Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

SHIFATUL INSAN (SIFAT MANUSIA)


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama 1

Disusun Oleh:

Hofifah 10121899
Ikhsan Fauzi Mustopa 10121930
Ilmel Wialmal 10121888
Putri Latifah 10121896
Risma Hermawanti 10121907
Rivan Agung Nugraha 10121894
Salsabila Eno 10121914
Sifa Nur Azizah 10121898

STIE STEMBI BANDUNG BUSINESS SCHOOL

2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah puji dan syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan kasih sayang-Nya yang tak pernah dapat terhitung. Berkat kuasa dan ijin-Nya pula
makalah ini dapat dikerjakan dan diselesaikan sebagaimana mestinya. Tak lupa shalawat serta
syukur tetap tercurah limpahkan kepada junjungan alam dan suri tauladan umat muslim yakni
Nabi Muhammad SAW. Yang telah mengajarkan kita semua bagaimana cara menjalani
kehidupan yang baik dan cara beribadah yang baik.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tanggung jawab sebagai penerima tugas dan untuk
menambah ilmu khususnya untuk penerima tugas dan umumnya untuk para pembaca. Dan atas
amanah yang telah diberikan kepada kami tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada :

Bapak Zacky Fuad,M.Pd.

Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan terima
kasih banyak atas bantuan dan dukungannya, semoga Allah Swt. Membalas kebaikan dengan
balasan yang berlipat ganda dan tidak terhingga. kami menyadari makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu atas segala kekurangannya penulis mohon maaf.

Bandung, 14 November 2021

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Pembahasan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Shifatul Insan

2.2 Sifat Taqwa

2.3 Sifat Fuzur

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, penyusun merumuskan beberapa permasalahan


sebagai berikut:

1. Apa itu shifatul Insan ?


2. Apa itu sifat taqwa dan ada berapa jenis sifat tawa ?
3. Apa itu sifat fuzur dan sifat apa saja yang termasuk pada sifat fuzur ?

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami apa itu shifatul insan


2. Mengetahui apa yang dimaksud sifat taqwa
3. Mengetahui mengenai sifat fuzur, dan sifat apa saja yang termasuk pada sifat ini
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Shifatul Insan


Insan adalah makhluk yang mampu memiliki kemampuan menalar dan berfikir, manusia
dapat belajar dari apa yang mereka lihat, sehingga ia bisa maju dan berkembang . Ia nerypakan
makhluk yang berilmu, berakhlak, dan mampu membedakan yang perkara benar dan yang
salah. Sehingga pada hakikat nya ia memiliki adab, namun ia juga terkadang lupa ( khilaf ).
Sehingga mudah dipengaruhi syaithon untuk melaju ke jalan yang salah.

Di dalam pembahasan madah Nafsul Insan, kita sudah mengetahui bahwa Allah Ta’ala telah
mengilhamkan kepada jiwa manusia jalan-jalan kefasikan (al-fujur) dan jalan ketakwaan (at-
taqwa).

‫س َو َما َسوَّاهَا فَأ َ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬


ٍ ‫َونَ ْف‬

“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya
(jalan) kejahatan dan ketakwaannya…” (QS. As-Syams, 91: 7 – 8)

Buya Hamka menjelaskan makna ayat di atas sebagai berikut.

“Diberilah setiap diri itu ilham oleh Tuhan, mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang akan
membawa celaka supaya janganlah ditempuh, dan bersamaan dengan itu diberinya pula
petunjuk mana jalan yang baik, yang akan membawa selamat dan bahagia dunia dan akhirat.

Artinya, bahwa setiap orang diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan menerima
Ilham dan petunjuk. Semua orang diberitahu mana yang membawa celaka dan mana yang akan
selamat. Itulah tanda cinta Allah kepada hamba-Nya.”

Jiwa manusia diberi dua jalan pilihan : taqwa dan fujur. Manusia bertaqwa adalah manusia yang
selalu membersihkan dirinya (tazkiatun nafs) sehingga muncul pada diri mereka :sifat syukur,
shabar, penyantun, penyayang, bijaksana, taubat, lemah lembut, jujur dan dapat dipercaya.
Manusia yang menempuh jalan fujur, dominan dalam memperturutkan syahwatnya, cenderung
bersifat tergesa-gesa, berkeluh kesah, gelisah, dusta, bakhil, kufur, berbantah-bantahan, zalim,
jahil, merugi dan bermuara kepada kefatalan.

1.2 Sifat Taqwa

Taqwa adalah Menjalankan Perintah dan Menjauhi Larangan Allah, Ketahui Maknanya. ...
Sederhananya, taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjahui segala larangan-Nya.
Dalil sifat Taqwa yaitu dalam (QS. Al-Maidah Ayat 35).

QS. Al-Ma'idah Ayat 35

َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َوا ْبتَ ُغ ْٓوا اِلَ ْي ِه ْال َو ِس ْيلَةَ َو َجا ِه ُدوْ ا فِ ْي َسبِ ْيلِ ٖه لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬

35. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan)
untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu
beruntung.

Yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan."
1. DAPAT DIPERCAYA

Yakni dapat diandalkan karena jujur dan tidak suka berbuat curang atau menipu. Sifat ini adalah
sifat para rasul. Dalam sirah nabawiyah kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam diberi gelar al-amin, karena memiliki sifat amanah dan terpercaya. Di dalam Al-
Qur’an pun dapat kita temukan beberapa ayat dimana para rasul menyipati dirinya sebagai al-
amin. Nabi Nuh berkata kepada kaumnya,

ٌ ‫ إِنِّي لَ ُك ْم َرسُو ٌل أَ ِم‬. َ‫أَال تَتَّقُون‬.


‫ين‬

“Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang
diutus) kepadamu” (QS. Al-Syu’ara, 26 : 106-107).

Nabi Nuh mengatakan hal tersebut di atas sebagai bentuk keheranannya atas kesyirikan yang
dilakukan kaumnya, padahal sudah dilarang olehnya dan dia termasuk orang yang dikenal
terpercaya dan tidak pernah dicurigai oleh kaumnya.[3]

Nabi Hud mengatakan pula seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Nuh,

ٌ ‫ إِنِّي لَ ُك ْم َرسُو ٌل أَ ِم‬. َ‫أَال تَتَّقُون‬.


‫ين‬

“Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang
diutus) kepadamu” (QS. Al-Syu’ara’, 26: 124-125).

Pada ayat yang lain, Nabi Hud disebutkan sebagai pemberi nasehat yang dapat dipercaya,

ٌ ‫َاص ٌح أَ ِم‬
‫ين‬ ِ ‫ أُبَلِّ ُغ ُك ْم ِر َسااَل‬. َ‫ْس بِي َسفَاهَةٌ َولَ ِكنِّي َرسُو ٌل ِم ْن َربِّ ْال َعالَ ِمين‬
ِ ‫ت َربِّي َوأَنَا لَ ُك ْم ن‬ َ ‫يَا قَوْ ِم لَي‬

“Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari
Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan Aku
hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu” (QS. Al-A‘raf, 7: 67-68)
2. SYUKUR

Dalam Madarijus Salikin Ibnul Qoyim mengatakan bahwa bersyukur itu dengan menunjukan
adanya nikmat Allah pada dirinya berupa pujian yang terucap dari lisannya dengan sadar bahwa
kita sudah diberikan nikmat oleh Allah.

Tidak cukup dengan lisan, tapi harus ada juga keluar dari dalam hatinya, yaitu berupa
persaksian dan kecintaannya kepada yang maha kuasa yaitu Allah Azza Wa Jalla

Dn terakhir kita menunjukan rasa syukur adalah dengan anggota badan dengan melakukan
ketaatan kepadaNya.

