Anda di halaman 1dari 15

TUJUAN PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan adalah sebuah kondisi atau keadaan yang hendak
dicapai terjadi pada peserta didik melalui sebuah proses pendidikan. Misalnya
agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah
ta’ala, menguasai sains dan teknologi serta memiliki keterampilan dan jiwa
kreatifitas yang tinggi. Dapat juga dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
hasil belajar yang ingin diraih dari sebuah proses pendidikan.
Allah ta’ala menurunkan al Qur’an kepada manusia dengan tujuan
untuk mendidik manusia untuk menjalankan tugas sebagai khalifah Allah dan
hamba-Nya. Untuk itu Allah ta’ala memberikan kepada manusia potensi jasmani,
ruhani dan akal. Sebagaimana dikemukakan oleh Anwar al-Baz berikut,
‫إن القرآن نزل كله للتربية و التوجيه لبناء األمة الراشدة التى تقوم بمهمة الخالفة الراشدة في‬
‫ مهما كانت مستوياتها النفسية و الروحية‬،‫ و يربي النفس البشرية من جميع جوانبها‬،‫األرض‬
”1 .‫و اإلجتماعية و الحضارية‬
Sesungguhnya seluruh isi al Qur’an berisi pendidikan dan pengarahan
untuk membangun sebuah bangsa yang mulia yang tegak sebagai khilafah ar
Rasyidah di dunia, dan mendidik jiwa kemanusiaan dalam seluruh aspeknya,
sehingga terbangun integralitas manusia dalam aspek pribadi, spiritual, sosial
dan peradaban.
Dengan demikian tujuan pendidikan adalah terciptanya perubahan pada
kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Dalam
hadits Nabi saw, terdapat perintah maupun anjuran agar manusia memiliki
keutamaan dalam berbagai aspeknya. Sebagai contoh adalah hadits berikut yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah
saw telah bersabda,
َ ‫َ ُ َمٌ م م‬
،‫ص َعلى َما َي من َف ُع َك‬ ‫ َو ِفي ك ٍّل خير اح ِر‬،‫يف‬ َّ ‫ َخ مي ٌر َو َأ َح ُّب إ َلى هللا م َن ماْلُ مؤمن‬،‫ماْلُ مؤم ُن مال َقو ُّي‬
‫الض ِع‬
ِ ِ َ ‫ِم‬
َ ‫ َف َال َت ُق مل َل مو أني َف َع مل ُت َك‬،ِ ‫ص َابِ َك َش مي ٌِء‬ ِ
‫ َو َل ِك من ُقلم‬،‫ان َك َذا َو َك َذا‬ َ ‫ َوإن أ‬،‫اس َتع من ب ِاهلل َوََل َت مع َج مز‬‫َو م‬
ِ َ َ ِ َ َ َ ِ ِ ِ
َّ َ
.‫ ف ِإ َّن ل مو ت مف َت ُح َع َم َل الش ميط ِان‬،‫هللا َو َما ش َاء ف َع َل‬ ََ
ِ ‫قد ُر‬
2

1
Anwar al-Baz, at-Tafsīr at Tarbawi li al-Qur’ān al-Karīm, (Cairo : Daar an Nashr lil Jami’at, 2007), 1/‫ب‬.
2
Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburī, Shahīh Muslim, (Beirut: Dar Ihyāu Turats al-‘Arabi, tth), Jilid 4, hlm
2052, hadits no 2664.
Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala daripada orang mukmin yang lemah. Pada masing-masing memang
terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna
bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla dan janganlah kamu
menjadi orang yang lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka
janganlah kamu mengatakan; 'Seandainya tadi saya berbuat begini dan begitu,
niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu'. Tetapi katakanlah; 'lni sudah
takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan dilaksanakan-Nya. Karena
sesungguhnya ungkapan kata 'law' (seandainya) akan membukakan jalan bagi
godaan syetan.'
Menurut Ibnu al-Jawzī, setiap Mukmin hendaknya memiliki kekuatan
cita-cita dan semangat juang yang tinggi untuk meraih cita-cita tersebut.3 Adapun
yang dimaksud kekuatan dalam hadits tersebut di atas terdapat perbedaan
pendapat, sebagian berpendapat kekuatan ruhani, ada juga yang berpendapat
kecerdasan akal dan sebagiannya berpendapat kekuatan fisik.
Menurut an-Nawawī bahwa yang dimaksud kuat adalah, “ ‫س‬ َّ ‫َعز َيم ُة‬
‫الن مف‬
‫ُ م‬ ُ ُ َ َ‫ َ م‬4 ِ ِ
‫ور اْل ِخ َر ِة‬
ِ ‫ ”والق ِريحة ِفي أم‬yaitu kekuatan jiwa dan keteguhan hati dalam perkara
akhirat. Sedangkan menurut al-Qāri, menurutnya orang mukmin yang kuat
َ ُ ‫م َ م‬ َ ‫ُ م َمَ َ م‬ ‫م‬ َ َ ‫ َّ ُ َ َ ُ َ َ َ َّ َ َ َ ُّ َ َّ م‬5
adalah “‫يم ِهم الخير وِإرش ِاد ِهم ِإلى الهدى‬ ِ ‫اس وتحم ِل أ ِذي ِت ِهم وتع ِل‬
ِ ‫”الص ِابر على مخالط ِة الن‬
orang Mukmin yang sabar dalam berinteraksi dengan manusia, kuat
menanggung beban dalam mengajarkan kebaikan serta menunjukkan mereka
jalan yang benar. Dengan demikian al-Qāri mendefinisikan kekuatan dalam
hadits ini sebagai kecerdasan dalam aspek sosial. Selain pendapat tersebut,
termasuk pula kekuatan fisik agar dapat menegakkan kewajiban-kewajiban
ibadah.6 Pendapat-pendapat terkait hadits tersebut diatas mengakomodasi
urgensi pencapaian tujuan pendidikan bagi manusia agar kuat dalam aspek
ruhani, akal dan fisik.
Pakar Pendidikan Islam al-Syaibānī mengemukakan bahwa tujuan
pendidikan dalam Islam adalah,

