Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Pembelajaran Iqra’
1. Pengertian
Penanaman nilai-nilai agama pada anak usia dini memiliki
beberapa kelebihan yang tidak dapat dimiliki pada masa sesudahnya. Pada
usia dini, jiwa anak masih bersih dan fitrah. Anak terlahir dalam keadaan
suci, sehingga pengaruh apapun yang ditanamkan dalam jiwa anak akan
bisa tumbuh dengan suburnya. Sebagaimana dengan penanaman nilai-nilai
agama anak pada usia dini yang tentu saja dapat tumbuh dengan subur, hal
ini juga dapat dipengaruhi dengan faktor lingkungan orang tua. Anak
sangat identik dalam hal meniru atau mengikuti si orang tua/pendidik.
Oleh karena itu, sebagaimana pembiasaan orang tua anak kemungkinan
besar akan ditiru atau diikuti oleh anaknya. Sebagaimana hadits dibawah
ini:
‫ع ْه‬ َ ‫ع ْه ْانعَ ََل ِء‬
َ ًِ ٍِ‫ع ْه أَب‬ َ ‫ي‬ َّ ‫ٌز ٌَ ْعىًِ اند ََّر َاَ ْر ِد‬ ِ ‫ع ْبد ُ ْانعَ ِز‬ َ ‫َحدَّثَىَا قُت َ ٍْبَتُ ب ُْه‬
َ ‫س ِعٍ ٍد َحدَّثَىَا‬
ِ‫ط َرة‬ َ ًُ‫ان ت َ ِهدُيُ أ ُ ُّم‬
ْ ‫عهَى ْان ِف‬ ٍ ‫س‬َ ‫سهَّ َم قَا َل ُك ُّم إِ ْو‬
َ ََ ًِ ٍْ َ‫عه‬ َّ ‫صهَّى‬
َ ُ ‫َّللا‬ َّ ‫سُ َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫أَبًِ ٌُ َرٌ َْرة َ أ َ َّن َر‬
ُ‫ان ت َ ِهدُي‬
ٍ ‫س‬َ ‫ساوِ ًِ فَإ ِ ْن َكاوَا ُم ْس ِه َمٍ ِْه فَ ُم ْس ِه ٌم ُك ُّم إِ ْو‬ َ ‫ص َراوِ ًِ ٌََُ َم ِ ّج‬ّ ِ َ‫ََأَبَ َُايُ بَ ْعد ُ ٌُ ٍَ ّ ُِدَاوِ ًِ ٌََُى‬
‫ضىَ ٍْ ًِ إِ ََّّل َم ْرٌَ َم ََا ْبىَ ٍَا‬
ْ ‫ان فًِ ِح‬ ُ ‫ط‬ َ ٍْ ‫ش‬ َّ ‫أ ُ ُّمًُ ٌَ ْه ُك ُزيُ ان‬

Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz Ad Darawadri dari Al 'Ala
dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Setiap anak itu dilahirkan
dalam keadaan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani dan majusi
(penyembah api). Apabila kedua orang tuanya muslim, maka
anaknya pun akan menjadi muslim. Setiap bayi yang dilahirkan
dipukul oleh syetan pada kedua pinggangnya, kecuali Maryam dan
anaknya (Isa).” (H.R Shahih Muslim)1

1
Hadist Shahih Muslim, Bab Kitab Takdir, No. 4807
Fitrah dinyatakan secara sederhana yaitu sebuah kandungan potensi
pada kemampuan berpikir manusia dimana rasio atau intelegensia
(kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya, dalam memahami agama
Allah secara damai di dunia ini. Fitrah adalah kata yang selalu digunakan
untuk menunjukkan kesucian sekalipun dalam bentuk abstrak
keberadaannya selalu dikaitkan degan masalah moral.2 Sehingga sebuah
fitrah adalah kata yang digunakan dalam kesucian yang di dalamnya
terkandung sebuah kemampuan dalam berkembangnya pola pikir pada
aspek pendidikan umum maupun agama. Sehingga yang dimaksudkan
pada hadist diatas sebuah kesucian anak dalam berkembangnya hidup di
lingkungan keluarga yang akan membawanya pergi ke arah seperti apa.
Berdasarkan hadist diatas terdapat hubungan yang relevan pada
sebuah teori terkenal yaitu Tabula Rasa. Teori ini kerap kali digunakan
dalam dunia pendidikan anak usia dini. John Locke adalah seorang tokoh
filsuf dari Inggris mengatakan pada teori Tabula Rasa bahwa anak lahir
ibarat sebuah kertas kosong yang mana membutuhkan sosok dewasa untuk
mengisi dan mewarnai kertas kosong tadi.
Dikatakan pada hadist “....Setiap anak itu dilahirkan dalam
keadaan fitrah...”, kemudian ada keselarasan pada teori Tabula Rasa yang
berbunyi bahwa jika jiwa seseorang seperti lembaran kertas kosong. Kedua
pernyataan tersebut memiliki arti yang sama, bahwa benar adanya seorang
anak yang baru lahir memiliki jiwa dalam keadaan bersih, dan suci.
Kemudian diselaraskan lagi pada pernyataan berikutnya, “Lalu kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani,
dan majusi (penyembuh api)...” yang memiliki kesamaan arti juga pada
kelanjutan teori Tabula Rasa yaitu lembaran kertas kosong tadi yang
kemudian dapat ditulis sampai berisi dan berwarna yang tergantung
bagaimana orang tuanya akan membawanya atau mewarnai kehidupan
anaknya.3

2
Guntur Cahaya Kesuma, Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal
Pengembangan Masyarakat, Vol. 6, No. 2. 2013. h. 84
3
RR. Imamul Muttakhidah, Pergeseran Prespektif “Human Mind” John Locke dalam
Paraadigma Pendidikan Matematika, Jurnal AdMathEdu, Vol. 6 No. 1, 2016. h. 48
Ditegaskan pula, pada Firman Allah SWT yang berbunyi:
ۡ َۡ َ ۡ ۡ ََ ۡ ‫َۡۡ ۡ َّ َ ذ‬
ۡۡ٣ۡ ‫ ۡ ۡٱق َرۡأ ۡ َو َر ُّبك ۡٱۡلك َر ُۡم‬٢ۡ ‫ن ۡن ِۡن ۡعل ٍق‬ َٰ َ ‫ ۡ ۡ َخلَ َق ۡٱ ِۡل‬١ۡ ‫ك ۡٱَّلِي ۡ َخلَ َق‬
َۡ ‫نس‬ ِ ‫ٱقرۡأ ۡۡب ِٱس ِۡم ۡرب‬
َ َ َ َٰ َ ۡ َ ‫َ ذ‬ َ َۡ ‫َذ‬ ‫ذ‬
ۡ ۡ٥ۡ‫نۡ َناۡل ۡم َۡي ۡعل ۡم‬ ۡ ‫ۡعل ۡمۡٱ ِۡلنس‬٤ۡ‫ٱَّلِيۡعل َمۡۡب ِٱلقل ِۡم‬

