“AYAT KONSUMSI”
Oleh:
Kelompok 6
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum wr.wb
Syukur alhamdulilah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur
kepada Allah Swt. yang telah memberikan nikmat kesehatan sehingga kita mampu
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya, alhamdulillah.Kedua kalinya shalawat dan salam tak lupa kita
haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad saw. yang telah
merombak umat manusia dari masa kebodohan menuju masa yang berpikir sesuai
dengan anjuran Al-Qur’an dan Hadist. Karena berkat anugerah serta kasih sayang
beliau jualah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ayat-Ayat Ekonomi
Islam ini. Yang kami beri judul “AYAT KONSUMSI” ini.
Adapun tentang ini insya allah telah kami usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan para dosen yang telah mengajarkan dan
membimbing kami, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan ini. Oleh
sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan ini khususnya
dosen pengampu kami pada mata kuliah Ayat-Ayat Ekonomi Islam yaitu
(Mukhlis Kaspul A. Lc,.MM) Terlepas dari semua itu, kami berharap semoga
ini dapat menambah pengetahuan para pembaca, untuk kedepan dapat
memperbaiki atau menambah isi agar menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya tiada satu kata yang kami dapat berikan sebagai imbalan selain
mengucapkan terima kasih dan kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Dengan segala kesederhanaan tulisan ini, kami
tetap mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indikasi ayat dapat dilihat dari penggunaan kata zinat yang
diterjemahkan dengan perhiasan, kata kulu dan wasyrabu yang bermakna
makan, minum dan kata la tusrifu yang berarti berlebih-lebihan. Dalam
Alquran ajaran tentang konsumsi sebagaimana diungkap dengan kata kulu
dan isyrabu terdapat 21 kali. Sedangkan makan dan minumlah (kulu
wasyrabu) sebanyak 6 kali. Jumlah ayat mengenai ajaran konsumsi, belum
termasuk derivasi dari akar kata akala dan syaraba selain fi’il amar di atas
sejumlah 27 kali.1 jumlah ayat-ayat yang berkaitan dengan konsumsi akan
bertambah banyak jika kata tha’am atau thama’a yang jumlahnya bisa lebih
banyak lagi. Dari itu dapat disimpulkan bahwa Konsumsi sangat di
perhatikan dalam Islam.
Aktivitas ekonomi yang paling utama adalah konsumsi. Setelah
adanya kegiatan konsumsi dan konsumen baru ada kegiatan lainnya seperti
produksi, distribusi dan lain-lain. Konsumsi dalam ekonomi islam adalah
upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu
memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk
mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam
melakukan konsumsi maka perilaku konsumen terutama muslim selalu
berdasarkan syariat islam. Pada hakikatnya konsumsi adalah mengeluarkan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan utama konsumsi
seorang muslim adalah sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah. Dalam
makalah ini penulis akan membahas ayat Al-Qur’an tentang konsumsi yang
terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 168 dan surah an-Nahlayat 114.
Bila diperhatikan Q. S an-Nahl ayat 114: yang artinya: “maka
makanlah yang halal lagi baik (halalan thayyiban) dari rezki yang telah Allah
berikan kepadamu, dan syukurilah nikmat Allah SWT kapadamu, jika kamu
hanya kepada –Nya saja menyembah”. Maka syarat utama makanan dan
minuman yang boleh dikonsumsi oleh ummat Islam tidak hanya halal tetapi
1
juga harus thayyib. Jika kata pertama halal berhubungan dengan hokum syar’I
maka kata kedua thayyib berhubungan dengan medis (medicine). Kedua kata
tersebut memiliki timbangan masing-masing, namun saling terkait satu sama
lain dalam implementsinya. Sehubungan dengan semaraknya kasus makanan
dan minuman yang menjadi petaka bagi masyarakat, terutama anak-anak
yang menjadi harapan bangsa, menaruh perhatian serius untuk meneliti
bagaimana sebenarnya konsep halalan thayyiban dalam al-Qur’an dengan
meneliti semua ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan tema ini.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana penjelasan Surah Al-Baqarah ayat 168?
b. Bagaimana penjelasan Surah An-Nahl ayat 114?
3. Tujuan
c. Untuk mengetahui penjelasan Surah Al-Baqarah ayat 168.
d. Untuk mengetahui penjelasan Surah An-Nahl ayat 114.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Makna Mufradat
• الحاللal-Halal : Segala sesuatu yang tidak membahayakan, dan itu
adalah segala sesuatu yang Allah izinkan untuk dimanfaatkan.
• الطيب ath-Thayyib : Sesuatu yang suci, tidak najis, dan tidak
menjijikkan yang tidak disukai oleh jiwa.
• َّ ت َٰٱل
َٰشيَٰطَٰ ِن ُ ُخKhutuwatish syaithan : al-Khutuwat merupakan bentuk
ِ َٰطو
jamak dari khutwah yang berarti jarak antara dua kaki ketika
berjalan. Namun yang dimaksud adalah langkah-langkah dan jalan
setan yang mengantarkan seorang hamba mengharamkan apa yang
Allah halalkan, dan menghalalkan apa yang Allah haramkan.
• َٰعدُوََٰٰ َٰ ُّم ِبين ‘Aduwwun mubin : Permusuhan setan sangat jelas.
Bagaimana tidak, dialah yang mengeluarkan nenek moyang
manusia, Adam dan Hawa dari surga.
3. Makna Global
Wahai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi.” Yaitu pemberian dari Allah yang halal, baik, dan
diizinkan oleh-Nya. Adapun yang tidak diizinkan oleh Allah maka tidak ada
kebaikan ketika dimakan, bahkan akan merusak jasmani dan rohaninya.
Kemudian Allah melarang manusia agar tidak mengikuti langkah
3
musuhNya dan musuh manusia, yaitu setan. Karena jika mereka mengikuti
langkah setan akan mengantarkan menuju kesengsaraan dan kebinasaan.
4. Tafsir Ayat
Dalam konteks ayat ini Ibn Katsier mengutip hadist Qudsi Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang artinya:“Allah berfirman,
sesungguhnya semua harta yang aku berikan kepada hambaKu itu halal
dan aku telah menjadikan hambaKu cenderung kepada agama yang benar,
tiba-tiba datang syaitan membelokkan mereka dari agamanya, dan
mengharamkan atas mereka apa yang aku halalkan bagi mereka. “(HR.
Muslim).1
1
Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: Bina Ilmu, 2003), 316.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 355..
4
(makanlah dari apa yang terdapat di bumi) Ayat ini diturunkan untuk Bani
Tsaqif, Khuza’ah, dan Mudlij yang mengharamkan atas diri mereka hewan-
hewan ternak.
حلَٰ االَٰطيبَٰا ا
(yang halal lagi baik) Yakni selain yang diharamkan oleh Allah atas kalian,
adapun kata Thayyib berarti yang dinikmati.
ُ ََٰ وََلَٰتتَّبِعُواََٰٰ ُخ
َّ طوَٰتَِٰال
َٰشيأطَٰ ِن
(dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan) Yakni janganlah
kalian berdiri dibelakang syaitan dan perbuatannya berupa mengharamkan
sesuatu yang belum dijelaskan keharamannya oleh syari’at dan melakukan
perbuatan maksiat.
َٰعدُوٌّ َٰ ُّمبِين
(musuh yang nyata bagimu) Yakni dengan permusuhan yang jelas.
5
tidak membahayakan bagi tubuh dan akal pikiran. Dan Dia juga melarang
mereka mengikuti langkah-langkah syetan, dalam tindakan-tindakannya
yang menyesatkan para pengikutnya, seperti mengharamkan bahirah,
saibah, washilah, dan lain-lainnya yang ditanamkan syaitan kepada mereka
pada masa jahiliyah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits
yang terdapat dalam kitab Shohih Muslim yang diriwayatkan dari Iyadh bin
Hamad, dari Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam :
" وإني خلقت عبادي حنفاء: إن كل ما أمنحه عبادي فهو لهم حالل " وفيه: يقول هللا تعالى
وحرمت عليهم ما أحللت لهم، فجاءتهم الشياطين فاجتالتهم عن دينهم
“Allah ta’ala berfirman, “sesungguhnya setiap harta yang Aku
anugrahkan kepada hamba-hamba-Ku adalah halal bagi mereka” selanjutnya
disebutkan “Dan Aku pun menjadikan hamba-hamaba-Ku di jalan yang
lurus, lalu datang syaitan kepada mereka dan menyesatkan mereka dari
agama mereka serta mengharamkan atas mereka yang telah Aku halalkan
bagi mereka” (HR. Muslim)
Di dalam Ayat ini terdapat Dalil yang menunjukkan bahwa asalnya seluruh
benda yang ada itu adalah boleh, hukumnya baik untuk dimakan maupun
dimanfaatkan, dan bahwa hal-hal yang diharamkan darinya itu ada dua
macam; pertama, yang diharamkan karena dzatnya yaitu yang kotor yang
merupakan lawan dari yang baik (Thayyib), kedua, diharamkan karena
dikaitkan dengan sesuatu, yaitu yang diharamkan karena bersangkutan
dengan hak-hak Allah atau hak-hak manusia, yaitu yang merupakan lawan
dari yang halal. Ayat ini juga sebagai dalil bahwa makanan dengan kadar
untuk memenuhi Fitrah adalah wajib, dan akan berdosa orang yang
meninggalkannya dengan dasar makna perintah yang jelas dari ayat
tersebut. Lalu ketika Dia memerintahkan untuk mengikuti apa yang telah
diperintahkan kepada-nya yang merupakan inti dari kemaslahatan mereka,
maka Dia melarang mereka untuk mengikuti, “langkah-langkah setan,”
Maksudnya jalan-jalan yang ia perintahkan, yaitu seluruh kemaksiatan, baik
kekufuran, kefasikan, dan kezhaliman, dan termasuk dalam hal itu juga
6
adalah pengharaman unta yang diharamkan oleh kaum jahiliyah untuk
mereka, demikian juga sebaliknya menikmati makanan makanan yang
diharamkan. “Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Maksud dari permusuhan itu adalah tidaklah ia memerintah kalian kecuali
untuk mencurangi kalian dan Agar kalian menjadi penghuni penghuni
neraka. Rabb kita tidak hanya cukup dengan melarang mengikuti langkah-
langkah setan, hingga Dia mengabarkan, dan Dia adalah yang paling benar
perkataanNya tentang permusuhannya yang harus diwaspadai, kemudian
Allah juga tidak cukup sampai disitu saja, Dia mengabarkan tentang
perincian perkara yang menjadi target setan dalam godaannya, dan
bahwasanya hal itu adalah perkara yang paling buruk dan paling besar
kerusakannya, Allah berfirman,
5. Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum
yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa’sa’ah, Khuza’ah dan Bani
Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri, memakan
beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak
lima kali dan anak kelima tersebut jantan lalu dibelah telinganya dan mereka
juga mengharamkan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu
jantan dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus
diserahkan kepada berhala. Padahal Allah tidak mengharamkan memakan
jenis binatang itu, bahkan telah menjelaskan apa-apa yang diharamkan
memakannya di dalam Al-Quran.
7
4. Tidak menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh uang demi
memenuhi kebutuhan hidup.
Hikmah dari QS Al-Baqarah ayat 168 Hikmah yang dapat diambil dari
QS Al-Baqarah ayat 168 adalah untuk memanfaatkan rizki yang terdapat di
bumi. Kita juga harus mengikuti pemimpin yang bertanggung jawab dan
jangan mengikuti ajakan syaitan.
7. Lain-lain
Surah Al-Baqarah adalah surah ke-2 dalam Al-Qur'an. Surah ini terdiri
dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500 huruf dan tergolong surah Madaniyah.
Surah ini merupakan surah dengan jumlah ayat terbanyak dalam Al-Qur'an.
Surah ini dinamai al-Baqarah yang artinya Sapi Betina sebab di dalam
surah ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang
diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67-74). Surah ini juga
dinamai Fustatul Qur'an (Puncak Al-Qur'an) karena memuat beberapa
hukum yang tidak disebutkan dalam surah yang lain. Dinamai juga
surah Alif Lam Mim karena ayat pertama di surah berisi tiga huruf arab
yakni Alif, Lam, dan Mim.3
﴾۱۱۴ : ﴿النحل
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya
menyembah kepada-Nya. (QS. An-Nahl: 114)
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Baqarah
8
2. Makna Mufradat
• ف ُكلُوَٰاأfakuluu : makanlah wahai manusia.
• حلَٰالََٰٰطيِبَٰاhalaalan thayyibaa : tidak haram dan tidak kotor.
• َّ َٰ وَٰٱشَٰ ُك ُرواأَٰ نِعَٰمتwasykuruu ni’matallah : bersyukurlah kepada Allah
ََِٰٰٱّلل
atas nikmat-Nya kepada kalian dengan beribadah hanya kepada-Nya,
serta hanya memakan yang halal, tidak yang diharamkan untuk kalian.
• َٰ إِنَٰ ُكنتُمَََٰٰٰإِيَّاهَُٰ تعَٰبُدُونinkuntum iyyaahu ta’buduun : jika kalian hanya
beribadah hanya kepada-Nya, maka ikutilah perintah-Nya, makanlah
dari apa yang dihalalkan dan tinggalkan apa yang diharamkan untuk
kalian.4
3. Makna Global
Allah azza wa jalla telah memberikan karunia kepada hamba-
hamba-Nya, dengan mengizikan mereka untuk makan dari apa yang telah
diberikan kepada mereka berupa yang halal dan baik, lalu bersyukur
kepada-Nya dengan beribadah hanya kepada-Nya. Ini adalah keadaan
orang yang hanya menyembah Allah ta’ala saja, ia bersyukur atas segala
karunia-Nya.
4. Tafsir Ayat
ف ُكلُواََٰٰمِ مَّاَٰرزق ُك ُمَٰهللاَُٰحلَٰ االَٰطيِباا
(Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepadamu) Yakni makanlah makanan yang halal dan baik yang
Allah ciptakan bagi kalian yang tidak Allah haramkan; dan tinggalkanlah
makanan yang buruk yaitu makanan yang Allah haramkan atas kalian
seperti bangkai dan darah.
وا أ
َِٰش ُك ُرواََٰٰنِعأمتَٰهللا
(dan syukurilah nikmat Allah) Yang telah Allah berikan kepada kalian,
dan ketahuilah hak dari kenikmatan itu (yakni rasa syukur).
َٰإِنَٰ ُكنت ُ أمَٰإِيَّاهَُٰت أعبُدُون
4
https://tafsirweb.com/4462-quran-surat-an-nahl-ayat-114.html
9
jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah) Dan tidak menyembah
selain-Nya.5
Hamka melihat ayat 114 ini merupakan peringatan Allah SWT untuk
manusia dalam menghadapi kondisi kelaparan baik kelaparan yang akan
datang maupun setelah berlalunya masa kelaparan tersebut. Ayat 113
sebelumnya menerangkan tentang azab yang akan diterima bagi orang-
orang yang kufur nikmat yaitu akan dipakaikan oleh Allah SWT “pakaian
kelaparan”. Menurut Hamka kondisi seperti ini manusia harus tetap
memperhatikan makanan dan minuman yang halal lagi thayyib jangan asal
masuk ke perut karena makanan dan minuman yang halal lagi thayyib
sangat besar pengaruhnya pada ketenangan jiwa. Halal adalah makanan
dan minuman yang bukan haram sedangkan thayyib adalah makanan dan
minuman yang diterima selera, tidak menjijikan karena itu sangat
dipengaruhi oleh kebiasaan dan kemajuan suatu bangsa.6 Ibn katsier
melihat ayat ini di samping Allah SWT hanya mengizinkan manusia untuk
memakan dan meminum makanan dan minuman yang halal lagi baik, juga
mengizinkan manusia dalam kondisi darurat untuk memakan makanan dan
minuman yang dilarang sekedar untuk mempertahankan hidup dan Allah
SWT melarang manusia pada ayat selanjutnya untuk menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal.7 Sedangkan M. Quraish Shihab
ketika menafsirkan ayat ini memberi penafsiran yang sama dengan
penafsiran surah al-Baqarah ayat 168, M. Quraish Shihab menegaskan
kembali akan pentingnya memperhatikan yang halal lagi baik. Bukan
hanya yang halal atau baik saja akan tetapi harus memenuhi dua syarat
sekaligus yaitu yang halal lagi baik.8
5
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan
Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
6
Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir al-Azhar…, Juz. XIV, 309.
7
Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsir…, 604
8
M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah …, kelompok X, 370.
10
“Maka makanlah olehmu apa yang telah dikaruniakan Allah
kepadamu, dengan halal dan baik." Ini diperingatkan oleh Allah kepada
manusia, baik sebagai persiapan sebelum bahaya kelaparan dan ketakutan
itu datang, supaya jangan sampai dia datang, atau setelah bahaya itu
terlepas. Karena makanan yang halal dan yang baik, sangat besar
pengaruhnya kepada jiwa; membuat jiwa jadi tenang. Tidak asal masuk
perut saja, sehingga tidak mengkaji lagi halalnya dan baiknya. Di sini
disebut dua pokok yang terpenting, yaitu halal dan baik. Yang halal ialah
yang tidak dilarang oleh agama; seumpama memakan daging babi,
memakan atau meminum darah, memakan bangkai dan memakan makanan
yang disembelih bukan karena Allah, semuanya itu telah dinyatakan
haramnya.
Kemudian itu disebut pula makanan yang baik, yaitu yang diterima oleh
selera, yang tidak menjijikkan. Misalnya anak kambing yang telah
disembelih adalah halal dimakan, tetapi kalau tidak dimasak terlebih
dahulu, langsung saja dimakan daging mentah itu, mungkin sekali tidak
baik. Lantaran itu maka kata-kata yang baik atau dalam asal kata yang
thayyib adalah ukuran dari kebiasaan kita sendiri-sendiri atau kemajuan
masyarakat kita.
11
menjadi hancur berantakan disebabkan banjir. Sampai kepada
pemeliharaan peralatan persawahan, seumpama cangkul, bajak, luku, garu
dan sabit. Memeliharanya baik-baik itu pun termasuk mensyukuri nikmat,
yaitu memelihara baik-baik nikmat yang telah dikaruniakan Allah, jangan
disia-siakan. Demikianlah hendaknya. "Jika benar kepada-Nya kamu
menyembah." Tentang makanan yang halal, dijelaskan bahwa semuanya
halal, asal dari sumber yang baik, bukan dari dicuri dan dirampok, bukan
dari menipu dan merugikan orang lain.9
6. Lain-lain
Surah An-Nahl adalah surah ke-16 dalam al-Qur'an. Surah ini
terdiri atas 128 ayat dan termasuk golongan surah-surah Makkiyah. Surah
ini dinamakan An-Nahl yang berarti lebah karena di dalamnya, terdapat
firman Allah SWT ayat 68 yang artinya : "Dan Tuhanmu mewahyukan
kepada lebah".
9
Tafsir Ringkasan Al-Azhar
12
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Wahai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi.” Yaitu pemberian dari Allah yang halal, baik, dan diizinkan
oleh-Nya. Adapun yang tidak diizinkan oleh Allah maka tidak ada kebaikan
ketika dimakan, bahkan akan merusak jasmani dan rohaninya. Kemudian Allah
melarang manusia agar tidak mengikuti langkah musuhNya dan musuh manusia,
yaitu setan. Karena jika mereka mengikuti langkah setan akan mengantarkan
menuju kesengsaraan dan kebinasaan.
Allah azza wa jalla telah memberikan karunia kepada hamba-hamba-Nya,
dengan mengizikan mereka untuk makan dari apa yang telah diberikan kepada
mereka berupa yang halal dan baik, lalu bersyukur kepada-Nya dengan beribadah
hanya kepada-Nya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Mesir: Mustafa al-Babi
alHalabi,1974.
Ahmad Ramali, peraturan-peraturan untuk memelihara kesehatan, Jakarta: Balai
Pustaka, 1968. Bambang imam Supeno, Pandangan Imam al-Ghazali
Tentang Halal dan Haram, Surabaya: Insan Amanah, tt.
Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir al-Azhar, juz. VII, Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1983.
Imam al-Ghazali, Benang Tipis Antara Halal dan Haram, Surabaya: Putra Pelajar,
2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: Bina Ilmu, 2003.
14