Anda di halaman 1dari 16

AYAT-AYAT TENTANG KONSUMSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ekonomi

Dosen Pengampu:

Dr. H. Jamaludin Achmad Kholic, Lc. MA.

Disusun Oleh:

Riadus Sholichin (22401041)

M. Ubaidillah Irsyad (22401075)

M. Alwan Riza Arifin (22401110)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan karunia-
Nya kepada kita sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Ayat-Ayat Tentang Konsumsi” ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Tafsir Ekonomi”. Makalah ini
ditugaskan secara kelompok yang tidak lepas dari bantuan berbagai literatur dan
sumber selama proses pengerjaan.

Tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Jamaludin


Achmad Kholic, Lc. MA. selaku dosen pengampu mata kuliah “Tafsir Ekonomi”
atas bimbingan dalam mata kuliah ini. Kami sebagai penyusun juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman mahasiswa khususnya teman satu kelompok yang
telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.

Penyusun juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak


kekurangan yang tentu saja jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran
terhadap makalah ini sangat penulis harapkan agar kedepannya makalah ini dapat
ditingkatkan. Kami mengharapkan dengan membaca makalah ini memberikan
wawasan serta dapat bermanfaat bagi penggunanya.

Kediri, 15 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ I

KATA PENGANTAR .................................................................................. II

DAFTAR ISI ............................................................................................... III

BAB I PENDAHLUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

A. Pandangan Al-Qur’an Surah Tahaha Ayat 81 Tentang Konsumsi ........ 3


B. Pandangan Al-Qur’an Surah An-Nisa Ayat 29 Tentang Konsumsi ...... 4
C. Pandangan Al-Qur’an Surah Al-Hijr Ayat 19-20 Tentang Konsumsi .. 6
D. Pandangan Al-Qur’an Surah Az-Zukhruf Ayat 32 Tentang Konsumsi. 9

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 11

KESIMPULAN ................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam merupakan agama yang “syumul” yang berarti
melingkupi seluruh aspek kehidupan manusia. Kitab suci al-Qur’an tidak
hanya menuntun manusia untuk ibadah saja, tetapi juga aspek-aspek
kehidupan sehari-sehari manusia seperti sosial budaya, politik dan ekonomi.
Ada tiga aspek penting dalam teori ekonomi, yaitu produksi, distribusi, dan
konsumsi. Disini kelompok 10 akan membahas tentang konsumsi.
Konsumsi merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan sehari-hari
manusia, karena ia membutuhkan berbagai konsumsi untuk dapat
mempertahankan hidupnya. Ia harus makan untuk hidup, berpakaian untuk
melindungi tubuhnya dari berbagai iklim yang ekstrim, memiliki rumah
untuk dapat berteduh, istirahat bersama keluarga, serta menjaganya dari
beberapa gangguan fatal. Demikian juga aneka peralatan untuk
memudahkan menjalani kehidupannya bahkan untuk menggapai prestaasi
dan prestise. Sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan aturan-aturan
syara’, maka tidak akan menimbulkan problematika. Akan tetapi, ketika
manusia memperturutkan hawa nafsunya dengan cara-cara yang tidak
dibenarkan oleh agama, maka hal itu akan menimbulkan malapetaka
berkepanjangan.
Aktivitas konsumsi dalam Islam merupakan salah satu aktifitas
ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan
kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian
dan kesejahteraan akhirat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau
pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal saleh bagi
sesamanya. Adapun dalam prespektif konvensional, aktifitas konsmusi
sangat erat kaitannya dengan maksimalisasi kepuasan (utility). Sir John R
Hiks menjelaskan tentang konsumsi dengan menggunakan parameter
kepuasan melalui konsep kepuasan (utility) yang tergambar dalam kurva