Artinya:
“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,(4)Yang
mengajar (manusia) dengan pena, (5) Dia mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya.” Q.S al-Alaq (96) ayat 1-5. 4

Berdasarkan Q.S al-Alaq ayat 1-5 diatas, memiliki makna yang


terkandung, yaitu menegaskan akan kekuasaan Allah dalam menciptakan
manusia dan perintah menuntut ilmu dengan selalu membaca, dan menulis.
Quraish Shihab dalam tafsirnya menyatakan bahwa terkait ayat pendidikan
yang terkandung dalam Q.S al-Alaq ayat 1-5 terdapat tiga nilai pendidikan
dalam surat ini, yaitu: 5
a. Nilai-nilai Pendidikan Keterampilan
Dalam Q.S al-Alaq ayat 1-5 telah memuat materi-materi dasar
keterampilan dalam pendidikan yang dapat dikembangkan dalam
pendidikan-pendidikan selanjutnya sesuai dengan perkembangan jiwa
dan daya serap peserta didik. Adapun materi pendidikan yang
tergambar dalam ayat 1 dan 3 (membaca), ayat 2 (mengenal diri
melalui proses penciptaan secara biologis), dan ayat 4 (menulis).
b. Nilai Pendidikan Ketuhanan
Secara implisit diungkapkan pada ayat pertama, Allah SWT
yang telah menciptakannya dari „alaq. Dengan demikian pendidikan
tauhid merupakan pendidikan yang harus ditanamkan kepada peserta
didik sejak awal.

4
Departemen Agama RI, Al-Hikmah: Al-Qur‟an Terjemahannya, h. 597
5
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesandan Keserasian Al-Qur‟an, Jilid 15,
(Jakarta:Lentera Hati, 2004), h.260
c. Nilai Pendidikan Akal (Intelektual)
Kaitannya dengan QS. Al-Alaq bahwa Allah SWT
menciptakan manusia sebagai makhluk sempurna yang diberikan
potensi luar biasa yaitu akal.

Penanaman nilai-nilai agama dapat diberikan dengan cara


perbuatan, ucapan, maupun perlakuan dari orang tua dalam kesehariannya.
Orang tua menjadi pusat kehidupan rohani anak dan penyebab
berkenalannya dengan dunia luar, maka sikap perilaku dan pemikiran anak
merupakan cermin dari pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Usia
prasekolah merupakan usia yang paling subur dalam menanamkan nilai-
nilai keagamaan pada anak yang akan berpengaruh nantinya pada
kebiasaan-kebiasaan anak sesuai dengan ajaran agama islam yang salah
satunya adalah pembelajaran tentang Al-Qur‟an.6
‫ع ْه‬ ّ ‫سهَ ِم‬
َ ًِ ُّ ‫انرحْ َم ِه ان‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫ع ْهقَ َمتَ ب ِْه َم ْرث َ ٍد‬
َ ًِ‫ع ْه أَب‬ َ ‫ع ْه‬
َ ‫ان‬ ُ ‫َحدَّثَىَا أَبُُ وُعٍَ ٍْم َحدَّثَىَا‬
ُ ٍَ‫س ْف‬
َ‫ضهَ ُك ْم َم ْه تَعَهَّ َم ْانقُ ْرآن‬
َ ‫سهَّ َم ِإ َّن أ َ ْف‬
َ ََ ًِ ٍْ َ‫عه‬ َّ ‫صهَّى‬
َ ُ ‫َّللا‬ َ ‫عثْ َمانَ ب ِْه‬
ُّ ‫عفَّانَ قَا َل قَا َل انىَّ ِب‬
َ ً ُ
ًُ‫عهَّ َم‬
َ ََ
Artinya :
“Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim Telah menceritakan
kepada kami Sufyan dari Alqamah bin Martsad dari Abu
Abdurrahman As Sulami dari Utsman bin 'Affan ia berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang yang paling utama
di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan
mengajarkannya.”H.R Shahih Bukhori.7

Al-Qur‟an secara etimologi artinya sesuatu yang dibaca, yang


menyiratkan anjuran kepada umat Islam untuk membaca Al-Qur‟an. Al-
Qur‟an juga bentuk mashdar dari al-Qiro‟atu yang artinya menghimpun
dan mengumpulkan. Sehingga memiliki penjelasan bahwa seolah-olah Al-
Qur‟an menghimpun beberapa huruf, kata, yang kemudian menjadi
kalimat secara tertib sehingga tersusun rapi dan benar. Secara
terminologis, Al-Qur‟an adalah firman Allah swt. yang disampaikan oleh
6
Lina Amellia, Mik Salmina, Siti Hasibah, Efektivitas Metode Iqra‟ Modifikasi dengan
Teknik Pembiasaan dalam Mengingatkan Kemampuan Mengenal Huruf Hijaiyyah Anak Usia Dini
di KB PAUD Melati Banda Aceh, Jurnal. Vol. 3 No. 2. (Desember 2017), h. 71.
7
Hadist Shahih Bukhori, Kitab Keutamaan Al-Qur‟an, No. 4640
Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah swt. kepada Nabi
Muhammad saw. dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke
generasi tanpa ada perubahan sama sekali. Oleh karena itu, Al-Qur‟an
harus dibaca dengan benar sesuai dengan mahkraj dan sifat-sifat hurufnya
yang dipahami, dihayati, diresapi makna yang terkandung dan diamalkan
di kehidupan sehari-hari.8 Untuk bisa membaca Al-Qur‟an dengan baik
dan benar tentu harus memiliki jiwa konsisten agar fokusnya jatuh pada
belajar Al-Qur‟an.
Pembelajaran Iqra‟ adalah salah satu metode yang sangat umum
dan efektif digunakan untuk mengenal huruf hijaiyah dan kunci bisa
membaca Al-Qur‟an. Pembelajaran ini salah satu metode yang
menekankan pemahaman dengan membaca huruf-huruf hijaiyah dari
permulaan dengan disertai aturan bacaan/ kaidah tajwid, tanpa makna, dan
tanpa lagu dengan tujuan agar dapat membaca Al-Qur‟an sesuai dengan
kaidahnya yang ditekankan langsung pada latihan membaca tersebut.
Menurut Menteri Agama RI pembelajaran Iqra‟ ini adalah cara cepat
belajar baca Al-Qur‟an. Tujuan dari pembelajaran ini sendiri adalah untuk
menyiapkan anak didik menjadi generasi yang Qur‟ani yaitu generasi yang
mencintai Al-Qur‟an, komitmen dengan AL-Qur‟an dan menjadikannya
sebagai bacaan dan pandangan hidup sehari-hari. Selama pembelajaran
Iqra‟ berlangsung sama sekali tidak membutuhkan alat yang bermacam-
macam, karena pembelajaran ini menekankan pada bacaan huruf Al-
Qur‟an dengan baik dan benar.9
Adapun buku dalam pembelajaran Iqra‟ yang terdiri dari 6 tingkat,
yang dimulai dari tingkat sederhana, sampai pada tingkatan yang
sempurna. Iqra‟ ini disusun oleh Ustadz As‟ad Humam dari Yogyakarta.
Dalam buku Iqra, di setiap jilid atau tingkat terdapat petunjuk dalam