Syarat Syukur

Jadi ada 3 syarat seseorang di katakan bersyukur, yaitu

Mengucapkan dengn lisnnya berupa pujian kepada ALlah

Membenarkan dalam hati dengan persaksian dan juga rsa cinta kepada Allah

Anggota tubuh melakukan semua ketaatan dengan amaliayah agama yang di syariatkan

Hadits tentang syukur :

َ ُ‫صابَ ْته‬
‫ضرَّا ُء‬ َ َ‫ َوإِ ْن أ‬،ُ‫صابَ ْتهُ َسرَّا ُء َش َك َر فَ َكانَ َخ ْيرًا لَه‬
َ َ‫ك أِل َ َح ٍد إِاَّل لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن؛ إِ ْن أ‬ َ ‫ َولَي‬،ٌ‫ع ََجبًا أِل َ ْم ِر ْال ُم ْؤ ِم ِن إِ َّن أَ ْم َرهُ ُكلَّهُ خَ ْير‬
َ ‫ْس َذا‬
ُ‫صبَ َر فَ َكانَ خَ ْيرًا لَه‬
َ

Artinya: “Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun
tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan,
ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya”
[HR. Muslim no.7692].

ِ َّ‫أصبح منَ الن‬


‫اس شاك ٌر ومنهم كاف ٌر قالوا هذ ِه‬ َ ‫بي صلَّى هَّللا ُ علي ِه وسلَّ َم‬ َ ‫ُم ِط َر النَّاسُ على عه ِد النَّب ِّي صلَّى هَّللا ُ علي ِه وسلَّ َم‬
ُّ َّ‫فقال الن‬
‫ق نو ُء كذا وكذا‬ َ ‫رحمةُ هَّللا ِ وقا َل بعضُهم لقد صد‬
Artinya: “Ketika itu hujan turun di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu Nabi bersabda,
‘Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur
berkata, ‘Inilah rahmat Allah.’ Orang yang kufur nikmat berkata, ‘Oh pantas saja tadi ada tanda
begini dan begitu’” [HR. Muslim no.73]

ُ ‫س الصِّ َّحةُ َو ْالفَ َرا‬


‫غ‬ ِ ‫ نِ ْع َمت‬:‫صلَّى هلَّلا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ َ ‫َان َم ْغبُوْ ٌن فِ ْي ِه َما َك ِش ْي ٌر ِم ْن النَّا‬ َ ‫ قَا َل النَّبِ ُّي‬:‫ض َي هلَّلا ُ َع ْنهُ َما قَا َل‬ ٍ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬
ِ ‫س َر‬

Artinya: “Dari Ibnu Abbas, dia berkata : Nabi SAW bersabda : “Dua kenikmatan, kebanyakan
manusia tertipu pada keduanya, yaitu kesehatan dan waktu [HR Bukhari].

3. SHABAR

Sabar dalam Islam memiliki manfaat dan pahala besar. Apa itu Sabar? Menurut bahasa, Sabar
berasal dari kata “Al Habsu” yang artinya menahan diri. Pengertian sabar menurut syar'iat
dalam agama Islam adalah menahan diri dari 3 macam perkara, yaitu: ketaatan kepada Allah,
hal yang diharamkan, dan takdir Allah yang mungkin sulit dijalani misalnya musibah.

Perintah Allah untuk Bersabar

Allah Ta'ala memerintahkan kepada semua muslim untuk bersabar. Sambil bersandar, kepada
muslim juga dianjurkan untuk bertakwa kepada Allah. Sabar dalam maksud ini adalah untuk
menahan diri dari maksiat. Menahan diri juga berarti menahan diri dalam ketaatan. Sabar
dalam Islam juga berarti berbuat dan bersabar. Karena itu semua adalah bentuk takwa. Allah
berdoa di dalam Al Quran, yaitu:

َ‫ا ا الَّ ِذينَ ا اا ابِرُوا ابِطُوا اتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم لِحُون‬

Hai orang-orang yang percaya, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah
bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali Imran: 200)

Jenis Sabar dalam Islam


Ada dua jenis sabar dalam Islam yang harus dimiliki oleh setiap umat muslim. Yaitu:

1. Sabar dalam Menghadapi Musibah

Takdir Allah ada dua macam, yaitu takdir yang menyenangkan dan pahit (musibah). Bagi siapa
pun yang mendapat baik, maka bersyukur mendapat takdir. Sikap syukur juga merupakan
bentuk ketaatan kepada Allah Ta'ala. Tapi bagi yang sedang menghadapi musibah, seorang
muslim harus bersabar.

Kesabaran dalam menghadapi musibah memang terasa pahit. Misalnya, seseorang kehilangan
harta atau orang tercinta meninggal dunia, Maka semua muslim harus bersabar. Sabar dalam
Islam saat menghadapi kesulitan adalah menahan diri dan tidak menimbulkan kecemasan dan
berlebihan secara lisan atau perbuatan.

Nasehat dari Rasul saat menghadapi musibah bisa dipelajari dari hadits yang diriwayatkan oleh
Anas bin Malik, beliau berkata,

‫اب النَّبِ ِّى – لى هللا ليه‬


َ . – ‫ َل لَهَا النَّبِ ُّى – لى هللا ليه لم‬. ‫ك لَ ْم لَ ْم‬ ْ َ‫ ال‬. » ‫النَّبِ ُّى – لى هللا ليه لم – ا ْم َرأَ ٍة ا َل « اتَّقِى هَّللا َ َواصْ بِ ِرى‬
َ ‫ت لَ ْي‬
‫ص ْد َم ِة األُولَى‬ ْ َ‫» لم – لَ ْم ت َِج ْد ابِينَ ال‬
َّ ‫ ا َل « ا ال‬. ‫ت لَ ْم‬
َّ ‫ص ْب ُر ال‬

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah melewati seorang wanita yang sedang menangis di
sisi kuburan. Lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,”Bertakwalah pada Allah dan
waspadalah.” Kemudian wanita itu berkata, “Menjauhlah dariku. sejatinya engkau belum
pernah merasakan musibahku dan belum mengetahuinya.” Kemudian ada yang mengatakan
pada wanita itu bahwa orang yang berkata tadi adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Kemudian wanita tersebut mendatangi pintu (rumah) Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Kemudian dia tidak melihat seorang yang menahan dia masuk di rumah Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam. Kemudian wanita ini berkata, “Aku belum mengenalmu.” Lalu Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda, ”Sesungguhnya namanya sabar adalah di awal musibah.” (HR.
Bukhari, No. 1283)

2. Sabar untuk Tidak Bermaksiat


Kesabaran yang membuat aktivitas maksiat. Setiap hari pasti seorang muslim selalu mendapat
godaan dari setan untuk melakukan maksiat. Baik itu perbuatan dosa kecil hingga besar,
seorang muslim harusnya sabar untuk menahan diri. Dosa-dosa yang tidak sengaja dilakukan
seperti melihat yang tidak seharusnya dilihat dan menggunjing orang lain termasuk perbuatan
yang harusnya dihindari.

Pahala Sabar Dalam Islam

Dalam Islam, semoga pahalanya besar. Pahala bagi yang berharap adalah surga. Tidak ada
ketidakseimbangan yang lebih baik dari itu. Dalam Al Quran, Allah Ta'ala berfirman:

ِ ِ ‫لْ ا ا ِد الَّ ِذينَ ا اتَّقُوا لِلَّ ِذينَ ا ال ُّد ْنيَا هَّللا‬


‫اس َعةٌ ا الصَّابِرُونَ ا‬

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang


yang baik di dunia ini memperoleh prestasi. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar:10)

Yang dimaksud dicukupkan adalah kesabaran seorang muslim tidak bisa ditimbang dan ditakar.
Oleh karena itu, ketidakseimbangan yang didapatkan orang yang sabar adalah surga. Dalam
hadits, Rasulullah membicarakan pahala orang sabar.

َ ‫ك ْال َجنَّةُ هَّللا‬


ِ َ‫ ا َل « ل‬. ‫ع هَّللا َ لِى‬
ُ ‫ت ا ْد‬ َّ ِ‫ ا َل هَ ِذ ِه ْال َمرْ أَةُ السَّوْ دَا ُء النَّب‬. ‫ت لَى‬
ْ َ‫ى – لى هللا ليه لم – ال‬ ُ ‫س الَ ا ِل ْال َجنَّ ِة ْل‬
ٍ ‫اح ا َل ا َل لِى ابْنُ ا‬
ٍ ‫ا ُء‬
‫ع هَّللا َ الَ ا لَهَا‬ ْ َ‫ ال‬. ‫ ال‬. » ‫ك‬
ُ ‫ت ا ْد‬ ِ َ‫افِي‬

Dari 'Atho' bin Abi Robaah, ia berkata bahwa Ibnu 'Abbas berkata Anda, "Maukah kutunjukkan
wanita yang penduduk surga?" 'Atho menjawab, "Iya mau." Ibnu 'Abbas berkata, “Wanita yang
berkulit hitam ini, ia pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, lalu ia pun berkata,
“Aku menderita penyakit ayan dan auratku sering terbuka karenanya. Berdoalah pada Allah
untukku.” Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pun mengatakan, “Jika mau sabar, bagimu surga.
Jika engkau mau, aku akan berdoa pada Allah agar menyembuhkanmu.” Wanita itu pun
berkata, “Aku memilih memilih.” Lalu ia berkata pula, “Auratku biasa tersingkap (kala aku
terkena ayan). berdoalah pada Allah agar auratku tidak terbuka.” Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam pun berdoa pada Allah untuk wanita tersebut. (HR.Bukhari, No.5652)

pahala sabar dalam islam

Sabar dalam Islam bisa berarti menghindari untuk tidak bermaksiat dan sabar saat ditimpa
musibah. Jika tidak mendapat cobaan, seharusnya bersyukur. Sedangkan ketika kena musibah,
Allah memerintahkan kita untuk sabar. Karena pahalanya sabar sangat besar, yaitu surga. Di
dalam Al Quran, Allah mengatakan bahwa Ia bersama orang yang selalu siaga.

َ‫صاَل ِة هَّللا َ الصَّابِ ِرين‬ َّ ‫ا ا الَّ ِذينَ ا ا ْستَ ِعينُوا ال‬


َّ ‫صب ِْر ال‬

Hai orang-orang yang percaya, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah: 153)
4. AL-HALIM

Kata Al Haliim ( ‫ ) الحليم‬dalam terjemahan Indonesia memiliki Arti Yang Memiliki Mutlak sifat
Maha Penyantun.

Adapun makna dari kata Al Halim artinya tidak akan terburu-buru dengan membalas meskipun
berkuasa dalam melakukannya. Al Halim berarti Allah tidak akan menahan rezeki serta buru-
buru dalam mengazab karena kemaksiatan serta kezaliman makhlukNya yang meskipun Allah
berkuasa melakukan seluruhnya.

Allah memperkenalkan dirinya dengan nama Al-Halim pada beberapa tempat didalam Al-
Qur’an diantaranya:

‫َوا ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َحلِي ٌم‬

“Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS.Al-Baqarah: 235)

MAKNA AL-HALIM

Al-Halim berarti Yang Maha Memaafkan dan Menangguhkan, Dia tidak dikuasai amarah dan
tidak merasa direndahkan oleh kebodohan orang bodoh atau oleh maksiat para pendosa. ( The
Miracle of Asmaul Husna : 262 )

Imam Al-Khattabi menuturkan, Al-Halim berarti Zat yang pemaaf dan penyabar, yang tidak
terpancing oleh kemarahan, dan yang tidak pernah kesal oleh tindakan bodoh orang yang tidak
tahu atau orang yang memang durhaka.” ( Sya’n ad-Du’a; 63)

1. Meraih Peluang Menjadi Teman Rasulullah SAW di Surga

Orang yang memelihara anak yatim akan masuk surga, berdekatan dengan Rasulullah SAW
seperti dekatnya jari telunjuk dengan jari tengah.

"Saya dan orang yang mengasuh atau memelihara anak yatim akan berada di surga begini,"
kemudian beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkannya
sedikit." (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad dari Sahl bin Sa'd). (Lihat Shahih Bukhari,
Kitab Ath-Thalaq: 4892. Sunan Tirmidzi, Kitab Al-Birr wa Ash-Shilah'an Rasulillah: 1841. Sunan
Abi Daud, Kitab Al-Adab:4483).

2. Pengasuh Anak Yatim Dijamin Masuk Surga

Kalaupun pemelihara anak yatim tidak dapat menjadi teman Rasulullah di surga karena
mungkin tidak memenuhi persyaratan ideal, ia akan tetap dijamin masuk surga.

Rasulullah SAW bersabda:

"Orang yang memelihara anak yatim di kalangan umat muslimin, memberikannya makan dan
minum, pasti Allah akan masukkan ke dalam surga, kecuali ia melakukan dosa yang tidak bisa
diampuni." (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas). (Lihat Sunan Tirmidzi, Kitab Al-Birr wa Ash-Shilah'an
Rasulillah: 1840).

3. Mendapat Predikat Abror (Saleh atau Taat Kepada Allah)

Keutamaan menyantuni anak yatim dan memberi makan anak yatim dan orang miskin
merupakan tanda orang-orang yang abror.

"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan (abror) minum dari gelas (berisi minuman)
yang campurannya adalah air kafur. Yaitu mata air (dalam surga) yang diminum oleh hamba-
hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan
nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (QS. Al-
Insan: 5-6).

4. Memperoleh Pertolongan dari Allah SWT

Menolong anak-anak yatim dalam berbagai bentuk kepedulian nyata merupakan ibadah yang
akan mendatangkan pertolongan Allah.
"Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan orang mukmin di dunia maka Allah akan
menghilangkan kesusahannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang meringankan kesulitan
orang mukmin di dunia maka Allah akan meringankan kesulitannya di dunia dan akhirat. Dan
barangsiapa yang menutupi aib orang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di akhirat.
Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya. (HR. Muslim dan
Ashhabus Sunan dari Abu Hurairah). (Lihat Shahih Bukhari, Kitab Al-Adab: 5557).

5. Menghindarkan dari Siksa Akhirat

Memelihara atau mengasuh anak yatim adalah kewajiban yang tgas-tegas Allah perintahkan
melalui ayat-Nya dan sabda rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT berfirman:

"Demi Yang Mengutusku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa pada hari kiamat nanti orang
yang menyayangi anak yatim, lemah lembut pembicaraan dengannya, menyayangi keyatiman
dan kelemahannya. (HR. Thabrani dari Abu Hurairah). (Imam Ath-Thabrani, Al-Mu'jam Al-
Ausath, VIII/346. Hadist no. 8828).

6. Investasi Amal untuk Akhirat

Manfaat menyayangi anak yatim salah satunya adalah investasi amal di akhirat. Rasulullah SAW
bersabda:

"Jika manusia mati maka terputus lah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang
bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

7. Menggapai Keberuntungan dan Menjadi yang Terbaik

Keutamaan menyantuni anak yatim merupakan salah satu bentuk ibadah sosial dalam rangka
amar makruf (mengajak kebaikan) dan nahi mungkar (melarang berbuat maksiat). Perhatikan
sabda Rasulullah SAW berikut ini:
"Siapa saja yang menyeru kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang
mengerjakannya itu." (HR. Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud dari Abu Mas'ud).

5. AR-RAHIM

kata Ar-Rohîm, diartikan dengan sifat pengasih Allah dan sifat penyayang -Nya yang akan
diberikan kelak di akhirat, dan khusus diberikan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah
SWT. Demikian letak perbedaan antara keduanya. Sifat Ar-Rohmân yang dimiliki Allah
menunjukkan bahwa kasih-Nya diberikan kepada siapa pun tanpa ada sayang.

Dalam diskursus ilmu kalam modern, orang yang dikatakan bertauhid tidak cukup
mengesakan Allah saja. Akan tetapi, juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai ketuhanan dalam
kehidupan sehari-hari. Maka setelah mengetahui makna Ar-Rohmân, kewajiban seorang yang
mengaku muslim berupaya menerapkan sifat kasih sayang tersebut dalam kehidupan sehari-
hari

Dalam perjalanan sejarah umat Islam, tercatat dan menjadi contoh yang dapat digunakan
untuk mengaplikasikan sifat Allah ini.
6. BIJAKSANA

Bijaksana dalam bahasa Arab lebih dikenal dengan sebutan “Al-Hikmah”. Dimana seseorang
mengambil keputusan berdasarkan ilmu dan akal untuk menegakkan keberan.