1
indifference (tingkat kepuasan yang sama). Hicks mengungkapkan bahwa
individu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktifitas
konsumsi pada tingkat kepuasan yang maksimal menggunakan tingkat
pendapatannya (income) sebagai budget constraint.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Al-Qur’an surah Tahaha ayat 81 terhadap
konsumsi.
2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an surah An Nisa ayat 29 terhadap
konsumsi.
3. Bagaimana pandangan Al-Qur’an surah Al-Hijr ayat 19-20 terhadap
konsumsi.
4. Bagaimana pandangan Al-Qur’an surah Az Zukhruf ayat 32 terhadap
konsumsi.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an surah Tahaha ayat 81
terhadap konsumsi.
2. Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an surah An Nisa ayat 29
terhadap konsumsi.
3. Untuk mengertahui pandangan Al-Qur’an surah Al-Hijr ayat 19-20
terhadap konsumsi.
4. Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an surah Az Zukhruf ayat 32
terhadap konsumsi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Al-Qur’an Surah Tahaha Ayat 81 Terhadap Konsumsi

‫ض ِبى فَقَدْ ه ََو ٰى‬ َ ‫علَ ْي ِه‬


َ ‫غ‬ َ ‫ض ِبى ۖ َو َمن َيحْ ل ِْل‬
َ ‫غ‬ َ ‫ت َما َرزَ ْقنَ ٰـكُ ْم َو ََل ت َْطغ َْو ۟ا فِي ِه فَ َيحِ َّل‬
َ ‫علَ ْيكُ ْم‬ ِ ‫ط ِي َب ٰـ‬ ۟ ُ‫كُل‬
َ ‫وا مِن‬

“Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu,
dan janganlah melampaui batas, yang menyebabkan kemurkaan-Ku
menimpamu. Barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh,
binasalah dia”. (Q. S. Tahaha; 81)

1. Tafsir Ayat
Menurut Tafsir Jalalain
“Makanlah diantara rezeki yang baik yang telah kami berikan
kepada kalian” yakni nikmat yang telah dilimpahkan kepada kalian (dan
janganlah melampaui batas padanya) jika kalian mengingkari nikmat-
nikmat itu (yang menyebabkan kemurkaanku menimpa kalian) bila
dibaca Yahilla artinya wajib kemurkaanku menimpa kalian. Dan jika
dibaca Yahulla artinya pasti kemurkaanku menimpa kalian (dan barang
siapa ditimpa oleh kemurkaanku) lafal Yahlil dapat pula dibaca Yahlul
(maka sungguh binasalah ia) terjerumuslah ia kedalam neraka.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir

Allah SWT berfirman memperingatkan Bani Israil akan nikmat dan


karunia yang diberikan kepada mereka yang telah menyelamatkan
mereka dari kekejaman dan tindasan Firaun dan kaumnya dan bahkan
memberi kepuasan kepada mereka dengan melihat bagaimana Firaun
dengan bala tentaranya ditenggelamkan edalam laut tatkala mengejar
mereka.

3
Diriwayatkan oleh Bukhori dari Inu Abbas, bahwa Rasulullah SAW.
Tatkala memasuki Kota Madinah, beliau mendapatkan orang-orang
Yahudi pada berpuasa di hari Asyura (tanggal 10 Muharam) dan mereka
ketika ditanya oleh beliau tentang puasa mereka, maka hari itu adalah
hari kemenangan manusia terhadap Firaun.

2. Pandangan Terhadap Konsumsi


Pada ayat-ayat yang lalu Allah mengisahkan pertandingan Musa
dan ahli-ahli sihir Firaun yang berkesudahan dengan kemenangan
Musa, yang akhirnya ahli-ahli sihir itu beriman kepada Musa.
Sedangkan Firaun tetap saja tidak mau tunduk menerima kebenaran. Ia
dan kaumnya tetap saja keras kepala menentang yang hak, menyimpang
dari jalan yang benar. Maka pada ayat-ayat yang berikut ini Allah
menerangkan tenggelamnya Firaun dan tentaranya dilaut pada waktu
mengejar Musa ketika Musa hendak keluar meninggalkan Mesir
menuju gunung Tur. Secara etimologis (ghadabi) berarti kemarahanku.
Dalam kontek ayat diatas, kata ini menggambarkan ancaman
kemurkaan Allah yang akan ditimpakan kepada Bani Israil, jika mereka
menolak memakan rezeki yang telah diberikan Allah kepada mereka
dan mereka melampaui batas. Karena mereka telah diselamatkan oleh
Allah dari kejaran rombongan Firaun, sudah selayaknya mereka tidak
menuntut yang lebih dan melampaui batas dari apa yang diberikan oleh
Allah. 1

