Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

PADA MASA RASULLAH SAW

SODIKIN
NIM : 18.02.0051
sodikin.data@gmail.com

Dosen Pengampu

Kingkin Wardaya, S.Pd.I, M.Si

Fakultas Tarbiyah

Jurusan Manajemen Pendidikan Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Al Qudwah


LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

PADA MASA RASULLAH SAW

ABSTRAK

Kemajuan pola kehidupan bermasyarakat sangat dilatarbelakangi oleh sejauhmana masyarakat tersebut menjalani
proses dalam peningkatan pengetahuannya. Sebagaimana istilah yang kita kenal bahwa semakin baik pengetahuan
suatu masyarakat maka semakin baik pula kehidupan masyarakat tersebut. Pengetahuan dalam masyarakat sangat
ditentukan oleh model atau pola dalam pengembangannya, meskipun hal tersebut sangat dipengaruhi oleh latar
belakang adat kebiasaan dalam masyarakat tertentu. Dalam perjalanan geliat kemajuan pengetahuan tentu wajar
akan terjadi sebuah perubahan yang nyata jika kita membandingkan antara sebelum model sebuah pengetahuan
dipraktekkan dan sesudahnya. Model Pendidikan Islam sebagai sebuah model pembelajaran dalam satu
masyarakat yang sebelumnya dalam ruangan yang terbatas telah ditulis dalam beberapa kajian Sejarah Pendidikan
Islam ternyata mempunyai daya dobrak yang sangat efektif dalam merubah pengetahuan satu masyarakat yang
jumud menjadi masyarakat baru yang sangat dinamis. Tulisan ini ingin mencoba mengkaji model Pendidikan
tersebut dan kerena terlalu luasnya ruang kajian yang ada maka penulis akan mengkhususkan pada era saat
Rasulullah SAWmemimpin langsung gerakan membangun pondasi Pendidikan Islam.

ISLAMIC EDUCATION INSTITUTIONS


IN THE TIME OF THE PROPHET SAW
ABSTRACT

The progress of social life patterns is very motivated by the extent to which these communities undergo the process
of increasing their knowledge. As the term we know, the better the knowledge of a society, the better the life of
that community. Knowledge in society is very much determined by the model or pattern in its development,
although this is very much influenced by the customary background in a particular society. In the course of the
progress of knowledge, it is certainly natural that a real change will occur if we compare between before a model
of knowledge is practiced and afterward. The Islamic Education Model as a learning model in a society that was
previously limited in space has been writkj hjnen in several studies on the History of Islamic Education which
has a very effective breakthrough in transforming the knowledge of an old society into a new, very dynamic
society. This paper wants to try to examine the education model and because of the too wide space of the existing
study, the author will specialize in the era when the Prophet Muhammad directly led the movement to build the
foundation of Islamic Education.

KEYWORD; Sejarah Pendidikan Islam; Kondisi Bangsa Arab sebelum Islam; Lembaga
Pendidikan Di Masa Rasulullah SAW;Dar al-Arqam bin Abi al-Arqam; Kuttab dan Masjid.
PENDAHULUAN

Definisi Pendidikan dalam UU NO. 20 Tahun 2003 Sisdiknas Pasal 1 ayat 1


menyebutkan; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Kemudian tentang fungsi dari Pendidikan juga dijelaskan dalam pasal selanjutnya yaitu
pasal 3 sebagai berikut; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Melihat pada definisi dan tujuan dalam Sistem Pendidikan Nasional maka Pendidikan
adalah sebuah proses yang tersistemasi dengan target pencapaian yang sangat terukur dan
bertujuan membentuk watak peserta didik sehingga mampu mengembangkan diri dan memiliki
sikap mental yang positif karena mengenal hakikat dirinya sebagai seorang yang beriman
sehingga mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Model Pendidikan Islam sangat selaras dengan tujuan Pendidikan di Indonesia, urgensi
tentang hal ini sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (2016) karena
misi ajaran Islam dalam bidang Pendidikan adalah memberikan kebebasan kepada manusia
untuk mendapatkan hak-haknya dalam bidang Pendidikan. Islam menganjurkan belajar
meskipun dalam keadaan perang dan menuntut ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat, serta
melakukannya sepanjang hayat. Pendidikan dalam Islam adalah untuk semua yaitu dengan
aplikasi pemerataan tanpa memandang status sosilal siapapun karena demikianlah misi ajaran
Islam1