Selain itu, bijaksana juga di artikan sebagai “Al-Hakim”. Dimana keputusan yang diambil
berdasarkan ilmu dan akal sehingga keputusan tersebut dapat mencegah dan tidak
menimbulkan kekacauan dan kerusakan bagi seluruh kalangan.

Keputusan yang di ambil tidak semata berpegang pada keadilan semata, melainkan pada
pertimbangan lain seperti dampak dari keputusan tersebut.

Jika sebuah keputusan dirasa adil, namun dampak dari keputusan tersebut yang dapat
berpotensi menimbulkan kekacauan maka akan lebih baik mencari jalan keluar lain dari pada
keputusan yang sebelumnya. Hal inilah yang dimaksud dengan Al-Hikmah dan Al-Hakim.

Manfaat bijaksana

Terlaksananya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang menjadi sumber Negara.

Terciptanya lingkungan yang sejahtera dan damai karena keseimbangan antara hak dan
tanggung jawab yang telah di sesuaikan.

Terciptanya keadilan yang sesungguhnya dari berbagai lapisan masyarakat. Karena bijaksana itu
sendiri selalu berdampingan dengan keadilan.

Timbulnya saling percaya satu sama lain karena kebijaksanaan.

Orang yang bijaksana akan lebih disukai oleh banyak orang dari pada orang yang tidak
bijaksana.

Orang yang bijaksana akan lebih berwibawa.

Ciri-Ciri Orang Bijaksana


Orang bijaksana menghargai mulai dari diri mereka sendiri, bisa dilihat dari cara berpakaian
yang rapi dan sopan.

Orang bijaksana mendahulukan mendengar dan berfikir sebelum bertutur.

Rasa ingin tahunya meningkat karena terbiasa berfikir luas.

Membaca situasi! Penting untuk tahu kapan harus ikut campur, berbicara atau kapan hanya
mendengar saja.

Tidak cepat menilai orang lain tanpa mengenal lebih jauh

Kepentingan umum didahulukan daripada kepentingan pribadi.

Perduli terhadap kepentingan orang lain dalam mengambil keputusan.

Menghargai orang lain, sementara dirinya adalah seorang yang rendah hati.

Bersenda gurau tidak berlebihan untuk menjaga perasaan orang lain.

Cara Bersikap Bijaksana

1. Berpikir Sebelum Berbicara

2. Bersikap Adil dan Tidak Egois

3. Berpendirian Teguh

4. Mampu Memahami Orang Lain

5. Menerima Keunikan Orang Lain

6. Setiap Tindakan Memiliki Tujuan

DALIL TENTANG SIFAT BIJAKSANA

ِ ‫[ي ُْؤتِى ْال ِح ْك َمةَ َم ْن يَ َشاء َو َم ْن ي ُْؤتَ ال ِح ْك َمةَ فَقَ ْد أُوتِ َي َخ ْيرًا َكثِ ْيرًا َو َما يَ َّذ َّك ُر إِاَّل أُولُوا اأْل َ ْلبَا‬
269:‫ب ]البقرة‬
“Allah memberi khikmah kepada siapa yang dikehendaki, barangsiapa yang diberi khikmah
maka akan diberi kebaikan yang banyak, dan tidaklah mengambil pelajaran kecuali orang yang
mempunyai akal” (QS: al-Baqarah; 269)

7. THAUBAT

Allah SWT menyukai orang-orang yang bertobat. Imam Nawawi al-Bantani dalam Nashaih al-
Ibad, menuliskan sebuah hadis riwayat Abu Abbas.

"Allah lebih senang pada tobatnya seorang hamba yang bertobat melebihi senangnya orang
haus yang menemukan air, atau orang mandul yang memiliki anak, atau senangnya orang yang
kehilangan barang lalu menemukannya. Maka, barang siapa yang bertobat kepada Allah dengan
tobat nasuha, Allah akan membuat lupa para malaikat yang menjaganya, anggota tubuhnya,
serta bumi yang dipijaknya atas dosa dan kesalahan yang telah dia lakukan."

Dalam surat at-Tahrim ayat ke-8, Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah
kepada Allah dengan tobat nasuha (taubat yang semurni-murninya)."

Lantas, apa yang dimaksud dengan tobat nasuha? Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azhim
menjelaskan, tobat nasuha, yaitu tobat yang jujur, yang didasari atas tekad yang kuat, yang
menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang menghimpun dan mengentaskan
pelakunya dari kehinaan.

Dalam kitab Riyadh as-Shalihin dijelaskan, jika kemaksiatan itu menyangkut urusan seorang
hamba dengan Allah saja, tidak ada hubungannya dengan hak manusia, tobatnya harus
memenuhi tiga syarat. Pertama, hendaklah berhenti melakukan maksiat.

Kedua, menyesal karena telah melakukan kemaksiatan. Ketiga, berniat tidak akan kembali
mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Apabila tobatnya berkenaan dengan
hubungan sesama manusia, tiga syarat tersebut ditambah satu lagi. Orang yang bertobat itu
harus meminta kehalalan dari orang yang diambil hak-haknya atau dizalimi.

Rasulullah mengajarkan kita mengiringi keburukan dengan kebaikan, niscaya dengan kebaikan
itu akan gugur tiap-tiap keburukan. Karena, seperti sabda Nabi dari Abdullah bin Umar,
"Sesungguhnya Allah menerima tobat hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongan."
Manusia tak akan pernah bisa lepas dari cahaya Allah, segelap apa pun lakon hidupnya. Dalam
bahasa Chairil Anwar, dia terlafaz, Tuhanku/di pintu-Mu aku mengetuk/aku tak bisa berpaling.

Hadist tentang sifat taubat :

ِ ‫ب َوهُ َو ُمقِ ْي ٌم َعلَ ْي ِه َك ْال ُم ْستَه ِْز‬


‫ب‬ ِ ‫ب لَهُ َو ْال ُم ْستَ ْغفِ ُر ِمنَ ال َّذ ْن‬ ِ ‫ {التَّائِبُ ِمنَ ال َّذ ْن‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ب َك َم ْن اَل َذ ْن‬ َ ‫قَا َل‬

‫}بِ َربِّ ِه‬

Nabi saw. bersabda, “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak ada dosa
baginya, dan orang yang meminta ampunan dari dosa namun ia masih melakukan dosa itu,
maka ia seperti orang yang menghina Tuhannya.” Hadis mauquf ini diriwayatkan oleh imam Al-
Baihaqi dan imam Ibnu ‘Asakir dari sahabat Ibnu ‘Abbas r.a.

ِ ‫ {النَّ َد ُم تَوْ بَةٌ َوالتَّائِبُ ِمنَ ال َّذ ْن‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ب َك َم ْن اَل َذ ْن‬
}ُ‫ب لَه‬ َ َ‫وق‬.
َ ‫ال‬ َ

Nabi saw. bersabda, “Penyesalan itu taubat dan orang yang bertaubat dari dosa itu seperti
orang yang tidak ada dosa baginya.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ath-Thabarani dan Abu
Nu’aim dari sahabat Ibnu Sa’id Al-Anshari r.a. Namun, hadis ini dinilai dhaif oleh imam Al-
Bukhari dan imam-imam lainnya.

ٍ ‫ي‬s‫الَى ِم ْن َش‬ss‫ ْي ٍء أَ ْبغَضُ إِلَى هللاِ تَ َع‬s‫ا ِم ْن َش‬ss‫ب َو َم‬


‫ْخ ُمقِي ٍْم‬ ٍ ِ‫ائ‬ssَ‫ابٍّ ت‬s‫ { َما ِم ْن َش ْي ٍء أَ َحبُّ إلَى هللاِ تَ َعالَى ِم ْن َش‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫َوق‬
َ ‫ال‬
ِ ‫ َعلَى َم َعا‬.
}‫ص ْي ِه‬

Nabi saw. bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah ta’ala dari pada pemuda yang
taubat dan tidak adalah yang lebih dibenci Allah ta’ala dari pada orang tua yang selalu
istiqamah pada kemaksiatan-kemaksiatannya.” Hadis tersebut merupakan potongan hadis
riwayat imam Abul Mudhaffar dari sahabat Salman Al-Farisi r.a.
8. PENYAYANG

Salah satu sifat Allah SWT yang mulia dan memiliki makna yang luar biasa yaitu Ar-Rohmân,
tentunya tanpa menyampingkan sifat Allah yang lain. di dalam al-Quran, sifat ini diabadikan
menjadi salah satu nama surat, yakni surat ke-55 (QS. Ar-Rohmân), selain itu juga dalam banyak
ayat, bahkan sebagaimana sebagaimana dalam lafadz basmalah yang sering diucapkan. Dalam
ayat tersebut kata Ar-Rohmân diiringi dengan sifat Allah yang lain, yakni Ar-Rohîm.