3
Jamaluddin Ibnu al-Jawzi, Kasyaf al-Musykil, (Riyadh: Dar al-Wathan, tth), Juz 3, hlm 552.
4
Abu Zakariya an Nawawi, al-Minhaj, (Beirut: Dar Ihyau Turats al-‘Arabi, 1392 H), Juz 15, hlm 215.
5
Abu al Hasan Nuruddin al-Qari, Muraqatu al-Mafatih,(Beirut: Dar al-Fikr, 1422 H), Juz 8, hlm 3318.
6
Ibnu ‘Alan asy-Syafi’i, Dalil al-Falahin, (Beirut: Dar al Ma’rifah, 1425 H), Juz 2, hlm 317.
‫ سواء في سلوك‬،‫التغير اْلرغوب التي تسعى العملية التربوية أو الجهد التربوى إلى تحقيقه‬
‫ أو في‬،‫ أو في حياة املجتمع و في البيئة التي يعيش فيها الفرد‬،‫الفرد و في حياته الشخصية‬
‫العلمية التربوية نفسها و في عمل التعليم كنشاط أساس ى و كمهنة من اْلهن األساسية في‬
7
.‫املجتمع‬
Dalam pengertian lain tujuan pendidikan adalah, adanya perubahan
yang positif yang ingin dicapai melalui sebuah proses atau upaya-upaya
pendidikan, baik perubahan itu terjadi pada aspek tingkah laku, kehidupan
pribadi dan masyarakat, dan lingkungan luas dimana pribadi itu hidup.
Atas dasar inilah pendidikan Islam tidak memandang bahwa pencarian
pengetahuan adalah demi pengetahuan itu sendiri tanpa merujuk kepada
idealisme spiritual yang harus diraihnya yaitu kemaslahatan di dunia dan
kebahagiaan di akhirat. Berdasarkan kajian terhadap teks-teks al-Qur’an dan
Hadits, dirumuskan bahwa tujuan pendidikan adalah, untuk memuliakan
manusia, membina akal fikiran manusia, membina karakter manusia, serta
membina fisik dan keterampilan manusia.

B. TUJUAN PENDIDIKAN

1. Memuliakan Manusia
Pendidikan bertujuan untuk memuliakan manusia. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman dalam surat al-Tīn ayat َ ُ َ 4-6, َ َ َ ‫ََ م ََمَ م م‬
ُ َ َ ُ َ َ َّ َّ ُ َ
‫) ِإَل ال ِذين آمنوا وع ِملوا‬5( ‫) ث َّم َر َد مدناه أسفل سا ِف ِلين‬4( ‫ان ِفي أ مح َس ِن ت مق ِو ٍّيم‬
َ َ َ َ ‫م‬
َ ‫اإل ُن مس‬ ‫لقد خلقنا‬
ُ ‫م‬ َ ُ ‫م‬ َ ٌ ‫م‬ َِ َ َ َّ
)6( ‫ات فلهم أجر غير ممنو ٍّن‬ ِ ‫الص ِالح‬
“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Kata ‫( تقويم‬taqwīm) berakar dari kata ‫( قوم‬qawama) yang darinya
terbentuk kata ‫( استقامة‬istiqāmah) dan ‫( أقيموا‬aqīmū) yang keseluruhannya
menjelaskan kesempurnaan sesuatu sesuai objeknya. Kata ‫ أقيموا‬yang
digunakan untuk perintah melaksanakan shalat, berarti bahwa shalat harus
7
Umar Muhammad at Tūmīy asy Syaibānī, Falsafatu al-Tarbiyyatu al-Islāmiyyah, (Tunisia: Dār al-‘Arabiyyah
lil Kutub, 1975), h 282.
dilaksanakan dengan sempurna secara khusyu serta sesuai dengan syarat dan
rukunnya. َ
َ
Dengan demikian kata ‫ أ مح َس ِن ت مق ِو ٍّيم‬menjelaskan kesempurnaan terbaik
dari sebuah penciptaan. Pendidikan merupakan sarana agar manusia
mengarahkan perpaduan yang seimbang antara kebutuhan fisik, akal dan
hatinya. Semua kebutuhan manusia tersebut harus dipenuhi secara seimbang
sesuai dengan syari’at yang Allah tetapkan bagi manusia.
Dalam hadits Nabi Muhammad saw. Ibnu Majah meriwayatkan dari
Anas bin Mālik ra, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda,
8 ‫َمَ َ ُ م ََ م ُ َ ََُ م‬ ‫َم‬
.‫أك ِر ُموا أوَلدكم وأح ِسنوا أدبهم‬
“Muliakanlah anak-anak kalian dan baguskanlah pekerti mereka”
Menurut al-Munāwi, yang dimaksud memuliakan anak adalah mendidik
dan melatih mereka.9 Dalam kesempatan lain al-Munāwi mengemukakan pula
bahwa, yang dimaksud memuliakan anak adalah, mendidik jiwa sehingga
berpekerti mulia dan melatihnya melaksanakan tuntutan-tuntutan agama,
bukanlah termasuk memuliakan dengan memanjakan hasratnya terhadap dunia
secara berlebihan.10. Pendidikan harus bertujuan memuliakan manusia, karena
menurut al-Sanadī hadits ini mengisyaratkan akan adanya kemungkinan yang
luas bagi anak-anak sebagai peserta didik untuk menerima kebaikan maupun
keburukan.11 Dengan dimuliakan, manusia akan memiliki pekerti yang baik,
sebagaimana lanjutan teks hadits. Sedangkan menurut al-Mursī, yang dimaksud
memuliakan dalam ḫadits ini tidak hanya terkait dengan pendidikan dalam
pengertian pengajaran saja melainkan juga pemenuhan tumbuh-kembang fisik
dengan cara yang halal, kepatutan dalam berpakaian, serta kepatutan dalam
berinteraksi dengan anak sebagai peserta didik.12 Pendidikan yang memuliakan
diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan peserta didik kepada pendidiknya.