8
Anshori, Ulumul Qur‟an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), h.17
9
Dahlia, M.Syukri, Marmawi. R, Penerapan Metode Iqro‟ Dalam Mengenalkan Huruf
Hijaiyah pada Anak Usia 4-5 Tahun di Paud Cahaya, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, Vol. 3, No. 6 (2014), h. 2
pembelajarannya dengan maksud untuk memudahkan setiap orang belajar
maupun mengajarkannya.10
2. Tujuan Pembelajaran Iqra’
Pembelajaran Iqra‟ sendiri mengharapkan generasi muda saat ini
menjadi generasi qur‟ani yang mencintai Al-Qur‟an. Hal tersebut
merupakan bagian salah satu dari enam rukun iman, yaitu Iman kepada
Kitab Allah swt. Dengan begitu semakin jelas dan terarah bahwa umat
islam memang harus berpedoman pada Al-Qur‟an dan as-Sunnah pada
kehidupannya.11
Belajar Iqra‟ adalah bentuk awal pada anak dalam mempelajari Al-
Qur‟an, yang nantinya mampu menumbuhkan kecerdasan spritualnya.
Dalam pembelajaran Iqra‟ ini, anak dapat mengetahui serta memahami tata
aturan baca huruf hijaiyah di pembelajaran Iqra‟ sesuai dengan kaidah nya.
Hal tersebut adalah penilaian kognitif anak dalam belajar Iqra‟, seperti
memahami makhrojul huruf, ilmu tajwid dengan baik dan benar.
3. Indikator Pembelajaran Iqra’
Berikut beberapa materi dalam pembelajaran buku Iqra‟ tingkat 1
sampai 6 beserta indikator pembelajaran Iqra‟.
a. Iqra‟ 1
Peserta didik mampu membaca lafal huruf hijaiyah dari ‫ا‬
sampai ‫ ي‬dengan baik dan benar.
1) Peserta didik mengidentifikasi huruf-huruf hijaiyah dengan baik
dan benar secara acak.
2) Peserta didik membedakan secara tepat bunyi huruf-huruf yang
memiliki makhroj berdekatan seperti ‫ ا‬dengan ‫ع‬, ‫ س‬dengan ‫ش‬,
dan huruf lainnya.

10
KH. As‟ad Humam, Buku Iqro‟ Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur‟an,
(Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional Team Tadarus “AMM”, 2000), h. 1
11
Zulfitria, Zainal Arif, Penerapan Metode Iqro sebagai Kemamppuan Dasar Membaca
Al-Qur‟an di TK Hiama Kids, Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 2, No. 2, (2019). h. 60
b. Iqra‟ 2
Peserta didik mampu membaca Iqra‟ tingkat 2 dengan baik dan
benar.
1) Peserta didik melafalkan huruf hijaiyah sambung dengan lancar
baik dan benar.
2) Peserta didik memahami huruf hijaiyah yang sama namun ada
perbedaan bentuk antara huruf sambung dengan huruf yang
berdiri sendiri dengan baik dan benar.
3) Peserta didik membedakan huruf panjang dua harakat dan huruf
yang dibaca pendek dengan baik dan benar.
c. Iqra‟ 3
Peserta didik mampu membaca Iqra‟ tingkat 3 dengan baik dan
benar.
1) Peserta didik mengidentifikasi bunyi fathah, kasrah, dan
dhommah pada huruf hijaiyah dengan baik dan benar.
2) Peserta didik memahami YA‟ sukun atau YA‟ mati dan WAU
sukun atau WAU mati dengan baik dan benar.
3) Peserta didik membedakan serta melafalkan huruf panjang empat
harakat, dua harakat, dan huruf pendek dengan baik dan benar.
d. Iqra‟ 4
Peserta didik mampu membaca Iqra‟ tingkat 4 dengan baik dan
benar.
1) Peserta didik memahami bacaan tanwin pada tanda fathah,
kasrah, dan dhommah dengan baik dan benar.
2) Peserta didik memahami bacaan YA‟ mati atau YA‟ sukun dan
WAU sukun atau WAU mati saat huruf didepannya saling berbeda
dengan baik dan benar.
3) Peserta didik mengidentifikasi huruf MIM sukun atau MIM mati
dan NUN sukun atau NUN mati dengan baik dan benar.
4) Peserta didik melafalkan huruf qolqolah dengan jelas baik dan
benar.
5) Peserta didik membedakan lafal Alif mati, „ain mati, Kaf mati,
dan Qaf mati dengan baik dan benar.
e. Iqra‟ 5
Peserta didik mampu membaca Iqra‟ tingkat 5 dengan baik dan
benar.
1) Peserta didik memahami banyak alif, dan alif lam yang dianggap
tidak ada di sebuah kalimat hijaiyah pada tingkat ini dengan baik
dan benar.
2) Peserta didik memahami ketentuan bunyi huruf terakhir pada
waqaf/berhenti dengan baik dan benar.
3) Peserta didik memahami lafal pada tanwin dan TA Marbutah jika
berada pada huruf terakhir pada waqaf/berhenti dengan baik dan
benar.
4) Peserta didik Peserta didik membedakan serta melafalkan huruf
panjang lima harakat, empat harakat, dua harakat, dan huruf
pendek dengan baik dan benar.
5) Peserta didik memahami lafal tanda tasydid saat sebelumnya
bertemu dengan huruf bacaan panjang maupun pendek dengan
baik dan benar.
6) Peserta didik memahami bacaan yang mengandung Idgham
Bighunnah, Ikhfa Syafawi, dan Idgham Bilaghunnah dengan baik
dan benar.
7) Peserta didik melafalkan kalimat Allah saat sebelumnya
berharakat A, I, U dengan baik dan benar.
f. Iqra‟ 6
Peserta didik mampu membaca Iqra‟ tingkat 6 dengan baik dan
benar.
1) Peserta didik mengidentifikasi bacaan Idghom Bighunnah, Iqlab,
dan Ikhfa Haqiqi dengan baik dan benar.
2) Peserta didik memahami jenis-jenis waqaf dengan baik dan benar.
3) Peserta didik melafalkan jenis tanda baca pada huruf terakhir
waqaf dengan baik dan benar.
4) Peserta didik melafalkan huruf-huruf awal surat dengan baik dan
benar.12

