Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS HADIS NABI “MUKMIN YANG KUAT LEBIH BAIK DARI MUKMIN

YANG LEMAH”

Dimas Adam Saputra


Program Magister Pendidikan Agama Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: dimasadam21@gmail.com

Abstrak:
Era globalisasi adalah zaman dimana manusia didorong untuk mengalir mengikuti
keadaan saat itu. Hal ini berpengaruh pada dunia pendidikan, dengan berbagai kemajuan yang
pesat, juga permasalahan yang bertambah banyak pula. Manusia di pandang sebagai makhluk
Allah SWT. yang memiliki potensi (fitrah-fitrah) tertentu, yang harus dikembangkan secara
optimal. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi tersebut ialah melalui pendidikan.
Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini: bagaimana potensi manusia dalam
pendidikan menurut perspektif hadis, potensi intelektual manusia dalam pendidikan menurut
perspektif hadis, kedudukan potensi manusia dalam pendidikan menurut pesrpektif hadis,
metode dalam mengembangkan potensi manusia dalam pendidikan menurut pesrpektif hadis.
Dari sinilah Jurnal ini akan membahas rumusan permasalahan tadi dengan menggunakan
salah satu hadis Rasullullah dimana kedepannya bisa berguna di dunia pendidikan pada
khususnya dan di masyarakat pada umumnya.
Kata Kunci: Hadis, Mukmin, Pendidikan

A. Pendahuluan
Manusia diciptakan di bumi oleh Allah SWT sebagai kholifah yang harus menjalani
segala perintah dan ketentuan Allah sesuai dengan Syari’ah. Kebutuhan manusia terhadap
agama semakin diperluan lagi dalam kehidupan modern yang ditandai oleh pola hidup
materialistik, hedonistik, pragmatik, dan posivistik yang semuanya itu cenderung memuja dan
mendewakan materi. Keadaan ini pada gilirannya membuat manusia merasakan kekeringan
spriritual, hidup hampa, dan teralienasi (terasing). 1 Islam sebagai agama Allah memiliki empat
1 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam: Dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2010), hal. 39.
sumber utama sebagai pedoman, yaitu Al-Qur'an, Hadis, Ijma', dan Qiyas. Al Quran dan
Hadis merupakan sumber pokok yang menjadi acuan dalam menentukan hukum yang
sebenarnya. Sumber yang kedua adalah Hadis. Hadis merupakan penjelas dari sumber yang
pertamaya itu Al-Qur'an. Dalam sebuah hadis terkadang seseorang masih menganggap apakah
hadis tersebut itu shahih atau hasan atau bahkan itu merupakan hadis dhoif. Selain itu banyak
sekali maksud/rahasia dari hadis baik secara tersurat maupun secara tersirat.
Banyak sekali hadis-hadis Rasullullah baik itu menerangkan tentang syariat, mu’amalah
bahkan hingga pendidikan. Banyak kalangan peneliti yang mengkaji berbagai hadis yang
menyangkut pendidikan, terutama Pendidikan Islam guna memperbaiki kwalitas dan
kemajuan pendidikan Islam. Terlebih sekarang dengan adanya era globalisasi, menuntut
seseorang untuk terus berpikir lebih keras menghadapi tantangan tersebut agar tidak
tertinggal, jangan sampai umat Islam hanya menjadi konsumen saja. Maka dengan
mempelajari hadis-hadis Nabi yang pernah dilakukan ketika era Rasullah bahkan hingga era
keemasan Islam merupakan salah satu bukti keberhasilan Islam yang tidak hanya menjadi
konsumen saja tetapi menjadi produsen yang melahirkan gagasan baru mengenai pendidikan.
Dalam rangka menghidupkan kembali tradisi keilmuan diperlukan penggalian kembali
konsep dan pemikiran yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan pemikiran jenius dari
berbagai tokoh muslim, khususnya di bidang pendidikan agar mendapatkan formulasi baru,
segar dan kesinambungan. Salah satu hadis yang akan dibahas dalam jurnal ini yaitu mengkaji
tentang Mukmin yang kuat lebih baik daripada Mukmin yang lemah, apa sajakah pesan
tersurat dan tersirat dalam hadis terebut, lalu hubungannya dengan pendidikan saat ini. Dari
sinilah sangat untuk dibahas dan bisa dipraktekkan didunia pendidikan khususnya dan
dimasyarakat pada umumnya.