B. Panadangan Al-Qur’an Surah An-Nisa Ayat 29 Tentang Konsumsi

‫اض ِم ْنكُ ْم ۗ َول َا ت َ ْقتُلُ ْٰٓوا‬


ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت َأْكُلُ ْٰٓوا ا َ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم بِ ْالبَاطِ ِل ا ََِّّل ا َ ْن تَكُ ْونَ تِ َج‬
َ ً ‫ارة‬
‫ّٰللاَ َكانَ ِبكُ ْم َرحِ ْي ًما‬
‫سكُ ْم ۗ ا َِّن ه‬
َ ُ‫ا َ ْنف‬

1
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir: Ayat- Ayat Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.
149.

4
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu sendiri. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu".
(Q. S. An-Nisa; 29)

1. Tafsir Ayat
Wahbah Az-Zuhaili (AzZuhaili Wahbah, 1997: 84)
Menafsirkan ayat tersebut dengan kalimat janganlah kalian ambil
harta orang lain dengan cara haram dalam jual beli, (jangan pula) dengan
riba, judi, merampas dan penipuan. Akan tetapi dibolehkan bagi kalian
untuk mengambil harta milik selainmu dengan cara dagang yang lahir dari
keridhaan dan keikhlasan hati antara dua pihak dan dalam koridor syari’.
Tijarah adalah usaha memperoleh untung lewat jual beli. Taradhi (saling
rela) adalah kesepakatan yang sama-sama muncul antar kedua pihak pelaku
transaksi, jual beli tanpa ada unsur penipuan.

Al Maraghi (Mustafa AlMaraghi, 2004)


Menafsirkan makna kata al-bathil dalam ayat tersebut berasal dari
kata-kata al-bathlu dan buthlan yang bermakna sia-sia dan kerugian.
Sedangkan menurut syara’ adalah mengambil harta tanpa imbalan yang
benar dan layak serta tidak ada keridhaan dari pihak yang diambil. Atau
menghabiskan harta dengan cara yang tidak benar dan tidak bermanfaat.
Termasuk katagori al-bathil: mengundi nasib, al-ghasy, khida’, riba dan
ghabn. Begitu juga menghabiskan harta pada tempat yang haram, dan
menghabiskannya pada tempat yang tidak bisa diterima oleh logika sehat.

Baidhawi (Abdullah bin Umar bin Muhammad al-Asy Syirazi Baidhawi,


n.d: 276)

5
Memberikan penafsiran mengenai surat an-Nisa ayat 29, yaitu
mendapatkan harta yang tidak diperbolehkan syariat seperti ghasab, riba,
judi dan lotre.

2. Pandangan Terhadap Konsumsi


Dari beberapa definisi bathil yang dijelaskan oleh para mufassirin di
atas baik oleh Wahbah Az Zuhaili, al Maghri dan lain-lainnya terhadap
penafsiran ayat an-Nisa 29, tidak menunjukkan perbedaan signifikan,
contoh definisi yang diberikan oleh Wahbah Az Zuhaili lebih pada
menunjukkan cara memperoleh harta, sedangkan definisi yang diberikan al
Maghari fokus pada cara menggunakan. Yang kesemuanya menyebutkan
bahwa prilaku memakan harta secara batil ialah prilaku yang mendatangkan
kezaliman bagi orang lain. Di antaranya dalam bentuk riba, lotre (maisir),
ghasab (mencuri), khianat dan sebagainya. Dikaji dari munasabah dengan
ayat sebelumnya (an-Nisa ayat 28) tidak ada kaitannya. Namun, Ibnu
‘Asyur berpandanga bahwa terdapat pada ayat-ayat sebelumnya yang
berkenaan dengan hukum-hukum waris, nikah dan mengandung beberapa
perintah untuk menunaikan menunaikan harta kepada yang berhak. 2

C. Pandangan Al-Qur’an Surah Al-Hijr Ayat 19-20 Terhadap Konsumsi

َ ‫ِي َوا َ ْۢ ْن َبتْنَا ِف ْي َها م ِْن كُ ِل‬


‫ش ْي ٍء َّم ْو ُز ْو ٍن‬ َ ‫ض َمدَدْ ٰن َها َوا َ ْلقَ ْينَا ِف ْي َها َر َواس‬ َ ْ ‫َو‬
َ ‫اَل ْر‬

“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan Kami pancangkan padanya


gunung-gunung serta Kami tumbuhkan di sana segala sesuatu menurut
ukuran”. (Q. S. Al hijr; 19)

َ ‫َو َج َع ْلنَا لَكُ ْم ِف ْي َها َم َعا ِي‬


َ‫ش َو َم ْن لَّ ْست ُ ْم لَهٗ ِب َر ِاز ِقيْن‬

Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad al- Mahally dan Jalaluddin Ibn Abi Bakr As-Suyuthi, Tafsir Al-
Jalalain, versi e-book. h. 341.

6
“Dan Kami telah menjadikan kepadanya sumber-sumber kehidupan untuk
keperluanmu, dan (Kami ciptakan pula)makhluk-makhluk yang bukan
kamu pemberi rezekinya”. (Q. S. Al-Hijr; 20)

1. Tafsir Ayat
Allah Swt. menyebutkan penciptaannya terhadap bumi, dan bumi
itu dipanjangkan, diluaskan serta digelarkan-Nya. Dia menjadikan
padanya gunung-gunung yang menjulang tinggi, lembah-lembah,
dataran-dataran rendah, dan padang-padang sahara. Dia juga
menumbuhkan tanam-tanaman dan berbagai macam buah yang
beraneka ragam.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: segala
sesuatu menurut ukuran. Yakni menurut ukurannya yang telah
dimaklumi.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Abu
Malik, Mujahid, Al-Hakam ibnu Uyaynah, Al-Hasan ibnu Muhammad,
Abu Saleh, dan Qatadah. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa
makna ayat ini ialah, "Segala sesuatu menurut ukurannya yang pantas."
Ibnu Zaid mengatakan, makna ayat ialah "segala sesuatu menurut
kadar dan ukurannya yang sesuai". Ibnu Zaid mengatakan pula bahwa
yang dimaksud dengan lafaz mauzun ialah timbangan yang biasa dipakai
di pasar-pasar.

2. Pandangan Terhadap Konsumsi


Gambaran akan kebesaran tampak jelas dalam redaksi ayat tadi.
Isyarat tentang langit dengan menyebut kata buruuj yang megah (yang
tampak kemegahannya sampai kepada pilihan kata buruuj, semburan api
yang diberi kata sifat terang/mubin, dan gambaran bumi yang tertancap

7
gunung) sepadan dengan beratnya pilihan kalimat dengan ungkapan,
"Kami tancapkan padanya gunung gunung."
Ayat tadi juga mengisyaratkan tentang tumbuh- an yang diberi sifat
"sesuai ukuran". Kata mauzun cukup berat diucapkan. Arti mauzun di sini
adalah bahwa setiap tumbuhan yang ada di bumi ditum- buhkan dalam
penciptaan yang amat rapi, teliti, dan tepat. Bersama dengan hal itu,
dalam suasana ke besaran muncul kata jamak yang berbentuk naki- rah
dari ma'ayisy 'keperluan hidup'. Demikian juga ungkapan' "yang kamu
sekali-kali bukan pemberi rezeki" kepada makhluk hidup yang ada di
bumi, ditampilkan secara global dan tidak dirinci. Semua ungkapan
tersebut mendukung suasana kebesaran yang tengah digambarkan oleh
ayat tadi.
Ayat kauniah di sini melewati batas alam untuk menembus jiwa.
Bumi yang terbentang luas sejauh mata memandang dan dapat dijalani,
gunung- gunung yang tertancap di bumi, yang disertai dengan isyarat
tentang tumbuhan yang sesuai dengan ukuran. Dari tumbuhan tersebut
dihasilkan sumber penghidupan yang disediakan Allah untuk manusia
yang hidup di muka bumi. Sumber penghidupan itu ialah rezeki yang
disiapkan untuk kebutuhan pokok dan kebutuhan hidup yang lain. Dan,
rezeki itu banyak sekali.
Kata ma'ayisy dinakirahkan dan disamarkan untuk menggambarkan
kebesaran. Kami berikan untuk kalian rezeki dari bumi dan bukan kalian
yang memberi rezeki. Mereka semuanya hidup dari rezeki Allah yang
disiapkan untuk mereka di bumi. Kalian tidak lain hanyalah salah satu
bagian umat dari berbagai umat yang tidak terhitung jumlahnya, Kalian
adalah umat yang tidak bisa memberi rezeki kepada umat yang lain,
Allahlah yang mengaruniakan kalian dan yang lain rezeki. Kemudian Dia
memberikan kelebihan manusia atas umat yang lain, dan menjadikan
yang lain berkhidmat untuknya.

8
D. Pandangan Al-Qur’an Surah Az-Zukhruf Ayat 32 Terhadap Konsumsi

َ ‫شت َ ُه ْم فِى ْال َح ٰيوةِ الدُّ ْنيَ ۙا َو َرفَ ْعنَا بَ ْع‬


ٍ ‫ض ُه ْم فَ ْوقَ بَ ْع‬
‫ض‬ َ َ‫اَهُ ْم يَ ْق ِس ُم ْونَ َر ْح َمتَ َر ِب ۗكَ نَ ْح ُن ق‬
َ ْ‫س ْمنَا بَ ْينَ ُه ْم َّم ِعي‬
َ‫ض ُه ْم بَ ْعضًا سُ ْخ ِريًّا َۗو َر ْح َمتُ َربِكَ َخي ٌْر ِم َّما يَ ْج َمعُ ْون‬ ُ ‫ت ِليَتَّخِ ذَ بَ ْع‬
ٍ ٰ‫دَ َرج‬
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang
menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat,
agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
(Q. S. Az-Zukhruf; 32)

1. Tafsir Ayat
Yakni urusan ini bukanlah mereka yang menentukannya, melainkan
hanyalah Allah SWT. Allah SWT lebih mengetahui di manakah Dia
meletakkan risalah-Nya. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali Dia
menurunkan Al-Qur'an ini melainkan kepada makhluk yang paling suci hati
dan jiwanya, serta paling mulia dan paling suci rumah dan keturunannya.
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah membeda-bedakan di
antara makhluk-Nya dalam membagikan pemberian-Nya kepada mereka
berupa harta, rezeki, akal, dan pengertian serta pemberian lainnya yang
menjadi kekuatan lahir dan batin bagi mereka. Untuk itu Allah SWT
berfirman: Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia.

2. Pandangan Tentang Konsumsi


Ayat ini menunjukkan penolakan terhadap keinginan orang-orang
musyrik yang tak mau menerima pengangkatan Muhammad saw sebagai
rasul; seakan-akan merekalah yang paling berhak dan berwenang membagi-
bagi dan menentukan siapa yang pantas menerima rahmat Tuhan. Allah
menyatakan, "Sekali-kali tidaklah demikian halnya, Kamilah yang berhak
dan berwenang mengatur dan menentukan penghidupan hamba dalam

9
kehidupan dunia. Kami-lah yang melebihkan sebagian hamba atas sebagian
yang lain; ada yang kaya dan ada yang lemah, ada yang pandai dan ada yang
bodoh, ada yang maju dan ada yang terbelakang, karena apabila Kami
menyamakan di antara hamba di dalam hal-hal tersebut di atas, maka akan
terjadi persaingan di antara mereka, atau tidak terjadi situasi saling bantu-
membantu antara satu dengan yang lain, dan tidak akan terjadi saling
memanfaatkan antara satu dengan yang lain, sebaliknya mereka saling
mengejek. Semuanya itu akan membawa kepada kehancuran dan kerusakan
dunia. Kalau mereka tidak mampu berbuat seperti tersebut di atas mengenai
urusan keduniaan, mengapa mereka berani menentang berbagai
kebijaksanaan Allah di dalam menentukan siapa yang pantas diserahi tugas
kerasulan itu.
Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa rahmat Allah dan
keutamaan yang diberikan kepada orang yang telah ditakdirkan memangku
jabatan kenabian dan mengikuti petunjuk wahyu dalam Al-Qur'an yang
telah diturunkan, jauh lebih baik dan mulia daripada kemewahan dan
kekayaan dunia yang ditimbun mereka. Demikian dikarenakan dunia
dengan segala kekayaannya itu berada di tepi jurang yang akan runtuh dan
akan lenyap tidak berbekas sedikit pun. 3

3
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian dalam Al-Qur’an, Vol. 7
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 449-450.

10
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konsumsi dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan fisik
semata, tetapi juga sebagai aspek kehidupan yang dapat meningkatkan ibadah dan
keimanan kepada Allah SWT. Konsumsi yang sesuai dengan aturan syariah
diharapkan dapat membawa kesejahteraan akhirat.
Pandangan Al-Qur'an terhadap Konsumsi:
1. Surah Tahaha Ayat 81: Allah menekankan untuk mengonsumsi rezeki yang baik-
baik dan tidak melampaui batas, agar tidak menimbulkan kemurkaan-Nya.
Konsumsi yang dilakukan sesuai aturan syariah akan membawa keberkahan.
2. Surah An-Nisa Ayat 29: Orang-orang yang beriman dilarang memakan harta
sesamanya dengan cara yang tidak benar, kecuali melalui perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka. Prinsipnya adalah keadilan dan kerelaan di
antara pihak yang terlibat.
3. Surah Al-Hijr Ayat 19-20: Allah menciptakan bumi dengan segala kekayaannya
untuk memberikan sumber-sumber kehidupan kepada manusia. Konsumsi yang
sesuai dengan ukuran dan aturan-Nya akan membawa manfaat dan keberkahan.
4. Surah Az-Zukhruf Ayat 32: Allah menegaskan bahwa Dia yang menentukan
penghidupan manusia dan telah membeda-bedakan di antara mereka. Kelebihan
dan perbedaan antara manusia merupakan bagian dari kebijaksanaan-Nya, dan
rahmat Allah lebih baik daripada segala yang mereka kumpulkan.
Prinsip konsumsi dalam Islam harus dilakukan dengan mematuhi aturan-
aturan syariah, termasuk keadilan, kerelaan, dan penghargaan terhadap pemberian
Allah. Tindakan konsumsi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ini dapat
membawa dampak buruk, termasuk kemurkaan Allah.
Pentingnya bersyukur dan adil dalam konsumsi, manusia diminta untuk
bersyukur atas rezeki yang diberikan Allah dan menggunakan konsumsi secara adil,
tanpa melampaui batas yang ditetapkan. Kesyukuran dan keadilan dalam konsumsi
akan menciptakan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan sosial dan
ekonomi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahally dan As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad dan Jalaluddin Ibn
Abi Bakr. Tafsir Jalalain. tt.tt.
At-Thabari, Abu Ja’far, Jami’ al-Bayan fi Takwil al-Qur’an Lebanon: Muassasah
ar-Risalah, 2000.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Bidang Litbang dan Diklat Departemen
Agama RI, Tafsir Al- Qur’an Tematik: Pembangunan Ekonomi Umat,
Jakarta: Departemen Agama RI, 2009.

12

Anda mungkin juga menyukai