Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH QIRAAT

IMAM ABDULLAH BIN AMIR ASY-SYAMI

Mata Kuliah : QIRAAT


Dosen : Ustadz Mujiadi, MA.

Oleh:

Anan Abdul Hanan 19011015


Muhammad Sidik 19011226
Ilham Naufal Iskandar 19011010
Muhammad Ali M 19011044

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI ILMU USHULUDDIN (STIU) DARUL HIKMAH


BAB I

IMAM ABDULLAH BIN AMIR ASY-SYAMI

A. Biografi Imam Abdullah Bin Amir Asy-Syami


Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah bin
Amir al-Yahshabi. Dalam matan kitab “al-Syatibiyyah” karya Abi al-Qasim bin Firruh,
Ibnu Amir dinisbatkan ke buyutnya atau kabilah di Yaman, yaitu al-Yahshabi bin
Dahman.
Beliau merupakan murni keturunan Arab, yang tidak tercampur nasabnya oleh
keturunan ajami (selain Arab). Ada dua imam qira’at sab’ah yang murni keturunan
Arab, yaitu Abu Amr bin al-Ala’ dan Ibnu Amir asy-Syami.
Imam asy-Syami ini merupakan salah satu imam qira’at sab’ah yang paling bagus dan
tertinggi sanadnya, dan termasuk tabi’in senior. Di negara Syam, imam asy-Syami ini
merupakan panutan dan Imam masyarakat Syam dalam bidang qira’at Al-Qur’an dan
menjadi pemungkas masyikhah iqra’ setelah wafatnya Abi Darda’.
Aktivitas non-formal beliau sehari-hari, selain mengisi pengajian dan mengajar Al-
Qur’an, adalah menjadi imam tetap kaum Muslimin di Masjid Umawiyah pada masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz, baik sebelum dan sesudah kekhalifahnnya dan beliau
(Umar bin Abdul Aziz) bermakmum di belakangnya. ini menunjukkan keluhuran dan
kemulyaan beliau diangkat menjadi seorang imam shalat di sebuah masjid resmi
kenegaraan pada masa Umar bin Abdul Aziz. Maka wajar beliau mendapat mandat
untuk merangkap jabatan sebagai qadi’ (hakim), imam dan maha guru Al-Qur’an di
Damaskus. Damaskus saat itu menjadi pusat pemerintahan dan dikelilingi oleh para
ulama dan para tabi’in. Mereka semua sepakat menerima qira’at imam asy-Syami ini,
membaca dan mempelajarinya, sementara mereka semua adalah generasi awal dan
unggul. Ini menunjukkan bahwa qira’at asy-Syami ini adalah mutawatir dan dapat
dipertanggung-jawabkan kesahihannya.
Beliau lahir pada tahun 21 H, sebagian sejarah mengatakan beliau lahir pada tahun 28
H. Imam Khalid bin Yazid al-Murri benceritakan bahwa beliau mendengar Ibnu Amir
bercerita: “Nabi menggenggam saya saat saya berumur dua tahun, kemudian saya
pindah ke Damaskus saat saya berumur sembilan tahun”. ini artinya bahwa Ibnu Amir
sempat bertemu dengan Nabi SAW. namun beliau belum baligh, tidak mengimani
kerasulan-Nya, sehingga beliau disebut sebagai tabi’in.
B. Guru-guru imam Abdullah bin Amir Asy-Syami
Sebelum menjadi seorang imam dan hakim di Damaskus, imam Ibnu Amir asy-Syami
ini pernah mengenyam pendidikan Al-Qur’an kepada ulama ternama di masanya, salah
satunya adalah belajar kepada:
1. Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin al-Mughirah al-Makhzumi, al-Makhzumi
belajar kepada Utsman bin Affan dari Nabi Muhammad Saw.
2. Abi Darda’ Uwaimir bin Zaid bin Qais dari Nabi Muhammad SAW.
3. Sebagian ulama mengatakan bahwa Ibnu Amir belajar langsung kepada Utsman
sendiri tanpa melalui perantara.
Jika dilihat dari transmisi sanad imam asy-Syami ini, maka imam ini termasuk generasi
ketiga dari Nabi dari jalur al-Mughirah. Sedangkan jika dilihat dari jalur Abi Darda’
dan Utsman termasuk generasi kedua. Artinya, transmisi sanad ini yang tertinggi di
antara imam qira’at sab’ah yang lain. Maka tak ayal, sebagian ulama qira’at
menempatkan Imam asy-Syami ini pada urutan pertama di antara para imam qira’at
yang lain karena ketinggian sanadnya, namun sebagian yang lain menempatkan Imam
Nafi’ pada ururtan yang pertama karena kemulyaan tempatnya, yaitu Madinah.
C. Murid-muridnya
Murid-muridnya, kemulyaan dan keluasaan ilmu yang dimiliki oleh Imam asy-Syami
ini menjadi magnet untuk penuntut ilmu dari belahan negara Islam saat itu, sehingga
mereka datang berbondong-bondong untuk belajar kepadanya secara langsung. Salah
satu murid-murid beliau adalah:
1. Yahya bin al-Harits al-Dzimari, ia sebagai pengganti dan menempati posisinya
dalam soal kepakaran bacaan Al-Qur’an.
2. Abdurrahman bin Amir, Rabi’ah bin Yazid, saudara Imam Ibnu Amir sendiri.
3. Ja’far bin Rabi’ah.
4. Ismail bin Abdullah bin Abi al-Muhajir.
5. Said bin Abdul Aziz Khallad bin Yazid bin Shabih al-Murri.
6. Yazid bin Abi Malik.
Setelah banyak berkontribusi dalam bidang kehakiman dan qira’at Al-Qur’an di
Damaskus, pada umur sembilan puluh tujuh, beliau wafat tahun 118 H di kota
Damaskus.
Dalam ilmu qira’at, setiap imam qira’at memiliki dua perawi dan di antara kedua perawi
tersebut memiliki perbedaan soal bacaan yang diterima dari imam qira’at. Perbedaan
itu ada yang tajam dan ada yang relatif sedikit perbedaannya. Selain perbedaan bacaan
yang diterima oleh perawi, jalur transmisi bacaannya pun ada yang yang langsung
diterima dari imam qira’at tanpa perantara dan ada yang melalui jalur perantara murid-
muridnya.
Kedua perawi Imam Ibnu Amir ini nyaris tidak ada perbedaan yang mencolok soal
bacaannya dan keduanya juga tidak menerima langsung dari imam qira’atnya, yakni
melalui jalur perantara. Kedua perawi Imam asy-Syami tersebut adalah: Hisyam bin
Ammar dan Ibnu Dzakwan.
BAB II

