KAJIAN
www.mpaqpusat.com
Kompilasi oleh : Chen Fook Liauw
1442 H / 2020
KOMPILASI ARTIKEL KAJIAN
www.mpaqpusat.com
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, Rabb Semesta Alam, yang telah
memberikan segenap rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Atas anugerah dan
pertolongan-Nya lah penyusunan buku “Kompilasi Artikel Kajian www.mpaqpusat.com ini
dapat saya selesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga beliau, para sahabat, dan orang-orang yang
berpegang teguh pada ajaran beliau hingga akhir masa. Amma ba‟du
Buku ini merupakan kompilasi dari artikel-artikel kategori “kajian” yang dimuat di
situs www.mpaqpusat.com, yang terdiri dari kategori Aqidah, Ghazwul Fikr, Tafsir Surat,
Tazkiyatun Nafs, Ekonomi Syari‟ah, dan Psikologi Islam. Adapun www.mpaqpusat.com
adalah situs resmi dari MPAQ (Majelis Pengkajian Al-Qur‟an dan Sunnah), sebuah
lembaga dakwah dan pendidikan Islam yang berpusat di Kota Pati, Jawa Tengah. Fokus
dakwah MPAQ adalah mengajak umat untuk memahami kandungan Al-Qur‟an dan
kembali kepada Al-Qur‟an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih.
Saya menilai artikel-artikel yang dimuat di situs ini sangat “bergizi”, sehingga
muncul ide saya untuk mengkompilasinya dalam satu buku. Berbagai manfaat dari
kompilasi semacam ini adalah untuk merapikan dan mengumpulkan tulisan-tulisan yang
“berserakan” agar tidak tercecer, memudahkan pembaca untuk belajar satu topik
tertentu, memungkinkan mengakses artikel-artikel tersebut dalam keadaan luring
(offline), serta sebagai upaya pengarsipan tulisan-tulisan tersebut jika suatu saat situs
tersebut mengalami error, take down, terblokir, atau dinonaktifkan
Saya pun berharap semoga buku kompilasi ini dapat bermanfaat kepada umat
Islam sekalian. Semoga menjadi amal jariyah bagi para penulis artikel, pengelola situs
www.mpaqpusat.com, segenap pengurus MPAQ, dan saya sebagai kompilator buku ini.
Aamiin yaa rabbal „aalamiin.
َ ُ هللا٠َِّص
ِٚ ٤ْ ُِػ َ ِ ٍُ هللاْٞ ع ُ َسِٚ َٓخ َجخ َء ِرَٝ ِْْ ٣إٓ ْحُ ٌَ ِش ِ ْحُوُ ْش٢ َٓخ أ َ ْٗضَ ٍَ هللاُ ِكَٞ ُٛ ٢ِٓ حْلع ََْلِ ْ ُْٖ ٣ّحُ ِذ
ْْ ُٛ أ ُ ْخ َشحَٝ ْْ ُٛ خ٤َ ْٗ ُص ََلحِ ْحُ ِؼ َزخ ِد د
ِ ُِ ص ِ ْ َٝ ٢ِٛ حَٞ َُّ٘حَٝ ِحٓ ِشَٝ َ عَِّ َْ َِٖٓ ْحْل
ِ حْل ْسشَخدَح َ َٝ
Agama Islam adalah syari‟at yang diturunkan Allah SWT di dalam Al Qur anul Karim
dan yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang berupa perintah – perintah , larangan –
larangan dan petunjuk – petunjuk untuk kebaikan kehidupan hamba – hamba-Nya di
dunia dan di akherat.
Pada pembahasan kali ini adalah pembatal Dua Kalimat Syahadat yang keempat
yaitu meyakini bahwasanya ada petunjuk selain petunjuk Rasulullah SAW yang lebih
sempurna atau meyakini bahwa ada hukum selain hukum yang dibawa Rasulullah SAW
yang lebih baik . Meyakini bahwa Hukum Thaghut tersebut lebih cocok dengan kondisi
sekarang.
Demikian juga meyakini bahwa ada hukum lain yang sama baiknya dengan hukum
Rasulullah SAW , atau meyakini bahwa hokum Rasulullah SAW lebih baik tetapi boleh
berhukum dengan hukum lain karena kondisi tertentu , atau meyakini bahwa hokum
Rasulullah lebih baik tetapi kondisinya belum memungkinkan untuk diterapkan sehingga
menganjurkan hukum lain. Semua perbuatan tersebut membatalkan Dua Kalimat
Syahadat , dan pelakunya kafir , keluar dari Islam.
َ artinya melampaui
Pengertian thaghut secara bahasa kata ini diambil dari kata ٠َغـ
batas. Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman :
Ibnu Katsir menukil dari Umar bin Khaththab ra bahwa thaghut itu adalah syaithan.
Beliau berkata :Yang di maksud dengan thaghut di dalam firman Allah adalah syaithan,
arti ini sangat kuat, karena mencakup segala kejelekan orang-orang jahiliyyah yang
beribadah kepada berhala, berhukum kepadanya dan meminta pertolongan kepadanya.”
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu berkata : Tokoh thaghut ada
lima :
Pertama, iblis la‟natullah „alaih, orang yang disembah dan dia ridha diperlakukan
demikian orang yang menyeru orang lain agar menyembah diri orang yang mengaku
mengetahui ilmu ghaib dan orang yang berhukum selain dengan hukum Allah
subhanahu wa ta‟ala. Iblis yaitu setan yang terkutuk dan dilaknat. Allah subhanahu wa
ta‟ala berfirman tentangnya :
Awalnya iblis bersama malaikat tetapi iblis membangkang dan enggan bersujud
kepada Adam as. Ketika diperintah untuk sujud kepada Adam „alaihissalam itulah
tampak kesombongan Iblis.
Kedua, seorang yang disembah dalam keadaan ridha. Adapun orang yang tidak
ridha disembah orang lain bukanlah thaghut.
Ketiga, orang yang menyeru orang lain untuk menyembah dirinya. Dia termasuk
thaghut baik ada orang lain yang mengikuti dakwah ataupun tidak. Dia sudah menjadi
thaghut dengan semata menyeru orang untuk menyembah dirinya.
Keempat, orang yang mengaku mengetahui sesuatu tentang ilmu ghaib, padahal
ilmu ghaib adalah kekhususan Allah subhaanahu wa ta‟ala.
َ ٤َض ْحُـ
ُْذ اِالَّ هللا ِ حْْل َ ْسَٝ ص َّ ُ ح٢َ ْؼَِ ُْ َٓ ْٖ ِك٣ َهُ َْ ال
ِ حٝغ َٔ َخ
Kunci-kunci perkara ghaib ada lima, tidak ada yang mengetahui kecuali Allah,
tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi besok, tidak ada seorangpun
yang tahu apa yang ada di dalam rahim-rahim. Suatu jiwa tidak mengetahui apa yang
akan ia lakukan besok dan tidak mengetahui di negeri mana dia akan mati, tidak ada
seorangpun yang mengetahui kapan hujan turun.
Maka barangsiapa mengaku mengetahui perkara ghaib berarti telah kafir karena
telah mendustakan apa yang telah diterangkan oleh Allah subhanahu wa ta‟ala dan
rasul-Nya. Termasuk golongan thaghut yang keempat adalah tukang sihir dan dukun-
dukun.
Kelima, orang yang berhukum dengan selain hukum Allah subhaanahu wa ta‟ala .
Berhukum dengan hukum Allah Tauhid Uluhiyyah dan meyakini bahwa Allah subhanahu
wa ta‟ala adalah Hakim yang sebenar-benar adalah termasuk Tauhid Rububiyah. Oleh
karena itu Allah SWT menyebut orang yang diikuti oleh pengikut mereka dalam hal yang
menyelisihi apa yang diturunkan oleh Allah sebagai rabb bagi pengikut mereka.
Sebagaimana dalam firman – Nya :
Mereka menjadikan pendeta – pendeta dan tukang ibadah mereka sebagai rabb
selain Allah.
Berhukum dengan selain hukum Allah SWT bisa termasuk kufur akbar yg
mengeluarkan seorang dari Islam dan bisa pula kufur ashgar yg tdk mengeluarkan
Fatwa Kibar Ulama Arab Saudi dalam Fatwa Lajnah Da‟imah menyebutkan : Yang
di maksud dengan thaghut di dalam Al-Qur‟an surat An-Nisaa‟ ayat 60 adalah segala
sesuatu yang memalingkan manusia dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah untuk berhukum
kepadanya baik itu berupa sistem atau undang-undang positif atau adat istiadat yang di
wariskan dari nenek moyang mereka pemimpin-pemimpin suku untuk memutuskan
perkara antara mereka dengan hal tersebut atau dengan pendapat pemimpin jama‟ah
tertentu atau dukun.
Dari situ jelaslah bahwa sistem yang di buat tersebut untuk berhukum kepadanya
yang bertentangan dengan syari‟at Allah subhanahu wa ta‟ala masuk ke dalam
pengertian thaghut.
Maka perbuatan seperti ini termasuk perbuatan yang membatalkan dua kalimat
syahadat, dan pelakunya kafir, karena membangkang, menentang dan menandingkan
hukum Allah subhanahu wa ta‟ala dengan hukum lain. Allah SWT berfirman,
َُِٕٞ٘هُٞ٣ ٍّ ْٞ ََّللاِ ُد ٌْ ًٔخ ُِو َ َٓ ْٖ أ َ ْدَٝ َُٕٞ ْزـ٣َ َّ ِش٤ِِ ِٛ أَكَ ُذ ٌْ َْ ْحُ َجخ
َّ َِٖٓ ُٖ غ
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih
baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ( QS. Al Maidah : 50 )
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh, maka mereka adalah
orang-orang kafir.” ( QS. Al Maidah : 44 ).
Akan tetapi hukum thaghut memalingkan fitrah seorang hamba tersebut untuk
selalu berjalan di atas aturan rabbnya.
Fakta seperti ini bukan hanya ada di negeri kita Indonesia saja, bahkan dapat
disaksikan di seluruh negeri-negeri kaum muslimin, dengan pola dasar yang sama.
Sebagai orang-orang yang mengikuti manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah yang
senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur‟an, As Sunnah dan manhaj As Salaf Ash
Shaleh, maka tidak dibenarkan sama sekali bagi kita untuk membenarkan seluruh
pandangan dan pendapat Khawarij dalam hal pengkafiran. Oleh karena itu, apabila ada
sebuah negara yang secara menyeluruh menegakkan syari‟at Islam, maka
Kecuali apabila terbukti bahwa penyelewengan tersebut terjadi karena sang pelaku
menganggap bahwa hukum Alloh sama atau bahkan kurang baik dibandingkan dengan
hukum thaghut, atau sang pelaku tidak merasa wajib untuk melaksanakan hukum Allah,
jika demikian halnya, maka dalam hal ini kufurnya adalan kufur akbar, yang
mengeluarkan pelakunya dari Islam. Kita juga tidak akan pernah membenarkan
pandangan dan pendapat Murji‟ah, yang beranggapan bahwa menyingkirkan hukum-
hukum Allah secara menyeluruh ataupun sebagiannya, dan menggantinya dengan
hukum thaghut adalah kufur ashghar. Hal ini adalah keliru, karena adanya penyingkiran
termasuk kufur akbar, sebagaimana yang dengan gamblang telah dijelaskan dalam ayat-
ayat suci Al-Qur‟an.
Dengan demikian, tugas kita sebagai seorang muslim yang kaafah adalah bukan
mencari-cari celah, mencari-cari alasan atau berbagai dalih lainnya untuk menghukumi
bahwa pelaku orang yang berhukum dengan selain hukum Allah adalah hanya sekedar
dosa besar. Akan tetapi tugas kita yang lebih selamat adalah berdakwah kepada ummat
untuk menjelaskan tentang keagungan hukum Allah yang tidak boleh ditinggalkan dan
juga menjelaskan kepada mereka yang mengambil hukum dengan selain hukum Allah
agar kembali berhukum dengan hukum Allah dan memberi peringatan kepada saudara
muslim akan bahaya menyelisihi hukum – Nya.
Inilah manhaj yang haq, manhaj yang senantiasa mengajak manusia menuju jalan
Allah, bukan manhaj yang membiarkan manusia berada di dalam kesesatannya, bahkan
melegalisasi kesesatannya dengan dalih-dalih yang belum pernah didapati di dalam Al-
Qur‟an dan As-Sunnah maupun ijma‟ para Salaful „Ummah.
( Syarhu Nawaqidhil Islaami lisy Syaikh Abdil Aziz bin Abdillah ar Raajihi , Al
Burhaan fii Masa ilil Iman li Syaikh Abdil Wahid al Hasyim , „I‟laamul Muwwaqi‟in li Ibnil
Qayyim al Jauziyah , Fatwa Lajnah Da imah bi Raqm 8008 ).
Sinaran Ed.19
Barang siapa memperolok permasalahan shalat, maka dia telah kafir.Barang siapa
menghina permasalahan zakat, maka dia telah kafir.Barang siapa melecehkan
permasalahan puasa, maka dia telah kafir.Barang siapa merendahkan dan mencaci
orang yang melakukan shalat, zakat, puasa yang sedang dia amalkan, maka dia kafir.
Demikian juga sebagaimana yang dilakukan oleh para pembenci sunnah, mereka
melecehkan orang yang memanjangkan jenggot, wanita yang memakai cadar, memakai
celana kathung atau cingkrang dan orang yang bersiwak. Mengolok-olok muslim karena
jenggotnya, cadarnya, celananya atau siwaknya, maka dia telah kafir. Karena berarti dia
telah melecehkan dan menghina sunnah Rasulullah saw yang juga diperintahkan
kepada umatnya.
Ayat ini menjelaskan sikap orang-orang munafik terhadap Allah, Rasul-Nya dan
kaum mukminin. Kebencian yang selama ini mereka pendam, terlahir dalam bentuk
ejekan dan olok-olokan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu
Katsir mencantumkan sebuah riwayat dari Muhammad bin Ka‟ab al-Qurazhi dan lainnya
yang menjelaskan kepada kita bentuk pelecehan dan olokan mereka terhadap Allah,
Rasul-Nya dan ayat-ayat–Nya :
Di antara mereka ada yang berkata: “Menurutku, para qari‟ (pembaca) kita ini
hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta perkataannya dan
paling penakut di medan perang.”
Sampailah berita tersebut kepada Rasulullah saw, lalu orang munafik itu menemui
beliau, sedangkan beliau sudah berada di atas untanya bersiap-siap hendak berangkat.
Ia berkata: “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan
bermain-main saja.”Maka turunlah firman Allah saw di atas.
Perbuatan mengolok-olok agama dan syi‟ar-syi‟ar agama ini, bukan hanya muncul
pada masa sekarang, namun akarnya sudah ada sejak dahulu. Banyak sekali bentuk-
bentuk istihzâ‟ yang dilakukan oleh orang-orang dahulu maupun sekarang, diantaranya
dalam bentuk pelesetan-pelesetan yang menghina agama. Bisa dikatakan, orang-orang
Yahudi-lah yang menjadi pelopor dalam membuat pelesetan-pelesetan yang isinya
menghina Allah, Rasul-Nya dan Islam. Sikap mereka ini telah disebutkan oleh Allah
dalam firman-Nya.
Raa‟ina, artinya sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Dikala para sahabat
menggunakan kata-kata ini kepada Rasulullah saw, orang-orang Yahudi pun
memakainya pula, akan tetapi mereka pelesetkan. Mereka katakan ru‟unah, artinya
ketololan yang amat sangat. Ini sebagai ejekan terhadap Rasulullah saw. Oleh karena
Yahudi juga memelesetkan ucapan salam menjadi as-sâmu „alaikum, yang artinya
(semoga kematianlah atas kamu). Mereka tujukan ucapan itu kepada Rasulullah saw.
Sebelumnya, hal sama sebenarnya telah mereka lakukan terhadap Nabi Musa as.
Allah menceritakannya dalam kitab-Nya.
ٌ طش
َّ ح ِدُُُٞٞهَٝ ع َّجذًح َ ح ْحُ َزُِٞح ْد ُخَٝ ؿذًح
ُ خد َ ْث ِشجْظ ُ ْْ َس ِ ٌُُِ َشَ ك٣َ ْحُوَ ْشِٙ ِزَٛ حُِٞ ِا ْر هُ َِْ٘خ ح ْد ُخَٝ
ُ ٤خ َدَٜ ْ٘ ٓحٞ
َ ْْ كَؤَٗضَ َُْ٘خُٜ َُ ََ ٤ِ ه١ِ َْش حَُّز٤ؿ
٠َِػ َ َٖ٣ِ كَزَذَّ ٍَ حَُّز. َٖ٤ِ٘ذ ُ ْحُ ُٔ ْذ ِغ٣ع٘ َِض
َ ًالْٞ ح َهُٞٔ َِظ َ َّٗ ْـ ِل ْش َُ ٌُ ْْ َخ
َ َٝ ْْ ًُ َخ٣طخ
َُٕٞغو
ُ َ ْل٣ حُٞٗآء ِر َٔخ ًَخ َ َٖ٣ِحَُّز
َّ ُح ِس ْج ًضح ِ َّٖٓ حُٞٔ َِظ
ِ َٔ غ
“Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul
Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu
sukai, dan masukilah pintu gerbangnya dengan bersujud, dan katakanlah:
“Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan
kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik.
Lalu orang-orang yang mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak
diperintahkan kepada mereka.Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim
itu siksaan dari langit, karena mereka berbuat fasik.”(QS. Al Baqarah [2]:58-59).
Dalam bentuk ejekan dan sindiran terhadap syi‟ar-syi‟ar agama dan orang-orang
yang mengamalkannya. Seringkali kita mendengar sebagian orang tak bermoral
mengejek wanita-wanita muslimah yang mengenakan busana Islami dengan bercadar
dan warna hitam-hitam dengan ejekan “ninja! ninja!”Atau seorang muslim yang taat
memelihara jenggotnya dengan ejekan “kambing!”
Atau seorang muslim yang berpakaian menurut Sunnah tanpa isbal (tanpa
menjulurkannya melebihi mata kaki) dengan ejekan : “pakaian kebanjiran”. Sering kita
dapati di kantor-kantor, para pegawai yang taat menjalankan syi‟ar agama ini diejek oleh
rekan kerjanya yang jahil alias tolol. Sekarang ini kaum muslimin yang taat menjaga
identitas keislamannya, seringkali dicap dan diejek dengan sebutan teroris, wanted dan
lain sebagainya. Yang sangat memprihatinkan adalah para pelaku pelecehan dan
pengejekan itu adalah dari kalangan kaum muslimin sendiri.
Dalam bentuk sindiran terhadap Islam dan hukum-hukumnya. Seperti orang yang
mengejek hukum hudud dalam Islam, semisal potong tangan dan rajam dengan sebutan
hukum barbar. Menyebut Islam sebagai agama kolot dan terbelakang. Menyebut syariat
thalaq (cerai) dan ta‟addud zaujât (poligami) sebagai kezhaliman terhadap kaum wanita.
Atau ucapan bahwa Islam tidak cocok diterapkan pada zaman modern. Dan ucapan-
ucapan sejenisnya dalam bentuk perbuatan dan bahasa tubuh atau gambar, seperti
isyarat, istihzâ‟ dalam bentuk karikatur dan sejenisnya.
“Menurut saya ini adalah perbuatan yang diharamkan. Apabila seseorang tidak
diperbolehkan menggunjing saudaranya seiman meskipun bukan orang alim, lalu
bagaimana bisa diperbolehkan untuk meng-ghibah saudaranya dari para ulama?
Seharusnya setiap manusia mukmin harus menahan lisannya dari menggunjing
saudaranya kaum mukminin, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al Hujurat [49]:
12.
Bisa jadi dia menjadi sebab tertolaknya kebenaran yang dibawa oleh ulama ini,
sehingga segala dosa dan akibat dari penolakan kebenaran tadi ia pikul. Karena menilai
cacat seorang alim pada kenyataannya bukanlah pencelaan terhadap pribadinya,
melainkan pencelaan terhadap warisan Nabi Muhammad saw karena para ulama
(ahlussunnah) adalah pewaris para nabi. Apabila para ulama dicela dan dinilai cacat
maka masyarakat tidak akan percaya kepada ilmu yang ada pada mereka, yang ilmu itu
diwarisi dari Rasulullah saw. Ketika itu mereka tidak percaya kepada syari‟at yang
dibawa oleh orang alim ini.
Saya tidak mengatakan bahwa alim itu ma‟sum (suci dari salah), karena setiap
orang berpotensi untuk salah. Jika engkau melihat sebuah kesalahan pada diri seorang
ulama menurut keyakinanmu, maka hubungilah dia dan carilah pemahaman
bersamanya. Maka jika telah jelas bagimu bahwa kebenaran bersamanya, maka wajib
atasmu untuk mengikutinya, dan jika belum jelas kebenarannya bagimu, akan tetapi
engkau menemukan pada perkataannya ada keluasan, maka kamu wajib menahan diri
darinya. Akan tetapi jika ucapannya benar-benar salah menurutmu maka peringatkan
masyarakat dari ucapannya yang salah, karena mendiamkan yang salah tidak boleh,
tetapi jangan engkau cela dia karena ia adalah orang alim yang telah dikenal dengan
kebaikan niatnya.
Seandainya kita mencacat seorang ulama yang terkenal dengan ketulusan niatnya
karena sebuah kesalahan dalam masalah fiqih yang mereka terjerumus di dalamnya
maka tentunya kita telah menilai cacatnya ulama-ulama besar. Akan tetapi yang wajib
kita lakukan adalah apa yang telah kusebutkan. Jika engkau melihat seorang alim yang
Demikianlah, tulisan ini merupakan peringatan dan nasihat kepada segenap kaum
muslimin dari perbuatan dosa besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Berapa banyak kita dapati bentuk-bentuk penghinaan terhadap syi‟ar-syi‟ar agama,
pelesetan-pelesetan yang berisi sindiran terhadap agama, karikatur-karikatur lelucon
yang berisi ejekan dan lain sebagainya.Khususnya banyak kita dapati anak-anak kaum
muslimin melatahi bentuk-bentuk istihzâ‟ ini. Anehnya, para orang tua diam saja
melihatnya tanpa memperingatkan atau memberi hukuman terhadap anak-anak
mereka.Sehingga istihzâ‟ ini menjadi hal yang biasa di kalangan kaum muslimin,
padahal termasuk dosa besar.Semoga kita dilindungi oleh Allah swt dari perbuatan
tercela ini.Aamiiin.
(Majmu‟ah Rasâil fit Tauhid lisy Syaikh Shalih bin Fauzân al-Fauzân, Al-Burhan fi
Masâ‟ilil Iman lisy Syaikh Abdul Wahid Hasyim, Tafsir al-Qur‟an al-„Adhim li Ibni
Katsîr,Kitâbul Ilmi, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal 220, dan Ta‟awwun al-Du‟at
wa Atsaruhu Fil Mujtama‟, Darul Wathan:35-37. Tafsir al-Qur an lisy Syaikh Muhammad
bin Nashir as-Sa‟diy)
Pembahasan kita pada edisi ini adalah tentang pembatal dua kalimat syahadat
yang keenam, yaitu sihir dan perdukunan.
Sihir adalah sebuah kata serapan dari Bahasa Arab, maka untuk mengetahui
apakah definisi sihir saya akan kembalikan kepada asal bahasanya yaitu bahasa Arab :
“Sihir adalah suatu perbuatan yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada
setan dan terjadi karena bantuan darinya.”
Ia juga berkata :
“Makna asal sihir adalah memalingkan sesuatu dari hakikat yang sebenarnya
kepada yang lainnya.”
Sedangkan definisi sihir secara istilah menurut ar-Râzi adalah sebagai berikut :
“Menurut istilah syariat, sihir hanya khusus berkenaan dengan segala sesuatu
yang sebabnya tidak terlihat dan digambarkan tidak seperti hakikat yang sebenarnya,
serta berlangsung melalui tipu daya.”