B. Kajian Hadis Nabi dan Pesan-Pesan Dalam Hadis Nabi


Salah satu kajian hadis kali ini yaitu kita akan mengkaji tentang Mukmin yang kuat lebih
baik daripada Mukmin yang lemah, berikut hadisnya:

‫ النلـَهمنؤضمهناَنللقـَضوبَيلخـَنيرْرلوأللحبَبإ ضللـَىَّاَلض‬: ‫صللىَّاَللههلعللنيضهلولسلللم‬


‫ لقاَلللرهسنوهلللضه ل‬:‫ضلياَللههلعننههلقاَلل‬ ‫لعننأ لبضنيههلرنيلرةللر ض‬
‫صاَبللكلشـَنيرْء‬ ‫ٌلوإضننأ ل ل‬،‫صلعـَللـَىَّلماَليـَننـَلفـَهعـَلكلوانستلضعننضباَلض لولللتـَنعلجـَنز‬
‫ٌاضنحـَضر ن‬،‫ٌلوضفـَنيهكـَلللخـَنيـَرْر‬،‫ف‬ ‫ضملناَنلـَهمنؤضمضناَل ل‬
‫ضضعني ض‬
‫ٌلوللـَضكنن‬،‫ للنوألنضـَ ـنيفللعنلتهلكاَنللكلذالولكـَلذا‬:‫لفـَللتلقهنل‬
‫ٌفلإ ضنلللنولتـَنفـَلتـَهحلعلمللللشني ل‬،‫ لقـَلدهراض لولماَلشاَلءفللعلل‬:‫قهنل‬
‫طاَضن) أﺧرﺟﮫ مﺴلم فﻰ كتاَب القدم باَب فﻰ‬
) ‫المرباَلقوة وترك العجز والستعاَنﺔ با‬

Artinya: “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
mukmin yang lemah. Pada masing-masing terdapat kebaikan. Raihlah apa yang
berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah kamu menjadi
orang yang lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu
mengatakan ‘seandainya aku tadi berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan
terjadi begini dan begitu’, tetapi katakanlah ‘ini sudah takdir Allah dan apa yang
dikehendaki-Nya pasti akan terjadi’. Sesungguhnya ungkapan law (seandainya)
dapat membuka jalan godaan syetan.” (HR. Muslim dalam kitab al-Qadr Bab
perintah untuk kuat dan meninggalkan kelemahan dan meminta tolong kepada
Allah).2

Hadis ini shahih selain diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664), juga diriwayatkan oleh
Ahmad (II/366, 370); Ibnu Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaumwal Lailah
(no. 626, 627); at-Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi
Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 356). Dishahihkan juga oleh Syaikh al-Bani rahimahullah
dalam Hidâyatur Ruwât ila Takhrîji Ahâdîtsil Mashâbîh wal Misykât (no. 5228).

Adapun beberapa mufrodat penting mengenai Mukmin yang kuat lebih baik dari Mukmin
yang lemah, antara lain:3
‫ى‬َ‫انلقلضو ب‬ Yang kuat ‫انحضر ن‬
‫ص‬ Bersemangatlah
‫لولل تلنعلجنز‬ Dan janganlah engkau lemah ‫ك‬ ‫أل ل‬
‫صاَبل ل‬ Kamu mendapat cobaan
‫انحضر ن‬
‫ص‬ Jagalah ‫ت‬‫فللعنل ه‬ Aku berbuat
‫يلننفلهع ل‬
‫ك‬ Bermanfaat bagimu ‫لشاَلء‬ kehendak

2 Drs. H. Abidin Ja’far., Lc.,MA. Dan M. Noor Fuady, M.Ag, HaditsNabawi. (Bajarmasin: CV. MTFurqan, 2006).

3 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus “Karabiyak” Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi
Karya Grafika, t.t).
‫ انستلضعنن‬Minta tolonglah ‫ تلنفتلهح‬Membuka atau memberi peluang

