Oleh:
A. Kecenderungan Emosional yang Baik dan Cinta yang Bersumber dari Hati
a. Kecenderungan Emosional yang Baik
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of
New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya
penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan
emosional atau yang sering disebut EQ sebagai himpunan bagian dari kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan
kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosional
sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah
setiap saat.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi
dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan
untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta
menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari. Dimana kecerdasan emosi juga merupakan kemampuan
untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan untuk membangun
produktif dan meraih keberhasilan.
Di dalam Al-Qur’an kecerdasan emosional sering dikaitkan dengan istilah qalb
(hati), terdapat beberapa jenis dan sifat qalb yang disebutkan dalam Al-Qur’an
diantaranya:
1. Qalbu yang damai atau bersih terdapat dalam QS Asy-Syu’ara ayat 89
َ ٰ ا َِّل َمن اَت َى
َ ّللا بِقَلب
سلِيم
Artinya: “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih”. (QS. Asy-Syu’ara:89)
2. Qalbu yang berfikir terdapat dalam QS An-Hajj ayat 46
ار َو ٰلكِن
ُ صَ ض فَتَكُونَ لَ ُهم قُلُوب يَع ِقلُونَ ِب َها اَو ٰاذَان يَس َم ُعونَ ِب َها فَ ِانَ َها َّل ت َع َمى اّلَب
ِ اَفَلَم َيسِي ُروا فِى اّلَر
ُّ ت َع َمى القُلُوبُ الَتِي فِى ال
صدُو ِر
Artinya: “Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal)
mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan
mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.”
Dalam pelaksanaan dakwah yang terjadi sekarang ini bisa kita lihat bahwa
keberhasilan dari sebuah dakwah adalah dari bagaimana mad’u bisa memahami
materi dakwah yang disampaikan oleh da’i dan kemudian mereka bisa
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan suatu dakwah tidak
dilihat berapa IQ yang dimiliki oleh seorang da’i, namun dilihat dari bagaimana
seorang da’i menyampaikan dakwahnya dengan baik dan bisa diterima oleh mad’u.
Peran emosi juga sangat berpengaruh dalam pelaksanaan dakwah, jika da’i tidak
pandai-pandai dalam mengelola emosinya dalam berdakwah maka bisa dipastikan
dakwah tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar.
Menejemen emosi dalam berdakwah adalah sangat penting dan juga bisa menjadi
penunjang keberhasilan dalam pelaksanaan dakwah, manajemen emosi yang
lakukan adalah dengan adanya kesadaran bahwa kita ini membawa misi dakwah
dan mempunyai tujuan agar pesan-pesan dakwah bisa tersampiakan dengan baik
maka lebih baik jangan membawa-bawa keadaan atau problem pribadi saat
melakukan dakwah, dalam hal ini sebaiknya seorang dai menerapkan 3S (Senyum,
Salam, Sapa) atau ramah. Yang kedua harus Netral, maksudnya adalah saat
berdakwah start point yang dimulai harus berawal dari titik netral, dan berusaha
untuk sebaikbaiknya mengelola emosi dalam aktifitas dakwah yang dilakukan.
Ketika Rasulullah SAW berjalan bersama Anas ra, tiba-tiba ada seorang Badui
mengejar dan serta merta menarik serbannya dengan keras. Anas berkata, "Aku
melihat bekas tarikan serban kasar itu pada leher Rasul." Lalu Badui berkata,
"Wahai Muhammad, berilah aku dari harta Allah yang ada padamu. Rasul menoleh
sambil tersenyum lalu memerintahkan sahabat agar memberikan harta cukup
banyak kepadanya. Sikap Nabi ini menggambarkan betapa hebatnya kemampuan
beliau dalam mengendalikan emosi. Beliau disakiti, dihinakan di depan orang, dan
dimintai sedekah secara paksa, tetapi beliau tidak marah.
Allah SWT juga memerintahkan dalam Al-Qur’an untuk berdakwah dengan cara
yang baik yang dijelaskan dalam QS An-Nahl ayat 125:
َ س ُن ِإ َن َربَكَ ه َُو أَعلَ ُم ِب َمن
ض َل َ ِي أَح
َ سنَ ِة ۖ َو َجادِل ُهم ِبالَتِي ه َ س ِبي ِل َر ِبكَ ِبالحِ ك َم ِة َوال َمو ِع
َ ظ ِة ال َح َ ادعُ ِإلَ ٰى
َس ِبي ِل ِه ۖ َوه َُو أَع َل ُم ِبال ُمهتَدِين
َ عن
َ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Hikmah artinya tepat sasaran; yakni dengan memposisikan sesuatu pada tempatnya.
Termasuk ke dalam hikmah adalah berdakwah dengan ilmu, berdakwah dengan
mendahulukan yang terpenting, berdakwah memperhatikan keadaan mad’u (orang
yang didakwahi), berbicara sesuai tingkat pemahaman dan kemampuan mereka,
berdakwah dengan kata-kata yang mudah dipahami mereka, berdakwah dengan
membuat permisalan, berdakwah dengan lembut dan halus. Adapula yang
menafsirkan hikmah di sini dengan Al Qur’an.
Yakni nasehat yang baik dan perkataan yang menyentuh hatinya (Emosional nya).
Termasuk pula memerintah dan melarang dengan targhib (dorongan) dan tarhib
(menakut-nakuti). Misalnya menerangkan maslahat dan pahala dari mengerjakan
perintah dan menerangkan madharrat dan azab apabila mengerjakan larangan.
A. Kesimpulan
1. Mengelola emosi, peran emosi juga sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
dakwah, jika da’I tidak pandai-pandai dalam mengelola emosinya dalam berdakwah
maka bisa dipastikan dakwah tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Orang
yang bisa mengendalikan emosinya juga temasuk orang yang bijak. Cara sederhana
seseorang bisa mengendalikan emosinya yakni seseorang hanya perlu tenang,
bersikap positif, fokus, selalu mengamalkan ajaran agama, hal tersebut bisa
membuat setiap orang bisa mengontrol emosi. Jika semua orang bisa mengontrol
emosi, maka hidupnya akan nyaman dan indah, serta tujuan berdakwah akan
tercapai. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh aspek dalam
hidup ini berhubungan dengan emosi, baik ketika kita senang, sedih, gembira,
ataupun marah, di semua sisi emosi manusia sangat menunjang. Sudah otomatis
prilaku manusia dihasilkan oleh kekuatan emosional.
2. Seorang da’i juga harus bisa memberikan logika yang menarik sehingga
memudahkan mad’u untuk memahami apa yang disampaikan oleh da’i dan itu
semua harus ditopang dengan argumentasi yang ilmiah tidak mengada-ngada dan
sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.
3. Dakwah yang paling baik adalah dakwah dengan cara memberikan contoh nyata
dalam kehidupan, seoarang da’i harus mampu menerapkan apa yang disampaikan
kepada mad’u supaya menjadi teladan yang baik di medan dakwah.