“Sihir adalah kesepakatan antara tukang sihir dan setan dengan ketentuan bahwa
tukang sihir akan melakukan berbagai macam keharaman atau kesyirikan dengan
Hakikat keberadaan sihir ini telah disebutkan dalam firman Allah swt :
َُٕٞٔ ِِّ ُ َؼ٣ حَٖٝ ًَلَ ُش٤خغ َّ َُُ ٌِ َّٖ حَٝ ٕخ
ِ َ٤ش ُ َٔ ٤ْ َِع ُ ُٓ ِْ ِي٠َِػ
ُ َٓخ ًَ َل َشَٝ َٕ َٔخ٤ْ َِع َ ٖ٤ُ خغ
ِ َ٤ش َّ ُ حُِْٞح َٓخ طَظُٞحط َّ َزؼَٝ
الَُٞو٣ ٠َّخٕ ِٓ ْٖ أ َ َد ٍذ َدظ
ِ َٔ ِِّ ُ َؼ٣ َٓخَٝ صٝ
َ خس ُ َٓ َٝ صَٝ َخس َ ٍَ َٓخ أ ُ ْٗ ِضَٝ غ ْذ َش
ُ ٛ ََ ِْٖ ِرزَخ ِر٤ٌَ ََِٔ ُ ْح٠َِػ َ َُّ٘ح
ّ ِ ُخط ح
ِٚ َِٖ ر٣خس َ ِ ْْ رُٛ َٓخَٝ ِٚ ِجْٝ َصَٝ َْٖ ْحُ َٔ ْش ِء٤َ رِٚ َِٕ رُُٞلَ ِ ّشه٣ َٔخ َٓخُٜ ْ٘ ِٓ َُٕٞٔ ََِّظَؼ٤َ َاَِّٗ َٔخ ٗ َْذ ُٖ ِكظَْ٘شٌ كََل طَ ٌْلُ ْش ك
ِّ ع
ِ ٢ُِ كَُٚ ُ َٓخٙح َُ َٔ ِٖ ح ْشظ َ َشحُٞٔ ِِ ػ
ِخ َشس٥ح ُ َ٣ َٕ َٓخُٞٔ َََِّظَؼ٣َٝ َّللا
َ َُوَ ْذَٝ ْْ ُٜ ُ ْ٘لَؼ٣َ الَٝ ْْ ُٛ ع ُّش ِ َّ ِٕ ِٓ ْٖ أ َ َد ٍذ اِال رِب ِ ْر
َ ُ أ َ ْٗلِٚ ِح رْٝ ظ َٓخ ش ََش
َُٕٞٔ َِ ْؼ٣َ حُٞٗ ًَخْٞ َُ ْْ ُٜ غ َ َُْ ِزجَٝ م
ٍ ِٓ ْٖ خََل
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan
Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir
(mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang
diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang
keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan:
“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”.
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka
dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir)
tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin
Allah.Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak
memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa
yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat
dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka
mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 102)
ُ ُٓ ِْ ِي٠َِٖ َػ٤
َٕ َٔخ٤ْ َِع ُ خغ َّ ُ حُِٞح َٓخ طظُٞحطزؼَٝ
ِ ٤َ ش
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syitan pada masa kerajaan
Sulaiman”
Setelah Nabi Sulaiman wafat dan semua ulama yang mengetahui perihal beliau
telah tiada, lalu mereka pun berganti generasi berikutnya, maka datanglah setan dalam
bentuk seorang manusia, setan itu mendatangi sekelompok Bani Israil dan berkata
kepada mereka; “Maukah aku tunjukkan suatu perbendaharaan yang tidak akan habis
kalian makan untuk selama-lamanya? Mereka pun menjawab;“Tentu saja kami mau”
setan itu berkata: “Gali-lah tanah di bawah kursi singgasananya (Nabi Sulaiman).”
Mereka menggali tempat tersebut dan akhirnya mereka menemukan kitab-kitab itu
ketika mereka mengeluarkannya, setan berkata kepada mereka : “Sesungguhnya
Sulaiman dapat menguasai dan mengatur manusia, setan-setan dan burung-burung
yaitu melalui ilmu sihir ini.” Setelah itu setan tersebut terbang dan pergi, maka mulai
tersebarlah di kalangan manusia bahwa Nabi Sulaiman adalah ahli sihir, dan orang-
orang Bani Israil mengambil kitab-kitab itu. Ketika Nabi Muhammad saw diutus oleh
Allah swt, mereka ( Bani Israil ) mendebatnya dengan kitab-kitab (sihir itu) sebagaimana
yang dijelaskan dalam firman Allah swt :
Yang dimaksud dengan sihir atau perdukunan adalah menggunakan jimat, mantra,
simpul tali, ramuan obat dan dupa dan sejenisnya secara ghaib yang bisa
mempengaruhi hati, akal bahkan badan orang lain yang bisa mengakibatkan rasa sakit,
kematian, memikat hati atau memisahkan pasangan.
Seorang penyihir yang sudah memiliki hubungan baik dengan setan bangsa jin
maka dapat dipastikan dia terjatuh dalam kesyirikan. Karena dia telah menjalin
hubungan dengan bangsa jin sebuah hubungan timbal – balik atas bantuan jin tersebut
dengan sebuah perjanjian ghaib yang harus dipatuhi sebagai konsekwensi bantuannya,
sehingga kafirlah dia. Karena sudah pasti setan menuntut dia agar si tukang sihir
bertaqarrub pada setan tersebut dengan sejumlah ibadah – ibadah syirik yang dia
kehendaki. Seperti persembahan – persembahan dengan sembelihan binatang tertentu
dengan syarat dan ciri tertentu , ritual – ritual khusus di kuburan pada malam tertentu,
mengotori Mushhaf al Qur‟an dengan kotoran bahkan kencing di atas tumpukan
Mushhaf al Qur‟an dan lain sebagainya. Dan apabila dilanggar atau tidak dipenuhi syarat
– syaratnya maka hilanglah ilmu sihir tersebut karena setan tidak mau membantunya
lagi.
Dan tidaklah mereka mampu membahayakan seorangpun kecuali atas izin Allah
(QS. Al-Baqarah [2]: 102).
Dan tidaklah keduanya ( Harut dan Marut ) mengajarkan sihir pada seseorang
sebelum keduanya mengatakan : Kami berdua hanyalah ujian , maka janganlah kamu
kafir. ( QS. Al Baqarah : 102 ).
Inilah kisah dua malaikat yang diturunkan ke bumi, setiap ada orang yang minta
diajari sihir keduanya menasehati dengan keras, melarang keras agar jangan minta
diajari sihir karena bisa mengakibatkan kafir. Barulah diajari apabila nekat.
ِذ َش
ْ غ َ ََُّٕ٘ حُٞٔ ِِّ ُ َؼ٣ حَٖٝ ًَلَ ُش٤خغ
ّ ُخط ح َّ َُُ ٌِ َّٖ حَٝ ٕخ
ِ َ٤ش ُ َٔ ٤ْ َِع
ُ َٓخ ًَلَ َشَٝ
Nabi Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi setan–setan itulah yang kafir, mereka
mengajarkan sihir kepada manusia. (QS. Al-Baqarah [2]: 102).
Ini adalah penegasan Allah swt bahwa orang yang mengajarkan sihir adalah kafir,
murtad. Demikian juga melakukan praktek sihir adalah kafir, sadar dan rela menjadi
pasien praktik sihir atau melihat praktek sihir juga kafir.
Diantara praktek sihir dan perdukunan adalah Sharf dan „Athaf. Sharf adalah ilmu
sihir yang digunakan untuk memisahkan istri dari suaminya atau memisahkan suami
dari istrinya. Sihir jenis ini menjadikan seorang suami ketika melihat istrinya seperti
melihat sesuatu yang buruk rupa sehingga dia tidak mencintainya lagi. Ingin segera pergi
darinya dan tidak mau mendekatinya lagi dan akhirnya berpisahlah keduanya. Atau juga
seorang istri jika melihat suaminya maka dia seperti melihat seorang yang buruk rupa
sehingga dia sangat membencinya dan keduanya pun berpisah.
Sedangkan Athaf adalah kebalikannya, yang kita kenal dengan ilmu pelet. Jika
seorang wanita menyihir seorang laki–laki maka laki–laki tersebut pun akan berpaling
dari wanita lain kepada dia, dan tampak seolah-olah dialah wanita yang paling cantik
Praktek–praktek lain yang sering kita dengar adalah Pesugihan Babi Ngepet,
Beternak Gundul, Pesugihan Nyi Blorong, Nyi Endang Sri, Rajah, Santet / Tenung, dan
lain sebagainya yang tidak bisa kita kupas satu per satu.
Membentengi diri dari pengaruh sihir / kejahatan Jin dan pengobatannya Pengaruh
sihir meskipun tidak masuk akal, tetapi nyata adanya. Bisa mengakibatkan gangguan
jiwa dan akal, menyakiti badan bahkan bisa berakibat kematian. Maka dari itu,
sebaiknya menjelang tidur secara rutin, kita biasakan menggabungkan dua telapak
tangan lalu meniupnya dengan sedikit meludah dengan membacakan surat al-Ikhlas, al-
Falaq dan an-Naas, tiga kali. Setelahnya dengan kedua telapak tangan tersebut kita
usapkan ke kepala, wajah dan dada (serta anggota tubuh apa saja yang bisa dicapai
oleh kedua telapak tangan kita), dilakukan sebanyak tiga kali. Perbuatan seperti ini
adalah tindakan preventif dari gangguan sihir, perdukunan dan gangguan jin bahkan
juga termasuk menyembuhkan gangguan sihir dan gangguan jin. Rasulullah saw sendiri
melakukannya saat menjelang tidur dan ketika sakit.
Tak boleh ketinggalan setiap selesai shalat Maghrib dan shalat Shubuh menambah
bacaan dzikir dengan Ayat Kursi, Surat al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Naas.
Menyediakan air dalam wadah, lalu dibacakan padanya surat al-Fatihah, ayat
Kursi, ayat-ayat yang berbicara tentang sihir dalam surat al-A‟raf (ayat 117-122), surat
Yunus (ayat 81-82), dan surat Thaha (ayat 69). Juga membaca surat al-Kafirun, al-Ikhlas,
dan al-Mu‟awwidzatain (al-Falaq dan an-Naas).
Doa ini dibaca tiga kali dan maka sebagian air itu anda minum, sisanya untuk
membasuh tubuh.
Demikian pembahasan kali ini semoga kita termasuk hamba–hamba Allah swt
yang diselamatkan dari bahaya sihir, perdukunan dan gangguan jin. Amin.
Maraaji‟ : Al-Burhaan fî Masâilil Iman lisy Syaikh Abdul Wahid al Hasyim Majmu‟ah
Rasaail fit Tauhid lisy Syaikh Shalih bin Fauzân al-Fauzân Syarhu Nawaqidhil Islâmi lisy
Syaikh Abdil Aziz bin Abdillah ar Râjihi Ash-Shârimul Battaru Fit Tashaddi Lis-Saharatil
Asyrâr lisy Syaikh Wahid bin Abdissalam Bâli, Cet. 3 Maktabah Ash-Shahabah, th. 1412
H / 1996 M. Tafsîru Al-Qur‟ânil „Azhiim (1/234-235) Imam Al-Hafizh „Imaddudin Abul
Fida‟ Isma‟il bin „Umar Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi , cet. 1 Darul Kutub Al-„Ilmiyyah, Beirut,
th. 1419 H / 1998 M.
Ilustrasi
Membantu orang kafir dalam memerangi kaum muslimin adalah salah satu tabiat
orang munafik.Ia merupakan bagian dari cabang kemunafikan yang selalu muncul untuk
meyerang Islam. Allâh swt telah menjelaskannya dalam berbagai macam nashal-Qur‟an,
diantaranya adalah:
ِ خ َء ِٓ ْٖ د٤َ ُِ ْٝ َ َٖ أ٣َٕ ْحُ ٌَخ ِك ِشَُٝظ َّ ِخز٣ َٖ٣ِ ًٔخ * حَُّز٤ُِ َ ْْ َػزَحرًخ أُٜ َُ َّٕ َ َٖ ِرؤ٤ش ِِش ْحُ َُٔ٘خ ِك ِو
ُٕٝ ّ َر
ؼًخ٤ِٔ ُْ ْحُ ِؼ َّضس َ كَب ِ َّٕ ْحُ ِؼ َّضس َ ِ َّّلِلِ َجُٛ ََٕ ِػ ْ٘ذُٞ ْزظَـ٣َ َ َٖ أ٤ِِ٘ٓ ْْحُ ُٔئ
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-
orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata:
“Kami takut akan mendapat bencana…” (QS. Al-Mâ‟idah [5]: 52)
Para ulama pun telah sepakat bahwa barangsiapa yang menjadikan orang kafir
sebagai pemimpinnya, penolongnya, atau ikut bergabung dan membantu mereka dalam
memerangi ummat Islam maka dia telah murtad, keluar dari agama Islam.
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allâh agar
kamu bertakwa.” (QS. Al-An‟âm [6]: 153)
Syaikh Sulaiman bin Abdullah, cucunya Muhammad bin Abdul Wahhab, dalam
risalahnya Ad-Dalail Fi Hukmi Muwalati Ahli Isyraak menyebutkan lebih dari dua puluh
dalil tentang larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atau penolong.
Allâh menegaskan bahwa orang yang mengangkat orang kafir sebagai wali maka
dia termasuk bagian dari golongan mereka.Allâh swt berfirman:
Kesimpulan hukum tersebut juga ditegaskan oleh para ulama lainnya, misalnya
Ibnu Hazm dalam Al-Muhalaa 13/35, Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir 2/50, Al-Qasimi
dalam Mahasinu Ta‟wil 6/240.
Allâh swt berlepas diri dari mereka yang menjadikan orang kafir sebagai
pemimpinnya.Allâh swt berfirman :
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw mengingatkan ummatnya. Dari Abu Hurairah
r.a ia berkata, Rasulullah saw bersabda :
Allâh berfirman:
Ketika kota Baghdad ingin digempur oleh pasukan Tartar, sebagian kaum muslimin
ada yang ikut bergabung bersama pasukan tersebut. Mengomentari hal itu, Ibnu
Taimiyah berkata, “Barangsiapa diantara mereka bergabung ke dalam pasukan Tartar
maka dia lebih berhak untuk dibunuh terlebih dahulu daripada pasukan Tartar.Karena
dalam pasukan Tartar ada pasukan yang ikut berperang karena terpaksa dan ada juga
tidak. Sementara sunnah Nabi saw telah menetapkan bahwa hukuman terhadap orang
murtad lebih besar daripada orang kafir asli disebabkan beberapa hal.”
Dilema ISIS
“Dan Allâh sama sekali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
berkuasa (memusnahkan) orang-orang mukmin.” (QS. An-Nisa [4]: 141)
Banyak dalil dari al-Qur‟an dan as-Sunnah dan pendapat ulama yang melarang
memohon bantuan kepada orang kafir dalam rangka memerangi orang kafir lainnya. Jika
pendapat ini lebih rajih maka larangan meminta bantuan kepada orang kafir untuk
memerangi orang Islam tentu lebih utama.
„Illah (alasan) bolehnya memerangi ahlul bughat (khawarij) adalah untuk menahan
kekejaman mereka dan memaksa mereka untuk taat kepada amir bukan untuk
dibunuh. Oleh karena itu dalam hal ini tidak butuh bantuan orang kafir.
Meminta bantuan kepada orang kafir berarti menjadikan mereka sebagai wali dan
menandakan kecondongan hatinya kepada mereka.
Meminta bantuan orang kafir akan memudahkan mereka untuk memecah belah
kekuatan muslimin sehingga mereka dapat menguasai urusan kaum muslimin
Meminta bantuan kepada orang kafir sama saja memberikan kepada mereka legitimasi
untuk intervensi langsung terhadap urusan kaum muslimin dan akan menampakkan
kelemahan kaum muslimin serta secara tidak langsung menjadikan mereka sebagai
pemimpin yang akan dijadikan tempat bagi kaum muslimin untuk berhukum (mengambil
kebijakan).
Demikianlah tulisan kami pada edisi kali ini semoga pada Bulan Suci Ramadhan
kali ini seluruh Umat Islam mendapatkan pencerahan dan selepas Ramadhan nanti
mendapatkan pertolongan dari Allâh swt agar bisa bersatu–padu menghadapi musuh–
musuh mereka yang sebenarnya. Aamiiin
Pembatal Dua Kalimat Syahadat yang ke sepuluh adalah berpaling dari agama
Allâh.
Maka dari itu kita selalu memohon kepada Allâh agar selalu diberi petunjuk pada
jalan yang lurus dalam setiap rakaat shalat kita ,
Tunjukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai (yahudi) dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat (nashrani). (QS.Al-Fathihah[1]: 6–7)
Inilah yang disebut oleh sebagian manusia sebagai bentuk membebaskan diri dari
segala bentuk agama atau lebih popular dengan atheisme. Tidak mau mempelajari
agama, tidak mau beribadah kepada Allâh SWT, menganggap agama sebagai candu
atau bentuk keputusasaan manusia dalam persaingan hidup. Sekali lagi, dalam hal ini
berarti mereka telah mengabdi pada syetan, baik dalam bentuk bangsa jin maupun
bangsa manusia. Karena para syetan inilah yang mengajak dan memerintahkan
demikian. Pada saat inilah mereka menjadi hamba syetan dan mengabdi pada nafsu.
Setiap orang memiliki sembahan. Orang–orang pagan penyembah berhala memiliki
sembahan, Yahudi memiliki sembahan, Nashrani mempunyai sembahan, seorang
muslim beribadah hanya pada Allâh tapi non muslim beribadah pada syetan.
Maka barang siapa yang berpaling dari agama Allâh, tidak mau mempelajarinya
tidak mau beribadah pada-Nya, tidak mau berdoa, tidak shalat, bahkan tidak beriman,
tidak mengakui kekuasaan Allâh, tidak mengakui bahwa Dia yang mencipta segala
sesuatu, pemberi rizki serta pengatur alam semesta, maka dia telah kafir.
Siapakah yang lebih dholim dibanding orang yang dibacakan ayat–ayat Tuhannya
kemudian dia berpaling darinya. Sesungguhnya Kami memiliki siksa yang sangat cepat
dari orang–orang yang berdosa. (QS. Al-Sajdah [32]: 22)
Siapakah yang lebih dholim dibanding orang yang dibacakan ayat–ayat Tuhannya
kemudian dia berpaling darinya dan melupakan apa yang diperbuat oleh kedua
tangannya. (QS. Al-Kahfi [18]: 57)
Dan orang – orang yang kafir mereka berpaling dari apa yang diperingatkan (QS.
Al-Ahqaaf [46]: 3)
َ ً شش
ظ ْ٘ ًٌخ َ َٓ ْ٘ؤَػ َْشَٝ
َ ٤ َٔ ِؼُٜ ََِِّٗلَب٣ظ َؼ ْ٘ ِز ًْ ِش
Yang dimaksud “berpaling dari peringatan-KU“ dalam ayat diatas adalah tidak
mempelajarinya dan tidak mengamalkannya. Dalam ayat ini orang yang paling dholim
adalah orang yang berpaling setelah diperingatkan. Artinya dia berpaling dari agama
Allâh dalam keadaan sadar dan telah menerima dakwah dan iqomatul hujjah akan tetapi
dia mengabaikan dakwah tersebut. Banyak ayat dan hadits yang dia terima tentang
kewajiban menuntut ilmu agama dan beramal shalih serta memperbanyak ibadah untuk
bekal akherat, tetapi dia mengabaikannya.Menganggap bahwa ilmu agama, ilmu syariat,
amal dan ibadah tak ada gunanya untuk bekal hidupnya.Maka orang seperti ini batal
syahadatnya.
Hal ini tentunya berbeda dengan orang yang tidak mempelajari agama ini karena
malas, orang seperti ini tidak dikafirkan tetapi dicela karena kemalasannya. Adapun
apabila dia meninggalkan untuk menuntut ilmu karena tidak menyukai ilmu agama, ilmu
syariat, menganggap amal shalih, ibadah bukan kebutuhan hidup manusia, maka inilah
yang disebut berpaling dari agama Allâh, inilah yang batal syahadatnya .
Apabila seseorang menyukai ilmu dan mencintainya akan tetapi dia malas karena
menuntut ilmu itu sulit, membutuhkan kesabaran, menahan diri dan duduk (untuk
Tidak ada perbedaan pada pembatal-pembatal yang sepuluh ini antara orang yang
bersungguh-sungguh yaitu sengaja dengan ucapan dan perbuatannya dan orang yang
bersenda gurau yaitu orang yang tidak sengaja hanya saja dia memperbuatnya karena
bergurau dan main-main. Maka tidak benar anggapan seseorang yang mengatakan
bahwa seseorang tidak jadi kafir sampai dia meyakininya dalam hati.Tapi tidak ada
perbedaan antara orang yang bersungguh-sungguh, bersenda gurau atau orang yang
takut.
ٕخ
ِ َٔ ٣خْل ْ ُٔ ُٜ ُهَ ِْزََٞ ٛب ِ َّال َٓ ْ٘ؤ ُ ًْ ِشِٜ ِٗ َٔخ٣ ِٔ ْ٘ َز ْؼ ِذ ِاِٜ ََُِّٓ ْ٘ ٌَلَ َش ِرخ
ِ ْ ط َٔ ِجٌّ٘ ِز
Barangsiapa yang kafir kepada Allâh setelah dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allâh) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam
beriman . (QS. An-Nahl [16]: 106).
Sebagaimana hal ini terjadi pada „Ammar bin Yasir RA, yang menjadi sebab
turunnya ayat di atas tatkala orang-orang kafir menangkapnya dan menyiksanya sampai
dia mau berkata yang berisi celaan pada Rasulullah SAW. Kemudian dia datang kepada
beliau dalam keadaan menyesal dan takut akan apa yang terjadi pada dirinya, maka
Nabi SAW bersabda kepadanya:
ٕخ
ِ َٔ ٣خْل ْ ُٔ ُٜ ُهَ ِْزََٞ ٛاِ َّال َٓ ْ٘ؤ ُ ًْ ِش
ِ ْ ِط َٔجٌِّ٘ز
Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman .
(QS An-Nahl [16]: 106)
Referensi : (Majmu‟ah Rasâil fit-Tauhid lisy-Syaikh Shalih bin Fauzân al-Fauzân, Al-
Burhan fi Masâilil Iman lisy-Syaikh Abdul Wahid Hasyim,Syarh Nawaqidhul Iman lisy-
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah ar-Râjihi, Tafsir ath-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir).
Pendahuluan
Islam adalah agama yang dibangun di atas ilmu dan bukti yang jelas. Hukum
hudud (pidana) pun dibangun di atas ilmu dan bukti yang jelas. Tidak boleh dibangun di
atas syubhat. Apabila bukti masih syubhat, maka pelaku kejahatan pidana harus
dibebaskan dari hukuman tersebut. Apalagi takfir yang implikasinya sangat mengerikan.
Maka takfir harus dihindarkan dari pelaku dosa besar yang masih ada syubhat.
1. Baligh
Keyakinan, perkataan dan perbuatan yang dihukumi kafir oleh Allâh SWT dan Rasul-Nya
SAW baru bisa diajukan dan diproses menurut pengadilan syariat apabila dilakukan oleh
seorang yang telah baligh. Tetapi apabila dilakukan oleh anak kecil maka tidak bisa
diproses. Karena anak kecil yang belum baligh merupakan penghalang jatuhnya hukum
kafir karena masih belum tersentuh hukum. Sebagaimana sabda Rasûlullâh SAW :
Pena diangkat dari tiga golongan: yaitu dari orang yang tidur hingga dia terjaga,
dari anak kecil hingga dia telah ihtilam (mimpi basah) dan dari orang gila hingga dia
berakal .
2. Berakal
Dari hadits di atas juga bisa dijadikan dalil bahwa keyakinan, perkataan, dan perbuatan
yang dihukumi kafir oleh syariat, pelakunya bisa dijatuhi hukum kafir apabila dilakukan
oleh orang yang berakal. Apabila dilakukan oleh orang gila (hilang akal) maka tidak bisa
dihukumi kafir. Karena gila merupakan salah satu penghalang takfir.
3. Ilmu
Yaitu seseorang melakukan pebuatan yang termasuk perbuatan kafir dalam keadaan
mengetahui bahwa perbuatan tersebut terlarang dan tergolong perbuatan kufur akbar.
Imam asy- Syâfi‟i rahimahullah mengatakan: Jika seseorang melanggar larangan setelah
menerima iqamatuul hujjah maka dia kafir. Namun apabila dia melakukannya sebelum
datangnya iqamatul hujjah, maka dia tidak jatuh kafir karena ketidaktahuannya atas
hukum perbuatan tersebut. Demikian juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan: Sesungguhnya mengkafirkan seseorang tertentu dan boleh
menghukumnya dengan hukuman mati itu apabila sudah sampai iqamatul hujjah
nabawiyah padanya yang menjadikan orang yang melanggarnya jatuh hukum kafir.
Apabila belum sampai iqamatul hujjah padanya maka karena ketidaktahuannya dia tidak
bisa dijatuhi hukum kafir.
Maka barang siapa yang melakukan kekafiran karena ketidaktahuannya, dia tidak
dihukumi kafir. Karena ketidaktahuan seseorang merupakan penghalang jatuhnya
Ada suatu kisah yang disampaikan Rasûlullâh SAW tentang seorang laki–laki yang
sama sekali tak pernah berbuat baik dan menyia–nyiakan dirinya sendiri. Kemudian
karena takut adzab Allâh SWT dan agar dia tidak terkena adzab kubur dan adzab
neraka, dia memerintahkan pada anaknya agar membakarnya jika dia meninggal dan
menaburkan abunya ke tengah samudra di saat musim angin kencang. Dia mengatakan
perkataan kufur :
Demi Allâh, jika Tuhanku menguasai atas diriku pastilah akan mengadzabku
dengan adzab yang tak pernah diberikan pada seorangpun yang lain.
Maka setelah dia menyampaikan pada Allâh SWT di pengadilan akherat alasan dia
berlaku demikian, Allâh pun mengampuninya karena ketidaktahuannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ta‟ala ketika membahas hadits ini
beliau mengatakan bahwa: Laki–laki tersebut meragukan kekuasaan Allâh SWT untuk
mendatangkan dia di akherat ketika telah dibakar dan dibuang ke samudra, bahkan
meyakini dia tidak dapat dikembalikan, yang mana perbuatan ini adalah kufur
berdasarkan ijma kaum muslimin, tetapi perbuatan ini dilakukan karena ketidak
tahuannya, dia lakukan karena ketakutanya pada siksa Allâh SWT atas dosa–dosanya,
maka Allâhpun berkenan mengampuninya.
Demikian juga beliau mengatakan: Laki–laki tersebut meyakini bahwa jika anaknya
melakukan hal demikian, maka Allâh SWT tidak mampu untuk mendatangkannya di
alam kubur dan di akherat sehingga dia tidak menghadapi pengadilan akherat atau atau
dibiarkan begitu saja, yang mana kedua keyakinan tersebut adalah kufur akbar, akan
tetapi dilakukan atas ketidak tahuannya, belum pernah menerima penjelasan yang
benar, maka Allâh mengampuninya.
طؤَْٗخ
َ أ َ ْخْٝ ََ٘خ أ٤ِحخ ْزَٗخ ِا ْٕ َٗغ
ِ َسرََّ٘خ َال ط ُ َئ
Wahai Rabb kami, janganlah Engkau siksa kami, jika kami salah.
ُهَخ ٍَ هَ ْذ كَ َؼ ِْض
ض كََلَ ٍس ِ رِؤ َ ْسِٚ ِحدَِظِ َس٠َِػ َ َٕ ِٓ ْٖ أَ َد ِذ ًُ ْْ ًَخِٚ ٤ْ َُِد اٞ ُ ُ ظ٣َ َٖ٤ ِدِٙ ػ ْز ِذَ رَ ِشْٞ َشذُّ كَ َش ًدخ ِرظ َ َ َّللاُ أ
َّ
ْٖ ِٓ ظ َ ٣ِ َ خ هَ ْذ أَٜ ِِّ ِظ٠ط َج َغ ِك َ ظْ ش َج َشس ً كَخ َ ٠َخ َكؤَطَٜ ْ٘ ِٓ ظ َ ٣ِ َ ُ كَؤُٚش ََشحرَٝ ُُٚٓ غ َؼخ
َ خَٜ ٤ْ َِػ َ َٝ ُْٚ٘ ِٓ ض ْ َ كَخ ْٗلََِظ
ض َ ْٗ َ َّْ أُٜ َُِّخ ث ُ َّْ هَخ ٍَ ِٓ ْٖ ِشذَّ ِس ْحُلَ َشحِ حَٜ ٓخ
ِ طَ ُ كَؤ َ َخزَ ِر ِخَٙخ هَخ ِث َٔشً ِػ ْ٘ذَٜ ِرَٞ ُٛ ًَزَ ُِ َي ِارَحَٞ ُٛ َ٘خ٤ْ كَ َزِٚ حدَِ ِظ
ِ َس
ِطؤ َ ِٓ ْٖ ِشذَّسِ ْحُلَ َشح
َ أ َ ْخ، أََٗخ َسر َُّيَٝ ِٟػ ْزذ
َ
Pastilah Allâh lebih gembira karena taubat seorang hamba-Nya ketika bertaubat
kepada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang sedang
mengendarai unta di tengah padang pasir. Tiba–tiba untanya terlepas darinya,
sedangkan makanan dan minuman serta perbekalan lain terbawa bersama untanya.
Dia telah putus asa mencarinya, maka dia menuju ke sebuah pohon dan berbaring di
bawah naungan bayang–bayangnya. Sungguh dia telah berputus asa mencari untanya.
Ketika harapannya telah habis tiba–tiba untanya berdiri berteduh di sebelahnya. Maka
dia segera memegang tali kekangnya kemudian saking gembiranya dia mengatakan “Ya
Allah Engkaulah hambaku dan akulah Rabb-Mu“. Saking gembiranya dia berkata salah.
Yaitu seseorang mengerjakan perbuatan kufur akbar dengan keinginan sendiri tanpa
paksaan pihak lain. Karena terpaksa merupakan penghalang jatuhnya hukum takfir.
Maka barang siapa yang mengerjakan perbuatan kufur akbar karena dipaksa atau
diancam apabila tidak mengerjakannya, sementara hatinya tidak merelakan perbuatan
tersebut, maka dia tidak bisa dijatuhi hukum kafir. Sebagaimana kisah Ammar bin Yasir
RA ,
َُ ٌِ ْٖ َٓ ْٖ ش ََش َح رِ ْخُ ٌُ ْل ِشَٝ ِٕ َٔخ٣خْل ْ ُٓ ُُٚهَ ِْزَٝ َٙ ِا َّال َٓ ْٖ أ ُ ًْ ِشِٚ ِٗ َٔخ٣خّلِلِ ِٓ ْٖ َر ْؼ ِذ ِا
ِ ْ ِط َٔجِ ٌّٖ ر َّ َِٓ ْٖ ًَلَ َش ر
ٌْ ٤ػ ِظ
َ حد ٌ َ ػز َ ْْ ُٜ ََُٝ َِّللا
َّ َِٖٓ ذ ٌ ع َ ؿ َ ْْ ِٜ ٤ْ ََِصذ ًْسح كَؼ
َ
Barang siapa yang kafir pada Allâh setelah beriman kepada-Ny , kecuali orang
yang dipaksa tetapi hatinya tetap tenang dalam keimana , tetapi barang siapa yang
hatinya lapang menerima kekufura , maka mereka mendapatkan murka Allâh dan bagi
mereka adzab yang besar.
ٍخعش هخ٣ ٖذس رٖ دمحم رٖ ػٔخس ر٤ ػز٢ػٖ أر: ٙٞخعش كؼزر٣ ٖٕ ػٔخس رًٞأخز حُٔشش
”ق طجذ هِزي؟٤ً“ : ملسو هيلع هللا ىلص٢ كوخٍ حُ٘ز، ملسو هيلع هللا ىلص٢ حُ٘ز٠ُ كشٌخ رُي ا،حٝ رؼط ٓخ أسحد٢ْ كٜ هخسر٠دظ
ح كؼذٝ “إ ػخد: ملسو هيلع هللا ىلص٢ٔخٕ هخٍ حُ٘ز٣ ٓطٔج٘خ رخْل:ٍهخ
“Dari Abi Ubaidah bin Muhammad bin Ammâr bin Yâsir , dia berkata : Orang–orang
musyrik menangkap Ammâr bin Yâsir kemudian mereka menyiksanya hingga dia mau
mengucapkan perkataan–perkataan kufur yang mereka inginkan. Maka setelah itu dia
mengadu pada Rasûlullâh SAW . Kemudian Rasûlullâh SAW balik bertanya : “
Bagaimana kau rasakan dalam hatimu?” Ammar menjawab : “Tetap tenang dalam
keimanan. “ Maka beliau menjawab : “ Jika mereka melakukannya lagi padamu maka
ulangilah jawabanmu .”
Yaitu seseorang mengerjakan perbuatan kufur akbar karena menganggap hal tersebut
diperbolehkan atau menurut dia hal itu dikerjakan berdasarkan dalil yang dianggap
shahih, padahal menurut syariat dia salah dalam masalah ini. Apabila ada seseorang
yang meyakini, mengatakan dan melakukan keyakinan, perkataan dan perbuatan yang
tergolong kufur akbar, tetapi masih ada syubhat atau perbedaan takwil pada masalah
ً ُؿل
ًٔخ٤سح َس ِدٞ َ َُّللا ْ ََُ ٌِ ْٖ َٓخ ط َ َؼ َّٔذَٝ ِٚ ِطؤْط ُ ْْ ر
َّ َٕ ًَخَٝ ْْ ٌُ ُرُُِٞص ه َ َٔخ أ َ ْخ٤ِ ٌُ ْْ ُجَ٘خ ٌح ك٤ْ َِػ َ ٤ْ ََُٝ
َ ظ
Dan tidaklah ada dosa bagi kalian dalam perkara yang kalian berbuat sala , akan
tetapi dosa itu adalah pada kesalahan yang hati kalian menyengajanya. Sesungguhnya
Allâh Maha Pengampun dan Maha Pengasih.
Dari semua yang telah kami kemukakan di atas, jelaslah bahwa terkadang seorang
muslim (Ahli Kiblat) terjatuh dalam perbuatan yang kufur akbar, atau syirik akbar yang
menurut dalil syarak termasuk perbuatan yang mengakibatkan pelakunya keluar dari
Islam. Akan tetapi hukum kafir tersebut tidak dapat dijatuhkan padanya karena belum
Wallaahul muwaffiq.
Salah satu hal yang tidak luput dilakukan oleh orang-orang liberal adalah
menggugat otentisitas al-Qur‟an. Pernah di Yogyakarta, sebuah kampus yang notabene
Islam meluluskan sebuah tesis master yang selanjutnya diterbitkan menjadi sebuah
buku, dengan judul“Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan”. Buku ini pada intinya berisi
berbagai pendapat dan pernyataan yang bersifat menggugat kesucian ( sakralitas ) al-
Qur‟an.
Diantara yang tertulis dalam buku tersebut; “Dengan kata lain, Mushaf itu tidak
sakral dan absolut, melainkan profan dan fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah
pesan Tuhan yang terdapat didalamnya, yang masih dalam proses pencarian. Karena itu,
kini kita diperkenankan bermain-main dengan Mushaf tersebut tanpa ada beban
sedikitpun, beban sakralitas yang melingkupi perasaan dan pikiran kita”.
Hal yang sangat perlu menjadi titik perhatian kita atas fenomena diatas adalah
cara berfikir dosen yang sangat salah dan naif, dimana dengan sengaja ia berani
menginjak lafadz Allâh. Dengan cara pandang ( worldview ) yang memandang al-Qur‟an
sebagai produk budaya, ia berani melakukan hal yang bernilai merendahkan atau
meremehkan lafadz Allâh. Dia sedang mengamalkan ilmunya yang salah. Inilah sebuah
contoh luar biasanya sebuah kerusakan ilmu. Ilmu yang salah pasti akan melahirkan
amal yang salah.
Menurut konsep Islam yang benar, al-Qur‟an merupakan kitab yang secara lafadz
maupun makna ( lafdzon wa ma‟nan ) berasal dari Allâh ta‟ala, yang DIA turunkan
kepada Nabi Muhammad lewat perantara malaikat Jibril. Sehingga yang suci dan mulya
dari al-Qur‟an tidak hanya terbatas pada level makna yang dikandungnya, tetapi juga
mencakup mushaf yang memuat lafadz-lafadz dari makna-makna tadi. Maka sangat
tidak benar jikalau melakukan penghinaan terhadap mushaf al-Qur‟an, bahkan
penghinaan ini berakibat pada kekafiran si pelakunya. Na‟ûdzubillâh.
Betapa aneh dan konyol cara berfikir liberal yang berasumsi bahwa al-Qur‟an
adalah produk manusia serta produk budaya yang tidak patut disucikan dan dimuliakan.
Dalam al-Qur‟an sendiri dijelaskan bahwa nilai sakralitas al-Qur‟an dijunjung tinggi,
sampai tidak diperkenankan menyentuh al-Qur‟an kecuali oleh mereka-mereka yang suci
dan disucikan. Pada hakikatnya, deskralisasi dan dekonstruksi terhadap al-Qur‟an tidak
jauh beda dengan pendustaan terhadap al-Qur‟an itu sendiri. Wallâhu a‟lam.
Dalam kitab al-Burhan, K.H. Abdul Wahid Hasyim menjelaskan bahwa al-Qur‟an
bukanlah makhluk, sebab al-Qur‟an merupakan kalam Allâh, dan kalam Allâh adalah
termasuk sifat, sedangkan sifat Allâh itu tidak makhluk. Sehingga secara lafadz dan
makna, al-Quran adalah kitab suci yang harus dimuliakan. Bahkan para ulama sepakat
bahwa siapapun yang mengingkari atau menggugat satupun huruf dari al-Qur‟an maka
dia telah kafir.
Wacana Pluralisme agama hingga saat ini masih menjadi masalah yang tidak
jarang memancing pro-kontra. Pada sekitar tahun 2009, perdebatan tentang Pluralisme
(khususnya upaya mencari titik temu agama-agama) kembali ramai terkait
diterbitkannya buku “Argumen Pluralisme Agama” yang tidak lain merupakan hasil
disertasi dari UIN Jakarta yang ditulis oleh Moqsith Ghazali. Ketika membaca buku
tersebut akan ditemukan argumen-argumen kontroversial yang tidak ilmiah berdasarkan
kaidah pemahaman dalil yang telah dibangun oleh para Ulama.
Namun anehnya buku tersebut justru mendapat sanjungan dari beberapa tokoh
Islam Indonesia, antara lain Syafi‟i Ma‟arif yang pada tanggal 17 Maret 2009 di Harian
Republika begitu menyanjung buku tersebut. Padahal, disertasi tersebut tidak lepas dari
kritikan yang disampaikan oleh penguji disertasinya sendiri, yakni Prof. Salman Harun,
dimana beliau mengatakan bahwa Moqsith Ghozali telah melakukan kedustaan dalam
mengutip statemen Syaikh Nawawi dan Ibnu Katsir.
Isu Pluralisme agama juga kembali menjadi diskusi yang cukup santer dibicarakan
tidak lama setelah wafatnya Gus Dur (panggilan akrab Abdurrahman Wahid). Dan
Presiden SBY tak segan-segan memberikan gelar khusus kepada Gus Dur sebagai
Bapak Pluralisme. Meski sudah maklum diketahui bahwa MUI sendiri dalam fatwanya
Istilah Pluralisme sering dimaknai sebagai sebuah paham yang mengakui adanya
kesamaan dan persamaan pada agama-agama dengan asumsi bahwa muara semua
agama adalah satu, yaitu Tuhan yang kaya akan kebaikan. Namun Pluralisme agama
tidak jarang juga diartikan sebagai paham yang menyatakan, bahwa kekuasaan negara
harus diserahkan kepada beberapa golongan (kelompok), dan tidak boleh dimonopoli
hanya oleh satu golongan.
Pada hakikatnya, ayat tersebut sama sekali tidak memiliki hubungan dengan ide
Pluralisme agama yang digembar-gemborkan oleh kaum pluralis. Ayat ini hanya
menjelaskan keberagaman (pluralitas) suku dan bangsa. Ayat ini sama sekali tidak
menunjukkan bahwa Islam mengakui “klaim-klaim kebenaran” (truth claim) dari agama-
agama, isme-isme, dan peradaban-peradaban selain Islam. Ayat ini juga tidak bisa
dipahami bahwa Islam mengakui keyakinan kaum pluralis yang menyatakan, bahwa
semua agama yang ada di dunia ini menyembah Satu Tuhan, seperti Tuhan yang
disembah oleh kaum Muslimin. Ayat ini juga tidak pantas diartikan bahwa Islam telah
memerintahkan umatnya untuk melepaskan diri dari identitas agama Islam, dan
memeluk agama secara global. Ayat ini hanya menjelaskan bahwa Islam mengakui
Dalam kitab Shafwat al-Tafâsir karya Ali al-Shabuniy disebutkan, “Pada dasarnya,
umat manusia diciptakan Allâh swt dengan asal-usul yang sama, yakni keturunan Nabi
Adam as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggakan nenek moyang
mereka. Kemudian Allâh swt menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa,
agar mereka saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan dan berselisih.
Mujahid berkata, “Agar manusia mengetahui nasabnya; sehingga bisa dikatakan bahwa
si fulan bin fulan dari kabilah anu. Syekh Zadah berkata, “Hikmah dijadikannya kalian
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu dengan yang lain mengetahui nasabnya.
Sehingga, mereka tidak menasabkan kepada yang lain, akan tetapi semua itu tidak ada
yang lebih agung dan mulia, kecuali keimanan dan ketaqwaannya. Sebagaimana sabda
Rasûlullâh saw, “Barangsiapa menempuhnya ia akan menjadi manusia paling mulia,
yakni, bertaqwa kepada Allâh.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Qur‟an surat al-Hujurat ayat 13 hanya
menunjukkan bahwa Islam mengakui adanya pluralitas (keragaman) suku, bangsa,
agama, dan lain-lain. Adanya keragaman suku, bangsa, bahasa, dan agama merupakan
sebuah keniscayaan yang muncul dari fitrah alamiah penciptaan alam semesta. Hanya
saja, Islam tidak pernah mengajarkan bahwa semua agama adalah sama-sama
benarnya. Islam juga tidak pernah mengajarkan bahwa semua agama menyembah
Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya berbeda-beda. Bahkan, Islam
menolak klaim kebenaran yang dikemukakan oleh penganut-penganut agama selain
Islam, dan menyeru seluruh umat manusia untuk masuk ke dalam Islam jika mereka
ingin selamat dari siksa api neraka. Hal ini dapat tampak jelas dipahami melalu Q.S. al-
Hajj ayat 67-71 :
ًٟذُٛ ٠َِ َس ِرّ َي ِاَّٗ َي َُ َؼ٠َُح ْدعُ ِاَٝ ْحْل َ ْٓ ِش٢ِػَّ٘ َي ك َ ْ٘ َٓ ُِ ٌُ َِّ أ ُ َّٓ ٍش َج َؼ َِْ٘خ
ِ ُ٘٣ ُ كَ ََلٌُٙٞ ْْ َٗخ ِعُٛ غ ًٌخ
ُ َخص
ْْ ُ َٔخ ًُ ْ٘ظ٤َِخ َٓ ِش ك٤ َّ ْحُ ِوْٞ ٣َ ْْ ٌُ َ٘٤ْ َ ْذ ٌُ ُْ ر٣َ ُ)َّللا
َّ ٧٦( ََُِٕٞٔ َّللاُ أ َ ْػ َِ ُْ ِر َٔخ ط َ ْؼ
َّ َِ ُى كَوٞ َ َُُ ِا ْٕ َجخدٝ) َ ٧٦(ْ٤ٍ ُٓ ْغظ َ ِو
٠َِػ َ د ِا َّٕ رَ ُِ َيٍ ًِظَخ٢ِض ِا َّٕ رَ ُِ َي ك ِ ْحْل َ ْسَٝ خء َ َّ َّٕ َ )أََُ ْْ ط َ ْؼَِ ْْ أ٧٦( َُٕٞ ط َ ْخظ َ ِِلِٚ ٤ِك
َّ ُ ح٢ِ ْؼَِ ُْ َٓخ ك٣َ َّللا
ِ َٔ غ
َّ ُِ َٓخَٝ ٌْ ِْ ِػِٚ ْْ ِرُٜ َُ ْظ
َٖ٤ِٔ ُِ ِظخ َ ِْ ع
َ ٤َُ َٓخَٝ طخًٗخ ُ ِٚ ُ٘ ِ َّض ٍْ ِر٣ ْْ َُ َّللاِ َٓخ ِ َٕ ِٓ ْٖ دَُٝ ْؼزُذ٣ٝ)
َّ ُٕٝ َ ٦ٓ(ش٤ِ َّ
ٌ َغ٣ َِّللا
٦ٔ(ش٤ ٍ َص ِ ٗ ْٖ ِٓ )
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa Islam mengakui adanya pluralitas
(keberagaman) agama. Namun Islam tidak pernah mengakui kebenaran agama-agama
selain Islam. Lebih dari itu, ayat ini juga menegaskan bahwa agama-agama selain Islam
itu sesungguhnya menyembah kepada selain Allâh swt. Lalu, bagaimana bisa
dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide Pluralisme yang menyatakan bahwa semua
agama adalah sama-sama benarnya, dan menyembah kepada Tuhan yang sama. Di ayat
yang lain, al-Quran juga menegaskan bahwa agama yang diridloi di sisi Allâh swt
hanyalah agama Islam.
ِ ْ َِّللا
ُّ حْلع ََْل َّ ََٖ ِػ ْ٘ذ٣ِّاِ َّٕ حُذ
“Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allâh hanyalah Islam.” (QS. Ali Imron [3]:
19).
َٖ٣ ِخ َشسِ َِٖٓ ْحُخَخ ِع ِش٥ ْح٢ِ كَٞ ُٛ َٝ ُْٚ٘ ِٓ ََ ُ ْو َز٣ ْٖ ًََِ٘خ ك٣ِحْلع ََْل ِّ د
ِ ْ َْش٤ؿ
َ ْزظ َ ِؾ٣َ ْٖ َٓ َٝ
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali
Imron [3]: 85).
Pada tempat yang lain, Allâh swt menolak klaim kebenaran semua agama selain
Islam, baik Yahudi dan Nashrani, Zoroaster, dan lain sebagainya. Alquran telah
menyatakan masalah ini dengan sangat jelas.
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allâh” dan orang Nasrani berkata:
“Al Masih itu putera Allâh”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka,
mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allâh-lah mereka;
bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At-Taubah [9]: 30)
حُٝ ْؼزُذ٤َ ُِ ح ِا َّالٝ َٓخ أ ُ ِٓ ُشَٝ َْ ٣َ َخ حرَْٖ َٓ ْش٤ِ ْحُ َٔغَٝ َِّللا ِ ْْ أ َ ْس َرخرًخ ِٓ ْٖ دُٜ َٗ َزخْٛ ُسَٝ ْْ ُٛ خس
َّ ُٕٝ َ ح أَ ْد َزُٝحط َّ َخز
ًَُٕٞ ُ ْش ِش٣ ػ َّٔخ ُ َٞ ُٛ َ ِا َّالَُٚ حدذًح َال ِا
َ َُٚٗع ْز َذخ ِ َٝ خًٜ َُ ِا
ْٖ َّٔ ِٓ ِر ٌُ ْْ رَ َْ أ َ ْٗظ ُ ْْ رَش ٌَشُُُٞٗؼَ ِزّرُ ٌُ ْْ رِز٣ َْ ِِ َُ هُ َْ كٙأَ ِدزَّخ ُإَٝ َّللا
ِ َّ ٗ َْذ ُٖ أ َ ْرَ٘خ ُءٟخس
َ صَ َُّ٘حَٝ ُ دُٜٞ َ٤ُض ْح
ِ َُهَخَٝ
ش٤
ُ صِ َٔ ُ ْحِٚ ٤ْ َُِاَٝ َٔخُٜ َ٘٤ْ َ َٓخ رَٝ ض
ِ ْحْل َ ْسَٝ ص َّ ُ ِ َّّلِلِ ُٓ ِْيُ حَٝ َشَخ ُء٣ ْٖ َٓ ِد
ِ حَٞ َٔ غ ُ ُّؼَز٣َٝ شخ ُء
َ َ٣ ْٖ َٔ ُِ َ ْـ ِل ُش٣ ََخَِن
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allâh
dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allâh menyiksa kamu karena
dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allâh dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu
adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni
bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Kepunyaan Allâh-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan
kepada Allâh-lah kembali (segala sesuatu).” (QS. Al-Maidah [5]: 18)
“Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan, “Tuhan itu ialah Isa al-Masih
putera Maryam.”(QS. Al-Maidah [5]: 72)
Ayat-ayat di atas –dan masih banyak ayat yang lain– menyatakan dengan sangat
jelas (qath‟iy), bahwa Islam telah menolak wacana Pluralisme agama yang menyatakan
bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya. Sebab Islam dalam ajaran tauhid di
agama Islam telah banyak dijelaskan bahwa konsep Ketuhanan Islam berbeda dengan
agama selain Islam, sehingga tidak bisa dianggap Islam mengakui Pluralisme.
Semoga penjelasan ini bisa memberikan pemahaman yang benar terhadap Islam
terkait paham Pluralisme agama, sehingga tidak terjebak dalam kerusakan berfikir ala
liberal yang cenderung hobi memaksakan agar kebatilan diakui sebagai kebenaran.
Wallohu A‟lam bi al-Showab. @Yusma@.
Pada masa-masa sekarang ini mungkin sudah mulai terasa bagaimana nilai-nilai
syariat Islam begitu sangat jarang terlaksanakan oleh umat Islam. Memang secara
kuantitas umat Islam di Indonesia masih menjadi mayoritas, namun secara kualitas
umat Islam masih sangat jauh dari yang dibawa oleh Rasûlullâh dari ajaran Qur‟an dan
Sunnah. Hal ini tentu berawal dari mulai jarangnya para umat Islam yang tafaqquh
fiddiin (mendalami syariat agama), dan justru lebih banyak yang mengejar ilmu
keduniaan demi meraih bahagia sesaat di dunia. Jika pun ada beberapa yang
berkemauan tafaaquh fiddiin, namun sayangnya banyak dari mereka yang tidak
disambut umat manusia dengan suka cita. Bahkan seakan-akan jerih payah mereka
dalam menuntut ilmu syar‟i yang tidak mudah diperoleh justru terbalas dengan kurang
dihargainya mereka, dan peran mereka pun cenderung termarjinalkan atau terbatasi.
Kondisi yang lebih parah lagi adalah mereka dijadikan objek istihza‟ (ejek-ejekan),
istishghor (diremehkan), dan bahkan guyonan di belakang. Padahal mata rantai
keilmuan wahyu dari Rasûlullâh tidak akan bisa diperoleh kecuali melalui perantara
mereka. Tentu tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan melahirkan sikap apatis
terhadap ulama, dan pada akhirnya timbullah krisis keulamaan yang mengancam
eksistensi keutuhan dan kemurnian ajaran risalah kenabian yang dilanjutkan
Pentingnya Ulama
Allâh mengutus para Rasûl dengan tujuan untuk menjelaskan syari‟at kepada umat
manusia, sehingga mereka memperoleh petunjuk dalam meniti perjalanan hidup di
dunia ini. Namun sejak diutusnya Muhammad menjadi Nabi dan Rasûl, pintu kenabian
pun sudah ditutup oleh Allâh. Sedangkan manusia masih selalu membutuhkan
bimbingan, tuntunan, dan petunjuk dalam menjalani kehidupan di dunia. Sehingga
Rasûlullâh pun suatu saat mengumpulkan para sahabat-sahabatnya untuk memberikan
wejangan. Dan saking pentingnya apa yang akan disampaikan oleh Rasûlullâh, maka
mereka menganggap seakan-akan pidato/khutbah ini adalah khutbah terakhir atau
khutbah pamitan Rasûlullâh:
Wasiat Rasûlullâh diatas cukup terkenal di kalangan para ulama, namun masih
terlalu asing bagi mayortitas umat Islam, sehingga membuat mereka mudah terombang-
ambing oleh bisikan dan godaan dari syaithon laknatullâh „alaih. Padahal hadits diatas
mengandung bekal bagi seorang muslim dalam menjalani kehidupan di sini, yaitu agar
senantiasa memegang teguh al-Qur‟an dan al-Sunnah dengan sekuat-kuatnya. Sebab
keduanya adalah sumber kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Dan dalam
memahami al-Qur‟an dan Sunnah tersebut, tentu kita membutuhkan bimbingan dan
arahan dari para ulama yang disebut-sebut sebagai penerus dan penyambung estafet
penyampaian petunjuk (hidayah) bagi umat manusia.
Seiring ditutupnya risalah kenabian dengan Nabi Muhammad, maka ulama disebut
oleh Rasûlullâh sebagai penerus mata rantai keilmuan dalam wahyu Qur‟an maupun
hadits sebagai sumber petunjuk dalam menempuh kehidupan. Sebagaimana hal itu
dapat terpahami secara jelas dalam hadits yang cukup populer:
ْٖ َٔ َح ْحُ ِؼ ِْ َْ كْٞ ُ َّسثَٝ َٔخ ً ِاَّٗ َٔخٛالَ د ِْسَٝ ْ٘خ َ ًسح٣ح ِدْٞ ُ ِ ّسثَُٞ ٣ ْْ َُ خ َ َء٤ ِا َّٕ حْْل َ ْٗ ِز،خء
ِ َ٤ َسثَشُ حْْل َ ْٗ ِزَٝ إ ْحُؼُُِ َٔخ ُء
ّ ٍ كَوَ ْذ أ َ َخزَ رِ َذِٚ ِأ َ َخزَ ر
حكِ ٍشَٝ ع
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka
barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”
(Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di
dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no.
3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu
Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan: “Haditsnya shahih.” Lihat kitab
Disinilah peran para ulama terasa sangat dibutuhkan. Allâh menjadikan para
ulama sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama. Sehingga, ilmu syariat terus
terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya. Oleh karena itu, kematian salah
seorang dari mereka mengakibatkan terbukanya fitnah besar bagi muslimin.
Sebagaimana Rasûlullâh Shallallâhu „alaihi wa sallam telah mengisyaratkan hal ini
dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin „Amr ibnul „Ash : Aku mendengar
Rasûlullâh Shallallâhu „alaihi wa sallam bersabda:
Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin „Amr secara marfu‟
(riwayatnya sampai kepada Rasûlullâh): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda
datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang
jahat.” (Lihat kitab : Jami‟ul Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rojal al-Hanbali. hal. 60)
“Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih tua,
menyayangi orang yang lebih muda dan tidak mengetahui hak-hak orang alim”.
Imam al-Thawus rahimahullâh mengatakan: “Termasuk Sunnah, adalah menghormati
orang alim.”
Sungguh, melihat keadaan umat ini sekarang, benar-benar membuat hati pilu dan
dada sesak. Kebodohan demikian merajalela, para ulama Rabbani semakin langka, dan
semakin banyaknya orang bodoh yang berambisi untuk menjadi ulama. Keadaan ini
merupakan peluang besar bagi pelaku kesesatan untuk menjerumuskan umat ke dalam
kebinasaan.
Dulu, di saat ilmu agama menguasai peradaban manusia dan ulama terbaik umat
memandu perjalanan hidup mereka, para pelaku kesesatan dan kebatilan seolah-olah
tersembunyi di balik batu yang berada di puncak gunung dalam suasana malam yang
gelap gulita. Namun ketika para penjahat agama tersebut melihat peluang, mereka pun
Jadi jelaslah, setiap tindakan yang bertujuan mendiskreditkan para ulama dan
tokoh agama termasuk tindakan makar terhadap agama ini. Pelakunya sangat pantas
untuk dihukum dan ditindak tegas. Ulama adalah orang-orang terpilih yang memiliki
kapasitas keilmuan yang luar biasa dalam Islam. Melalui merekalah bagaimana silsilah
ilmu keislaman bisa tersambung dari Nabi Shallallâhu alaihi wa sallam, para shahabat,
tabi‟in, tabi‟ut tabi‟in, hingga kepada kita semua yang hidup pada zaman ini. Mencela
mereka adalah hal yang tidak dibolehkan, sebagaimana yang telah diterangkan diatas.
Maka sepantasnya bagi setiap muslim untuk menghormati, memuliakan dan
mengetahui hak-hak para ulama. Bersambung………………pada edisi selanjutnya.
ِ ْ رِخَٝ َٓخ أ ُ ْٗ ِض ٍَ ِٓ ْٖ هَ ْز ِِ َيَٝ َْي٤ََُِٕ رِ َٔخ أ ُ ْٗ ِض ٍَ اْٞ ُِ٘ٓ ُْئ٣ َْٖ٣حَُّ ِزَٝ
َْٕٞ ُِ٘هُْٞ ٣ ْْ ُٛ ِخ َشس٥
“Dan orang-orang yang beriman kepada kitab (al-Qur‟an) yang telah diturunkan
kepadamu dan kitab kitab yang telah diturunkan sebelummu…….” (QS. Al-Baqarah [2]:
4)
Iman kepada kitab Allâh termasuk rukun iman yang keempat. Kita meyakini bahwa
Allâh swt telah menurunkan kitab suci al-Qur‟an maupun kitab-kitab sebelum al-Qur‟an
sebagai hujjah bagi seluruh isi alam dan pegangan bagi manusia untuk mengamalkan
perintah-perintah Allâh swt. Kitab suci memberi petunjuk dan pengetahuan bagi
manusia dan untuk membenarkan keberadaan para Rasûl yang diutus Allâh swt. Allâh
berfirman dalam Q.S. an-Nisâ‟ ayat 136 :
ْ د حَُّز
١ِ ِ حُْ ٌِظَخِٝ ِٚ ُِ ْٞ ع
ُ َس٠َِػَ ٍَ ٗ ََّض١ِ ْ د حَُّز ِ حُْ ٌِظَخَٝ ِٚ ُِ ْٞ ع ُ َسَٝ ِح ِرخهللْٞ ُ٘ٓح ِآْٞ َُ٘ٓ َْٖ آ٣خ حَُّ ِزَٜ ُّ٣ََخ أ٣
ذًح٤ْ ظَلَالً َر ِؼ َ ََّ ظ َ خ ِش كَوَ ْذ٥ ِ ْ ِّ حْٞ َ٤ُْحَٝ ِٚ ِِ ع َ َٓ َٝ ِ ٌْلُ ْش ِرخهلل٣َ ْٖ َٓ َٝ َُ أ َ ْٗضَ ٍَ ِٓ ْٖ هَ ْز
ُ ُسَٝ ِٚ ًُظ ُ ِزَٝ ِٚ َِلثِ ٌَظ
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
Kita harus mengimani al-Qur‟an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan
juga beriman kepada kitab-kitab sebelumnya yaitu, Taurot kitab suci yang diturunkan
Allâh kepada Nabi Musa as untuk hujjah dan bukti kenabian Nabi Musa dalam
menyampaikan dakwah tauhid kepada Bani Isrâil. Kemudian Injil, kitab suci yang
diberikan Allâh kepada Nabi Isa as. Kitab ini kecuali berfungsi sebagai bukti kerasulan
Nabi Isa juga menambah kebenaran Taurot serta melengkapinya. Dan kitapun harus
iman juga kepada kitab Zabur yang diturunkan keada Nabi Daud yang kesemuanya
mempunyai fungsi dan isi yang sama seperti yang ada dalam al-Qur‟an yaitu Tauhid.
Menyerukan kepada semua manusia untuk menyembah hanya kepada Allâh saja dan
tidak mempersekutukannya. Dan al-Qur‟an membenarkan keberadaan kitab-kitab
sebelumnya. Dijelaskan Allâh dalam Q.S. al-Mâ‟idah
ْ َ كِٚ ٤ْ َِػ
ْْ ِر َٔخُٜ َ٘٤ْ خد ٌُ ْْ َر ِ َِٖٓ حُْ ٌِظَخِٚ ٣ْ َذ٣َ
َ ًِْٔ٘خ٤َٜ ُٓ َٝ د َْٖ٤ص ِذّهًخ ُِّ َٔخ َر
َ ُٓ نِ ّ خد ِر ْخُ َذ
َ َ َْي حُْ ٌِظ٤َُأ َ ْٗضَ َُْ٘خ ِاَٝ
ُ شَخ َء هللاْٞ َُ َّٝ خ ًجخَٜ ْ٘ ِٓ َّٝ ًػش َ ن ُِ ٌُ ٍَّ َج َؼ َِْ٘خ ِٓ ْ٘ ٌُ ْْ ِش ْش
ِ ّ ْحُ َذ َِٖٓ ػ َّٔخ َجخ َء َى َ ْْ ُٛ ح َءَٞ ْٛ َ الَ طَظ َّ ِز ْغ أَٝ ُأ َ ْٗضَ ٍَ هللا
ِ َْشح٤ح حُْـ َخْٞ ُ َٓخ آطَخ ًُ ْْ كَخ ْعظ َ ِزو٢ْ ِ ًُ ْْ كَٞ ُِ ْز٤َ ُِّ ْٖ ٌِ ََُٝ ً حدذَس
ْْ ٌُ ُ ُ َ٘ ِزّج٤َؼًخ ك٤ْ ِٔ هللاِ َٓ ْش ِجؼُ ٌُ ْْ َج٠َُص ِا ِ َّٝ ًَُ َج َؼَِ ٌُ ْْ أ ُ َّٓش
َْٕٞ ُ طَ ْخظ َ ِِلِٚ ٤ْ ِِر َٔخ ًُ ْ٘ظ ُ ْْ ك
Maka bisa kita lihat saat ini orang orang Yahudi tidak lagi seperti Bani Isrâil pada
awal-awal dakwah bersama nabi Musa. Sekarang mereka adalah orang-orang yang
keras menentang kedudukan Nabi Muhammad sebagai Rasûl dari sebab rasa dengkinya
mengapa Nabi yang diharap-harap akan membawa mereka kepada kemenangan bukan
datang dari bangsanya yaitu bangsa Isrâil akan tetapi justru datang dari bangsa Arab.
Dengan kelebihan-kelebihan yang diberikan Allâh kepada Bani Isrâil tidak
menjadikannya bangsa yang bersyukur akan tetapi justru membuat makar kepada Allâh
dalam bentuk, menghilangkan eksistensi al-Qur‟an serta mengkhianati Taurot dan Injil.
Dan kedua makar ini adalah kejahatan yang luar biasa yang dilakukan oleh orang-orang
Yahudi
Kita beriman kepada hari akhir, atau orang-orang orang biasa mengistilahkan hari
PEMBALASAN. Akan tetapi yang lebih tepat adalah hari PERADILAN, karena pada hari itu
semua manusia akan menghadapi Peradilan Allâh dengan seadil-adilnya atas amal-amal
yang dilakukannya ketika di dunia. Dengan hasil akhir ada sebagian orang yang
dimasukkan dalam surga Allâh karena ketika di dunia mempunyai amal-amal yang baik,
dan di Hari Peradilan menerima catatan amal yang baik pula. Dan sebagian yang lain
dimasukan ke dalam neraka dengan adzab yang amat pedih dari sebab catatan amal
yang diterimanya lebih berat amal amal buruk daripada amal baiknya, karena ketika di
dunia lebih banyak berbuat penyimpangan dan maksiyat kepada Allâh swt.
Hari kiamat adalah Hari Pembalasan di mana orang-orang syirik dan orang-orang
yang berdosa lainnya akan menerima adzab neraka karena mereka terfitnah dengan
kehidupan dunia. Adapun fitnah terbesar dalam kehidupan manusia adalah fitnah
SYIRIK. Dan hari kiamat adalah Hari Pembalasan bagi orang-orang yang TAQWA, yaitu
akan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa JANNATUN NA‟IM. Karena ketika di
dunia kehidupannya diorientasikan untuk mendapatkan RIDLO ALLAH. Sehingga amalan-
amalannya selalu mempertimbangkan ketentuan ketentuan Allâh dan Rasûl-NYA. Serta
sangat takut dengan maksiat kepada Allâh swt. Kita mempercayai bahwa kelak di hari
akhir kepada kita akan diperlihatkan apa-apa yang telah kita kerjakan ketika di dunia,
dan masing-masing akan menerima catatan-catatan amal kita, sebagaimana yang
difirmankan Allâh dalam Q.S.al-Insyiqaq
ُ
ْ َ٣َٝ . ًسحُْٞ ثُزْٞ ػ
٠َِص ُ َ ْذ٣ ف َ َ ك. ًْشح٤َ ِغ٣ غخرًخ
َ ْٞ غ َ ذد
َ ع
َ ُ َذخ٣ ف
َ ْٞ غ َ ِطْٝ كَؤ َ َّٓخ َٓ ْٖ أ
َ َ ك.ِٚ ِ٘ ٤ْ ِٔ ٤َ ُ ِرَٚ ًِظَخر٢
ًْشح٤ع ِؼ
َ
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,. maka dia akan
diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya
(yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari
Pada hari itu peradilan Allâh akan ditegakkan dengan seadil-adilnya kepada semua
manusia, tidak ada seorangpun yang merasa terdzolimi sedikitpun. Hal tersebut akan
dihadapi dan dirasakan bahkan oleh orang-orang kafir yang akan menjadi penghuni
neraka. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Malik ra
bahwa Rasûlullâh saw bersabda :
Yang terpenting dalam mengimani hari Akhir adalah percaya adanya beberapa
kejadian yang akan dihadapi oleh manusia, yaitu… Dalam hari Peradilan kita meyakini
adanya hari KEBANGKITAN, yaitu ketika manusia dibangkitkan kembali dari kuburnya.
Q.S.al-A‟râf
َْٕٞ خ ط ُ ْخ َش ُجَٜ ْ٘ ِٓ َٝ َْٕٞ ُ طْٞ ُٔ َ خ طَٜ ٤ْ ِكَٝ َْٕٞ َ٤خ طَ ْذَٜ ٤ْ ِهَخ ٍَ ك
“Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari
bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” (Q.S al-A‟râf [7]: 25)
Setelah malaikat Isrofil meniup sangkakala maka manusia bangkit dari kuburnya
dan berbondong-bondong menuju Padang Mahsyar. Seperti penjelasan Allâh dalam Q.S
Yâsîn :
َْٕٞ َُِٔ ْؼ٣َ حْٞ ُٗ ْْ ِر َٔخ ًَخِٜ ُِأ َ ْس ُجَٝ ْْ ِٜ ٣ْ ِذ٣ْ َ أَٝ ْْ ُٜ ُ ْْ أ َ ُْ ِغَ٘ظِٜ ٤ْ َِػ
َ ُذَٜ َّ ط َ ْشْٞ َ٣
“Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka
terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. An-Nûr [24]: 24)
Dalam dari PERADILAN kita meyakini adanya MIZAN yaitu timbangan untuk
menimbang amal orang-orang beriman sekalipun iman mereka hanya sedikit sekali.
Adapun orang-orang kafir dan munafik yaitu orang-orang yang mengingkari ayat-ayat al-
Qur‟an, amal mereka tidak ditimbang karena tidak ada nilainya di hadapan Allâh swt.
Dijelaskan firman Allâh dalam Q.S. Al-Kahfi
ْصًٗخَٝ َخ َٓ ِش٤ َّ حُْ ِوُٞ ٣َ ْْ ُٜ َُ ُْ ٤ْ ْْ كََلَ ُٗ ِوُٜ ُُض أ َ ْػ َٔخ ِ َخ٣ح ِرآْٝ َْٖ ًَلَ ُش٣َُجِ َي حَُّ ِزُٝأ
َ َك َذ ِزِٚ ِ ُِوَخثَٝ ْْ ِٜ ّص َس ِر
ْ ط
“Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir
terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami
tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (QS. Al-
Kahfi [18]: 105).
Dan dalam hari PERADILAN kita harus meyakini adanya SHIROTH yaitu jembatan
yang sangat kecil dan panjang yang melintasi di atas neraka menuju surga. Dan semua
orang akan melewatinya baik para Nabi, orang-orang beriman, orang-orang kafir.
Disampingnya ada KALALIB alat yang berfungsi menarik orang-orang kafir yeng melewati
SHIROTH untuk masuk ke dalam neraka. Sabda Rasûlullâh saw dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairoh ra :
“Aku melihat surga maka aku (ingin) mengambil setandan, jika aku
memperolehnya pastilah kalian memakannya maka tidak tersisa dunia ini. Dan aku
ْ ض أ ُ ِػذ
َْٖ٤َّص ُِ ِْ ُٔظ َّ ِو ِ حْْل َ ْسَٝ ُحصٝغ َٔ َخ
َّ ُخ حَٜ ظ َ َجَّ٘ ٍشَٝ ْْ ٌُ ّ َٓ ْـ ِل َشسٍ ِٓ ْٖ َّس ِر٠َُِح اْٞ ػ
ُ ػ ْش ُ خس
ِ عَ َٝ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,”(QS.
Ali Imran [3]: 133)
“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang
kafir.”(QS. Ali Imran [3]: 131)
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya,dan merekalah orang-
orang yang beruntung. (QS. 2:5)
Keberuntungan yang dimaksud dalam ayat ini adalah mendapatkan apa yang
mereka dambakan dari sisi Allah dari sebab amal perbuatannya dan iman mereka
kepada Allah, yaitu berupa pahala surga dan kekal di dalamnya. Berkenaan dengan hal
tersebut suatu ketika sahabat berkata kepada Rasulullah SAW, ” Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami tetap membaca Al-Qur‟an, lalu kami berdo‟a dan tetap membaca Al-
Qur‟an hingga hampir saja kami putus asa.” Maka Nabi SAW bersabda,” maukah kalian
aku ceritakan tentang penduduk surga dan penduduk neraka ?” tentu, para sahabat
menjawab, “ tentu saja kami mau wahai Rasulullah.” Nabi membacakan surat Al
َُِٕٞ٘ٓ ُْئ٣ َ ْْ الُٛ ْْ أ َ ّْ َُ ْْ طُ٘ز ِْسُٜ َ ْْ َءأَٗزَ ْسطِٜ ٤ْ َِػ َ حَٖٝ ًَلَ ُش٣ِِا َّٕ حَُّز
َ ح ٌءَٞ ع
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan
atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. 2:6)
Yang dimaksud KAFIR dalam ayat ini adalah mengkafiri kitab-kitab Allah. Yang
mereka akan sulit menerimakan datangnya kebenaran, sama saja mereka diberi
peringatan atau tidak diberi peringatan, mereka tetap saja tidak akan beriman kepada
Al-Qur‟an. Makna ayat ini sebagaimana yang disebutkan Allah dalam QS YUNUS : 96-97
َ َح ْحُ َؼزُٝ َش٣َ ٠ََّ ٍش َدظ٣ ْْ ًُ َُّ َءحُٜ ْ َجآ َءطْٞ ََُٝ }{ َُِٕٞ٘ٓ ُْئ٣َ ْْ ًَ ِِ َٔضُ َس ِرّ َي الِٜ ٤ْ َِػ
حد ْ ََّٖ َدو٣ِِا َّٕ حَُّز
َ ض
َ ُِ َ حْْل
ْ٤
Orang-orang yang tidak beriman kepada Allah sudah tertutup hatinya, menerima
hujjah kebenaran Al-Qur‟an. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW dan para penyampai
dakwah tidak boleh putus asa untuk terus menyeru TAUHID. Tidak perlu berduka cita
dan kecewa dengan sikap orang-orang kafir. Barangsiapa menerima seruan maka
baginya pahala yang berlipat, dan barangsiapa yang berpaling, maka jangan bersedih
terhadap mereka, hal tersebut bukan urusan Nabi SAW ataupun para penyeru dakwah.
Seperti yang disampaikan Allah dalam firmanNYA, QS AR-RA‟D : 40
خد
ُ غَ َ٘خ ْحُ ِذ٤ْ َِػ
َ َٝ ُ َْي ْحُ َزَلَؽ٤َِػ
َ َّ٘ َي كَبَِّٗ َٔخ٤َ َّكَٞ َ َٗظْٝ َ ْْ أُٛ ُ َٗ ِؼذ١ِط حَُّز
َ َّ٘ َي َر ْؼ٣َ ِإ ٓخَُّٗ ِشَٝ
Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebagian (siksa) yang Kami ancamkan
kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (hal itu tidak penting bagimu) karena
Pada mulanya Nabi SAW sangat menginginkan agar semua orang menjadi beriman
dan mengikuti petunjuk-Nya , seperti yang diberitakan Allah dalam QS. YUSUF : 103
Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat
menginginkannya (QS. 12:103)
Akan tetapi kenyataan tidaklah demikian, Allah memberi petunjuk kepada orang-
orang yang dikehendaki yaitu mereka yang suka cita menerima datangnya kebenaran,
dan Allah menyesatkan kepada orang yang dikehendaki, yang mereka sangat keras
menolak datangnya kabar gembira berupa petunjuk jalan yang benar. Saking kerasnya
penolakan mereka hampir saja Nabi SAW putus asa dan meninggalkan perintah untuk
berdakwah. Allah memberi teguran kepada Nabi SAW yang tersebut dalam QS. HUD : 12
– 13
ْٝ َ ٘ض أ
ٌ ًَ ِٚ ٤ْ َِ ػ
َ ٍَ ٗض ِ ُ أ٥ْٞ َُ حَُُُٞٞو٣ َٕصذ ُْس َى أ َ َٝ َْي٤َُِ ا٠ َدُٞ٣ط َٓخ
َ ِٚ ِظآثِ ٌن ر َ خسىٌ َر ْؼ ِ َ كََِؼََِّ َي ط
ح رِؼَ ْش ِشْٞ ُ ُ هُ َْ كَؤْطَٕٙ حْكظ َ َشحْٞ ُُْٞ َُو٣ ّْ َ ٌَ {} أ٤ًِ َٝ ٍء٢ْ ش
َ َِّ ًُ ٠َِػ
َ ُهللاَٝ ش٣ِ َ َ ُ ََِٓيٌ اَِّٗ َٔآ أََٚجآ َء َٓؼ
ٌ ٗض َٗز
َْٖ٤صخ ِد ِه َ َ ح َٓ ِٖ ح ْعظْٞ ػ
َ ْْ ُ ِٕ هللاِ اِ ْٕ ًُ ْ٘ظُْٝ ط ْؼظ ُ ْْ ِٓ ْٖ د ٍ َخ٣ ُٓ ْلظ َ َشِٚ ِِ ْ ٍس ِٓثَٞ ع
ُ ح ْدَٝ ص ُ
Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebahagian dari apa yang
diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa mereka
akan mengatakan:”Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan)
atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat” Sesungguhnya kamu
hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu. (QS. 11:12)
Bahkan mereka mengatakan:”Muhammad telah membuat-buat al-Qur‟an itu”,
Katakanlah:”(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat
yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya)
selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. (QS. 11:13)
ٌْ ٤ػ ِظ
َ حد َ ْْ ُٜ ََُٝ ٌ سَٝخ
ٌ َ ػز َ ْْ ِؿشِٛ خس
ِ صَ أ َ ْر٠َِػ
َ َٝ ْْ ِٜ ع ْٔ ِؼ َ َٝ ْْ ِٜ ِرُُِٞ ه٠َِػ
َ ٠َِ ػ َّ َْ َ َخظ
َ َُّللا
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka
ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. 2:7)
Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka,
niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan):”Rasailah azab
yang membakar ini”. (QS. 22:22)
ِ ُز٣َّ ٌُٖ ال٤ ْْ أ َ ْػُٜ ََُٝ خَٜ َٕ ِرُٜٞ ََ ْلو٣َّد الٞ
َْٕٝص ُش ٌ ُُِ ْْ هُٜ َُ ٗظ ِ حْ ِْلَٝ ِّٖ شح َِٖٓ ْحُ ِج٤ ً َِّ٘ َْ ًَثَٜ َُوَ ْذ رَ َسأَْٗخ ُِ َجَٝ
َُِِٕٞ ُْ ْحُـَخكُٛ َُجِ َيْٝ ُ ظ َُّ أ
َ َ ْْ أُٛ َْ ََُجِ َي ًَخْْل َ ْٗ َؼ ِخّ رْٝ ُ آ أَٜ َٕ ِرَُٞ ْغ َٔؼ٣َّحٕ الٌ َ ْْ َءحرُٜ ََُٝ خَٜ ِر
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi nereka Jahannam kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergukan untuk memahami (ayat-
ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS.
7:179)
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, di sana terdapat kaum Anshor
yang terdiri dari kabilah Aus dan Khazroj, yang pada masa jahiliyah mereka adalah
penyembah penyembah berhala, sebagaimana yang dilakukan oleh orang orang Kafir
Qurays. Terdapat juga kaum Yahudi yaitu Bani Qainiqo‟ yang bersekutu dengan kabilah
Khozroj , Bani Nadzir dan Bani Quroizhah sekutunya kaum Aus.
Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah maka masuk Islamlah orang orang tertentu
kaum Anshor, baik dari Kabilah Aus maupun Khazroj. Salah satunya adalah Abdullah bin
Ubay bin Salul, yang dahulunya adalah orang penting di Madinah dari kabilah Khazraj,
yang dikandidatkan untuk menjadi pemimpin di Madinah. Akan tetapi dengan
Sehingga secara fhisik orang orang munafik tidak jauh beda dengan orang orang
Islam lainnya, mereka sholat bersama Nabi. Bahkan ikut juga dalam beberapa
peperangan bersama Rasulullah, akan tetapi sesungguhnya hatinya menolak keras
terhadap Islam. Menselisihi kebijakan kebijakan Nabi, namun karena posisi yang lemah
dalam masyarakat Madinah, Abdullah bin Ubay tidak berani menentang dengan frontal,
maka yang dilakukannya adalah membuat intrik, mengkritisi, dan bersikap oposisi
kepada Nabi.
Tampak jelas ketika dalam peristiwa perang Badr, Abdullah bin Ubay mengajak
beberapa orang orang Islam yang bisa dipengaruhi untuk mundur dari peperangan.
Kurang lebih 700 pasukan yang diberangkatkan Rasulullah dalam perang Badr, 50%
lebih mundur atas provokasi Abdullah bin Uabay. Yang tinggal dalam medan perang
tinggal 313 pasukan yang 111 pasukan adalah orang orang Muhajirin.
Abdullah bin Ubay tidak pernah berhenti membuat intrik dan hasutan. Menghasut
orang orang Anshor agar tidak suka kepada Muhajirin dan mengusir dari Madinah untuk
kembali ke Mekkah. Seperti yang digambarkan Allah dalam QS Munafiqun : 7-8
ص
ِ حٝغ َٔ َخ َّ ُ ِ َّّلِلِ خَضَ ح ِث ُٖ حَٝ ۗ حُّٞ ْ٘لَع٣َ ٠ٰ َّ َّللاِ َدظ
َّ ٍِ ٞع ُ َٓ ْٖ ِػ ْ٘ذَ َس٠ٰ َِػ َ حَُٕٞ َال ط ُ ْ٘ ِلوُُُٞٞو٣َ َٖ٣ِ ُْ حَُّزُٛ
ُْخ ِش َج َّٖ ْحْل َ َػ ُّض٤َُ َ٘ ِش٣ِ ْحُ َٔذ٠ََُٕ َُجِ ْٖ َس َج ْؼَ٘خ ِاُُُٞٞو٣َ )٦( )٦( َُٕٜٞ ْل َو٣َ َٖ َال٤ِ َُٰ ٌِ َّٖ ْحُ َُٔ٘خكِوَٝ ض ِ ْحْل َ ْسَٝ
َُٕٞٔ َِ ْؼ٣َ َٖ َال٤ِ َُٰ ٌِ َّٖ ْحُ َُٔ٘خكِوَٝ َٖ٤ِِ٘ٓ ْ ُِ ِْ ُٔئَٝ ِٚ ُِ ٞع
ُ ُِ َشَٝ ُ ِ َّّلِلِ ْحُ ِؼ َّضسَٝ ِۚ ٍَّ َخ ْحْلَرَٜ ْ٘ ِٓ
Abdullah bin Ubay mendapatkan moment untuk memprovokasi orang orang Anshor
agar tidak membantu adan mengusir orang orang Muhajirin dari Madinah ketika terjadi
polemik perebutan sumber mata air antara Jahjah al Ghifari orang upahan Umar bin
Khaththab yang dari Muhajirin dengan Sinan bin Wabar al Juhanny salah seorang
sahabat Anshor. Mestinya perselisihan ini sudah bisa didamaikan oleh Rasulullah, akan
tetapi Abdullah bin Ubay terus membuat provokatif kepada orang orang Anshor dengan
mengatakan ´: “ inilah yang kalian lakukan, andaikata kalian tidak memberi harta kalian
kepada mereka, tentu mereka akan pindah ke tempat lain. Demi Allah jika kita telah
kembali ke Madinah, maka penduduknya yang mulia akan benar benar mengusir
penduduknya yang hina.”
Demikianlah yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bersama orang orang munafiq,
menempatkan dirinya sebagai OPOSANnya Rasulullah SAW. Orang orang yang oposisi
terhadap kebijakan Nabi SAW adalah orang NIFAQ. Sebab pokok orang menjadi Nifaq
karena mereka tidak faham Aqidah dan Syari‟ah. Mereka tidak tahu bahwa Aqidah Islam
member ketentuan yang jleas bahwa cukup seseorang menjadi kafir karena menolak,
mengkritisi dan oposisi terhadap kebijakan kebijakan Nabi. Dan mereka tidak tahu
bahwa itu kesalahan yang sangat besar yang akan menjadikannnya penghuni nereka
yang paling bawah.
Dengan tidak memahami Aqidah dan Syari‟ah , orang akan mudah melanggar
syari‟ah, menentang Islam akan tetapi tidak merasa. Seperti yang tergambarkan dalam
QS AT TAUBAH : 97-98.
صِ حٝغ َٔ َخ َّ ُ ِ َّّلِلِ خَضَ حثِ ُٖ حَٝ ۗ حَُّٞ ْ٘لَع٣ ٠ٰ َّ َّللاِ َدظ
َّ ٍِ ٞع َ حَُٕٞ َال ط ُ ْ٘ ِلوَُُُٞٞو٣ َٖ٣ِ ُْ حَُّزُٛ
ُ َٓ ْٖ ِػ ْ٘ذَ َس٠ٰ َِػ
خَٜ ْ٘ ِٓ ػ ُّضَ َ ُْخ ِش َج َّٖ ْحْل٤َُ َ٘ ِش٣ِ ْحُ َٔذ٠ََُِٕ َُجِ ْٖ َس َج ْؼَ٘خ اَُُُٞٞو٣ )٦٦( َُٕٜٞ َ ْل َو٣ َٖ َال٤ِ َُٰ ٌِ َّٖ ْحُ َُٔ٘خكِوَٝ ض
ِ ْحْل َ ْسَٝ
٦٦( َُٕٞٔ َِ ْؼ٣َ َٖ َال٤ِ َُٰ ٌِ َّٖ ْحُ َُٔ٘خ ِكوَٝ َٖ٤ِِ٘ٓ ْ ُِ ِْ ُٔئَٝ ِٚ ُِ ٞع
ُ ُِ َشَٝ ُ ِ َّّلِلِ ْحُ ِؼ َّضسَٝ ِۚ ٍَّ َْحْلَر
Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang
dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti
marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah [9]:98)
Orang menjadi nifaq bisa jadi karena dia tidak tahu, atau tidak mengilmui Islam.
Sehingga tidak ada aleternatif lain agar kita terhindar dari sikap nifaq maka hanya ada
satu jalan, yaitu mengilmui Al Qur‟an, mengkaji ayat ayat Al Qur‟an. Atau…. Dari sebab
nifaq adalah orang berislam karena Budaya, bukan karena panggilan keimanan. Dan
kedua duanya banyak kita temui ditengah tengah masyarakat Islam.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka
hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Kalau kita baca dalam teks ayat disebutkan bahwa orang orang munafiq telah
menipu Allah. Akan tetapi maksudnya tidaklah demikian, dan orang orang Munafiqpun
tahu bahwa mereka tidak akan mampu menipu Allah. Akan tetapi ayat semacam ini
Allah hendak berkata betapa munafiq adalah sejahat jahatnya orang. Mereka adalah
orang yang licik, kepada Allah saja mereka berani menipu, apalagi kepada manusia.
Dengan perkataan “ kami beriman “ mereka hendak mengkelabui Allah, mereka tidak
tahu bahwa Allah Maha Tahu apa yang ada dalam hati mereka. Allah Maha Tahu atas
apa yang keluar dari lisan lisan mereka, akan tetapi hatinya teramat busuk. Dan tidaklah
tiada guna pernyataan Iman mereka di hadapan Allah ta‟ala.
Jadi maksud ayat tersebut adalah orang orang munafiq hendak menipu orang
orang yang beriman. Dengan penampilan yang mengagumkan, dengan lisan yang manis
dan orang orang yang mendengarkannya menjadi terkesima serta terpengaruh
kepadanya. Maka dalam hal ini Allah telah memberi peringatan kepada orang orang
beriman untuk waspada dengan gaya bicara dan tampilan orang Munafiq, dalam QS
MUNAFIQUN : 2-4.
Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi
(manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka
kerjakan.(QS. Al Munafiqun [63]:2) Yang demikian itu adalah karena bahwa
sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka
dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.(QS. Al Munafiqun [63]:3)Dan
apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika
mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan
kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan
kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap
mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai
dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Al Munafiqun [63]:4)
Allah sangat indah membuat perumpamaan, bahwa orang orang Munafiq bagaikan
kayu yang tersandar yang tiada guna. Artinya orang Munafiq tidak akan memberi
kemanfaatan bagi umat Islam bahkan justru menggerus pemahaman syari‟at yang akan
menghancurkan bangunan Islam. Dan memang itu yang diharapkan oleh orang orang
munafik !
Munafiq pasti dan selalu akan menjadi musuh orang orang beriman. Maka Allah
dalam beberapa ayat melaknat dan memberi ancaman keras kepada orang orang
Pada jaman Nabi , secara kwantitas jumlah orang orang Munafiq tidak banyak,
mereka adalah kelompok minoritas. Maka pemikiran pemikiran munafiqpun tidak
mampu berkembang, karena Nabi dan Shahabat sangat tegas dalam mengcunter
pemikiran pemikiran mereka. Bahkan ketika mereka membuat komunitas diskusi untuk
„ngrasani‟ kebijakan Nabi dengan membangun masjid Dhirror, langsung dihancurkan
oleh Shahabat. Sehingga pemikiran pemikiran yang menyimpang hanya sebatas pada
bisik bisik dan sekedar „ngrasani‟ tadi. Tidak sebagaimana saat ini, Islam Liberal mampu
mendominasi pemikiran umat Islam, media massa memberi ruang yang luas untuk
mereka mendakwahkan ide ide sekuler mereka, sehingga mampu mebuat maoritas
umat Islam terkesima dan lebih gandrung dengan ide ide Islam sekuler dibanding Islam
Sunnah.
Kalau kita lihat dalam beberap ayat yang berbicara tentang Munafiq akan tampak
bahwa orang munafiq tidak kaffah di dalam mengamalkan syari‟at. Pilih pilih mana yang
mereka sukai dan sesuai dengan nafsunya serta meninggalkan syari‟at yang dirasa
memberatkan dirinya. Gambaran tersebut dijelaskan Allah dalam QS AT TAUBAH : 91-94.
َٕ َد َش ٌج اِرَحُُٞ ْ٘ ِلو٣ َٕ َٓخُٝ ِجذ٣َ َٖ َال٣ِ حَُّز٠َِ ػ َ ْحُ َٔ ْش٠َِػ
َ َالَٝ ٠ٰ ظ َ َالَٝ خء ُّ ُ ح٠َِػ
ِ َعؼَل َ ْظ
َ ٣ََ ٍ
َٖ اِرَح٣ِ حَُّز٠َِػ ٌ ُ ؿل
َ َالَٝ )٦ٔ( ٌْ ٤س َس ِدٞ َ ْٖ ِٓ َٖ٤ِ٘ ْحُ ُٔ ْذ ِغ٠َِػ
َّ َٝ ِۚ ٍَ ٤ع ِز
َ َُّللا ُ َسَٝ ِح ِ َّّلِلٞص ُذ
َ ِۚ َٓخِٚ ُِ ٞع َ َٗ
حُٝ ِجذ٣َ ط َِٖٓ حُذ َّْٓغِ َدضَ ًٗخ أ َ َّال٤
ُ ْْ ط َ ِلُٜ ُُ٘٤أ َ ْػَٝ حْٞ ََُّٞ َ طِٚ ٤ْ َِػ
َ ْْ ٌُ ُِِٔ أ َ ِجذ ُ َٓخ أ َ ْد َ ِْ ُ ْْ هُٜ َِِٔ َى ُِظَ ْذْٞ َ َٓخ أَط
ض َال
ح َٓ َغٌُُٞٗٞ ٣َ ْٕ َ ح ِرؤٞظ ُ خ ُء ِۚ َس٤َ ِ٘ ْْ أ َ ْؿُٛ َٝ ٗ ََيُٞٗ ْغظَؤ ْ ِر٣َ َٖ٣ِ حَُّز٠َِػ َ َُ ٤غ ِز َّ ُح )۞ ِاَّٗ َٔخ٦ٕ( َُُٕٞ ْ٘ ِلو٣ َٓخ
َُٕٞٔ َِ ْؼ٣َ ْْ َالُٜ َ ْْ كِٜ ِرُُِٞ ه٠ٰ َِػ َّ غزَ َغ
َ َُّللا َ َٝ ق ِ ُِ حََٞ ( ْحُخ٦ٖ) ْْ ِۚ هُ َْ َالِٜ ٤ْ َُ ٌُ ْْ ِارَح َس َج ْؼظ ُ ْْ ِا٤ْ َُ َٕ ِاَٝ ْؼظَز ُِس٣
َ ٠ٰ ََُٕ ِاُُّٝ ث ُ َّْ ط ُ َشدُُٚٞع
ِْ ُِ ػخ ُ َسَٝ ْْ ٌُ َِ َٔ ػ َّ ٟ َش٤َ ع
َ َُّللا ِ َّللاُ ِٓ ْٖ أ َ ْخ َز
َ َٝ ِۚ ْْ ًُ خس َّ ح َُ ْٖ ُٗئْ َِٖٓ َُ ٌُ ْْ هَ ْذ َٗزَّؤََٗخٝط َ ْؼظَز ُِس
٦۴( ََُِٕٞٔ ُ َ٘ ِزّج ُ ٌُ ْْ ِر َٔخ ًُ ْ٘ظ ُ ْْ طَ ْؼ٤َخدَسِ كَٜ ش
َّ ُحَٝ ذ ِ ٤ْ َ) ْحُـ
dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu,
supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh
kendaraan untuk membawamu”. lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran
air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka
nafkahkan. (QS. AT TAUBAH [9]:2)
Mereka tahu bahwa Perang Tabuk adalah perang sangat memayahkan, maka
dengan berbagai alasan yang meyakinkan mereka minta izin kepda Rasulullah SAW
untuk tidak ikut berangkat perang. Bahkan untuk meyakinkan Nabi dan orang orang
beriman tidak segan segan mereka mengatakan sumpah atas nama Allah…lihat QS AT
TAUBAH : 96.
Akan tetapi sumpah dan taubat mereka hanya di bibir saja dan Allah tidak akan
Ridlo dengan sumpah dan perkataan orang orang munafiq. Akan tetapi kalau mereka
benar benar taubat sesungguhnya Allah Maha Pemberi Taubat.
Dalam mengamalkan syari‟at lebih memilih syari‟at Islam yang ringan, tidak
mengandung resiko, dan sesuai dengan nafsunya.
َُٕٞ ْْ كَ ِشدُٛ َٝ حْٞ َََُّٞ َظ٣َٝ َُ ح هَذْ أ َ َخزَْٗخ أَ ْٓ َشَٗخ ِٓ ْٖ هَ ْزُُُٞٞو٣َ ٌزَش٤ص
ِ ُٓ َصزْي ُ َ غَ٘شٌ ط
ِ ُ اِ ْٕ طَٝ ۖ ْْ ُٛ ْغئ ِ ُ اِ ْٕ ط
َ صزْيَ َد
Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya;
dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata:”Sesungguhnya kami
sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi perang)” dan mereka
berpaling dengan rasa gembira.
Umat Islam tidak perlu silau dengan kemampuan kemampuan yang dimiliki orang
orang Munafiq. Sesungguhnya Allah hendak menghukum dengan apa apa yang telah
dimilikinya. Hukuman di dunia pada masa Rasulullah mereka adalah menjadi kelompok
yang minorotas dan dikucilkan. Dan di akhirat kelak jelas sekali Allah menghinakan ke
dalam neraka jahannam Allahu „alam bishshowwab
Para penempuh jalan menuju Allah swt dengan beragam cara dan metode
bersepakat bahwa nafsu adalah faktor yang menghalangi hati untuk sampai kepada
Allah swt. Mereka juga bersepakat, tidak ada seorang pun yang dapat masuk dan
sampai kepada Allah swt kecuali jika sudah mampu menundukkan dan menaklukan
dalam peperangan melawan nafsu tersebut. Begitulah, manusia itu ada dua kelompok.
Pertama, manusia yang dikalahkan, dikuasai dan dihancurkan oleh hawa nafsunya. Ia
benar-benar tunduk di bawah perintahnya. Kedua, manusia yang berhasil memenangi
pertarungan melawannya. Ia mampu mengekang, menundukkan, sehingga nafsu pun
tunduk di bawah perintahnya.
Sebagian orang arif berkata, “Akhir dari perjalanan para orang-orang shaleh yang
hendak menuju Allah swt, adalah ketika mereka telah berhasil menundukkan
nafsunya.Siapa pun yang demikian keadaannya telah berhasil dan sukses. Sebaliknya
siapa saja yang dikalahkan nafsunya, berarti telah gagal dan hancur. Allah swt
berfirman,
Nafsu itu menyeru kepada sikap durhaka dan mendahulukan kehidupan dunia.
Sedangkan Allah swt memerintahkan hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan
diri dari hawa nafsunya. Jadi, hati manusia itu ada di antara dua penyeru. Kadangkala ia
condong kepada yang satu, dan kadang pula condong kepada lainnya. Di sinilah ujian
dan cobaan manusia.
Dalam Al-Qur‟an, Allah swt menyebut nafsu dengan tiga sifat, yaitu muthmainnah,
lawwaamah dan ammarah bis-suu‟. Selanjutnya para ulama berbeda pendapat, apakah
itu satu dan yang tiga adalah sifatnya? Ataukah manusia itu memiliki tiga nafsu?
• Nafsu Muthma‟innah
Apabila nafsu tenang dan tentram ketika mengingat Allah, tunduk kepada-Nya,
rindu berjumpa dengan-Nya, serta senang ketika dekat dengan-Nya, maka ia disebut
nafsu muthma‟innah. Kepadanya dikatakan ketika menemui ajalnya,
ًَّش٤ظ
ِ َشً َٓ ْش٤حظ ْ ُٔ ُظ ْح
ْ )27( ُط َٔجَِّ٘ش
ِ َس ِرّ ِي َس٠َُ ِا٢حس ِج ِؼ ُ خ حَُّ٘ ْلَٜ ُ َّظ٣ََخ أ٣
Wahai nafsu muthmainnah, pulanglah kepada Rabbmu dengan penuh ridla dan
diridlai. (Al-Fajr : 27 – 28)
Tidak ada musibah yang datang kecuali dengan izin dari Allah. Dan barang siapa
beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. (At-
Taghabun 11)
Tidak sedikit dari para ulama salaf yang menafsirkannya sebagai seseorang yang
ditimpa musibah, ia mengerti bahwa musibah itu datang dari Allah swt, sehingga ia ridha
dan pasrah. Adapun yang dimaksud dengan thuma‟ninah adalah ketenangan seseorang
dalam melaksanakan perintah dengan ikhlas dan setia. Tidak mendahuluinya dengan
satu keinginan ataupun hawa nafsu, juga bukan karena taqlid.Ia tidak dihinggapi suatu
syubhat yang mengaburkan kebenaran atau syahwat yang bertentangan dengan
perintah-Nya. Bahkan jika suatu ketika syubhat dan syahwat itu datang, ia akan
menganggapnya sebagai gangguan yang baginya lebih baik terjun dari langit ke bumi
daripada mengecapnya, walau sesaat. Inilah yang dimaksud oleh Nabi sebagai shoriichul
iman ( iman yang jelas ). Nafsu muthma‟innah juga terjaga dari kegelisahan untuk
bermaksiat dan gejolaknya, menuju taubat dan kenikmatannya.
Bila diri tenang telah berpindah dari keraguan kepada keyakinan; dari kebodohan
kepada ilmu; dari kealpaan kepada dzikir; dari khianat kepada taubat; dari riya‟ kepada
ikhlash; dari kedustaan kepada kejujuran; dari kelemahan kepada semangat yang
membaja; dari sifat „ujub kepada ketundukan; dan dari kesesatan kepada ketawadlu‟an,
ketika itulah nafsu telah tentram, muthmainnah. Pondasi dari itu semua adalah yaqdhah
( kesadaran ). Kesadaranlah yang menyibak kealpaan dan kelalaian diri. Ia pulalah yang
menampakkan baginya taman surga.
Di bawah cahaya kesadaraan, diri akan melihat semua yang diciptakan untuknya.
Juga apa yang akan ditemuinya di alam barzakh, sampai memasuki negeri abadi. la juga
َٖ٣خخ ِش
ِ غَّ ُ ِإ ًُ٘ضُ َُ َِٖٔ حَٝ ِذ هللا
ِ ْ٘ َج٢ِ َٓخكَ َّشغضُ ك٠َِػ ٌ ٍَ َٗ ْلُٞإَٔ طَو
َ ٠ََخ َدغ َْشط٣ ظ
Duhai, betapa ruginya aku atas kelalaianku di sisi Allah. (Az-Zumar : 56)
Akhirnya luluh sudah nafsunya, khusyu‟ sudah anggota badannya, dan ia pun
berjalan menuju Allah dengan kepala tertunduk oleh banyaknya nikmat yang ia saksikan
serta kejahatan, aib dan dosa dirinya. Kini, ia tahu betapa berharga waktu yang
dimilikinya. Juga bahwa ia adalah modal utama kejayaannya. Maka ia menjadi begitu
pelit terhadap waktu terlebih jika waktu tersebut digunakan bukan untuk upaya
mendekatkan diri kepada Rabbnya. Sungguh, membuang-buang waktu adalah kerugian,
sedangkan menjaganya adalah kemenangan dan keberuntungan. Inilah buah dari
yaqdhah (kesadaran) dan implikasinya, yang merupakan langkah awal dari nafsu
muthmainnah dalam perjalanannya menuju Allah swt dan negeri akhirat.
• Nafsu Lawwaamah
Ia adalah nafsu yang selalu berubah keadaan. Sering berbalik, berubah warna.
Kadang ia ingat, kadang lupa. Kadang ia sadar, kadang berpaling. Kadang ia cinta,
kadang benci, Kadang ia gembira, kadang sedih. Kadang ia ridha, kadang murka.
Kadang ia taat, dan kadang ia khianat.
Ibnul Qayyim berkata, “Semua pengertian di atas benar.” Lawwamah itu ada dua,
yaitu Lawwamah yang tercela dan Lawwamah yang terpuji. Yang pertama ( Lawwamah
yang tercela ) adalah nafsu yang dungu dan menganiaya diri sendiri. Ia dicela oleh Allah
dan para malaikat. Sedangkan yang kedua ( Lawwamah yang terpuji ) adalah nafsu yang
selalu mencela pemiliknya karena kekurangannya dalam ketaatan kepada Allah swt
padahal ia sudah berusaha sekuatnya. Nafsu ini tidak dicela. Bahkan nafsu yang paling
utama adalah nafsu yang mencela diri atas kekurangtaatannya kepada Allah swt, dan ia
siap menerima celaan dalam menggapai ridla-Nya. Demikianlah ia terbebas dari celaan
Allah swt. Berbeda dengan orang yang puas atas amal yang dikerjakannya, dan ia tidak
dicela oleh nafsunya, lalu tidak siap menerima celaan dalam menggapai ridha-Nya.
Nafsu semacam inilah yang dicela oleh Allah swt.
Inilah nafsu yang tercela. Ia selalu mengajak kepada keburukan, dan itu memang
tabi‟atnya. Tidak ada seorang pun yang dapat selamat dari kejahatannya selain orang-
orang yang mendapatkan taufiq dari Allah. Allah berkisah tentang istri menteri Al-„Aziz,
“Dan aku tidak berlepas tangan dari nafsuku. Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyeru kepada kejahatan. Kecuali yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya
Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. : Yusuf : 53).
ِٓ٘ ٌُْ ِ ّٓ ْٖ أ َ َد ٍذ أَرَذًح٠ًَ َُ َٓخصُٚ َس ْد َٔظَٝ ْْ ٌُ ٤ْ َِػ ْ َالَ كْٞ ََُٝ
َ ِع َُ هللا
“Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, niscaya tidak
ada seorangpun dari kalian yang bersih-suci, selama-lamanya” (An-Nur : 21).
ِ َ ِؤ٤ع
ص ح َ ْػ َٔخ َُِ٘خ ُ ْٖ ِٓ ِر ُ رِخهللْٞ َُٗؼَٝ َُٙٗ ْغظ َ ْـ ِل ُشَٝ ُُٚ٘٤ْ َٗ ْغظ َ ِؼَٝ ُُٙحٕ حُذٔذ هلل ٗ َْذ َٔذ
َ ْٖ ِٓ َٝ ِس ح َ ْٗلُ ِغَ٘خْٝ ش ُش
” Sungguh segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-
Nya, dan memohon ampunan kepada-Nya. Kita juga berlindung kepada Allah dari
kejahatan nafsu kita dan keburukan amal-amal kita”.
Kejahatan itu tersimpan di dalam nafsu. Ia akan mengajak kepada amal-amal yang
buruk. Apabila Allah membiarkan seorang hamba bersama nafsunya, ia akan binasa di
tengah-tengah kejahatan nafsu dan amal buruknya. Apabila Allah swt memberikan taufiq
dan memberikan pertolongan kepadanya, niscaya selamatlah ia dan semuanya. Oleh
karenanya kita memohon kepada Allah yang Maha Agung untuk melindungi kita dari
kejahatan nafsu dan amal buruk kita.
Ringkas kata, nafsu itu satu saja. Ia bisa jadi ammaroh bissu‟, lawwirmah atau
muthma‟innah yang merupakan puncak kebaikan dan kesempurnaannya. Nafsu
muthma‟innah itu temannya malaikat yang selalu setia kepadanya; membimbingnya,
menyampaikan kebenaran kepadanya, menjadikannya cinta kepada kebenaran itu, dan
menampakkan kepadanya akan keindahannya. Juga memperingatkannya dari kebatilan,
menjadikannya benci kepadanya, dan menunjukkan kepadanya akan keburukannya.
Singkatnya, segala sesuatu yang diperuntukkan bagi Allah swt pasti berasal dari nafsu
muthmainnah.
Adapun nafsu ammarah bis suu‟, temannya adalah setan. Setanlah yang selalu
setia kepadanya, memberikan janji-janji palsu, mengumbarkan angan-angan kosong,
menyampaikan kepadanya kebatilan, mengajaknya untuk berbuat jahat, menghiasi
kejahatan itu agar tampak indah baginya, memanjangkan angan-angannya, dan
memperlihatkan kebatilan sebagai kebajikan dan keindahan.
Banyak ulama salaf berkata, “Demi Allah, jika aku tahu bahwa satu saja amalku
telah sampai kepada Allah dan diterima, aku lebih bahagia dengan kematian, melebihi
kebahagiaan pengembara yang sampai kepada keluarganya.” Abdullah bin Umar
berkata, “Andai aku tahu bahwa Allah menerima salah satu sujudku, tidak ada barang
ghaib yang lebih aku dambakan daripada kematian.”
Allah swt menjadikan sabar bagaikan kuda yang tak pernah letih, pedang yang tak
pernah tumpul, pasukan perang yang tak terkalahkan, dan benteng yang tak
tertaklukkan. Sabar dan kemenangan termasuk dua saudara kandung yang tak
terpisahkan. Dalam al-Qur‟an Allah swt telah memuji orang-orang yang bersabar dengan
senantiasa menyertainya dalam petunjuk. Bagi mereka pahala yang tak terputus, serta
pertolongan dari Allah dalam kemenangan yang nyata.
Allah swt juga akan menganugerahkan kepemimpinan dalam agama kepada orang
yang sabar dan yakin.
Dan Allah memberitakan dengan tegas bahwa sabar adalah hal yang paling baik
dari pada yang lain, bagi yang memilikinya.
“Sungguh, jika kalian sabar, kesabaran itu lebih baik bagi orang-orang yang
sabar.” (QS. an-Nahl [16]: 126)
Allah swt juga memberitahukan bahwa bersama sabar dan taqwa, musuh tak akan
mampu mengalahkan kita sekuat apapun mereka, demikian juga secanggih apapun tipu
muslihat musuh tidak akan mendatangkan madhorot sedikitpun.
“Dan jika kalian sabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka tidak akan
mendatangkan madhorot bagi kalian, sesungguhnya Allah maha meliputi atas apa yang
mereka kerjakan” (QS. al-Imron [3]: 120)
Allah swt juga menjadikan sabar dan taqwa sebagai sumber kemenangan.
Pada ayat yang lain juga Allah swt mengkabarkan bahwa Dia mencintai orang-
orang yang bersabar. Maka jika kecintaan Allah adalah kedudukan yang paling tinggi di
mata Allah, maka bersabar adalah amal yang paling utama.
َٖ٣صخ ِر ِش َّ َٝ
َّ ُ ُِذذُّ ح٣ َُّللا
Dan Allah swt juga mendatangkan kabar gembira berupa tiga hal yang akan
didapat oleh orang-orang yang bersabar, ketiga hal tersebut jika dibandingkan lebih baik
dari dunia dan seisinya.
Allah swt juga menjanjikan kemenangan dengan surga dan keselamatan dari api
neraka hanya kepada orang-orang yang sabar.
“Sesungguhnya Aku membalas perbuatan mereka pada hari ini dengan sebab
kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang mendapatkan
kemenangan.” (QS. al-Mukminûn [23]: 111)
Demikian juga Allah swt mengkhususkan pada orang-orang yang bersabar, hanya
merekalah yang mampu menangkap dan memahami petunjuk Allâh swt.
ٍسْٞ ٌُ ش
َ َّخس
ٍ صز َ َِّ ٌُ ُِ ص
ٍ خ٣َ ٥َ رَ ُِ َي٢ِا َّٕ ِك
“Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu ada tanda-tanda bagi setiap orang
yang sabar dan bersyukur.” (QS. Ibrohim [14]: 5)
Pembaca Sinaran yang dimuliyakan Allâh swt, jika kita perhatikan bersama ayat-
ayat di atas. Bahwa kita semua bisa menyimpulkan manfaat dari kesabaran, dimana
kesabaran adalah sumber kekuatan, kebahagiaan dan kebaikan hidup manusia. Sabar
Jikalau bukan karena kesabaran maka niscaya merugi dan bangkrut pulalah
keimanan manusia. Bagaimana tidak? Manusia jika tidak memiliki kesabaran akan
sangat mudah lalai dan kufur ketika tertimpa masalah-masalah hidup dan ujian
keimanan. Ia tanggalkan keimanan maka ia akan merugi dunia akhirat dan tidak
mendapat apa-apa.
Demikian halnya jika kita masuk dalam dunia pendidikan, baik menjadi murid
maupun guru dalam mencari dan menyampaikan ilmu untuk mencapai kesuksesan
sangat membutuhkan kesabaran. Semoga Allah menjadikan kita pada golongan orang-
orang yang baik ketika bertemu dengan-Nya. amin
A. Makna sabar
Secara bahasa sabar berarti melarang dan menahan. Adapun secara syari‟at sabar
berarti menahan nafsu dari ketergesaan, menahan lisan dari keluhan, dan menahan
anggota badan dari ratapan dan lain-lain. Junaid pernah ditanya tentang sabar, dia
menjawab, “Sabar adalah menelan kepahitan tanpa mengerutkan muka.”
Dzun Nuun al-Mishri berkata, “Sabar adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan
dengan agama, bersikap tenang ketika mengadapi ujian yang berat, menampakkan
kecukupan ketika fakir dalam menjalani kehidupan.”
Ada yang berkata, “Sabar adalah tegar menghadapi cobaan dengan prilaku yang
baik serta tidak berkeluh kesah.”
Mengadu atau berkeluh-kesah ada dua macam. Pertama, mengadu kepada Allah
swt. Hal ini tidak dianggap merusak kesabaran, sebagaimana Nabi Ya‟qub pernah
mengeluh kepada Allah swt,
“Hanya saja aku adukan kedudukan dan kesedihanku ini hanya kepada Allah swt ”
(Yusuf [12]: 86) Kedua, keluhan seseorang yang sedang ditimpa musibah baik dengan
perkataan atau dengan perbuatan. Ini yang dimungkinkan bisa merusak kesabaran itu
sendiri.
Nafsu adalah kereta kencana bagi sesorang hamba dalam perjalanan menuju
surga atau neraka. Sabar adalah tali kekang dari kereta itu sendiri, jika kereta tidak
dilengkapi tali kekang tentulah ia akan berjalan tanpa kendali meluncur kemana saja.
Nafsu mempunyai dua kekuatan, kekuatan untuk maju dan kekuatan untuk
bertahan. Hakikat sabar adalah mengarahkan kekuatan untuk maju kepada hal-hal yang
bermanfaat, seperti melakukan semua amal kebajikan dan mengarahkan kekuatan
bertahan untuk menghindari hal-hal yang bisa mendatangkan madharat, seperti
melakukan semua perbuatan dosa.
B. Pembagian Sabar.
Sabar itu ada tiga. Pertama, sabar terhadap perintah Allah. Kedua, sabar terhadap
larangan Allah. Ketiga, sabar terhadap taqdir Allah swt, yaitu dengan cara ridho dan
ihklas menerima semua taqdir yang diberikan oleh Allah kepadanya. Seorang hamba
dalam menjalani kehidupannya hendaknya mampu melaksanakan ketiga macam sabar
tersebut, mengerjakan semua perintah Allah, menjahui semua larangannya dan
bersabar terhadap takdir yang menimpanya. Dari sisi lain sabar ada dua macam, ikhtiari
(dapat diusahakan) dan idhthirori (tidak dapat ditolak). Sabar jenis pertama lebih afdhol
dari pada sabar yang kedua. Sabar idhthirori dapat dimiliki oleh semua orang
dikarenakan hal tersebut tidak bisa lagi dihindari oleh manusia, berbeda dengan sabar
ikhtiari tidak semua orang mampu. Itulah sebabnya kesabaran Nabi Yusuf terhadap
godaan Zulaikhah lebih besar nilainya daripada kesabarannya ketika dibuang oleh
saudara-saudaranya.
٠ِ ك٠ِٗ َّْ أْ ُج ْشُٜ ََُِّٕ حُٞحجؼ َّ ُٙ ٍُ َٓخ أ َ َٓ َشُٞو٤َ َ َزشٌ ك٤ص
ِ َسِٚ ٤ْ َُ ِاَّٗخ ِاَٝ َِّللاُ ِاَّٗخ ِ َّّلِل ِ ُٓ ُُٚز٤صِ ُ َٓخ ِٓ ْٖ ُٓ ْغ ِِ ٍْ ط
خَٜ ْ٘ ِٓ ًْشح٤ُ َخَُٚ َُّللا
َّ ق َ َِ ِاالَّ أَ ْخ.خَٜ ْ٘ ِٓ ًْشح٤ َخ٠ُِ ق ْ ِِ أَ ْخَٝ ٠ِ َزظ٤ص ِ ُٓ
Tidak ada seorang muslim yang ditimpa satu musibah lalu mengucapkan apa yang
diperintahkan Allah, “Innâ lillahi wa innâ ilaihi râji‟un. Allahumma‟ jurni fî mushîbati wa
akhlif li khoiron minha” (sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepadanyalah kita akan
kembali, ya Allah berikanlah pahala atas musibah ini, dan gantikanlah dengan yang
lebih baik darinya), kecuali Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik darinya.
Allah berfirman dalam hadis qudsi, tidak ada pahala yang kusediakan bagi
seorang hambaku yang beriman, ketika aku ambil kekasihnya dari penduduk dunia lalu
ia bersabar dan berharap pahala dari Allah, melainkan Allah akan berikan baginya
surga.
ٖٓ ٚ٤ِٓخ ػٝ هللا٠ِو٣ ٠ دظُٙذٝ ٢كٝ ُٚ ٓخ٢كٝ ٙ جغذ٢ حُٔئٓ٘ش كٝضحٍ حُزَلء رخُٔئٖٓ أ٣ ال
جش٤خط
Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah, mengenai
jasadnya, hartanya dan anaknya hingga ia menghadap Allah SWT tanpa membawa
dosa.
Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah SWT untuk
mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudharotan, menyangkut urusan dunia
ataupun akhirat. Allah SWT berfirman,
ِ َّ ٠َِػ
ُُٚ َد ْغزَٞ ُٜ ََّللا ك َ َْ ًَّ َٞ َظ٣َ ْٖ َٓ َٝ ِذ ُ ٤ُ ِٓ ْٖ َدَٚ ْش ُص ْه٣َٝ )( ُ َٓ ْخ َش ًجخَُٚ َْ ْج َؼ٣َ َّللا
ُ َ ْذظَغ٣ ْث َال َ َّ نِ َّ ظ٣َ ْٖ َٓ َٝ
“ Dan barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia menjadikan baginya jalan
keluar dan Dia memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa
bertawakkal kepada Allah, maka Dia cukup baginya” ( at – Thalaq : 2 – 3 )
Sahl bertutur, “ Barangsiapa cacat dalam berikhtiyar berarti cacat dalam sunnah,
barang siapa cacat dalam bertawakkal berarti cacat dalam iman. Tawakkal adalah sikap
Nabi dan ikhtiar adalah sunahnya, barangsiapa bersikap seperti Nabi janganlah ia
meninggalkan sunnahnya”.
Amalan yang dilakukan oleh seorang hamba itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam :
Amal yang telah dijadikan Allah SWT sebagai hukum sebab akibat. Allah
memerintahkan hambanya untuk memenuhinya. Seperti makan ketika lapar, minum
Amal yang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai hukum sebab akibat pada
kebanyakan dan keumumannya. Kadang-kadang terjadi sesuatu diluar itu, bagi yang
Allah SWT kehendaki. Misalnya obat-obatan. Para ulama berbeda pendapat tentang
mana lebih utama bagi yang ditimpa suatu penyakit dan benar-benar bertawakkal
kepada Allah, berobat, ataukah membiarkannya. Ada dua pendapat yang sama-sama
masyhur. Menurut Imam Ahmad, bagi mereka yang kuat bertawakkal lebih utama.
Sebagaimana hadits Nabi SAW,
٠َِػ َ َ ظ٣َ َالَٝ ، ََُٕٞ ْغظ َ ْشه٣ ََٖ ال٣ِ ُْ حَُّزُٛ د
َ َٝ ، َٕٝ َُّش٤ط ٍ غخ َ ٢َ ْذ ُخ َُ ْحُ َجَّ٘شَ ِٓ ْٖ أ ُ َّٓ ِظ٣
َ ِْش ِد٤ََٕ أ َ ُْلًخ ِرـُٞع ْزؼ
ًََُِّٕٞ َٞ َ ظ٣َ ْْ ِٜ ّ“س ِر
َ
ada tujuhpuluh ribu orang dari umatku yang masuk surga tanpa hisab. Lalu Beliau
melanjutkan, Mereka adalah yang tidak berta-thayyur ( percaya pada ramalan nasib ),
tidak meminta diruqyah, tidak berobat dengan cara kay ( meletakkan besi panas pada
luka ) dan hanya bertawakkal kepada Robb mereka”.
Sehubungan dengan apa yang tidak disukai, seorang hamba bisa menempati salah
satu dari dua derajat ini, Ridha atau Sabar. Ridha adalah yang lebih utama. Adapun
sabar hukumnya wajib bagi setiap orang yang beriman.
Mereka yang ridha adalah yang dapat menghayati hikmah dan kebaikan Allâh SWT
yang mendatangkan ujian. Mereka tidak berburuk sangka kepada-Nya. Di sisi yang lain
menghayati betapa Allâh Maha Agung, Maha Mulia, dan Maha Sempurna. Ia larut dalam
persaksiannya atas semua itu, sehingga ia tidak lagi merasakan derita kehidupan.
Hanya orang-orang yang benar-benar memiliki makrifah dan mahabbah kepada Allâh-lah
yang mampu sampai pada tingkat ini. Bahkan mereka mampu menikmati musibah yang
sedang menimpa, karena mereka tahu bahwa musibah itu datang dari Dzat yang dicintai
dan dirindukan setiap waktu, bagi mereka musibah tak ubahnya seperti sapaan-sapaan
kasih sayang Allâh kepada hamba yang dicintai.
Sabar berbeda dengan ridha. Sabar adalah menahan diri dari amarah dan
kekesalan ketika merasa sakit sambil berharap derita itu segera hilang. Sementara ridha
adalah berlapang dada atas ketetapan Allâh SWT dan membiarkan keberadaan rasa
sakit walaupun ia merasakannya. Keridhaan meringankan deritanya, karena hatinya
dipenuhi keyakinan dan ma‟rifahnya kepada Allâh, maka jika sifat ridha semakin kuat
semakin kuat ia mampu menepis seluruh rasa sakit dan derita.
ُ غ ْخ
ػ ُّ ُُ حََِٚػ ك
َ ع ِخ
َ ْٖ َٓ َٝ ، ظخ ّ ِ ََُِٚ ك٢
َ حُش ِ َك َٔ ْٖ َس، ْْ ُٛ َ ًٓخ ح ْرظََلْٞ ََّللا اِرَح أ َ َدذَّ ه
َ ظ َ َّ َّٕ ِاَٝ
“Sesungguhnya jika Allâh mencintai suatu kaum Dia akan menguji mereka.
Barangsiapa yang ridha niscaya ia akan mendapatkan ridha-Nya dan barangsiapa yang
kesal dan benci niscaya ia akan mendapatkan murka Nya” (HR. Imam Ahmad)
Ibnu Mas‟ud berkata, “Sesungguhnya Allâh SWT dengan keadilan dan ilmu-Nya,
menjadikan kesejahteraan dan kegembiraan pada yakin dan ridha, serta menjadikan
kesusahan dan kesedihan pada keraguan dan kekesalan.”
Allâh SWT berfirman, “Barangsiapa beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan
memberi petunjuk pada hatinya” (QS: At-Taghâbûn [64]: 11)
Berkenaan dengan ayat diatas Alqomah berkata, “ini tentang musibah yang
menimpa seorang yang mengerti bahwa musibah itu datang dari Allâh, lalu ia pasrah
kepada Allâh dan ridha”
Dalam al-Qur‟an Allâh SWT berfirman, “Maka sungguh kami akan berikan
kehidupan kepadanya yang baik” (QS. An-Nahl [16]: 97)
Abu Muawiyah al-Aswar menjelaskan maksud kehidupan yang baik adalah ridha
dan qona‟ah. Suatu ketika Ali bin Abi Thalib mendapati Adi bin Hatim tengah bersedih.
Beliau bertanya, “mengapa kamu bersedih?” Adi bin Hatim menjawab, “apa tidak boleh
aku bersedih, sedang kedua anakku baru saja terbunuh sedang mataku sendiri baru
saja tercukil?” Ali bin Abi Thalib pun berkata, “wahai Adi barangsiapa ridha terhadap
ketetapan Allâh maka sesungguhnya ketetapan tersebut tetap terjadi, dan dia mendapat
pahala. Dan barangsiapa tidak ridha terhadap ketetapan-Nya, sesungguhnya ketetapan
tersebut tetap terjadi dan amalan orang tersebut pun terhapus.”
Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Ridha adalah pintu Allâh yang terbesar, surga
dunia, dan tempat istirahatnya para ahli ibadah”
Sebagian ulama berkata, “di akhirat nanti, tidak ada derajat yang paling tinggi
daripada yang dimiliki oleh orang-orang yang ridha kepada ketetapan Allâh SWT dalam
segala situasi. Maka barang siapa dianugerahi sifat ridha sungguh ia telah mendapatkan
derajat yang paling utama.”
Khauf adalah cambuk Allâh SWT untuk menggiring hamba-hamba-Nya menuju ilmu
dan amal shaleh agar mereka mampu mendekatkan diri kepada-Nya.
Khauf adalah ungkapan derita hati dan kegundahannya terhadap apa yang akan
dihadapi. Khauf inilah yang akan mencegah diri dari perbuatan maksiat dan dosa
dengan bentuk-bentuk ketaatan. Seorang yang sedikit rasa Khauf-nya akan terdorong
menuju kealpaan dan keberanian untuk berbuat dosa. Sebaliknya terlalu berlebihan
dalam Khauf akan menyebabkan putus-asa dan patah harapan.
Rasa takut kepada Allâh SWT bisa lahir dari ma‟rifah (pengetahuan) seseorang
kepada Allâh SWT dan ma‟rifah terhadap sifat-sifat-Nya. Sifat Khauf juga bisa lahir dari
perasaan banyaknya dosa yang telah diperbuat oleh seorang hamba. Juga Khauf
terkadang lahir dari keduanya. Semakin seorang hamba mengetahui tentang kedudukan
dan kekuasaan Allâh SWT, serta mengetahui aibnya dan Dia tidak ditanya tentang apa
yang dilakukannya, tetepi para hambalah yang ditanya akan apa yang telah dilakukan,
maka semakin kuatlah sifat Khauf seorang hamba kepada Allâh SWT.
Orang yang paling takut kepada Allâh SWT adalah orang yang paling tahu siapa
dirinya dan siapa Rabbnya. Allâh SWT berfirman;
Rasûlullâh SAW bersabda: “demi Allâh akulah yang paling tahu siapa Allâh dari
pada mereka, demikian pula aku yang paling takut kepada-Nya” (HR. al-Bukhary)
Orang yang takut kepada Allâh SWT bukanlah orang yang menangis dan
bercucuran air matanya. Tapi orang yang takut pada Allâh adalah orang yang
meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa yang ia takutkan hukumannya.
Dzun Nun al-Misri pernah ditanya, “Kapankah seorang hamba itu disebut takut
kepada Allâh? “ ia menjawab, jika ia mendudukkan dirinya sebagai orang sakit yang
menahan dirinya dari berbagai hal, khawatir jika sakitnya berkepanjangan.”
Abul Qosim al-Hakim bertutur, “ siapa yang takut terhadap sesuatu ia akan lari
darinya. Tetapi siapa yang takut kepada Allâh justru ia lari untuk mendekati-Nya.”
Fudlail bin „iyadl berujar, “jika kamu ditanya, “apakah kamu takut kepada Allâh? maka
diamlah, jangan menjawab! Sebab jika kamu menjawab “ya” kamu telah berdusta.
Sedangkan jika kamu jawab “tidak” maka kamu telah kafir” .
Allâh SWT menyediakan petunjuk, rahmat, ilmu, dan keridhoan bagi hamba yang
memiliki rasa takut kepada-Nya.
“ petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang takut kepada Robb mereka”
(QS. al-A‟raf [7]:154)
“Bahwasanya yang takut kepada Allâh diantara hambaNya adalah para ulama”
(QS. Fathir [35]:28)
َ ُ رَ ُِ َي ُِ َٔ ْٖ َخشْٚ٘ ػ
َُّٚ َسر٢ِ ُ َسَٝ ْْ ُٜ ْ٘ َّللاُ َػ
َ حٞظ َّ ٢ َ ظ
ِ َس
“Allâh ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya, demikian itu bagi
siapa saja yang takut kepada Rabbnya” (QS. al-Bayinah [98]: 8)
ِ ُخَخكَٝ
َٖ٤ِِ٘ٓ ْٕ ِا ْٕ ًُ ْ٘ظ ُ ْْ ُٓئٞ
Rasûlullâh SAW bersabda, “tidak akan masuk neraka seorang yang menangis
karena takut kepada Allâh, sampai air susu itu kembali ketempat semula” (HR.
Turmudzi)
Fudhail Bin Iyad berkata, “barang siapa takut kepada Allâh maka rasa takutnya itu
akan menunjukkan segala kebaikan kepadanya.”
Yahya bin Mu‟adz berkata, “jika seorang mukmin melakukan suatu kemaksiatan, ia
harus menindaklanjuti dengan salah satu dari dua hal yang akan menghantarkannya ke
surga, takut akan siksa dan harapan akan ampunan.”
“demi Allâh, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui pastilah kalian
sedikit tertawa, banyak menangis, tidak akan bersenang-senang bersama istri, dan
kalian pasti akan turun ke jalan-jalan bermohon kepada Allâh, sekiranya Allâh
menjadikannya sebatang pohon yang ditebas saja.” (HR. at-Tirmidzi)
Abdullah bin Assyakhir meriwayatkan, “bahwa Rasûlullâh SAW jika memulai shalat
terdengarlah dari dada beliau gemuruh seperti suara air yang mendidih dalam bejana”
(HR. an-Nasai)
Siapapun yang mencermati kehidupan para sahabat dan para salafus-shalih pasti
akan mendapati betapa mereka berada pada puncak Khauf. Adapun kita semua benar-
benar berada pada kelalaian dan merasa aman dari adzab.
Abu Bakar as-Shiddiq berkata, “ jika beliau Nabi SAW berdiri shalat, tak ubahnya
seperti sebatang kayu tidak bergerak, karena takut kepada Allâh SWT”
Umar Bin Khatab, pernah membaca surat at-Thur ayat 7, yang artinya, “Sungguh
adzab Rabbmu pasti benar-benar terjadi” beliau menangis dan semakin menghebat
tangis beliau sampai beliau sakit dan orang-orang menjenguk beliau. Kemudian saat
menjelang ajal, beliau berkata kepada sang putra, “Anakku, letakkan pipiku diatas
tanah, mudah-mudahan Allâh mengasihiku.” Lantas beliau berkata, “Celakalah aku, jika
Allâh tidak menggampuniku.” Beliau ucapkan tiga kali kemudian beliau wafat.
Usman Bin Affan, bila berdiri di depan kuburan menangis sampai basah
jenggotnya, seraya berkata, “aku ada diantara surga dan neraka, padahal aku tidak tahu
dimana aku akan dimasukkan. Sungguh aku lebih memilih menjadi abu sebelum aku
tahu kemana aku dimasukkan.”
Sahabat Ali Bin Abi Thalib berkata, “di pagi hari mereka (sahabat Nabi) tampak
kusut, pucat dan berdebu. Mereka menghabiskan malam dengan dengan bersujud dan
berdiri dengan membaca ayat-ayat Allâh. Bila pagi tiba merekapun berdzikir kepada
Allâh SWT, bergemuruh seperti pepohonan tertiup angin yang kencang. Mata mereka
bercucuran air mata sampai-sampai pakaian mereka basah karenanya.
Celaan terhadap dunia yang tersebut di dalam al-Quran dan as-Sunnah bukanlah
tertuju kepada siang dan malam yang berlangsung sampai hari kiamat, karena Allâh
SWT menjadikannya berganti-ganti sebagai masa untuk berdzikir dan bersyukur bagi
mereka yang mau. Tersebut dalam sebuah atsar, “sesungguhnya siang dan malam itu
adalah dua gudang. Maka lihatlah apa yang telah kalian perbuat di dalam masing-
masingnya”.
Mujahid berkata, “setiap hari ketika datang selalu berkata, “Wahai anak Adam, aku
datang. Dan aku tidaklah kembali datang setelah ini”. Lihatlah apa yang kau perbuat di
diriku! Jika ia berlalu ia pun dilipat, ditutup, dan tak dibuka samapi Allâh SWT
menghakiminya pada hari kiamat”.
Seorang penyair berkata, ”Sesugguhnya dunia adalah jalan menuju surga dan
neraka. Malam-malamnya adalah waktu perniagaan manusia dan hari-harinya adalah
ibarat pasar sebagai tempat perniagaan”.
Berapa banyak pohon-pohon kurma yang disia-siakan oleh mereka yang menyia-
yiakan waktunya dan berapa banyak orang yang menyia-nyiakan kesempatan yang
diberikan Allâh kepadanya padahal ia mampu mengisinya.
Seseorang memanggil orang yang alim, “Berhentilah sejenak, saya ingin berbicara
dengan anda!” orang alim tersebut menjawab, “Coba hentikan dulu matahari itu!”
Celaan kepada dunia bukan pula ditujukan kepada bumi, tempat dunia ini berada.
Bukan pula kepada gunung-gunung, lautan luas, sungai-sungai dan alam semestanya.
Semuanya itu adalah nikmat Allâh SWT bagi hamba-hambanya agar mereka bisa
mengambil manfaat, mengambil pelajaran dan menjadikannya sebagai bukti keesaan,
kekuasaan dan keagungan Allâh SWT.
Dan sesungguhnya celaan itu ditujukan kepada amal perbuatan yang dilakukan
oleh anak Adam semasa hidup didunia. Sebab kebanyakan apa yang dilakukan mereka
seringkalinya berakibat buruk. Untuk itu Allâh SWT dalam banyak ayat memberikan
celaan terhadap dunia agar kita terhindar dari keburukan prilaku manusia yang
dilakukan di dalamnya.
ٌ َخ َُ ِؼ٤ْٗ َُّخس ُ حُذ٤ح أََّٗ َٔخ ْحُ َذُٞٔ َِح ْػ
َال ِدْٝ َ ْحْلَٝ ٍِ حَٞ ْٓ َ ْحْل٢ِط َ ٌَخث ُ ٌش كَٝ ْْ ٌُ َ٘٤ْ َطَلَخ ُخ ٌش رَٝ ٌَ٘ش٣ ِصَٝ ٌٞ ْٜ ََُٝ ذ
ُ َُّ٘حَٝ ُّ َٕ ًَ َٔخ طَؤ ْ ًُ َُ ْحْل َ ْٗ َؼخًُُِٞ ْ ؤ٣َ َٝ ََُٕٞظَ َٔظَّؼ٣ حَٖٝ ًَ َل ُش٣ِحَُّزَٝ
ْْ ُٜ َُ ًٟٞ ْخس َٓث
“Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang di dunia dan mereka makan seperti
makannya binatang-binatang. Neraka adalah tempat tinggal mereka” (QS. Muhammad
[47]: 12)
Zhalim linafsihi, orang yang menzhalimi diri sendiri. Jumlah mereka paling banyak
dibandingkan yang lain. Kebanyakan mereka terbuai oleh indahnya dunia. Mereka
mensikapi dengan tidak semestinya, mereka senang, benci, ridha dan murka karenanya.
Merekalah yang disebut ahli lahwau (orang yang senang berhura-hura) mereka beriman
kepada akhirat secara gelobal tapi mereka tidak mengerti jika dunia itu hanya sekedar
tempat mencari bekal guna menuju kehidupan selanjutnya yang lebih abadi.
Muqtashid, adalah mereka yang menikmati dunia dari arah yang dibenarkan atau
mubah. Mereka melaksanakan seluruh yang wajib, lalu membiarkan dirinya bersenang-
senang dengan kenikmatan dunia. Mereka tidak mendapatkan hukuman, hanya saja
“Dan sesungguhnya kami jadikan apa saja yang ada di muka bumi sebagai hiasan
baginya, supaya kami uji siapa diantara mereka yang paling baik amalnya” (QS. al-Kahfi
[18]: 7)
Golongan ketiga ini merasa cukup dengan menjadikan dunia sekedar mencari
bekal untuk kesuksesan akhirat, seperti seorang musafir yang akan membawa bekal
sesuai sengan apa yang akan dibutuhkan untuk perjalanannya. Sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasûllullâh SAW,
“Apa urusanku dengan dunia ini? Hidupku di dunia ini ibarat seorang pejalan yang
berlindung dibawah pohon, beristirahat, lalu meninggalkannya” (HR. Turmudzi)
Abu Ahwan pernah ditanya, apakah yang dimaksud dengan dunia yang dicela oleh
Allâh dalam al-Quran, beliau menjawab, “Segala hal yang engkau dapatkan di dunia
untuk dunia, itulah yang tercela. Dan segala hal yang engkau dapatkan di dunia untuk
akhirat maka itu tidak tercela”.
Al-Hasan al-Basry berkata, “Betapa indahnya dunia ini bagi orang mukmin, karena
ia beramal sedikit saja dan menggambil bekalnya disana menuju surga. Dan betapa
buruknya dunia ini bagi orang kafir dan munafik, karena mereka menyia-yiakan waktu
didunia dan dunia ini menjadi bekal mereka menuju neraka”.
Aun bin Abdullah berkata, “Dunia dan akhirat di hati manusia ibarat dua daun
timbangan. Apa saja yang memberatkan yang satu maka akan meringankan yang lain”
Terusik hati ini, dan dada kian gemuruh, ketika beberapa bulan yang lalu penulis
membaca tulisan di media sosial tentang isu larangan jilbab di Bali dan rupanya tidak
hanya berhenti di situ, sekelompok orang mengatasnamakan agama tertentu di Bali
menuntut perwakilan Bank Indonesia di Bali untuk melakukan moratorium pembukaan
bank syariah di wilayah yang mayoritas beragama Hindu dan Budha tersebut. Jilbab dan
bank syariah dianggap oleh kelompok tersebut sebagai sesuatu yang bertentangan
dengan budaya, agama, dan kepentingan masyarakat di Bali secara keseluruhan, kedua
isu ini mengusik kehidupan toleransi keagamaan dan kepentingan ekonomi nasional
kita.
Upaya pembenturan antara agama dan negara mestinya tidak perlu dilakukan
karena sejarah mencatat tidak ada suatu peradabanpun di dunia ini yang pernah eksis
dan jaya tanpa dikaitkan agama. Karena keduanya saling membutuhkan. Negara
membutuhkan agama dalam menata kehidupan masyarakatnya, begitu pula sebaliknya
agama butuh negara dalam implementasi nilai-nilai dan ajarannya. Dan sejarah
membuktikan pada zaman rasulullah kejayaan itu nampak manakala syariah dijadikan
sebagai instrument pokok dalam pengaturan ekonomi, sosial dan politik dalam suatu
negara.
Kita sadar bahwa bank-bank yang menduduki papan atas perbankan nasional
masih diduduki oleh bank-bank konvensional, pada tahun 2014 kemarin Bank Indonesia
merilis 10 bank terbesar, di peringkat pertama diduduki oleh Bank Mandiri dengan total
asset Rp. 674,74 Trilyun, disusul oleh Bank BRI dengan asset Rp. 621,98 Trilyun, BCA
Rp. 512,84 Trilyun, BNI Rp. 388,01 Trilyun, CIMB Niaga Rp. 244,8 Trilyun, Bank Permata
Rp. 176,57 Trilyun, Bank Panin Rp. 156,42 Trilyun, Bank Danamon Rp. 154,42 Trilyun,
BII Rp. 137,79 Trilyun dan BTN dengan asset Rp 15,62 Trilyun. Inilah realitas bahwa
dominasi ekonomi riba masih kuat mencengkeram di negara kita.
Namun harapan itu masih ada, meskipun market share bank syariah masih
dibawah 5 % tapi mampu tumbuh dan berkembang sekitar 30 – 40% per tahun lebih
tinggi dibanding bank konvensional yang hanya tumbuh sekitar 15 – 20 % pertahun.
Adapun dari sisi total asset bank syariah mencapai sekitar 250 Trilyun ( BI, 2014 ).
Melihat perkembangan kinerja statistik yang cukup fantastis maka wajar bila
mendapatkan apresiasi dan dukungan dari pihak pemerintah demi kepentingan nasional
dan masyarakat Indonesia.
Salah satu filosofi dasar ajaran Islam yang diberikan Allah dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis yaitu larangan untuk berbuat curang dan dzalim. “ La tadzlimuuna wala
tudzlamuun” ( jangan mendzalimi dan jangan di dzalimi ). Misal, disebutkan dalam Al-
Qur‟an surat al- Baqarah – 188, ”Janganlah kamu memakan harta diantara kamu
dengan cara yang bathil”.
Prinsip dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang ekonomi dan
bisnis, termasuk dalam praktek perbankan. Salah satu kritik Islam dalam perbankan
konvensional adalah dilanggarnya prinsip al kharaju bi al dhaman ( hasil usaha muncul
bersama biaya) dan prinsip al ghunmu bil ghurmi ( profit muncul bersama resiko ). Dan
inilah unsur kedzaliman yang dilakukan perbankan konvensional dalam mengambil
bunga.
Dalam lembaga keuangan konvensional, seperti pada bunga kredit dan deposito
atau tabungan al ghunmu ( untung ) muncul tanpa adanya resiko ( al ghurmi ), hasil
usaha ( al kharaj ) muncul tanpa adanya biaya ( dhaman ). Al ghunmu dan al kharaj
Kalau demikian adanya maka sudah saatnyalah kita kembali kepada ajaran yang
lurus yakni syari‟ah Islam yang akan menghantarkan keadilan yakni keadilan sosial,
keadilan ekonomi dan keadilan dalam distribusi harta. Wallahu a‟lam bishshowab.
Dalam aktivitas ekonomi, peran pendidikan dan ilmu sangat ditekankan, lebih-lebih
pendidikan dan ilmu yang berbasis karakter. Artinya pendidikan tidak sebatas teori yang
menjadikan orang ahli dan mempunyai kompetensi. Tapi lebih dari itu, seseorang
mempunyai karakter yang inti. Maka dalam bahasa agama, istilah karakter sejatinya
adalah „taqwa‟. Orang yang bertaqwa ingin mendekatkan diri kepada Allah swt. Orang
yang bertaqwa pasti takut kepada Allah swt. Karena takut maka dia tidak akan berbuat
kerusakan di muka bumi.
Ilmu adalah tonggak penegak amal, karena jika kita beramal tanpa ilmu bisa jadi
amalan yang kita lakukan adalah maksiyat. Berapa banyak orang yang menyangka dia
telah beribadah, tidak tahunya ternyata itu perbuatan syirik dan bid‟ah.
Prinsip inilah yang harus dipahami betul-betul oleh setiap muslim. Seseorang
hendaklah berilmu dulu sebelum beramal agar tak salah jalan. Bukankah, banyak yang
beribadah tanpa ilmu, lalu amalan menjadi tertolak dan sia-sia. Karenanya, para ulama
Artinya jika kita ingin diberi kebaikan belajarlah ilmu agama, mengapa belajar
agama? Karena ilmu agama adalah pokok dalam menjalankan tugas manusia sebagai
hamba Allah swt di muka bumi ini. Hidup dan kehidupan ibarat ranjau, bila salah
langkah, keselamatan kita pun akan terancam. Begitu juga dalam urusan muamalah,
bila kita ingin diberi kebaikan dan keberkahan dalam bisnis, kuasailah ilmu yang
berkaitan dengan hukum bisnis.
“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai
seluk beluk riba.”
Sungguh akan berakibat parah, bila pedagang tidak mempunyai ilmu mu‟amalah.
Ia akan mengakibatkan banyak keburukan. Tidak tahu transaksi mana yang
mengandung riba atau tidak, transaksi gharar, penipuan, spekulasi semua ditabrak
karena tidak memahami ilmunya. Orang seperti ini tidak akan mendatangkan kebaikan
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan banyak
membuat kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”
Contohnya, bila seseorang tidak tahu riba, maka dia akan semena-mena dan
tindakan penindasan menjadi hal yang biasa padahal itulah sumber kehancuran di dunia
dan akherat. Di dunia dia diibaratkan seperti orang gila yang sedang mabuk karena
harta dan di akhirat siksa yang sangat pedih siap menantinya. Na‟udzubillah..
Intinya seorang pedagang haruslah memiliki aqidah dan keyakinan yang benar,
itulah prinsip utama. Jika aqidahnya rusak bagaimana mungkin amalan lainnya bisa baik
dan diterima. Jadi inilah yang harus pedagang ilmui dan jangan sampai terlena. Setelah
itu baru ilmu yang dibutuhkan untuk menjalankan ibadah, wudlu, shalat, dan
sebagainya.
Kemudian baru ilmu yang berkaitan dengan Fiqh Muamalah agar perdagangan
atau bisnis yang ia jalankan tidak terjerumus dalam perkara yang dilarang Allah dan
Rasul-Nya.
Apa yang menjadi sebab yang membuat bisnis atau perdagangan menjadi haram,
setidaknya apabila di dalamnya ada 4 perkara,
Pertama, adanya Riba. Riba secara bahasa berarti ziyadah (tambahan). Dalam
pengertian lain riba diartikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil. Pengambilan tambahan ini baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam-meminjam.
Ketiga, adanya maysir / taruhan yang berarti salah satu atau beberapa pihak yang
kalah, menanggung beban atas yang menang, menurut sebagian ulama maysir dapat
Demikianlah hal-hal yang harus menjadi pengetahuan bagi pelaku bisnis.Hal ini
kelihatan sepele tapi terbukti banyak orang yang tidak tahu dan tidak peduli. Dan inilah
rupanya yang menjadikan kemelut ekonomi Indonesia yang hingga sekarang tak kunjung
membaik dan semakin menjadi-jadi.
Demikianlah carut marut bangsa ini, bila bangsa ini ingin menjadi bangsa yang
besar, mulailah pada diri kita sendiri, Yakinlah bahwa fondasi utama dalam membangun
IHTIKAR
Tak terasa, bulan suci Ramadhan telah di depan mata, ada rasa haru dan bahagia
bulan yang berkah sebentar lagi menghampiri kita, tentu dengan penuh suka cita kita
menyambutnya, umat Islam pun berbahagia karena kerinduan akan kekhusukan ibadah
didalamnya. Tiap masjid dan lembaga sibuk mempersiapkannya. Tak ketinggalan pula
seluruh stasiun TV ikut meramaikannya, mulai acara kuliah, ceramah, tayangan Islami
atau bahkan acara yang khusus dikemas walaupun terkesan hanya sekedar hura-hura.
Ya, Ramadhan memang luar biasa, bulan yang mempunyai magnet tersendiri yang
menjadikan semarak disbanding bulan yang lainnya. Kita patut bersyukur karena kita
masih diberi umur panjang sehingga kita bisa menemuinya. Mari kita ingat sejenak,
Ramadhan yang lalu mungkin kita masih bisa berjamaah di masjid bersama kedua orang
tua kita, tapi kini salah satu dari keduanya mungkin sudah tiada, atau barangkali
tetangga, teman kita mungkin sudah pula meninggalkan kita. Tentu karunia Allah berupa
umur tak boleh terbuang sia-sia, bertekadlah Ramadhan ini adalah yang terbaik untuk
kita. Karena kita tidak tahu apakah Ramadhan ini terakhir untuk kita, yang akan
meninggalkan kita untuk selamanya.
Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa penyebab kenaikan harga ini lebih
disebabkan oleh tindakan para spekulan, yang berupaya untuk mendapat keuntungan
berlipat dari kenaikan harga. Tindakan para spekulan seperti ini dalam perspektif Islam
termasuk ke dalam kategori ihtikar (penimbunan). Rasulullah saw bersabda,
Ada perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai barang apa saja yang
termasuk kategori Ihtikar yang dilarang oleh Islam. Menurut Imam Syafi‟i dan Imam
Hanafi bahwa ihtikar hanya berlaku khusus untuk bahan makanan. Sedangkan menurut
Imam Maliki ihtikar berlaku dalam bahan makanan dan pakaian, alasannya bahwa
barang tersebut merupakan barang pokok yang dibutuhkan oleh manusia. Dan menurut
Abu Yusuf ihtikar itu berlaku untuk semua jenis barang baik berupa makanan ataupun
yang lainnya.Yaitu selama aktivitas ihtikar yang dilakukan merugikan manusia.
Meski demikian, tentu harus dibedakan antara penimbunan dengan inventory atau
persediaan. Orientasi “persediaan” adalah sebagai cadangan stok barang pada kondisi
usaha yang normal. Juga untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya excess demand
( kelebihan permintaan ), sehingga harga bisa stabil ketika ada tambahan suplai. Atau
sebagai tindakan untuk mencegah jatuhnya harga akibat excess supply ( kelebihan
penawaran ), terutama pada saat terjadi panen raya. Berbeda dengan penimbunan yang
berorientasi pada maksimisasi profit dengan mengeksploitasi keterdesakan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam Islam, konsep inventory ini telah dipraktekkan
oleh Nabi Yusuf as , ketika beliau memimpin Mesir dalam menghadapi krisis pangan dan
krisis ekonomi selama tujuh tahun.
Fenomena ekonomi di bulan Ramadhan sungguh luar biasa, tapi sayang justru
yang diuntungkan adalah para pengusaha non muslim. Mereka meraup keuntungan
yang melimpah akibat penguasaan di sektor ekonomi yang strategis mulai dari sembako,
konveksi, elektronik dan sebagainya semua dikuasai. Mereka dengan mudahnya
mengendalikan harga hingga peran pemerintah dibuat tak berdaya bertekuk lutut
dihadapannya.
Akhirnya, Ramadhan adalah bulan suci untuk memperbanyak ibadah kita kepada
Allah, janganlah kita larut dan terlena dalam kesibukan dunia. Waktu banyak tersita
dalam aktivitas ekonomi saja sedangkan urusan ibadah dan amaliyah dicampakkan
begitu saja. Kita berdoa semoga kita diberi kekuatan iman dan taqwa selama
Turki juga bisa menaikkan pendapatan perkapita yang dahulunya 3500 dolar
pertahun, meningkat pada tahun 2013 menjadi 11.000 dollar pertahun. Turki berhasil
melunasi semua hutang-hutangnya bahkan mampu meminjami IMF 5 Milyar dolar.
Kita sadar bahwa dibandingkan dengan negara-negara lain potensi SDA Indonesia
jauh lebih unggul. Kita juga tahu bahwa muslim Indonesia adalah penduduk mayoritas di
dunia. Kita juga mengerti bahwa orang yang pintar dan punya skill di Indonesia bukanlah
sedikit tapi ribuan jumlahnya. Tapi mengapa kita menjadi negara yang menempati
urutan ke-5 negara yang paling besar hutangnya; menempati kelompok negara yang
terbanyak penduduk miskinnya dan bila memakai standart Bank Dunia maka jumlahnya
100juta lebih? Inilah bukti bahwa kita belum benar-benar merdeka dan kita belum
menjadi tuan di rumah sendiri.
Tahukah anda bahwa penjajah itu bertopeng kapitalisme? Ya, kapitalisme telah
nyata merobek kedaulatan bangsa dan inilah rupanya gaya imperialisme modern. Sistem
ekonomi kapitalisme telah mengajarkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan
terwujud jika semua pelaku ekonomi terfokus pada akumulasi kapital (modal ).
Bagaimana cara kapitalisme menguasai negara? Marilah kita lihat tahapan-tahapannya
Ketiga, Memakan perusahaan kecil. Bagaimana caranya? Menurut teori Karl Max,
dalam pasar persaingan bebas ada hukum akumulasi kapital ( the law of capital
accumulations ), yaitu perusahaan besar akan memakan perusahaan kecil. Contohnya,
jika di suatu wilayah banyak terdapat toko kelontong yang kecil, maka cukup dibangun
sebuah mall yang besar atau supermarket. Dengan itu toko-toko kecil akan tutup dengan
sendirinya.
Bila hal ini dirasa sulit maka mereka akan masuk di sektor kekuasaan itu sendiri,
kaum kapitalis harus menjadi penguasa sekaligus tetap menjadi pengusaha. Untuk
menjadi penguasa tentu membutuhkan modal yang besar, karena biaya kampanye itu
tidak murah. Tapi bagi kaum kapitalis tidak masalah sebab permodalannya tetap akan
didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal. Nah, jika
kaum kapitalis sudah melewati cara-cara ini, maka hegemoni (pengaruh) ekonomi
ditingkat nasional hampir sepenuhnya terwujud. Hampir tidak ada problem yang berarti
untuk dapat mengalahkan kekuatan hegemoni ini.
Kapitalisme ibarat ular : ganas, berbisa, liar, mematikan dan buas kalau
menyantap makanan. Makanan akan ditelan habis-habis. Maka untuk melawannya
butuh tenaga yang lebih. Tidak bisa dengan kekuatan yang pas-pasan. Jangan pernah
memberikan kesempatan ular untuk makan. Kita harus pintar menghindar dan
memperkuat diri kita. Sehingga kebal dan tahan terhadap keganasan dan bisanya yang
mematikan.
Para pendahulu kita sebenarnya telah mengajarkan kepada kita resep yang jitu
menghadapi arus deras kapitalisme ini yaitu kemandirian. Kemandirian berarti tidak
bergantung pada pihak lain, istilah Bung Karno Berdikari ( Berdiri diatas kaki sendiri ).
Ya, kita harus bersatu padu mengencangkan ikat pinggang, yaitu berani menahan
gempuran gelombang hedonism. Mengambil sikap untuk mengkonsumsi produk buatan
sendiri, mempersiapkan semaksimal mungkin ilmu, technologi, pertahanan, ekonomi
dan sebagainya sehingga kita menjadi negara yang kuat yang tidak bergantung pada
Maka pada akhirnya, esensi kemerdekaan harus kita maknai kembali dalam
konteks menjaga kedaulatan negara, mengamankan hak milik nasional, serta menjaga
kepribadian suatu bangsa. Selain itu memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat proklamasi yang harus tetap
digemakan. Semoga Allâh senantiasa memberkati kemerdekaan Indonesia.
Di pagi hari yang cerah di musim hujan, aktifitas suatu sekolah dasar di pagi hari
itu cukup sibuk dengan kegiatan belajarnya, ada yang dengan tekun belajar di dalam
kelas, ada yang sebagian belajar di halaman kelas dengan didampingi ustadzahnya, dan
ada juga yang sibuk keliling ruangan kelas mengobservasi lingkungan sekolah dengan
pengarahan ustadznya. Namun saya melihat dua anak lari-lari dan beraktifitas sendiri
tidak mengikuti kegiatan belajar yang ada, lalu saya tanya sedang apa mas kok di sini?
Jawabnya sedang bermain pak, kok nggak sama temannya?, bosan pak gitu-gitu saja
belajarnya, aku ingin lari-lari sendiri lihat kesana kemari, banyak ini itu….katanya.
Kemudian saya tanyakan sama ustadzahnya, “ kenapa ust. kok dua anak itu
bermain sendiri tidak ikut kegiatan belajar di kelas bersama temannya ?. “ Ustadzah itu
pun menjawab, “itu pak dua anak itu sulit untuk duduk berlama-lama, suka usil ganggu
teman di kelas, pekerjaan sekolah jarang selesai, sering keluar kelas bermain-main
sendiri melihat-lihat lingkungan sekitar yang meyenangkan sehingga sering menghilang
dan kabur beberapa jam pelajaran maka prestasi belajarnya tertinggal.” Setelah saya
tanyakan bagaimana belajar di rumah, ternyata dua anak tersebut sulit belajar dengan
tertib, apa yang di ingat mudah lupa, saat sedang belajar sering terganggu suara-suara
dari luar, kadang dia hanya diam, bengong saja tidak melakukan kegiatan apa-apa.
Ada dua jenis gangguan konsentrasi pada anak, pertama gangguan konsentrasi
tidak disertai dengan hiperaktifitas, pada gangguan konsentrasi ini anak sering diam
bengong melamun, mudah lupa pelajaran, dan banyak beraktifitas sendiri, sedangkan
gangguan konsentrasi yang kedua disertai denga Hiperaktifitas yang terkenal dengan
nama ADHD ( Atention Deficite Hiperaktif Disorder ). Gangguan konsentrasi dan
hiperaktifitas ditandai banyak gerak pada anak yang berlebih-lebihan yang tidak
bertujuan dan tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Adapun ciri perilaku anak yang mengalami gangguan konsentrasi dan hiperaktifitas
adalah sebagai berikut :
Impulsivitas, yaitu anak tidak sabaran menunggu sesuatu, tidak sabaran untuk
selalu berkata-kata, menyela dan tidak bisa antri.
Sering memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai, dan sering
memotong pembicaraan orang lain.
Anak yang mengalami gangguan konsentrasi dan hiperaktifitas cenderung
agresif menyerang teman, bisa berupa kata-kata atau bahkan serangan
berupa fisik misalnya memukul dan usil pada temannya.
Sembrono, anak yang mengalami gangguan konsentrasi dan hiperaktifitas
sering melakukan tanpa fikir panjang.
Seandainya perilaku anak kita banyak kesamaan dengan ciri-ciri di atas besar
kemungkinan anak kita mengalami gangguan konsentrasi, sebelum diperiksakan ada
beberapa tips untuk mendidik anak yang mengalami gangguan konsentrasi dan
hiperaktifitas :
Latih anak dengan pembiasaan berupa jadwal harian secara tertulis mulai dari
bangun tidur, sekolah bermain sampai tidur lagi secara detail, juga jadwal
perhari senin sampai minggu, serta jadwal mingguan dan bulanan.
Ada ruangan khusus belajar di rumah secara tersendiri yang bebas dari
distruksi.
Berikanlah pelajaran secara bertahap dan per materi, misalnya pada saat
belajar matematika berikanlah secara bertahap dan jangan diberikan
pelajaran yang lain (sehari satu tema pelajaran)
Ruangan belajar sebaiknya polos (tidak banyak gambar-gambar yang menarik
perhatian) dan dengan warna teduh misalnya hijau daun yang cerah.
Biasakan selalu berdoa secara khusus sebelum dan sesudah belajar, karena
dengan berdoa otak anak dalam kondisi alfa yang terlatih memperkuat syaraf-
syaraf otak untuk tenang dan fokus.
Di dalam kelas anak yang mengalami gangguan konsentrasi dudukkan di
depan sebelah kanan, karena dengan demikian anak akan sering melihat
langsung ke depan sebelah kiri anak. Secara umum penglihatan ke sebelah
Pada suatu hari saat Adi bersama ibunya masuk di sekolah baru, Adi yang masih
berusia 3 tahun terus berada di belakang ibunya dengan memegangi baju dan sesekali
saat didekati teman-temannya yang sudah berada di sekolah tersebut maka Adi akan
memukulkan tangannya ke arah teman yang ingin berkenalan dengannya, fenomena
demikian lumayan sering kita jumpai di saat-saat pendaftaran siswa baru di playgroup
atau taman kanak-kanak, hal ini tentunya sangat menggelisahkan orang tua dan juga
membuat jengkel teman-temanya yang berniat baik ingin berkenalan juga para guru
akhirnya mendapatkan “PR” baru karena keadaan tingkah laku anak tersebut, yang
menjadi pertanyaan adalah kenapa anak masih usia tahun berperilaku sudah memiliki
rasa malu atau ketakutan, padahal semestinya anak usia 3 tahun mereka akan ceria,
mereka akan tidak terpengaruh oleh lingkungan.
Hal ini semua tidak lepas dari pembiasaan sikap yang dilakukan oleh orang tuanya
maupun orang tua terhadap anaknya tersebut, anak yang memiliki karakter demikian
biasanya diawali saat dia berusia kurang lebih 20 bulan dimana orang tua kemungkinan
terbiasa :
Anak ketika tidak mau menuruti perintah orang tua maka orang tua mengatakan :
( awas lhoo…nanti disuntik pak dokter, nanti dipegang pak polisi, nanti dijemput
orang gila dan lain-lain ).
2. Protektif
Orang tua selalu memenuhi kebutuhan anak dengan nyaris sempurna misalkan
susu dibotol selalu tersedia 5 botol dengan tujuan agar saat anak menginginkan
susu, maka susu bisa langsung tersedia. Segala permintaan anak selalu dituruti
karena khawatir jangan sampai anak itu menangis.
3. Sering dicegah atau dilarang.
Orang tua biasanya akan tidak mampu membiarkan anaknya berbuat sesuai
dengan usianya, jika anak itu masih balita khususnya usia 2 – 4 tahun pastilah
banyak yang ingin dicoba diamati dilakukan oleh anak ( masa eksplorasi )
biasanya orang tua ketika anak meloncat-loncat, berlari, naik tangga memegang
benda-benda yang menurut anak itu menarik maka orang tua akan serta merta
menarik atau membentak atau melarang anak dengan nada spontan sehingga
menjadikan saraf-saraf otak yang baru akan mencoba melakukan hal-hal baru
menjadi aus ( gagal untuk bertaut dengan syaraf-syaraf yang lain ).
Jika orang tuanya adalah orang yang pemalu, tidak biasa berbicara didepan
kelompok manusia atau orang tua yang kurang bergaul dilingkungannya ini akan
berefek juga kepada sikap anak-anak.
Keempat hal diatas diantaranya yang menjadikan sebab pada anak untuk tidak
berani menampilkan dirinya dan menolak keramahan teman-temannya karena hal-hal
diatas itu bagi anak akan direspon sesuai dengan kapasitas berfikir mereka diantaranya
dimulai :
a. Jika orang tua atau lingkuangan terbiasa menakut-nakuti maka karena anak tidak
bisa memilah serius atau guyonan maka “menakut-nakuti” bagi anak akan
direspon serius bahwa semua orang yang tidak dikenal akan menakutkan
termasuk saat anak bertemu dengan anak atau guru yang baru ditemui disekolah
b. Yakni protektif maka yang muncul dari anak adalah pemikiran ketika dia tidak
berposisi dirumah pastilah fasilitas tidak akan seenak dirumah sehingga yang
perlu kita netralkan kepada anak adalah latihan-latihan dirumah agar anak dapat
melihat masalah hidup itu dengan berbagai sudut pandang, diantaranya ada hal
yang bisa tercukupi dan ada juga hal-hal yang tidak bisa terpenuhi sehingga
orang tua bisa melatih berupa pembuatan susu dilakukan setelah anak meminta,
agar anak berlatih untuk menahan emosi dengan menunggu proses pembuatan
susu
d. Adapun karakter bawaan orang tua yang kurang bisa bergaul atau berkomunikasi
dengan kelompok atau lingkungan maka dari fihak orang tuapun mesti berusaha
untuk berubah karena anak-anak kita pastilah akan menangkap gelagat yang
dimiliki oleh orang tuanya dan si anak pun sedikit atau banyak akan menirunya.
Dimikianlah beberapa sebab dan sekaligus cara mengatasinya agar anak lebih
mudah bersosialisasi dengan lingkungannya, karena bagaimanapun juga ketika anak
mengalami kesulitan bersosialisasi maka, kemampuan-kemampuan yang lain
diantaranya kognitif ( kecerdasan, kepercayaan diri, kreatifitas ) juga akan terhambat.
Di era digital ini boleh jadi kita lebih memilih ketinggalan dompet di rumah
daripada smartphone atau tablet digital. Perangkat gadget yang terkoneksi dengan
internet telah begitu mempengaruhi aktifitas dan gaya hidup hampir setiap orang,
terutama di daerah perkotaan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
mengungkapkan jumlah pengguna internet di tahun 2013 mencapai 71.19 juta,
meningkat 13% dibanding 2012. “Penetrasi jumlah pengguna internet terus meningkat,
saat ini mencapai 28 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang 248 juta orang,” kata
Ketua Umum APJII, Semuel A. Pangerapan (Januari 2014). Bila demikian data secara
umum di Indonesia, bagaimana di kalangan anak dan remaja? Sebagai kelompok umur
yang adaptif terhadap teknologi, golongan anak-anak dan remaja tentunya juga menjadi
bagian terdepan dari gelombang perubahan jaman ini.
Fenomena penggunaan internet di kalangan anak dan remaja telah diteliti oleh
UNICEF, lembaga PBB untuk anak, bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Berkman Center for Internet and Society dan Universitas Harvard, AS
Studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dan digital menjadi bagian
yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari anak muda Indonesia. Sebanyak 98% dari
anak dan remaja mengaku tahu tentang internet dan 79,5% di antaranya adalah
pengguna internet. Penelitian ini memprediksi pengguna internet yang berasal dari
kalangan anak-anak dan remaja mencapai 30 juta orang di tahun 2014.
Tercatat juga adanya kesenjangan digital yang kuat antara anak dan remaja yang
tinggal di perkotaan dengan yang tinggal di pedesaan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Jakarta dan Banten, misalnya, hampir semua responden merupakan pengguna internet.
Sementara di Maluku Utara dan Papua Barat, kurang dari sepertiga jumlah responden
telah menggunakan internet.
Ada tiga motivasi bagi anak dan remaja untuk mengakses internet, yaitu untuk
mencari informasi, untuk terhubung dengan teman (lama dan baru) dan untuk hiburan.
Pencarian informasi yang dilakukan sering didorong oleh tugas-tugas sekolah,
sedangkan penggunaan media sosial dan konten hiburan didorong oleh kebutuhan
pribadi.
Hampir semua responden dari penelitian tersebut tidak setuju terhadap isi
pornografi di internet. Namun toh mereka tetap terpapar dengan konten pornografi,
terutama yang muncul secara tidak sengaja atau dalam bentuk iklan yang bernuansa
vulgar. Lebih dari separuh responden (52%) terpapar konten pornografi via iklan vulgar
maupun situs yang tidak mencurigakan ketika sedang membuat tugas. Hanya 14% yang
mengaku mengakses situs pornografi secara sukarela.
Tidak ada orang tua normal yang menginginkan anaknya menonton pornografi. Itu
berarti kita tidak boleh lengah. Setiap anak baik itu yang masih kecil dan polos maupun
remaja, begitu mereka memiliki akses ke internet itu berarti mereka berpotensi terpapar
konten pornografi.
Menurut Ibu Elly Risman, pakar psikologi, ada berbagai alasan anak melihat
pornografi: iseng (21%), penasaran (18%), terbawa teman (9%), dan takut dibilang kuper
(3%). Fakta yang lebih menyedihkan adalah 24% dari anak-anak itu merasa biasa saja
melihat pornografi. “Jadi bisa ditanyakan sejak usia berapa anak-anak itu mulai melihat
pornografi,” tutur beliau.
Di tahun 2013 angka ini meningkat drastis. Ada 95% siswa mengaku pernah
mengakses konten pornografi. Penelitian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) di tahun 2014 juga menunjukkan bahwa 90% anak terpapar pornografi internet
saat berusia 11 tahun.
Pornografi memiliki banyak cara dalam membahayakan anak. Efek dari pornografi
bersifat progresif yaitu terus-menerus dan adiktif bagi banyak orang. Sekali terkena
paparan pornografi mungkin tidak secara otomatis menyebabkan anak mengalami
penyimpangan atau menjadi pecandu seks. Namun karena pornografi memiliki banyak
sekali pintu masuk, yaitu bisa saja di rumah, sekolah, rumah, warnet, gadget dan
sebagainya maka paparan yang berulang pada akhirnya bisa membawa kerusakan yang
serius. Penting sekali bagi kita untuk melihat bahwa banyak cara pornografi yang
berpotensi membahayakan anak-anak kita.
Otak dibentuk sejak kita masih dalam kandungan. Perkembangannya dapat dilihat
sejak janin berusia tiga minggu, dan terus berkembang dengan lahirnya bayi.
Pematangannya terjadi kira-kira di usia pertengahan 20 tahunan. Otak manusia adalah
struktur pusat pengaturan seluruh aktifitas. Di dalam otak terdapat 100 juta sel syaraf.
Terdapat koneksi antar sel syaraf ini yang disebut sinap. Sinap atau hubungan antar sel
syaraf ini terus bertumbuh dan diperkuat atau dipangkas sesuai dengan rangsangan
input pengetahuan dan pengalaman. Terdapat masa emas pertumbuhan sinap hingga
anak usia 2 tahun memiliki setengah jumlah sinap orang dewasa (Nasional Institute of
Mental Health).
Korteks adalah adalah bagian otak yang berfungsi aktif, termasuk untuk berfikir
dan menyimpan memori. Pertumbuhan korteks meningkat di masa kanak-kanak,
kemudian sesuai dengan pertumbuhan kematangan, maka makin menebal kemudian
menurun. Volume otak mengalami peningkatan tertinggi selama masa remaja awal (pra-
baligh), yaitu kira-kira usia 11 tahun untuk putri, 12 tahun untuk putra.
Pada masa masa pra dan awal baligh itulah terjadinya pertumbuhan pesat koneksi
antar sel neuron, dan sel syaraf mengembangkan myelin, lapisan pelindung agar sel
syaraf terbantu berkomunikasi. Sementara pemangkasan terhadap koneksi yang tidak
diperlukan belum terjadi. Perubahan mendasar ini membuat koordinasi pikiran, tindakan
dan perilaku remaja belum berimbang.
Selain itu, para ilmuwan mengidentifikasi amigdala sebagai bagian otak yang
bertanggung jawab atas perilaku yang bersifat insting seperti rasa takut atau agresifitas.
Bagian ini berkembang terlebih dahulu dibandingkan dengan area pengendali utama
(korteks lobus frontalis atau Pre-Frontal Cortex (PFC)). Ketika seseorang memasuki usia
baligh, terjadi ledakan-ledakan hormon pada amigdala. Di lain pihak, PFC sebagai area
pengendali moral dan nilai, pengembilan keputusan, kontrol diri belum berkembang
sempurna. Jadi sebelum PFC sempurna, otak emosi berkembang terlebih dahulu. Inilah
yang menjelaskan perilaku remaja yang cenderung lebih cepat bertindak, mendahului
pemikiran untuk menimbang resiko dan konsekuensi.
Apa yang terjadi bila anak terpapar gambar pornografi secara tidak sengaja?
Gambar pornografi yang diterima oleh mata, cukup dalam 3/10 detik saja, akan
mentriger keluarnya dopamin di amigdala. Bisa dibayangkan bila anak melihat gambar
tersebut selama 1 menit, 10 menit… dan seterusnya. Akan terjadi banjir dopamin di otak
yang menimbulkan kekacauan neurotransmiter, yang dapat berakibat pada susutnya sel
penerima pesan. Hal ini dalam jangka panjang akan menyebabkan peningkatan
kebutuhan “dosis”. Lama-lama anak akan merasa “kosong” atau “mati rasa” dan akan
membutuhkan adegan yang lebih intens atau lebih lama untuk mendapatkan sensasi
rasa senang yang sama.
Hal ini seperti lingkaran setan yang dalam jangka panjang akan menyebabkan
gangguan menetap yaitu penyusutan lobus frontal (PFC) yang dapat bersifat permanen.
Sebagai penanggung jawab fungsi kontrol moral dan nilai, rusaknya PFC berarti anak
akan mengalami kerusakan system nilai, ia akan biasa saja terhadap hal buruk atau
disebut desentisasi. Dan dengan menyusutnya PFC, berarti terjadi juga penurunan fungsi
pengambilan keputusan. Anak akan mengalami kesulitan untuk membuat keputusan
terhadap tindakan-tindakan yang akan diambilnya.
Hormon yang selanjutnya adalah oksitosin, hormon “bonding” yang pertama kali
diidentifikasi pada bayi yang dipeluk oleh sang Ibu. Oksitosin disebut juga hormone
Begitulah kerusakan yang bisa terjadi pada otak dan diri anak-anak kita bila
mereka terpapar dengan pornografi. Hingga Bu Elly Risman dalam makalahnya
Resiko apa lagikah yang dapat diakibatkan oleh pornografi? Masihkan kita sebagai
orang tua merasa tenang karena anak-anak anteng di depan layar masing-masing
sementara kita mengerjakan sesuatu atau juga kita sibuk dengan gadget kita sendiri?
Bagaimanakah perilaku orang pada umumnya pada jaman digital ini? Di lain pihak,
bagaimanakah penemuan para peneliti untuk paparan layar gadget pada anak-anak
kita?
Anak cerdas berbakat yaitu anak yang mempunyai kemampuan lebih pada
beberapa bidang dengan bidang – bidang umum lainnya tidak ketinggalan, misalnya ia
pintar musik, mengaji, dan ketrampilan elektronik namun pelajaran matematika, IPA, IPS
dan bahasa juga tidak ketinggalan. Anak cerdas berbakat ini kalau kemampuannya di
ukur dengan tes inteligensi akan menunjukkan kemampuan yang lebih dari rata-rata
kemampuan anak seusianya, kalau kemampuan Inteligensi Quation (IQ) anak yang rata-
rata berkisar antara 91 -110, anak cerdas berbakat mempunyai
kemampuan IQ berkisar antara 121 -130. Dengan kemampuan seperti ini anak yang
mempunyai kemapuan cerdas berbakat akan lebih cepat dan akan lebih mudah untuk
mempelajari materi atau kegiatan apapun apalagi kalau sesuai minatnya akan lebih
hebat lagi kemampuan belajarnya.
Orang tua mana yang tidak ingin anaknya mempunyai kemampuan cerdas
berbakat..? tentunya hampir semua orang tua mengharapkan anaknya mempunyai
kemampuan cerdas berbkat. Berbagai usaha dan stimulasi banyak dilakukan untuk
membuat si buah hati jadi anak yang cerdas untuk masa depannya, maka beruntunglah
Memang benar jika kebanyakan anak baru bisa dikatakan jenius atau cerdas atau
kemampuan lainnya ketika sudah memasuki usia sekolah. Meskipun demikian ada
beberapa ciri atau tanda sejak balita yang dapat menunjukkan apakah buah hati anda
mempunyai kecerdasan yang tinggi. Anak yang berusia 2 hingga 4 tahun atau balita
mungkin saja merupakan seorang anak yang cerdas berbakat apabila menunjukkan
tanda-tanda seperti dibawah ini :