Secara bahasa, kata Ar-Rohmân dan Ar-Rohîm berasal dari asal kata atau akar kata yang
sama, yakni: – . Ketika terjemahan dalam bahasa Indonesia yang standar, biasanya
diterjemahkan dengan Maha Pengasih-Maha Penyayang. Dua kata yang seolah-olah akan
hampir sama maknanya dalam bahasa Indonesia.

Akan tetapi, jika menelisik lebih jauh dari kata tersebut, misalnya dengan melihat kitab-
kitab tafsir yang dikarang oleh para ulama, maka akan didapatkan makna yang luar biasa
mengenai makna dua kata tersebut. Sebagai contoh, dalam kitab tafsir Ibnu Kasir, disebutkan
bahwa kata Ar-Rohmân memiliki makna yaitu: kepengasihan Allah atau rasa kasih dan sayang
Allah yang diberikan kepada seluruh makhuk-Nya. Bukan hanya kepada hamba-Nya semata,
namun juga kepada makhluk Allah yang lain, baik yang beriman maupun yang tidak, baik itu
manusia maupun selainnya.

Hadist tentang sifat penyayang

‫َم ْن ال يَرحم ال يُرحم‬

Man laa yarham walaa yurham

Artinya:
"Barang siapa tidak menyayangi maka tidak akan disayangi." (HR Bukhari dan Muslim)

‫إِنَّ َما يَرْ َح ُم هللاُ ِم ْن ِعبَا ِد ِه الرُّ َح َما َء‬

Artinya:

Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang (HR Ath-Thabrani


dalam al-Mu’jam al-Kabiir, dan dihasankan oleh Syekh Albani dalam sahih Al-Jaami’ no 2377)

9. JUJUR

1.3 Sifat Fuzur

Fujur adalah perbuatan buruk dan prilaku yang bertentangan dengan syariat. Kebalikan
fujur adalah takwa, yaitu kebenaran dan segala tatanan yang disyariatkan Allah.
َ ‫س َو َما َسوَّاهَا فَأ َ ْلهَ َمهَا فُج‬
"‫ُورهَا َوتَ ْق َواهَا‬ ٍ ‫َونَ ْف‬
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya
(jalan) kejahatan dan ketakwaannya…” (QS. As-Syams, 91: 7 – 8)

Berikut adalah sifat-sifat fuzur :

1. Tergesa gesa

Sikap ketergesa sebenarnya merupakan bentuk ketidaktentraman hati manusia. Fikiran


mereka tidak tenang, dan jauh dari bersyukur dan hati-hati. Sikap tergesa-gesa justru lebih
dekat dengan tindakan gegabah dan ceroboh. Itulah sebabnya banyak yang mengatakan bahwa
tergesa dan terburu-buru merupakan godaan syetan. Firman Allah SWT:

ِ ‫ور ْي ُك ْم ٰا ٰيتِ ْي فَاَل تَ ْستَع‬


‫ْجلُوْ ِن‬ ِ ُ ‫ق ااْل ِ ْن َسانُ ِم ْن ع ََج ۗ ٍل َسا‬
َ ِ‫ُخل‬

Artinya: "Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu
tanda-tanda (kekuasaan)-Ku. Maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya"
(Q.S Al-Anbiya: 37)

2. Berkeluh kesah

Imam Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir menafsirkan sifat keluh kesah adalah seseorang
yang jika mendapatkan kebaikan tidak bersyukur dan jika tertimpa keburukan tidak bersabar.
sifat asli manusia adalah gampang mengeluh jika ditimpa kesusahan dan kikir jika mendapatkan
nikmat, ia lupa bahwa dalam rejeki yang ia peroleh sesungguhnya terselip hak-hak orang yang
membutuhkan. Seperti Firman Allah SWT:

َ ِ‫إِ َّن ٱإْل ِ ن ٰ َسنَ ُخل‬


‫ق هَلُوعًا‬

Artinya: ” Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (Q. S. Al Mariij:
19)

‫إِ َذا َم َّسهُ ٱل َّشرُّ َج ُزوعًا‬

Artinya: ” Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,” (Q. S. Al Mariij: 20)

3. Gelisah

Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa
khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas.

Gelisah adalah suatu kondisi yang menggambarkan ketidakmampuan tubuh dan pikiran untuk
beristirahat, rileks, atau berkonsentrasi. Rasa gelisah dapat muncul dengan atau tanpa sebab.
Kegelisahan yang bersifat ekstrem disebut dengan agitasi.

Bergantung pada penyebabnya, kegelisahaan sering dikaitkan dengan gejala lain seperti:

Merasa khawatir
Perasaan tidak tenang

Depresi

Marah

Tegang

Sedih

Lekas marah

Gugup

Mudah tersinggung

Terlalu bersemangat

tKebingungan

Orang yang mengalami kegelisahan dapat bermasalah dengan fokus atau sulit untuk
berkomunikasi. Secara fisik, orang gelisah sering kali bergerak tanpa sengaja dan tanpa tujuan.

Gerakan ini termasuk mondar-mandir di sekitar ruangan, meremas tangan, menggerakan kaki
berulang kali, merasakan gerakan lidah yang tidak terkendali, menutup dan membuka bolpoin,
atau tindakan serupa lainnya.

Merasa gelisah adalah hal yang umum terjadi. Setiap orang mungkin pernah sesekali
merasakannya. Meski begitu, apabila sering merasa cemas dan gelisah, keadaan tersebut dapat
menjadi pertanda kondisi kesehatan yang lebih serius. Kelompok usia lanjut dan pasien
gangguan mental lebih sering untuk mengalami rasa gelisah,

Dalam kasus yang lebih parah, gerakan-gerakan yang dilakukan saat gelisah dapat menjadi
berbahaya bagi individu tersebut, seperti merobek, mengoyak, atau menggigiti kulit di sekitar
kuku, bibir, maupun bagian tubuh lainnya hingga berdarah.
Pada kondisi tertentu, rasa gelisah dapat datang secara tiba-tiba atau berpola. Hal ini bisa
berlangsung selama beberapa menit, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan. Nyeri,
stres, dan demam dapat meningkatkan rasa gelisah.

Rasa gelisah dan cemas selalu memberikan efek negatif pada tubuh. Oleh karena itu,
mengetahui penyebabnya adalah langkah utama untuk mengatasinya.
4. Zalim

Zalim (Arab: ‫ظلم‬, Dholim) dalam segala sesuatu yang diajarkan Islam yaitu meletak sesuatu/


pokok isi kerangan bukan pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim dinamakan zalimin dan
lawan kata dari zalim yaitu tidak sewenang-wenang.

Etimologi

Kata zalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dho la ma” (‫ظ ل م‬ ) yang bermaksud gelap.
Di dalam al-Qur’an memakai kata zhulm selain itu juga dipergunakan kata baghy, yang
berfaedah juga sama dengan zalim yaitu melanggar haq orang lain. Namun pengertian zalim
semakin luas definisinya ketimbang baghyu, tergantung kalimat yang disandarkannya.
Kezaliman itu mempunyai bermacam wujud di selangnya yaitu syirik.

Kalimat zalim dapat juga dipergunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak
berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melaksanakan
kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak adilan dan banyak lagi
pengertian yang mampu diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada landasannya sifat ini
adalah sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan budi pekerti dan fitrah
manusia, yang seharusnya memakai pikiran untuk melaksanakan kegunaan.