B. Teori Perkembangan Kognitif Piaget


1. Hakikat Teori Perkembangan Kognitif
Perkembangan dikatakan sebuah perubahan ke arah menuju
terwujudnya hakikat manusia yang bermartabat atau berkualitas.
Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu (karena perkembangan
individu dapat mengalami perubahan perilaku yang dapat dipertahankan
atau ditinggalkan. Maka dari itu dikatakan perkembangan adalah suatu
fakta yang tidak akan bisa berhenti. Setiap perkembangan memiliki
tahapan yaitu dikenangkan, kandungan, anak, remaja, dewasa, lalu lansia.
Lalu juga perkembangan yang menggunakan patokan umur, dan
digolongkan dalam masa prenatal, masa bayi, masa anak sekolah, masa
remaja, dan masa dewasa.13
Kemampuan Kognitif adalah salah satu domain penilaian dalam
dunia pendidikan Indonesia. Domain penilaian tersebut sering disebut
dengan tiga ranah taksonomi Bloom, yang terdiri dari ranah kognitif,
psikomotorik, dan afektif. Ranah kognitif sendiri adalah kemampuan
berpikir anak secara kompleks, penalaran, serta pemecahan dalam
masalah. Kognitif sendiri bertujuan memudahkan peserta didik menguasai
pengetahuan umum yang lebih luas sehingga anak mampu melanjutkan
fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan
lingkungan.14

12
Hasra Manurung, Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur‟an Melalui Metode Iqra‟ di TPA
Wadhuli Jannati Desa Mukti Jaya Kec. Baebunta Kab. Luwu Utara. SKRIPSI. Palopo: Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri. 2019. h. 39
13
Zainal Aqib, Ahmad Amrullah, Ensiklopedia Pendidikan & Psikologi, (Yogyakarta:
Andi, 2017), h. 148
14
Muchammad Nursalim, dkk, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2019), h. 28
Proses perkembangan pada anak sendiri memiliki beberapa prinsip
pada perkembangannya yang berlaku pada perkembangan kognitif pada
anak, yaitu sebagai berikut:15
a. Keseluruhan aspek perkembangan (fisik, emosi, kognitif, maupun
sosial) akan saling memengaruhi. Apabila seorang anak memiliki
masalah dengan salah satu aspek perkembangannya, maka akan
memberikan pengaruh pada aspek perkembangan lainnya.
b. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan, pada perkembangan
setiap anak berlangsung pada waktu dan tempo yang berbeda. Ada
anak yang memiliki perkembangan cepat dan ada pula yang memiliki
perkembangan lambat
c. Setiap fase perkembangan memiliki ciri khas, pada setiap
pertumbuhan anak memiliki cirinya sendiri sesuai dengan
perkembangannya.

2. Jean Piaget
a. Biografi
Jean Piaget dilahirkan di Nauchatel, Switzerland pada 09
Agustus 1896. Ayahnya bernama Arthur Piaget yang merupakan
seorang Profesor Sastra dalam bidang sejarah dan ibunya pula
bernama Rebecca Jackson. Jean adalah pakar psikologi yang sangat
populer dalam sejarah perkembangan psikologi. Beliau merupakan
anak pertama yang suka berdikari dan berminat tentang ilmu alam,
dan memulai kariernya sebagai penulis dengan menerbitkan
karangannya yang pertama tentang burung pipit albino dalam majalah
ilmu pengetahuan alam pada usia yang teramat muda yaitu 10 tahun.16
Beliau menyelesaikan pendidikan doktor di usia 22 tahun. Ia
juga membantu direktur museum ilmu pengetahuan alam di Neuchatel
dengan membuat klasifikasi koleksi zoology. Disana, Jean mulai
belajar tentang moluska, dan menghasilkan karangan yang bagus

15
Rinda Fauzan, Pengantar Psikologi Perkembangan, h. 52
16
Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini, (Prenada Media Group: Jakarta,
2010), h. 48.
sehingga pada umur 15 tahun Jean ditawari kedudukan kurator koleksi
moluska di museum ilmu pengetahuan alam di Geneva. Namun Jean
menolak tawaran itu karena ia harus menyelesaikan sekolah menengah
terlebih dahulu.
Piaget mempunyai pengalaman kerja sama dengan berbagai
ahli di bidang intelegensi. Walau latar belakangnya adalah biologi, ia
gemar mengamati perilaku anak dari perkembangan kognitif yang
teorinya dikenal sampai hari ini. Piaget mengamati bahwa anak
mengembangkan kemampuan berpikir secara bertahap dari yang
sifatnya sederhana dan konkret menjadi kompleks dan abstrak sejalan
dengan kematangan fisik dan mentalnya. Ia tidak tertarik pada
kemampuan anak dalam menghitung sampai berapa banyak dan tinggi
rendahnya IQ anak. Sehingga penelitiannya di bidang intelegensi,
Piaget dapat mengharapkan hasil pemahaman terkait kapan,
bagaimana anak bisa menguasai konsep dasar pembelajaran.17
Selama masa remaja, menurut pengamatan Cornut (bapak
pelindungnya) bahwa Jean sudah terlalu memusatkan pikirannya pada
biologi yang bisa membuat pikirannya menjadi sempit. Oleh karena
itu, Cornut ingin mempengaruhi Jean dengan memperkenalkan
filsafat, khususnya karya Bergson. Buku-buku yang ditawarkannya
memperluas pandangan dan minatnya terhadap bidang filsafat,
keagamaan, dan logika. Hal ini tentu membuatnya mulai tertarik pada
cabang epistemologi, yakni suatu cabang filsafat yang mempelajari
soal pengetahuan. Ia merasa tertarik pada jawaban persoalan
epistemologi seperti: Terkait hakikat pengetahuan, dan proses
perolehan pengetahuan tersebut. Jean merasa bahwa jawaban tidak
dapat diperoleh hanya dari filsafat, namun juga harus dari ilmu
pengetahuan. Sehingga Jean menyimpulkan bahwa antara filsafat dan
ilmu pengetahuan ada pendekatan yang faktual dan dibutuhkan suatu
hubungan dari keduanya dan menjadikan konsentrasi Piaget ada pada
biologi dan filsafat pengetahuan. Biologi lebih pada pengetahuan yang
17
Irwanto, Felicia Y. Gunawan, Sejarah Psikologi: Perkembangan Perspektif Teoritis,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018), h. 275.
menggunakan metode ilmiah, dan filsafat menggunakan metode
spekulatif (berfikir sistematis).18
Selepas tamat sekolah menengah, Piaget melanjutkan pelajaran
ke University Nauchatel dan mendapat Ph.D pada usia 22 tahun.
Karena kejeniusannya beliau diangkat sebagai direktur penelitian di
Institut Jean-Jacques Rousseu di Geneva. Beliau memperoleh
kesempatan untuk mempelajari pemikiran anak, dan hasil
penelitiannya banyak dipublikasikan pada tahun 1923-1931
diantaranya “Bahasa dan Pikiran Anak-anak”. Selama penelitian,
Piaget semakin yakin dengan adanya fakta perbedaan antara proses
pemikiran anak dengan orang dewasa. Hal ini bukan karena anak
berpikir kurang efisien dari orang dewasa, namun cara berpikirnya
saja yang berbeda dari orang dewasa. Inilah yang mempengaruhi
pandangan Piaget mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak.
Studinya tentang masa perkembangan kognitif anak menyakinkan
Piaget bahwa pengertian dibentuk dari tindakan anak bukan dari
bahasa anak.19
b. Karya-karya
1) Piaget, J. (1950). Introduction à l‟Épistémologie Génétique. Paris:
Presses Universitaires de France.
2) Piaget, J. (1961). La psychologie de l'intelligence. Paris: Armand
Colin (1961, 1967, 1991). Versi online
3) Piaget, J. (1967). Logique et Connaissance scientifique,
Encyclopédie de la Pléiade.
4) Inhelder, B. dan J. Piaget (1958). The Growth of Logical
Thinking from Childhood to Adolescence. New York: Basic
Books.
5) Inhelder, B. dan Piaget, J. (1964). The Early Growth of Logic in
the Child: Classification and Seriation. London: Routledge and
Kegan Paul.

18
Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget”, (Yogyakarta: Kanisius,
2001), h. 11.
19
August Ufie, Implementasi Teori Genetik, h. 28
6) Piaget, J. (1928). The Child's Conception of the World. London:
Routledge and Kegan Paul.
7) Piaget, J. (1932). The Moral Judgment of the Child. London:
Kegan Paul, Trench, Trubner and Co.
8) Piaget, J. (1952). The Child's Conception of Number. London:
Routledge and Kegan Paul.
9) Piaget, J. (1953). The Origins of Intelligence in Children.
London: Routledge and Kegan Paul.
10) Piaget, J. (1955). The Child's Construction of Reality. London:
Routledge and Kegan Paul.
11) Piaget, J. (1971). Biology and Knowledge. Chicago: University of
Chicago Press.
12) Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
13) Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK:
Psychology Press.20

3. Teori Perkembangan Kognitif Menurut Piaget


Piaget menyatakan bahwa perkembangan adalah sebuah proses
spontan dimana organisme memainkan peran aktif. Proses perkembangan
terdiri dari empat faktor yakni: maturasi (pematangan), pengalaman
transmisi sosial, dan faktor ekuilibrasi yang bersifat menyatukan
semuanya. Perkembangan dihasilkan dari kombinasi antara pertumbuhan
biologis, aktivitas, atau pengalaman yang terarah, perkembangan informasi
yang ditransmisikan secara sosial, dan kecenderungan bawaan individu
untuk mengusahakan keseimbangan.21
Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan
tidak dapat diputar kembali. Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk
dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap yang sederhana
menuju ke tahap yang lebih tinggi. Perkembangan itu bergerak secara

20
Jean Piaget, diakses dari
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Jean_Piaget&oldid=18944342, pada tanggal 18
November 2021pukul 20.28.
21
Neil J Salkind, Pandangan Kognitif-Developmental Dalam Perkembangan Manusia,
diterjemahkan oleh M. Khozim, (Bandung: Nusamedia, 2021), h. 15
berangsur-angsur tetapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap ke bentuk/tahap
berikutnya yang semakin bertambah maju setiap harinya, mulai dari masa
pembuahan sampai berakhir pada kematian. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan pada tiap individu bersifat tidak pernah statis, melainkan
senantiasa mengalami perubahan-perubahan yang bersifat
berkesinambungan. Contohnya, seorang individu dari masa kanak-kanak
sampai menginjak remaja yang mengalami perkembangan pada struktur
fisik, mental maupun jasmani dan rohani.22
Kognitif merupakan salah satu aspek perkembangan peserta didik
yang berkaitan dengan pemikiran pada sebuah pengetahuan. Beberapa ahli
psikologi menggunakan istilah thinking atau pikiran yang merujuk pada
pengertian cognition (kognisi), yang mencakup pada penalaran,
pemecahan masalah, pembentukkan konsep-konsep, dan sebagainya.
Sehingga kognitif sendiri adalah sebuah pemikiran pada suatu pengetahuan
yang diproses melalui berpikir, ingatan, dan mengolah informasi.23
Pembelajaran Kogntif memiliki cangkupan mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Kognitif sendiri mengandalkan input sensoris dan
berfungsinya perhatian, pemrosesan informal, beberapa subsistem memori
secara memadai untuk mengonstruksi pengetahuan dan kecakapan, dan
pertunjukkan minat dari pendidik kepada peserta didik.24
Perkembangan kemampuan kognitif merupakan salah satu hal
penting dalam proses pendidikan yang secara langsung berkaitan erat
dengan proses belajar mengajar. Sehingga Jean Piaget mengatakan bahwa
sebuah pengalaman pendidikan harus dibangun pada seputar struktur
kognitif pembelajar.25 Piaget adalah tokoh yang paling banyak menaruh
fokus pada perkembangan anak-anak. Beliau memandang bahwa setiap
individu anak terdapat dua faktor yaitu pengenalan dan perasaan yang
digunakan dalam penyesuaian hidupnya. Dalam kedua faktor tersebut

22
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2011), h.9
23
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, h.97
24
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Cet
III, 2010), h.181
25
Muchammad Nursalim, dkk, Psikologi Pendidikan, h. 29
terdapat fungsi pikiran yang ternyata dalam pendapatnya tersebut tidak
dibawa anak sejak lahir melainkan baru akan muncul setelah mencapai
taraf perkembangan taraf perkembangan tertentu. Oleh karena itu, Piaget
menyebutkan ada empat tahapan usia anak pada perkembangan kognitif.26
Piaget juga menyatakan bahwa proses-proses penting dalam
perkembangan kognitif anak meliputi, skema, asimilasi, akomodasi,
organisasi, dan penyeimbangan. Skema Piaget mengatakan bahwa ketika
seorang anak mulai membangun pemahamannya tentang dunia, otak yang
berkembang pun membentuk skema. Hal ini merupakan tindakan-tindakan
atau representasi-representasi mental yang mengorganisasikan
pengetahuan. Dalam teori beliau, skema-skema perilaku (aktivitas-
aktivitas fisik) mencirikan masa bayi dan skema-skema mental (aktivitas-
aktivitas kogntif) berkembang pada masa kanak-kanak. Anak-anak yang
lebih tua memiliki skema-skema yang meliputi berbagai strategi dan
perencanaan untuk mengatasi persoalan.
Dengan asimilasi dan akomodasi, Piaget menawarkan dua konsep
itu untuk anak-anak yang dapat menggunakan skema-skema seraya
beradaptasi. Asimilasi terjadi ketika anak-anak memasukkan informasi
baru ke dalam skema-skema yang ada. Lalu akomodasi terjadi ketika anak-
anak menyesuaikan skema-skema mereka dengan informasi dan
pengalaman-pengalaman baru. Secara sadar, anak-anak
mengorganisasikan pengalaman-pengalaman mereka di dunianya. Piaget
mengatakan organisasi adalah pengelompokkan perilaku-perilaku dan
pemikiran-pemikiran yang terisolasi ke dalam sistem yang lebih teratur
dan lebih tinggi. Seorang anak laki-laki yang hanya memiliki pemikiran
samar tentang cara menggunakan sebuah palu mungkin saja memiliki
pemikiran samar terhadap alat-alat pertukangan yang lain. Setelah
mempelajari bagaimana menggunakan salah satu, ia menghubungkan
penggunaan-penggunaan ini dan mengorganisasikan pengetahuannya.
Contoh ini memperjelas bahwa pengalaman-pengalaman anak tadi akan
terorganisir sesuai dengan tempatnya, dan sekaligus dapat memperbaiki

26
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi, h. 70
pengalaman sebelumnya dengan pengalaman barunya. Perbaikan
organisasi ini secara terus-menerus merupakan bagian tak terpishakan dari
perkembangan anak.
Penyeimbangan dan tahap perkembangannya Piaget mengatakan
suatu mekanisme yang diajukannya untuk menjelaskan bagaimana anak-
anak berpindah dari satu tahapan pemikiran ke tahapan pemikiran
berikutnya. Perpindahan ini terjadi karena anak mengalami konflik
kognitif, atau ketidakseimbangan dalam usahanya memahami dunia. Pada
akhirnya, mereka akan menyelesaikan konflik tersebut dan mencapai suatu
keseimbangan pemikirannya. Dalam hal ini, beliau menyakini adanya
pergerakkan besar antara berbagai tahapan keseimbangan dan
ketidakseimbangan kognitif ketika proses asimilasi dan akomodasi
berlangssung bersama-sama untuk menghasilkan perubahan kognitif.27
Menurut Piaget, hasil dari proses-proses ini menunjukkan individu-
individu mengalami empat tahapan berkembang. Tahapan tersebut
berhubungan dengan usia anak yang bersangkutan dan terdiri atas cara-
cara pemikiran yang unik. Piaget yakin atas pemikirannya dan menyatakan
empat tahapan perkembangan kognitif tersebut, yakni:28
a. Tahap Sensorimotorik (0-2 Tahun)
Tahap ini berjalan sejak kelahiran hingga usia 2 tahun. Dicirikan
dengan fase interkoordinasi progresif dari skema menjadi lebih
kompleks dan terintegrasi. Pada fase pertama, respon-respon bersifat
bawaan dan berupa refleks-refleks yang tidak disengaja, seperti
misalnya menghisap. Pada fase selanjutnya, skema-skema refleks mulai
terkontrol secara sadar. Ketika skema-skema seperti menghisap,
melihat, dan menggenggam sungguh-sungguh terinkoordinasi, bayi
tidak hanya semata-mata mengenggam saja atau melihat saja, tetapi
melihat sesuatu untuk kemudian menggenggamnya. Perubahan pada
skema ini mengantar individu menuju skema berikutnya.

27
John W. Santrock, Perkembangan Anak, h. 243
28
Indana Zulfa, Impelemtasi Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget di TK Nafilah
Malang ( Skripsi Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017), h. 20
Piaget berpendapat bahwa pada tahapan ini menandai
perkembangan kemampuan dan pemahaman spesial dalam enam sub
tahapan:29
1) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam
minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dan usia enam minggu
sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.
3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia
empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan
koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia
9-12 bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau
dilihat dari sudut pandang yang berbeda (permanensi objek).
5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia 12-18
bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
6) Sub-tahapan awal representasi simbolis, berhubungan terutama
dengan tahapan awal kreativitas.
b. Tahap Pra-operasional (2-7 Tahun)
Tahap ini berjalan pada anak usia 2-7 tahun yang merupakan
tahap kedua Piaget. Di tahap ini, anak-anak mulai mempresentasikan
dunia dengan menggunakan kata-kata, bayangan, dan gambar. Pada
tahap ini, dibagi menjadi dua sub tahapan yang masing-masing
memiliki ciri khasnya, yaitu:
1) Pemikiran-pemikiran Simbolik (2-4 Tahun)
Sub tahapan ini berjalan melampaui koneksi-koneksi
sederhana dari informasi sensorik dan tindakan fisik. Konsep stabil
mulai terbentuk, pemikiran-pemikiran mental muncul,
egosentrisme tumbuh, dan keyakinan-keyakinan magis mulai

29
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan,( Jakarta: Kencana, 2011), h. 115
terkonstruksi. Dalam sub tahapan fungsi simbolik, anak
mendapatkan kemampuan untuk menggambarkan secara mental
sebuah objek yang tidak ada. Kemampuan ini sangat memperluas
dunia mental anak. Anak-anak menggunakan desain-desain acak
untuk menggambarkan orang, rumah, mobil, dan sebagainya.
Mereka mulai menggunakan bahasa dan melakukan permainan
“pura-pura” (permainan seorang menganggap dirinya sebagai
seseorang/sesuatu). Namun, meski anak-anak membuat kemajuan
yang unik dalam sub tahapan ini, kemajuan pemikiran mereka
masih memiliki beberapa batasan-batasan yang penting,
diantaranya egosentrisme (ketidakmampuan membedakan
perspektif diri sendiri dan perspektif diri orang lain), dan animisme
(keyakinan bahwa objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan
dan kemampuan bertindak).
2) Sub Tahapan Pemikiran Intuitif (4-7 Tahun)
Pada sub tahapan pemikiran intuitif anak-anak mulai
menggunakan pemikiran primitif dan ingin tahu jawaban dari
semua pertanyaan. Piaget menyebut sub tahapan ini intuitif karena
anak-anak tampaknya sangat yakin dengan pengetahuan dan
pemahaman mereka, tetapi tidak sadar bagaimana mereka
mengetahui apa yang mereka ketahui. Artinya, mereka tahu sesuatu
tapi memperoleh pengetahuan itu tanpa menggunakan pemikiran
rasional.30
c. Tahap Operasional Konkret (7-11 Tahun)
Pada tahapan ini berlangsung pada anak usia 7-11 tahun.
Pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran
tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret dan
spesifik. Anak-anak pada tahapan ini dapat menunjukkan
perkembangan yang sebagai ciri khas pada tahapan ini, yaitu:
1) Operasi-operasi konkret yang merupakan tindakan mental dua-arah
(reversible) terhadap objek-objek riil dan konkret. Pada tahapan ini

30
John W. Santrock, Perkembangan Anak, h. 252
dapat menggunakan konservasi yakni suatu tes kemampuan
pembalikkan berpikir anak di tahapan ini. Sebagai contoh, seorang
anak dihadapkan pada dua buah gumpalan tanah liat. Pembuat
eksperimen mengubah bentuk gumpalan tanah liat yang satu
menjadi bentuk yang panjan dan ramping, sementara yang lain
tetap seperti bentuk semula. Pada bentuk awal dua gumpalan maka
anak setuju bahwa kedua gumpalan tersebut memiliki jumlah yang
sama. Namun saat salah satunya dirubah bentuknya, maka anak
menjawab “Tidak, karena bentuk yang lebih panjang memiliki
jumlah tanah liat lebih banyak.” 31
2) Sudah cukup mampu mengembangkan operasi logis namun tetap
terbatas yang diperuntukkan pada objek konkret saja.

d. Tahap Operasional Formal (7-15 Tahun)


Pada tahapan Piaget yang terakhir ini, muncul antara usia 11-15
tahun. Dalam tahapan ini, individu bergerak melalui pengalaman-
pengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara yang abstrak dan
lebih logis. Sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstrak, mereka
mengembangkan gambaran-gambaran tentang situasi-situasi ideal.
Mereka mungkin berpikir seperti apa orang tua yang ideal, dan
membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal mereka.
Mereka juga mulai menyukai gambaran tentang masa depan dan
membayangkan akan jadi apa mereka kelak.
Dalam menyelesaikan persoalan, para pemikir formal ini akan
lebih sistematis dan menggunakan pemikiran logis. Demikian terdapat
ciri khas anak pada tahapan ini yaitu:
1) Pemikiran abstrak, idealis, dan logis.32
2) Egosentrisme remaja yang bercirikan pada anak dalam kepemilikan
kesadaran diri yang tinggi bahwa orang lain tertarik pada dirinya
sebagaimana dirinya tertarik pada dirinya sendiri. Hal ini mampu

31
John W. Santrock, Perkembangan Anak, h.255
32
John W. Santrock, Perkembangan Anak, h.257
memberikan arah yang negatif atau perilaku nekat seperti
penggunaan obat terlarang, bunuh diri, seks bebas yang berasal dari
pemikiran mereka yang tak terkalahkan (egocentricty).33

C. Indikator Pencapaian Pembelajaran Iqra dan Asumsi Awal


Berikut di bawah ini indikator pencapaian anak dalam pembelajaran
Iqra‟ yang kemudian diatur kembali disesuaikan dengan menggunakan teori
tahapan perkembangan kognitif Jean Piaget. Sesuai dengan teori tersebut
yang dimulai dari tahapan anak usia 0-2 tahun yakni sensorimotorik sampai
pada tahapan operasional konkret pada usia 7-15 tahun, sangat sulit
menemukan anak dalam tahap sensorimotorik sudah masuk dalam tahap
pembelajaran diluar. Sehingga tahap sensorimotorik pada indikator anak serta
asumsi awal ditiadakan.
Tabel 3
Indikator Pencapaian Anak disesuaikan dengan Kurikulum TPQ dan
Tahapan Usia Piaget beserta Asumsi Awal

Perspektif Piaget
Materi
No Tahapan Sub Tahapan/ Keterangan
Pembelajaran
Usia Ciri Khas
1. Tahapan - - Asumsi Awal Tahap
Sensorimo Sensorimotorik:
torik (0-2 Tahap masih cukup
tahun) jarang anak sudah
dalam proses belajar
Iqra‟. Melihat dari
teori Piaget, anak pada
usia ini baru belajar
berbicara apa yang
didengar, dilihatnya
dan dibacanya.
2. Tahapan a. Sub 1) Iqra‟ 1 Iqra‟ 1 berhasil tuntas
Pra- Tahapan atau sedang proses
operasiona Simbolik dengan baik dan
l (2-7 (2-4 tahun) benar.
Tahun) b. Sub 1) Iqra‟ 1 Iqra‟ 1 berhasil
Tahapan 2) Iqra‟ 2 dengan tuntas dengan
Pemikiran 3) Iqra‟ 3 baik dan benar. Lalu

33
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Terjemahan Tri Wibowo BS, (Prenadamedia
Group Divisi Kencana: Jakarta, 2017), h. 56
Perspektif Piaget
Materi
No Tahapan Sub Tahapan/ Keterangan
Pembelajaran
Usia Ciri Khas
Intuitif (4-7 melanjutkan ke Iqra‟ 2
tahun) lalu Iqra‟ 3 yang jika
sangat baik dan tekun
dalam mempelajarinya
maka peserta didik
dapat lulus Iqra‟ 3
ditahapan pra
operasional pada sub
pemikiran intuitif ini.

Asumsi Awal Tahap


Pra Operasional:
Anak pada tahap ini
sudah bisa untuk
diperkenalkan
pembelajaran Iqra‟.
Anak di usia ini pola
pikirnya adalah pola
pikir yang masih
bermain, maka
kemungkinan terbesar,
anak akan mengalami
kesulitan dalam
menaruh fokusnya
saat memahami huruf-
huruf hijaiyah.
3. Tahapan a. Kemampu- 1) Iqra‟ 3 Tidak jarang ada
Operasio- an 2) Iqra‟ 4 peserta didik yang
nal pembalik- masih berada di
Konkret kan tingkat Iqra‟ 3.
(7-11 Berpikir Namun juga ada yang
tahun) sudah bisa diluluskan
lalu melanjutkan Iqra‟
4.
b. Berpikir 1) Iqra‟ 4 Indikator di Iqra‟ 4
logis 2) Iqra‟ 5 sudah mulai agak
(terbatas) sulit, dan anak pada
tahapan ini cara
berpikirnya masih
terbatas, tetapi ada
juga yang sudah
mampu mengatasi
kesulitan materi
sehingga anak tak
jarang juga sudah
Perspektif Piaget
Materi
No Tahapan Sub Tahapan/ Keterangan
Pembelajaran
Usia Ciri Khas
masuk ke tingkat Iqra‟
5.

Asumsi Awal Tahap


Operasional
Konkret:
Anak pada usia ini
sudah mulai berpikir
logis dalam
menangkap materi
pembelajaran namun
memiliki keterbatasan
pada objek tertentu.
Sehingga tentu tetap
ada kesulitan dalam
belajarnya. Pola pikir
bermainnya masih
ada, tetapi sudah
mulai kendur jika
fokusnya mampi
tertata rapi pada saat
belajar.
4. Tahapan a. Berpikir 1) Iqra‟ 5 Pada tahapan ini anak
Operasio- abstrak, 2) Iqra‟ 6 sudah mulai bisa lebih
nal Formal idealis, dan 3) Al-Qur‟an fokus dan logis dalam
(11-15 logis pemikirannya. Namun
tahun) tidak semua anak
memiliki kecepatan
pembelajaran yang
sama, sehingganya
pencapaiannya yang
didapatkannya
berbeda-beda.

Asumsi Awal Tahap


Operasional Formal:
Pada usia ini, dunia
bermain anak sudah
bisa disebut akan
berakhir. Sehingga
proses belajarnya akan
semakin meningkat ke
hasil yang lebih baik
(jika menaruh
Perspektif Piaget
Materi
No Tahapan Sub Tahapan/ Keterangan
Pembelajaran
Usia Ciri Khas
perhatiannya pada hal
yang benar).
b. Egosentris- 1) Iqra‟ 5 Dikatakan bahwa pola
me remaja 2) Iqra‟ 6 bermain mereka
hampir usai, namun
terdapat faktor dari
egosentrisme remaja
yang dapat
memengaruhi proses
belajarnya mereka,
ketika anak menaruh
perhatian mereka pada
tempat yang tidak
benar. Sehingga
pencapaian mereka
bisa jadi masih pada
Iqra‟ 5.

D. Penelitian Terdahulu
1. Skripsi. Indana Zulfa. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Impelementasi Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget di TK
Nafilah Malang.
Dari judul skripsi tersebut ssudah diketahui bahwa lokasi
penelitian menerapkan teori perkembangan kognitif perspektif Jean Piaget
sebagai proses belajarnya. Sehingga didapatkan sebuah gambaran analisis
bagaimana proses belajar anak disana sesuai pada tahap-tahap usia
Piaget . Pada teori Piaget terdapat 4 tahapan yang kemudian hanya tahap
pra operasional yang diteliti pada skripsi ini. Hal ini dikarenakan lokasi
yang diambil adalah sebuah taman kanak-kanak yang rentang usianya
terletak pada tahap pra operasional. Inilah menjadi titik pembeda dengan
penelitian yang hendak diteliti, yaitu tahap perkembangan yang hanya
beberapa, dan objek penelitiannya yang berbeda dikarenakan peneliti
mengambil objek santri pada proses belajar Iqra‟ mereka.
2. Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Pembelajarannya. M. Fairuz Rosyid,
R, Umi Baroroh. Teori Belajar Kognitif dan Implikasinya dalam
Pembelajaran Bahasa Arab. UIN Sunan Kalijaga Yoogyakarta.
Banyak sekali teori belajar kognitif yang dicetuskan oleh beberapa
tokoh psikologi. Karya ilmiah diatas menggunakan beberapa nama tokoh
psikologi yang salah satunya terdapat teori Jean Piaget. Hal ini menjadi
persamaan dengan calon penelitian ini dengan mengambil perspektif Jean
Piaget sebagai tolak ukur yang diteliti dengan objeknya. Jurnal ini
berfokus pada implikasi pembelajaran bahasa Arab yang diambil analisis
dengan sudut pandang teori belajar kogntif. Pokok materi pelajarannya
menjadi titik pembeda dengan calon penelitian ini. Implikasi pada jurnal
ini memiliki beberapa aspek dalam pembelajaran bahasa Arab, yaitu
aspek tujuan, aspek lingkungan bahasa, aspek penggunaan media, aspek
kultur, aspek tingkatan pembelajaran, dan aspek model pembelajaran.
Sedangkan calon penelitian ini hanya berfokus pada kondisi sebenar-
benarnya pembelajaran Iqra‟ di TPQ Ma‟had Tahfidz Qur‟an Muslim
Robbani, Notoharjo yang kemudian ditinjau dengan teori Piaget.
3. Jurnal Ilmiah Pendidkan Guru Masdrasah Ibtidaiyah. Ridho Agung
Juwantara. Analisis Teori Perkembangan Kognitif Piaget pada
Tahap Anak Usia Operasional Konkret 7-12 Tahun dalam
Pembelajaran Matematika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perkembangan yang
berbeda-beda pada tiap usia tahap operasional konkret, yang kemudian
dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 yaitu usia 7-8 tahun, anak
belum bisa mengoperasikan perkalian dan pembaian angka desimal dan
pada skala angka yang mencapai ribuan. Selanjutnya kelompok 2 yaitu
usia 9-10 tahun, anak dapat mengoperasikan perkalian dan pembagian
dalam memecahkan soal yang terbentuk narasi dan cerita. Terakhir yaitu
kelompok 3 yang terdiri dari usia 11-12 tahun keatas, kemampuan anak
semakin kompleks, jika sebelumnya hanya dapat menghitung luas bangun
datar, pada fase ini anak sudah bisa menghitung luas, keliling, dan volume
bangun ruang.
Hasil diatas menunjukkan titik persamaan yang emnggunakan
teori perkembangan kognitif Piaget, lalu pembeda ada pada peneliti cukup
fokus pada ranah tahapan usia operasional konkret yang dilihat pada
perkembangan kognitif anak dalam pembelajaran matematika. Terdapat
gambaran kesamaan antara jurnal diatas dengan penelitian yang hendak
peneliti lakukan, namun fokus pembeda disini terletak pada tahapan yang
diteliti.

Anda mungkin juga menyukai