Dari beberapa mufrodat penting diatas dapat kita jabarkan yang pertama yaitu kata al-
qawi (kekuatan) memiliki banyak arti. Di dalam al-Qur’an ditemukan beberapa makna al-
qawi, di antaranya:
Pertama, Kekuatan fisik, seperti disebutkan dalam Q.S. Ar-Rum (30): 54
‫ضنعةفاَ لولشنيبلﺔة يلنخله ه‬
َ‫ق لما‬ ‫ف قهلوةة ثهلم لﺟلعلل ضمنن بلنعضد قهلوفة ل‬ ‫ف ثهلم لﺟلعلل ضمنن بلنعضد ل‬
‫ضنع ف‬ ‫اه اللضذيِ لﺧللقلهكنم ضمنن ل‬
‫ضنع ف‬ ‫ل‬
‫يللشاَهء لوههلو انللعضليهم انلقلضديهر‬
Artinya: “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Kuasa.”4
Dalam ayat di atas, pertama kata quwat berarti kekuatan fisik. Sehingga, berdasarkan
hadits di atas seorang mukmin yang kuat secara fisik lebih baik dan lebih dicintai Allah
daripada mukmin yang lemah secara fisik. Sebab, seorang mukmin yang fisiknya lebih kuat,
tentu bisa melakukan berbagai macam akatifitas secara baik dan sempurna dibandingkan
seorang mukmin yang lemah fisiknya. Shalat seorang yang memiliki fisik yang kuat agaknya
lebih sempurna dari shalat seorang yang fisiknya lemah. Dan tentu saja Allah lebih menyukai
amal yang dilakukan seorang hamba secara sempurna.

Dua, kekuatan tekad dan iradah, seperti disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 63
‫طولر هﺧهذوا لماَ لءاتلنيلناَهكنم بضقهلوفة لوانذهكهروا لماَ ضفيضﮫ لللعللهكنم تلتلهقولن‬
َ‫لوإضنذ أللﺧنذلناَ ضميلثاَقلهكنم لولرفلنعلناَ فلنوقلهكهم ال ب‬
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan
gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa
yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar
kamu bertakwa".5

4 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: PT. Hati Emas, 2013), hal. 410.

5 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: PT. Hati Emas, 2013), hal. 10.
Kata quwat dalam ayat di atas bermakna tekad. Sebab, salah satu sikap bani Israel yang
selalu dicela Allah, bahwa mereka tidak pernah memiliki ketuguhan hati dan tekad dalam
menjaga dan memenuhi janji yang telah mereka buat.
Dengan demikian, seorang mukmin yang kuat tekad dan kemauannya adalah lebih baik dan
lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah tekad dan kemauannya. Sebab, seorang
yang memiliki keteguhan tekad bisanya kan menjadi orang yang sabar dan optimis. Dan tentu
saja seorang hamba yang memiliki kesabaran dan optimisme yang lahir dari kekuatan tekad,
lebih disukai dan dicintai oleh Allah SWT.

Tiga, kekuatan amanah dan kecerdasan, seperti disebutkan dalam Q.S. An-Najm (53): 3-5.

(5)‫(لعلللمﮫه لشضديهد انلقهلوى‬4)‫ي هيولحﻰ‬


ْ‫(إضنن ههلو إضلل لونح ر‬3)‫ق لعضن انلهللوى‬
‫لولماَ يلننضط ه‬
Artinya: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya
(3). Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (4).
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat (5).”6
Kata al-quwa dalam ayat di atas dipakai untuk menyebutkan malaikat Jibril. Malaikat
Jibril adalah makhluk yang sangat cerdas sekaligus jujur. Betapa tidak, setiap kali ia
diperintah menyampaikan wahyu, ia tidak pernah minta diulang dan melupakan apa yang
telah diterimanya untuk kemudian disampaikan kepada rasul, tanpa pernah satu huruf pun
kurang dari apa yang telah diterimnya dari Allah swt.
Sehingga, seorang mukmin yang kuat kecerdasannya dan memiliki kekuatan dalam
menerima dan menyampaikan amanah adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
seorang mukmin yang lemah kecerdasan dan kejujurannya. Sebab, kekuatan intelektual dan
kejujuran akan membawa mansuai memilki kedudukan yang tinggi, baik di hadapan Allah
maupun di hadapan makhluk. Bukankah nabi Musa as. diangkat menjadi pegawai yang
diserahi tugas mengelola kekayaan nabi Syu’aib as dan bahkan kemudian dijadikan menantu
olehnya, karena memiliki kekuatan kecerdasan dan kejujuran (Baca Q.S. Al-Qasash (8): 26).
Begitu juga nabi Yusuf as. diangkat menjadi menteri dan pejabat tinggi di Mesir, juga karena
memiliki kekuatan kecerdasan dan kejujuran (Baca. Q.S. Yusuf (12): 54).

Empat, kekuatan dalam melawan musuh, seperti dalam Q.S. Al-Anfal (8): 60

6 Ibid, hal. 526.


‫طنعتهنم ضمنن قهلوفة لوضمنن ضرلباَضط انللخنيضل تهنرضههبولن بضضﮫ لعهدلو ل‬
‫اض لولعهدلوهكنم لولءالﺧضريلن ضمنن‬ ‫لوألضعبَدوا للههنم لماَ انستل ل‬
‫ف إضللنيهكنم لوألننتهنم لل ته ن‬
‫ظللهمولن‬ ‫اه يلنعللهمههنم لولماَ تهننفضهقوا ضمنن لشنيفء ضفي لسضبيضل ل‬
‫اض يهلو ل‬ ‫هدونضضهنم لل تلنعللهمونلهههم ل‬
Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu
nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu
tidak akan dianiaya (dirugikan).”7
Dengan demikian, seorang mukmin yang memiliki kekuatan dan keteguhan dalam
melawan musuh agama adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah swt. daripada seorang
mukmin yang lemah dalam menghadapi musuh. Bukankah semua sahabat yang ikut
berperang pada peperangan Badar, mendapat tempat yang sangat tinggi di hadapan Allah
dibandingkan sebagian sahabat yang ikut para perang Uhud, terutama para sahabat yang tidak
memiliki kekuatan iman dan keteguhan hati, sehingga mereka lalai terhadap pesan
Rasualullah saw.
Adapun cara agar memperoleh kekuatan dan untuk tatap kuat, adalah selalu meminta ampun
terhadap setiap dosa dan kesalahan dan selalu bertaubat kepada Allah swt. Begitulah caranya
agar kekuatan tumbuh dalam diri seseorang, jika dia jauh dari dosa dan banyak melakukan
amal kebajikan. Seperti disebutkan dalam Q.S. Hud (11): 52

‫لولياَ قلنوضم انستلنغفضهروا لربلهكنم ثهلم هتوهبوا إضللنيضﮫ يهنرضسضل اللﺴلماَلء لعللنيهكنم ضمندلراةرا لويلضزندهكنم قهلوةة إضللﻰ قهلوتضهكنم لولل‬
‫تلتللوللنوا‬
Artinya: “Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu
bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu,
dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu
berpaling dengan berbuat dosa."8

Dari berbagai penjabaran di atas juga bisa diartikan (tersirat) kuat di dalam hadits ini
adalah keinginan yang kokoh serta semangat yang tinggi dalam hal-hal yang bernuansa

7 Ibid, hal. 184.

8 Ibid, hal. 227.


akhirat. Sehingga orang yang memiliki sifat ini lebih berani menghadapi musuh di medan
jihad, bersemangat saat merespon seruan berijtihad, tahan banting dan sabar dalam
menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, berani menanggung rintangan demi membela Allah
SWT, menyeru shalat, puasa, dzikir, dan ibadah-ibadah lainnya, dan bersemangat
mengerjakannya dan melestarikannya.
Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW bersabda,”Dalam keduanya terdapat kebaikan.”
Artinya, baik yang kuat maupun yang lemah memiliki kebaikan, karena keduanya memiliki
keimanan dan yang lemah tentu akan memanfaatkan waktu-waktunya untuk beribadah.
Adapun sabda beliau, “(meskipun) pada keduanya terdapat kebaikan” yang dimaksudkan
bahwa setiap mukmin baik yang kuat ataupun yang lemah memilliki kebaikan karena
keduanya memiliki hal yang sama yaitu keimanan, hanya saja ada sedikit perbedaan dalam
menjalankan ibadah-ibadah. Seorang mukmin yang lemah imannya adalah seseorang yang
kadang kala tidak melaksanakan kewajiban dan enggan untuk meninggalkan keharaman.
Namun dari hal ini, bukan berarti mukmin yang lemah tidak memiliki kebaikan sama sekali.
Dia tetap memiliki kebaikan dan lebih baik dari orang kafir. Namun sekali lagi, mukmin yang
kuat lebih baik dari yang lemah. Lanjutan hadis tersebut Rasulullah SAW bersabda,
“Kerjakanlah dengan rajin apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan.”
Dalam hal ini bersemangatlah dalam mengerjakan setiap ketaatan kepada Allah Ta’ala
dan apa yang dicintai oleh Allah Ta’ala. Mintalah pertolongan dari Allah Ta’ala untuk
melaksanakan itu, janganlah menyerah dan jangan malas untuk mengerjakan ketaatan dan
meminta pertolongan.