Ancaman untuk orang zalim dan tidak

Menurut syariat Islam, orang yang tidak berbuat zalim dapat saja terkena siksaan, keyakinan ini
berdasarkan dalam salah satu ayat. Allah berfirman:

‫هّٰللا‬ َّ ‫ظلَ ُموْ ا ِم ْن ُك ْم خَ ۤا‬


ِ ‫صةً َۚوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ َ‫ص ْيبَ َّن الَّ ِذ ْين‬
ِ ُ‫َواتَّقُوْ ا فِ ْتنَةً اَّل ت‬

"..dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di selang kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." (Al-
Anfaal 8:25)”
Ayat tersebut berisi peringatan untuk bersiap-siap (hadzr) akan azab yang tidak hanya menimpa
yang zalim saja, tetapi menimpa secara umum adil yang zalim maupun yang tidak zalim.
Karenanya secara syar’i, harus hukumnya untuk orang yang melihat kezaliman/kemunkaran dan
mempunyai kesanggupan, untuk menghilangkan kemunkaran itu.

Dalam al-Qur'an dan Hadits

Al-Qur'an

Didalam Al-Qur'an zalim mempunyai beberapa definisi, di selangnya dalam beberapa surah


sebagai berikut:

•Al Baqarah 165 dan Huud 101, orang-orang yang menyembah selain Allah.

•Al Maa-idah 47, karena menuruti hawa nafsu dan merugikan orang lain.

•Al Kahfi 35, zalim pada ayat ini sebuah sifat keangkuhan dan tingkah laku kekafirannya.

•Al-Anbiyaa' 13, Orang yang zalim itu di waktu merasakan azab Allah melarikan diri, lalu orang-
orang yang beriman menyebut untuk mereka dengan secara cemooh agar mereka tetap
ditempat semula dengan menikmati kelezatan-kelezatan hidup sebagaimana biasa untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan dihadapkan untuk mereka.

•Al 'Ankabuut 46, Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim pada ayat ini yaitu orang-
orang yang setelah diberikan untuknya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan
dengan kegiatan yang sangat adil, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap
menyatakan permusuhan.

Hadits

Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, Muhammad pernah menyebut bahwa,
"Di selang wujud kezaliman seseorang terhadap saudaranya yaitu apabila dia menyebutkan
keburukan yang dia ketahui dari saudaranya dan menyembunyikan kebaikan-kebaikannya."[1]
Dari kisah Debu Dzar Al-Ghifari dari Rasulullah sebagaimana dia mendapat wahyu
dari Allah bahwa Allah berfirman: "Wahai orang bawahanku, sesungguhya aku telah
mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) di
selang kalian, karenanya janganlah kalian saling berlaku zalim."[2]

Dalam hadits lain Muhammad bersabda, "Takutlah kalian akan kezhaliman karena kezhaliman
yaitu kegelapan pada hari Kiamat."[3]

Kategori

Kezaliman dibagi diproduksi menjadi 2 kategori, menzalimi diri sendiri (dosa dan maksiat) dan
orang lain (menyia-siakan atau tidak menunaikan hak orang lain yang harus ditunaikan).
Kezaliman itu mempunyai tiga jenisnya di selangnya adalah:

•Kezaliman yang tidak diampunkan Allah, yaitu syirik.

•Kezaliman yang mampu diampunkan Allah, tingkah laku seseorang orang bawahan terhadap
dirinya sendiri di dalam hubungan dia terhadap Allah.

•Kezaliman yang tidak dibiarkan oleh Allah, tingkah laku hamba-hamba-Nya di selang sesama
mereka, karena pasti dituntut pada Hari Pengahabisan oleh mereka yang dizalimi.

5. Dusta

Dalam bahasa arab, dusta adalah terjemah dari kata “al-Kadzibu ( ُ‫”) ا ْل َك ِذب‬. Sedangkan
maknanya di jelaskan oleh Ibnu Mandzur , seorang pakar bahasa dalam kitabnya, Lisanul Arob.
ْ “Dusta itu lawan dari jujur.” Adapun hakikat dari
ِ ‫(ال َك ِذبُ نَقِيْضُ الصِّ ْد‬
Ibnu Mandzur berkata: ) ‫ق‬
dusta telah dijelaskan oleh imam al-Mawardi dalam kitabnya, Adab ad dunya wa ad diin sebagai
berikut: “Hakikat dusta yaitu pengkabaran tentang sesuatu yang bertentangan dengan realita.
Dan pengkabaran
tersebut tidaklah terbatas pada perkataan, akan tetapi terkadang dengan perbuatan. Seperti
dengan isyarat tangan, atau dengan anggukan kepala, bahkan terkadang dengan sikap diam.”
Dalam bahasa Arab, kata “dusta” digunakan dalam kondisi disengaja maupun tidak disengaja
sebagaimana dalam masalah pembunuhan, terkadang terjadi secara sengaja mapun tidak
sengaja. Contoh makna berdusta secara tidak sengaja sebagaimana dijelaskan dalam hadits di
ِ ‫ْس َك َما قَا َل قَ ْد ُحلِ ْل‬
bawah ini: ))‫ت فَا ْن ِك ِح ْي‬ َ ‫ب أَبُو ال َّسنَابِ ِل لَي‬
َ ‫“ (( َك َذ‬Telah berdusta Abu Sanabil,
permasalahannya bukan seperti yang dia katakan. Sungguh engkau telah halal (dinikahi), maka
menikahlah.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Arti kata berdusta dalam hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh para ulama adalah
berdusta secara tidak sengaja, karena Abu Sanabil memberikan kabar yang bertentangan
dengan realita yang ada berdasarkan pemahamannya yang keliru. Adapun dusta yang disengaja
adalah dusta yang haram dan menyeret pelakunya ke dalam api neraka sebagaimana
disebutkan dalam hadits Nabi : )) َ‫ق َحتَّى يَ ُكون‬ ُ ‫ق يَ ْه ِدي إِلَى ْالبِرِّ َوإِ َّن ْالبِ َّر يَ ْه ِدي إِلَى ْال َجنَّ ِة َوإِ َّن ال َّر ُج َل لَيَصْ ُد‬
َ ‫ص ْد‬
ِّ ‫إِ َّن ال‬
‫َب ِع ْن َد هللاِ َك َّذابًا‬ ِ َّ‫ُور َوإِ َّن ْالفُجُو َر يَ ْه ِدي إِلَى الن‬
َ ‫ار َوإِ َّن ال َّرج َُل لَيَ ْك ِذبُ َحتَّى يُ ْكت‬ ِ ‫ب يَ ْه ِدي إِلَى ْالفُج‬ َ ‫صدِّيقًا َوإِ َّن ْال َك ِذ‬ ِ
(( “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke
surga. Seseorang selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Alloh sebagai orang yang sangat
jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke
neraka. Seseorang selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.” (HR. al-
Bukhori dan Muslim)

6. Jahil
7. Bakhil

Menurut bahasa kata bakhil adalah al-Bakhil (‫ )البخل‬adalah menahan sesuatu. Sedangkan
menurut istilah bukhl adalah perbuatan seseorang menahan/ tidak memberikan sesuatu yang
semestinya wajib diberikan kepada orang lain, baik wajib secara agama maupun wajib secara
kepatutan menurut adat. Orang yang tidak mau membayar zakat, tidak memberi nafakah
kepada keluarga disebut bakhil, karena secara agama zakat dan nafakah adalah wajib. Demikian
juga orang kaya raya yang member nafkah yang sedikit kepada keluarganya, atau barang yang
jelek menurut masyarakat termasuk oaring bakhil Cara Menghindari Sikap Bakhil. Maka cara
menghindari sikap bakhil dengan cara antara lain;

1. Sabar terhadap sikap sederhana.

2. Menerima terhadap apa yang dimiliki.

3. Banyak mengingat mati, agar tidak terlalu panjang angan-angannya.

4. Merenungkan terhadap orang-orang kaya yang meninggal, ternyata harta kekayaannya tidak
dibawa namun ditinggal begitu saja dan dinikmati ahli warisnya yang belum tentu
mengingatnya lagi.

5. Merenungkan betapa buruknya prilaku orang-orang yang baklhil di sekitar kita.

6. Merenungkan hadits yang mengecam prilaku bakhil dan memuji-muji prilaku dermawan.

7. Menayti bahwa maksud dan tujuan harta adalah untuk memenuhi sekedar kebutuhan
hidupnya, sisanya adalah untuk simpanan dirinya kelak di akhirat dengan cara disedekahkan.
Dengan memperhatikan sikap seperti ini, maka akan mudah bersikap dermawan sehingga
terhindar dari sikap bakhil.