8
Ibnu Mājah, Sunan Ibnu Mājah , (Beirut: Dār Iḫyāu al-Kutub al-‘Arabī, tth), Jilid 2, hlm 1211, hadits no.
1663.
9
Zayn al-Dīn al-Munāwi, al-Taysīr bi Syarh Jāmi’ al-Shagīr, (Riyadh: Maktabah al-Imām al-Syāfi’ī, Cet.
Ketiga, 1408 H), Jilid 1, hlm 203.
10
Lihat Zayn al-Dīn al-Munāwi, Faydh al-Qadīr, (Mesir: Maktabah al-TIjariyah Kubra, Cet. Pertama, 1356 H),
Jilid 2, hlm 90.
11
Nur al-Din al-Sanadi, Kifāyah al-Ḫājah Fi Syarḫ Sunan Ibnu Mājah, (Beirut: Dār al-Jīl, tth), Jilid 2, hlm 391.
12
Lihat Kamāl al-Din ‘Abd al-Gāni al-Mursī, Min Qadhāyā al-Tarbiyyah al-Dīniyyah, (Cairo: Dār al-Ma’rifah,
cet. pertama 1419 H), hlm 109
Tujuan pendidikan untuk memuliakan manusia juga tertera dalam
firman Allah dalam surat al-Isra ayat 70,
َ َ ‫م َ َ م َ م َ َ َ م َ ُ م َ َّ َ َ َ َّ م‬
‫ضل َن ُاه مم َعلى ك ِث ٍّير‬ ُ َ‫َ َ َ م‬ َ َ ‫َََ م‬
ِ ‫ولقد َك َ َّر ممنا َ َب ِني ًآد َم وح َملناه مم ِفي الب ِر والبح ِر ورزقناهم ِمن الط ِيب‬
‫ات وف‬
.‫ِم َّم من خل مق َنا ت مف ِضيال‬
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan.”
Pemikir Islam dari dawlah ‘Abbasiyyah, al-Māwardī mengemukakan
bahwa diantara sebab Allah memuliakan manusia adalah karena, Allah
menjadikan mereka berakal dan memiliki kemampuan berfikir dengan baik.13
Meski demikian kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia ini, merupakan
tabi’at atau potensi bawaan yang tidak serta merta menempatkan manusia
menjadi mulia. Bagaimana manusia menggunakan potensinya tersebutlah yang
akan menentukan kedudukannya menjadi mulia atau hina. Pakar Tafsir al-
Qusyairī, mengemukakan sebuah retoris, “mengapa Allah mengatakan
memuliakan manusia secara umum? mengapa tidak dikatakan-Nya orang-orang
beriman, ahli ibadah atau para mujtahid?” Karena menurut al-Qusyairī,
pemuliaan manusia dengan potensi bawaan ini harus dijaga dan dididik sesuai
dengan apa yang Allah kehendaki.14 Demikian pula pendapat yang dikemukakan
pakar tafsir, al-Rāzī (w.606 H),
َ ‫م َ َ َ َ ُ ُ ور َ م َّ َ َّ َ َّ م َ م َ م َ ُّ م م‬ َ َ َ ‫َ َّ َ م م‬
‫النط ِق َوالخ ِط‬ ‫ات ِبأم ٍّ خل ِقي ٍّة ط ِبي ِعي ٍّة ذا ِتي ٍّة ِمثل العق ِل و‬
ِ ‫ان َعلى َسا ِئ ِر مالحيوان‬ ‫فضل اإلنس‬
َ ‫َ ُّ َ ِ م َ َ َ َ م َ َ َ َ ُ َّ َّ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ م َ م َ م َ م م‬
‫اب‬ ِ ‫ثم ِإنه تعالى عرضه ِبو ِاسط ِة ذ ِلك العق ِل والفه ِم َِلك ِتس‬15،‫الصور ِة م َال َّحس َن ِ مة َ مو َالقام ِ مة َاْل ِد َيد ِة‬
ََ‫م‬
‫و‬
.‫اضل ِة‬
ِ ‫العقا ِئ ِد الحق ِة واألخال ِق الف‬
Manusia dimuliakan atas makhluk lain karena ia dianugerahi sesuatu yang
sifatnya bawaan seperti akal, bisa berbicara dan berbahasa, struktur tubuh yang
sempurna dan wajah-wajah yang rupawan. Kemudian Allah melihat bagaimana
kemampuan manusia dalam menggunakan potensinya menemukan akidah yang
benar, cara hidup yang baik dan etika yang mulia.
13
Abū al-Ḫasan al-Māwardī, al-Nukat wa al-‘Uyun, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth), Jilid 3, hlm 257.
14
‘Abd al-Karīm al-Qusyairī, Lathāif al-Isyārāt, (Mesir: Organisasi Penerbitan Buku Umum, cet. ketiga, tth),
Jilid 2, hlm 360.
15
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātīḫ al-Gayb, (Beirut: Dār Ihyāu Turats al-‘Arabī, cet. ketiga 1420 H), Jilid 21, hlm
375.
Pendapat-pendapat tersebut di atas menguatkan argumen bahwa
pendidikan bertujuan untuk memuliakan manusia. Melalui proses pendidikan
Islam manusia diharapkan mampu menggunakan kelebihan sifat bawaannya
tersebut dengan benar.
Firman Allah ta’ala dalam surat al-Mujādilah ayat 11 berikut juga
menjelaskan tujuan pendidikan ini. Melalui pendidikan manusia menjadi cerdas
dan berilmu pengetahuan, dan Allah ta’ala memuliakan orang-orang yang
berilmu pengetahuan.
َ ‫َ َّ ُ َّ َ ُ م ُ َّ َ ُ ُ م م‬
ٍّ ‫ َي مرف ِع اَّلل ال ِذين َآمنوا ِمنك مم َوال ِذين أوتوا ال ِعل َم د َر َج‬...
...‫ات‬
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Pakar tafsir al-Zuhaylī mengemukakan, “ ‫إن نعمة العلم من أجل النعم‬
‫ وإن من أوتي العلم فقد أوتي فضال على كثير من عباد هللا‬،‫وأشرفها وأرفعها رتبة‬
‫”املؤمنين‬16 Sesungguhnya anugerah ilmu memuliakan dan mengangkat
kedudukan, dan barang siapa yang diberi ilmu sungguh telah diberi kemuliaan
atas sebagian besar dari hamba-hamba Allah yang beriman.
Berbagai dalil dan argumentasi yang dikemukakan di atas menjelaskan
bahwa tujuan pendidikan adalah untuk memuliakan manusia. Demikian makna
dari memuliakan anak dengan cara mendidiknya, hingga memuliakan manusia
dengan menjaga dan mengarahkan sifat bawaan manusia agar menemukan jalan
hidup yang benar. Karena pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi, maka
kemuliaan bagi manusia tidak hanya bagi kehidupannya di dunia semata
melainkan juga kehidupannya di akhirat.