Perawi Imam Abdullah bin Amr Asy-Syami

A. Biografi Hisyam bin Ammar


Namanya adalah Hisyam bin Ammar bin Nashir bin Maisarah al-Sullami al-Dimasyqi,
panggilannya adalah Abu al-Walid. Lahir pada tahun 153 H, masa pemerintahan
khalifah al-Mansur, beliau wafat pada tahun 245 H. Beliau adalah seorang panutan dan
imam masyarakat kota Damaskus. Selain sebagai imam dan panutan masyarakat kota
Damaskus, beliau juga dikenal sebagai khatib, (orator: muballigh), muqri’, muhaddits,
dan menjabat sebagai mufti, yang mendapatkan predikat tsiqah, (terpercaya) dhabt
(cekatan: kuat hafalannya), adil dalam menjalannya amanah, fasih (penyampaiannya),
sangat alim, dan luas ilmunya, baik dari sisi riwayah maupun dirayah-nya.
Perjalanan intelektual beliau dimulai belajar dari satu guru ke guru yang lain, layaknya
seorang penuntut ilmu yang haus akan cahaya ilmu. Dalam catatan sejarah, ia belajar
qira’at Al-Qur’an kepada beberapa guru, salah satunya adalah Syaikh Irak al-Murri,
dan Ayyub bin Tamim dari Yahya al-Dzimari dari Abdullah bin Amir dari Abu Darda’
dan al-Mughirah hingga sampai kepada Nabi SAW.
Sebagian riwayat mencatat bahwa beliau belajar sebagian huruf (qira’at) dari Imam
Atabah bin Hammad, dan Abi Dihyah Ma’la bin Dihyah dari Nafi’, yang bersambung
sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam bidang hadits beliau
meriwayatkan dari beberapa para imam besar pada masanya, salah satunya adalah
Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Muslim bin Khalid al-Zanji, Ismail bin
Ayyasy, Sulaiman bin Musa al-Zuhri.
Imam Hisyam bercerita tentang pribadinya, sebagaimana disampaikan oleh Imam
Muhammad bin al-Faidh al-Ghassani: Ayah saya menjual rumahnya dengan harga 20
dinar, untuk bekal haji saya. Ketika saya sampai di Madinah, saya mendatangi majlis
imam Malik. Saya punya beberapa pertanyaan (untuk ditanyakan kepadanya).
Kemudian saya mendekat kepadanya, sementara beliau sedang duduk di depan seperti
layaknya seorang raja. Sementara murid-santirnya berdiri. Banyak orang bertanya
kepadanya, dan dijawab oleh beliau. Kemudian saya bertanya kepadanya: Apa yang
akan Anda katakan tentang hal ini? Kemudian beliau hanya menjawab: kita mendapati
seorang anak kecil, wahai murid, bawalah ia kemari. Kemudian murid-murid itu
membawaku layaknya anak kecil, padahal saya adalah orang yang (mudrik)
berpengetahuan. Kemudian beliau mencambuk saya layaknya seorang guru
mencambuk muridnya dengan tujuh belas kali cambukan. Saya pun menangis. Beliau
bertanya: “Kenapa kamu menangis, apakah ini menyakitkanmu?. saya pun menjawab:
“Ayah saya menjual rumahnya dan menasehati saya untuk menemuimu, menyimak
pengajianmu tapi kamu malah memukulku. Imam Malik berkata: “Tulislah” kemudian
Imam Malik meriwayatkan tujuh belas hadits kepada saya dan menjawab semua
pertanyaan saya.
Cerita di atas, menunjukkan kesungguhan beliau dalam menuntut ilmu hingga harus
mengorbankan harta dan raganya.
Imam al-Ahwazi menceritakan bahwa ia mendengar dari imam Hisyam berkata:
“Selama kurun waktu dua puluh tahun, saya tidak menyiapkan (teks) khutbah (dalam
berceramah)”. Ini artinya bahwa imam Hisyam merupakan orang yang sangat fasih
dalam bidang bahasa Arab.
Imam Ahmad bin Muhammad al-Ashbahani berkata: “Sejak wafatnya Ayyub bin
Tamim, kepakaran dalam bidang qira’at berpindah pada dua orang, Hisyam dan Ibnu
Dzakwan. Hisyam dikenal sebagai orator yang piawai dan fasih, dianugrahi umur yang
panjang, sehat akal dan pandangannya, sehingga banyak penuntut ilmu belajar
kepadanya. Sementara Ibnu Dzakwan dikenal sebagai perawi yang dhabit (cekatan) dan
menjadi panutan masyarakat dan imam shalat masyarakat Damaskus.
Imam Hisyam termasuk hamba Allah yang dekat dengan-Nya dan cepat terkabul
doanya. Imam Abu Ubaidillah al-Humaidi menceritakan bahwa Imam Hisyam berkata:
Saya memohon kepada Allah tujuh permohonan, namun Allah hanya mengabulkan
enam permohonan saya. Saya tidak tahu apakah permintaan saya yang ke tujuh
dikabulkan atau tidak. Pertama, saya memohon kepada-Nya supaya membenarkan
hadits Nabi Muhammad Saw,. Allah mengabulkannya. Kedua, saya memohon kepada-
Nya agar saya bisa berangkat haji, Allah mengabulkannya. Ketiga, saya memohon
kepada-Nya supaya saya berumur panjang hingga melewati seratus tahun, Allah
mengabulkannya. Keempat, saya memohon kepada-Nya supaya dianugrahkan harta
100 dinar yang halal, Allah mengabulkannya. Kelima, saya memohon kepada-Nya agar
saya memiliki murid yang banyak, atau mereka datang ke saya untuk menuntut ilmu
kepada saya, Allah mengabulkannya. Keenam saya memohon kepada-Nya agar saya
dapat berkhutbah di masjid Damaskus, Allah mengabulkannya. Sementara permohonan
saya yang ke tujuh agar Allah mengampuni dosa-dosa saya dan kedua orang tua saya,
namun saya tidak tahu apa yang akan diberikan oleh Allah atas permohonan saya.
Sebagaimana telah disinggung di depan bahwa salah satu permohonan imam Hisyam
adalah memiliki murid yang banyak, maka Allah mengabulkannya. Salah satu dari
sekian murid beliau dalam bidang qira’at Al-Qur’an adalah: Abu Ubaid bin al-Qasim
bin Sallam, Ahmad bin Yazid al-Hulwani, Musa bin Jumhur, al-Abbas bin al-Fadhl,
Ahmad bin al-Nadhr, Harun bin Musa al-Akhfasy. Sementara dalam bidang hadits,
ulama muhaddisin yang meriwayatkan hadits-haditsnya adalah Imam al-Bukhari dalam
kitab shahihnya, Imam Abu Daud, al-Nasa’I, Ibnu Majah dalam kitab “sunan” mereka,
Ja’far al-Gharyani, Abu Zar'ah al-Dimasyqi. Sementara Imam al-Turmudzi
meriwayatkan dari seseorang atau perawi yang meriwayatkan dari Hisyam.
B. Imam Ibnu Dzakwan
Namanya adalah Abdullah bin Basyar (sebagian riwayat namanya: Basyir) bin Ibnu
Dzakwan bin Amr. Panggilannya adalah Abu Muhammad, ada yang mengatakan Abu
Amr al-Dimasyqi.
Ibnu Dzakwan merupakan seorang imam yang tsiqah dan terkenal, juga sebagai syaikh
iqra’ di Syam dan menjadi imam masjid di Damaskus. Selain itu, ia juga merupakan
pamungkas masyikhah iqra’ di Damaskus setelah wafatnya Imam Hisyam bin Ammar.
Beliau lahir pada bulan Asyura’ tahun 173 H.
Perjalanan intelektual imam Ibnu Dzakwan ini dimulai belajar satu guru ke guru yang
lain. Ada banyak guru dan tempat yang sempat ia singgahi namun dari sekian gurunya
yang paling dikenal adalah:
1. Ayyub bin Tamim dari Yahya al-Dzimari dari Ibnu Amir. Kepada imam Ayyub ini
beliau belajar qira’at Al-Qur’an secara langsung.
2. Ali al-Kisa’I, seorang imam qira’at ketujuh. Kepada Imam Ali ini, Ibnu Dzakwan
belajar qira’at saat beliau berkunjung ke negara Syam. Imam Ibnu Dzakwan
berkata: saya menetap bersama al-Kisa’I selama tujuh bulan dan saya membaca Al-
Qur’an kepadanya berulangkali.
3. Ishaq bin al-Musayyibi dari Imam Nafi’. Kepada ishaq ini, Ibnu Dzakwan belajar
sebagian “huruf” qira’at.

Komentar Ulama Imam Abu Zar'ah al-Dimasyqi berkata: Menurut saya tidak ada di
Iraq, Syam, Hijaz, Mesir dan Kharrasan pada masa Ibnu Dzakwan yang paling mahir
soal qira’at dibanding dia.
Karya-karya Ibnu Dzakwan Karya yang berbentuk tulisan adalah sebagai berikut: (1)
Aqsam Al-Qur’an wa Jawabuha, (2) Ma Yajibu ‘Ala Qari’ Al-Qur’an Inda harakati
Lisanihi.

Imam Ibnu Dzakwan adalah seorang imam yang sangat terkenal pada masanya, beliau
memiliki predikat tsiqah dan sebagai masyikhah iqra’ di Damaskus. Maka tak ayal jika
banyak para penuntut ilmu yang datang dari berbagai belahan dunia Islam, salah
satunya adalah anaknya sendiri, yaitu Ahmad bin Abdullah bin Dzakwan, Ahmad bin
Anas, Ishaq bin Daud, Abu Zar’ah Abdurrahman bin Amr al-Dimasyq, Abdullah bin
Isa al-Ashbahani, Muhammad bin Ismail al-Turmudzi, Muhammad bin Musa al-Shuri
dan Harun bin Musa al-Akhfasy.

Setelah mengerahkan jiwa dan raga untuk mengabdi kepada kitab Allah dan
menorehkan karya yang gemilang, beliau wafat pada tahun 243 H di kota Qita.
BAB III

Kaidah Bacaan

A. Kaidah umum ibnu amir Riwayat ibnu zakwan :


1. Membaca basmalah diantara dua surat mempunyai 3 versi
a. Dengan basmalah (isbat)
b. Tidak memakai basmalah (washal)
c. Tidak memakai basmalah.
2. Mad wajib muttasil dan jaiz munfasil masing masing 2 alif
3. Huruf hamzah bersamaan baik 1kata atau dua kata baik harakat sama ataupun
berbeda maka membacanya seperti bacaan biasa seperti Riwayat hafs Contoh :
ْ‫َءا َ ْنذَ ْرت َ ُه ْم‬
4. Idgham shagir ada 4 :
a. Bertemunya huruf ‫ ذ‬dengan huruf ْ‫ د‬contoh : ْ‫إذْدخلو‬
b. Bertemunya lafaz ْ‫ قد‬dengan huruf ‫ ذْضْظ‬seperti : ‫فقدْظلم‬
َْ
c. Ta’ nis bertemu dengan huruf : ‫ )كانتْظالمةْ ( ثْصْظ‬dan
d. Izhar pada huruf ‫ جْزْس‬contoh : (‫سبع‬
َ ْ‫)انبتت‬
e. Idgham kalimat kalimat tertentu :
i. ‫ ن‬pada ‫ْو‬
ii. ‫ْد‬pada ‫ْو‬
iii. ‫ ث‬pada ‫ت‬
ْ
iv. ‫ ز‬pada ‫ت‬
ْ
v. ْ‫ ب‬pada ‫ْم‬
vi. ْ‫ ت‬pada ْ‫ذ‬

َ ْ‫إِذ‬
5. Imalah kubra : pada huruf ْ‫ ر‬dan ْ‫ ء‬contoh : ْ‫ْر َءاْن ًَۭارا‬

Anda mungkin juga menyukai