Dalil Tentang Bakhil. Dalil naqli tentang bakhil sebagai berikut ; . ‫ب بِ ْال ُح ْسن َٰى‬
َ ‫ َو َك َّذ‬. ‫َوأَ َّما َم ْن بَ ِخ َل َوا ْستَ ْغن َٰى‬
‫ َو َما يُ ْغنِي َع ْنهُ َمالُهُ إِ َذا تَ َر َّد ٰى‬. ‫" فَ َسنُيَ ِّس ُرهُ لِ ْل ُع ْس َر ٰى‬dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya
cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan)
yang sukar. dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa." (QS. Al-Lail. 8-11)
Dalil lainnya: ‫هَا أَ ْنتُ ْم ٰهَؤُاَل ِء تُ ْدعَوْ نَ لِتُ ْنفِقُوا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ فَ ِم ْن ُك ْم َم ْن يَ ْب َخ ُل ۖ َو َم ْن يَ ْب َخلْ فَإِنَّ َما يَ ْب َخ ُل ع َْن نَ ْف ِس ِه ۚ َوهَّللا ُ ْال َغنِ ُّي َوأَ ْنتُ ُم‬
‫" ْالفُقَ َرا ُء ۚ َوإِ ْن تَتَ َولَّوْ ا يَ ْستَ ْب ِدلْ قَوْ ًما َغي َْر ُك ْم ثُ َّم اَل يَ ُكونُوا أَ ْمثَالَ ُك ْم‬Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk
menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang
kikir Sesungguhnya Dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. dan Allah-lah yang Maha Kaya
sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepadaNya); dan jika kamu berpaling
niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti
kamu ini." (QS.Muhammad: 38)

Allah Swt mencela orang-orang yang tidak mau menginfakkan hartanya di jalan yang telah
diperintahkan Allah Swt, seperti untuk berbuat baik kepada orang tua, kerabat karib, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, ibnu sabil dan hamba
sahaya. Mereka pun tidak mengeluarkan hak Allah Swt yang terdapat dalam harta. Akibat dari
Bakhil. Bakhil tidak hanya mendatangkan kerugian di dunia semata, namun di akhirat pun orang
bakhil akan mendapat azab karena kebakhilannyan tersebut. Di antara akibat yang ditimbulkan
oleh bakhil adalah :

1. Akan sulit mendapatkan kebahagiaan.

2. Hina di hadapan orang lain.

3. Orang yang bakhil akan tersiksa jiwanya, karena selalu memikirkan bagaimana cara agar
hartanya bertambah.

4. Hartanya tidak bermanfaat karena hanya ditumpuk saja. Bahkan orang yang sangat bakhil
tidak mau hartanya berkurang sedikitpun, walau sekedar memenuhi kebutuhannya sendiri.

5. Pada hari kiamat kelak, harta yang ditumpuknya akan dikalungkan di lehernya sebagai
balasan atas kebakhilannya.

6. Harta yang ditumpuknya tidak bermanfaat sama sekali dihadapan Allah, melainkan hanya
akan mendatangkan kerugian baginya.
7. Kehancuran yang disebabkan peperangan sesama manusia, sebagai mana yang telah
menimpa umat-umat terdahulu.
8. Merugi
9. Kupur

A. Pengertian Kufur

Ditelaah secara bahasa, kufur memiliki arti menutupi, namun jika ditelaah menurut syara’ maka
kufur berarti tidak beriman kepada Allah an Rasul-Nya. Ketika seseorang tidak beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dengan cara mendustakannya ataupun tidak dengan cara
mendustakannya, maka orang itu sama saja telah kufur atau mengkufuri keberadaan Allah dan
Rasul-nya

B. Jenis-Jenis Kufur

Secara garis besar, kufur terbagi menjadi dua, yaitu kufur besar dan kufur kecil. Kufur besar
adalah sesuatu yang sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan seseorang keluar dari islam
bahkan tanpa ia sadari. Penyebab terjadinya kufur besar terbagi menjadi lima jenis, yaitu :

1. Mendustakan Allah dan segala kebenaran yang datang dari-Nya.

‘Artinya : Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta
terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala yang hak itu datang kepadanya ?
Bukankah dalam Neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir ?” [Al-Ankabut :
68]

2. Sesungguhnya membenarkan, tetapi tidak mau dan sombong untuk mengakuinya.

“Artinya : Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, ‘Tunduklah kamu kepada
Adam’. Lalu mereka tunduk kecuali iblis, ia enggan dan congkak dan adalah ia termasuk orang-
orang kafir” [Al-Baqarah : 34]

Ayat di atas dapat menjadi contoh, sesungguhnya para Iblis membenarkan apa yang Allah
katakan dan perintahkan karena mereka pada dasar-Nya makhluk yang juga tunduk dan
mengakui keesaan Allah. Tetapi ketika mereka diperintahkan untuk bersujud kepada Adam,
mereka merasa enggan serta menyombongkan diri dengan kenyataan bahwa mereka
diciptakan dari api dan Adam hanyalah makhluk yang diciptakan dari tanah, sedangkan api lebih
kuat daripada tanah, pikir mereka. Maka para iblis diusir oleh Allah dari surga karena sudah
melakukan kekufuran terhadap apa yang diciptakannya dengan cara menyombongkan diri dan
tak mau mengakui kebenaran bahwa Adam adalah hamba-Nya yang sempurna.

3. Keragu-raguan kepada Allah

“Artinya : Dan ia memasuki kebunnya, sedang ia aniaya terhadap dirinya sendiri ; ia berkata,
“Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira Hari Kiamat itu
akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, niscaya akan kudapati
tempat kembali yang baik” Temannya (yang mukmin) berkata kepadanya, ‘Apakah engkau kafir
kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian
Dia menjadikan kamu seorang laki-laki ? Tapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah Rabbku dan aku
tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun” [Al-Kahfi : 35-38]

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang pertama yang berkata telah meragukan kuasa Allah
untuk membinasakan kebunnya dan mendatangkan hari kiamat, hingga dua hal tersebut tidak
akan terjadi

4.Berpaling dari peringatan Allah

“Artinya : Dan orang-orang itu berpaling dari peringatan yang disampaikan kepada mereka” [Al-
Ahqaf : 3]

Orang-orang yang berpaling atau tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh Allah,
itulah orang-orang yang kufur.

5. Perbuatan Nifaq

Secara terminologi, nifaq artinya menampakkan keislaman secara lahir, tetapi


menyembunyikan kekufuran atau kejahatan secara batin sehingga tidak terlihat. Nifaq adalah
nama perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang munafiq.
“Artinya : Yang demikian itu adalah karena mereka beriman (secara) lahirnya lalu kafir (secara
batinnya), kemudian hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti” [Al-
Munafiqun : 3

Sedangkan kufur kecil adalah kufur yang tidak sampai menyebabkan seseorang keluar dari islam
dan berupa dosa-dosa yang telah disebutkan dalam Alquran dan hadits berupa dosa-dosa kufur.
Derajat dosa-dosa kufur ini lebih rendah dari kufur besar tetapi sama-sama harus dihindari.
Contoh kufur kecil adalah :

1.Kufur Nikmat

Kufur nikmat berarti mengingkari atau tidak mau mengakui nikmat yang telah Allah berikan
serta tidak mengakui bahwa Allah-lah yang memberikan nikmat tersebut dan merupakan satu-
satunya Sang Pemberi Nikmat.

