Anda di halaman 1dari 8

Qurban dan Aqiqah

A. Pengertian Ibadah Aqiqah

Dari segi bahasa ibadah sama artinya dengan taat atau kepatuhan , sedangkan
dari segi istilah ibadah adalah semacam kepatuhan yang sampai pada batas
penghabisan, yang bergerak dari perasaan hati untuk mengagungkan kepada
yang disembah.

Aqiqah berasal dari bahasa Arab yaitu mashdar (kata benda) dari fiil madhi
dengan fiil mudhore’ yang berarti “mengaqiqahkan anak atau menyembelih
kambing aqiqah” .

Menurut bahasa aqiqah artinya memotong atau memisahkan, misalnya


kata “Uquq Al-Walidaini” artinya durhaka kepada kedua orang tua, karena ia
memutuskan hubungan baik kepada keduanya.

Menurut para ulama, pengertian aqiqah secara etimologis ialah rambut kepala
bayi yang tumbuh semenjak lahirnya.

Adapun untuk mengetahui makna aqiqah secara istilah syara’, penulis petikkan
beberapa pendapat ulama berikut;
Menurut Sayyid Sabiq, Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak
yang baru lahir.

Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Aqiqah adalah
nama sesuatu yang disembelihkan pada hari ketujuh, yakni hari mencukur rambut
kepalanya yang disebut Aqiqah dengan menyebut sesuatu yang ada hubunganya
dengan nama tersebut.

Menurut jumhur ulama mengartikan bahwa aqiqah yaitu menyembelih hewan


pada hari ketujuh dari hari lahirnya seorang anak baik laki-laki maupun
perempuan.

Menurut Drs. R. Abdul Aziz dalam bukunya Rumah Tangga Bahagia Sejahtera,
mengatakan bahwa aqiqah adalah menyembelih kambing untuk menyelamati
bayi yang baru lahir dan sekaligus memberikannya sebagai sedekah kepada fakir
miskin.

Menurut Abdullah Nashih Ulwan, aqiqah berarti menyembelih kambing untuk


anak pada hari ketujuh kelahirannya.

Selain definisi-definisi tersebut Rasulullah SAW juga menjelaskan pengertian


aqiqah dalam sabdanya: Dari Samurah, sesungguhnya Rasulullah SAW telah
bersabda: “Setiap bayi tergadai pada aqiqahnya, yang disembelih pada hari
ketujuh, dan pada hari itu diberi nama dan dicukurlah rambutnya”. (HR. Turmudhi).

Hadist ini mengisyaratkan sebuah pengertian aqiqah secara jelas, yaitu binatang
yang disembelih sebagai tebusan bagi tergadainya kesejatian hubungan batin
antara orang tua dengan anak.

Dan penyembelihannya dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran anak


bersamaan dengan mencukur rambut kepalanya serta memberikan nama
baginya.

Dari beberapa definisi di atas makna aqiqah dapat disederhanakan sebagai


berikut:

Aqiqah adalah suatu rangkaian kegiatan merayakan kelahiran anak dengan


menyembelih binatang yang dilakukan pada hari ketujuh, lalu dagingnya
disedekahkan pada fakir miskin bersamaan dengan mencukur rambut kepala
anak serta memberikan nama anak.

Dengan demikian apabila dilihat dari kegiatannya, aqiqah meliputi tiga kegiatan
yaitu:
Mencukur rambut kepala anak

Memberi nama anak

Menyembelih binatang (kambing, domba, sapi atau unta) yang kemudian


dinamakan binatang aqiqah.

Jadi pengertian ibadah aqiqah yaitu melaksanakan perintah Allah SWT berupa
menyembelih binatang pada hari ketujuh kelahiran anak bersamaan dengan
mencukur rambut kepalanya dan memberi nama baginya.

B. Hukum Aqiqah

Ulama berbeda pendapat tentang status hukum aqiqah. Menurut Daud


Adz-Dzahiri dan pengikutnya aqiqah hukumnya wajib, sedangkan menurut jumhur
ulama hukum aqiqah adalah sunnah.

Imam Abu Hanifah menetapkan bahwa hukum aqiqah adalah ibahah artinya tidak
wajib dan tidak sunnah.

Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam bukunya Minhajul Muslim, mengatakan
bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad bagi orang yang mampu
melaksanakannya, yaitu bagi orang tua anak yang dilahirkan.

Perbedaan itu terjadi karena berbeda dalam menginterpretasikan makna dan


maksud hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Samurah yang
tersebut di atas.

Dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i selalu dinyatakan bahwa hukum aqiqah adalah
mustahab (sunnah).

Maksudnya bagi orang tua muslim, khususnya bagi yang mampu, bahwa
mengaqiqahkan anak adalah perbuatan yang sangat disukai oleh Allah SWT dan
sangat baik, yang hal ini juga membuktikan rasa cinta kasih mereka terhadap
anak-anaknya.

Dan dengan mengaqiqahkan anak-anaknya ini, mereka akan mendapatkan pahala


dari sisi Allah SWT.

Menurut Imam Malik aqiqah adalah suatu sunnah yang disyari’atkan. Syaikh
Kamil Muhammad Uwaidah dalam bukunya “Fiqih Wanita” yang diterjemahkan M.
Abdul Ghoffar E.M. mengatakan bahwa hukum aqiqah merupakan ibadah sunnah
muakkad bagi mereka yang mampu.
Hukum yang berlaku pada aqiqah ini adalah sama seperti hukum yang berlaku
pada binatang qurban, tetapi dalam aqiqah tidak diperbolehkan adanya
kebersamaan (satu kambing untuk beberapa anak).

C. Dasar hukum aqiqah

Dasar hukum disyari’atkannya aqiqah adalah adanya beberapa hadist yang


menerangkan tentang aqiqah. Di antaranya adalah hadist yang diriwayatkan dari
sahabat Samurah yang telah diterangkan di muka.

Hadist tersebut merupakan hadits yang paling shahih yang menerangkan tentang
aqiqah karena diriwayatkan oleh lima ahli hadist, yaitu Imam Ahmad, Imam
Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud dan Imam At Turmudzi.

Sehingga sangat wajar jika hal ini akhirnya dijadikan dasar hukum bagi
kesunnahan aqiqah. Selain hadist yang diriwayatkan Samurah ada pula dua
hadist yang menggunakan kalimat perintah beraqiqah, kedua hadist tersebut
yaitu:

Hadist yang diriwayatkan dari Salman Bin Amir Adh-Dhabi bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda:
“Dari Salman Bin Amir Adh-Dhabi berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Bersamaan
dengan anak terdapat hak untuk diaqiqahi maka tumpahkanlah darah untuknya
(dengan menyembelih binatang aqiqah) dan buanglah penyakit darinya (dengan
mencukur rambut kepalanya).” (HR. Abu Dawud)

Hadits Aisyah r.a. (istri rasulullah SAW) yang menyatakan:


“Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW memerintahkan orang-orang agar
menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak
perempuan seekor kambing.” (HR. Turmudzi)

Kedua hadits di atas sama-sama mengandung perintah untuk beraqiqah. Secara


sepintas, jika dipahami keduanya dapat menujukkan hukumnya wajib beraqiqah,
sebab menurut kaidah ushul fiqh perintah itu menunjukkan adanya hukum yang
wajib.

Namun demikian, perlu disadari bahwa perintah yang menunjukkan hukum wajib
adalah perintah yang mutlak tanpa adanya qarinah.

Padahal jika dicermati lebih lanjut, perintah aqiqah dalam hadits di atas
mengandung qarinah berupa kemampuan si orang tua, yaitu kemampuan untuk
menyediakan dua ekor kambing jika anaknya lak-laki atau seekor jika anaknya
perempuan, jika orang tua mampu menyediakan, maka dia harus beraqiqah. Tapi
jika dia tidak mampu tidak ada alasan untuk mewajibkannya.

Dengan demikian, akan lebih tepat apabila kita katakan bahwa perintah aqiqah
dalam hadist di atas bukan menujukkan hukum wajib, tetapi menunjukkan hukum
sunnah, atau perintah anjuran bukan perintah mewajibkan.

Perintah aqiqah mengandung qarinah dan qarinahnya berupa kemampuan


ekonomi orang tua. Jika kedua orang tuanya mampu dan ingin merayakan
kelahiran anaknya, maka lakukanlah ibadah yang berupa melaksanakan aqiqah.

Berdasarkan keterangan di atas, kiranya jelas bahwa hukum mengaqiqahkan


anak adalah sunnah dan dianjurkan.

Ini menurut kebanyakan imam dan ahli fiqh. Maksudnya meskipun Rasulullah
SAW tidak menggolongkannya ke dalam perintah yang diwajibkan, namun beliau
senantisa melaksanakannya.

Tidak pernah mengabaikannya, ataupun hanya beliau lakukan sesekali secara


berkala. Bagaimanapun aqiqah merupakan ibadah sosial yaitu menyedekahkan
daging binatang kepada orang lain, oleh karena itu hendaklah orang tua
melakukannya, jika memang memungkinkan dan mampu menghidupkan sunnah
Rasulullah SAW.

Sehingga ia menerima keutamaan dan pahala dari Allah SWT. Mengingat


hukumnya hanya sunnah, maka tidak akan memberatkan bagi orang tua
yang memang benar-benar tidak mampu untuk beraqiqah, karena tanpa
mengaqiqahkan anak-anaknya pun mereka tidak akan menerima sanksi siksaan
dari Allah SWT.

Qurban

A. Pengertian Qurban dan Hukumnya

Menurut bahasa qurban ialah dekat atau mendekat. Sedangkan menurut istilah
syara’ ialah menyembelih binatang ternak pada hari raya ‘idul adha dan hari
tasyrik dengan maksud semata-mata beribadah dan untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.

Qurban hukumnya sunnah muakkad bagi yang mampu. Allah SWT berfirman. :
“Sesungguhnya kami telah memberikan kamu kebijakan yang banyak, maka
kerjakanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” (QS. Al-Kautsar :
1-2)

B. Waktu Pelaksanaan Qurban


Waktu penyembelihan qurban ialah mulai tanggal 10 Dzulhijjah, yaitu pada hari
raya ‘Idul Adha, sampai terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah, yaitu
hari tasyrik yang berakhir (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

C. Cara Penyembelihan Qurban

Membaca Basmalah dan shalawat pada Nabi SAW.

Menghadapkan binatang qurban ke arah kiblat.

Membaca takbir.

Membaca doa ketika menyembelih qurban.

D. Binatang yang Sah untuk Qurban

Binatang qurban hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Binatang yang sehat, bagus dan bertanduk baik.

Binatang yang sudah cukup umur, untuk kambing dan domba sekurang-kurangnya
telah berumur satu tahun lebih dan sudah ganti gigi (poel).
Sapi atau kerbau sekurang-kurangnya telah berumur dua tahun lebih. Dan unta
sekurang-kurangnya telah berumur 5 tahun lebih 3. Tidak berpenyakit dan tidak
pula cacat.

E. Daging Qurban

Daging qurban wajib, seperti qurban nadzar, maka semua dagingnya harus
dibagikan kepada orang lain. Orang yang berqurban tidak boleh makan dagingnya
sediri sedikitpun.

Daging qurban sunnah, yaitu qurban biasa pada setiap hari raya qurban (tidak
nadzar). Dalam hal ini orang yang berqurban boleh makan dagingnya dan
selebihnya dibagikan pada fakir miskin.

F. Perbedaan antara Aqiqah dan Qurban

Sedangkan kalau kita perhatikan lebih jauh, perbedaan-perbedaan antara


penyembelihan hewan aqiqah dan penyembelihan hewan qurban antara lain :

Waktu Penyembelihan
Dari segi waktu, penyembelihan hewan aqiqah lebih luwes dan lebih luas
dari penyembelihan hewan qurban. Penyembelihan hewan aqiqah dianjurkan
dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi, tanpa ada ketentuan harus
dikerjakan pada jam berapa. Jadi boleh disembelih pagi, siang, sore atau malam.

Juga tidak ada ketentuan yang terlalu mengikat bahwa hewan aqiqah harus
disembelih di hari ketujuh. Dalam kondisi tertentu, dimungkinkan hewan
itu disembelih pada hari ke-14, atau hari ke-21, bahkan sebagian ulama
membolehkan untuk dikerjakan kapan pun, meski bayinya sudah besar atau
sudah baligh.

Sedangkan ritual penyembelihan hewan qurban agak sedikit lebih ketat, yaitu
hanya diperkenankan dikerjakan di bulan Dzulhijjah pada tanggal 10, 11, 12 dan
13.

Di hari pertama yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, hewan itu hanya boleh disembelih
bila telah usai mengerjakan shalat Idul Adha. Bila dikerjakan sebelum itu, maka
hukumnya menjadi penyembelihan biasa dan bukan qurban.

Cara Menyajikan
Menurut para ulama, daging hewan aqiqah lebih dianjurkan dan lebih afdhal untuk
disajikan dalam bentuk masakan yang siap disantap.

Setelah penyembelihan dilaksanakan, lebih disukai daging aqiqah itu terlebih


dahulu dimasak sebelum diberikan. Karena orang-orang miskin dan para
tetangga yang menerimanya tidak perlu repot lagi memasaknya.

Sedangkan daging hewan qurban, lebih diutamakan diberikan ketika masih


mentah atau yang baru saja selesai disembelih.

Peruntukan
Menyembelih hewan aqiqah adalah ibadah sunnah yang peruntukannya kepada
bayi yang baru lahir.

Intinya mensucikan jiwa bayi itu, bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa
salah satu fungsinya adalah menjadi jaminan atas keselamatannya.

Sedangkan menyembelih hewan udhiyah diperuntukkan kepada pihak si


penyembelih sendiri, baik untuk dirinya pribadi atau untuk sekeluarga. Tidak ada
kaitannya dengan jiwa seorang bayi yang baru lahir.

Jenis Hewan
Hewan aqiqah lebih diutamakan dalam bentuk kambing, meski pun bukan tidak
boleh berbentuk sapi atau unta. Sebab contoh yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW ketika menyembelih hewan aqiqah adalah kambing.
Sedangkan dalam penyembelihan hewan qurban, kita dibebas untuk memilih
jenis hewannya, bisa kambing, sapi atau kerbau, atau unta. Asalkan bukan ayam,
bebek atau kelinci meski konon dagingnya lebih gurih.

Aqiqah dan Qurban, mana yang lebih didahulukan?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa akikah maupun qurban hukumnya sunah


muakkad (yang sangat ditekankan).

Disebutkan dalam riwayat Muslim dari sahabat Ummu Salamah bahwa Nabi
shallallahu “alaihi wasallam bersabda, “Apabila kalian melihat hilal bulan
dzulhijah dan kalian hendak berqurban maka jangan menyentuh rambut dan
kukunya.”
Kalimat : ‘hendak berqurban’ menunjukkan bahwa qurban hukumnya sunnah dan
tidak wajib.

Berdasarkan hal ini, yang terbaik adalah seseornag melaksanakan kedua sunnah
tersebut bersamaan. Karena keduanya dianjurkan untuk dilaksanakan.

Jika tidak mampu melakukan keduannya dan waktu akikah berbeda di selain hari
qurban, maka hendaknya mendahulukan yang lebih awal waktu pelaksanaannya.

Akan tetapi jika akikahnya bertepatan dengan hari raya qurban, dan tidak
mampu untuk menyembelih dua ekor kambing untuk akikah dan satunya untuk
qurban, pendapat yang lebih kuat, sebaiknya mengambil pendapat ulama yang
membolehkan menggabungkan akikah dan qurban. Allahu a’lam.

Dan itulah yang dapat Aqiqah Berkah sampaikan semoga bermanfaat untuk anda
semuanya.

Dan untuk anda semua yang akan melaksanakan Aqiqah ataupun memesan
Hewan untuk Qurban, Aqiqah Berkah menyediakan Jasa Paket Aqiqah, Catering
dan Pemesanan Hewan Qurban dengan harga yang terjangkau dan hewan sesuai
dengan syariat Islam.

Terakhir diubah: 18 Sep 2019

Anda mungkin juga menyukai