2. Membina Akal Manusia


Akal merupakan kelebihan manusia atas makhluk lain, karena dengan
akalnya manusia dapat dididik agar menjadi cerdas. Untuk tujuan tersebut pula,
Allah memerintahkan Rasulullah saw untuk menerangkan kepada manusia isi Al-
Qur’an. Allah berfirman dalam surat al Baqarah ayat 242.
ُ َ ُ َّ َ ُ َ ُ َّ ُ َ ُ َ َ َ
‫اَّلل لك مم َآيا ِت ِه ل َعلك مم ت مع ِقلو َن‬ ‫كذ ِلك يب ِين‬

16
Wahbah bin Musthafā al-Zuḫayli, Tafsīr al-Munīr, (Damaskus: Dār al-Fikr al-Mu’ashir, Cet. Kedua 1418
H), Jilid 19, hlm 277.
“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-
Nya) supaya kamu memahaminya.”
َ ُ َ
Pakar tafsir al-Marāgī mengemukakan bahwa kata “‫ ”ت مع ِقلون‬berarti
“ ‫تتدبرون األشياء وتذعنون ْلا أودع فيها من الحكم واْلصالح إذعانا يكون له األثر في‬
‫”األعمال‬17 yaitu memikirkan segala sesuatu dan mengambil pelajaran yang
tersimpan didalamnya baik berupa keputusan maupun kemaslahatan, sehingga
berdampak dalam amal perbuatan.
Menurut Habanakah, jika merujuk pada salah satu sinonim kata akal
dalam al-Qur’an, yaitu “‫”اللب‬. Maka dapat dikatakan bahwa akal adalah pusat
ingatan yang mengatur stabilitas pengetahuan dan penggalian pengetahuan,
tempat Allah menyimpan fitrah pada diri manusia untuk menerima kebenaran
dan menghilangkan kebatilan.18 Pengertian ini menunjukkan nilai pentingnya
tujuan pendidikan untuk membina akal manusia agar berfungsi untuk
menunjukkan manusia kepada keputusan yang benar dalam hidupnya.
Dalam al-Qur’an, istilah untuk orang-orang yang berakal tersebut adalah
“Ūlū al-Albāb”. Penggunaan istilah ini menunjukkan bahwa diantara tujuan
pendidikan adalah membina akal manusia sehingga mampu berfikir secara
mendalam terhadap berbagai hakikat dari kehidupan dunia dan akhirat.
Sebagaimana firmanَ Allahُ ta’ala dalam surat Ibrāhīm ayat 52,
‫اب‬ َ ‫َه َذا َب َال ٌغ ل َّلناس َول ُي من َذ ُروا به َول َي مع َل ُموا َأ َّن َما ُه َو إ َل ٌه َواح ٌد َول َي َّذ َّك َر أ ُولو ماأل مل‬
‫ب‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
“(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran.”
Demikianَ pula ُ dalam firman Allah pada surat ‘Aliَ Imran ayat 190-191,
َ‫) َّالذين‬391( ‫األ مل َباب‬ ‫م‬ َ َّ َ ‫َّ م‬ َ ‫م‬ ‫ات َو ماأل م‬ َّ ‫إ َّن في َخ ملق‬
ِ‫َ َ م‬ ‫ات ِأل ِولي‬ ٍّ ‫الن َه ِار ْل َي‬ ‫ض َواخ ِتال ِف اللي ِل و‬ ‫ر‬ ِ ‫الس َم َاو‬
‫ض َرَّب َنا َما خلق َت‬
ِ َ
‫ات َو ماأل م‬ َّ ‫ون في َخ ملق‬
َ ‫الس َم‬
‫او‬
ِ
َ ‫ودا َو َع َلى ُج ُنوبه مم َو َي َت َف َّك ُر‬ ً ‫اَّلل ق َي ًاما َو ُق ُع‬ َ ‫َِي مذ ُك ِ ُر‬
َ َّ ِ ‫ون‬
ِ ‫ر‬ ِ ِ ِ ِ
ِ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫َ َ َ ً ُ م‬ ِ
)393( ‫الن ِار‬ ‫اطال سبحانك ف ِقنا عذاب‬ ِ ‫هذ ا ب‬

17
Aḫmad bin Musthafā al-Marāgī, Tafsīr al-Marāgī, (Mesir: Penerbitan Musthafa al-Halabi, Cet. Pertama
1365 H), Juz 2, hlm 206.
18
Sebagaimana dikutip oleh Sa’īd Ismā’īl ‘Alī, al-Qur’an al-Karim Ru’yah Tarbawiyah, (Cairo: Dār al-Fikr al-
‘Arabī, Cet. Pertama, 1421 H), hlm 185.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Pakar tafsir al-Sa’di mengemukakan bahwa maksud “Ūlū al-Albāb” pada
ayat tersebut adalah,
‫إذ بالقرآن ازدادت معارفهم‬.‫ وما يضرهم فيتركونه‬،‫العقول الكاملة ما ينفعهم فيفعلونه‬
‫طريا فإنه َل يدعو إَل إلى أعلى األخالق واألعمال‬ ًّ ‫غضا‬ ًّ ‫ وتنورت أفكارهم ْلا أخذوه‬،‫وآراؤهم‬
19
.‫وأفضلها‬
Ūlū al-Albāb adalah orang yang memiliki kesempurnaan dalam pemahaman.
Mengerjakan segala sesuatu yang bermanfaat dan meninggalkan segala sesuatu
yang merugikan. Al-Qur’an meningkatkan pengetahuan dan pandangan mereka,
serta mengembangkan gagasan dari pengalaman hidup yang dialami.
Kesemuanya tidaklah menimbulkan sesuatu kecuali keluhuran akhlaq dan
keutamaan dalam tindakan.
Terma orang-orang yang berakal dalam al-Qur’an menunjukkan
penggunaan akal dalam hal kebenaran. Dituntut dari Ūlū al-Albāb, kecerdasan
yang berdampak kepada kemuliaan moral estetika dan perbuatan yang
membawa kemaslahatan. Tujuan pendidikan untuk membina akal dengan
demikian selain terkait erat dengan dimensi īmān juga terkait dengan dimensi
iḫsān seorang peserta didik. Hal ini dapat dirujuk pula dalam firman Allah ta’ala
pada surat al-Zumar ayat 18 berikut,
َ ‫َّ َ َ م َ ُ َ م َ م َ َ َ َّ ُ َ َ م َ َ ُ ُ َ َ َّ َ َ َ ُ ُ َّ ُ َ ُ َ َ ُ م ُ ُ م َ م‬
ِ ‫ال ِذين يست ِمعون القول فيت ِبعون أحسنه أول ِئك ال ِذين هداهم اَّلل وأول ِئك هم أولو األلب‬
‫اب‬
“yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
al-Sa’di mengemukakan bahwa maksud Ūlū al-Albāb dalam ayat ini
adalah mengetahui kebaikan dan keburukan serta bertindak atas dasar

19
‘Abd al-Raḫman al-Sa’dī, Taysīr al-Karīm al-Raḫman, (Beirut: Muassasah al-Risālah, Cet. Pertama, 1420 H),
Juz 1, hlm 428.
pengetahuannya tersebut, serta tidak dikalahkan akal sehat itu oleh nafsunya.20
Demikianlah pendidikan Islam menghendaki terwujudnya integritas bagi peserta
didik, yang berkesesuaian antara kecerdasan akal, ketulusan hati serta ketepatan
dalam berkarya.
Integritas antara kecerdasan akal dengan hati dan perbuatan dapat
diketemukan pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī dari Ibnu
‘Abbas ra berikut,
ُ َ ُ ‫َ م ُ َّ ُ َ م‬
ِ ‫من ي ِر ِد اَّلل ِب ِه خي ًرا يف ِق مهه ِفي‬
21
.‫الد ِين‬
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah faqihkan dalam
urusan agama”
Asal kata al Fiqh adalah “al fahm”, sehingga orang-orang yang di
faqihkan dalam agama adalah mereka yang Allah jadikan faham dalam segala
aspek ilmu-ilmu agama. ‘Ubaidillāh al Mubārakfūriy berpendapat maksud hadits
tersebut di atas adalah,
‫ ويظهر‬،‫ هو العلم الذي يورث الخشية في القلب‬،‫والفقه في الدين الذي أريد بمن يعطه الخير‬
22
‫ كما يشير إليه‬،‫ ويترتب عليه اإلنذار‬،‫أثره في الجوارح‬
Dalam pengertian lain orang-orang yang Allah jadikan faqih dalam
urusan agama adalah mereka yang Allah anugerahkan kebaikan baginya, yang
ilmunya menumbuhkan rasa takut dalam hati, terlihat pengaruhnya pada
anggota tubuhnya dan senantiasa ilmu itu menjadi peringatan baginya.
Menurut Ibnu Baṭāl, pemahaman seseorang kepada agamanya dengan
baik akan menuntunnya kepada rasa takut kepada Allah, istiqomah dalam
ketaatan dan menahannya dari berbuat kesalahan.23
Rasulullah saw juga memerintahkan mempelajari al-Qur’an dengan
pemahaman yang baik, termasuk prinsip-prinsip dalam penerapan atas
pemahaman tersebut.
‫َ َ م‬ ُُ ‫َ َم‬ َ َ ُ ‫َ َ َّ ُ م ُ م َ َ َ َ م ُ ُ ُ َ َ َ م‬
‫ َوَل ت مس َتك ِث ُروا‬،‫ َوَل تأكلوا ِب ِه‬،‫ َوَل ت مج ُفوا َع من ُه‬،‫ فال تغلوا ِف ِيه‬،‫وه‬ ‫ ف ِإذا ع ِلمتم‬،‫تعلموا القرآن‬
24
.‫ِب ِه‬

20
Ibid, Juz 1, hlm 721.
21
Muhammad bin Ismā’īl al Bukhārī, op.cit, Juz, 9, hlm 101, hadits no 7312.
22
‘Ubaidillāh al Mubārakfūriy, op.cit, vol 1, hlm 304.
23
Ibnu Baṭāl, Syarh Ṣahih al-Bukhariy li Ibni Baṭāl, (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2003), vol 1, hlm 154.
24
Ahmad ibn Hanbal, op.cit, vol 24, hlm 437, hadits no 15666. Ṣahih menurut Syu’aib al Arnaūth.
“Pelajarilah al-Qur’an, jika kalian telah mempelajarinya, maka janganlah kalian
melewati batas, janganlah kalian menyia-nyiakannya, jangan pula kalian makan
darinya dan jangan menambah-nambah darinya.”
Demikian pula dalam mendidik para sahabatnya, Nabi Muhammad saw
menyatukan antara aspek pengetahuan, pemahaman dan pengamalannya. Hal
ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal yang meriwayatkan
dari Abu Abdurrahman as Sulami tentang proses belajar para sahabat nabi
sebagai berikut,
َ َ َ َّ َ ُ َّ َ َّ ‫ان ُي مقرُئ َنا م من َأ م‬
َ ‫َح َّد َث َنا َم من َك‬
‫ أ َّن ُه ُ مم ك ُانوا " َي مقت ِرُئو َن ِم من َر ُسو ِل‬،‫هللا َعل مي ِه َو َسل َم‬ ‫اب الن ِب ِي صل مى‬ ِ ‫ص َح‬ ِ ِ
َ ‫ََ ُ ُ َ م م م م‬ ‫م‬ َّ َ ُ َّ َ
‫ فال َيأخذون ِفي ال َعش ِر األخ َرى َح َّتى َي معل ُموا َما ِفي َه ِذ ِه‬،" ‫ات‬ ٍّ ‫هللا َعل مي ِه َو َسل َم َعش َر َآي‬ ‫هللا صلى‬
25 َ َ َ ‫َ َ م َ م م َ َ م‬ ُ َ َ َ ‫َِ م م َ م‬
.‫ فع ِلمنا ال ِعلم والعمل‬:‫ قالوا‬،‫ِمن ال ِعل ِم والعم ِل‬
“telah menceritakan kepada kami sahabat-sahabat nabi saw, yang telah
mengajarkan al-Qur’an kepada kami, bahwa mereka belajar al-Qur’an langsung
dari Rasulullah saw sebanyak sepuluh ayat, kami tidak mempelajari sepuluh ayat
yang lain hingga kami mengetahui apa yang kami pelajari tersebut dari aspek
pemahaman dan pengamalan, dikatakan pula: kami mempelajari ilmu dan amal.”
Pentingnya pencapaian hasil belajar yang bersifat kecerdasan akal ini
terlihat pada hadits berikut yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ra, bahwasanya
Rasulullah saw telah bersabda,
‫َم‬ َ َّ َ َ َ ٌ ‫َفق‬
26
.‫يه َو ِاح ٌد أش ُّد َعلى الش ميط ِان ِم من أل ِف َع ِاب ٍّد‬ ِ
“seorang faqih (ahli ilmu) lebih berat bagi syaithan (untuk menggoda) daripada
seribu ahli ibadah”
Dalam kitab Mura’atul Mafatih dituliskan, hal ini dikarenakan seorang
faqih adalah orang yang diberikan karunia berupa pemahaman agama, dan
waspada terhadap segala rangsangan dan tipu daya iblis. Dengan ilmunya ia
mengetahui segala tipu daya iblis dan pasukannya. Ia dikaruniai pemikiran dan
kemampuan membedakan yang baik dan buruk dan mengetahui gejolak dan
bisikan-bisikan iblis pada jiwanya.27

25
Ahmad ibn Hanbal, op.cit, vol 38, hlm 466, hadits no 23482. Hasan menurut Syu’aib al Arnaūth.
26
Muhammad bin ‘īsya at Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, (Mesir: Penerbit Musthofa al-Halabiy, 1975), vol 5,
hlm 48, hadits no 2681. Gharīb menurut at Tirmidzi.
27
‘Ubaidillāh al Mubārakfūriy, op.cit, vol 1, hlm 321.
Dari beberapa hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah mencerdaskan akal manusia. Kecerdasan akal yang
dimaksud tidak hanya meliputi keilmuan semata, melainkan kemampuan
melakukan penilaian atas tindakan-tindakan yang akan diambil peserta didik
atas stimulus yang diterimanya.

3. Membina Karakter Manusia


Sebagai seorang pendidik, Rasulullah saw diutus oleh Allah dengan
tujuan membina karakter manusia,
َ ‫َّ َ ُ م ُ ُ َ َ َ م َ م‬
28
.‫ص ِال َح األخال ِق‬ ‫ِإنما ب ِعثت ِألت ِمم‬
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
Menurut Miqdād Yāljan, Rasulullah saw menjelaskan bahwa atas dasar
tujuan pembinaan karakter manusia lah ia diutus. Demikian pula seluruh risalah
ilahiyah juga bertujuan untuk membina karakter manusia. Karena al-Qur’an
merupakan petunjuk untuk mengarahkan manusia kepada jalan yang benar dan
dijauhkan dari kerusakan di dunia dan akibat buruk di akhirat.29
Dalam hadits lain diterangkan pula bahwa salah satu tujuan pendidikan
adalah untuk membina karakter peserta didik. Sebagaimana hadits tentang
pemberian terbaik dari ayah kepada anaknya. Diriwayatkan dari Ibnu Sa’id al’Ash
dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah َ ‫ م‬telah bersabda,
30 َ َ َ َ َ ‫َ َ َ َ َ ٌ ََ ً م َ م َم‬
.‫ما نحل و ِالد ولدا ِمن نح ٍّل أفضل ِمن أد ٍّب حس ٍّن‬
“tidaklah ada sebuah pemberian dari ayah kepada anaknya yang lebih utama
daripada adab yang baik”
Pembinaan karakter seorang anak, dalam hadits ini adalah sebaik-baik
pemberian seorang ayah kepada anaknya. Hal ini menegaskan tentang urgensi
pendidikan karakter bagi peserta didik. Terkait hadits ini Al-Munāwī
mengemukakan pendapatnya sebagai berikut,
َ‫م‬ ‫م‬ َ َ
‫تأديبه ِب َن مح ِو توبيخ موتهديد َوضرب على فعل الحسن وتجنب الق ِبيح فان‬ ‫م‬ ‫من ت مع ِليمه ذ ِلك َومن‬
ُُ ‫م‬ ُ َ َ
31
.‫الع مبد اْل مملوك الى ُرت َبة اْللوك‬ ‫حسن اَلدب يرفع‬
28
Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbah, (Beirut : Muassasah ar Risalah, 1421 H), Juz 14,
hlm 513. Shahih menurut al Arnauth. Dalam riwayat lain teksnya adalah, “‫”مكارم األخالق‬
29
Miqdād Yāljan, ‘Ilmu al-Akhlāq al-Islamiyyah, (Riyadh: Dār ‘Ālim al-Kutub, cet. kedua, 1424 H ), hlm 48.
30
Ahmad bin Hanbal, op.cit, vol 24, hlm 128. Menurut Syu’aib al Arnaūth hadits ini ḍa’īf.
31
Zaynuddîn al-Munāwi, 1988, op.cit, vol 2, hlm 369
Dalam pengertian lain adab yang baik merupakan tugas seorang ayah untuk
mengajari serta mendidik mereka dengan cara menegur kesalahan dengan tegas,
memberikan ancaman, serta melatih untuk berbuat kebaikan dan mencegah
keburukan. Sesungguhnya pendidikan yang baik akan mengangkat seorang
budak menjadi raja.
Pembinaan karakter peserta didik menurut Al-Munāwī dapat dilakukan
dengan berbagai metode, diantaranya adalah melalui latihan atau pembiasaan,
teguran, maupun targīb dan tarhīb.
Tujuan pendidikan untuk membina karakter, juga dijelaskan oleh hadits
tentang kewajiban hak-hak pendidikan bagi anak. Dari Ibnu Abbas ra, ia bertanya
kepada Rasulullah َ َ saw,‫“َ ُ م‬apakah hak anakَ terhadap ayahnya?” Rasulullah saw
menjawab, “‫ ويح ِسن أدبه‬،‫”أ من ُي مح ِس َن اسمه‬32 berikan nama yang bagus dan
ُ َ َ ُ َ ‫م‬
baguskanlah akhlaknya.
Menurut al Munāwi, hadits tersebut diatas merupakan perintah bagi
orang-tua untuk mendidik anaknya dengan prinsip-prinsip etika hukum Islam
hingga mereka menyenangi prinsip-prinsip tersebut dan tumbuh berkembang
berdasarkan prinsip-prinsip itu.33
Rasulullah saw juga memerintahkan agar melatih peserta didik agar
memiliki kebiasaan untuk berbuat baik. Imam al Bayhaqī meriwayatkan dari
Abdullah bin Mas’ud ra,
34 ٌ َ َ ُ ‫َ َ ُ ُ ُ م َ م َ َ َّ َ م َ م‬ َ َّ ُ َ َ َ ُ
.‫ ف ِإنما الخير عادة‬،‫ وع ِلموهم الخير‬،‫الصال ِة‬ ‫َحا ِفظوا َعلى أ موَل ِدك مم ِفي‬
“Jagalah anak-anak kalian untuk senantiasa mendirikan sholat, dan ajarilah
mereka kebaikan, hanyasaja kebaikan itu adat (kelaziman)”
Hadits ini merupakan perintah bagi para pendidik untuk menjaga sholat
dan mengajarkan kebaikan pada anak-anak sebagai peserta didik, sehingga
kebaikan itu menjadi adat mereka sehari-hari. Menurut az-Zamakhsyarī yang
ً
dimaksud dengan “‘ādat” adalah “‫ ُ”دربة وهو أن يعوده نفسه حتى يصير سجية له‬35
yaitu kebiasan yang diperoleh dengan melatih diri hingga kebiasaan tersebut

32
Abu Bakar al Bayhaqī, Syu’abul Īmān, (Riyadh: Maktabatu ar-Rusyd, 2003), vol 11, hlm 132. hadits ini ḍa’īf.
33
Zaynuddîn al-Munāwi, op.cit, vol 1, hlm 500.
34
Abū Bakar al-Bayhaqīy, as-Sunan al-Kubra, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1424H), vol 3, hlm 119,
hadits no 5095.
35
Abū al-Qāsim Maḥmūd az-Zamakhsyarī, Asās al-Balāgah, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419H), vol 2,
hlm 683.
menjadi karakter yang lekat padanya. Dikatakan pula bahwa “‘ādat” adalah
segala sesuatu yang terus menerus berlangsung pada diri manusia atas dasar akal
fikiran manusia dan terjadi secara berulang.36 Dengan demikian pendidik
berkewajiban melatih dan membimbing berbagai amal kebaikan secara sistemik,
agar berbagai kebaikan tersebut tumbuh menjadi karakter peserta didik.

4. Membina Fisik dan Keterampilan Manusia


Pendidikan Islam bertujuan membina fisik peserta didik. Tujuan ini
secara jelas terlihat dari salah satu makna tarbiyyah secara bahasa, yaitu sebagai
proses memberi makan.37 Peserta didik harus dipersiapkan untuk mengemban
tugas khalifah di bumi melalui pelatihan keterampilan-keterampilan fisik atau
memiliki kekuatan dari segi fisik. Faktor fisik memegang peran yang penting
dalam melaksanakan perintah Allah. Demikian pentingnya pembinaan fisik,
Allah ta’ala memerintahkan orang tua agar menyusui dan menafkahi keluarga
dengan cara yang ma’ruf. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat al-Baqarah
ayatُ 233,َ ُ َ ‫َ َ م‬
‫م‬
‫ود ل َ ُه ِرزق ُهَ َّن‬ ِ ‫اعة َ َو َعلى ُ اْل م َول‬ َ ‫ض‬ َّ ‫ات ُي مر ِض مع َن َأ موََل َد ُه َّن َح مو َل مي ِن َك ِام َل مي ِن ِْلَ من َأ َر َاد َأ من ُي ِت َّم‬
َ ‫الر‬ ُ ‫َو مال َوال َد‬
ٌ ‫ض َّار َوال َد ٌة ب َو َلد َها َوَل َم مول‬ َ ‫س إ ََّل ُو مس َع َها ََل ُت‬ ٌ ‫ف َن مف‬ ُ َّ َ ُ َ ُ ‫َ م ِ َ ُ ُ َّ م َ م‬
‫ود ل ُه ِب َو َل ِد ِه َو َعَلى‬ ِ ِ ‫وف َل َتكل‬َ ِ َ ‫مو ِ َكسوتهنم ِب ُاْل َعر‬
‫اح َع َل ميه َما َوإ من أ َ مد ُت مم أنم‬ َ َ‫ص ًاَل ِ َع من َت َراض م من ُه َما َو َت َش ُاور ِ َف َال ُجن‬ َ َ َ ‫م‬
‫ك ف ِإ َ َن أرادا ف‬ ‫الوار ِث ِمثل ذ ِل‬
‫ِ ِ ر‬
َ َّ ‫اع َل ُموا َأ َّن‬
‫اَّلل‬ ‫اَّلل َو م‬َ َّ ‫احِ َع َل مي ُك مم إ َذا َس َّل مم ٍّ ُت مم ِ َما َآت مي ُت مم ب ماْلَ ٍّ مع ُروف َو َّات ُقوا‬
َ ‫َت مس َت ِمرض ُعوا َأ موََل َد ُك مم فال ُج َن‬
ِ ِ ِ َ ُ ِ َ
‫ِب َما ت مع َملون َب ِص ٌير‬
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya,
dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

36
Zaynuddîn al-Munāwi, at-Tauqīf ‘ala Muhimmāt at-Ta’ārīf, (Cairo: ‘Ālim al-Kutub, 1410 H), vol 1, hlm 233.
37
Zainuddin al-Rāzi, Loc.cit.
Apabila dirunut kepada ayat sebelumnya, ayat ini menuturkan tentang
seorang ibu menyusui yang dicerai. Kewajiban kepada ibu dan ayahnya untuk
tetap menyusui dan memberikan nafkah secara ma’ruf, memberikan jaminan
kepada anak mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan dan bimbingan.
Penulis tafsīr al-Manār mengemukakan bahwa penyusuan anak selama
dua tahun terkait dengan penjagaan fitrah dan langkah awal bagi persiapan
pendidikan anak selanjutnya.38 Menurut al-Maragi, penyusuan itu berpengaruh
terhadap perkembangan fisik, akhlaq dan adab seorang anak.39 Hal ini
menunjukkan begitu pentingnya pembinaan sumber daya manusia dilakukan
sejak dini.
Demikian pula Rasulullah saw mengajarkan kepada orang tua selaku
pendidik dalam keluarga, untuk mengutamakan kecukupan nafkah dalam
keluarga. Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda,
ٌ‫ َو ِد َينار‬،‫ص َّد مق َت ب ِه َع َلى ِم مس ِكين‬ َ ‫ َود َين ٌار َت‬،‫د َين ٌار َأ من َف مق َت ُه في َسبيل هللا َود َين ٌار َأ من َف مق َت ُه في َر َق َبة‬
ٍّ ِ ِ ٍّ
40 َ ‫َ م َ م َ ُ َ َ َ م‬
ِ َّ ِ َ ِ َ ِ َِ ِ َ َ ‫َِ م‬
.‫ أ معظ ُم َها أ مج ًرا ال ِذي أنفقته على أه ِلك‬،‫أن َف مق َت ُه َعلى أ مه ِل َك‬
“dinar yang engkau infaqkan dijalan Allah, dinar yang engkau infaqkan untuk
hamba sahaya, dinar yang engkau shodaqahkan kepada orang miskin dan dinar
yang engkau infaqkan kepada keluargamu, lebih besar pahala yang engkau
infaqkan kepada keluargamu”
Pendidikan dalam al-Qur’an juga bertujuan membina kekuatan dan
keterampilanُ fisik. Hal ini tertera dalam surat al-Anfāl ayat 60,
‫ين منم‬ َّ َّ ُ َ ‫َ َ ُّ َ ُ م َ م َ َ م ُ م م ُ َّ َ م َ م َ م ُ م ُ َن‬
َ ‫اَّلل َو َع ُد َّوك مم َوآ َخر‬
ِ َ ‫اطم َالخي ِل تر ِهبو ِب ِ َّه عدو َ ِ ُ َ َ ِم‬ ِ ‫ُوأ ِعد َوا ل َهم َ ما َاست َّط ُع َتم َ ِمن قو ٍّة ُو مِمنُ ِرب‬
‫اَّلل ُي َو َّف ِإل ميك مم َوأ من ُت مم َل ُتظل ُمو َن‬ َ ََ ‫م‬ ‫م‬
ِ ‫د ِون ِه مم َل تعل ُمون ُه ُم اَّلل يعل ُم ُه مم وما تن ِفقوا ِمن ش ي ٍّء ِفي س ِب ِيل‬
‫م‬
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan
cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”
Menurut Rasyid Ridho ummat Islam disuruh untuk membuat persiapan
untuk berperang dengan segala sesuatu yang mendatangkan kekuatan untuk
berperang sedaya mampu seperti menyiapkan persenjataan. Sedangkan bagi
38
Muḫammad Rasyīd Ridhā, Tafsīr al-Manār, (Mesir: al-Haiah al-Mishriyah, 1990 ), Juz 2, hlm 325.
39
Aḫmad bin Musthafā al-Marāgī, op.cit, Juz 2, hlm 185.
40
Muslim Ibn al Hajjaj, op.cit, Jilid 2, hlm 692, hadits no 995.
Hasbi Ash-Shiddieqy yang dipersiapkan adalah semua kekuatan yang
disesuaikan dengan perkembangan zamannya. Menurut Sayyid Qutb ayat ini
juga menyatakan bahwa salah satu cara untuk itu adalah dengan membentuk
masyarakat yang islami yang dimulai dengan membangun kekuatan aqidah
mereka dan kemudian membentuk tanzim haraki atau struktur pergerakan
dalam masyarakat tersebut. Baginya sebuah keharusan untuk menjadikan agama
Islam berwibawa. Ummat Harus terbebas dari dominasi orang-orang yang
berlaku sewenang-wenang.

C. KESIMPULAN
Kesempurnaan penciptaan manusia dengan berbagai potensinya
merupakan asset yang harus didik dan dikembangkan. Kajian terhadap tema
tujuan pendidikan dalam perspektif al-Qur’an dan Hadits, menunjukkan nilai
penting pengembangan potensi manusia secara integral. Pendidikan dengan
demikian bertujuan memuliakan manusia, membina fisik, akal, maupun mental
spiritual manusia.

Anda mungkin juga menyukai