“Artinya : Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkari dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang kafir” [An-Nahl : 83]

2.Membunuh Sesama Muslim

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

Artinya : “Mencaci orang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu
kekufuran” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Artinya : “Janganlah kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian
kalian memenggel leher sebagian yang lain” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

3. Mengucapkan sumpah dengan nama selain Allah

Artinya : “Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau
syirik” [At-Tirmidzi dan dihasankannya, serta dishahihkan oleh Al-Hakim]
Dosa-dosa tersebut digolongkan sebagai kufur kecil karena orang yang melakukannya tetap
dianggap oleh Allah sebagai orang-orang mukmin. Seperti halnya membunuh, Allah tidak
mengatakan bahwa sang pembunuh telah keluar dari agama islam, tetapi hanya
memerintahkan pelakunya untuk melakukan qishash atau pembalasan yang sama dalam suatu
perkara pembunuhan. Bahkan sang pembunuh dijadikan saudara bagi wali sang terbunuh yang
memiliki hak untuk melakukan qishah. Jika pihak sang terbunuh memaafkan, maka sang
pembunuh hanya harus membayar diat.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenan dengan
orang-orang yang dibunuh” [Al-Baqarah : 178

C. Larangan Berbuat Kufur

Allah SWT secara jelas melarang umatNya berbuat kufur di dalam hidupnya. Hal ini dibuktikan
dengan dalil Al-Qur’an yaitu:

“Sesungguhnya Allah membela orang yang beriman. Sungguh, Allah tidak menyukai setiap
orang yang berkhianat dan kufur nikmat.” (Q.S Al-Hajj : 38)

D. Azab Allah Bagi Orang-Orang yang Berbuat Kufur

Dilansir dari muslim.or.id, Orang-orang yang melakukan kufur besar akan kehilangan
keislamannya dan dihapuskan setiap amal yang pernah dilakukannya. Jika ia meninggal dalam
keadaan belum bertaubat, maka ia akan kekal di neraka. Sedangkan untuk kufur kecil, ia tidak
kehilangan keislaman dan pahalanya namun tetap mendapatkan dosa sesuai dengan apa yang
dilakukannya dan Allah memerintahkan untuk bertaubat juga dengan cara yang disyariatkan
islam. Contohnya jika seseorang membunuh sesama muslim yang telah dijelaskan di atas, harus
‘dibayar’ kan dengan qishash atau membayar di’at.

Hal ini hampir sama dengan ganjaran atas perbuatan syirik kecil dan syirik besar.  Kufur besar
dapat menyebabkan seseorang kekal di dalam neraka, sedangkan kufur kecil masih dapat
dihapuskan dengan taubat dan memiliki peluang besar untuk diampuni oleh Allah. Dalam islam,
pelaku kufur besar juga harus dijauhi agar tidak memberikan pengaruh buruk. Sedangkan
pelaku kufur kecil cukup dibenci kejahatannya saja, bukan pelakunya.

Namun jangan pernah sepelekan kufur kecil. Mari kita ambil pelajaran dari Qarun, yang kufur
nikmat setelah Allah berikan ia harta dan ilmu yang luar biasa melimpah. Akhirnya ia
ditenggelamkan bersama seluruh harta-hartanya ke dalam bumi.

ِ َ‫ُون هَّللا ِ َو َما َكانَ ِمنَ ْال ُم ْنت‬


َ‫ص ِرين‬ َ ْ‫َار ِه اأْل َر‬
ُ ‫ض فَ َما َكانَ لَهُ ِم ْن فِئَ ٍة يَ ْن‬
ِ ‫صرُونَهُ ِم ْن د‬ ِ ‫فَ َخ َس ْفنَا بِ ِه َوبِد‬

“Maka Kami benamkanlah Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya
suatu golonganpun yang menolongnya terhadap adzab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-
orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash : 81).
11. Berbantah bantah
12. Debat

Dalam Islam debat disebut jadal atau jidal. Perlu umat Muslim ketahui, bahwa debat dalam
Islam diperbolehkan apabila hal tersebut diperlukan. Debat dapat menjadi salah satu metode
dakwah dalam Islam, namun seorang mukmin harus memahami jika perdebatan merupakan
jalan terakhir yang bisa ditempuh dalam berdakwah, perdebatan bukan dilakukan untuk
mengawali dakwah. Sebagaimana firman Allah SWT:

ࣖ َ‫ضلُّوْ نَهُ ْم بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم ۗ اَاَل َس ۤا َء َما يَ ِزرُوْ ن‬ ِ ‫ارهُ ْم َكا ِملَةً يَّوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة ۙ َو ِم ْن اَوْ َز‬
ِ ُ‫ار الَّ ِذ ْينَ ي‬ َ ‫لِيَحْ ِملُ ْٓوا اَوْ َز‬

“Serulah(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An Nahl: 25).

Akan tetapi, dalam diperbolehkannya debat atau diskusi, Allah SWT dan Rasul-Nya telah
menentukan aturan-aturan untuk membatasi perdebatan. Apalagi, sebagai mukmin yang baik,
sudah seharusnya Anda menjaga akhlak dalam segala perbuatan, termasuk saat sedang
melakukan debat.

Berikut lima aturan atau tatanan debat dalam Islam yang ditujukan untuk menjaga akhlak Anda
agar tetap baik:

1. Perhatikan Topik yang Diperdebatkan Dalam berdebat atau berdiskusi ada hal-hal yang tidak
boleh dibahas. Anda hanya boleh membahas hal-hal yang diperbolehkan oleh Allah untuk
diperdebatkan dan didiskusikan, dan menjauhi perkara yang dilarang untuk diperdebatkan,
misalnya berdebat tentang perkara Allah SWT dan ayat-ayat-Nya. Allah SWT berfirman: “Dan
mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia lah Tuhan Yang Maha Keras siksa-Nya” (QS.
Ar-Ra’du: 13). Dalam masalah agama, apabila penjelasan mengenai kebenaran tersebut
diterima, maka kehendakilah untuk melanjutkannya. Namun jika ditolak, maka hendaklah
segera tinggalkan perdebatan tersebut. Untuk urusan dunia tidak ada alasan untuk berdebat
karena itu dimurkai oleh Allah SWT. Seperti sabda Rasulullah: “Sesungguhnya orang yang paling
dimurkai oleh Allah ialah orang yang selalu berdebat” (HR. Bukhari dan Muslim). Berdebat yang
dimaksud oleh hadis di atas adalah tidak boleh berdebat dengan cara yang batil atau tanpa
ilmu.

2. Debat dengan Cara yang Baik (Ahsan) Maksudnya adalah debat harus dilakukan dengan cara
yang baik dan berpedoman pada Alquran dan Hadis, sebagaimana fungsi Alquran bagi umat
manusia yaitu sebagai petunjuk. Ketika berdebat bukan hanya berfokus pada inti masalah, tapi
juga harus menggunakan akal yang rasional, bukan prasangka buruk semata. Sebagaimana yang
terdapat dalam hadits berikut: “Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah,
dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

3. Debat Dilakukan pada Hasil Ide yang Diperdebatkan Debat dilakukan untuk menjatuhkan
argumentasi-argumentasi yang batil, kemudian memberikan argumentasi bantahan yang benar
dan akurat serta harus berdasarkan pada kajian hingga sampai pada suatu kebenaran. Di antara
cara berdebat yang diajarkan dalam Alquran adalah teladan dari Nabi Ibrahim: “Apakah kamu
tidak memerhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah
memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan:
“Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan, ” orang itu menjawab “Saya dapat
menghidupkan dan mematikan,” lalu Ibrahim kembali berkata “Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dari barat,” lalu orang itu terdiam" (QS. Al-
Baqarah: 258).

4. Tidak Melakukan Debat Semata-mata untuk Kesenangan Debat menjadi salah satu cara yang
digunakan untuk menyampaikan kebenaran dalam Islam. Namun, bukan berarti bisa setiap saat
mendebat orang tanpa alasan yang kuat. Orang yang suka menjatuhkan dirinya dalam
perdebatan dengan tujuan hanya ingin mendapati dirinya menang, maka hilanglah keberkahan
ilmunya.
5. Dilarang Menggunakan Perkataan Buruk dan Keji Saat berdebat, perlu diingat bahwa Anda
hanya berargumen untuk ide yang disampaikan, bukan orang yang menyampaikannya. Jadi,
Anda tidak boleh menggunakan kata-kata kasar yang tidak mencerminkan akhlak terpuji dalam
Islam. Anda dilarang mencela, berikut dalilnya: “Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela,
melaknat dan berkata-kata keji” (HR. Tirmidzi)

BAB III

KESIMPULAN
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai