Anda di halaman 1dari 15

DZABIHAH (PENYEMBELIHAN)

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


FIQIH IBADAH 2

OLEH

JULYA VERANYCA (1804040054)


NIDIYA MARANTA (1804041114)
SASKIA DUWI APRIYANI (1602040222)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (ESY)


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)METRO


1440 H/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuina-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Dzabihah
(Penyembelihan)”.Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Fiqih Ibadah 2yang diampu oleh bapak Saleh.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, dan
banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan
materi. Sehingga, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
mudah-mudahan dikemudian hari dapat memperbaiki segala kekuranganya.

Terselesaikannya masalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis
mengucapkan terima kasih bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan
dalam penyusunan makalah ini hingga selesai.

Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat memberikan hal yang bermanfaat
dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Metro, 10 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI ..................... ................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah .................. ................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Dzabihah (Penyembelihan) ............................................... 3


B. Syarat Penyembelih dan Sembelihan Ahli Kitab ................................. 4
C. Alat dan Teknik Penyembelihan ..........................................................5
D. Niat dan Tujuan Penyembelihan ...........................................................7
E. Adab Penyebelihan ................................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...... ....................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, makanan mempunyai peranan yang penting bagi


manusia. Peran tersebut antara lain untuk mempertahankan kelangsungan hidup,
melindungi dan menjaga kesehatan serta sebagai sumber energi. Makanan dan minuman
yang dikonsumsi manusia haruslah makanan dan minuman yang baik dan bermanfaat bagi
tubuh, serta halal untuk dikonsumsi. Segala makanan yang halal dan baik, maka akan
memiliki pengaruh yang baik pula bagi manusia yang mengonsumsinya. Demikian halnya
dengan makanan yang haram dan tidak baik, akan berpengaruh yang tidak baik pula bagi
manusia yang mengonsumsinya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah
ayat 172:

َ‫وا ِ َّلِلِ إِن كُنت ُ ْم ِإيَّاهُ ت َ ْعبُدُون‬ ْ ‫ت َما َر َز ْق َٰنَ ُك ْم َوٱ‬


۟ ‫شك ُُر‬ ِ َ‫ط ِي َٰب‬ ۟ ُ‫َٰ َٰٓيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
۟ ُ‫وا ُكل‬
َ ‫وا ِمن‬

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu
menyembah.”1

Islam telah mengatur tentang makanan mana yang dihalalkan dan mana yang
diharamkan. Bahan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia salah satunya adalah
protein yang diperoleh dari ikan dan daging hewan. Hewan yang halal dan baik ditentukan
juga pada saat proses penyembelihan dan pengolahannya.

Penyembelihan adalah sengaja memutus saluranmakanan, tenggorokan dan dua


2
pembuluh darah hewan dengan alat yangtajam selain kuku dan gigi. Penyembelihan
dilakukan untuk melepaskannyawa binatang dengan jalan paling mudah, yang kiranya
meringankan dantidak menyakiti. Islam juga telah mengatur tentang tata cara
menyembelihhewan sesuai dengan syari’at. Karena cara penyembelihannya
berpengaruhpada kehalalan hewan tersebut, karena penyembelihan yang tidak

1
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an danTerjemahannya, (Jakarta:Yayasan
penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1979), hlm. 32
2
Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, Terj.Halal wal Haram fil Islam oleh Tim Kuadran, (Bandung: Jabal,
2007), hlm. 67

1
sempurnaakan mengakibatkan hewan tersebut disamakan dengan bangkai,
sedangkanAllah mengharamkan memakan bangkai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Dzabihah (penyembelihan)?
2. Apa saja syarat penyembelih dan sembelihan ahli kitab?
3. Apa saja alat dan teknik penyembelihan?
4. Apa saja adab dalam penyembelihan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Dzabihah (penyembelihan).
2. Menjelaskan syarat penyembelihan serta sembelihan ahli kitab.
3. Mengetahui alat dan teknik penyembelihan.
4. Mengetahui niat dan tujuan penyembelihan.
5. Mengetahu adab dalam penyembelihan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dzabihah (Penyembelihan)

Dzabihah berarti penyembelihan hewan secara syar‘i demi kehalalan


mengkonsumsinya.3 Secara kebahasaan berarti penyembelihan hewan atau memotongnya
dengan jalan memotong tanggorokannya atau organ untuk perjalanan makanan dan
minumannya.4

Secara syara‘,berarti menyembelih dengan cara atau nahr pada hewan yang boleh
dimakan dagingnya dengan kemauan sendiri, atau membunuh hewan yang sulit disembelih
lehernya dengan cara yang disahkan oleh syara‘.5

Menurut ulamafiqh, penyembelihan merupakan suatu kegiatan mengakhiri hidup


hewan untuk membersihkannya dari darah dengan menggunakan benda tajam yang
sekiranya dapat mempercepat kematiannya sehingga memenuhi syarat kehalalan
mengkonsumsinya. Dengan demikian dapat disimpulkan, pelaksanaan penyembelihan
tersebut dimaksudkan untuk melepaskan nyawa binatang untuk bisa dikonsumsi. Dengan
jalan yang paling mudah, yang kiranya meringankan dan tidak menyakiti, dengan
menggunakan alat yang tajam selain kuku, tulang dan gigi.

Di samping itu disyaratkan juga, bahwa penyembelihan itu harus dilakukan di leher
binatang yang bisa dipotong lehernya, sedangkan untuk binatang yang tidak bisa disembelih
lehernya maka dilakukan pada tempat yang lebih dekat untuk memisahkan hidup binatang
dengan mudah.

3
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
Cet.7, 2006), hal.1969
4
Sayyid Sabit, Fiqih Sunnah 13, diterjermahkan oleh Kamalaudin A. Marzuki dari Fiqhussunnah,
(Bandung: PT. Alma’arif, 1987), hal.132
5
Abu Sari Muhammad Abdul Hadi, Hukum Makanan dan Sembelihan dalam Islam,
Diterjemahkan oleh Sofyan Suparman dari al-Ath’imah wadz Dzabaa-ih fil Fiqhil Islam, (Bandung: Trigenda
Karya, 1997),hal.194

3
B. Syarat Penyembelih dan Sembelihan Ahli Kitab

1. Syarat Penyembelih

Adapaun syarat yang harus dipenuhi bagi penyembelih (orang yang akan melakukan
penyembelihan) sebagai berikut.

a. Berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau belum baligh
asalkan sudah tamyiz. Sehingga dari sini, tidak sah penyembelihan yang
dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz. Begitu pula orang
yang mabuk, sembelihannya juga tidak sah.6

b. Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nasrani).
Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala
dan orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama. Karena
selain muslim dan ahli kitab tidak murni mengucapkan nama Allah ketika
menyembelih.7

c. Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama
Allah padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan, maka hasil sembelihannya
tidak boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Selain itu, menyebut
nama selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak, maka hukumnya
adalah haram. Hal ini tertuang dalam firman Allah surah Al-Maidah ayat 3 :

َّ ‫علَ ْي ُك ُم ٱ ْل َم ْيت َةُ َوٱل َّد ُم َولَحْ ُم ٱ ْلخِ ِنز ِير َو َما َٰٓ أ ُ ِه َّل ِلغَي ِْر‬
... ‫ٱلِلِ بِه‬ َ ْ‫ُح ِر َمت‬

Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-Maidah:3)

2. Sembelihan Ahli Kitab


Sembelihan ahli kitab dibolehkan secara prinsip dengan ijma’ berdasarkan firman
Allah ta’ala dalam surah Al-Maidah ayat 5 :
...‫طعَا ُم ُك ْم حِ ٌّل لَّ ُه ْم‬ َ َ ‫ُوا ٱ ْل ِك َٰت‬
َ ‫ب حِ ٌّل لَّ ُك ْم َو‬ ۟ ‫طعَا ُم ٱلَّ ِذينَ أُوت‬
َ ‫و‬...
َ

6
Abdul Fatah Idris, Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1987), hal. 305
7
Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah 13, hal. 132

4
Artinya : “...Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal (pula) bagi mereka...” (QS. Al-Maidah:5)

Namun, timbul perselisihan pendapat dikalangan ulama tentang siapa yang


dimaksud ahli kitab, dan apakah Yahudi dan Nasrani masa kini masih dapat dan wajar
disebut ahli kitab, dan apakah selain dari mereka, seperti penganut agama Budha dan
Hindu dapat dimasukan ke dalam ahli kitab atau tidak.

Imam Syafi‘i menyatakan bahwa sembelihan ahli kitab halal, baik menyebut nama
Allah atau tidak, dengan syarat tidak menyebut nama selain Allah ketika menyembelih
dan tidak diperuntukan untuk tempat peribadatannya.8 Demikian pula imam Hanafi dan
Hambali sependapat dengan imam Syafi‘i. Dalam hal ini yang dimaksud ahli kitab oleh
imam Syafi‘i, Hambali dan Hanafi adalah ahli kitab pada masa Rasulullah Muhammad
SAW. Sedangkan imam Malik memandang makruh sembelihan ahli kitab demi
menjaga diri dari sesuatu yang diragukan.9

C. Alat dan Teknik Penyembelihan

1. Alat Penyembelihan

Salah satu syarat penyembelihan adalah penggunaan alat penyembelihan.


Disyaratkan menyembelih dengan alat yang tajam dan sekiranya mempercepat
kematian hewan dan meringankan rasa sakit hewan tersebut.10 Untuk itu disyaratkan
mempertajam alat penyembelihan supaya dapat mengalirkan darah dengan deras
sekali sayatan pada leher agar tidak terlalu menyakitkan dan mempercepat kematian
hewan sembelihan. Dilarang menyembelih dengan menggunakan gigi dan kuku,
karena penyembelihan dengan alat tersebut dapat menyakiti binatang, pada dasarnya
gigi dan kuku hanya bersifat mencekik.

Wahbah al-Zuhaily menjelaskan, bahwa pendapat ini hampir sama dengan


pendapat Imam Hambali yang menyatakan bahwa penyembelihan dengan

8
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6. Hal.1970
9
Abu Sari Muhammad Abdul Hadi, Hukum Makanan dan Sembelihan dalam Islam,… hal. 258
10
Ibid. Hal.201

5
menggunakan benda tumpul dihukumi haram, apabila kematiannya setelah disembelih
berjalan lambat, karena merupakan penyiksaan panjang bagi hewan.11

2. Teknik Penyembelihan

Pada dasarnya, penyembelihan merupakan perkara yang ta‘abbudi yang tata cara
pelaksanaannya telah ditentukan oleh syara‘. Karena itu, tidak diperbolehkan
menyembelih dengan kehendak hati sendiri.

Secara umum, gambaran tentang penyembelihan dapat dibedakan kedalam dua


bentuk berdasarkan keadaan hewan yang akan disembelih, yaitu penyembelihan atas
hewan yang dapat disembelih lehernya (maqdur ‘alaih), dan penyembelihan atas
hewan yang tidak dapat disembelih lehernya karena liar (ghair maqdur ‘alaih).

a. Maqdur ‘Alaih
Dalam keadaan maqdur ‘alaih, hewan dapat disembelih dengan cara nahr, yaitu
penyembelihan yang ditujukan pada bagian pangkal leher di atas dada dan dengan
cara zabh. Zabh berarti memotong suatu bagian pada leher hewan yang dapat
menyebabkan kematiannya.
Adapun tata cara penyembelihannya sebagai berikut.
1) Menyebut nama Allah.
2) Penyembelihan hendaknya dilaksanakan dengan menghadapkan kearah kiblat
yang merupakan arah yang diagungkan.
3) Mengasah pisau penyembelihan jauh dari hewan sembelihan.
4) Menjauhkan hewan yang disembalih jauh dari hewan lainnya.
5) Membawa dan membaringkannya dengan lembu dan
menyenangkannya.
6) Hendaknya digulingkan kesebelah rusuk kirinya, agar memudahkan bagi orang
yang menyembelihnya.
7) Kerongkongan dan tenggorokan harus terpotong.12

11
Wahbah az-Zuhaili, Konsep Darurat dalam Hukum Islam Jilid 3, Diterjemahkan dari Nazhariyah Al-Dlururoh
Al-Syar’iyah oleh Said Agil Husain Al-Munawar, (Jakarta: Gaya media Pratama, 1997), hal.375
12
Abdul Aziz Dahlan et.al, Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 6, … hal. 1971

6
b. Ghair Maqdur’alaih
Berkenaan dengan hewan ghair maqdur‘alaih yang terbagi atas hewan buruan dan
hewan ternak yang karena suatu hal menjadi liar dihukumi sama dengan hewan
buruan. Hewan dalam keadaan ini bisa dibunuh dibagian manapun dari tubuhnya
dengan menggunakan benda tajam atau alat apapun yang dapat mengalirkan
darah dan mempercepat kematiannya.

Ulama fiqh menyepakati bahwa selama masih ada hayyat mustaqirrahnya, maka
hewan tersebut boleh disembelih. Tanda-tanda hayyat mustaqirrah adalah gerakan
yang keras pada hewan setelah diputuskan bagian-bagian tubuhnya disertai
dengan memancar dan mengalirnya darah dengan deras. Jadi, jika penyembelihan
dilakukan secara perlahan dan usaha pemotongan terlalu lamban sehingga ketika
penyembelihan selesai ternyata hewan itu tidak bergerak-gerak lagi berarti
nyawanya yang menetap telah tiada sebelum sempurnanya penyembelihan maka
jelaslah hewan itu belum sempat disembelih sudah mati dan halal dimakan.

Jika nyawanya sudah tidak menetap lagi sebelum disembelih, maka tidak halal
dimakan kecuali sebelumnya telah disembelih secara darurat. Dalam hal ini,
mengalirnya darah dari urat leher setelah pemotongan bukan merupakan petunjuk
atas adanya nyawa yang menetap.

D. Niat dan Tujuan Penyembelihan

1. Niat Penyembelihan
Doa ini dibaca dengan harapan Allah menerima ibadah qurban.
1. Baca “basmallah”
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Artinya :”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
2. Baca sholawat untuk Rasulullah SAW
Allaahumma shalli alaa sayyidinaa muhammad, wa alaa alii sayyidina
muhammad.
Artinya :”Tuhanku, limpahkan Rahmat untuk Nabi Muhammad SAW dan
keluarganya.”

3. Baca takbir tiga kali dan tahmid sekali

7
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillaahil hamd.
Artinya :”Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji
bagi-Mu.”
4. Baca doa menyembelih
Allaahumma haadzihii minka wa ilaika fataqabbal minni yaa kariim.
Artinya : “ Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku
bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah
taqarrabku.”
2. Tujuan Penyembelihan

Adapun tujuan penyembelihan adalah untuk membedakan apakah binatang yang


telah mati itu halal atau haram dimakan. Binatang yang disembelih sesuai dengan
ketentuan-ketentuan syara’ halal dimakan, sedang binatang yang mati tanpa
disembelih atau disembelih tetapi tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’,
seperti bangkai, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah dan
sebagainya, haram dimakan.

E. Adab Penyembelihan
1. Berbuat ihsan (berbuat baik terhadap hewan)

Dari Syadad bin Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ش ْف َرتَهُ فَ ْليُ ِرحْ ذَ ِبي َحتَه‬ ِ ْ‫سنُوا ا ْل ِقتْلَةَ َوإِذَا ذَبَحْ ت ُ ْم فَأَح‬
َ ‫سنُوا الذَّ ْب َح َو ْليُحِ د أ َ َح ُد ُك ْم‬ ِ ْ‫علَى ك ُِل ش َْىءٍ فَ ِإذَا قَت َ ْلت ُ ْم فَأَح‬
َ َ‫سان‬ َّ َّ‫إِن‬
ِ ‫َّللاَ َكت ََب‬
َ ْ‫اإلح‬

“Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian
hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih,
maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan
senangkanlah hewan yang akan disembelih”

Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau menajamkan pisau di
hadapan hewan yang akan disembelih. Dari Ibnu ’Abbas radhiyallaahu ’anhuma, ia berkata,

ْ َ ‫ش ْف َرت َكَ قَ ْب َل أ َ ْن ت‬
‫ض َجعَهَا‬ َ َ‫أَت ُِر ْي ُد أ َ ْن تَمِ ْيتَهَا َم ْوت َات َهالَ َح َددْت‬

8
”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamati seseorang yang meletakkan kakinya
di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu
memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, “Apakah sebelum ini kamu hendak mematikannya
dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum engkau
membaringkannya”

2. Membaringkan hewan di sisi sebelah kiri, memegang pisau dengan tangan kanan dan
menahan kepala hewan ketika menyembelih

Membaringkan hewan termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah,

‫س َوا ٍد فَأُت َِى بِ ِه ِليُض َِح َى بِ ِه فَقَا َل لَهَا‬َ ‫ظ ُر فِى‬ ُ ‫س َوا ٍد َويَ ْن‬
َ ‫س َوا ٍد َويَب ُْركُ فِى‬ َ ‫طأ ُ فِى‬ َ َ‫ أ َ َم َر بِ َكب ٍْش أ َ ْق َرنَ ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫أَنَّ َرسُو َل‬
‫َّللاِ ال َّل ُه َّم‬ ْ َ ‫ْش فَأ‬
ْ ‫ض َجعَهُ ث ُ َّم ذَبَ َحهُ ث ُ َّم َقا َل « ِبا‬
َّ ‫س ِم‬ َ ‫ فَ َفعَلَتْ ث ُ َّم أ َ َخذَهَا َوأ َ َخذَ ا ْل َكب‬.» ‫ش َحذِيهَا ِب َحج ٍَر‬ ْ ‫ث ُ َّم قَا َل « ا‬.» َ‫« يَا عَائِشَةُ َهلُ ِمى ا ْل ُم ْديَة‬
َ ‫ ث ُ َّم‬.» ‫تَقَبَّ ْل ِم ْن ُم َح َّم ٍد َوآ ِل ُم َح َّم ٍد َومِ ْن أ ُ َّم ِة ُم َح َّم ٍد‬
.ِ‫ضحَّى بِه‬

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy. Beliau
berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak. Kemudian beliau
dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat qurban. Beliau berkata kepada ‘Aisyah,
“Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau”. Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan
batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau
bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah qurban ini dari
Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian beliau menyembelihnya.

3. Meletakkan kaki di sisi leher hewan

Anas berkata,“Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing
kibasy putih. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu
beliau membaca basmalah dan takbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.”

Ibnu Hajar memberi keterangan, “Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan hewan qurban.
Para ulama telah sepakat bahwa membaringkan hewan tadi adalah pada sisi kirinya. Lalu kaki si
penyembelih diletakkan di sisi kanan agar mudah untuk menyembelih dan mudah mengambil
pisau dengan tangan kanan. Begitu pula seperti ini akan semakin mudah memegang kepala
hewan tadi dengan tangan kiri.”

4. Menghadapkan hewan ke arah kiblat

9
Dari Nafi’,“Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih
dengan tidak menghadap kiblat.”

Syaikh Abu Malik menjelaskan bahwa menghadapkan hewan ke arah kiblat bukanlah syarat
dalam penyembelihan. Jika memang hal ini adalah syarat, tentu Allah akan menjelaskannya.
Namun hal ini hanyalah mustahab (dianjurkan).

5. Mengucapkan tasmiyah (basmalah) dan takbir

Ketika akan menyembelih disyari’atkan membaca "Bismillaahi wallaahu akbar",


sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik di atas. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi
Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun
bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika
menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dzabihah berarti penyembelihan hewan secara syar‘i demi kehalalan
mengkonsumsinya. Secara kebahasaan berarti penyembelihan hewan atau
memotongnya dengan jalan memotong tanggorokannya atau organ untuk perjalanan
makanan dan minumannya. Secara syara‘,berarti menyembelih dengan cara atau
nahr pada hewan yang boleh dimakan dagingnya dengan kemauan sendiri, atau
membunuh hewan yang sulit disembelih lehernya dengan cara yang disahkan oleh
syara’.
syarat yang harus dipenuhi bagi penyembelih (orang yang akan melakukan
penyembelihan) sebagai berikut.

a. Berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau belum baligh asalkan
sudah tamyiz.
b. Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nasrani).
Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala dan
orang Majusi.
c. Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama Allah
padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan, maka hasil sembelihannya tidak
boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama.
Imam Syafi‘i menyatakan bahwa sembelihan ahli kitab halal, baik menyebut
nama Allah atau tidak, dengan syarat tidak menyebut nama selain Allah ketika
menyembelih dan tidak diperuntukan untuk tempat peribadatannya. Demikian pula
imam Hanafi dan Hambali sependapat dengan imam Syafi‘i.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Dahlan. 2006. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta. PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve
Sayyid Sabit. 1987. Fiqih Sunnah 13. Bandung. PT. Alma’arif

Abu Sari Muhammad Abdul Hadi. 1997. Hukum Makanan dan Sembelihan dalam
Islam. Bandung. Trigenda Karya

Abdul Fatah Idris. 1987. Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap. Jakarta.
Rineka Cipta

12

Anda mungkin juga menyukai