PEMBAHASAN

1. Kondisi Bangsa Arab sebelum Islam


Untuk mengetahui perubahan apa yang terjadi pasca hadirnya Pendidikan Islam kita
harus melihat kondisi bangsa arab secara umum pada masa sebelum kelahiran Nabi SAW. Tiga

1
Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, Rajawali Pers tahun Jakarta 2016 - hal. 109.
hal yang akan menjadi alat telisik sejarah yang sangat melatar belakangi kepribadian bangsa
arab, antara lain; kondisi sosial, kondisi ekonomi dan kondisi akhlak mereka.

Kondisi Sosial
Di kalangan bangsa arab terdapat beberapa kelas masyarakat, dengan kondisi berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seseorang dengan keluarga di kalangan
bangsawan sangat diunggulkan, diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun harus dengan
menghunus pedang dan menumpahkan darah. Seseorang yang ingin dipuji, menjadi terpandang
dan mulia serta dikenal keberaniannya maka dia harus banyak dibicarakan kaum wanita.
Bahkan jika seorang wanita menghendaki dia bisa mengumpulkan beberapa kabilah untuk
suatu perdamaian atau sebaliknya demi menyulut peperangan2.
Di antara kebiasaan yang sudah dikenal akrab di masa Jahiliyah ialah poligami tanpa
ada batas maksimal, tidak ada batas berapapun banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan
mereka bisa menikahi dua wanita kakak beradik sekaligus, mereka juga bisa menikahi janda
dari bapaknya. Hak perceraian ada ditangan kaum laki-laki tanpa adanya batasan, sebagaimana
disebutkan dalam Al Qur’an surat An-Nisa 22-233.
Perzinaan mewarnai setiap lapisan masyarakat merata pada setiap golongan, kecuali
hanya Sebagian kecil masyarakat yang memang masih menjaga kehormatan dengan tetap
menjaga harga diri mereka tidak ikut hanyut dalam kehinaan.
Sedangkan hubungan kekerabatan antar laki-laki dalam satu kabilah sangat kuat bahkan
mereka rela mati demi membela saudaranya dalam satu kabilah. Pepatah yang mereka kenal;
“tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim maupun yang dizhalimi”. Berbeda halnya
hubungan dengan kabilah lain maka terputus sama sekali hubungan diantara mereka4.

Kondisi Ekonomi
Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Jalur-jalur perdagangan tidak dapat dikuasai begitu saja kecuali jika sanggup memegang
kendali keamanan dan perdamaian. Meskipun kondisi-kondisi aman hampir tidak pernah bisa
terjadi kecuali pada saat bulan-bulan suci saja. Pada saat itulah dibuka pasar-pasar yang sangat
terkenal misalnya Ukazh, Dzil-Majaz, Majinnah dan lain-lain.

2
Syaik Shafiyyuharrahan Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, penerjemah Kathur Suhardi, Pustaka Al-Kautsar
Jakarta 1997, hal 59.
3
Ibid hal 61.
4
Ibid hal 62.
Bangsa Arab tidak mengenal perindustrian dan kerajinan, hasil kerajinan seperti jahit
menjahit, kulit yang disamak dan hasil kerajinan lainnya banyak berasal dari Yaman, Hirah
dan pinggiran Syam. Tetapi bangsa Arab mengenal pertanian dan penggembalaan ternak, tetapi
kekayaan dari usaha-usaha mereka sering menjadi sumber perpecahan5.

Akhlak
Meskipun sajian kondisi kehidupan jahiliyah penuh dengan hal-hal hina dan amoralitas
tetapi mereka masih memiliki beberapa karakter yang terpuji bahkan mengundang kekaguman
dan simpati manusia, antara lain; Kedermawanan, memenuhi janji, kemuliaan jiwa dan
keengganan menerima kehinaan dan kelaliman, pantang mundur, lemah lembut dan suka
menolong orang lain dan kesederhanaan pola kehidupan badui6.
Karakter baik tersebut pada akhirnya menjadi pintu masuknya Pendidikan Islam, meski
mengalami penolakan yang luar biasa tetapi pada akhirnya kekerasan karekter merekalah yang
mengakui kebenaran Islam. Dua karakter baik tersebut setidaknya adalah kemuliaan jiwa dan
semangat pantang mundur yang ketika Pendidikan Islam sudah memasuki jiwa mereka maka
kekuatan karakter tersebut menjadi motor perubahan dalam diri Bangsa Arab.

2. Pendidikan Masyarakat Makkah dan Madinah.


Menurut Munir Mursyi yang dikutip oleh Ramayulis (2012), bahwa pendidikan di
negeri-negeri Arab sebelum hadirnya Islam, dilaksanakan melalui peniruan dan cerita. Anak-
anak kecil tumbuh dan berkembang dengan meniru dan mendengarkan hikayat orang-orang
dewasa. Suatu kabilah dan keluarga mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan prinsip-prinsip
dan nilai- nilai kemasyarakatan yang berlaku dalam kabilahnya. Kaum Arab mengekspresikan
dan membanggakan nilai-nilai kemasyarakatan dalam kabilahnya melalui syair-syair. Kondisi
pendidikan masyarakat Arab pada zaman itu lebih senang bercerita hikayat, mengejarkan nilai-
nilai leluhur dan menghafal syair-syair dikarenakan belum bisa baca tulis7.

3. Lembaga Pendidikan Di Masa Rasulullah SAW.


Setelah Rasulullah menerima wahyu pertama dan beliau mulai menyampaikan berita
tentang kebenaran Islam dalam forum yang sangat terbatas, maka pada tahap inilah Pola
Pendidikan Islam mulai dijalankan oleh Nabi SAW. Kemudian berlanjut kepada tahapan-

5
Ibid hal 63.
6
Ibid hal 63-65.
7
Drs. Khairuddin, M.Ag, Diktat Sejarah Pendidikan Islam, UIN SUMUT, Medan 2017.
tahapan yang lebih terencana dan terus bergerak massive setelah turunnya perintah untuk
menyampaikan dakwah secara terbuka.
Selanjutnya kita akan membahas tahapan-tahapan Pendidikan Islam tersebut yang
diaplikasikan dalam tiga ruang dan kegiatan sebagai berikut;

1) Dar al-Arqam bin Abi al-Arqam

Pada masa awal perkembangan Islam, rumah dijadikan sebagai tempat berlangsungnya
kegiatan Pendidikan Islam, sebagai contoh rumah al-Arqam ibn‗Abdi Manaf (w. 55/675) di
Makkah. Al-Arqam ibn‗Abdi Manaf adalah salah seorang sahabat Nabi SAW, beliau tergolong
suku Quraisy yang berasal dari Bani Makhzum, dan terhitung orang ketujuh yang masuk Islam.
Rumah beliau yang terletak di dekat bukit Shafa, Makkah dinamakan Bait Allah (Rumah
Allah), di rumah inilah kaum Muslimin berkumpul untuk belajar kepada Nabi SAW8.

Sebelum hijrah dan di sini pula pernah terjadi peristiwa penting dalam sejarah Islam
yakni tempat Islamnya Umar ibn Khaththab (w. 23/644), dengan disaksikan al-Arqam dan
Rasulullah SAW, bersama dengan kaum Muslimin lainnya.

Sementara saat Nabi sudah hijrah ke Madinah rumah Abu Ayyub al-Anshariy (w.
52/672) juga difungsikan sebagaimana rumah Al Arqam saat di Makkah. Abu Ayyub al-
Anshariy, yang nama aslinya adalah Khalid ibn Zaid al-Khazrajiy, beliau berasal dari Bani
Khazraj dan seorang sahabat Nabi SAW. Di rumah beliaulah Nabi SAW menetap ketika hijrah
ke Madinah pada tahun 1H(622M) hingga selesai pembangunan masjid pertama ummat
muslim.

2) Kuttab

Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab khususnya Mekah, telah mengenal


adanya lembaga pendidikan rendah yang disebut kuttab atau maktab, yang mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis, akan tetapi lembaga pendidikan ini
masih sederhana dan belum mampu secara serius menarik minat masyarakat luas.

Lembaga pendidikan Kuttab telah ada di dunia Arab sebelum hadirnya Islam.
Bentuknya seperti privat, di mana seorang guru menyiapkan sebuah ruangan di rumahnya dan
menerima bayaran apabila guru tersebut mengajar di keluarga yang mampu. Merujuk pada data

8
Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I, Sejarah Pendidikan Islam, Edisi Buku Electonik, Medan 2018. Hal 6
yang dinukil oleh Shalaby, dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan hanya dilakukan oleh
sekelompok orang dan khususnya di Mekah. Hal yang demikian dapat dimaklumi mengingat
pada saat itu sebagian penduduk di Jazirah Arab adalah penduduk yang memiliki kebiasaan
hidup berpindah-pindah (nomaden). Sudah menjadi kelaziman bahwa perhatian yang mereka
berikan lebih besar pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer berupa makanan sementara
kegiatan pendidikan menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan meraka anggap tidak penting
sama sekali. Karena keterampilan membaca dan menulis belum menjadi hal yang umum
dimiliki masyarakat, maka yang berkembang adalah tradisi lisan. Melihat kondisi seperti itu,
yang menjadi guru adalah mereka yang paling banyak hafalannya9.

Meskipun diakui bahwa catatan-catatan mengenai keadaan pendidikan pada masa


tersebut tidak banyak ditemukan, namun Hamidullah mendapatkan beberapa bukti yang dapat
memberikan gambaran situasi pendidikan pada saat itu. Sebagai contoh bahwa Zilmah, salah
seorang perempuan anggota suku Hudhail, pada waktu kecil ketika memasuki sekolah, ia biasa
bermain dengan tinta yang biasa dipakai untuk menulis. Selain itu, Ghailan ibn Salmah dari
suku Thaif juga terkenal sering mengadakan pertemuan mingguan di mana para penyair
membacakan syair-syairnya dan mendiskusikan serta mengkritisi karya-karya mereka.

Penjelasan Hamidullah tersebut belum menunjukan apakah kegiatan pendidikan


tersebut bersifat massal atau hanya diikuti oleh orang-orang tertentu. Dalam konteks ini Ahmad
Syalabi, merujuk karya Al-Baladuri, futub al-Baldan mengemukakan bahwa Sufyan Bin
Umayyah dan Abu Qais bin‗abd Manaf adalah orang asli Arab pertama yang belajar membaca
dan menulis. Mereka berguru kepada seorang Nasrani bernama Bishr ‗Adb al-Malik yang
pernah belajar ilmu ini di Hira. Orang Arab pertama yang menjadi guru adalah Wadi al-Qura
yang hidup di sana dan mulai mengajarkan membaca dan menulis kepada penduduk Arab.
Sebagai bukti Ketika Islam lahir bahwa masyarakat Mekah yang bisa membaca dan menulis
berkisar sekitar 17 orang, sedangkan masyarakat Madinah sekitar 11 orang.13 Kuttab atau
Maktab diambil dari kata Taktib yang berarti mengajar menulis. Pada rujukan yang lain
Kuttab/Maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis.
Sedangkan kuttab/maktab berarti tempat menulis atau tempat di mana dilangsungkannya
kegiatan untuk tulis-menulis.

Dalam konteks pendidikan Islam masa awal, dikenal dua bentuk kuttab yaitu: Pertama,
Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan pada tulis baca. Masa ini, al-

9
Ibid halaman 8.
Qur‘an belum dijadikan rujukan sebagai mata pelajaran dikarenakan dalam rangka menjaga
kesucian al-Qur‘an dan tidak sampai terkesan dipermainkan para siswa dengan menulis dan
menghapusnya, masa itu pengikut Nabi yang bisa baca tulis masih sangat terbatas. Kedua,
Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan al-Qur‘an dan dasar-dasar keagamaan. Pada era
ini, pelaksanaan pendidikan lebih terkonsentrasi pada pendidikan keimanan dan budi pekerti
dan belum pada meteri tulis baca.

Dalam operasionalnya, baik kuttab jenis pertama maupun kedua dilakukan dengan
sistem halakah, namun ada juga guru yang menggunakan metode dengan membacakan sebuah
kitab dengan suara keras, kemudian diikuti oleh seluruh siswanya. Proses ini dilakukan
berulang-ulang sampai siswa benar-benar menguasainya. Di samping itu ada juga guru yang
menyuruh siswanya untuk menyalin pelajaran dari kitab tertentu.

Lama belajar di kedua bentuk kuttab tersebut tidak dibatasi oleh waktu, akan tetapi
ditentukan oleh kemampuan siswa dalam menyelesai-kan pelajaran dalam suatu kitab. Isi
pendidikan pada tingkat ini adalah membaca, menulis, menghafal al-Qur‘an serta pengetahuan
akhlak. Phill K. Hitti (2001) mengatakan bahwa, kurikulum pendidikan kuttab ini berorientasi
kepada Al-Qur‘an sebagai teks book. Hal ini mencakup pengajaran Membaca, Menulis,
Kaligrafi, Gramatikal Bahasa Arab, Sejarah Nabi, dan Hadits.

3) Masjid

Kata “Masjid” dengan segala derivasinya berasal dari bahasa Arab; sajada (fi‟il madli)
yusajidu (mudlari‟) masajid/sajdan (masdar), artinya tempat sujud. Dalam makna yang lebih
luas merupakan tempat shalat dan bermunajat kepada Allah sang pencipta dan tempat
merenung dan menata masa depan (dzikir).

Masjid yang pertama dibangun adalah masjid Quba, yaitu setelah Nabi SAW hijrah ke
Madinah. Seluruh kegiatan umat difokuskan di masjid termasuk pendidikan. Majelis
pendidikan yang dilakukan Rasulullah bersama sahabat di masjid dilakukan dengan sistem
halakah. Di masjid inilah sekelompok sahabat yang bergelar “ashab al-shuffah” menghabiskan
waktu mereka untuk beribadah dan belajar. Pada prosesnya masjid dihantarkan sebagai pusat
peribadatan dan pengetahuan karena di masjid tempat awal pertama mempelajari ilmu agama
yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar, hukum-hukum, dan tujuannya10.

10
Ibid halaman 10.
Dalam perkembangannya, di kalangan umat Islam tumbuh semangat untuk menuntut
ilmu dan memotivasi mereka mengantarkan anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan di
masjid sebagai lembaga pendidikan menengah setelah kuttab.

PENUTUP

KESIMPULAN

Sejarah telah membuktikan bahwa Konsep Pendidikan Islam mampu untuk merubah
keadaan yang meliputi seluruh sendi kehidupan dalam masyarakat bahkan kehidupan satu
negara mengalami perubahan yang sangat mendalam dan menyeluruh (radikal). Terutama
perubahan karekter manusia yang dikemudian hari memiliki peradaban yang paling gemilang
dari seluruh peradaban dunia manapun. Dengan konsep yang bisa kita pelajari dan tentu bisa
kita tingkatkan menyesuikan kepada perkembangan zaman sejauh tidak keluar dari nilai-nilai
inti yang menjadi ciri khas dari agama Islam yang rahmatan lil’alaamin.

SARAN

Dengan mempelajari sejarah Pendidikan Islam Pengembangan konsep Pendidikan


Islam akan tetap membawa konsep asli (orisinal) dan konsep tersebut telah terbukti secara
empiris mampu bekerja dengan efektif. Dalam kondisi terkini yang penuh dengan fitnah akhir
zaman (ghozwul fikri) dimana jatidiri Pendidikan sudah mulai bergeser kepada porsi yang tidak
seimbang dalam membangun Sumber Daya Manusia yaitu lebih menitik beratkan kepada
hardskill (ketrampilan teknis) dan miskin pengetahuan softskill (pengembangan sikap dan
karakter posisif) maka Konsep Pendidikan Islam bisa menjadi solusi yang efektif sehingga
mampu menciptakan manusia yang seimbang sebagaimana amanat dari UU No. 20 tahun 2003
tentang Sikdiknas, yaitu; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA

Nata Abudin, 2016. Metodologi Studi Islam, Rajawali Pers tahun Jakarta.

Al-Mubarakfury Shafiyyuharrahan, 1997. Sirah Nabawiyah, penerjemah Kathur Suhardi,


Pustaka Al-Kautsar Jakarta.

Dahlan Zaini, 2018. Sejarah Pendidikan Islam, Edisi Buku Electonik, Medan.

Khairuddin, 2017. Diktat Sejarah Pendidikan Islam, UIN SUMUT, Medan.

Anda mungkin juga menyukai