Penyembelihan Hewan
Aqiqah dan Qurban
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kesadaran dalam mengamalkan ajaran agama,
praktik penyembelihan qurban ataupun jasa pelaksanaan aqiqah juga semakin marak.
Untuk itu kami membuat makalah ini atas dasar ingin memperjelas teori-teori seputar
aqiqah dan qurban secara umum berdasarkan beberapa sumber referensi yang kami
dapatkan.
B. Tujuan
Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk mengingatkan kita sebagai
umat muslim khususnya para orang tua hendaknya melakukan aqiqah terhadap anaknya
yang merupakan wujud rasa syukur atas kelahiran karena telah diberi amanah berupa
anak, dan kita sebagai siswa hendaknya mengikuti qurban baik itu di sekolah ataupun di
rumah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyembelihan Hewan
2.1 Penyembelih
Menyembelih hewan harus dengan menyebut nama Allah Swt. dan dilakukan
oleh orang Islam atau ahli kitab, yaitu orang yang berpegang pada kitab Allah. Ketentuan
halalnya penyembelihan ahli kitab seperti dijelaskan dalam Surah al-Ma - ’idah [5] ayat 5
yang artinya, ”Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. . . .”
B. Penyembelihan Aqiqah
1. Pengertian Aqiqah
Aqiqah dalam segi bahasa berasal dari kata iqqah yang berarti bulu atau
rambut anak yang baru lahir. Ada juga yang mengatakan bahwa akikah merupakan nama
bagi hewan yang disembelih.
Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat-syarat tertentu.
Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).
Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah
muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan
mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. "Anak
tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari
kelahirannya)"
2. Hukum Aqiqah
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua
ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri
dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran aqiqah ini
menjadi kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu
dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh hari kelahiran), orang tua dalam keadaan faqir
(tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena Allah Ta’ala berfirman;
3. Ketentuan Aqiqah
4. Hikmah Aqiqah
Anjuran untuk melakukan akikah mengandung beberapa hikmah yang sangat
penting. Hikmah-hikmah tersebut antara lain sebagai berikut.
Perwujudan rasa syukur kepada Allah karena dikaruniai nikmat yang
sangat besar berupa anak sebagai generasi penerus hidupnya.
Upaya mengajak anak untuk bertaqarub kepada Allah sejak masamasa
awal kehidupan di dunia ini.
Sebagai tebusan bagi anak sehingga syafaat kepada kedua orang tuanya
pada hari akhir kelak diterima oleh Allah Swt.
Memperkenalkan kepada masyarakat atas kelahiran anak sebagai usaha
mengukuhkan tali persaudaraan di antara sesama.
Sarana yang potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan membagikan sebagian rezeki kita berupa sajian daging akikah.
C. Penyembelihan Qurban
1. Pengertian Qurban
Secara bahasa, kata qurban berasal dari bahasa Arab dari kata dasar qarraba-
yuqarribu-qurba-nan, yang artinya mendekat. Dengan demikian, makna qurban dalam
Islam berarti mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan berusaha menyingkirkan hal-hal
yang dapat membatasi kedekatan kita kepada Allah Swt.
Qurban dalam bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang berarti menyembelih hewan
pada pagi hari. Sedangkan menurut istilah, qurban adalah beribadah kepada Allah dengan
cara menyembelih hewan tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik (tanggal
11,12 dan 13 Zulhijah)
Allah telah memberikan perintah qurban pada firman-Nya yang
artinya : ”Sesungguhnya kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang terputus.”(QS. Al-Kautsar ayat 1-3)
Ibadah qurban merupakan ajaran untuk meneruskan syariat yang dibawa oleh
Nabi Ibrahim. Pada waktu itu Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah untuk menyembelih
Ismail, putranya. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah tersebut. Ia rela
mengurbankan putra tercintanya demi melaksanakan perintah Allah. Selanjutnya, Allah
mengganti Ismail dengan seekor domba sehingga selamatlah Ismail.
2. Hukum Qurban
2.1 Wajib bagi yang mampu
Qurban wajib bagi yang mampu, dijelaskan oleh firman Allah QS. Al-Kautsar
ayat 1-3:
Artinya: ”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikan lah shalat karena Tuhanmu dan berkubanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”(QS. Al-Kautsar 1-3)
2.2 Sunnah
Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan: Artinya: Nabi SAW
bersabda: ”Saya diperintah untuk menyembelih qurban dan qurban itu sunnah bagi
kamu.” (HR. Tirmizi)
3. KETENTUAN QURBAN
3.1 Jenis dan Syarat Hewan Qurban
Hewan untuk dijadikan qurban adalah hewan yang tidak cacat, seperti pincang,
buta, terpotong telinga, dan telah memenuhi syarat.
Hewan yang dapat dijadikan sebagai hewan qurban adalah kambing, sapi,
kerbau, dan unta. Hewan-hewan qurban tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
antara lain sebagai berikut.
a. Domba (gibas) telah berumur satu tahun atau telah berganti giginya (musinnah).
b. Kambing telah berumur dua tahun lebih.
c. Sapi atau kerbau, telah berumur dua tahun lebih.
d. Unta, telah berumur lima tahun lebih.
4. Hikmah Qurban
Dalam ajaran Islam, setiap perbuatan yang dianjurkan pasti memiliki manfaat
dan kegunaan. Demikian juga ibadah qurban, terdapat beberapa hikmah mendalam dan
fungsi yang penting antara lain sebagai berikut.
a. Menjadi bukti ketaatan seseorang kepada Allah.
b. Sebagai tanda syukur atas rezeki yang telah diterima dari Allah.
c. Mencegah sikap tamak dan rakus.
d. Menunjukkan rasa belas kasih kepada sesama.
e. Menjembatani kesenjangan sosial dan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin.
f. Melatih semangat berqurban untuk kepentingan orang lain dalam kehidupan sehari-
hari.
BAB V
KESIMPULAN
Aqiqah dan Kurban adalah suatu praktik yang banyak ditemukan dalam berbagai
agama di dunia, yang biasanya dilakukan oleh orang tua untuk anaknya sebagai tanda
kesediaan si pemeluknya untuk menyerahkan sesuatu kepada Tuhannya. Hukum aqiqah
menurut Syafi’i dan Hambali adalah sunnah muakkadah. Begitu pula halnya dengan
qurban. Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh)
menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah muakkadah (utama), dan tidak ada
seorang pun yang menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm
menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa qurban itu
wajib.”
Baik qurban maupun aqiqah sama-sama memiliki ketentuan dalam
pelaksanaannya, baik sunnah ataupun tata cara penyembelihan. Jadi, intinya, qurban dan
aqiqah memiliki dasar tata cara penyembelihan yang sama. Hanya saja terdapat beberapa
perbedaan baik dalam cara penyaluran hasil penyembelihan, waktu pelaksanaannya, serta
niat atau tujuan penyembelihan.