Rasulullah SAW bersabda,


‫ك لشنﻰرْء فللل تلقهنل للنو ألننﻰ فللعنل ه‬
‫ لوللضكنن قهنل قللدهر ل‬.‫ت لكاَلن لكلذا لولكلذا‬
‫اض لولماَ لشاَلء فللعـَلل فل إ ضلن للـَنو‬ ‫لوإضنن أل ل‬
‫صاَبل ل‬
‫تلنفتلهح لعلملل اللشني ل‬
.‫طاَضن‬
Artinya: “Jika sesuatu menimpamu maka jangan katakan, ‘Andai aku melakukan ini pasti
hasilnya ini dan itu,’ Tetapi ucapkanlah, ‘Ini adalah takdir Allah, apa yang Dia
kehendaki pasti Dia lakukan.’ Karena Law (andaikata) dapat membuka pekerjaan
setan.”
Pendapat lain dari Imam Nawawi, beliau berkata, “penggunaan kata law (andaikata)
dalam hal-hal yang telah terjadi sangat lumrah. Seperti sabda Rasullullah SAW,

‫ي‬
‫ت ُالديهدد ي‬ ‫ت ُرمدن ُايدمرري ُيماَ ُادستيددبْيبدر ت‬
‫ت ُيماَ ُتسدق ت‬ ‫ليرو ُادستيبدقبْيبدل ت‬
Artinya: “Andai aku telah melakukan sesuatu niscaya aku tidak akan surut dan niscaya aku
tidak membawa binatang kurban.”
Jadi, sesungguhnya yang dilarang adalah mengucapkan law (andaikata) itu tanpa faedah
sama sekali dan larangannya hanya bersifat makruh, bukan haram. Adapun orang yang
mengucapkannya dengan latar menyayangkan dirinya terlambat melakukan ibadah dan
ketaatan kepada Allah Ta’ala atau sesuatu yang sangat tidak mungkin ia lakukan atau lainnya
maka ungkapan iu tidak apa-apa. Inilah analisa yang banyak dipakai oleh para ulama dalam
memahami hadits-hadits semacam ini.9
C. Pentingnya Generasi Muslim Yang Kuat dan Tangguh
Mukmin yang kuat dalam hadits ini adalah bukan mukmin yang badannya kekar, besar,
perkasa dan sehat. Dan banyak orang yang memahami seperti ini, tatkala ketika mendengar
hadits ini. Yang dimaksud dengan mukmin yang kuat adalah mukmin yang kuat imannya itu
berarti seseorang mampu melaksanakan kewajiban dan disempurnakan dengan amalan-
amalan sunnah. Sedang seorang mukmin yang lemah imannya adalah seseorang yang kadang
kala tidak melaksanakan kewajiban dan enggan untuk meninggalkan keharaman. Namun dari
hal ini, bukan berarti mukmin yang lemah tidak memiliki kebaikan sama sekali. Dia tetap
memiliki kebaikan dan lebih baik dari orang kafir. Namun sekali lagi, mukmin yang kuat
lebih baik dari yang lemah.
Kekuatan seseorang Muslim itu diukur bukan sahaja darisegi dzohiriah tetapi juga
dinilai dari pada aspek kekuatan batiniyah (iman). Bahkan itulah yang paling penting.
Orang yang sentiasa berwaspada terhadap nikmat kehidupan di dunia tidak akan mudah
terjerumus dalam perangkap syaitan. Segala tindakan yang diambil mencerminkan
ketaqwaannya kepada Allah dan dia sekali-kali tidak membiarkan kebaikan dan keburukan
yang menimpanya sebagai suatu kegembiraan (kemenangan) dan kesedihan semata tetapi
percaya bahwa semuanya itu mempunyai hikmah yang tersendiri daripada Allah untuk
diambil pengajaran.
9 Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim Jilid 11, (Jakarta: Darus Sunnah, 2011), hlm. 897-899.
Ucapan “seandainya” merupakan kata yang seolah-olah menunjukkan bahwa kita tidak
ridho dengan apa yang telah berlaku. Sebaliknya kita hendaklah sentiasa berkhusnudzon
dan ingat bahwa segala yang baikitu datangnya daripada Allah dan yang buruk itu adalah
dari pada kelemahan diri kita sendiri. Oleh sebab itu Islam menyuruh umatnya agar
bertawakal (berserah) kepada Allah SWT. Dalam melakukan sesuatu usaha dan percaya
bahawa setiap sesuatu itu tidak akan berlaku tanpa ridho dari-Nya.
Karena sesungguhnya mukmin yang kuat dia tidak akan putus asa bahkan menyalahkan
takdir ketika itu baik dalam keadaan lapang apalagi kesusahan. Dia akan bersyukur
terhadadap apa yang telah diberikannya karena sesungguhnya orang yang bersabar akan
disayang oleh Allah seperti pada Q.S. Al-Baqarah (2) : 177 :

