Kesehatan spiritual,
kebutuhan spiritual dan kesadaran spiritual. Dimaksud dengan kesehatan spiritualitas
sebagai upaya sungguh-sungguh manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup melalui
pribadi, kelompok dan institusi yang terintegrasi. Pencapaian ini merupakan suatu proses
perjalanan hidup yang bukan hanya mencari takdir tetapi juga langkah-langkah perbaikan
nasib yang lebih baik, bermakna dan bermanfaat. Karena dengan kesehatan spiritualitas
berarti berada pada posisi hidup yang seimbang. Dengan posisi tersebut maka kehidupan
manusia akan memiliki kekuatan untuk mengurangi kecenderungan berbuat salah dan dosa
sehingga memudahkan manusia untuk menuju kebaikan, kebenaran, keindahan,
kebermaknaan, kebermanfaatan, dan kemenyatuan hidup. Dari sinilah manusia akan
menjadi pribadi yang unik yang dapat memancarkan berbagai kekuatan untuk berkreasi,
bersifat humanis dan memberikan banyak inspirasi pada sesama.14
Kemudian kebutuhan spiritualitas adalah bahwa setiap yang hidup dan
berkehidupan itu bisa dikatakan hidup yang sesungguhnya, apabila dalam proses, aktifitas
dan dinamika kehidupannya ada keterlibatan dengan dimensi spiritualitas. Bahkan
keterlibatan dimensi spiritualitas dalam kehidupan ini, akan dapat membangkitkan energi
dan kekuatan positif, sehingga dapat menjadikan kehidupan ini semakin bermakna,
bermanfaat dan bermartabat. Dengan kebermaknaan dan kebermanfaatan tersebut maka
13
Desmita, Psikologi Transpersonal: Wacana Spiritualitas dalam Psikoterapi dan Konseling Kontemporer, Blog
Psikologi Transpersonal, di ambil pada tanggal 15 Februari 2015.
14
Caroline Reynolds, Spiritual Fitness – Seven Week Guide to Finding Meaning And Sacredness in Your Everyday
Life, Terj. (Yogyakarta : Pustakabaca, 2005), hlm. ix-x.
kehidupan akan mendapatkan kedamaian dan keberkahan dalam ridlo Allah Tuhan semesta
alam. Hal ini juga sejalan dengan spiritualitas sebagai sumber kehidupan, sumber energi,
dan sekaligus sebagai sumber kekuatan manusia.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan kesadaran spiritualitas adalah bahwa inti
kemanusiaan manusia atau manusia dikatakan sebagai manusia terletak pada kesadarannya,
dan kesadaran tersebut akan bisa dicapai apabila bersinergi dan beintegrasi dengan dimensi
spiritualitas. Sehingga dengan kesadaran spiritualitas potensi, fitrah, energi dan berbagai
kemampuan manusia akan dapat dikembangkan dan disempurnakan. Oleh karena itu dengan
kesadaran spiritualitas ini implikasinya adalah tugas, fungsi, peran, dan signifikansi
manusia sebagai hamba Allah (Abdullah) dan khalifah Allah (khalifatullah) serta sebagai
pewaris para nabi dan rasul (warosat al ambiya wa al mursalin), akan dapat dilaksanakan
dengan benar dan baik sesuai dengan kodrat dan ketentuan Allah SWT.
Dengan demikian maka kehidupan itu menjadi semakin dinamis, dan dinamika
tersebut telah meniscayakan adanya pergerakan, perobahan, dan penyempurnaan terus
menerus tiada henti sampai kapanpun dan dimanapun. 15 Oleh karena itu dinamika kehidupan
tersebut memerlukan tiga titik sentral penting yang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Pertama, titik keberangkatan sebagai pijakan dan dasar kehidupan. Kedua, titik proses
dengan cara melakukan pendampingan dan pengawalan pengelolaan. Kemudian yang
ketiga, titik tuju yang berfungsi untuk membangun orientasi dan arah kehidupan. Ketiga
titik diatas tidak dapat berjalan dan berproses dengan baik tanpa adanya keterlibatan
dimensi spiritualitas. Sehingga keberlangsungan dan keberlanjutan dinamika kehidupan
akan berjalan sesuai dengan harapan dan mendekati kehendak Yang Kuasa.

15
Lihat Teori Keizen : Bahwa manusia itu memiliki hasrat penyempurna yang harus selalu dikelola dan
dikembangkan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai