Anda di halaman 1dari 115

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Menurut ayat suci yang termaktub dalam Al_Qur’an dijelaskan bahwa anak lahir
seperti kertas putih, anak tersebut akan menjadi anak Majusi atau Yahudi, tergantung oleh
pendidikan yang diperoleh. Pendidikan untuk anak usia dini juga sangat penting dalam
pembentukan karakter pada anak. Menurut Islam pendidikan anak dimulai sejak anak dalam
kandungan. Contohnya seorang ibu disarankan banyak membaca ayat suci, Al_Qur’an, dan
dinasehatkan banyak berbuat kebajikan. Pada waktu ibu mengandung dianjurkan bayi yang
masih dalam kandungan di dengarkan lagu-lagu yang Islami, hal itu akan mempengaruhi
karakter anak jika kelak ia dewasa nanti itu merupakan bukti, bayi dalam kandungan terdidik
dengan baik.
Pada saat lahir, oleh ayahnya dikumandangkan suara adzan suara ini adalah suara
pertama kali yang dia dengar dan diharapkan kelak dia dewasa anak tergerak jika
mendengar adzan dan melaksanakan sholat.
Pada usia dini merupakan masa-masa Golden Age, pada masa golden age berumur 0-
6 tahun pada masa ini otak anak berkembang 80%. Pada masa ini pula anak-anak mudah
dibentuk oleh karena itu Anak perlu dibimbing dengan cara yang baik dan sesuai dengan
usianya, agar nantinya dia menjadi anak yang unggul dalam agama maupun intelektualnya.
Oleh Karena itu peran pendidik dan orang tua dalam mendidik anak sangat penting. Orang
tua dan pendidik harus melihat potensi anak yang dimilikinya dan orang tua maupun pendidik
harus membantu mengembangkan potensi yang dia miliki, dan jangan sampai orang tua
memaksa kehendak pada anaknya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pendidikan anak usia dini


2. Bagaiamana Standar kompetensi anak usa dini
3. Bagaimana Pandangan anak usia dini menurut islam

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Pendidikan anak usia dini


2. Untuk mengetahui Standar kompetensi anak usa dini
3. Untuk mengetahui Pandangan anak usia dini menurut islam
D. Manfaat Penulisan

Dengan mempelajari materi pendidikan anak usia dini dan pandangan islam tentang
anak, kita jadi mengetahui banyak hal mengenai pendidikan anak usia dini dan pandangan
islam tentang anak, selain itu manfaat yang diperoleh yaitu kita dapat mengetahui
perkembangan anak usia dini dan kita dapat memberikan stimulus-stimulus yang tepat pada
anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Pendidikan anak usia dini merupakan serangkaian upaya sistematis dan terprogram
dalam melakukan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendiikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan
lebih lanjut
Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan, tentulah memiliki dasar
hukum baik itu yang berasal dari dasar naqliyah maupun dasar aqliyah. Begitu juga halnya
dengan pelaksanakan pendidikan pada anak usia dini. Berkaitan dengan pelaksanaan
pendidikan anak usia dini, dapat dibaca firman Allah berikut ini:
Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur". (An Nahl: 78)

Berdasarkan ayat tersebut di atas, dipahami bahwa anak lahir dalam keadaan lemah
tak berdaya dan tidak mengetahui (tidak memiliki pengetahuan) apapun. Akan tetapi Allah
membekali anak yang baru lahir tersebut dengan pendengaran, penglihatan dan hati
nurani (yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya berada di hati). Menurut
pendapat yang lain adalah otak. Dengan itu manusia dapat membedakan di antara segala
sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya. Kemampuan dan indera ini
diperoleh seseorang secara bertahap, yakni sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang
maka bertambah pula kemampuan pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah
ia pada usia matang dan dewasanya.[1] Dengan bekal pendengaran, penglihatan dan hati
nurani (akal) itu, anak pada perkembangan selanjutnya akan memperoleh pengaruh sekaligus
berbagai didikan dari lingkungan sekitarnya. Hal ini pula yang sejalan dengan sabda Rasul
berikut ini:

‫سلَّ َم قَا َل ُك ُّل‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ِ َّ‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم َسي‬
ُ ‫ب َع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ أ َ َّن َر‬ َ ‫ي َع ْن‬ ُّ ‫َحدَّثَنَا َع ْبد ُ ْاْل َ ْعلَى َع ْن َم ْع َم ٍر َع ِن‬
ِِّ ‫الز ْه ِر‬
]2[ ‫سانِ ِه‬ َ ‫َص َرانِ ِه أ َ ْو يُ َم ِ ِّج‬ ْ ‫َم ْولُو ٍد يُولَد ُ َعلَى ْال ِف‬
ِّ ِ ‫ط َرةِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّ ِودَانِ ِه َويُن‬
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah
yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”.(HR. Bukhari,
Abu Daud, Ahmad)
Meskipun anak lahir dalam keadaan lemah tak berdaya serta tidak mengetahui apa-
apa, tetapi ia lahir dalam keadaan fitrah, yakni suci dan bersih dari segala macam keburukan.
Karenanya untuk memelihara sekaligus mengembangkan fitrah yang ada pada anak, orang
tua berkewajiban memberikan didikan positif kepada anak sejak usia dini atau bahkan sejak
lahir yang diawali dengan mengazankannya. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya fitrah
manusia menuntut pembebasan dari kemusyrikan dan akibat-akibatnya yang dapat menyeret
manusia kepada penyimpangan watak dan penyelewengan serta kesesatan di dalam berfikir,
berencana dan beraktivitas. Bagi manusia kepala merupakan pusat penyimpanan informasi
alat indera yang mengatur semua eksistensi dirinya, baik psikologis maupun biologis. Indera
pendengaran, penglihatan, penciuman dan indera perasaan diatur oleh kepala. Tatkala azan
berikut kalimah yang dikandungnya, yaitu kalimah Takbir dan kalimah Tauhid, meyentuh
pendengaran si bayi, maka kalimah azan tersebut ibarat tetesan air jernih yang berkilauan ke
dalam telinganya, sesuai dengan fitrah dirinya. Pada waktu itu si bayi belum dapat merasakan
apa-apa, hanya kesadarannya dapat merekam nada-nada dan bunyi-bunyi kalimah azan yang
diperdengarkan kepadanya. Kalimah terebut dapat mencegah jiwanya dari kecenderungan
kemusyrikan serta dapat memelihara dirinya dari kemusyrikan. Demikian pula kalimah azan
seolah-olah melatih pendengaran manusia (dalam hal ini anak bayi/usia dini) agar terbiasa
mendegarkan panggilan nama yang baik, sehingga hal ini menuntut para orang tua untuk
memberi (menamai) anaknya dengan nama yang baik serta memiliki makna yang baik pula.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasul:

‫ي َع ْن َع ْب ِد‬ ِِّ ‫صا ِلحٍ ْال َم ِ ِّك‬


َ ‫ي ب ِْن‬ ِِّ ‫ي َع ْن َع ِل‬ ُّ ِِّ‫لرق‬
َّ ‫سلَ ْي َمانَ ا‬
ُ ُ‫ي َحدَّثَنَا ُمعَ َّم ُر ْبن‬ ْ َ‫اق ْالب‬
ُّ ‫ص ِر‬ ُ ‫الرحْ َم ِن ْبنُ ْاْلَس َْو ِد أَبُو َع ْم ٍرو ْال َو َّر‬
َّ ُ ‫َحدَّثَنَا َع ْبد‬
َّ ُ‫َّللاِ َع َّز َو َج َّل َع ْبد‬
ُ ‫َّللاِ َو َع ْبد‬ َّ ‫اء ِإ َلى‬ ِ ‫سلَّ َم قَا َل “أ َ َحبُّ ْاْل َ ْس َم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُ ‫عثْ َمانَ َع ْن نَا ِفعٍ َع ْن اب ِْن‬
ِِّ ‫ع َم َر َع ْن النَّ ِب‬ ُ ‫َّللاِ ب ِْن‬ َّ
]3[‫سن غ َِريب ِم ْن َهذَا ْال َوجْ ِه‬ َ ‫سى َهذَا َحدِيث َح‬ َ ‫الرحْ َم ِن” قَا َل أَبُو ِعي‬ َّ

Artinya: “Nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman”.(HR.
At-Tirmizi)
Nama yang indah sesungguhnya tidak hanya sekedar nama atau panggilan, tetapi
sesungguhnya merupakan cerminan tentang adanya pujian atau do'a, harapan atau gambaran
semangat dan dambaan indah kepada anak-anaknya.
Dalam mendukung perkembangan anak pada usia-usia selanjutnya, termasuk pada
usia dini, yang menjadi kewajiban orang tua adalah memberikan didikan positif terhadap
anak-anaknya, sehingga anak-anaknya tersebut tidak menjadi/mengikut ajaran Yahudi,
Nasrani atau Majusi, melainkan menjadi muslim yang sejati. Mendidik anak dalam
pandangan Islam, merupakan pekerjaan mulia yang harus dilaksanakan oleh setiap orang tua,
hal ini sejalan dengan sabda Rasul:

‫س َّل َم‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫س ُم َرة َ قَا َل قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫ب َع ْن َجا ِب ِر ب ِْن‬ ِ ‫ع ْن ِس َم‬
ٍ ‫اك ب ِْن َح ْر‬ َ ٍ‫َاصح‬ ِ ‫َحدَّثَنَا قُت َ ْي َبةُ َحدَّثَنَا َيحْ َيى ْبنُ َي ْعلَى َع ْن ن‬
]4[ ٍ‫صاع‬ َ َ ‫الر ُج ُل َولَدَهُ َخيْر ِم ْن أ َ ْن َيت‬
َ ‫صدَّقَ ِب‬ َ ‫َْل َ ْن ي َُؤ ِد‬
َّ ‫ِّب‬

"Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah dengan
satu sha'(R. Tirmidzi)
Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah di tangan kedua orang tuanya.
Hatinya yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu dan bebas dari segala macam
ukiran dan gambaran. Ukiran berupa didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak,
sehingga ia akan berkembang dengan baik dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan
meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika anak sejak dini dibisakan dan dididik
dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan
berkembang dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari
kesengaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini senada
dengan firman Allah:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(At Tahrim: 6)

2.2 STANDAR KOMPETENSI ANAK USA DINI

Standar kompetensi anak usia ini terdiri atas pengembangan aspek-apek sebagai berikut :

1. Moral dan nilai-nilai Agama


Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok social.
“moral” berasal dari kata latin yag berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral
dikendalikan oleh konsep-konsep moral. Peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan
bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari serluruh
anggota kelompok.
Perilaku tak bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai sengan harapan sosial.
Perilaku demikian, disebabkan oleh ketidakacuhan akan harapan sosil, melainkan
ketidakstujuan dengan standar social atau kurang adanya perasaan wajbmenyesuaikan diri.
Perilaku amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidak acuhan terhadap harapan
kelompok sosial dari pada pelanggaran yang sengaja terhadap standar. Beberapa diantara
perilaku anak kecil lebih bersifat amoral ari pada tak bermoral.
Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya,
tiap yang baru lahir dapat dianggap amoral. Tidak seorang anakpun dapat diharapkan
mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standar kelompok
tentang yang benar dan yang salah.

2. Bahasa

Perkembangan bahasa ditingkat pemula (bayi) dapat dianggap semacam persiapan


berbicara. Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai menangis. Dalam hal ini tangisan
bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang. Kemudian ia menangis dengan cara
berbeda menurut maksud yang hendak dinyatakan. Selanjutnya, ia mengeluarkan bunyi
(suara-suara) yang banyak ragamnya tetapi bunyi-buny itu belum mempunyai arti, hanya
melatih pernapasan. Menjelang usia pertengahan ditahun pertama, meniru suara-suara yang
didengarkannya, tetapi bukan karena dia sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya.

3. Kognitif
Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari
melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah pentingya untuk
mengetahui apakah seoraang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, normal, atau cepat.
Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup
penting. Akan tetapi dinasehati untuk memberi mainan yang lebih sulit guna merangsang
pertumbuhan kognitif mereka. Adapun kemampuan kognisi atau kecerdasan yang harus
dikusai oleh anak usia 3-4 tahun meliputi kemampuan berfikir logis, kritis, memberi alasan,
memecahkan masalah, dan menemukan hubungan sebab akibat.

4. Emosi
Sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi
pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukan berbagai reaksi emosional, antara lain
kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan. Bukan hanya pola emosi umum yang
mengikuti alur yang dapat diramalkna, tetapi pola dari berbagai macam emosi juga dapat
diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan marah (tempertantrums) mencapai puncak usia
antara 2 dan 4 tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, seperti
cemberut dan sikap Bengal.

5. Sosial
Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan
sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri dari pada bersama dengan
orang lain, atau mereka yang bersifat sosial pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal
diluar dirinya, secara alamiah memang sudah bersifat demikian, atau karena faktor keturunan.
Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti sosial.

6. Agama

Sejalan dengan kecerdasaannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi
menjadi 3 bagian:

1) The fairly stage (tingkat dongeng)

Pada tahap ini anak berumur 3-6 tahun, konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi
oleh fantasi dan emosi sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep
fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan nabi akan
dihayalkan seperti yang ada dalam dongeng-dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi
ajarannya dan cerita akan lebih menarik dan jika berhubungan dengan masa anak-anak
karena sesuai dengan jiwa ke kanak-kanakannya dengan caranya sendiri. Anak
mengungkapkan pandangan teologisnya pernyatan, dan ungkapannya tentang tuhan lebih
bernada individual, emosional, dan spontan tapi pernuh arti teologis.

2) The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)

Pada tingkat ini pemikiran anak tentang tuhan sebagai bapak beralih pada tuhan
sebagai pencipta. Hubungan dengan tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah
pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
Pada tahap ini terdapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak usia 7 tahun di
pandang sebagai permulaan pertumbuhan logis sehingga wajarlah bila anak harus di beri
pelajaran dan di biasakan melakukan shalat pada usia dini dan di pukul bila melanggarnya.

3) The Individual Stage (Tingkat Individu)

Pada tingkat ini anak telah memiiki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan
perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi tiga
golongan.

Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan di pengaruhi sebagian


kecil fantasi
Konsep ketuhanan yang yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat
personal (perorangan)
Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis
dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.

2.3 PANDANGAN ANAK USIA DINI MENURUT ISLAM

Sungguh Alloh Subhanahu Wata’ala telah memberikan berbagai macam amanah dan
tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab terbesar yang Alloh
Ta’ala bebankan kepada manusia, dalam hal ini orang tua (termasuk guru, pengajar ataupun
pengasuh) adalah memberikan pendidikan yang benar terhadap anak. Yang demikian ini
merupakan penerapan dari firman Alloh Ta’ala:

ً ‫س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن‬
‫َارا‬ َ ُ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا قُوا أ َ ْنف‬

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka”

(QS. At-Tahrim:6).

Sahabat yang mulia Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu menafsirkan ayat diatas
dengan mengatakan: “Didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”
(Tafsir Ath-Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah
Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya menyelenggarakan
pendidikan kepada anak usia dini, juntifikasi itu memberikan arti bahwa penyelenggaraan
pendidikan pendidikan kepada anak usia dini adalah merupakan perintah yang didalamnya
memiliki makna ibadah yang Agung. Inilah kesempurnaan sebuah ajaran, dimana Islam
mengajarkan tentang pentingnya proses pembentukan generasi muslim dari sejak sedini
mungkin untuk membangun pribadi-pribadi muslim yang kaffah (sempurna).
Beberapa landasan Hadist yang menerangkan betapa pentingnya mendidik anak sejak
usia dini, dapat di renungkan hadist-hadist berikut ini:

َْ ‫رواه( أ ْويُمجسانهَ أَ ْويُنصرَانهَ يُهودانهَ ا ْلف ْطرةفأبوا َُه إالَّيُ ْول َُدعلى م ْولُ ْودَ مام‬
ُ ‫ وسلَّمَ ُِ عليْهَ هللا ِصلَّى هللا ر‬: َ‫ن قال‬
َ‫سو َُل قال‬
‫)البخارى‬

Artinya : “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah (kesucian agama yang sesuai dengan naluri),
sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhori)

َ‫وأحْ سنُواأدب ُه ْم‬،‫أكْر ُمواأ ْوالد ُك ْم‬

Artinya : “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang
baik.”

ُ ‫ن انََّ وسلَّمَ ُِ عليْهَ هللا ص َّلى هللاَ ر‬


َ‫سو َُل قال‬ َْ ‫)البخارى رواه ( ُخَلُقًا أحْ سن ُك َْم أ ْخير ُك َْم م‬

Artinya : “ Paling baiknya kamu sekalian adalah dari budi pekertinya. “ (H.R. Bukhori)

‘Amru bin ‘Atabah pernah memberikan pegangan kepada para pengasuh anaknya dengan
berkata :

ُ َ‫م ْعقُ ْودَةٌبعيْنك‬,َُ‫ح ماصن ْعتَ ع ْند ُه َْم فاا ْلحسن‬


َ‫عيُ ْون ُه َْم فَإنََّ لن ْفسكَ إصْالحكَ لولدى إصْالحكَ أ َّو َُل ليك ُْن‬ َُ ‫ماتركْتَ ع ْند ُه َْم وا ْلقبَْي‬

Artinya : “ Hendaklah tuntunan perbaikan yang pertama bagi anak-anakku, dimulai dari
perbaikan anda terhadap diri anda sendiri. Karena mata dan perhatian mereka selalu terikat
kepada anda.Mereka menganggap baik segala yang anda kerjakan, dan mereka menganggap
jelek segala yang anda jauhi.”

Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua untuk memperhatikan masalah
pendidikan anaknya dengan sebaiknya-baiknya.

Segala sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal mendidik anak. Berikut
beberapa tahapan dalam membina dan mendidik anak

2.4 MATERI AJAR UNTUK ANAK USIA DINI MENURUT ISLAM

Guru sebagai pendidik harus mempertimbangkan aspek psikologis anak, di samping itu
bagi lembaga pendidikan keagamaan anak usia dini juga perlu memperhatikan aspek bahan
ajar yang disampaikan dalam proses belajar mengajar. Bahan ajar dalam kerangka pencapaian
target kurikulum memiliki peran yang strategis dan dapat dikategorikan sebagai guru kedua
bagi anak didik sehingga perlu dipersiapkan secara sistematis dan terintegrasi dengan proses
pengembangan, perencanaan, dan evaluasi kurikulum dalam berbagai tingkatan lembaga
pendidikan.

1. Memilih istri (ibu bagi anak) yang sholihah

Hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh seseorang (calon bapak) agar
anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholih.Karena seorang ibu adalah sekolah
pertama tempat anak-anak menimba ilmu dan belajar. Seorang ibu yang sholihah tentu saja
akan mengajarkan kebaikan dan amal sholih kepada anak-anaknya.
Oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Wanita dinikahi karena 4 hal: (yaitu) kekayaanya, kedudukanya, kecantikannya, dan
agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya engkau akan beruntung”(HR.
Bukhori Muslim).
Demikian juga sebaliknya. Bagi seorang calon ibu, ia harus memilih pendamping
sholih yang kelak akan menjadi ayah dari anak-anaknya. Ayah adalah pemimpin dalam
keluarga yang akan mengarahkan kemana bahtera rumah tangga akan berlayar. Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya : “Apabila datang kepada kalian orang
yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan
terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas” (HR At-Tirmidzi)

2. Membiasakan anak untuk mengerjakan ibadah


Diantara yang perlu ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak adalah kesadaran
untuk mengerjakan sholat wajib. Yang demikian ini disebutkan dalam firman Alloh :

‫ط ِب ْر َعلَ ْي َها‬
َ ‫ص‬ َّ ‫َوأْ ُم ْرأ َ ْهلَكَ ِبال‬
ْ ‫ص ََلةِ َوا‬
“perintahkan keluargamu untuk mengerjakan sholat dan bersabar atasnya” (QS.
Thoha:132).

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “ajarkan sholat pada anak
anak disaat berumur 7 tahun” (HR. At-Tirmidzi).
Selain itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk mengerjakan ibadah
yang lain agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-
ibadah tersebut.

3. Memberikan teladan yang baik


Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam keberhasilan mendidik anak.Telah
diketahui bersama bahwa seorang anak itu suka meniru tingah laku orang tuanya.Bila orang
tua memberikan teladan yang baik kepada anaknya niscaya anak tersebut menjadi pribadi
yang baik.Begitu juga sebaliknya. Maka hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak
menyepelekan masalah ini, serta jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa
yang dikatakan. Alloh berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa
kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan disisi Alloh ta’ala
bila kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash –Shof : 2-3)

4. Menjauhkan mereka dari teman teman yang buruk

Hendaknya orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya agar memilih


teman-teman yang baik agama dan budi pekertinya. Juga selayaknya orang tua memberikan
pengertian dan senantiasa mengingatkan mereka akan bahaya bergaul dengan orang-orang tak
sholih.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya,


perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai
besi; adapun penjual minyak, maka bisa jadi dia akan memberimu hadiah atau engkau
membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia
akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau busuk” (HR Bukhari dan Muslim)

5. Membentengi diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka

Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak baik dari segi aqidah
maupun akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di media cetak maupun elektronik
berupa gambar-gambar atau tayangan-tayangan yang merusak agama mereka. Solusinya
adalah terus memantau aktivitas sehari-hari mereka, serta memberikan bimbingan akan
dampak negatif dari kemajuan teknologi. Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka
untuk menggunakan sarana informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar
teknologi bisa termanfaatkan dengan baik.

6. Mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran islam

Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak-
anaknya, seperti pentingnya iman dan islam, kecintaan pada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya
shollallohu ‘alaihi wa sallam (yang nantinya membuahkan ketaatan terhadap perintah-
perintah dan meninggalkan larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam
sehari-hari,( seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan doa-doa, cara
bertutur kata, bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua dan sesama, cinta akan
kebersihan dan perilaku baik lainya.

7. Bersikap adil

Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara satu anak dengan anak
yang lainya dalam segala hal, baik dari sisi kasih sayang, perhatian, pengajaran, nafkah,
hadiah dan lain sebagainya sehingga tidak terjadi kecemburuan diantara mereka.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫َّللاَّ َوا ْع ِدلُوابَيْنَ أ َ ْوالَ ِد ُك ْم‬


َ ‫فَاتَّقُو‬

“Bertaqwalah kalian kepada Alloh, dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian” (HR.
Muslim)

1. Mendoakan kebaikan bagi mereka


Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di tangan Alloh Subhanahu Wa
Ta’ala. Alloh memberikan hidayah kepada siapa saja yang Ia kehendaki dengan rahmat dan
karunia-Nya, sedang orang tua hanya bisa mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing
anak-anaknya. Oleh karena itu hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.

‫اجنَا َوذُ ِ ِّريَّاتِنَاقُ َّرةَأ َ ْعي ٍُن َواجْ َع ْلنَا ِل ْل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما‬
ِ ‫َام ْن أ َ ْز َو‬
ِ ‫َوا َّلذِينَ َيقُولُونَ َربَّنَاهَبْ لَن‬

“ mereka berdoa: “ wahai Robb kami, berikanlah kami penyejuk hati dari istri-istri dan
anak-anak kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-
Furqon: 74).
Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi mereka (seperti:
mengutuk, membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)

Anak adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan amanah
dengan sebaik-baiknya.Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan
kepada kita.Wallohu Ta’ala A’lam.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari materi yang kami bahas tentang Pendidikan Anak Usia Dini dan Pandangan
Islam tentang Anak dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan
pendidikan awal, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Dalam hal ini peran
orang tua sangat penting, karena orang tua adalah pengenalan pertama tentang pendidikan.
Pada masa usia dini anak harus memenuhi aspek-aspek perkembangan seperti moral, bahasa,
kognitif, emosi, social, dan agama. Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda, karena
cara pola asuh mereka tidak sama. Ali bin Abi Tholib as, mengatakan “didik dan ajarilah
mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”. Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan
pentingnya pendidikan anak usia dini. Dalam hadist diterangkan bahwa “ Setiap anak
dilahirkan atas fitrah, sehingga lancar lidahnya, maka orang tuanya yang menjadikan dia
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

3.2 Analisa Penulis

Menurut saya Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah di tangan kedua
orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu dan bebas dari
segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa didikan yang baik akan tumbuh subur
pada diri anak. Sebaiknya dalam membina dan mendidik anak harus memperhatikan tahapan-
tahapan seperti memilih istri yang sholehah, membiasakn anak untuk mengerjakan sholat,
memberikan teladan yang baik, menjauhkan mereka dari teman-teman yang buruk,
membentengi diri mereka dari hal-hal yang merusak akhlak mereka, mengajarkan nilai-nilai
luhur dalam ajaran Islam, bersikap adil, mendo’akan kebaikan bagi mereka
DAFTAR PUSTAKA

Asmani, jamal ma’mur.2009.Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:


DIVA Press.

Hasan, Maimunah. 2011. Pendidikian Anak Usia Dini. Yogyakarta: DIVA press

Mansyur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Paud. Yogyakarta: Pedagogia.


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami boleh menyelesaikan sebuah Makalah dengan
tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "


PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PERSPEKTIF ISLAM ", yang menurut
kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari peranan filsafat
ilmu dalam ilmu pengetahuan

Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Samalanga, April 2014

Penyususn

i
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM
PERSPEKTIF ISLAM

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan


yang disusun oleh Tgk. Azmi Yudha Zulfikar S.Hi

DISUSUN

Oleh :
KELOMPOK 8
MAHLINA YANA
KHAIRUL MAHYA
IDAYANI
SRI SAFRINA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-AZIZIYAH


SAMALANGA KABUPATEN BIREUEN
TAHUN 2014

Diposting oleh Intan Chiechielita di 00.44


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Intan Chiechielita
Lihat profil lengkapku

Flickr Gallery
Blog Archive
 ▼ 2016 (8)
o ▼ Januari (8)
 makalah Gizi
 makalah porifera
 MAKALAH TINDAK PIDANA TERHADAP PENCURIAN
 MAKALAH SUSUNAN BADAN PERADILAN MILITER
 MAKALAH LIMA TOKOH EKONOMI ISLAM
 MAKALAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
 MAKALAH PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM
PERSPEKTI...
 MAKALAH BAYI BARU LAHIR (NEONATUS)

 ► 2015 (1)

 ► 2014 (15)
 ► 2013 (7)

Find us on facebookDownload
Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

Sunday, October 01, 2017

Text Size

 Depan
 Profil
 Download
 Cari
 Kontak Kami
 Arsip
o Berita
o Artikel Ilmiah

PENGUMUMAN

Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam


Oleh Drs. H. Rasyidul Basri, M.A

Widyaiswara Madya pada Balai Diklat Keagamaan padang

Abstract

Every child was born in chastity. Then, parents lead them to be obedient in, behaviorism and
knowledge. Parents negligence will create a bad future for children. To keep the trust of
Allah SWT, parents are claimed to give educations to the children since they born, whether it
is formal or non-formal education. In developing children,s nature, it is important to basic
the children with values of Islam that is concluding in three dimension: aqidah, syaria’ah
and behavior family,childrens environtment, and school are the significance atmospier in
developing childrens education. Children’s experience while mothering and familes keeping,
can be deciding childrens social act and mainly determinant in development childrens
personality.

Keywords : Islam, Pendidikan anak, dan peran orang tua.

A. PENDAHULUAN

Dewasa ini, sering kita mendengar pemberitaan terhadap prilaku anak yang menyalahi nilai-
nilai kesopanan, perangai yang menyimpang semakin terdengar dimana-mana, perilaku
amoral dan asusila semakin menjadi pemberitaan media massa dan media elektronika, seperti
tercatat pada komnas perlindungan anak, seorang anak umur 9 tahun korban kekerasan
ibunya, akhirnya si anak ingin membunuhnya jika ia bertemu (kompas 14 Juni 2006). Begitu
pula kasus anak usia 11 tahun membunuh anak usia 4 tahun di Kediri Jawa Timur. Adanya
kasus pencurian yang dilakoni oleh si anak di bawah umur, perbuatan seksual dan
sebagainya.

Tentunya kenapa semua itu terjadi ? Menurut pengamatan sementara, perilaku-perilaku itu
timbul disebabkan karena kelalaian orang tua menanamkan nilai-nilai yang amat mendasar
kepada si anak diwaktu usia dini. Kenapa orang tua lalai, mungkin karena orang tua tidak
memiliki waktu untuk mendidik sang anak dengan adanya berbagai kesibukan. Bagi
masyarakat lapisan bawah, ketiadaan waktu itu disebabkan waktunya habis untuk mencari
kebutuhan hidupnya, sementara lapisan menengah waktunya habis mengejar tambahan
penghasilan, dan lapisan atas waktunya habis untuk mengejar karier dalam jabatan publik
atau mengejar bisnis. Tapi, akibatnya tetap sama yaitu tidak sempat lagi melakukan fungsi
pendidikan terhadap anak-anaknya.

Apabila ditelusuri periode kehidupan yang ditempuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan beberapa fase, seperti masa pranatal, balita, kanak-kanak remaja, dewasa dan
tua. Masa yang sangat menentukan adalah sejak anak lahir sampai dengan usia 6 tahun,
karena pada usia ini secara fisik maupun psikhologis anak belum berdaya, mereka hanya
menerima apa yang diberikan oleh orang dewasa, pikiran dan hatinya masih suci, bagaikan
kertas putih yang belum ternoda dan tergores sesuatu. Maka apa yang didengar dan dilihatnya
akan diserap si anak dan langsung tersimpan dalam memorinya. Untuk merespon
perkembangan anak, maka perlu diberikan pendidikan anak usia dini (PAUD).

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak semenjak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memeliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Islam sangat mementingkan pendidikan anak dimulai sedini mungkin, bahkan sebelum
kelahiran (dalam kandungan) si ibu telah dianjurkan untuk melakukan pekerjaan yang baik
dan menyenangkan. Tujuanya adalah agar anak menjadi sehat, tangkas, cerdas dan tangguh
dalam menghadapi berbagai tantangan, sehingga menjadi generasi penerus yang mampu
menjalankan tugas-tugas yang diamanahkan kepadanya. Menurut Gutama (2005) bahwa,
pendidikan anak usia dini bagaikan the golden age atau usia emas yang menentukan masa
depannya, sekaligus masa kritis dalam kehidupan anak. Untuk itu pada masa tersebut sangat
tepat meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, agama, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, seni dan etika yang didasarkan nilai-nilai akhlak, agar seluruh
potensinya tumbuh dan berkembang secara maksimal.

Selanjutnya Allah Swt. mengingatkan para orang tua seperti dijelaskan dalam al- Qur’an; ”
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka ” (Q.S.
an-Nisa’: 9), dan ” Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ”(Q.S. at-Tahrim;6). Pada
ayat-ayat tersebut Allah mengingatkan kepada para orang tua supaya memelihara dan
menjaga anak-anak mereka, agar terpelihara dari segala yang merusak dirinya, yang
menyebabkan menjadi lemah baik fisik, mental dan kesejahteraannya, bahkan yang paling
memberatkan adalah menjadi beban masyarakat.

Tulisan ini berkehendak mengungkapkan konsepsi Islam terhadap pendidikan anak usia dini,
bagaimana semestinya peranan orang tua yang diberi amanah, langkah-langkah apa yang
harus dilakukannya, sehingga peranan yang optimal dari orang tua diharapkan melahirkan
generasi yang berakhlak dan bermoral masa mendatang.

B. ANAK USIA DINI DALAM PANDANGAN PARA ILMUWAN


Menurut Suryabrata (2005;186), Aristoteles mengatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan anak, terbagi pada dua fase. Fase pertama, mulai anak umur 0 sampai 7 tahun,
yang disebut masa anak kecil ke masa bermain. Fase kedua, anak umur 7 sampai 14 tahun,
disebut masa anak, yang dikenal dengan masa belajar rendah. Sedangkan Daradjat (1995;15),
mengemukakan, anak usia 3-4 tahun dikenal sebagai masa pembangkang atau masa krisis.
Dari segi pendidikan justru masa itu terbuka peluang ketidak patuhan, sekaligus merupakan
landasan untuk menegakkan kepatuhan. Saat itu, anak terbuka peluang kearah kesediaan
menerima yang sesungguhnya. Setelah itu anak memiliki kesadaran batin. Di sinilah mulai
dibutuhkan sentuhan pendidikan untuk menumbuhkan motivasi pendidikan kearah tujuan
pendidikan.

Begitu pula pada UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 1, disebutkan, bahwa anak usia dini
adalah sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pada usia ini, merupakan kelompok
manusia yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik.
Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan pisik, kecerdasan (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spritual), sosio emosional ( sikap, prilaku dan agama),
bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
yang sedang dilalui oleh anak tersebut (Direktorat PLS:2003;9).

Dengan demikian anak usia dini dalam pertumbuhan dan perkembangannya dapat
dikategorikan dalam beberapa tahapan antara lain : masa bayi (usia sejak lahir sampai usia 12
bulan), masa todler ( balita, usia 1-3 tahun, masa prasekolah ( usia 3 sampai dengan 6 tahun )
dan masa awal pendidikan dasar ( usia 6 sampai dengan 8 tahun).

C. FUNGSI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Selama masa pendidikan anak usia dini perlu diperhatikan beberapa aspek dari
perkembangan dan pertumbuhan anak , antara lain :

a. Aspek Biologis

Pertumbuhan fisik, anak lahir dalam keadaan lemah, belum berdaya, perlu mendapatkan
bantuan pertolongan orang dewasa di sekelilingnya, karena tubuhnya belum tumbuh secara
sempurna. Demikian pula kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi yang
dibawa sejak lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan pemeliharaan dan latihan.
Fisiknya akan sehat jika diberikan makanan yang bergizi dan keterampilannya akan dimiliki
apabila dilatih. Begitu pula perkembangan akal dan mentalnya akan berfungsi secara baik,
apabila pemeliharaan dan kematangan berfikirnya dapat diarahkan pada pengeksplorasian
perkembangannya.

Sedangkan Jalaluddin (2005;64) mengemukakan, proses perkembangan fisik manusia terjadi


secara periodik, yang terdiri dari periode pertumbuhan, periode pencapaian kematangan,
periode usia baya dan periode penuaan. Masa pertumbuhan yaitu pada periode ini
pertumbuhan anak sangat cepat, terutama pada tahun-tahun pertama. Masa ini dimulai
semenjak lahir sampai akhir dewasa ( umur 0 s - d 30 tahun ). Pada usia tiga puluhan individu
dianggap telah memiliki kematangan penuh, baik dari segi fisik maupun intelektual.

Periode pencapaian kematangan yaitu manusia berada di atas usia tiga puluhan dan sebelum
empat puluhan. Masa ini dipredeksi kemampuan fisik dan intelektual mencapai kematangan.
Sementara pada usia baya atau usia pertengahan merupakan usia yang tidak spesifik, tidak tua
dan tidak juga muda yaitu antara usia empat puluhan sampai enam puluhan. Tahap ini telah
melewati puncaknya dan telah mulai menurun dari segi fisik dan mental secara perlahan-
lahan, namun penurun itu masih sulit dirasakan. Adapun periode penuaan yaitu seusia lanjut
yang merupakan usia mendekati akhir siklus kehidupan manusia di alam ini yaitu dikala
berumur 60-an sampai akhir kehidupan. Seperti yang dijelaskan Rasulullah dalam hadis : “
masa penuaan itu umur umatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh tahun “ ( H.R, Muslim
dan Nasai ).

b. Aspek Emosi

Menurut Tafsir (2004:79), emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan
atau perilaku individu, yakni perasaan – perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi
suatu situasi tertentu, seperti gembira, putus asa, sedih, terkejut, benci, cinta dan sebagainya.

Setiap individu memiliki emosi yang tumbuh dan berkembang secara alami yang dimulai
semenjak lahir berkembang hingga mencapai kedewasaan anak. Hal ini disebabkan
pertambahan usia dan kematangan masing-masing individu Walaupun emosi itu ada tetapi
kemunculannya disebabkan adanya stimulan, misalnya anak menangis karena lapar atau
dahaga (Baradja:2005;213). Emosi ini akan berkembang sesuai dengan suasana hati atau
perkembangan afektif individu.
Sebagai suatu reaksi psikologis, emosi itu memiliki ciri, antara lain : 1) lebih bersifat
sebjektif dari pada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berfikir, 2) bersifat
tidak tetap (fakultatif), 3) banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Spesifik emosi pada anak berbeda dengan orang dewasa, emosi pada anak berlangsung tidak
lama dan berakhir dengan cepat, terlihat lebih kuat, bersifat sementara, sering terjadi, mudah
diketahui dari tingkah lakunya. Sedangkan pada orang dewasa terjadi sebaliknya (
Yusuf:2004;116).

Menurut Islam dianjurkan memberikan ransangan kepada anak dengan cara membisikkan
kalimat-kalimat tayyibah dan do’a-do’a serta membiasakan perilaku terpuji dalam kehidupan
sehari-hari, seperti dijelaskan nabi dalam hadis, “ tali keimanan yang paling kuat ialah cinta
kepada Allah dan benci karena Allah “(HR.Ath- Thabrani). Untuk itu agar emosi yang
muncul berkategori positif, maka perlu diberi ransangan dengan perasaan bahagia, cinta,
senang, bersemangat terhadap hal-hal yang terpuji, baik yang menyangkut dengan kehidupan
maupun keyakinan terhadap agama. Dengan demikian, anak akan tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi-pribadi yang disenangi dilingkungannya.

c. Aspek Kecerdasan (IQ)

Menurut Bloom, bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun
awal kehidupannya, dimana sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi
ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20%
sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua (Direktorat PLS:2003;14). Sedangkan
Wismiarti (2007) Gardner mengemukakan peran pendidik adalah membangun sel otak
sebanyak mungkin, semakin banyak sambungannya, semakin tebal myelin-nya, maka anak
semakin cerdas. Oleh karena itu, anak perlu diberi ransangan khusus, yaitu dengan cara
memberikan pengalaman yang beragam sehingga dapat memperkuat perkembangan
kecerdasan anak.

Perkembangan otak anak menurut psikologi akan terjadi pada usia 0 s.d 8 atau 9 tahun, masa
ini merupakan yang sangat menentukan untuk menggali dan mengembangkan potensinya,
karena disaat bayi lahir sudah memiliki sekitar 100 miliar neuron (sel otak) atau 75% dari
jumlah sel otak orang dewasa. Waktu yang sangat kritis masa penyempurnaan itu terjadi
sampai hingga usia 6 tahun, dengan perkembangan paling pesat direntangan 3 tahun pertama.
Sel-sel syaraf tersebut haruslah rutin distimulasi, dan didayagunakan agar terus berkembang
jumlahnya, jika tidak distimulasi, maka jumlah sel tersebut akan semakin berkurang
kecerdasan berfikir anak.

Dari hasil peneilitan menunjukan, perkembangan otak anak 90% terjadi pada usia di bawah 7
tahun, masa 3 tahun pertama membangun fondasi struktur otak yang berdampak permanen,
dan pengalaman positif dan negatif pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi
perkembangan emosi ketika dewasa (Megawangi:2007). Tentunya pendidikan di bawah 7
tahun menjadi sangat strategis, dalam mengasah dan mengasuh anak menjadi manusia-
manusia yang trampil dan cekatan.

Dengan demikian, semakin banyak ransangan yang positif dalam otak anak, semakin besar
peluang untuk sukses menjadi orang-orang yang cerdas, menjadi pembelajar sejati dan
menjadi sehat emosinya. Karena itu orang tua, guru dan masyarakat (lingkungan) dituntut
untuk berbuat sebaik mungkin, untuk membangun sambungan sel syaraf otak anak, sehingga
anaknya mempunyai kemampuan berpikir yang tinggi dan luas.

d. Aspek Kepribadian Anak

Karakter atau sifat seseorang yang terorganisir dalam diri individu sebagai sistem perilaku
dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya merupakan potret dari kepribadian. Jadi
kepribadian itu merupakan gerakan dinamis dalam diri sesorang, yang kadangkala
dipengaruhi lingkungan, penyesuain diri terhadap lingkungan. Penyesuain yang menyangkut
dengan kepribadian itu berkaitan dengan hal-hal, karakter, tempramen, sikap, stabilitas
emosional, responsiblitas dan sosial.

Dengan demikian kepribadian itu terbentuk oleh tempramen dan karakter yang dimiikinya.
Mubarok (2001;83) menyatakan bahwa, tempramen merupakan corak reaksi seseorang
terhadap berbagai ransangan yang berasal dari lingkungan dan dari dalam diri sendiri.
Perkembangan pola kepribadian dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu, bawaan, pengalaman awal
dari keluarga, dan pengalaman dalam kehidupan selanjutnya. Pengalaman awal merupakan
dasar kepribadian yang selanjutnya, anak yang mendapat pengalaman awalnya interaksi yang
positif, tentunya akan membentuk kepribadian yang positif dan terpuji.

Pembentukan kepribadian seseorang anak, terdapat perbedaan pendapat para ahli; antara lain,
Pertama, teori nativisme, mengemukakan bahwa anak tumbuh dan berkembang sesuai
pembawaan sejak lahir yang bersifat kodrati, pendidikan yang diberikan tidak ada fungsinya.
Anak tanpa dididik dan dibimbing akan tumbuh kemampuannya secara alami. Kedua, teori
emperisme, teori ini populer dengan teori tabularasa artinya, anak lahir bagaikan kertas putih,
anak lahir dalam keadaan bersih, maksudnya bahwa pembentukan manusia ditentukan oleh
faktor luar, manusia ditentukan oleh lingkungan serta usaha-usaha pendidikan bukan
pengaruh bawaan. Ketiga, teori konvergensi, pendapat ini merupakan perpaduan antara
nativisme dan emperisme, mengemukakan bahwa lingkungan dan pembawaan, keduanya
memiliki peran yang sama, yang dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan anak. Jadi menurut pendapat teori ini, antara pembawaan dan lingkungan
keduanya harus dilatih secara baik, tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Prinsipnya teori
ini ada kemiripan dengan pandangan Islam terhadap bawaan dan pertumbuhan anak..

D. PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT KONSEPI ISLAM

Menurut pandangan Islam, setiap anak yang dilahirkan kedunia dalam keadaan suci dan
bersih atau lebih populer dengan istilah ” fitrah ” . Fitrah berarti suatu potensi yang
dianugerahkan Allah secara langsung kepada setiap anak manusia yang baru lahir. Manusia
makhluk yang dikarunia fitrah beragama, dengan istilah ” homo devinans dan homo religous
” yaitu makhluk ber-Tuhan atau beragama. Fitrah beragama merupakan potensi dasar yang
berpeluang untuk berkembang, namun perkembangan itu akan banyak dipengaruhi oleh
orang tua, seperti hadis Nabi Saw ” Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka
kedua orang tuanyalah yang dapat mengarahkan anaknya, apakah ia menjadi Yahudi, Nasrani
atau Majusi ” (H.R, Bukhari). Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa faktor pendidikan orang
tua memegang peranan yang sangat menentukan dalam menanamkan kesadaran beragama
pada anak. Senada dengan itu diungkapkan Tafsir (2004:91), untuk menjadikan anak yang
cerdas, sehat, dan memiliki penyesuain sosial yang baik, peranan keluarga sangat dominan.
Keluarga merupakan salah satu faktor penentu utama dalam perkembangan keperibadian
anak, disamping faktor-faktor lain.

Untuk itu, supaya fitrah yang dimiliki anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tuntunan Islam, maka sejak awal anak harus ditanamkan nilai-nilai ajaran Islam. Adapun
nilai-nilai Islam yang menjadi pilar utama terdiri dari 3 tiang pokok yaitu, aqidah, syari’ah,
dan akhlak. Tiga prinsip pokok itu bagaikan trichotomi yang mempunyai peranan yang amat
menentukan dalam pembinaan anak.
1. Penanaman Aqidah / Keyakinan

Aqidah berisikan keyakinan terhadap adanya Tuhan dan ajaran yang benarnya datang dari
Tuhan, meyakini dalam hati secara kokoh, tiada keraguan dan dipilih menjadi jalan hidup
(Ensiklopedi Islam:94;208). Karena itu aqidah menjadi fondamen atau dasar utama dalam
kehidupan seseorang, inti dari aqidah adalah iman. Maka iman itu adalah engkau meyakini
sepenuhnya peracaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-
rasul-Nya, hari kebangkitan dan qadha serta qadar (Ensiklopedi Islam:94;209). Iman intinya
adalah tauhid yaitu mengesakan Allah yang diungkapkan dalam syahadatain.

Tauhid mempunyai pengaruh dalam segala aspek kehidupan seseorang muslim, sosial,
budaya, ideologi, politik, pendidikan dan lain-lainnya. Iman merupakan kunci pokok
membentuk ke Islaman seseorang. Seseorang dapat dikatakan muslim manakala ia sudah
beriman, antara Iman dan Islam merupakan satu kesatuan yang saling mengisi. Iman tiada
artinya tanpa amal shaleh, dan amal shaleh akan sia-sia tanpa dilandasi dengan Iman kepada
Allah (Q.S. al-Ashr 1-3). Oleh karena itu, keenam rukun iman yaitu, keprcayaan kepada
Allah, Malaikat-malikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari berbangkit dihari
akhirat nanti, serta qadha dan qadhar semestinya ditanamkan kepada si anak semenjak usia
dini, karena kepercayaan itu tidak akan tumbuh dan berkembang pada diri anak kecuali
dengan pembinaan dan latihan secara rutinitas.

2. Penanaman Syari’ah / Ibadah

Mematuhi ketentuan-ketentuan Allah yang dijelaskan Rasulullah dalam kehidupan manusia


di dunia untuk mencapai kebahagian hidup di akhirat, baik yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, maupun hubungan sesama manusia serta hubungan dengan alam sekitar, hal
ini termasuk dalam objek pembahasan Syari’ah. Para ulama membagi syari’ah pada dua
kategori, yaitu ibadah dan muamalah. Sedangkan ibadah berarti tunduk, patuh, taat,
mengikuti perintah dan do’a (Q.S. Yasin:60 ). Menurut Ashidiqie (1954;5) para fuqaha’;
ibadah adalah segala ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan
mengharapkan pahala-Nya di hari akhirat. Sedangkan ulama tauhid merumuskan bahwa
ibadah adalah meng-Esakan Allah dan merendahkan diri serta menundukan jiwa kepada
Allah.
Dari rumusan diatas, bahwa cakupan ibadah sangat luas dan semua pekerjaan yang dilandasi
ikhlas dan untuk mencari ridha Allah. Sedangkan dalam implementasi nya ibadah dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu ibadah khusus (mahdhah) dan ibadah umum (ghairu
mahdhah). Pertama ibadah khusus, yaitu ibadah yang cara pelaksanaanya dan materi
ditentukan secara jelas dan rinci dalam al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi, seperti, pelaksanaan
shalat lima waktu, puasa ramadhan, zakat dan haji. Kedua ibadah umum, menurut al-
Qardhawi (2003;109), yaitu semua aktivitas muslim dalam memenuhi hajat hidup dan
kewajibannya, baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia serta dengan alam
sekitarnya, sertanya untuk motivasi mencapai ridha Allah.

Dengan demikian, baik ibadah khusus (mahdhah) maupun ibadah umum (ghairu mahdhah),
mempunyai peran yang sangat penting, karena ibadah itu dapat memberikan perasaan bahagia
dan tentram serta puas dalam kehidupannya. Khusus untuk anak dalam usia dini, nilai-nilai
inilah yang perlu disemai dan ditanamkan dalam jiwa mereka, tentu saja ibadah dalam artian
yang sangat sederhana, yang sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya.

Adapun ibadah yang perlu ditanamkan pada anak usia dini, yaitu dalam bentuk pengenalan
dan latihan melakukan rukun Islam yang lima, terdiri dari; pengucapan dua kalimat syahadat,
shalat, puasa, zakat dan haji. Begitu pula ibadah umum, dalam bentuk pengenalan dan
pembiasaan mengucapkan kalimat tayyibah, perbuatan-perbuatan yang baik, seperti berbakti
kepada orang tua, menyayangi teman, menolong tetangga, berinfak, membantu fakir miskin
dan lain-lain. Dengan adanya pengenalan, pembiasaan dan latihan sejak dini, maka kelak
sewaktu anak menjadi remaja dan dewasa terbiasa melakukan ibadah dan ia merasakan
bahwa ibadah itu adalah salah satu kebutuhan yang wajib dilaksanakan.

3. Pembinaan Akhlak

Kata akhlak berasal dari khalaqa yang artinya kelakuan, tabiat, watak, kebiasaan kelaziman,
dan peradaban. Maskawaih (1934;3) menjelaskan bahwa, akhlak ialah sifat yang tertanam
dalam jiwa, mendorong melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Sedangkan menurut Nata (1996;25) al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan beraneka ragam perbuatan dengan
gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Memperhatikan rumusan diatas, bahwa akhlak merupakan manipestasi dari gambaran jiwa
seseorang yang terwujud dalam sikap, ucapan dan perbuatan. Tentunya akhlak prilaku yang
sungguh-sungguh, bukanlah permainan silat lidah, sandiwara. Aktivitas itu dilakukan dengan
ikhlas semata-mata menuju ridha-Nya. Disisi lain, akhlak merupakan prilaku yang timbul
dari hasil perpaduan antara hati nurani, perasaan, pikiran, bawaan dan kebiasaan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup.
Dari kelakuan itu lahirlah perasaan (moral) yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan antara yang baik dengan yang buruk ( Daradjat:1995;10).
Penerapan akhlak dapat dipandang dari dua sisi, yaitu secara vertikal dan horizontal.

Adapun akhlak secara vertikal adalah berakhlak kepada Allah yaitu suatu tatacara etika
melakukan hubungan atau komunikasi dengan Allah sebagai tanda syukur atas rahmat dan
kurnia-Nya yang beraneka ragam. Sedangkan akhlak secara horizontal yaitu sikap dan etika
perbuatan terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia dan terhadap alam sekitarnya.

Untuk menumbuhkan generasi penerus yang berakhlakul karimah, maka perlu diberikan dan
ditanamkan kepada anak semenjak usia dini tata cara berakhlak, baik kepada Allah, terhadap
diri sendiri dan lingkungan keluarga serta alam sekitar. Untuk itu agar anak terhindar dari
akhlak tercela, pembinaan akhlak perlu dilakukan sejak usia dini, melalui latihan,
pembiasaan, dan contoh suri teladan dari anggota keluarga terutma orang tua, sebab apa yang
diterima dan dialami anak sejak dini akan melekat pada dirinya dan akan membentuk
kepribadiannya.

E. WADAH PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.

Tempat berlangsung pendidikan anak pada usia dini dapat dilakukan melalui tiga wadah yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat.

a. Proses pendidikan pertama kali berlangsung dalam lingkungan keluarga Keluarga


merupakan institusi terkecil yang memiliki peranan strategis dalam menanamkan pendidikan
anak, karenanya keluarga menjadi sumber utama dalam proses penanaman nilai-nilai dan
pengetahuan tentang kewajiban serta pengamalan ajaran agama Islam, maka keluarga tidak
boleh mengabaikan penanaman moralitas agama. Kesalahan pendidikan dalam keluarga
berakibat fatal pada pertumbuhan, anak akan mengalami krisis moralitas, bahkan menjadi
ateistik dan mudah dipengaruhi oleh ide-ide yang merusak kepribadiannya.
Menurut Yazlan (1989;151), pendidikan akhlak dalam keluarga merupakan hal yang sangat
penting dan fundamental untuk membina generasi muda sehat dan berbudi pekerti luhur serta
tangguh menghadapi godaan dan kerusakan moral. Pengalaman keagamaan dan keteladanan
orang tua sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Pendidikan orang tua yang
dilakukan dirumah, akan memberikan pengaruh yang dominan, keluarga merupakan idola
anak, sehingga apa saja yang terjadi dalam keluarga akan membekas pada jiwa anak,
terutama pada usia dini, hal ini seperti yang diungkapkan ; pengaruh diwaktu kecil jauh lebih
besar dan lebih menentukan dalam kehidupan anak dikemudian hari ( Daradjat;1979;46).

b. Proses pendidikan kedua berlangsung di sekolah. Sekolah memiliki peranan penting dan
strategis dalam upaya mewujudkan anak didik yang cerdas dan berakhlak mulia. Di sekolah,
guru merupakan pusat perhatian anak, guru sebagai tolak ukur bagi perangi anak
didik,sehingga ada pepatah: ” guru kencing berdiri, anak kencing berlari ” artinya guru
sebagai panutan bagi murid. karena pada usia dini, segala tindak tanduk baik sikap, ucapan
maupun perbuatan akan ditiru oleh anak didik. Untuk itu budaya di sekolah harus sesuai
dengan budaya dirumah, budaya islami harus dipupuk di sekolah, begitu juga sebaliknya. Jika
antara budaya rumah dan sekolah berbeda, anak akan kesulitan bahkan bingung untuk
mengidentifikasi perbuatan mana yang perlu dicontoh dan ditauladani.

c. Proses pendidikan ketiga berlangsung di masyarakat. Lingkungan /masyarakat juga cukup


banyak mempengaruhi prilaku anak, dalam masyarakat akan ditemui berbagai budaya,
dimana sikap dan perilaku memiliki karakter yang beragam, baik prilaku positif maupun
negatif akan dilihat oleh anak, baik disengaja maupun tidak disengaja, hal tersebut akan
memberi pengaruh pada memori anak. Untuk menghidupkan pola masyarakat yang religus
dan masyarakat yang baik menjadi suatu kemestian bagi semua pihak, sehingga tumbuh
masyarakat harmonis dan teratur. Sehingganya, perlu diciptakan motode yang menarik minat
anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, mungkin saja
metode menceriterakan tokoh-tokoh agama yang berhasil membina umat, pemimpin yang
Islami, pemuka-pemuka yang berkepribadian dan sebagainya.

F. KESIMPULAN

Anak merupakan amanah Tuhan yang dititipkan kepada orang tua, hatinya yang masih suci
merupakan permata yang tak ternilai, bersih, dan suci dari segala coretan dan lukisan. Orang
tua mempunyai peranan yang sangat strategis dan penting dalam mendidik dan mengasuhnya.
Pada usia antara 0 s.d 6 tahun ( usia dini ) merupakan masa yang tepat bagi orang tua untuk
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak, baik dari segi fisik, agama, daya pikir,
sosial emosional, maupun bahasa dan komunikasi yang seimbang menuju pribadi yang
sempurna. Untuk mewujudkan anak yang berkualitas seperti sehat jasmani dan rohani, cerdas
pemikirannya, dan terpuji akhlaknya, maka Islam memberikan konsep pendidikan anak usia
dini yaitu dengan menanamkan aqidah Islam, membiasakan beribadah dan memberikan
contoh teladan yang baik. Hal tersebut sebagai landasan pembentukan kepribadian anak
selanjutnya. Sebaliknya kesalahan dalam meletakan dasar pendidikan pada masa ini, sangat
sulit memperbaiki di masa mendatang.

Daftar Kepustakaan :

Baradja, Abu Bakar. 2005. Psikologi Perkembangan, Tahapan-tahapan dan aspek-

aspeknya, Jakarta : Studia Pres.

Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta;

CV.Ruhama.

Direktorat PLS dan Pemuda. 2003. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta

: Depdiknas.

Ensiklopedi Islam, 1994. Jakarta : PT.Ichtiar Baru Va Hoeve, cet.2.

Gutama. 2005. dalam Makalah menyambut hari Anak Nasional, Sosialisasi

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Jakarta : Kowani.

Jalaluddin, 2005. Psikologi Agama, Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Megawangi, Ratna. Makalah seminar Anak Usia Dini, Pengasuhan dan pendidikan

Anak Usia Dini Untuk Membangun Karakter, Jakarta : Al-Azhar.

Maskawaih,Ibnu. 1934. Tahzibi al-akhlak wa Farhil al-Araq; At-Thaba’ah al-Misri;

Mesir.

Mubarok, Achamd. 2001. Psikologi Qur’ani, Jakarta : Pustaka Firdaus.

Al-Qardhawi, Yusuf. 2003 Menuju Pemahaman Islam yang Kaffah, Jakarta; Ihsan

Cemerlang.
Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan; Jakarta : Raja grafindo.

Shaliba, Jamil dan Abudin Nata. 1996. Akhlak Tasawuf, Jakarta : Rajawali, Press.

Tafsir, Ahmad. 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar

Pustaka.

Wismiarti. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini, Makalah Seminar, Jakarta : Al-Azhar

Yazlan, Miqdad. 1989. al-Baitu al-Islamy, Potret Rumah Tangga Islami, terj.

SA.Zemo, Solo : Pustaka Man.

HLQ
Blognya remaja positif

 Home
 STIT Serang
o profil STIT Serang
o jenis pendaftaran mahasiswa baru di STIT Serang
o PD/PRT BEM STIT Serang
o contoh surat suara BEM STIT Serang
o surat rekomendasi perizinan kongres
o proposal pemilihan ketua BEM STIT Serang
o buku panduan pesmaba STIT Serang
o LOGO DAN KORP BEM STIT SERANG
o Dokumentasi Kegiatan PPLK IX di MTs Al Khairiyah Bayongbong
o Sub Menu4b
 makalah
o makalah pengertian metodik khususu pendidikan agama islam
o makalah konsep ibadah dalam islam
o makalah hubungan akhlak dengan tasawwuf
o makalah persaudaraan dalam islam
o makalah kurikulum pendidikan islam
o makalah keharaman korupsi dan kolusi
o makalah hubungan ilmu fiqh dengan ushul fiqh
o makalah koperasi ditinjau dari hukum islam
o makalah kewajiban belajar mengajar
o makalah pendekatan dalam pembelajaran
o Sub Menu2 b
 kata-kata
o kata-kata sedih
o kalimat sedih
o ungkapan kesedihan
o kalimat romantis
o kata bijak romantis
o kata bijak dari lubuk hati
o kata bijak terbaik
o Sub Menu3b
 tutorial
o cara membuat blog dengan mudah
o mengetes program antivirus
o tips merawat laptop
o tata cara mengutip karya orang lain
o 30 cara belajar
o cara mengembalikan data flash disk karena virus
o tips pengebalan flash disk
o cara membuat cover makalah
o tips pacaran jarak jauh
o Sub Menu4b
 cerpen
o cerita mengharukan
o hujan sendu
o kumpulan cerita lucu
o Sub Menu4b
 kesehatan
o fakta salah mengenai HIV AIDS
o pengertian dan bahaya virus HIV
o manfaat buah apel
o penyakit akibat komputer
o Sub Menu4b
 others
o memahami teori pendidikan selain pengajaran
o beberapa permasalahan dalam pembelajaran
o contoh surat pengajuan beasiswa
o fakta tersembunyi tentang cinta
o hebatnya kopassus
o Sub Menu4b
 video
o virzha - aku lelakimu
o marcell - takkan terganti
o sub menu
 Facebook

Minggu, 14 Desember 2014


makalah pendidikan anak usia dini dalam islam

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberi hidayah
dan inayahNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar,
dengan judul “PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PANDANGAN ISLAM”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, maka saran dan kritik
dapat menyempurnakan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat , khususnya para pendidik anak usia dini.

Serang, ...... ....... ......................

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini .......................................................... 4
B. Prinsip-Prinsip Dalam Pendidikan Anak Usia Dini ................................... 5
C. Golden Age Anak ....................................................................................... 6
D. Pandangan Islam Tentang Anak Usia Dini ................................................ 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Menurut ayat suci yang termaktub dalam Al_Qur’an dijelaskan bahwa anak lahir
seperti kertas putih, anak tersebut akan menjadi anak Majusi atau Yahudi, tergantung oleh
pendidikan yang diperoleh. Pendidikan untuk anak usia dini juga sangat penting dalam
pembentukan karakter pada anak. Menurut Islam pendidikan anak dimulai sejak anak dalam
kandungan. Contohnya seorang ibu disarankan banyak membaca ayat suci, Al_Qur’an, dan
dinasehatkan banyak berbuat kebajikan. Pada waktu ibu mengandung dianjurkan bayi yang
masih dalam kandungan di dengarkan lagu-lagu yang Islami, hal itu akan mempengaruhi
karakter anak jika kelak ia dewasa nanti itu merupakan bukti, bayi dalam kandungan terdidik
dengan baik.
Pada saat lahir, oleh ayahnya dikumandangkan suara adzan suara ini adalah suara
pertama kali yang dia dengar dan diharapkan kelak dia dewasa anak tergerak jika
mendengar adzan dan melaksanakan sholat.
Pada usia dini merupakan masa-masa Golden Age, pada masa golden age berumur 0-
6 tahun pada masa ini otak anak berkembang 80%. Pada masa ini pula anak-anak mudah
dibentuk oleh karena itu Anak perlu dibimbing dengan cara yang baik dan sesuai dengan
usianya, agar nantinya dia menjadi anak yang unggul dalam agama maupun intelektualnya.
Oleh Karena itu peran pendidik dan orang tua dalam mendidik anak sangat penting. Orang
tua dan pendidik harus melihat potensi anak yang dimilikinya dan orang tua maupun pendidik
harus membantu mengembangkan potensi yang dia miliki, dan jangan sampai orang tua
memaksa kehendak pada anaknya.

BAB II
PEMBAHASAN

Merujuk kepada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,


dinyatakan bahwa pendidikan terdiri atas Pendidikan Anak Usia Dini,pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi,yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang
sistematik. Artinya, pendidikan harus dimulai dari usia dini, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Dengan demikian, PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Dalam penjelasan selanjutnya, PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pedididkan formal,
non formal, dan atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-
kanak (TK), RaudhatulAthfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD dalam pedidikan
non formal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk
lain yang sederajat. PAUD dalam pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

A. Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini


Pendidikan anak usia dini merupakan serangkaian upaya sistematis dan terprogram
dalam melakukan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendiikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan
lebih lanjut.1[1]
Ada dua tujuan diselenggarakannya pedidikan anak usia dini yaitu sebagai berikut :
1.Membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal didalam memasuki
pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2.Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar( akademik ) di sekolah.

B. Prinsip-prinsip dalam Pendidikan Anak Usia Dini.


Dalam melaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) terdapat prinsip-prinsip
utama yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1.Mengutamakan kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa
berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan
upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik
perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio-emosional.
2.Belajar melalui bermain atau bermain seraya belajar. Bermain merupakan sarana belajar
anak usia dini. Melalui permainan,anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan,
memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda disekitarnya.
3.Lingkungan yang kondusif dan menentang. Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa
sehingga menarik dan menyenangkan, sekaligus menentang dengan memperhatikan
keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
4.Menggunakan pembelajaran terpadu dalam bermain. Pembelajaran anak usia dini harus
menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang harus
dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak, serta bersifat kontekstual. Hal
ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep serta mudah dan jelas sehingga
pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak didik.
5.Mengembangkan berbagai kecakapan atau keterampilan hidup (lifeskills). Mengembangkan
keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini

1[1] Mansyur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri, dan bertanggungjawab,
serta memiliki disiplin diri.
6.Menggunakan berbagai media atau permainan edukatif dan sumber belajar. Media dan
sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang
sengaja disiapkan oleh pendidik, guru, dan orang tua.
7.Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang. Pembelajaran bagi anak usia dini
hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan
anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik, hendaknya guru menyajikan kegiatan-
kegiatan yang dilakukan berulang kali.

C. Golden Age Anak


Menurut Dr. Damanhuri Rosadi, pengembangan manusia yang utuh dimulai sejak
anak dalam kandungan dan memasuki masa keemasan atau Golden Age pada usia 0-6tahun.
Masa keemasan ini sangat penting bagi perkembangan intelektual, emosi, dan sosial anak
dimasa datang dengan memperhatikan dan menghargai keunikan setiap anak.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas.
Menurut undang-undang sisdiknas, pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Menurut UNESCO, pendidikan hendaknya dibangun dengan
empat pilar, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together. Pada hakikatnya, belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan
generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini.
Teori lama yang merekomendasikan bahwa pendidikan baru dapat dimulai ketika
anak telah berusia tujuh tahun kini terbantahkan. Hasil penelitian mutakhir, dari para ahli
neurologi, psikologi, dan pedagogi menganjurkan pentingnya pendidikan dilakukan sejak
anak dilahirkan, bahkan sejak anak masih dalam kandungan ibunya. Justru pada masa –masa
awal inilah yang merupakan masa emas ( Golden Age) perkembangan.
Hasil penelitian menunjukun bahwa 50% kapabilitas kecerdasan manusia terjadi pada
tingkat kanak –kanak pada kurun waktu 4 tahun pertama sejak kelahirannya. Oleh karena itu,
penanganan anak dengan stimulasi pendidikan pada masa-masa usia tersebut harus optimal.
Kemudian, 80% kecerdasan itu terjadi saat anak usia 8 tahun, dan titik kulminasinya terjadi
pada saat mereka berusia 18 tahun. Setelah melewati masa perkembangan tersebut, maka
berapapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan
meningkat lagi. Hal ini sama dengan pendapat Benjamin S.Bloom, professor pendidikan dari
Universitas Chicago yang menemukan fakta yang cukup mengejutkan :
•Ternyata 50% dari semua potensi hidup manusia terbentuk ketika kita berada dalam
kandungan sampai usia 4 tahun .
•Lalu 30% potensi berikutnya terbentuk pada usia 4-8 tahun.
Ini berarti 80% potensi dasar manusia terbentuk dirumah,justru sebelum masuk
sekolah.akan seperti apa kemampuannya, nilai- nilai hidupnya, kebiasaanya, kepribadiannya ,
akhlaknya, dan sikapnya, 80 % tergantung pada orang tua.Sadar atau tidak.Baik “dibentuk”
secara sengaja atau pun tidak sengaja.
Semua aspek perkembangan kecerdasan anak,baik motorik kasar,motorik
halus,kemampuan non fisik ,maupun kemampuan spiritualnya dapat berkembang secara pesat
apabila memperoleh stimulasi lingkungan secara cukup. Perkembangan yang terjadi pada
masa ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.

D. Pandangan Islam Tentang Anak Usia Dini


Sungguh Alloh Subhanahu Wata’ala telah memberikan berbagai macam amanah dan
tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab terbesar yang Alloh
Ta’ala bebankan kepada manusia, dalam hal ini orang tua (termasuk guru, pengajar ataupun
pengasuh) adalah memberikan pendidikan yang benar terhadap anak. Yang demikian ini
merupakan penerapan dari firman Alloh Ta’ala:

ً َ‫س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن‬


‫ارا‬ َ ُ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا قُوا أ َ ْنف‬
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka”
(QS. At-Tahrim:6).
Sahabat yang mulia Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu menafsirkan ayat diatas
dengan mengatakan: “Didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”
(Tafsir Ath-Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah)
Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya menyelenggarakan
pendidikan kepada anak usia dini, juntifikasi itu memberikan arti bahwa penyelenggaraan
pendidikan pendidikan kepada anak usia dini adalah merupakan perintah yang didalamnya
memiliki makna ibadah yang Agung. Inilah kesempurnaan sebuah ajaran, dimana Islam
mengajarkan tentang pentingnya proses pembentukan generasi muslim dari sejak sedini
mungkin untuk membangun pribadi-pribadi muslim yang kaffah (sempurna).
Beberapa landasan Hadist yang menerangkan betapa pentingnya mendidik anak sejak
usia dini, dapat di renungkan hadist-hadist berikut ini:

ِ ‫ قَا َل َم‬: ‫سلَّ َم‬


‫ام ْن َم ْولُ ْو ٍد ِإالَّيُ ْولَدُ َعلَى‬ َ ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل هللا‬ ُ ‫قا َل َر‬
(‫ه (رواه البخارى‬ َ ‫ص َرانِ ِه أ َ ْويُ َم ِ ِّج‬
ِ ِ‫سان‬ ْ ‫ْال ِف‬
ِّ ِ َ‫ط َرةِفَأَبَ َواهُ يُ َه ِّ ِودَانِ ِه أ َ ْويُن‬
Artinya : “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah (kesucian agama yang sesuai dengan naluri),
sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhori)

‫وأَ ْح ِسنُواأَدَبَ ُه ْم‬،


َ ‫أ َ ْك ِر ُمواأ َ ْوالَدَ ُك ْم‬
Artinya : “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang
baik.”

َ ‫سلَّ َم اِ َّن ِم ْن أ َ ْخيَ ِر ُك ْم أَ ْح‬


( ‫سنَ ُك ْم ُخلُقًا‬ َ ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬
(‫رواه البخارى‬
Artinya : “ Paling baiknya kamu sekalian adalah dari budi pekertinya. “ (H.R. Bukhori)
‘Amru bin ‘Atabah pernah memberikan pegangan kepada para pengasuh anaknya dengan
berkata :

‫عيُ ْونَ ُه ْم‬ُ ‫صَلَ َح َك ِلنَ ْف ِس َك فَإِ َّن‬ ْ ‫صَلَ ِح َك ِل َو ِلدَى ِإ‬ ْ ‫ِليَ ُك ْن أ َ َّو ُل ِإ‬
‫ت‬َ ‫ت َو ْالقَبِ ْي ُح ِع ْندَ ُه ْم َمات َ َر ْك‬ َ ‫س ُن ِع ْندَ ُه ْم َما‬
َ ‫صنَ ْع‬ ْ َ‫ف‬,‫َم ْعقُ ْودَةبِعَ ْينِ َك‬
َ ‫اال َح‬
Artinya : “ Hendaklah tuntunan perbaikan yang pertama bagi anak-anakku, dimulai dari
perbaikan anda terhadap diri anda sendiri. Karena mata dan perhatian mereka selalu terikat
kepada anda.Mereka menganggap baik segala yang anda kerjakan, dan mereka menganggap
jelek segala yang anda jauhi.”
Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua untuk memperhatikan masalah pendidikan
anaknya dengan sebaiknya-baiknya.
Dari mana harus memulai?
Segala sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal mendidik anak. Berikut beberapa
tahapan dalam membina dan mendidik anak
1.Memilih istri (ibu bagi anak) yang sholihah
Hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh seseorang (calon bapak) agar anak-
anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholih.Karena seorang ibu adalah sekolah pertama
tempat anak-anak menimba ilmu dan belajar. Seorang ibu yang sholihah tentu saja akan
mengajarkan kebaikan dan amal sholih kepada anak-anaknya.
Oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Wanita dinikahi karena 4 hal: (yaitu) kekayaanya, kedudukanya, kecantikannya, dan
agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya engkau akan beruntung”(HR.
Bukhori Muslim).
Demikian juga sebaliknya. Bagi seorang calon ibu, ia harus memilih pendamping
sholih yang kelak akan menjadi ayah dari anak-anaknya. Ayah adalah pemimpin dalam
keluarga yang akan mengarahkan kemana bahtera rumah tangga akan berlayar. Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya : “Apabila datang kepada kalian orang
yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan
terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas” (HR At-Tirmidzi)

1.Membiasakan anak untuk mengerjakan ibadah


Diantara yang perlu ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak adalah kesadaran
untuk mengerjakan sholat wajib. Yang demikian ini disebutkan dalam firman Alloh :

َ ‫ص‬
‫ط ِب ْر َعلَ ْي َها‬ َّ ‫َوأْ ُم ْرأَ ْهلَ َك ِبال‬
ْ ‫ص ََل ِة َوا‬
“perintahkan keluargamu untuk mengerjakan sholat dan bersabar atasnya” (QS. Thoha:132).
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “ajarkan sholat pada
anak anak disaat berumur 7 tahun” (HR. At-Tirmidzi).
Selain itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk mengerjakan ibadah yang
lain agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah
tersebut.

2.Memberikan teladan yang baik


Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam keberhasilan mendidik anak.Telah
diketahui bersama bahwa seorang anak itu suka meniru tingah laku orang tuanya.Bila orang
tua memberikan teladan yang baik kepada anaknya niscaya anak tersebut menjadi pribadi
yang baik.Begitu juga sebaliknya. Maka hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak
menyepelekan masalah ini, serta jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa
yang dikatakan. Alloh berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa
kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan disisi Alloh ta’ala
bila kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash –Shof : 2-

3.Menjauhkan mereka dari teman teman yang buruk


Hendaknya orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya agar memilih
teman-teman yang baik agama dan budi pekertinya. Juga selayaknya orang tua memberikan
pengertian dan senantiasa mengingatkan mereka akan bahaya bergaul dengan orang-orang tak
sholih.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya,
perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai
besi; adapun penjual minyak, maka bisa jadi dia akan memberimu hadiah atau engkau
membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia
akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau busuk” (HR Bukhari dan Muslim)

4.Membentengi diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka
Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak baik dari segi aqidah
maupun akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di media cetak maupun elektronik
berupa gambar-gambar atau tayangan-tayangan yang merusak agama mereka. Solusinya
adalah terus memantau aktivitas sehari-hari mereka, serta memberikan bimbingan akan
dampak negatif dari kemajuan teknologi. Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka
untuk menggunakan sarana informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar
teknologi bisa termanfaatkan dengan baik.
5.Mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran islam
Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak-
anaknya, seperti pentingnya iman dan islam, kecintaan pada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya
shollallohu ‘alaihi wa sallam (yang nantinya membuahkan ketaatan terhadap perintah-
perintah dan meninggalkan larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam
sehari-hari,( seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan doa-doa, cara
bertutur kata, bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua dan sesama, cinta akan
kebersihan dan perilaku baik lainya.
6.Bersikap adil
Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara satu anak dengan anak
yang lainya dalam segala hal, baik dari sisi kasih sayang, perhatian, pengajaran, nafkah,
hadiah dan lain sebagainya sehingga tidak terjadi kecemburuan diantara mereka.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫َّللاَّ َوا ْع ِدلُوابَيْنَ أ َ ْوالَ ِد ُك ْم‬


َ ‫فَاتَّقُو‬
“Bertaqwalah kalian kepada Alloh, dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian” (HR.
Muslim)
1.Mendoakan kebaikan bagi mereka
Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di tangan Alloh Subhanahu Wa
Ta’ala. Alloh memberikan hidayah kepada siapa saja yang Ia kehendaki dengan rahmat dan
karunia-Nya, sedang orang tua hanya bisa mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing
anak-anaknya. Oleh karena itu hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.

‫َوذُ ِ ِّريَّاتِنَاقُ َّرة َأ َ ْعيُ ٍن‬ ِ ‫أ َ ْز َو‬


‫اجنَا‬ ِ ‫لَن‬
‫َام ْن‬ ْ‫َربَّنَاهَب‬ َ‫يَقُولُون‬ َ‫َوالَّذِين‬
‫اجعَ ْلنَا ِل ْل ُمت َّ ِقينَ ِإ َما ًما‬
ْ ‫َو‬
“ mereka berdoa: “ wahai Robb kami, berikanlah kami penyejuk hati dari istri-istri dan anak-
anak kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqon:
74).
Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi mereka (seperti:
mengutuk, membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)
Anak adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan amanah
dengan sebaik-baiknya.Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan
kepada kita.Wallohu Ta’ala A’lam.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari materi yang kami bahas tentang Pendidikan Anak Usia Dini dan Pandangan
Islam tentang Anak dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan
pendidikan awal, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Dalam hal ini peran
orang tua sangat penting, karena orang tua adalah pengenalan pertama tentang pendidikan.
Pada masa usia dini anak harus memenuhi aspek-aspek perkembangan seperti moral, bahasa,
kognitif, emosi, social, dan agama. Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda, karena
cara pola asuh mereka tidak sama. Ali bin Abi Tholib as, mengatakan “didik dan ajarilah
mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”. Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan
pentingnya pendidikan anak usia dini. Dalam hadist diterangkan bahwa “ Setiap anak
dilahirkan atas fitrah, sehingga lancar lidahnya, maka orang tuanya yang menjadikan dia
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

B. SARAN
Sebaiknya dalam membina dan mendidik anak harus memperhatikan tahapan-tahapan
seperti memilih istri yang sholehah, membiasakn anak untuk mengerjakan sholat,
memberikan teladan yang baik, menjauhkan mereka dari teman-teman yang buruk,
membentengi diri mereka dari hal-hal yang merusak akhlak mereka, mengajarkan nilai-nilai
luhur dalam ajaran Islam, bersikap adil, mendo’akan kebaikan bagi mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Maimunah. 2011. Pendidikian Anak Usia Dini. Yogyakarta: DIVA press
Mansyur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://www.radioassunnah.com/2012/pendidikan-anak-dalam-pandangan-islam.html
Diposting oleh abdul holiq di 22.50
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Posting Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

abdul holiq
Lihat profil lengkapku

Total Tayangan Laman

123,007

Artikel Populer
 contoh program kerja kepala sekolah tingkat SMP
 makalah pengertian metodik khusus pendidikan agama islam
 makalah hubungan fiqh dengan ushul fiqh
 makalah persaudaraan
 makalah penyusunan dan pengembangan silabus
 ritual memandikan kendaraan dengan bunga tujuh rupa
 makalah pendidikan anak usia dini dalam islam
 makalah konsep ibadah dalam islam
 makalah pendekatan dalam pembelajaran
 makalah hubungan ilmu akhlak dengan tasawwuf

Translate
Powered by Translate

holiq's artikel
 ► 2016 (1)

 ► 2015 (23)
 ▼ 2014 (88)
o ▼ Desember (8)
 Marcell - Takkan Terganti (Official Video)
 Virzha - Aku Lelakimu (Official Video)
 makalah tingkatan mujtahid
 makalah minuman khamr menurut KUHP dan Fiqh Jinaya...
 makalah penyusunan dan pengembangan silabus
 makalah pendidikan anak usia dini dalam islam
 makalah evaluasi pendidikan dalam hadits
 makalah keterampilan menggunakan media pembelajara...
o ► November (2)
o ► Oktober (10)
o ► September (3)
o ► Agustus (3)
o ► Juli (1)
o ► Juni (8)
o ► Mei (8)
o ► April (11)
o ► Maret (9)
o ► Februari (25)

Google+ Badge
 H
o
m
e

 k
a
t
a

b
i
Cari
j Blog Ini
a
k

 t
u
t
o
r
i
a
l

 t
e
k
n
o
l
o
g
i

 s
o
s
i
a
l

m
e
d
i
a

 t
r
e
n
d
i
n
g

t
o
p
i
k

 m
a
k
a
l
a
h

 c
e
r
p
e
n
 c
e
r
i
t
a

l
u
c
u

Langganan
Postingan
Komentar

komentar

Ada kesalahan di dalam gadget ini


jangan lupa comment and share nya yah...
Tema Sederhana. Gambar tema oleh Deejpilot. Diberdayakan oleh Blogger.

paud
Senin, 18 April 2011
makalah pendidikan anak menurut islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di usia dini

merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan

berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan

kehidupannya di masa depan. Selain itu pendidikan di usia dini dapat mengoptimalkan

kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan di usia-usia berikutnya.

Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu terkandung

dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan anak usia dini diarahkan pada

pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun. Dalam penjabaran pengertian, UU No. 20

Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa:

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi

wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah

menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah

menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus

mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam. Allah

ta’ala berfirman,
ً ‫ال ْسَلَ َم دِينا‬ ِ ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬
ِ ‫ضيتُ لَ ُك ُم‬

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan

nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al

Maa’idah: 3)

Salah satu tujuan diturunkannya agama Islam adalah memperbaiki akhlak manusia.

Ahklak hanya dapat dperbaiki dengan proses pendidikan, baik formal maupun informal.

Betapa pentingnya pendidikan sehingga ayat yang pertama diturunkan adalah perintah Allah

kepada manusia untuk membaca, membaca semua penomena yang terjadi di alam dunia ini.

Konsep membaca hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Adapun tujuan

pendidikan menurut Islam adalah agar seseorang dapat memahami tentang kekuasaan Allah

SWT (yang tersirat dan tersurat) dengan segala peraturan-peraturan Allah serta mampu

menempatkan posisinya sebagai hamba Allah SWT.

Mengkaji makna pendidikan anak menurut Islam dengan seluruh aspeknya

merupakan kewajiban setiap muslim, mempelajari berbagai hal, baik ilmu aqidah, syariah

maupun muamalah merupakan rangkuman pokok-pokok ajaran agama Islam. Karena itu,

penulis akan menggali khasanah ilmu pendidikan dalam pandangan Islam, baik pengertian,

tujuan ataupun ruang lingkup pendidikan menurut ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dipelajri dalam

penyusunan makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan anak dan Islam?

2. Bagaimana pandangan Islam terhadap pendidikan anak?

3. Bagaimana pengertian, tujuan dan ruang lingkup pendidikan anak menurut Islam?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah yang yang bertema tentang pandangan Islam terhadap

pendidikan ini adalah:


1. Mengetahui makna dan pengertian Islam dan pendidikan anak.

2. Mengkaji pandangan Islam terhadap pendidikan anak.

3. Mengkaji pengertian, tujuan dan ruang lingkup pendidikan anak menurut Islam?

D. Metode dan Teknik Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode deskriptif

analitik, yakni dengan mengungkapkan masalah-masalah yang dikaji dan kemudian dianalisis

berdasarkan teori-teori yang ada dan pengetahuan penulis.

Adapun teknis penulisan yang digunakan adalah kajian kepustakaan terhadap

berbagai literatur aqidah.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan dan tujuan

Penulisan, metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan materi, yang berisi tentang pandangan Islam terhadap pendidikan anak, yang

mencakup pengertian, tujuan dan Ruang lingkup pendidikan anak menurut Islam

Bab III Penutup, berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

PENDIDIKAN ANAK MENURUT ISLAM

A. Pengertian
Menurut istilah psikologi bahwa pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan

seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Adanya kata pengajaran itu

sendiri berarti adanya suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan

lingkungan yang sebut dengan belajar.

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) dijelaskan bahwa” “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.” Sedangan fungsi pendidikan nasional adalah:

“mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.


Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan

didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah

atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada

Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-

Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-

Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa

yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan

dadanya untuk (memeluk agama) Islam... Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya

diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu,

dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama

bagimu." Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan

kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.

B. Tujuan Pendidikan Anak Menurut Islam

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan

bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka

internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan,

yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, di Satuan

pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan maupun masyarakat.

Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual

dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan

moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi spritual mencakup

pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai

tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi


spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki

manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Pendidikan diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang

bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan

manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan

produktif, baik personal maupun sosial. Pendidikan dalam pandangan agama Islam juga

diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan

akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam

memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh

dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan

masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Islam dalam

membentuk seorang muslim yang mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah,

sebagaimana firman allah yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia

melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Maksud dari kata

menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah

sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli

tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia

ini hanya untuk beribadah kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk

menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka. Sebagaimana

firman Alloh,

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami
membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17).
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-
main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)
Sehingga jelas bahwa tujuan pendidikan dalam Islam harus terkait dengan tujuan

penciptaan manusia itu sendiri di dunia ini, yakni menyembah Allah dengan segala aspeknya
ibadahnya, baik yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia maupun dengan

lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan dengan masalah ukhrowi (akherat) maupun

masalah dunia (ilmu dunia).

C. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Menurut Islam

Adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis besar dibagi menjadi 5,

yaitu:

1. Pendidikan Keimanan

Tujuan pendidikan dalam Islam yang paling hakiki adalah mengenalkan peserta didik

kepada Allah SWT. Mengenalkan dalam arti memberikan pembelajaran tentang keesaan

Allah, kewajiban manusia terhadap Allah dan aspek-aspek aqidah lainnya. Dalam hal ini

dapat dikaji dari nasehat Luqman kepada anaknya yang digambarkan Allah dalam firmannya:

“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran

kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya

mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)

Kemudian bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan peserta didik

melalui proses pendidikan, antara lain:

a) Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis

b) Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku

positif. Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R
Bukhari) serta “Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanak-

kanakkan kepadanya.” (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir)

c) Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin

d) Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan

bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.

e) Memanfaatkan momen religius

f) Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bersama.

g) Memberi kesan positif tentang Allah

h) Kenalkan sifat-sifat baik AllahJangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu

berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.

i) Beri teladan

j) Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua

model atau contoh bagi kehidupannya.

“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?

Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S

61:2-3)

k) Kreatif dan terus belajar

l) Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan.

Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan

bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.

2. Pendidikan Akhlak

Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia adalah untuk memperbaiki

akhlak manusia. Dalam proses pendidikan terdapat hadits dari Ibnu Abas bahwa Rasulullah
pernah bersabda: “… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”, begitu juga

Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah

berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur

sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud).

Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak melalui proses pendidikan, antara

lain:

a) Penuhilah kebutuhan emosinya


Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi

dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak

merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan. Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil

dan sayangilah mereka …:” (H.R Bukhari)

b) Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil


Sebagaimana firman Allah yang artinya:“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq

dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui

.”(Q.S 2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir

miskin itu baik.

c) Memenuhi janji
Dalam hal ini Hadits Rasulullah berbunyi:”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada

mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah yang

memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)

d) Meminta maaf jika melakukan kesalahan

e) Meminta tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan bantuan.

3. Pendidikan intelektual

Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses

kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan intelektual

ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang
membahas tentang teori perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan

Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu:

a. Periode 1, 0 tahun – 2 tahun (sensori motorik)


Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap, menggenggam dan memukul pada

usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika

kita beraktivitas membaca bismillah.

b. Periode 2, 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional)


Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan khayalan mereka tapi

cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.

Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.

c. Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)


Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik

Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak

dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.

d. Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)


Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan konsep

4. Pendidikan fisik
Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan

aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti

yang disunahkan Rasulullah: “ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang

kuda.” (HR. Thabrani)

5. Pendidikan Psikis
Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula

berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-

benar orang yang beriman.” (QS. 3:139)

Upaya dalam melaksanakan pendidikan psikis terhadap anak antara lain :


a) Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih saying, pengertian,

berperilaku santun dan bijak.

b) Menumbuhkan rasa percaya diri


c) Memberikan semangat tidak melemahkan

D. Tiga Tahapan Pendidikan Anak menurut Islam

Menurut sahabat Ali bin Abitahalib ra, pendidikan anak dapat dibagi menjadi 3 tahapan/

penggolongan usia, yaitu:

1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7

tahun.

2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun

sampai 14 tahun.

3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14

tahun ke atas.

Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda

sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba

memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Menurut istilah psikologi bahwa pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan seluruh

kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Sedangkan Dalam Undang-Undang

No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan bahwa”
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

2. Tujuan pendidikan menurut Islam dalam membentuk seorang muslim yang mampu

melaksanakan kewajibannya kepada Allah yaitu beribadah dan menyembah Allah,

sebagaimana firman allah yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia

melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Menyembah Allah

dengan segala aspeknya ibadahnya, baik yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia

maupun dengan lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan dengan masalah ukhrowi

(akherat) maupun masalah dunia (ilmu dunia).

2. Ruang Lingkup Pendidikan Menurut Islam dibagi menjadi 5, yaitu: 1) Pendidikan Keimanan,

2) Pendidikan Akhlak, 3) Pendidikan intelektual dan 5) Pendidikan Psikis.

3. Menurut sahabat Ali bin Abitahalib ra, pendidikan anak dapat dibagi menjadi 3 tahapan/

penggolongan usia, yaitu: Tahap bermain(“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir

sampai kira-kira 7 tahun. Tahap penanaman disiplin (“addibuhum”/ajarilah mereka adab)

dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun. Dan Tahap kemitraan (“roofiquhum”/jadikanlah

mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.

B. Saran-Saran

Setelah melakukan kajian terhadap masalah di atas, terdapat beberapa saran antara

lain:

1. Pendidikan harus dilaksanakan dalam rangka meningkatkan keimanan dan

ketaqwaan manusia (muslim) kepada Allah SWT. Sehingga seluruh proses


pendidikan harus mengacu pada tujuan penciptaan manusia itu sendiri yaitu

menyembah Allah SWT.

2. Proses pembelajaran di kelas harus mengimplementasikan tujuan-tujuan serta ruang

lingkup pendidikan menurut Islam. Tentunya dengan tetap merujuk kurikulum

pendidikan nasional kita.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghani Abud. 2001. Anakmu Anugerah Terindah, Mengenal Psikologi Anak. Bandung: Najma
Publishing.
Dimyati Mahmud. 1989. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: BPFE.
Jamaal Abdul Rahman. 2008. Tahapan Mendidik Anak, teladan Rasululloh. Bandung: Irsyad Baitus
Salam
Muhammad Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.

Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka

Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.


Toto Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara

www. Perpustkaan-Islam.com

Diposting oleh PAUD di 05.21


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

2 komentar:

1.

Jihan nissa29 Agustus 2016 03.06

trimakasih infonya...
izin copas ya min buat tugas... sukses selalu...

Balas
2.

ZIAR MUTSAQQOV22 September 2017 01.38

Fatalaqqa adam (talqin,doktrin), ta'dib (etika & disiplin), tadris (asupan pengetahuan),
ta'lim (asah intelektual), ibtila' (idz ibtala ibrohim rabuh, uji akademik)

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Pengikut
Arsip Blog
 ▼ 2011 (31)
o ▼ April (31)
 makalah agama islam 2
 Makalah agama rukun iman
 Makalah agama rukun islam
 Makalah agama sejarah
 Makalah agama-Tauhid
 makalah agama-YUYUN
 makalah Al Qur'an bermain
 makalah bahasa indonesia2
 makalah bahasa indonesia
 makalah jasmani untuk anak
 makalah konsep dasar TPA
 makalah lomba paud
 makalah metode pembelajaran paud 1
 makalah metode pembelajaran paud 2
 makalah paud
 makalah paud1
 makalah paud individu
 makalah pendidikan anak menurut islam
 makalah peranan sains dan teknologi
 makalah agama manusia
 makalah ; kerangka makalah
 Makalah kurikulum paud
 Makalah metode belajar bai anak usia dini- berceri...
 Makalah agama ahlaq
 MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN
 NASKAH AKADEMIK KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM
PENDIDI...
 Program Taman Kanak-Kanak
 RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN
 alokasi kurkulum selama setahun kelompokusia 4-5 ...
 RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN TAHUNAN
KELOMPOK US...

Mengenai Saya

PAUD
Lihat profil lengkapku
Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

anak usia dini


Senin, 23 November 2015
Metode Pembelajaran PAUD Dalam Perspektif Islam

Metode Pembelajaran PAUD Dalam Perspektif Islam


1. Metode dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan Islam, merupakan metode yang berpengaruh dan
terbukti berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos
sosial anak sejak usia dini. Hal ini karena pendidik adalah figure terbaik dalam pandangan
anak didik yang tindak tanduknya dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan menjadi
perhatian anak-anak sekaligus ditirunya.

Keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya pertumbuhan


dan perkembangan anak usia dini. Jika pendidik dan orang tua jujur, dapat dipercaya,
berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia,
berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama.

Anak usia dini, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya,
bagaimanapun sucinya fitrah, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan
pokok-pokok pendidikan utama, selama ia (anak usia dini) tidak melihat pendidik dan orang
tua sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi.

Kiranya sangat mudah bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi
pendidikan, tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya jika ia melihat orang yang
memberikan pengajaran tidak mengamalkan-nya.

Allah swt, juga telah mengajarkan bahwa rasul yang diutus untuk menyampaikan
risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik
spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, belajar darinya,
memenuhi panggilannya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan
akhlak yang terpuji.

Allah mengutus Muhammad Saw. Sebagai teladan yang baik bagi umat Islam
sepanjang jaman, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang
menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Allah berfirman dalam surah Al Ahzab ayat
21:

Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah." Ayat tersebut ditafsirkan oleh Baidhawi, bahwa uswatun
hasanah yang dimaksud adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh[30].

Dalam ringkasan tafsir Ibnu Kasir disebutkan bahwa ayat ini merupakan prinsip
utama dalam meneladani Rasulullah SAW, baik dalam ucapan, perbuatan maupun sikap dan
perilakunya.

Islam telah menyajikan pribadi Rasul sebagai suri teladan yang terus-menerus bagi
seluruh pendidik, suri teladan yang selalu baru bagi generasi demi generasi, dan selalu aktual
dalam kehidupan manusia, setiap kali kita membaca riwayat kehidupannya bertambah pula
kecintaan kita kepadanya dan tergugah pula keinginan untuk meneladaninya.
Islam tidak menyajikan keteladanan ini sekedar untuk dikagumi atau sekedar untuk
direnungkan dalam lautan hayal yang serba abstrak. Islam menyajikan riwayat keteladanan
itu semata-mata untuk diterapkan dalam diri setiap individu muslim baik itu anak-anak
maupun orang dewasa.

Dalam memberikan pendidikan kepada anak usia dini, pendidikan dengan memberi
teladan secara baik dari para pendidik dan orang tua, teman bermain, pengajar, atau kakak,
akan merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam membina pertumbuhan anak,
memberi petunjuk, dan persiapannya untuk menjadi melanjutkan kehidupannya di fase-fase
perkembangan selanjutnya.

Dengan demikian perlu dipahami oleh para pendidik dan orang tua bahwa mendidik
dengan cara memberi teladan yang baik, terutama pada masa anak usia dini sesungguhnya
penopang utama dan dasar dalam meningkatkan anak usia dini pada keutamaan, kemuliaan
dan etika sosial yang terpuji.[32]

Manusia telah diberi fitrah untuk mencari suri teladan agar menjadi pedoman bagi
mereka, yang menerangi jalan kebenaran dan menjadi contoh hidup yang menjelaskan kepada
mereka bagaimana seharusnya melaksanakan syrai'at Allah.

Karenanya, untuk merealisasikan risalahNya di muka bumi, Allah mengutus para


rasulNya yang menjelaskan kepada manusia syari'at yang diturunkan Allah kepada mereka.
Anak usia dini merupakan tingkat usia yang dalam pertumbuhannya memiliki keterkaitan
besar terhadap keteladanan dari pihak luar dirinya.

Di dalam kehidupan berkeluarga misalnya, anak usia dini membutuhkan suri teladan,
khususnya dari kedua orang tuanya, agar sejak dini (masa kanak-kanak) ia menyerap dasar
tabiat perilaku Islami dan berpijak pada landasannya yang luhur.

Keteladanan yang baik memberikan pengaruh besar terhadap jiwa anak, sebab anak
banyak meniru kedua orang tuanya. Anak-anak akan selalu memperhatikan dan mengawasi
perilaku orang tuanya atau orang dewasa lainnya, dan mereka akan mencontohnya, jika anak
mendapati orang tuanya berlaku jujur, mereka akan tumbuh dengan kejujuran.

Kedua orang tua dituntut mengimplementasikan perintah-perintah Allah dan sunnah


Rasul sebagai perilaku dan amalan serta terus menambah amalan-amalan sunnah tersebut
semampunya, karena anak-anak akan terus mengawasi dan meniru mereka setiap waktu.

Kemampuan anak dalam menerima teladan dari orang dewasa secara sadar atau tidak
sadar sangatlah tinggi, meskipun anak-anak sering dianggap sebagai makhluk kecil yang
belum mengerti dan paham ajaran Islam, tetapi dengan melihat teladan yang diberi orang
dewasa hal itu akan memberi bekasan pada diri anak.[33]

Di sekolah, anak-anak juga membutuhkan suri teladan yang dilihatnya langsung dari
setiap guru yang mendidiknya, sehingga dia merasa pasti dengan apa yang dipelajarinya.
Pada perilaku dan tindakan guru-gurunya, hendaknya anak dapat melihat langsung bahwa
tingkah laku utama yang diharapkan mereka melakukannya adalah hal yang tidak mustahil
dan memang dalam batas kewajaran untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.[34]

2. Pendidikan dengan Latihan dan Pengamalan


Islam merupakan agama yang menuntut para pemeluknya mampu merealisasikan
berbagai ajaran Islam dalam bentuk amal nyata yaitu berupa amal şaleh yang diridhai Allah
SWT. Islam menuntut umatnya agar mengarahkan segala tingkah laku, naluri, aktivitas dan
hidupnya untuk merealisasikan adab-adab dan perundang-undangan yang berasal dari Allah
secara nyata.

Dalam hal pendidikan melalui latihan pengamalan, Rasulullah SAW, sebagai


pendidik Islam yang pertama dan utama sesungguhnya telah menerapkan metode ini dan
ternyata memberikan hasil yang menggembirakan bagi perkembangan Islam di kalangan
sahabat. Dalam banyak hal, Rasul senantiasa mengajarkannya dengan disertai latihan
pengamalannya, di antaranya; tatacara bersuci, berwudhu, melaksanakan şalat, berhaji dan
berpuasa.

Atas dasar ini, maka dalam pelaksanaan pendidikan Islam baik kepada orang dewasa,
apalagi terhadap anak-anak usia dini pendidikan melalui latihan dan pengamalan merupakan
satu metode yang dianggap penting untuk diterapkan. Metode belajar learning by doing atau
dengan jalan mengaplikasikan teori dan praktik, akan lebih memberi kesan dalam jiwa,
mengokohkan ilmu di dalam kalbu dan menguatkan dalam ingatan.

Di antara yang dapat dilatihkan sebagai amalan bagi anak-anak usia dini antaranya
ialah; cara menggosok gigi, latihan mencuci tangan yang benar, cara beristinja, latihan
berwudhu', mengucapkan salam ketika masuk rumah, serta beberapa do'a yang harus
diamalkan sebagai mengawali berbagai aktivitas sehari-hari, seperti do'a hendak dan sesudah
makan, do'a hendak dan bangun tidur, do'a masuk kamar mandi, dan do'a lain yang mudah
diamalkan oleh anak-anak usia dini.

Orang tua wajib membiasakan atau melatih anak-anak mereka pergi ke masjid, juga
melaksanakan şalat di rumah maupun di sekolah. Hal ini dapat dibaca pada hadis berikut ini:
ُ‫صلَّيْت‬
َ ‫س ْع ٍد قَا َل‬ َ ‫ب ب ِْن‬ ْ ‫ور َع ْن ُم‬
ِ ‫ص َع‬ ٍ ُ‫ظ ِلقُتَ ْيبَةَ قَ َاال َحدَّثَنَا أَبُو َع َوانَةَ َع ْن أَ ِبي يَ ْعف‬
ُ ‫ي َواللَّ ْف‬ ُّ ‫َام ٍل ْال َجحْ دَ ِر‬
ِ ‫س ِعي ٍد َوأَبُو ك‬َ ُ‫َحدَّثَنَا قُت َ ْيبَةُ ْبن‬
‫ب‬ َ ‫ض َر‬ ُ ْ َ
َ َ‫ي فَقَا َل ِلي أ ِبي اض ِْربْ ِب َكفَّيْكَ َعلَى ُر ْكبَتَيْكَ قَا َل ث ُ َّم فَ َعلتُ ذَلِكَ َم َّرةً أ ْخ َرى ف‬ َّ َ ‫ي بَيْنَ ُر ْكبَت‬ ْ
َّ َ‫ب أ َ ِبي قَا َل َو َج َعلتُ يَد‬
ِ ‫ِإلَى َج ْن‬
ِ ‫الر َك‬
‫ب‬ ُّ ‫ف َعلَى‬ َ
ِ ِّ ‫ب ِب ْاْل ُك‬ َ ُ
َ ‫ي َوقَا َل ِإنَّا نُ ِهينَا َع ْن َهذَا َوأ ِم ْرنَا أ ْن نَض ِْر‬َّ َ‫يَد‬

Artinya: Hadis Saad bin Abi Waqqas r.a: Diriwayatkan daripada Mus'ab bin Saad r.a
katanya: Aku pernah sembahyang di sisi ayahku. Aku rapatkan tangan antara kedua lututku.
Lalu ayahku berkata kepadaku: Letakkan kedua telapak tanganmu pada lututmu. Kemudian
aku melakukan hal itu sekali lagi. Lalu ayah memukul tanganku sambil mengatakan:
Sesungguhnya kita dilarang dari melakukan ini yaitu meletakkan tangan di antara dua lutut
dan kita diperintahkan supaya meletakkan tangan di atas lutut. (HR. Muslim)
Nilai pendidikan yang terdapat dalam hadis di atas adalah tentang praktik melatih
anak dalam melaksanakan şalat. Praktik pendidikan şalat seperti inilah yang seyogiyanya
diterapkan oleh para orang tua dalam memberi pendidikan sholat kepada anak-anaknya,
sehingga anak tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis tentang şalat, tetapi juga memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang sifatnya praktis tentang şalat, dan dengan demikian maka
anak akan mampu melaksanakan şalat dengan benar sesuai dengan yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW.

Dalam hadis lain ditemukan juga bagaimana Rasulullah memberi pendidikan şalat
kepada anak-anak, seperti sabda beliau yang diriwayatkan dari Anas:
‫ب‬ َ ‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم‬
ِ ‫س ِِّي‬ َ ‫ي ب ِْن زَ ْي ٍد َع ْن‬ َ ‫ي َع ْن أ َ ِبي ِه‬
َ ‫ع ْن‬
ِِّ ‫ع ِل‬ ُّ ‫ار‬ َ ‫َّللاِ ْاْل َ ْن‬
ِ ‫ص‬ َّ ‫ي َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ْبنُ َع ْب ِد‬ ْ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َحا ِت ٍم ُم ْس ِل ُم ْبنُ َحا ِت ٍم ْال َب‬
ُّ ‫ص ِر‬
‫ص ََل ِة َهلَكَة‬ َّ ‫ص ََل ِة فَإِ َّن ِاال ْل ِتفَاتَ ِفي ال‬ َّ ‫ي ِإيَّاكَ َو ِاال ْل ِتفَاتَ ِفي ال‬
َّ َ‫سلَّ َم َيا بُن‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َس ْبنُ َمالِكٍ قَا َل ِلي َر‬ ُ ‫قَا َل قَا َل أَن‬
َ ‫ط ُّوعِ َال ِفي ْالفَ ِري‬
‫ض ِة‬ َ َّ‫فَإ ِ ْن َكانَ َال بُدَّ فَ ِفي الت‬

Artinya: Berkata Anas bin Malik telah berkata Rasulullah SAW; “Hai anakku,
janganlah engkau menoleh ke sana ke mari dalam şalat, karena akan merusak şalat, jika
engkau terpaksa melakukan hal itu, maka boleh dilakukan hanya dalam şalat sunnah, dan
bukan dalam şalat fardhu”.(HR. at-Tirmiżi)

Hadis ini dikeluarkan oleh Rasulullah dalam rangka memberi peringatan kepada anak-
anak agar tidak menoleh ke kanan dan ke kiri ketika sedang melaksanakan şalat, dan ini
sesungguhnya merupakan bukti perhatian Rasul dalam mengajarkan kepada anak-anak
tentang tatacara şalat.[37]

Para sahabat juga menempuh cara yang sama dalam memberi pendidikan şalat kepada
anak-anaknya dengan cara memberi contoh kepada anak-anaknya tentang berbagai tata cara
şalat sesuai dengan yang diajarkan Rasul Saw. Cara ini juga pantas jika dipraktikkan oleh
para orang tua Muslim dalam memberi pendidikan şalat kepada anak-anaknya, terutama
tentang ketertiban dalam şalat (larangan menoleh ke kanan atau ke kiri pada waktu şalat).

Orang tua juga berkewajiban melatih mereka melaksanakan puasa dan infaq,
bersedekah serta berbuat baik kepada tetangga dan orang-orang fakir, juga menolong orang-
orang yang lemah. Disamping itu juga harus dilatih menghormati orang yang lebih tua dan
telah berumur, dilatih/dibiasakan melakukan berbagai kegiatan dengan niat kerena keridhaan
Allah semata, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Mengorbankan harta serta
diri mereka di jalan Allah, melaksana-kan kewajiban agama, menegakkan moral Islam,
khususnya mengenakan jilbab bagi anak perempuan.

3. Mendidik melalui permainan, nyanyian, dan cerita


Sesuai dengan pertumbuhannya, anak usia dini memang lagi gemar-gemarnya
melakukan berbagai permainan yang menarik bagi dirinya. Berkaitan dengan ini, maka
pendidikan melalui permainan merupakan satu metode yang menarik diterapkan dalam
pendidikan anak usia dini.
Tentu saja permainan yang positif dan dapat mengembangkan intelektual dan
kreativitas anak-anak. Bagi anak-anak usia balita, bermain dengan ibu tentu lebih banyak
dampak positifnya karena lebih memperlancar komunikasi antara keduanya, adalah teman
terbaik bagi mereka.[39]
Hal ini dapat dibaca pada hadis Rasul yang menjelaskan tentang cara memberi pendidikan
puasa kepada anak-anak berikut ini:
‫ت ُمعَ ِّ ِو ِذ ب ِْن َع ْف َرا َء‬ ُّ ‫ق َحدَّثَنَا خَا ِلد ُ ْبنُ ذَ ْك َوانَ َع ْن‬
ِ ‫الربَ ِيِّعِ ِب ْن‬ َّ َ‫ي َحدَّثَنَا ِب ْش ُر ْبنُ ْال ُمف‬
ٍ ‫ض ِل ب ِْن َال ِح‬ ُّ ‫و َحدَّثَنِي أَبُو َب ْك ِر ْبنُ نَافِعٍ ْالعَ ْب ِد‬
‫صائِ ًما فَ ْليُتِ َّم‬َ ‫صبَ َح‬ ْ َ ‫ار الَّتِي َح ْو َل ْال َمدِينَ ِة َم ْن َكانَ أ‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ورا َء إِلَى قُ َرى ْاْل َ ْن‬ َ ‫ش‬ ُ ‫غدَاة َ َعا‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫س َل َر‬َ ‫ت أ َ ْر‬
ْ َ‫قَال‬
ْ
‫َّللاُ َونَذهَبُ إِلَى‬ َّ ‫َار ِم ْن ُه ْم ِإ ْن شَا َء‬
َ ‫الصغ‬
ِّ ِ ‫ص ْبيَانَنَا‬ِ ‫ص ِّ ِو ُم‬َ ُ‫صو ُمهُ َون‬ ْ
ُ َ‫صبَ َح ُم ْف ِط ًرا فَليُتِ َّم بَ ِقيَّةَ يَ ْو ِم ِه فَ ُكنَّا بَ ْعدَ ذَلِكَ ن‬ َ
ْ ‫ص ْو َمهُ َو َم ْن َكانَ أ‬ َ
‫ار‬ ِ ‫ط‬ َ ‫الف‬ْ ْ َ َّ َ ْ ُّ
َ ‫ال َمس ِْج ِد فَنَجْ عَ ُل لَ ُه ْم الل ْعبَةَ ِم ْن ال ِع ْه ِن فَإِذَا بَكَى أ َحدُ ُه ْم َعلَى الطعَ ِام أ ْع‬
ِ َ‫ط ْينَاهَا إِيَّاهُ ِع ْند‬ ْ
Diriwayatkan daripada Ar-Rubaiyyi' binti Muawwiz bin Afra' r.a katanya: Pada hari
Asyura, Rasulullah s.a.w telah mengirimkan surat ke perkampungan-perkampungan Ansar di
sekitar Madinah yang berbunyi: Siapa yang berpuasa pada pagi ini hendaklah
menyempurnakan puasanya dan siapa yang telah berbuka yaitu makan pada pagi ini
hendaklah dia juga menyempurnakannya yaitu berpuasa pada pagi harinya. Selepas itu kami
pun berpuasa serta menyuruh anak-anak kami yang masih kanak-kanak supaya ikut berpuasa,
jika diizinkan Allah. Ketika kami berangkat menuju ke masjid, kami buatkan suatu
permainan untuk anak-anak kami yang diperbuat dari bulu biri-biri. Jika ada di antara mereka
yang menangis meminta makanan, kami akan berikan mainan tersebut sehingga tiba waktu
berbuka. (HR.Muslim)[40]
Dengan membaca hadis di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan puasa kepada anak
dapat dilakukan dengan cara melatih mereka berpuasa dan jika mereka menangis meminta
makanan dapat dialihkan keinginan mereka dengan cara memberi mainan kepada mereka,
sehingga anak-anak lupa akan rasa laparnya dan asik dengan permainannya, selain itu anak
juga merasa terhibur oleh permainan dan tidak merasakan panjangnya hari yang mereka lalui
dengan puasa.
Ibnu Hajar seperti dikutip Suwaid, menjelaskan bahwa hadis ini menjadi dalil
mengenai disyariatkannya melatih anak-anak untuk berpuasa, sebab usia yang disebutkan
dalam hadis tersebut belum sampai pada masa mukallaf, akan tetapi hal itu dilakukan sebagai
bentuk latihan.
Namun perlu diingat pula bahwa yang paling perlu orang tua usahakan pertama kali
sebelum mengenalkan dan melatih bepuasa adalah mengkondisikan anak dengan lingkungan
yang Islami. Kenalkan suasana puasa di lingkungan keluarga, karena suasana itu bagi anak
merupakan bekal dalam mempersiapkan dirinya, sehingga anak terbiasa dengan suasana
berpuasa.
Anak tidak melihat ibu, bapak, dan anggota keluarganya makan di siang hari, tetapi
makan ketika terbenam matahari. Perlu juga diingat adalah jangan sekali-sekali memaksa
mereka melakukan puasa secara terus menerus sejak dari terbit fajar hingga terbenam
matahari, namun latih mereka untuk melakukan puasa secara bertahap, mulai dari hitungan
jam sampai akhirnya mereka dapat terus berpuasa dari terbit fajar hingga berbuka pada
magribnya. Setelah anak mampu berpuasa selama satu hari penuh, kenalkan mereka dengan
hal-hal yang membatalkan puasa.
Muhammad Suwaid menjelaskan bahwa hadis yang menceritakan bahwa Nabi
merestui A’isyah yang sedang bermain dengan boneka, menunjukkan kepada kita bahwa
anak kecil memang butuh mainan. Demikian juga hadis tentang burung nughar kecilnya Abu
Umair yang dibuat mainan olehnya dan hal itu juga disaksikan oleh Nabi menjadi bukti lain
akan adanya kebutuhan mainan bagi anak agar ia bisa riang gembira.
Dalam hal ini kedua orang tuanyalah yang mesti memberikan mainan untuk anaknya
yang sesuai dengan usia dan kemampuannya, dan kemudian menyerahkannya secara
lansgung, hal itu dimaksudkan agar akal dan panca inderanya beraktivitas dan bisa tumbuh
sedikit demi sedikit.
Agar mainan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka benar-benar
bisa bermanfaat, maka kedua orang tua perlu mempertimbangkan; apakah mainan itu
termasuk mainan yang akan membangkitkan aktivitas jasmani dan kesehatan yang berguna
bagi anak.
Apakah mainan tersebut membeikan kesempatan bagi anak untuk menyusunnya, dan
apakah mainan tesebut bisa mendorong anak untuk meniru perilaku orang-orang dewasa dan
cara berpikir mereka. Jika jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah “ya”, maka mainan
tersebut berarti sesuai untuknya dan memberikan manfaat edukatif.
Selain memberi permainan kepada anak, bermain dengan anak dan bertingkah seperti
mereka dalam bergaul dengan mereka akan menumbuhkan semangat di dalam jiwanya dan
juga akan membantunya menampilkan serta mengembangkan potensi-potensi yang
dimilikinya.
Dalam al-Ishabah dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah bermain-main dengan
Hasan dan Husin ra. Rasulullah saw. Merangkak di atas kedua tangan dan lututnya, dan
kedua cucunya tersebut bergelantungan dari kedua sisinya, dan merangkak bersama
keduanya.
Bernyanyi juga satu cara yang baik diterapkan dalam pembelajaran pada anak usia
dini. Bernyanyi di sini bukan hanya mengajari anak menyanyikan berbagai lagu, tetapi dapat
dilakukan untuk mengajarkan anak membaca huruf hijaiyah dengan cara membacanya secara
berirama sehingga anak merasa senang dan rilek dalam mengikuti pembelajaran yang
diberikan oleh guru-gurunya.
Selain itu, belajar sambil bernyanyi juga akan memberi keceriaan dan kebahagiaan
kepada anak dalam belajar. Keceriaan dan kebahagiaan memainkan peran penting dalam jiwa
anak secara menakjubkan, serta memberikan pengaruh kuat.
Anak-anak usia dini tentu saja ingin selalu riang gembira, selanjutnya keceriaan dan
kegembiraan anak itu akan melahirkan rasa optimisme dan percaya diri serta akan selalu siap
untuk menerima perintah, peringatan atau petunjuk dari orang tua atau orang dewasa lainnya.
Adalah Rasulullah senantiasa menanamkan jiwa periang dan kegembiraan di dalam
jiwa anak dan hal itu beliau lakukan dengan bebagai macam cara. Di antaranya adalah
dengan menyambut mereka dengan sambutan yang hangat ketika bertemu dengan mereka,
mengajak mereka bercanda, menggendong mereka dan meletakkan mereka di pangkuan
beliau, mendahulukan mereka dengan memberi makanan yang baik, dan dengan cara makan
bersama-sama dengan mereka.
Juga tidak kalah pentingnya adalah pembelajaran dengan cara memberikan atau
menyajikan kisah-kisah Islami yang bersumber dari Al Qur-an dan Hadis Rasul. Dalam
pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk
penyampaian lain.
Hal ini karena kisah Qur-an dan nabawi memiliki beberapa keistimewaan yang
membuatnya mempunyai dampak psikologis dan edukatif yang sempurna, rapi, dan
jangkauan yang luas.
Di samping itu kisah eduktif dapat melahirkan kehangatan perasaan dan vitalitas serta
aktvitas di dalam jiwa, yang selanjutnya memotivasi anak didik untuk mengubah perilakunya
dan memperbarui tekadnya sesuai dengan tuntunan, pengarahan dan ide-ide yang terkandung
dalam kisah tersebut.
Kisah Qur-ani bukanlah karya seni yang tanpa tujuan, melainkan merupakan satu di
antara sekian banyak metode Qur-ani untuk menuntun dan mewujudkan tujuan keagamaan
dan ketuhanan serta satu cara untuk menyampaikan ajaran Islam terutama bagi anak-anak
usia dini.
Tentu saja kemasan kisah qur-an yang dapat diterapkan dalam memberikan
pendidikan kepada anak usia dini, merupakan kisah yang dikemas secara indah dan menarik
bagi anak-anak usia dini. Misal kisah-kisah yang dapat diberikan kepada anak usia dini antara
lain adalah kisah para Nabi dan Rasul-Rasul Allah, kisah anak durhaka, kisah-kisah anak
soleh dan kisah-kisah orang pemberani dalam kebenaran, serta kisah-kisah lain mengandung
nilai pendidikan dan mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak
usia dini.
Artinya "Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-
kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman". (Huud: 120)
Dijelaskan oleh Ibnu Kasir bahwa dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa semua
kisah para rasul terdahulu bersama umatnya masing-masing sebelum Muhammad, Kami
ceritakan kepadamu perihal mereka. Semua itu diceritakan untuk meneguhkan hatimu, hai
Muhammad, dan agar engkau mempunyai suri teladan dari kalangan saudara-saudaramu para
rasul yang terdahulu.
Artinya "Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir".(Al
A'raaf: 176) Ayat 176 ini diturunkan menceritakan kisah Bal’aam, untuk mengingatkan
manusia bahwa meskipun seorang itu sudah mencapai ilmu yang sangat tinggi sebagaimana
yang dicapai oleh para Nabi tetapi lalu ia maksiat dan condong kepada dunia, maka akhirnya
bernasib sebagaimana Bal’aam yang disebut oleh Allah: Famasaluhu kamasalail kalbi in
tahmil alaihi yalhas au tatrukhu yalhas.
Orang itu contohnya bagaikan anjing yang selalu menjilat-jilat dan tidak berguna
baginya segala peringatan, ancaman dan nasihat, tidak berguna baginya iman dan
pengetahuannya. Karena itulah ayat ditutup dengan kalimat “Maka ceritakanlah (kepada
mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir" Ikutilah kisah ini supaya mereka berpikir dan
memperhatikan, dan dapat mawas diri dan berhati-hati jangan sampai terjadi seperti itu
Kisah bisa memainkan peran penting dalam menarik perhatian, kesadaran pikiran dan
akal anak. Nabi biasa membawakan kisah di hadapan sahabat, yang muda maupun yang tua,
mereka mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang dikisahkan beliau, berupa
berbagai peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu, agar bisa diambil pelajarannya oleh
orang-orang sekarang dan yang akan datang hingga hari kiamat.
Yang penting dicatat adalah bahwa kisah-kisah yang disampaikan oleh Nabi
bersandar pada fakta riil yang pernah terjadi di masa lalu, jauh dari khurafat dan mitos.
Kisah-kisah tersebut bisa membangkitkan keyakinan sejarah pada diri anak, di samping juga
menambahkan spirit pada anak untuk bangkit serta membangkitkan rasa keislaman yang
bergelora dan mendalam.
Kisah-kisah para ulama, ‘amilin dan orang-orang mulia yang shalih merupakan
sebaik-baik sarana yang akan menanamkan berbagai keutamaan dalam jiwa anak serta
mendorongnya untuk siap mengemban berbagai kesulitan dalam rangka meraih tujuan yang
mulia dan luhur. Di samping itu juga akan membangkitkan untuk mengambil teladan orang-
orang yang penuh pengorbanan sehingga ia akan terus naik menuju derajat yang tinggi dan
terhormat.
4. Mendidik dengan Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap
sesuatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat. Sedangkan tarhib adalah ancaman
dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau
akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah.

Ini merupakan metode pendidikan Islam yang didasarkan atas fitrah yang diberikan
Allah kepada manusia, seperti keinginan terhadap kekuatan, kenikmatan, kesenangan, dan
kehidupan abadi yang baik serta ketakutan akan kepedihan, kesengsaraan dan kesudahan
yang buruk.

Ditinjau dari segi paedagogis, hal ini mengandung anjuran, hendaknya pendidik dan
atau orang tua menanamkan keimanan dan aqidah yang benar di dalam jiwa anak-anak, agar
pendidik dapat menjanjikan (targhib) surga kepada mereka dan mengancam (tarhib) mereka
dengan azab Allah, sehingga hal ini diharapkan akan mengundang anak didik untuk
merealisasikan dalam bentuk amal dan perbuatan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

Dalam memberikan pendidikan melalui targhib dan tarhib, pendidik hendaknya lebih
mengutamakan pemberian gambaran yang indah tentang kenikmatan di surga dan berbagai
kenikmatan lain yang diperoleh sebagai balasan bagi amal sholeh yang dikerjakan, sekaligus
juga diberikan sedikit gambaran tentang dahsyatnya azab Allah yang diberikan sebagai
ganjaran pelanggaran yang dilakukan.

Pendidikan dengan menerapkan metode ini merupakan upaya untuk menggugah,


mendidik dan mengembangkan perasaan Rabbaniyah pada anak sejak usia dini, perasaan-
perasaan yang diharapkan dapat dikembangkan melalui metode ini antara lain; khauf kepada
Allah, perasaan khusyu', perasaan cinta kepada Allah, dan perasaan raja' (berharap) kepada
Allah.

Targhib dan tarhib merupakan bagian dari metode kejiwaan yang sangat menentukan
dalam meluruskan anak, ia merupakan cara yang jelas dan gamblang dalam pendidikan ala
Rasul, beliau sering menggunakannya dalam menyelesaikan masalah anak di segala
kesempatan, terutama dalam masalah berbakti kepada orang tua. Beliau mendorong anak agar
berbakti kepada kedua orang tuanya serta menakut-nakutinya dari berbuat durhaka kepada
keduanya. Hal itu tidak lain bertujuan agar anak itu menyambut hal ini dan mendapatkan
pengaruh sehingga ia bisa memperbaiki diri dan perilakunya.
5. Pujian dan Sanjungan
Tidak diragukan lagi, pujian terhadap anak mempunyai pengaruh yang sangat
dominan terhadap dirinya, sehingga hal itu akan menggerakkan perasaan dan inderanya.
Dengan demikian, seorang anak akan bergegas meluruskan perilaku dan perbuatannya.
Jiwanya akan menjadi riang dan juga senang dengan pujian ini untuk kemudian semakin
aktif.

Rasulullah sebagai manusia yang mengerti tentang kejiwaan manusia telah


mengingatkan akan pujian yang memberikan dampak positif terhadap jiwa anak, jiwanya
akan tergerak untuk menyambut dan melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

Anak kecil yang masih berada dalam umur tiga tahun pertama bukannya tidak
mempunyai perasaan kehormatan serta harga diri, ia menyadari bahwasanya dirinya adalah
anak kecil, akan tetapi dalam lubuk hatinya ia tidak menerima jika dianggap remeh dalam
bentuk dan sikap yang bagaimanapun.

Selama ia masih tumbuh berkembang maka perasaan dihargai dan dihormati ikut
tumbuh kembang dalam dirinya. Perasaan harga diri dan dihormati merupakan pembawaan
manusia secara fitrah, baik sebagai anak kecil maupun sebagai manusia dewasa, sebab
sesungguhnya manusia merupakan makhluk yang dihormati lagi dimuliakan. Mengenai
bentuk dan ragam pemberian pujian atau penghargaan cukup banyak, yang terpenting adalah
anak sejak dini dipandang sebagai manusia sekaligus diperlakukan secara manusiawi.

Secara lebih lanjut, pujian dan sanjungan dapat diberikan dalam bentuk hadiah.
Namun orang tua hendaklah berhati-hati dalam memilih hadiah, agar tidak menimbulkan
ketagihan. Hindarilah memberi hadiah uang, karena selain benda ini sangat menggiurkan,
orang tua pun harus bekerja dua kali untuk membimbing anak agar mampu membelanjakan
uangnya dengan baik.

Pilihlah hadiah yang bersifat edukatif, sehingga tak jadi persoalan jika anak-anak
kemudian ketagihan. Buku cerita, alat-alat sekolah serta perlengkapan kegemaran anak akan
cukup menyenangkan mereka. Pilih barang yang saat itu sedang mereka butuhkan, sehingga
orang tua tidak perlu membelikannya lagi, misalnya jika sepatunya sudah mulai nampak
berlubang, mengapa tidak menjadikannya saja sebagai hadiah, sebab kalaupun tidak sebagai
hadia toh akhirnya orang tua harus membelikannya juga. Orang tua harus sejak awal dan
terus-menerus menanamkan pengertian bahwa hadiah yang diberikan kepada anak bukan
semata untuk menghargai prestasi akhir mereka, namun lebih dititikberatkan pada usaha anak
untuk mengubah dirinya.

6. Menanamkan Kebiasaan yang Baik


Dalam usaha memberikan pendidikan dan membantu perkembangan anak usia dini,
selain pengembangan kecerdasan dan keterampilan, perlu juga sejak dini ditanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang positif. Pendidikan dengan mengajarkan dan pembiasaan adalah
pilar terkuat untuk pendidikan anak usia dini, dan metode paling efektif dalam membentuk
iman anak dan meluruskan akhlaknya, sebab metode ini berlandasakan pada pengikutsertaan.
Tidak diragukan lagi, mendidik dengan cara pembiasaan anak sejak dini adalah paling
menjamin untuk mendatangkan hasil positif, sedangkan mendidik dan melatih setelah dewasa
sangat sukar untuk mencapai kesempurnaan
Ada beberapa hal yang dapat dianggap positif untuk dibiasakan terhadap anak usia
dini, di antaranya adalah: Anak harus dibiasakan menjaga kebersihan, sebab Islam sangat
mementingkan kebersihan, sebagaimana dapat dibaca pada firman Allah berikut ini:
Artinya: “Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (Taubah: 108)
Ayat di atas menjelaskan tentang kecintaan Allah terhadap orang yang bersih, yaitu orang
menyucikan dirinya dari segala macam najis dan kotoran sekaligus membersihan jiwanya
dari segala macam dosa.[58]ِ Ayat ini sejalan dengan sabda Rasul:
‫ب‬ِ َّ‫سي‬ َ ‫س ِعيدَ بْنَ ْال ُم‬ َ ُ‫س ِم ْعت‬ َ ‫صا ِلحِ ب ِْن أَبِي َحسَّانَ قَال‬ َ ‫اس َع ْن‬ َ َ‫ي َحدَّثَنَا خَا ِلدُ ْبنُ إِ ْلي‬ ُّ ‫ام ٍر ْالعَقَ ِد‬ ِ ‫ار َحدَّثَنَا أَبُو َع‬ ٍ ‫ش‬َّ ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ْبنُ َب‬
َ َ
59[…‫ب ن َِظيف ي ُِحبُّ النَّظافَة‬ َّ
َ ِِّ‫َّللاَ طيِِّب ي ُِحبُّ الطي‬ َ ُ
َّ ‫]يَقو ُل إِ َّن‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai
kebersihan”… (R. at-Tirmiżi)
Dalam rangka membiasakan hidup bersih dan hidup sehat, pada anak usia dini,
hendaklah anak dibiasakan untuk; berdo’a sebelum tidur dan ketika bangun, mandi secara
teratur, menggosok gigi setiap bangun dan menjelang tidur, mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, serta membuang sampah pada tempatnya.
Anak dilatih dan dibiasakan hidup teratur, misalnya dengan membiasakan anak
makan secara teratur dan tidak berlebihan, sebagaimana difirmankan Allah:
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan”.(Al A’raaf ayat 31)
Makna yang terdapat pada ayat ini adalah makanlah sesukamu dan berpakaianlah
sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebih-lebihan dan sombong. Allah
menghalalkan makan dan minum selagi dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak
untuk kesombongan
Dalam hadis Rasul kita temukan tentang aturan makan dan minum, yaitu seperti yang
tersebut dalam hadis berikut ini:
ُ ‫ظ ِالب ِْن نُ َمي ٍْر قَالُوا َحدَّثَنَا‬
ُ‫س ْف َيان‬ ُ ‫ع َم َر َواللَّ ْف‬ ُ ‫ب َوا ْبنُ أ َ ِبي‬ ٍ ‫َّللاِ ب ِْن نُ َمي ٍْر َو ُز َهي ُْر ْبنُ َح ْر‬ َّ ‫ش ْي َبةَ َو ُم َح َّمد ُ ْبنُ َع ْب ِد‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َب ْك ِر ْبنُ أ َ ِبي‬
‫سلَّ َم قَا َل ِإذَا أ َ َك َل‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ع َم َر أ َ َّن َر‬ ُ ‫ع َم َر َع ْن َج ِدِّ ِه اب ِْن‬ُ ‫َّللاِ ب ِْن‬َّ ‫َّللاِ ب ِْن َع ْب ِد‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبي َب ْك ِر ب ِْن‬
َّ ‫ع َب ْي ِد‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫َع ْن‬
ِِّ ‫الز ْه ِر‬
ْ
‫طانَ يَأ ُك ُل ِب ِش َما ِل ِه َويَ ْش َربُ ِب ِش َما ِل ِه‬ َ ‫ش ْي‬َّ ‫ب فَ ْليَ ْش َربْ ِبيَ ِمينِ ِه فَإ ِ َّن ال‬ ْ
َ ‫أ َ َحد ُ ُك ْم فَ ْليَأ ُك ْل ِبيَ ِمينِ ِه َو ِإذَا ش َِر‬

Artinya: Dari Jaddah ibn Umar Rasulullah berkata: “Jika makan salah seorang
diantara kamu, maka makanlah dengan tangan kanan, dan jika minum, maka minumlah
dengan tangan kanan, karena sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kiri”
Anak sejak dini hendaknya dibiasakan hidup sederhana dan hemat. Untuk itu
sebaiknya anak tidak dibiasakan jajan, sebab jajan di samping merupakan kebiasaan yang
tidak baik, juga makananan yang ia beli belum terjamin kebersihannya hingga bisa
membahayakan kesehatannya.
Itulah beberapa metode pendidikan yang menurut hemat penulis layak untuk
diterapkan pada pelaksanaan pendidikan anak usia dini. Dengan metode-metode tersebut
secara teoritis akan memberikan hasil positif terhadap pembinaan dan pendidikan anak usia
dini, baik itu yang dilaksanakan orang tua di rumah, maupun oleh para guru di
sekolah/lembaga pendidikan anak usia dini.

Sumber :
http://paudjateng.xahzgs.com/2015/05/metode-pembelajaran-paud-perspektif-islam.html
Diposting oleh Yulia Safitri di 17.43
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Yulia Safitri
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
 ▼ 2015 (12)
o ▼ November (8)
 Metode Pembelajaran PAUD Dalam Perspektif Islam
 say no to pacaran sebelum waktunya tiba
 say no to pacaran sebelum waktunya tiba
 “ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI DALAM
FILSA...
 Kecerdasan Logika Matematika
 SIKLUS BIO KOGNITIF
 PELAKSANAAN ASSESMEN PERKEMBANGAN ANAK dengan
obse...
 pengenalan membaca dan menulis bagi anak usia dini...
o ► Oktober (4)

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.


 Beranda
 Contac Us
 Twitter
 Silabus PERKULIAHAN
 Materi Ajar
 PBA UIN SU

Search here....

BLOG GURU


 Profil
 Kegiatan
 Photo
 Bahan Ajar
TELAH DIBUKA UJIAN KEJAR PAKET A, B DAN C SELURUH INDONESIA,
RESMI. INFORMASINYA DI SINI
Home » PAUD , Pendidikan Anak Usia Dini » Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan
Islam

Pendidikan Anak Usia Dini dalam


Perspektif Pendidikan Islam
Posted by Pak. Gunawan Posted on 22.44 with 4 comments

A. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam


Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan, tentulah memiliki dasar

hukum baik itu yang berasal dari dasar naqliyah maupun dasar aqliyah. Begitu juga halnya

dengan pelaksanakan pendidikan pada anak usia dini. Berkaitan dengan pelaksanaan

pendidikan anak usia dini, dapat dibaca firman Allah berikut ini:

Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar

kamu bersyukur". (An Nahl: 78)

Berdasarkan ayat tersebut di atas, dipahami bahwa anak lahir dalam keadaan lemah

tak berdaya dan tidak mengetahui (tidak memiliki pengetahuan) apapun. Akan tetapi Allah

membekali anak yang baru lahir tersebut dengan pendengaran, penglihatan dan hati nurani

(yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya berada di hati). Menurut pendapat

yang lain adalah otak. Dengan itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu, mana

yang bermanfaat dan mana yang berbahaya. Kemampuan dan indera ini diperoleh seseorang
secara bertahap, yakni sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang maka bertambah pula

kemampuan pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang

dan dewasanya.[1] Dengan bekal pendengaran, penglihatan dan hati nurani (akal) itu, anak

pada perkembangan selanjutnya akan memperoleh pengaruh sekaligus berbagai didikan dari

lingkungan sekitarnya. Hal ini pula yang sejalan dengan sabda Rasul berikut ini:

ُ ‫ب َع ْن أ َ ِبي ُه َري َْرة َ أ َ َّن َر‬


َّ ‫سو َل‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم‬
ِ َّ‫سي‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫ي‬ ُّ ‫ع ِن‬
ِِّ ‫الز ْه ِر‬ َ ‫َحدَّثَنَا َع ْبدُ ْاْل َ ْعلَى‬
َ ‫ع ْن َم ْع َم ٍر‬

َ ‫َص َرانِ ِه أ َ ْو يُ َم ِ ِّج‬


‫سانِ ِه‬ ْ ‫علَى ْال ِف‬
ِّ ِ ‫ط َرةِ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّ ِودَانِ ِه َويُن‬ َ ُ ‫سلَّ َم قَا َل ُك ُّل َم ْولُو ٍد يُولَد‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ

]2[

Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah

yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”.(HR. Bukhari,

Abu Daud, Ahmad)

Meskipun anak lahir dalam keadaan lemah tak berdaya serta tidak mengetahui apa-

apa, tetapi ia lahir dalam keadaan fitrah, yakni suci dan bersih dari segala macam keburukan.

Karenanya untuk memelihara sekaligus mengembangkan fitrah yang ada pada anak, orang

tua berkewajiban memberikan didikan positif kepada anak sejak usia dini atau bahkan sejak

lahir yang diawali dengan mengazankannya. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya fitrah

manusia menuntut pembebasan dari kemusyrikan dan akibat-akibatnya yang dapat menyeret

manusia kepada penyimpangan watak dan penyelewengan serta kesesatan di dalam berfikir,

berencana dan beraktivitas. Bagi manusia kepala merupakan pusat penyimpanan informasi

alat indera yang mengatur semua eksistensi dirinya, baik psikologis maupun biologis. Indera

pendengaran, penglihatan, penciuman dan indera perasaan diatur oleh kepala. Tatkala azan

berikut kalimah yang dikandungnya, yaitu kalimah Takbir dan kalimah Tauhid, meyentuh

pendengaran si bayi, maka kalimah azan tersebut ibarat tetesan air jernih yang berkilauan ke

dalam telinganya, sesuai dengan fitrah dirinya. Pada waktu itu si bayi belum dapat merasakan
apa-apa, hanya kesadarannya dapat merekam nada-nada dan bunyi-bunyi kalimah azan yang

diperdengarkan kepadanya. Kalimah terebut dapat mencegah jiwanya dari kecenderungan

kemusyrikan serta dapat memelihara dirinya dari kemusyrikan. Demikian pula kalimah azan

seolah-olah melatih pendengaran manusia (dalam hal ini anak bayi/usia dini) agar terbiasa

mendegarkan panggilan nama yang baik, sehingga hal ini menuntut para orang tua untuk

memberi (menamai) anaknya dengan nama yang baik serta memiliki makna yang baik pula.

Hal ini sejalan dengan sabda Rasul:

‫ع ْن‬ ُّ ِّ‫الر ِق‬


َ ‫ي‬ َّ َ‫سلَ ْي َمان‬
ُ ‫ي َحدَّثَنَا ُم َع َّم ُر ب ُْن‬ ْ ‫اق ْال َب‬
ُّ ‫ص ِر‬ ُ ‫الر ْح َم ِن ب ُْن ْاْل َس َْو ِد أَبُو َع ْم ٍرو ْال َو َّر‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
َّ ُ‫ع ْبد‬

‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ِِّ ِ‫ع ْن النَّب‬ ُ ‫ع ْن اب ِْن‬
َ ‫ع َم َر‬ َ َ‫عثْ َمان‬
َ ٍ‫ع ْن نَافِع‬ َ ‫ي َع ْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬
ُ ‫َّللاِ ب ِْن‬ ِِّ ‫صا ِلحٍ ْال َم ِ ِّك‬
َ ‫ي ب ِْن‬ِِّ ‫ع ِل‬
َ

َ ‫الر ْح َم ِن” قَا َل أَبُو ِعي‬


‫سى َهذَا َحدِيث‬ َّ ُ‫ع ْبد‬ َ ‫ع َّز َو َج َّل‬
َّ ُ‫ع ْبد‬
َ ‫َّللاِ َو‬ َ ‫َّللا‬ ِ ‫سلَّ َم قَا َل “أ َ َحبُّ ْاْل َ ْس َم‬
ِ َّ ‫اء إِلَى‬ َ ‫َو‬

]3[‫سن غ َِريب ِم ْن َهذَا ْال َو ْج ِه‬


َ ‫َح‬
Artinya: “Nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman”.(HR.

At-Tirmizi)

Nama yang indah sesungguhnya tidak hanya sekedar nama atau panggilan, tetapi

sesungguhnya merupakan cerminan tentang adanya pujian atau do'a, harapan atau gambaran

semangat dan dambaan indah kepada anak-anaknya.

Dalam mendukung perkembangan anak pada usia-usia selanjutnya, termasuk pada

usia dini, yang menjadi kewajiban orang tua adalah memberikan didikan positif terhadap

anak-anaknya, sehingga anak-anaknya tersebut tidak menjadi/mengikut ajaran Yahudi,

Nasrani atau Majusi, melainkan menjadi muslim yang sejati. Mendidik anak dalam

pandangan Islam, merupakan pekerjaan mulia yang harus dilaksanakan oleh setiap orang tua,

hal ini sejalan dengan sabda Rasul:


‫سن ُم َرة َ قَنا َل قَنا َل‬ ِ ‫ع ْن َجا ِب ِر ب‬
َ ‫ْنن‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ع ْن ِس َم‬
ٍ ‫اك ب ِْن َح ْر‬ َ ‫َحدَّثَنَا قُت َ ْيبَةُ َحدَّثَنَا يَ ْحيَى ب ُْن يَ ْعلَى‬
ِ ‫ع ْن ن‬
َ ٍ‫َاصح‬

]4[ ٍ‫صاع‬ َ َ ‫الر ُج ُل َولَدَهُ َخيْر ِم ْن أ َ ْن َيت‬


َ ‫صدَّقَ ِب‬ َ ‫سلَّ َم َْل َ ْن ي َُؤ ِد‬
َّ ‫ِّب‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َر‬

"Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah dengan

satu sha'(R. Tirmidzi)

Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah di tangan kedua orang tuanya.

Hatinya yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu dan bebas dari segala macam

ukiran dan gambaran. Ukiran berupa didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak,

sehingga ia akan berkembang dengan baik dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan

meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika anak sejak dini dibisakan dan dididik

dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan

berkembang dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari

kesengaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini senada

dengan firman Allah:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang

kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(At Tahrim: 6)

Terhadap ayat ini Ibnu Kasir dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat ini

menganjurkan kepada setiap individu muslim bertakwa kepada Allah dan perintahkanlah

kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah. Ibnu Kasir menjelaskan bahwa Qatada

mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah

mereka dari perbuatan durhaka terhadapNya, dan hendaklah engkau tegakkan terhadap

mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau

bantu mereka untuk mengamalkannya. Jika engkau melihat di kalangan keluargamu suatu

perbuatan maksiat kepada Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau
larang mereka melakukannya. Hal yang sama juga dikemukakan Ad-Dahlak dan Muqatil,

bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada

keluarganya, baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya, hal-hal yang

difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang

harus mereka jauhi.[5]

Berdasarkan ayat tersebut, dipahami bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk

memelihara diri dan keluarga (anak-anaknya) dari siksaan api neraka. Cara yang dapat

dilakukan oleh orang tua ialah mendidiknya, membimbingnya dan mengajari akhlak-akhlak

yang baik. Kemudian orang tua harus menjaganya dari pergaulan yang buruk, dan jangan

membiasakannya berfoya-foya, jangan pula orang tua menanamkan rasa senang bersolek dan

hidup dengan sarana-sarana kemewahan pada diri anak, sebab kelak anak akan menyia-

nyiakan umurnya hanya untuk mencari kemewahan jika ia tumbuh menjadi dewasa, sehingga

ia akan binasa untuk selamanya. Akan tetapi seharusnya orang tua sejak dini mulai

mengawasi pertumbuhannya dengan cermat dan bijaksana sesuai dengan tuntutan pendidikan

Islam.[6]

Dari uraian di atas kiranya dapat disebutkan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini

dalam pandangan Islam adalah memelihara, membantu pertumbuhan dan perkembangan

fitrah manusia yang dimiliki anak, sehingga jiwa anak yang lahir dalam kondisi fitrah tidak

terkotori oleh kehidupan duniawi yang dapat menjadikan anak sebagai Yahudi, Nasrani atau

Majusi. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan anak usia dini dalam pendidikan Islam

bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai keislaman kepada anak sejak dini, sehinga dalam

perkembangan selanjutnya anak menjadi manusia muslim yang kāffah, yang beriman dan

bertaqwa kepada Allah SWT. Hidupnya terhindar dari kemaksiatan, dan dihiasi dengan

ketaatan dan kepatuhan serta oleh amal soleh yang tiada hentinya. Kondisi seperti inilah yang
dikehendaki oleh pendidikan Islam, sehingga kelak akan mengantarkan peserta didik pada

kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat.

B. Kurikulum dan Materi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam

Ada berbagai bentuk kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli dalam pendidikan

anak usia dini. Ada yang disebut dengan Kurikulum terpisah-pisah, yakni kurikulum

mempunyai mata pelajaran yang tersendiri satu dengan lainnya tidak ada kaitannya, karena

masing-masing mata pelajaran mempunyai organisasi yang terintegrasikan. Ada pula

Kurikulum saling berkaitan, yakni antara masing-masing mata pelajaran ada keterkaitan,

antara dua mata pelajaran masih ada kaitannya. Dengan demikian anak mendapat kesempatan

untuk melihat keterkaitan antara mata pelajaran, sehingga anak masih dapat belajar

mengintegrasikan walaupun hanya antara dua mata pelajaran. Kemudian ada pula yang

dinamai dengan Kurikuluim Terintegrasikan, dalam kurikulum ini anak mendapat

pengalaman luas, karena antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain saling

berkaitan. Dalam kaitannya dengan materi pendidikan untuk anak usia dini, Ibnu Sina telah

menyebutkan dalam bukunya yang berjudul As-Siyasah, ide-ide yang cemerlang dalam

mendidik anak. Dia menasihati agar dalam mendidik anak dimulai dengan mengajarkannya al

Qur’an al-Karim yang merupakan persiapan fisik dan mental untuk belajar. Pada waktu itu

juga anak-anak belajar mengenal huruf-huruf hijaiyah, cara membaca, menulis dan dasar-

dasar agama. Setelah itu mereka belajar meriwayatkan sya’ir yang dimulai dari rojaz

kemudian qashidah karena meriwayatkan dan menghafal rojaz lebih mudah sebab bait-

baitnya lebih pendek dan wajn (timbangan)nya lebih ringan. Sebaiknya dalam hal ini, guru

memilih sya’ir tentang adab-adab yang terpuji, kemuliaan orang-orang yang berilmu dan

hinanya orang-orang yang bodoh, mendorong untuk berbakti kepada orang tua, anjuran

melakukan amar ma’ruf dan memuliakan tamu. Apabila anak-anak sudah bisa menghafal Al-
Qur’an al-Karim dan mengetahui qaidah-qaidah bahasa Arab dengan baik, maka untuk

mengarahkan ke jenjang berikutnya adalah dengan melihat kecenderungannya atau apa yang

sesuai dengan tabiat dan bakatnya. Di dalam nasihat terakhir tersebut Ibnu Sina menyebutkan

pengarahan guru yang disesuaikan dengan kecenderungan atau apa yang sesuai dengan bakat

anak, merupakan ruh (inti) pendidikan modern di jaman kita ini. Para pakar pendidikan

sekarang mengajak untuk selalu memperhatikan kesiapan dan kecenderungan anak-anak

didik dalam belajar, mereka diarahkan ke dalam masalah teori maupun praktik yang meliputi

masalah adab, olah raga, agama, sosial dan kesenian sesuai dengan kecenderungan mereka,

agar mereka sukses dalam belajarnya.[7] Dengan demikian seluruh mata pelajaran

merupakan satu kesatuan yang utuh atau bulat. Adapun pokok-pokok pendidikan yang harus

diberikan kepada anak, adalah meliputi seluruh ajaran Islam yang secara garis besar dapat

dikelompokan menjadi tiga, yakni, aqidah, ibadah dan akhlak serta dilengkapi dengan

pendidikan membaca Al Qur’an.

a. Pendidikan akidah, hal ini diberikan karena Islam menempatkan pendidikan akidah pada

posisi yang paling mendasar, terlebih lagi bagi kehidupan anak, sehingga dasar-dasar akidah

harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan

pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar.

b. Pendidikan ibadah, hal ini juga penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.

Karenanya tata peribadatan menyeluruh sebagaimana termaktub dalam fiqih Islam hendaklah

diperkenalkan sedini mungkin dan dibiasakan dalam diri anak sejak usia dini. Hal ini

dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar takwa, yakni insan

yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala

larangannya.

c. Pendidikan akhlak, dalam rangka mendidik akhlak kepada anak-anak, selain harus diberikan

keteladanan yang tepat, juga harus ditunjukkan tentang bagaimana menghormati dan bertata
krama dengan orang tua, guru, saudara (kakak dan adiknya) serta bersopan santun dalam

bergaul dengan sesama manusia. Alangkah bijaksananya jika para orangtua atau orang

dewasa lainnya telah memulai dan menanamkan pendidikan akhlak kepada anak-anaknya

sejak usia dini, apa lagi jika dilaksanakan secara terprogram dan rutin.[8]

Dalam rangka mengoptimalkan perkembangan anak dan memenuhi karakteristik anak

yang merupakan individu unik, yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang berbeda,

maka perlu dilakukan usaha yaitu dengan memberikan rangsangan-rangsangan, dorongan-

dorongan, dan dukungan kepada anak. Agar para pendidik dapat melakukan dengan optimal

maka perlu disiapkan suatu kurikulum yang sistematis. Selain pembentukan sikap dan

perilaku yang baik, anak juga memerlukan kemampuan intelektual agar anak siap

menghadapi tuntutan masa kini dan masa datang. Sehubungan dengan itu maka program

pendidikan dapat mencakup bidang pembentukan sikap dan pengembangan kemampuan

dasar yang keseluruhannya berguna untuk mewujudkan manusia sempurna yang mampu

berdiri sendiri, bertanggung jawab dan mempunyai bekal untuk memasuki pendidikan

selanjutnya. Karenanya kurikulum untuk anak usia dini sebaiknya memperhatikan beberapa

prinsip. Pertama, berpusat pada anak, artinya anak merupakan sasaran dalam kegiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik. Kedua, mendorong perkembangan fisik, daya

pikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa dan komunikasi sebagai dasar pembentukan

pribadi manusia yangh utuh. Ketiga, memperhatikan perbedaan anak, baik perbedaan

keadaan jasmani, rohani, kecerdasan dan tingkat perkembangannya. Pengembangan program

harus memperhatikan kesesuaian dengan tingkat perkembangan anak (Developmentally

Appropriate Program).[9]

Acuan menu pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini telah mengembangkan

program kegiatan belajar anak usia dini. Program tersebut dikelompokkan dalam enam

kelompok usia, yaitu lahir – 1 tahun, 1 – 2 tahun, 2 – 3 tahun, 3 – 4 tahun, 5 – 6 tahun dan 5 –
6 tahun. Masing-masing kelompok usia dibagi dalam enam aspek perkembangan yaitu:

perkembangan moral dan nilai-nilai agama, perkembangan fisik, perkembangan bahasa,

perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan seni dan

kreativitas.[10]

Masing-masing aspek perkembangan tersebut dijabarkan dalam kompetensi dasar,

hasil belajar dan indikator. Indikator-indikator kemampuan yang diarahkan pada pencapaian

hasil belajar pada masing-masing aspek pengembangan, disusun berdasarkan sembilan

kemampuan belajar anak usia dini. Kecerdasan linguistic (linguistc intelligence) yang dapat

berkembang bila dirancang melalui berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, berdiskusi,

dan bercerita. Kecerdasan logika-matematika (logico-mathematical intelligence) yang dapat

dirangsang melalui kegiatan menghitung membedakan bentuk, menganalisis data, dan

bermain dengan benda-benda. Kecerdasan visual-spasial (visual-spatial intelligence) yaitu

kemampuan ruang yang dapat dirangsang melalui kegiatan bermain balok-balok dan bentuk-

bentuk geometri melengkapi puzzle, menggambar, melukis, menonton film maupun bermain

dengan daya khayal (imajinasi). Kecerdasan musikal (musical intelligence) yang dapat

dirangsang melalui irama, nada, berbagai bunyi, dan tepuk tangan. Kecerdasan kinestik

(kinesthetic intelligence) yang dirangsang melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan

gerakan yang teratur, tarian, olahraga, dan terutama gerakan tubuh. Kecerdasan naturalis

(naturalist intelligence) yaitu mencintai keindahan dan alam. Kecerdasan ini dapat

dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang, termasuk

mengamati fenomena alam seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang malam, panas dingin,

bulan dan matahari. Kecerdasan antarpersonal (interpersonal intelligence) yaitu kemampuan

untuk melakukan hubungan antar manusia (berkawan) yang dapat dirangsang melalui

bermain bersama teman, bekerjasama, bermain peran, dan memecahkan masalah, serta

menyelesaikan konflik. Kecerdasan interpersonal, yaitu kemampuan memahami diri sendiri


yang dapat dirangsang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri sendiri,

percaya diri, termasuk kontrol diri dan disiplin. Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence)

yakni kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Tuhan. Kecerdasan ini dapat dirangsang

melalui kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada penanaman nilai-nilai moral dan agama.

Kecerdasan-kecerdasan tersebut merupakan dasar bagi perumusan kompetensi, hasil belajar

dan kurikulum pembelajaran pada anak usia dini.[11]

Sesuai dengan dasar, tujuan dan kompetensi pendidikan anak usia dini, maka ada

beberapa materi pokok yang harus diajarkan kepada anak-anak di usia dini. Dalam konsep

Islam, secara umum materi yang harus diajarkan kepada anak usia dini, sama dengan materi

dasar ajaran Islam yang terdiri dari bidang aqidah, ibadah, dan akhlak. Dalam pembelajaran

terhadap anak usia dini, tentu saja uraian materi yang diberikan tidaklah sama dengan yang

diberikan kepada orang dewasa, meskipun masih berada dalam lingkup akidah, ibadah dan

akhlak.

Pada bidang aqidah, meskipun anak usia dini belum layak untuk diajak berpikir

tentang hakikat Tuhan, malaikat, nabi (rasul), kitab suci, hari akhir, dan qadha dan qadar,

tetapi anak usia dini sudah dapat diberi pendidikan awal tentang aqidah (rukun Iman).

Pendidikan awal tentang aqidah, bisa saja diberikan materi yang berupa mengenal nama-

nama Allah dan ciptaan-Nya yang ada di sekitar kehidupan anak, nama-nama malaikat, kisah-

kisah Nabi dan Rasul, dan materi dasar lainnya yang berkaitan dengan aqidah (rukun Iman).

Di antara yang dapat dilakukan dalam memberi pendidikan aqidah kepada anak ialah dengan

cara mengazankan anak yang baru lahir, sebagaimana diperintahkan rasul dalam sabdanya:

ْ ‫ع‬
‫نن‬ َ ‫ان‬ ُ ‫ناال أ َ ْخبَ َرنَنا‬
ُ َ‫سن ْفي‬ َ َ‫ي ق‬ ُ ‫النر ْح َم ِن ب‬
ٍِّ ‫ْنن َم ْهن ِد‬ َّ ُ ‫عبْند‬
َ ‫سن ِعي ٍد َو‬ ُ ‫ار َحدَّثَنَا يَ ْحيَى ب‬
َ ‫ْنن‬ ٍ ‫ش‬َّ َ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ب ُْن ب‬

‫علَيْن ِه‬ َّ ‫صنلَّى‬


َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫نن أ َ ِبين ِه قَنا َل َرأَيْنتُ َر‬
َّ ‫سنو َل‬ ْ ‫ع‬َ ٍ‫َّللاِ ب ِْن أ َ ِبني َرافِنع‬ ُ ‫ع ْن‬
َّ ‫ع َب ْي ِد‬ َّ ‫ع َب ْي ِد‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫اص ِم ب ِْن‬
ِ ‫ع‬َ

َّ ‫اط َمةُ ِبال‬


]12[‫ص ََل ِة‬ ِ َ‫ي ِحينَ َولَدَتْهُ ف‬ٍِّ ‫ع ِل‬ َ ‫سلَّ َم أَذَّنَ ِفي أُذ ُ ِن ْال َح‬
َ ‫س ِن ب ِْن‬ َ ‫َو‬
Artinya: Dari Abu Rafi’, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW ażan sebagaimana

ażan şalat, di telinga Husain bin Ali ketika Fathimah melahirkannya”(R. at-Tirmiżi)

Ibnu Qayyim seperti dikutip oleh Al Mun’im Ibrahim, menyebutkan bahwa rahasia

azan adalah agar awal yang didengar bagi seorang yang baru dilahirkan adalah azan yang

mengandung keagungan dan keluhuran Tuhan. Sebagaimana kalimat syahadat bagi orang

yang baru masuk Islam. Praktik tersebut merupakan pengenalan terhadap syi’ar Islam di

dunia ini[13]. Selain itu azan juga dimaksudkan agar suara yang pertama-tama didengar oleh

bayi adalah kalimat-kalimat yang berisi kebesaran dan keagungan Allah serta syahadat yang

pertama-tama memasukkannya ke dalam Islam. Azan juga merupakan seruan menuju Allah,

menuju agama Islam dan menuju peribadahan kepadaNya yang mendahului ajakan-ajakan

lainnya.[14] Tatkala azan berikut kalimat yang dikandungnya, yaitu kalimat takbir dan

kalimat tauhid, menyentuh pendengaran bayi, maka kalimat azan tersebut ibarat tetesan air

jernih yang berkilauan ke dalam telinganya, sesuai dengan fitrah dirinya. Pada waktu itu bayi

belum dapat merasakan apa-apa, hanya kesadarannya dapat merekam nada-nada dan bunyi-

bunyi kalimat azan yang diperdengarkan kepadanya. Kalimat tersebut dapat mencegah jiwa

dari kecenderungan kemusyrikan, serta dapat memelihara dirinya dari kemusyrikan.

Demikian pula kalimat azan melatih pendengaran manusia balita agar terbiasa mendengarkan

panggilan nama yang baik beserta pengertian makna dan pengaruh yang terkandung di

dalamnya.[15]

Dalam ajaran Islam, membaca al-Qur´an dinilai juga sebagai ibadah, karenanya dalam

sebuah hadisnya Rasulullah bersabda:


‫ع ْن أ َ ِبي‬
َ َ ‫عبَ ْيدَة‬ َ ‫ع ْلقَ َمةُ ب ُْن َم ْرث َ ٍد‬
َ ُ‫س ِم ْعت‬
ُ َ‫س ْعدَ بْن‬ َ ‫ش ْعبَةُ قَا َل أ َ ْخبَ َرنِي‬
ُ ‫َحدَّثَنَا َح َّجا ُج ب ُْن ِم ْن َها ٍل َحدَّثَنَا‬

‫سلَّ َم قَا َل َخي ُْر ُك ْم َم ْن‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ِِّ ‫ع ْنهُ َع ْن النَّ ِب‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫عثْ َمانَ َر‬
َ ‫ض‬ ُ ‫ع ْن‬
َ ‫ي‬ ِِّ ‫سلَ ِم‬
ُّ ‫الر ْح َم ِن ال‬
َّ ‫ع ْب ِد‬
َ

َ ‫تَعَلَّ َم ْالقُ ْرآنَ َو‬


]16[ ُ‫علَّ َمه‬

Artinya: Sebaik-baik kamu ialah orang yang mempelajari al-Qur´an dan

mengajarkannya kepada orang lain. (HR. at-Tirmiżi)

Setiap orang tua harus menyadari bahwa mengajarkan al-Qur´an kepada anak-anak

adalah suatu kewajiban mutlak dan harus dilaksanakan sejak dini agar ruh al-Qur´an dapat

membekas dalam jiwa mereka. Sebab bagaimana anak-anak dapat mengerti agamanya jika

mereka tidak mengerti al-Qur´an. Selain itu untuk kepentingan bacaan dalam sholat, anak-

anak pun wajib mengetahui dan dapat membaca surah Al Fatihah dan lainnya yang menjadi

keperluan sebagai bacaan dalam sholat. Dengan adanya tuntutan kewajiban sholat, maka

mutlak bagi orang tua wajib memberi pendidikan al-Qur´an kepada anak-anaknya. Islam juga

memerintahkan untuk memberikan pendidikan membaca Al Qur-an kepada anak sejak usia

dini, tentu saja dalam bentuk pendidikan awal. Pada masa sekarang ini pembelajaran

membaca al Qur-an pada anak usai dini dapat diberikan dengan cara pembelajaran metode

Iqra', dan ternyata metode ini banyak memberikan hasil positif bagi perkembangan dan

kemampuan membaca al Qur-an anak usia dini (usia Taman Kanak-kanak). Cara yang dapat

ditempuh orang tua dalam memberikan pendidikan al-Qur-an kepada anak-anaknya, antara

lain adalah:

1. Mengajarkannya sendiri dan ini cara yang terbaik. Karena orang tua sekaligus dapat lebih

akrab dengan anak-anaknya dan mengetahui sendiri tingkat kemampuan anak-anaknya. Ini

berarti orang tualah yang wajib terlebih dahulu dapat membaca Al Qur-an dan memahami

ayat-ayat yang dibacanya.


2. Menyerahkan kepada guru mengaji al-Qur-an atau memasukkan anak-anak pada sekolah-

sekolah yang mengajarkan tulis baca al-Qur-an.

3. Dengan alat yang lebih modern, dapat mengajarkan al-Qur-an lewat video casette, dan atau

vcd, jika orang tua mampu menyediakan peralatan semacam ini, tetapi ingatlah bahwa cara

yang pertamalah yang terbaik.[17]

Pada usia dini anak juga perlu diberi pengajaran tentang ibadah, seperti tentang

bersuci, do'a-do'a, dan ayat-ayat pendek, cara mengucap salam, dan sedikit tentang tata cara

melaksanakan şalat, serta beberapa hal lain yang dikategorikan kepada amal dan perbuatan

baik yang diridhoi Allah. Dalam hal memberi pendidikan şalat kepada anak di usia dini dapat

dilakukan orang tua dengan mulai membimbing anak untuk mengerjakan şalat dengan

mengajak melakukan şalat di sampingnya, dimulai ketika ia sudah mengetahui tangan kanan

dan kirinya.[18] Jangan diamkan anak menonton televisi, sementara azan berkumandang.

Jika orang tua menghendaki anak mengerjakan şalat, berilah ia teladan. Orang tua perlu

menjelaskan bahwa şalat merupakan satu wujud rasa syukur, karena Allah telah memberikan

nikmat berupa rezki yang halal dan kesehatan.[19] Rahasianya adalah agar anak dapat

mempelajari hukum-hukum ibadah şalat sejak masa pertumbuhannya, sehingga ketika anak

tumbuh besar, ia telah terbisa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan

hak-hakNya, bersyukur kepada Allah, di samping itu anak akan mendapatkan kesucian ruh,

kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan di dalam ibadah şalat yang

dilaksanakannya.[20]

Dalam mengajari şalat, dapat dibaca pada firman Allah berikut ini:

Artinya: "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah

kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi

rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (Thaha: 132)
Ayat ini mengandung arti, selamatkanlah mereka dari azab Allah dengan mengerjakan

şalat secara rutin dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.[21]

Dan karenanya dewasa ini adalah menjadi keharusan bagi setiap orang tua memberi

pendidikan şalat kepada anak-anak sejak usia dini. Meskipun dalam hadis Rasul disebutkan

mengajari anak şalat setelah usia 7 (tujuh), bukan berarti pada usia sebelumnya anak tidak

diajari şalat sama sekali. Pada usia ini setidaknya anak dikenalkan dengan şalat misalnya

kedua orang tua bisa mulai membimbing anak mengerjakan şalat dengan cara mengajak

anak untuk melakukan şalat di samping mereka. Dalam mengajarkan şalat kepada anak-anak

hendaklah diberikan secara bertahap, yaitu bagi anak-anak umur 7 (tujuh) tahun pertama

yang diajarkan adalah tentang rukun-rukun şalat, kewajiban-kewajiban dalam mengerjakan

şalat serta hal-hal yang bisa membatalkan şalat [22], setelah itu diajarkan pula gerak-geriknya

terlebih dahulu, kemudian bacaannya secara bertahap, bacaan yang paling mudah dibaca dan

dihapal anak-anak, itulah yang diajarkan terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan bacaan-

bacaan lainnya.[23] Jangan diamkan anak menonton televisi, sementara azan berkumandang.

Jika orang tua menghendaki anak mengerjakan şalat, berilah ia teladan. Orang tua perlu

menjelaskan bahwa şalat merupakan satu wujud rasa syukur, karena Allah telah memberikan

nikmat berupa rezki yang halal dan kesehatan.[24] Rahasianya adalah agar anak dapat

mempelajari hukum-hukum ibadah şalat sejak masa pertumbuhannya, sehingga ketika anak

tumbuh besar, ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan

hak-hakNya, bersyukur kepada Allah, di samping itu anak akan mendapatkan kesucian ruh,

kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan di dalam ibadah şalat yang

dilaksanakannya.[25]

Pendidikan akhlak juga merupakan materi penting untuk diberikan pada anak usia

dini, hal ini senada dengan sabda Rasululah Saw:


ْ ‫ع‬
‫نن‬ َ ‫سنى‬ ُ ‫ُّوب ب‬
َ ‫ْنن ُمو‬ ُ ‫ام ٍر ْالخ ََّز‬
ُ ‫از َحدَّثَنَا أَي‬ ِ ‫ع‬َ ‫ام ُر ب ُْن أ َ ِبي‬
ِ ‫ع‬َ ‫ي َحدَّثَنَا‬ َ ‫ي ْال َج ْه‬
ُّ ‫ض ِم‬ ْ َ‫َحدَّثَنَا ن‬
َ ‫ص ُر ب ُْن‬
ٍِّ ‫ع ِل‬

َ ‫نن ن َْحن ٍل أ َ ْف‬


ْ ‫ضن َل ِم‬
‫نن‬ ْ ‫سنلَّ َم قَنا َل َمنا نَ َحن َل َوا ِلند َولَندًا ِم‬
َ ‫علَيْن ِه َو‬ َّ ‫صنلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن َج ِدِّ ِه أ َ َّن َر‬
َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫أ َ ِبي ِه‬

َ [26]‫ن‬
ٍ ‫س‬
َ ‫َح‬ ٍ َ‫أَد‬
‫ب‬

Artinya: "Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya

daripada akhlak yang baik" (R. Tirmizi)

Dalam hadis lain Rasul bersabda:

ُ ِ ‫ارة َ أ َ ْخ َب َر ِني ْال َح‬


ُ ‫نار‬ َ ‫َّاش َحدَّثَنَا‬
ُ ‫س ِعيد ُ ب ُْن‬
َ ‫ع َم‬ ٍ ‫عي‬ َ ‫ي ب ُْن‬
ُّ ‫ع ِل‬ ُّ ‫َّاس ب ُْن ْال َو ِلي ِد ال ِدِّ َم ْش ِق‬
َ ‫ي َحدَّثَنَا‬ ُ ‫َحدَّثَنَا ْال َعب‬

‫سننلَّ َم قَننا َل أ َ ْك ِر ُمنوا‬


َ ‫علَ ْين ِه َو‬ َّ ‫صننلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سننو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬ ْ ‫عن‬
ُ ‫نن َر‬ َ ُِّ َ ‫سن ِنم ْعتُ أَنَن‬
ُ ‫نس ْبنننَ َما ِلننكٍ يُ َحن ِد‬ ِ ‫نن النُّ ْع َمن‬
َ ‫نان‬ ُ ‫ْبن‬

]27[‫أ َ ْو َالدَ ُك ْم َوأ َ ْح ِسنُوا أَدَبَ ُه ْم‬

Artinya: "Muliakanlah anak-anakmu dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang baik"

(R. Ibnu Majah).

Di antara pendidikan akhlak yang perlu diberikan kepada anak usia dini, antara lain

adalah akhlak terhadap orang tua, keluarga, teman, guru, lingkungan dan masyarakat secara

umum. Pendidikan tentang cinta kepada keluarga, sangat penting diberikan kepada anak usia

dini, agar anak sejak dini mengerti hak dan kewajibannya dalam kehidupan berkeluarga.

Termasuk dalam materi ini, adalah pengajaran tentang hormat dan taat kepada orang tua, jasa

dan kasih sayang orang tua kepada anak, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tata krama

dalam kehidupan keluarga. Berkenaan dengan kasih sayang terhadap keluarga pernah

dicontohkan oleh Rasulullah dalam mencintai anak-anak seperti yang disebutkan dalam hadis

berikut:

]28[‫مارأيت أحداكان أرحم بالعيال من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya: Belum pernah saya melihat orang yang lebih mengasihi keluarganya

dibandingkan Rasulullah SAW.(R. Muslim)


Selain itu juga perlu diberikan akhlak atau adab ketika membaca Al Qur-an, adab

ketika menyantap makanan dan minuman, adab keluar masuk kamar mandi, dan lain-lainnya

yang berkaitan dengan pencipataan akhlakul karimah pada anak usia dini. Rasul juga

memberikan pedoman tentang pendidikan makan dan minum terhadap anak-anak orang

Islam, hal ini dapat dibaca pada hadis berikut ini:

‫حدثنا محمد بن سليما ن بن بَلل عن أبي وجزة عن عمر بن أبي سلمة قال قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬

)‫] (رواه أبوداود‬29[‫اد ن بني فسم هللا و كل يمينك و كل مما يليك‬

Artinya: Hadis Muhammad ibn Sulaiman Luain dari Sulaiman ibn Bilal dari Abi

Wajzah dari Umar ibn Abi Salamah, Rasul saw bersabda: “Mendekatlah padaku hai anakku,

bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat denganmu”.

Selain materi-materi tersebut di atas, anak pada usia dini juga masih perlu diberikan

materi pendidikan tentang kesehatan dan kebersihan badan, gerak badan (olah raga), belajar

bermain dengan teman sebaya, belajar membaca dan menulis latin, belajar menghitung,

menggambar, melipat, dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi perkembangan dan

pertumbuhan psiko motorik anak.

C. Metode Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam

Untuk merealisasikan pelaksanaan kegiatan pendidikan pada anak usia dini serta guna

mencapai hasil yang menggembirakan, para pendidik hendaklah senantiasa mencari berbagai

metode yang efektif, serta mencari kaidah-kaidah pendidikan yang berpengaruh dalam

mempersiapkan dan membantu pertumbuhan anak usia dini, baik secara mental dan moral,

spiritual dan etos sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna guna

menghadapi kehidupan dan pertumbuhan selanjutnya. Dengan bersumberkan kepada Al Qur-

an dan hadis, ada beberapa metode pendidikan Islam yang dapat dan layak diterapkan pada

kegiatan pendidikan terhadap anak usia dini. Metode dimaksud adalah:


1. Metode dengan Keteladanan

Keteladanan dalam pendidikan Islam, merupakan metode yang berpengaruh dan

terbukti berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos

sosial anak sejak usia dini. Hal ini karena pendidik adalah figure terbaik dalam pandangan

anak didik yang tindak tanduknya dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan menjadi

perhatian anak-anak sekaligus ditirunya. Keteladanan menjadi faktor penting dalam

menentukan baik buruknya pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Jika pendidik dan

orang tua jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari

perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam

kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-

perbuatan yang bertentangan dengan agama. Anak usia dini, bagaimanapun besarnya usaha

yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, tidak akan mampu

memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia (anak usia

dini) tidak melihat pendidik dan orang tua sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi.

Kiranya sangat mudah bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi

pendidikan, tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya jika ia melihat orang yang

memberikan pengajaran tidak mengamalkan-nya.

Allah swt, juga telah mengajarkan bahwa rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah

samawi kepada umat manusia, adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik

spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, belajar darinya,

memenuhi panggilannya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan

akhlak yang terpuji. Allah mengutus Muhammad Saw. Sebagai teladan yang baik bagi umat

Islam sepanjang jaman, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang

menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Allah berfirman dalam surah Al Ahzab ayat

21:
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia

banyak menyebut Allah."

Ayat tersebut ditafsirkan oleh Baidhawi, bahwa uswatun hasanah yang dimaksud

adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh[30]. Dalam ringkasan tafsir Ibnu Kasir disebutkan

bahwa ayat ini merupakan prinsip utama dalam meneladani Rasulullah SAW, baik dalam

ucapan, perbuatan maupun sikap dan perilakunya.[31] Islam telah menyajikan pribadi Rasul

sebagai suri teladan yang terus-menerus bagi seluruh pendidik, suri teladan yang selalu baru

bagi generasi demi generasi, dan selalu aktual dalam kehidupan manusia, setiap kali kita

membaca riwayat kehidupannya bertambah pula kecintaan kita kepadanya dan tergugah pula

keinginan untuk meneladaninya. Islam tidak menyajikan keteladanan ini sekedar untuk

dikagumi atau sekedar untuk direnungkan dalam lautan hayal yang serba abstrak. Islam

menyajikan riwayat keteladanan itu semata-mata untuk diterapkan dalam diri setiap individu

muslim baik itu anak-anak maupun orang dewasa.

Dalam memberikan pendidikan kepada anak usia dini, pendidikan dengan memberi

teladan secara baik dari para pendidik dan orang tua, teman bermain, pengajar, atau kakak,

akan merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam membina pertumbuhan anak,

memberi petunjuk, dan persiapannya untuk menjadi melanjutkan kehidupannya di fase-fase

perkembangan selanjutnya. Dengan demikian perlu dipahami oleh para pendidik dan orang

tua bahwa mendidik dengan cara memberi teladan yang baik, terutama pada masa anak usia

dini sesungguhnya penopang utama dan dasar dalam meningkatkan anak usia dini pada

keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji.[32]

Manusia telah diberi fitrah untuk mencari suri teladan agar menjadi pedoman bagi

mereka, yang menerangi jalan kebenaran dan menjadi contoh hidup yang menjelaskan kepada
mereka bagaimana seharusnya melaksanakan syrai'at Allah. Karenanya, untuk merealisasikan

risalahNya di muka bumi, Allah mengutus para rasulNya yang menjelaskan kepada manusia

syari'at yang diturunkan Allah kepada mereka. Anak usia dini merupakan tingkat usia yang

dalam pertumbuhannya memiliki keterkaitan besar terhadap keteladanan dari pihak luar

dirinya. Di dalam kehidupan berkeluarga misalnya, anak usia dini membutuhkan suri teladan,

khususnya dari kedua orang tuanya, agar sejak dini (masa kanak-kanak) ia menyerap dasar

tabiat perilaku Islami dan berpijak pada landasannya yang luhur. Keteladanan yang baik

memberikan pengaruh besar terhadap jiwa anak, sebab anak banyak meniru kedua orang

tuanya. Anak-anak akan selalu memperhatikan dan mengawasi perilaku orang tuanya atau

orang dewasa lainnya, dan mereka akan mencontohnya, jika anak mendapati orang tuanya

berlaku jujur, mereka akan tumbuh dengan kejujuran. Kedua orang tua dituntut

mengimplementasikan perintah-perintah Allah dan sunnah Rasul sebagai perilaku dan amalan

serta terus menambah amalan-amalan sunnah tersebut semampunya, karena anak-anak akan

terus mengawasi dan meniru mereka setiap waktu. Kemampuan anak dalam menerima

teladan dari orang dewasa secara sadar atau tidak sadar sangatlah tinggi, meskipun anak-anak

sering dianggap sebagai makhluk kecil yang belum mengerti dan paham ajaran Islam, tetapi

dengan melihat teladan yang diberi orang dewasa hal itu akan memberi bekasan pada diri

anak.[33] Di sekolah, anak-anak juga membutuhkan suri teladan yang dilihatnya langsung

dari setiap guru yang mendidiknya, sehingga dia merasa pasti dengan apa yang dipelajarinya.

Pada perilaku dan tindakan guru-gurunya, hendaknya anak dapat melihat langsung bahwa

tingkah laku utama yang diharapkan mereka melakukannya adalah hal yang tidak mustahil

dan memang dalam batas kewajaran untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.[34]

2. Pendidikan dengan Latihan dan Pengamalan

Islam merupakan agama yang menuntut para pemeluknya mampu merealisasikan

berbagai ajaran Islam dalam bentuk amal nyata yaitu berupa amal şaleh yang diridhai Allah
SWT. Islam menuntut umatnya agar mengarahkan segala tingkah laku, naluri, aktivitas dan

hidupnya untuk merealisasikan adab-adab dan perundang-undangan yang berasal dari Allah

secara nyata.

Dalam hal pendidikan melalui latihan pengamalan, Rasulullah SAW, sebagai pendidik

Islam yang pertama dan utama sesungguhnya telah menerapkan metode ini dan ternyata

memberikan hasil yang menggembirakan bagi perkembangan Islam di kalangan sahabat.

Dalam banyak hal, Rasul senantiasa mengajarkannya dengan disertai latihan pengamalannya,

di antaranya; tatacara bersuci, berwudhu, melaksanakan şalat, berhaji dan berpuasa.

Atas dasar ini, maka dalam pelaksanaan pendidikan Islam baik kepada orang dewasa,

apalagi terhadap anak-anak usia dini pendidikan melalui latihan dan pengamalan merupakan

satu metode yang dianggap penting untuk diterapkan. Metode belajar learning by doing atau

dengan jalan mengaplikasikan teori dan praktik, akan lebih memberi kesan dalam jiwa,

mengokohkan ilmu di dalam kalbu dan menguatkan dalam ingatan. Di antara yang dapat

dilatihkan sebagai amalan bagi anak-anak usia dini antaranya ialah; cara menggosok gigi,

latihan mencuci tangan yang benar, cara beristinja, latihan berwudhu', mengucapkan salam

ketika masuk rumah, serta beberapa do'a yang harus diamalkan sebagai mengawali berbagai

aktivitas sehari-hari, seperti do'a hendak dan sesudah makan, do'a hendak dan bangun tidur,

do'a masuk kamar mandi, dan do'a lain yang mudah diamalkan oleh anak-anak usia dini.

Orang tua wajib membiasakan atau melatih anak-anak mereka pergi ke masjid, juga

melaksanakan şalat di rumah maupun di sekolah. Hal ini dapat dibaca pada hadis berikut ini:

‫ظ ِلقُت َ ْيبَةَ قَ َاال َحدَّثَنَا أَبُو َع َوانَةَ َع ْن‬ ُّ ‫ام ٍل ْال َج ْحدَ ِر‬
ُ ‫ي َواللَّ ْف‬ ِ ‫س ِعي ٍد َوأَبُو َك‬
َ ‫َحدَّثَنَا قُت َ ْيبَةُ ْب ُن‬
َّ َ‫ب أ َ ِبي قَا َل َو َج َع ْلتُ َيد‬
َ‫ي بَيْن‬ ِ ‫صلَّ ْيتُ ِإلَى َج ْن‬ َ ‫س ْع ٍد قَا َل‬ َ ‫ب ب ِْن‬ِ َ‫صع‬ ْ ‫ور َع ْن ُم‬ ٍ ُ‫أ َ ِبي َي ْعف‬
‫ي فَقَا َل ِلي أ َ ِبي اض ِْربْ ِب َكفَّي َْك َعلَى ُر ْك َبتَي َْك قَا َل ث ُ َّم فَ َع ْلتُ ذَ ِل َك َم َّرة ً أ ُ ْخ َرى‬ َّ َ ‫ُر ْك َبت‬
]35[‫ب‬ ُّ ‫ف َعلَى‬
ِ ‫الر َك‬ َ ‫ي َوقَا َل ِإنَّا نُ ِهينَا َع ْن َهذَا َوأ ُ ِم ْرنَا أ َ ْن نَض ِْر‬
ِ ِّ ‫ب ِب ْاْل َ ُك‬ َّ َ‫ب يَد‬
َ ‫ض َر‬ َ َ‫ف‬
Artinya: Hadis Saad bin Abi Waqqas r.a: Diriwayatkan daripada Mus'ab bin Saad r.a

katanya: Aku pernah sembahyang di sisi ayahku. Aku rapatkan tangan antara kedua lututku.

Lalu ayahku berkata kepadaku: Letakkan kedua telapak tanganmu pada lututmu. Kemudian

aku melakukan hal itu sekali lagi. Lalu ayah memukul tanganku sambil mengatakan:

Sesungguhnya kita dilarang dari melakukan ini yaitu meletakkan tangan di antara dua lutut

dan kita diperintahkan supaya meletakkan tangan di atas lutut. (HR. Muslim)

Nilai pendidikan yang terdapat dalam hadis di atas adalah tentang praktik melatih

anak dalam melaksanakan şalat. Praktik pendidikan şalat seperti inilah yang seyogiyanya

diterapkan oleh para orang tua dalam memberi pendidikan sholat kepada anak-anaknya,

sehingga anak tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis tentang şalat, tetapi juga memiliki

pengetahuan dan pemahaman yang sifatnya praktis tentang şalat, dan dengan demikian maka

anak akan mampu melaksanakan şalat dengan benar sesuai dengan yang diajarkan oleh

Rasulullah SAW.

Dalam hadis lain ditemukan juga bagaimana Rasulullah memberi pendidikan şalat

kepada anak-anak, seperti sabda beliau yang diriwayatkan dari Anas:

‫ي َع ْن أَبِي ِه‬
ُّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ‫َّللاِ ْاْل َ ْن‬ َ ‫ي َحدَّثَنَا ُم َح َّمدُ ب ُْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ ْ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َحاتِ ٍم ُم ْس ِل ُم ب ُْن َحاتِ ٍم ْال َب‬
ُّ ‫ص ِر‬

َّ ‫سو ُل‬
ِ‫َّللا‬ ُ ‫ب قَا َل قَا َل أَن‬
ُ ‫َس ب ُْن َمالِكٍ َقا َل ِلي َر‬ َ ‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم‬
ِ ِّ‫س ِي‬ َ ‫ي ب ِْن زَ ْي ٍد َع ْن‬ِِّ ‫َع ْن َع ِل‬

ِ‫ص ََلة‬ َ َ‫ص ََلةِ فَإ ِ َّن ِاال ْل ِتف‬


َّ ‫ات فِي ال‬ َ َ‫َّاك َو ِاال ْلتِف‬
َّ ‫ات فِي ال‬ َّ َ‫سلَّ َم يَا بُن‬
َ ‫ي ِإي‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ

َ ‫ط ُّوعِ َال فِي ا ْلفَ ِري‬


]36[‫ض ِة‬ َ َّ ‫َهلَ َكة فَإ ِ ْن َكانَ َال بُدَّ فَ ِفي الت‬

Artinya: Berkata Anas bin Malik telah berkata Rasulullah SAW; “Hai anakku,

janganlah engkau menoleh ke sana ke mari dalam şalat, karena akan merusak şalat, jika

engkau terpaksa melakukan hal itu, maka boleh dilakukan hanya dalam şalat sunnah, dan

bukan dalam şalat fardhu”.(HR. at-Tirmiżi)


Hadis ini dikeluarkan oleh Rasulullah dalam rangka memberi peringatan kepada anak-

anak agar tidak menoleh ke kanan dan ke kiri ketika sedang melaksanakan şalat, dan ini

sesungguhnya merupakan bukti perhatian Rasul dalam mengajarkan kepada anak-anak

tentang tatacara şalat.[37] Para sahabat juga menempuh cara yang sama dalam memberi

pendidikan şalat kepada anak-anaknya dengan cara memberi contoh kepada anak-anaknya

tentang berbagai tata cara şalat sesuai dengan yang diajarkan Rasul Saw. Cara ini juga pantas

jika dipraktikkan oleh para orang tua Muslim dalam memberi pendidikan şalat kepada anak-

anaknya, terutama tentang ketertiban dalam şalat (larangan menoleh ke kanan atau ke kiri

pada waktu şalat).

Orang tua juga berkewajiban melatih mereka melaksanakan puasa dan infaq,

bersedekah serta berbuat baik kepada tetangga dan orang-orang fakir, juga menolong orang-

orang yang lemah. Disamping itu juga harus dilatih menghormati orang yang lebih tua dan

telah berumur, dilatih/dibiasakan melakukan berbagai kegiatan dengan niat kerena keridhaan

Allah semata, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Mengorbankan harta serta

diri mereka di jalan Allah, melaksana-kan kewajiban agama, menegakkan moral Islam,

khususnya mengenakan jilbab bagi anak perempuan.[38]

3. Mendidik melalui permainan, nyanyian, dan cerita

Sesuai dengan pertumbuhannya, anak usia dini memang lagi gemar-gemarnya

melakukan berbagai permainan yang menarik bagi dirinya. Berkaitan dengan ini, maka

pendidikan melalui permainan merupakan satu metode yang menarik diterapkan dalam

pendidikan anak usia dini. Tentu saja permainan yang positif dan dapat mengembangkan

intelektual dan kreativitas anak-anak. Bagi anak-anak usia balita, bermain dengan ibu tentu

lebih banyak dampak positifnya karena lebih memperlancar komunikasi antara keduanya,

adalah teman terbaik bagi mereka.[39] Hal ini dapat dibaca pada hadis Rasul yang

menjelaskan tentang cara memberi pendidikan puasa kepada anak-anak berikut ini:
‫ق َحدَّثَنَا خَا ِلدُ ب ُْن‬ َّ َ‫ي َحدَّثَنَا ِب ْش ُر ب ُْن ْال ُمف‬
ٍ ‫ض ِل ب ِْن َال ِح‬ ُّ ‫و َحدَّثَنِي أَبُو َب ْك ِر ب ُْن نَافِعٍ ْالعَ ْب ِد‬

‫سلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬


َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫ت أ َ ْر‬
ُ ‫س َل َر‬ ْ َ‫ت ُم َع ِّ ِو ِذ ب ِْن َع ْف َرا َء قَال‬
ِ ‫الربَ ِيِّعِ بِ ْن‬ َ َ‫ذَ ْك َوان‬
ُّ ‫ع ْن‬

‫صا ِئ ًما فَ ْليُ ِت َّم‬ ْ َ ‫ار الَّ ِتي َح ْو َل ْال َمدِينَ ِة َم ْن َكانَ أ‬
َ ‫ص َب َح‬ ِ ‫ص‬َ ‫ورا َء ِإلَى قُ َرى ْاْل َ ْن‬
َ ‫ش‬ُ ‫َغدَاة َ َعا‬

ُ َ‫صبَ َح ُم ْف ِط ًرا فَ ْليُتِ َّم بَ ِقيَّةَ يَ ْو ِم ِه فَ ُكنَّا بَ ْعدَ ذَ ِل َك ن‬


َ ُ‫صو ُمهُ َون‬
‫ص ِّ ِو ُم‬ ْ َ ‫ص ْو َمهُ َو َم ْن َكانَ أ‬
َ

‫َب ِإلَى ْال َم ْس ِج ِد فَن َْج َع ُل لَ ُه ْم اللُّ ْعبَةَ ِم ْن ْال ِع ْه ِن‬


ُ ‫َّللاُ َونَ ْذه‬
َّ ‫َار ِم ْن ُه ْم ِإ ْن شَا َء‬
َ ‫الصغ‬
ِّ ِ ‫ص ْبيَانَنَا‬
ِ

]40[‫ار‬
ِ ‫ط‬َ ‫ال ْف‬ َّ ‫فَإِذَا َب َكى أ َ َحدُ ُه ْم َعلَى‬
َ ‫الط َع ِام أ َ ْع‬
ِ ْ َ‫ط ْينَاهَا ِإيَّاهُ ِع ْند‬
Diriwayatkan daripada Ar-Rubaiyyi' binti Muawwiz bin Afra' r.a katanya: Pada hari

Asyura, Rasulullah s.a.w telah mengirimkan surat ke perkampungan-perkampungan Ansar di

sekitar Madinah yang berbunyi: Siapa yang berpuasa pada pagi ini hendaklah

menyempurnakan puasanya dan siapa yang telah berbuka yaitu makan pada pagi ini

hendaklah dia juga menyempurnakannya yaitu berpuasa pada pagi harinya. Selepas itu kami

pun berpuasa serta menyuruh anak-anak kami yang masih kanak-kanak supaya ikut berpuasa,

jika diizinkan Allah. Ketika kami berangkat menuju ke masjid, kami buatkan suatu

permainan untuk anak-anak kami yang diperbuat dari bulu biri-biri. Jika ada di antara mereka

yang menangis meminta makanan, kami akan berikan mainan tersebut sehingga tiba waktu

berbuka. (HR.Muslim)

Dengan membaca hadis di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan puasa kepada anak

dapat dilakukan dengan cara melatih mereka berpuasa dan jika mereka menangis meminta

makanan dapat dialihkan keinginan mereka dengan cara memberi mainan kepada mereka,

sehingga anak-anak lupa akan rasa laparnya dan asik dengan permainannya, selain itu anak

juga merasa terhibur oleh permainan dan tidak merasakan panjangnya hari yang mereka lalui

dengan puasa. Ibnu Hajar seperti dikutip Suwaid, menjelaskan bahwa hadis ini menjadi dalil
mengenai disyariatkannya melatih anak-anak untuk berpuasa, sebab usia yang disebutkan

dalam hadis tersebut belum sampai pada masa mukallaf, akan tetapi hal itu dilakukan sebagai

bentuk latihan.[41] Namun perlu diingat pula bahwa yang paling perlu orang tua usahakan

pertama kali sebelum mengenalkan dan melatih bepuasa adalah mengkondisikan anak dengan

lingkungan yang Islami. Kenalkan suasana puasa di lingkungan keluarga, karena suasana itu

bagi anak merupakan bekal dalam mempersiapkan dirinya, sehingga anak terbiasa dengan

suasana berpuasa. Anak tidak melihat ibu, bapak, dan anggota keluarganya makan di siang

hari, tetapi makan ketika terbenam matahari. Perlu juga diingat adalah jangan sekali-sekali

memaksa mereka melakukan puasa secara terus menerus sejak dari terbit fajar hingga

terbenam matahari, namun latih mereka untuk melakukan puasa secara bertahap, mulai dari

hitungan jam sampai akhirnya mereka dapat terus berpuasa dari terbit fajar hingga berbuka

pada magribnya. Setelah anak mampu berpuasa selama satu hari penuh, kenalkan mereka

dengan hal-hal yang membatalkan puasa.[42]

Muhammad Suwaid menjelaskan bahwa hadis yang menceritakan bahwa Nabi

merestui A’isyah yang sedang bermain dengan boneka, menunjukkan kepada kita bahwa

anak kecil memang butuh mainan. Demikian juga hadis tentang burung nughar kecilnya Abu

Umair yang dibuat mainan olehnya dan hal itu juga disaksikan oleh Nabi menjadi bukti lain

akan adanya kebutuhan mainan bagi anak agar ia bisa riang gembira. Dalam hal ini kedua

orang tuanyalah yang mesti memberikan mainan untuk anaknya yang sesuai dengan usia dan

kemampuannya, dan kemudian menyerahkannya secara lansgung, hal itu dimaksudkan agar

akal dan panca inderanya beraktivitas dan bisa tumbuh sedikit demi sedikit.

Agar mainan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka benar-benar

bisa bermanfaat, maka kedua orang tua perlu mempertimbangkan; apakah mainan itu

termasuk mainan yang akan membangkitkan aktivitas jasmani dan kesehatan yang berguna

bagi anak. Apakah mainan tersebut membeikan kesempatan bagi anak untuk menyusunnya,
dan apakah mainan tesebut bisa mendorong anak untuk meniru perilaku orang-orang dewasa

dan cara berpikir mereka. Jika jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah “ya”, maka

mainan tersebut berarti sesuai untuknya dan memberikan manfaat edukatif.[43] Selain

memberi permainan kepada anak, bermain dengan anak dan bertingkah seperti mereka dalam

bergaul dengan mereka akan menumbuhkan semangat di dalam jiwanya dan juga akan

membantunya menampilkan serta mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.[44]

Dalam al-Ishabah dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah bermain-main dengan Hasan dan

Husin ra. Rasulullah saw. Merangkak di atas kedua tangan dan lututnya, dan kedua cucunya

tersebut bergelantungan dari kedua sisinya, dan merangkak bersama keduanya.[45]

Bernyanyi juga satu cara yang baik diterapkan dalam pembelajaran pada anak usia

dini. Bernyanyi di sini bukan hanya mengajari anak menyanyikan berbagai lagu, tetapi dapat

dilakukan untuk mengajarkan anak membaca huruf hijaiyah dengan cara membacanya secara

berirama sehingga anak merasa senang dan rilek dalam mengikuti pembelajaran yang

diberikan oleh guru-gurunya. Selain itu, belajar sambil bernyanyi juga akan memberi

keceriaan dan kebahagiaan kepada anak dalam belajar. Keceriaan dan kebahagiaan

memainkan peran penting dalam jiwa anak secara menakjubkan, serta memberikan pengaruh

kuat. Anak-anak usia dini tentu saja ingin selalu riang gembira, selanjutnya keceriaan dan

kegembiraan anak itu akan melahirkan rasa optimisme dan percaya diri serta akan selalu siap

untuk menerima perintah, peringatan atau petunjuk dari orang tua atau orang dewasa lainnya.

Adalah Rasulullah senantiasa menanamkan jiwa periang dan kegembiraan di dalam jiwa anak

dan hal itu beliau lakukan dengan bebagai macam cara. Di antaranya adalah dengan

menyambut mereka dengan sambutan yang hangat ketika bertemu dengan mereka, mengajak

mereka bercanda, menggendong mereka dan meletakkan mereka di pangkuan beliau,

mendahulukan mereka dengan memberi makanan yang baik, dan dengan cara makan

bersama-sama dengan mereka.[46]


Juga tidak kalah pentingnya adalah pembelajaran dengan cara memberikan atau

menyajikan kisah-kisah Islami yang bersumber dari Al Qur-an dan Hadis Rasul. Dalam

pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk

penyampaian lain. Hal ini karena kisah Qur-an dan nabawi memiliki beberapa keistimewaan

yang membuatnya mempunyai dampak psikologis dan edukatif yang sempurna, rapi, dan

jangkauan yang luas. Di samping itu kisah eduktif dapat melahirkan kehangatan perasaan dan

vitalitas serta aktvitas di dalam jiwa, yang selanjutnya memotivasi anak didik untuk

mengubah perilakunya dan memperbarui tekadnya sesuai dengan tuntunan, pengarahan dan

ide-ide yang terkandung dalam kisah tersebut.[47]

Kisah Qur-ani bukanlah karya seni yang tanpa tujuan, melainkan merupakan satu di

antara sekian banyak metode Qur-ani untuk menuntun dan mewujudkan tujuan keagamaan

dan ketuhanan serta satu cara untuk menyampaikan ajaran Islam terutama bagi anak-anak

usia dini. Tentu saja kemasan kisah qur-an yang dapat diterapkan dalam memberikan

pendidikan kepada anak usia dini, merupakan kisah yang dikemas secara indah dan menarik

bagi anak-anak usia dini. Misal kisah-kisah yang dapat diberikan kepada anak usia dini antara

lain adalah kisah para Nabi dan Rasul-Rasul Allah, kisah anak durhaka, kisah-kisah anak

soleh dan kisah-kisah orang pemberani dalam kebenaran, serta kisah-kisah lain mengandung

nilai pendidikan dan mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak

usia dini.

Artinya "Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-

kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu

kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman". (Huud: 120)

Dijelaskan oleh Ibnu Kasir bahwa dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa semua

kisah para rasul terdahulu bersama umatnya masing-masing sebelum Muhammad, Kami
ceritakan kepadamu perihal mereka. Semua itu diceritakan untuk meneguhkan hatimu, hai

Muhammad, dan agar engkau mempunyai suri teladan dari kalangan saudara-saudaramu para

rasul yang terdahulu.[48]

Artinya "Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir".(Al

A'raaf: 176)

Ayat 176 ini diturunkan menceritakan kisah Bal’aam, untuk mengingatkan manusia

bahwa meskipun seorang itu sudah mencapai ilmu yang sangat tinggi sebagaimana yang

dicapai oleh para Nabi tetapi lalu ia maksiat dan condong kepada dunia, maka akhirnya

bernasib sebagaimana Bal’aam yang disebut oleh Allah: Famasaluhu kamasalail kalbi in

tahmil alaihi yalhas au tatrukhu yalhas. Orang itu contohnya bagaikan anjing yang selalu

menjilat-jilat dan tidak berguna baginya segala peringatan, ancaman dan nasihat, tidak

berguna baginya iman dan pengetahuannya. Karena itulah ayat ditutup dengan kalimat “Maka

ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir" Ikutilah kisah ini supaya

mereka berpikir dan memperhatikan, dan dapat mawas diri dan berhati-hati jangan sampai

terjadi seperti itu[49].

Kisah bisa memainkan peran penting dalam menarik perhatian, kesadaran pikiran dan

akal anak. Nabi biasa membawakan kisah di hadapan sahabat, yang muda maupun yang tua,

mereka mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang dikisahkan beliau, berupa

berbagai peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu, agar bisa diambil pelajarannya oleh

orang-orang sekarang dan yang akan datang hingga hari kiamat. Yang penting dicatat adalah

bahwa kisah-kisah yang disampaikan oleh Nabi bersandar pada fakta riil yang pernah terjadi

di masa lalu, jauh dari khurafat dan mitos. Kisah-kisah tersebut bisa membangkitkan

keyakinan sejarah pada diri anak, di samping juga menambahkan spirit pada anak untuk

bangkit serta membangkitkan rasa keislaman yang bergelora dan mendalam. Kisah-kisah para

ulama, ‘amilin dan orang-orang mulia yang shalih merupakan sebaik-baik sarana yang akan
menanamkan berbagai keutamaan dalam jiwa anak serta mendorongnya untuk siap

mengemban berbagai kesulitan dalam rangka meraih tujuan yang mulia dan luhur. Di

samping itu juga akan membangkitkan untuk mengambil teladan orang-orang yang penuh

pengorbanan sehingga ia akan terus naik menuju derajat yang tinggi dan terhormat.[50]

4. Mendidik dengan Targhib dan Tarhib

Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap

sesuatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat. Sedangkan tarhib adalah ancaman

dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau

akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah.[51] Ini merupakan

metode pendidikan Islam yang didasarkan atas fitrah yang diberikan Allah kepada manusia,

seperti keinginan terhadap kekuatan, kenikmatan, kesenangan, dan kehidupan abadi yang

baik serta ketakutan akan kepedihan, kesengsaraan dan kesudahan yang buruk. Ditinjau dari

segi paedagogis, hal ini mengandung anjuran, hendaknya pendidik dan atau orang tua

menanamkan keimanan dan aqidah yang benar di dalam jiwa anak-anak, agar pendidik dapat

menjanjikan (targhib) surga kepada mereka dan mengancam (tarhib) mereka dengan azab

Allah, sehingga hal ini diharapkan akan mengundang anak didik untuk merealisasikan dalam

bentuk amal dan perbuatan yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Dalam memberikan

pendidikan melalui targhib dan tarhib, pendidik hendaknya lebih mengutamakan pemberian

gambaran yang indah tentang kenikmatan di surga dan berbagai kenikmatan lain yang

diperoleh sebagai balasan bagi amal sholeh yang dikerjakan, sekaligus juga diberikan sedikit

gambaran tentang dahsyatnya azab Allah yang diberikan sebagai ganjaran pelanggaran yang

dilakukan.[52] Pendidikan dengan menerapkan metode ini merupakan upaya untuk

menggugah, mendidik dan mengembangkan perasaan Rabbaniyah pada anak sejak usia dini,

perasaan-perasaan yang diharapkan dapat dikembangkan melalui metode ini antara lain;
khauf kepada Allah, perasaan khusyu', perasaan cinta kepada Allah, dan perasaan raja'

(berharap) kepada Allah.

Targhib dan tarhib merupakan bagian dari metode kejiwaan yang sangat menentukan

dalam meluruskan anak, ia merupakan cara yang jelas dan gamblang dalam pendidikan ala

Rasul, beliau sering menggunakannya dalam menyelesaikan masalah anak di segala

kesempatan, terutama dalam masalah berbakti kepada orang tua. Beliau mendorong anak agar

berbakti kepada kedua orang tuanya serta menakut-nakutinya dari berbuat durhaka kepada

keduanya. Hal itu tidak lain bertujuan agar anak itu menyambut hal ini dan mendapatkan

pengaruh sehingga ia bisa memperbaiki diri dan perilakunya.[53]

5. Pujian dan Sanjungan

Tidak diragukan lagi, pujian terhadap anak mempunyai pengaruh yang sangat

dominan terhadap dirinya, sehingga hal itu akan menggerakkan perasaan dan inderanya.

Dengan demikian, seorang anak akan bergegas meluruskan perilaku dan perbuatannya.

Jiwanya akan menjadi riang dan juga senang dengan pujian ini untuk kemudian semakin

aktif. Rasulullah sebagai manusia yang mengerti tentang kejiwaan manusia telah

mengingatkan akan pujian yang memberikan dampak positif terhadap jiwa anak, jiwanya

akan tergerak untuk menyambut dan melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.[54]

Anak kecil yang masih berada dalam umur tiga tahun pertama bukannya tidak

mempunyai perasaan kehormatan serta harga diri, ia menyadari bahwasanya dirinya adalah

anak kecil, akan tetapi dalam lubuk hatinya ia tidak menerima jika dianggap remeh dalam

bentuk dan sikap yang bagaimanapun. Selama ia masih tumbuh berkembang maka perasaan

dihargai dan dihormati ikut tumbuh kembang dalam dirinya. Perasaan harga diri dan

dihormati merupakan pembawaan manusia secara fitrah, baik sebagai anak kecil maupun

sebagai manusia dewasa, sebab sesungguhnya manusia merupakan makhluk yang dihormati

lagi dimuliakan. Mengenai bentuk dan ragam pemberian pujian atau penghargaan cukup
banyak, yang terpenting adalah anak sejak dini dipandang sebagai manusia sekaligus

diperlakukan secara manusiawi.[55]

Secara lebih lanjut, pujian dan sanjungan dapat diberikan dalam bentuk hadiah.

Namun orang tua hendaklah berhati-hati dalam memilih hadiah, agar tidak menimbulkan

ketagihan. Hindarilah memberi hadiah uang, karena selain benda ini sangat menggiurkan,

orang tua pun harus bekerja dua kali untuk membimbing anak agar mampu membelanjakan

uangnya dengan baik. Pilihlah hadiah yang bersifat edukatif, sehingga tak jadi persoalan jika

anak-anak kemudian ketagihan. Buku cerita, alat-alat sekolah serta perlengkapan kegemaran

anak akan cukup menyenangkan mereka. Pilih barang yang saat itu sedang mereka butuhkan,

sehingga orang tua tidak perlu membelikannya lagi, misalnya jika sepatunya sudah mulai

nampak berlubang, mengapa tidak menjadikannya saja sebagai hadiah, sebab kalaupun tidak

sebagai hadia toh akhirnya orang tua harus membelikannya juga. Orang tua harus sejak awal

dan terus-menerus menanamkan pengertian bahwa hadiah yang diberikan kepada anak bukan

semata untuk menghargai prestasi akhir mereka, namun lebih dititikberatkan pada usaha anak

untuk mengubah dirinya.[56]

6. Menanamkan Kebiasaan yang Baik

Dalam usaha memberikan pendidikan dan membantu perkembangan anak usia dini,

selain pengembangan kecerdasan dan keterampilan, perlu juga sejak dini ditanamkan

kebiasaan-kebiasaan yang positif. Pendidikan dengan mengajarkan dan pembiasaan adalah

pilar terkuat untuk pendidikan anak usia dini, dan metode paling efektif dalam membentuk

iman anak dan meluruskan akhlaknya, sebab metode ini berlandasakan pada pengikutsertaan.

Tidak diragukan lagi, mendidik dengan cara pembiasaan anak sejak dini adalah paling

menjamin untuk mendatangkan hasil positif, sedangkan mendidik dan melatih setelah dewasa

sangat sukar untuk mencapai kesempurnaan[57].


Ada beberapa hal yang dapat dianggap positif untuk dibiasakan terhadap anak usia

dini, di antaranya adalah:

a. Anak harus dibiasakan menjaga kebersihan, sebab Islam sangat mementingkan

kebersihan, sebagaimana dapat dibaca pada firman Allah berikut ini:

Artinya: “Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (Taubah: 108)

Ayat di atas menjelaskan tentang kecintaan Allah terhadap orang yang bersih, yaitu orang

menyucikan dirinya dari segala macam najis dan kotoran sekaligus membersihan jiwanya

dari segala macam dosa.[58] ِAyat


ِ ini sejalan dengan sabda Rasul:

َ‫صا ِلحِ ب ِْن أ َ ِبي َحسَّان‬


َ ‫ع ْن‬ َ ‫ي َحدَّثَنَا خَا ِلد ُ ب ُْن ِإ ْل َي‬
َ ‫اس‬ ُّ ‫ام ٍر ْال َعقَ ِد‬
ِ ‫ع‬َ ‫ار َحدَّثَنَا أَبُو‬
ٍ ‫ش‬َّ ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ ب ُْن َب‬

…[59]َ‫ظافَة‬
َ َّ‫ِّب ن َِظيف ي ُِحبُّ الن‬ َّ ُّ‫طيِِّب ي ُِحب‬
َ ِ‫الطي‬ َ َ‫َّللا‬
َّ ‫ب يَقُو ُل إِ َّن‬ َ ‫س ِعيدَ بْنَ ْال ُم‬
ِ َّ‫سي‬ َ ‫قَال‬
َ ُ‫س ِم ْعت‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai

kebersihan”… (R. at-Tirmiżi)

Dalam rangka membiasakan hidup bersih dan hidup sehat, pada anak usia dini, hendaklah

anak dibiasakan untuk; berdo’a sebelum tidur dan ketika bangun, mandi secara teratur,

menggosok gigi setiap bangun dan menjelang tidur, mencuci tangan sebelum dan sesudah

makan, serta membuang sampah pada tempatnya.

b. Anak dilatih dan dibiasakan hidup teratur, misalnya dengan membiasakan anak

makan secara teratur dan tidak berlebihan, sebagaimana difirmankan Allah:

Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,

makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berlebih-lebihan”.(Al A’raaf ayat 31)

Makna yang terdapat pada ayat ini adalah makanlah sesukamu dan berpakaianlah sesukamu

selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebih-lebihan dan sombong. Allah menghalalkan
makan dan minum selagi dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk

kesombongan[60].

Dalam hadis Rasul kita temukan tentang aturan makan dan minum, yaitu seperti yang

tersebut dalam hadis berikut ini:

ُ ‫ب َواب ُْن أ َ ِبي‬


‫ع َم َر‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َب ْك ِر ب ُْن أَبِي‬
ِ َّ ‫ش ْيبَةَ َو ُم َح َّمد ُ ب ُْن َع ْب ِد‬
ٍ ‫َّللا ب ِْن نُ َمي ٍْر َو ُز َهي ُْر ب ُْن َح ْر‬

َّ ‫َّللاِ ب ِْن َع ْب ِد‬


‫َّللاِ ب ِْن‬ ُ ‫ع ْن أ َ ِبي بَ ْك ِر ب ِْن‬
َّ ‫ع َب ْي ِد‬ َ ‫ي‬ ِِّ ‫الز ْه ِر‬ ُ ‫َواللَّ ْف‬
ُ ‫ظ ِالب ِْن نُ َمي ٍْر قَالُوا َحدَّثَنَا‬
ُ َ‫س ْفي‬
ُّ ‫ان َع ْن‬

‫سلَّ َم قَا َل ِإذَا أ َ َك َل أ َ َحد ُ ُك ْم فَ ْليَأ ْ ُك ْل ِبيَ ِمينِ ِه‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ع َم َر أ َ َّن َر‬
َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن َج ِدِّ ِه اب ِْن‬
َ ‫ع َم َر‬
ُ

ُ ‫طانَ َيأ ْ ُك ُل ِب ِش َما ِل ِه َو َي ْش َر‬


]61[‫ب ِب ِش َما ِل ِه‬ َّ ‫ب فَ ْل َي ْش َربْ ِب َي ِمي ِن ِه فَإ ِ َّن ال‬
َ ‫ش ْي‬ َ ‫َو ِإذَا ش َِر‬
Artinya: Dari Jaddah ibn Umar Rasulullah berkata: “Jika makan salah seorang diantara kamu,

maka makanlah dengan tangan kanan, dan jika minum, maka minumlah dengan tangan

kanan, karena sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kiri”(R. At-Tirmizi)

c. Anak sejak dini hendaknya dibiasakan hidup sederhana dan hemat. Untuk itu

sebaiknya anak tidak dibiasakan jajan, sebab jajan di samping merupakan kebiasaan

yang tidak baik, juga makananan yang ia beli belum terjamin kebersihannya hingga

bisa membahayakan kesehatannya.[62]

Itulah beberapa metode pendidikan yang menurut hemat penulis layak untuk

diterapkan pada pelaksanaan pendidikan anak usia dini. Dengan metode-metode tersebut

secara teoritis akan memberikan hasil positif terhadap pembinaan dan pendidikan anak usia

dini, baik itu yang dilaksanakan orang tua di rumah, maupun oleh para guru di

sekolah/lembaga pendidikan anak usia dini.

D. Evaluasi Terhadap Pendidikan Anak Usia Dini


Rangkaian akhir dari suatu proses pendidikan anak usia dini adalah evaluasi atau

penilaian. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu

pekerjaan di dalam proses pendidikan.[63] Dalam pendidikan Islam, termasuk juga

pendidikan anak usia dini, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dari sistem

pendidikan Islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk

mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan dan proses

pembelajaran.[64] Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan dalam rangka

mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan dalam menyampaikan materi pendidikan kepada

peserta didik. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas, evaluasi dilakukan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan dalam mencapai

tujuan pendidikan yang dicita-citakan.[65]

Sebagai satu komponen penting dalam pendidikan, evaluasi yang dilaksanakan secara

umum memiliki fungsi untuk; mengetahui peserta didik yang mana yang terpandai dan

terbodoh di kelasnya, mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki oleh

peserta didik atau belum, mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik,

mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami didikan dan

ajaran, mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai

penyesuaian dalam kelas, dan sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk

rapor, ijazah, piagam dan sebagainya.[66]

Mengigat pentingnya evaluasi bagi proses pendidikan, maka dalam kegiatan

pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini juga perlu dilakukan evaluasi. Terhadap

kegiatan pendidikan anak usia dini, evaluasi atau penilaian dapat dilakukan dengan berbagai

cara, antara lain melalui pengamatan dan pencatatan anekdot. Pengamatan dilakukan untuk

mengetahui perkembangan dan sikap anak yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku
anak dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus, sedangkan pencatatan anekdot

merupakan sekumpulan catatan tentang sikap dan perilaku anak dalam situasi tertentu.

Beberapa alat penilaian yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran

perkembangan kemampuan dan perilaku anak, antara lain adalah:

1. Portofolio yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak yang dapat

menggambarkan sejauhmana keterampilan anak berkembang.

2. Unjuk kerja (performance) merupakan penilaian yang menuntut anak untuk melakukan tugas

dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati, misalnya praktik menyanyi, olahraga, atau

memperagakan sesuatu perbuatan; seperti cara menggosok gigi, cara beristinja, cara

berwudhu’ dan sedikit tentang gerakan dalam sholat.

3. Penugasan (project) merupakan tugas yang harus dikerjakan anak yang memerlukan waktu

yang relativ lama dalam mengerjakannya, misalnya melakukan percobaan menanam biji.

4. Hasil karya (product) merupakan hasil kerja anak setelah melakukan suatu kegiatan.[67]

Seluruh kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan anak usia dini adalah

untuk mengetahui perkembangan anak didik, yang mencakup dua aspek utama yaitu aspek

pembiasan dan kemampuan dasar. Pada aspek pembiasaan, penilaian meliputi tentang

perkembangan moral dan nilai-nilai agama, social, emosional dan kemandirian. Sedangkan

pada aspek kemampuan dasar penilaiannya meliputi; kemampuan berbahasa, kemampuan

kognitif, kemampuan fisik/motorik, dan kemampuan seni. [68] Terhadap perkembangan

moral dan nilai-nilai agama, evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan anak dalam

berdo’a, mengucapkan salam, membedakan cipataan-ciptaan Allah, membaca beberapa do’a

pendek, sekaligus juga mengetahui perkembangan anak dalam berdisiplin, kesopanan dalam

berpakaian dan ketertiban dalam mengerjakan tugas-tugas di sekolah. Adapun penilaian

terhadap perkembangan sikap sosial, emosional dan kemandirian, ditujukan untuk

mengetahui perkembangan kemampuan anak dalam bergaul, berteman, mengambil keputusan


sederhana, bertanya sederhana, mengendalikan emosi dan kemandirian dalam mengurus

keperluannya di sekolah. Sedangkan penilaian pada aspek kemampuan dasar ditujukan untuk

mengetahui perkembangan kemampuan anak dalam berbahasa, seperti kemampuan

melakukan macam-macam perintah, menceritakan pengalamannya, merespon pertanyaan

guru, dan kemampuan berkomunikasi dengan guru maupun temannya. Evaluas

perkembangan kemampuan kognitif dilakukan untuk menilai kemampuan anak dalam

menyatakan waktu yang dikaitkan dengan jam, membedakan macam-macam suara,

mengelompokan warna, mengenal dan membedakan macam-macam rasa, serta kemampuan

anak dalam menghitung bilangan tanpa menggunakan alat bantu. Evaluasi perkembangan

fisik/motorik dilakukan dalam rangka mengetahui kemampuan anak dalam hal

fisik/motoriknya seperti dalam kegiatan makan, menyisir rambut, mencuci dan mengelap

tangan, memantulkan, menangkap, melempar bola, menggunting, melipat, dan meniru suatu

gerakan terutama dalam bentuk senam atau tarian sederhana. Evaluasi perkembangan seni

adalah untuk mengetahui kemampuan anak dalam mengapresiasikan imajinasinya dalam

bentuk seni, seperti menggambar bebas dengan menggunakan krayon dan pensil berwarna,

mewarnai gambar, menyanyikan lagu sambil bermain, dan mengekspresikan gerak.

[1]Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,
terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 14, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo,2003), h. 216.
[2]Abu Abdullah ibn Muhammad Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhri Juz I, (Riyadh: Idaratul Bahtsi
Ilmiah,tt), h. 25.

[3] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-
Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 4, (Semarang: Toha Putra,tt,). H. 216.
[4] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-
Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h 227
[5] Ibnu Kasir, Tafsir Al Qur’an al- Ażīm juz 28…, h. 416.
[6] Muhammad Ali Quthb, Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyatil Islamiyyah, terjemahan
Bahrum abu Bakar Ihsan, (Bandung: Diponegoro,1988), h. 59.
[7] M. Athiyah Al Abrasy, at-Tarbiyah al-Islāmiyah wa Falasatuhā, (TTp: ’Isa al-Bābi
al-Jalabī wa syirkāhu,1969), h. 163.

[8] Mansur, Pendidikan Anak…, h.117.


[9] M. Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Jakarta: Mitra Pustaka,
2001), h. 25
[10]Depdiknas, Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Usia Dini (Pembelajaran
Generik), (Jakarta: Depdiknas,2002), h. 21.
[11]Boediono, Acuan …, h. 8-10.
[12]Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa bin Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-
Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h 36.
[13] Abu A’isy Abd Al Mun’im Ibrahim, Tarbiyah Al-Banati fi Al- Islam, terjemahan
Herwibowo, Pendidikan Islam bagi Remaja Putri, (Jakarta: Najla Press,2007), h. 96.
[14] Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, h. 75.
[15]Ali Quthb, Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyat al- Islamiyyah, terjemahan Sang Anak
dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), h. 48.
[16]at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 4, h.246.
[17] M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, (Yogyakarta: Pustaka
Al Kautsar, 1992), h. 106-107.
[18] Muhammad Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah an-Nabawiyyah lit-Tifl, terjemahan
Salafuddin Abu Sayyid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo: Pustaka Arafah,2003), h. 175.
[19] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak pada Ibadah, (Jakarta: Almahira, 2004), h. 96.
[20]Abdullah Nashih Ulwan,Tarbiyatu ‘l-Aulad fi-‘l-Islam, terjemahan Saifullah
Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: Asy Syfa’,1981). h. 153.
[21] Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, juz 16,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003). h.456.
[22]Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, terjemahan Salafuddin Abu
Sayyid, (Solo: Pustaka Arafah, 2004), h. 175.
[23] M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, (Ttp: Pustaka Al
Kautsar, 1992), h. 91.
[24] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak pada Ibadah, (Jakarta: Almahira,2004), h. 96.
[25]Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi-all-Islam, terjemahan Saifullah
Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: Asy Syfa’,1981). h. 153.
[26] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-
Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h Sunan At-Tirmizi, hadis nomor
1875.
[27] Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibnu Mājah, juz 1,
(Bairut: Dār al-Fikr,tt), h. 597.
[28] Muslim, Şahih Muslim, juz 2, h. 409.
[29] Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abu Daud, Bairut: Dar al-
Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1401 H), juz 10, h. 179. lihat juga dalam Imam al-Hafidz Abi
‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3,
(Semarang: Toha Putra,tt,). h 189.
[30] Al-Baidhawi, Tafsir Baidhawi, (http://www.Altafsir.com) Juz 5 h. 9, baca An-
Naisaburi, Tafsir An-Naisaburi, juz 1 h. 81.
[31] M. Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Kasir, jilid 3 (Jakarta: Gema Insani,
1999), h. 841.
[32] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al- Aulad Fi al- Islam, terj. Jamaluddin Miri,
Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h.37
[33] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 458.
[34]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam
Keluarga di Sekolah dan di Masyarakat, (Semarang: Diponegoro,1989), h. 366.
[35] Muslim, Şahih Muslim Juz 1, h. 217.
[36] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-
Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 1, (Semarang: Toha Putra,tt,) h. 260.
[37] Suwaid, Mendidik Anak…, h. 178.
[38]Muhammad Zuhaili, Al Islam Wa Asy Syabab, terjemahan Arum Titisari,
Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: AH. Ba’adillah Press, 2002), h. 70.
[39] Irawati Istadi, Mendidik Dengan Cinta, (Bekasi: Pustaka Inti, 2006), h. 130.
[40]Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Şahih Muslim Juz 1,
(Bandung: Al Ma’arif,tt), h 460.
[41] Suwaid, Mendidik Anak…, h. 194.
[42] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak…, h. 98.
[43] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 479-480.
[44] Ibid., h. 521.
[45] Ulwan, Pedoman Pendidikan…, h. 33.
[46] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 514.
[47]An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode…, h. 332.
[48] Al Imam abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,
terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 12, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo,2003), h. 184.
[49] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, jilid III,
(Surabaya: Bina Ilmu, 1986), h. 509.
[50] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 486.
[51] An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode…, h. 412
[52]Ibid., h. 414.
[53] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 525.
[54] Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah…, h. 520.
[55] Ali Qutb, Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyatil Islamiyyah, h. 72.
[56] Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak, (Bekasi: Pustaka Inti, 2005), h. 26.
[57]Ulwan, Pedoman Pendidikan…, jilid 2, h. 64.
[58]Al Imam abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,
terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 11, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo,2003), h. 48.
[59] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-
Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 4, (Semarang: Toha Putra,tt,) h. 198.
[60] Al Imam abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,
terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 8, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo,2003), h. 289.
[61]Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah at-Tirmiżi, Sunan at-
Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,) h. 166.
[62] Panitia Muzakarah Ulama, Memelihara Kelangsungan Hidup Anak Menurut Ajaran
Islam, (Jakarta: Kerjasama Departemen Agama, MUI dan UNICEF, 1987/1988), h. 58-59.
[63] Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 223.
[64] Ibid., h. 220.
[65] Al-Rasyidin dkk, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan
Islam, h. 77.
[66] Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam, h. 224.
[67] Boediono, ed. Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-
Kanak dan Raudhatul Athfal, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 13.
[68] Lihat pada buku Laporan Perkembangan Anak Didik Taman Kanak-Kanak, yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tahun 2007.
Label: PAUD, Pendidikan Anak Usia Dini

4 komentar:

1.

Plered Vespa Club17 November 2012 09.48

mantap gan infony sangat bermanfaat sekali bagi sya yang awan tentang ilmu agama
islm... terima kasih gan

Balas

2.

Akhmad Solihin11 Januari 2015 23.28

Subhanallah...memang pendidikan anak dalam Islam sudah sangat baik, bahkan


terbaik dalam dimensi penyempurnaan akhlak dan intelektual anak, dalam artikel ini
rasanya sudah sangat jelas dan lengkap gambaran itu, terimakasih sudah dishare
..salam

Balas

3.

sri nirma Wanti21 September 2015 17.29

syukron kasiron sudah membantu saya

Balas

4.

umi fatmayanti24 Mei 2016 11.09

terimakasih... atas ilmunya..

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Komunitas Blog Guru Sosial Media


Popular Posts
 CONTOH KUMPULAN RPP SD SMP DAN SMU

Berikut ini adalah contoh kumpulan RPP dan Silabus yang dapat saya berikan : NB.
UNTUK MENDOWNLOAD FILE DI BAWAH INI DIHARAPKAN BERSABAR,
D...

Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam

A. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam Dalam pandangan
Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan, tentulah memil...

 APA TUGAS DAN FUNGSI KOMITE SEKOLAH ?

Peran aktif dewan pendidikan, dewan sekolah, maupun komite sekolah/ madrasah
diperlukan untuk memberi dukungan ( supporting agency ) dan mem...

MENGELOLA RUANG KELAS

TATA LETAK MEJA DAN BANGKU DALAM PROSES BELAJAR DI KELAS


Kursi dan meja siswa dan guru perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat
menunjan...

 APA ITU ANDRAGOGI = PENGERTIAN ANDRAGOGI

ANDRAGOGI (Sebuah Konsep Teoritik) A. Pengertian Andragogi berasal dari dua


kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan...

 TAFSIR SURAH AL - MAIDAH AYAT :5 ( Materi Pembelajaran Kelas 6 SD


Namira Bab 6 )

Oleh Drs. Hafidz ‘Abdurrahman, MA ‫ ْاليَ ْو َم‬،‫اخش َْو ِن‬ َ ِ‫ْاليَ ْو َم َيئ‬
ْ ‫س الَّذِينَ َكفَ ُروا ِم ْن دِينِ ُك ْم فََلَ ت َْخش َْو ُه ْم َو‬
ُ‫ أَ ْك َم ْلت‬...


Pendidikan Islam di Indonesia: Sejarah Masa Kerajaan Islam

Pendidikan Islam di Indonesia: Sejarah Masa Kerajaan Islam A. Pendahuluan Sejarah


Pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam...

TIGA POLA KOMUNIKASI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

TIGA POLA KOMUNIKASI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Guru


sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan,disamping memahami hal-hal yang
be...

 KOLEKSI BANK SOAL SD,SMP, SMA DAN SMK TERLENGKAP

Koleksi Bank Soal: SD, SMP, SMA dan SMK Bank soal yang sangat bermanfaat
untuk persiapan menjelang ujian nasional. Terdiri dari materi pela...

45db572c1d9f08ecf5c2bb905f6681421eef9a206716504af1
Copyright (c) 2012 Founder Komunitas Blogger Pealajar Jln. Setia Nusa Indah, Komp. GIM. F.6 Medan Selayang

Support : Komunitas Blogger Pelajar


Copyright © 2013. BLOG GURU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Blog Guru
Proudly powered by Blogger

Anda mungkin juga menyukai