‫صبدأقوُا ۖ بوأأولٰبئسبك أهأم األأمترأقوُبن‬ ‫ضرراسء بوسحيِبن األببأأ س‬


‫س ۗ أأولٰبئسبك الرسذيِبن ب‬ ‫صاَبسسريِبن سفيِ األببأأ ب‬
‫ساَسء بوال ر‬ ‫بوال ر‬
“Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka
itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.10
Lalu bagaimana dengan peranan penting generasi muslim yang kuat dan tangguh? I barat
manusia ketika manusia masih bayi dalam kandungan ibunya adalah lemah. Begitu lahir ke
dunia, bayi masih lemah. Setelah menjadi anak remaja, pemuda maka manusia itu mempunyai
kekuatan. Sampai menjadi orang dewasa ia mempunyai kekuatan yang luar biasa. Tetapi
selanjutnya semakin tua kekuatannya semakin menurun, menjadi kekek-nenek yang semakin
melemah sampai seperti semula kembali melemah, bahkan perilakunya seperti bayi yang baru
di lahirkan, yang akhirnya nanti akan mati. Hal ini merupakan muslim yang dibilang lemah.
Lalu bagaimana muslim yang tangguh itu? Hampir sama dengan situasi diatas tetapi
ketika seseorang menjadi anak remaja dia haruslah berkurban (tirakat) jiwa raganya untuk
kemajuan dirinya kelak, dengan cara belajar sungguh-sungguh, menggunakan ilmunya dijalan
yang baik (bisa bermanfaat untuk orang lain), selalu meningkatkan ketaqwaan kita kepada
Allah SWT. (memperbaiki akidah akhlak), hingga menjaga silaturahmi antar mukmin karena
silatirahmi (menyambung hubungan kerabat) yakni dengan memperhatikan, menjaga, merasa
sepenanggungan dan sebagainya. Selain itu silaturahmi menurut dari berbagai riwayat dapat
menambah umur yaitu dengan diberkahi umurnya, diberi taufiq untuk ta’at kepada Allah,

10 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qu’ran dan Terjemahan, (Jakarta: Dept. Agama Republik
Indonesia, 1983), hal. 43.
dapat mengisi waktu-waktunya dengna hal yang bermanfaat baginya di akhirat dan tidak
menyia-nyiakannya untuk perkara lain.11 Maka ketika dia menjadi tua masih dibutuhkan orang
lain, dan ketika meninggal pun diingat orang karena jasanya, ibarat pepatah gajah mati
meninggalkan gadingnya, harimau mati meninggalkan belangnya.

D. Analisis Hadis Nabi Perspektif Pendidikan: Pentingnya Sebuah Strategi Dalam


Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan
berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Jhon Dewey mengemukakan bahwa pendidikan
dapat difahami sebagai sebuah upaya “konservatif” dan “progresif” dalam bentuk pendidikan
sebagai pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retrospeksi dan sebagai
rekonstruksi.12
Seiring dengan kemajuan jaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
dunia globalisasi sebagai calon guru harus mampu menggunakan segala kemampuannya.
Manusia taqwa adalah manusia yang secara optimal menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
masyarakat. Menghayati dan mengamalkan agama itu juga dibina dan dituntun sedini
mungkin melalui proses pendidikan yang juga diperankan oleh pendidikan agama. Dalam
hubungan ini pendidikan ama berfungsi sebagai usaha membina kehidupan beragama melalui
pendidikan. Di sinilah letak fungsi yang dijalankan pendidikan agama dalam pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.13
Lalu bagaimana dengan strategi pemdidikan jika dikaitkan dengan hadis “Mukmin Yang
Kuat Lebih Baik Dari Mukmin Yang Lemah”?
Seorang guru haruslah professional dalam sebagai baik dari segi keilmuan, keterampilan
hingga metode/stategi pembelajaran yang baik. Strategi pembelajaran memiliki keterkaitan
yang kuat dengan tujuan pembelajaran. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari gambaran

11 Syaikh Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi, Muntakhab Ahadits: Dalil-dalil Pilihan Enam Sifat Utama.
(Yogyakarta: Ash-Shaff: 2007), hal. 493.

12 Jhon Dewey, Democraty and Educating: An Introduction to the Philosophy of Education, (New York:
MacMillan, 1964), hal, 69-77.

13 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT. Gemawindu
Pancaperkasa: 2000), hal.9.
perilaku maupun kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa selama dan setelah jam pelajaran
dengan cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Strategi atau metode
mengajar merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran
karena untuk mencapai tujuan pembelajaran maupun dalam upaya membentuk kemampuan
siswa diperlukan adanya suatu metode yang efektif. Penggunaan strategi atau metode
mengajar harus dapat menciptakan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa maupun
antara siswa dengan guru sehingga proses pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal.
Strategi/metode mengajar memiliki fungsi sentral dalam pembelajaran yaitu sebagai alat dan
cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu guru untuk bisa membuat jalan keluar
dari berbagai permasalahan dalam pendidikan, baik itu dari peserta didik, lingkungan
pendidikan, hingga metode pembelajaran.
Jika dikaitkan dengan hadis “Mukmin Yang Kuat Lebih Baik Dari Mukmin Yang Lemah”
yaitu ada hubungan antara guru dan siswa, guru sebagai moderator bisa memimpin dan
memandu dalam pembelajaran, guru sebagai fasilitator bisa melayani siswa dengan baik, dan
guru sebagai motivator bisa memotivasi/memberikan nasihat yang baik agar siswa semangat
serta memberikan keyakinan bahwa setiap usaha yang telah kita lakukan semata karena Allah
SWT. akan dibalas dengan rahmat-Nya, bertawakal itulah takdir kita yang harus kita syukuri.
Karena sesungguhnya Allah SWT. akan menguji umatnya sesuai dengan kemampuannya.

E. Penutup
Manusia terkadang terlena dengan kehidupan dunia, terkadang juga merasa pesimis
bahkan menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi. Dalam kajian hadis yang dibahas diatas
mengajarkan kepada kita bahwa mukmin yang kuat bukanlah badannya yang kekar tetapi
hatinya juga kuat (iman). Dimana kita dituntut untuk keluar dari permasalahan yang ada
dengan usaha dan memohon pertolongan kepada Allah SWT. Agar kita senantiasa bersyukur
terhadap apa yang terjadi dan tetap semangat berusaha dalam menggapai impian.
Sesungguhnya Allah mengetahi siapa saja yang akan memperoleh nikmat dari-Nya,
dikarenakan usahanya karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyanyang terhadap Mukmin
yang sabar dan bertaqwa kepada-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kandahlawi, Syaikh Maulana Muhammad Yusuf. 2007. Muntakhab Ahadits: Dalil-dalil


Pilihan Enam Sifat Utama. Yogyakarta: Ash-Shaff.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Kamus “Karabiyak” Kontemporer Arab-Indonesia.
Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t.

Dewey, Jhon. 1964. Democraty and Educating: An Introduction to the Philosophy of Education.
New York: MacMillan.
Ja’far, Abidin dan M. Noor Fuady. 2006. Hadits Nabawi. Bajarmasin: CV. MT Furqan.

Kementerian Agama Republik Indonesia. 1983. Al-Qu’ran dan Terjemahan. Jakarta: Dept.
Agama Republik Indonesia.

Kementerian Agama Republik Indonesia. 2013. Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: PT. Hati
Emas.

Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam: Dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.

Nawawi, Imam. 2011. Syarah Shahih Muslim Jilid 11. Jakarta: Darus Sunnah.

Shaleh, Abdul Rachman. 2000. Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi dan Aksi. Jakarta:
PT. Gemawindu Pancaperkasa.

Anda mungkin juga menyukai