Anda di halaman 1dari 20

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.1)

Nama Mahasiswa : MAHARRY PRISMA PURWONO

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043173993

Tanggal Lahir : 25 Maret 1997

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4221/PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Kode/Nama Program Studi : 311/ILMU HUKUM - S1

Kode/Nama UPBJJ : 84/MANADO

Hari/Tanggal UAS THE : 07 JULI 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : MAHARRY PRISMA PURWONO


NIM : 043173993
Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4221
Fakultas : FHISIP
Program Studi : ILMU HUKUM
UPBJJ-UT : MANADO

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
07, Juli 2021

Yang Membuat Pernyataan

Maharry Prisma Purwono


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS

1. Fanatik merupakan salah satu perilaku yang harus dihindari oleh Muslim. Berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia, fanatik adalah teramat kuat (tentang kepercayaan atau keyakinan)
terhadap suatu ajaran, seperti politik dan agama.

Fanatik adalah suatu keterikatan. Perilaku fanatik bisa dinilai baik atau buruk, buruk jika sudah
berlaku tidak adil kepada orang lain.

Jadi fanatik itu buruknya bukan pada keterikatan seseorang kepada agama. Kalau keyakinan
membuat kita berlaku tidak adil, itu yang buruk. Dalam Alquran dikatakan begini, sampaikanlah
wahai Nabi Muhammad kepada non-Muslim : kami (kaum Muslimin) atau kamu wahai non-
Muslim, boleh jadi dalam kebenaran, boleh jadi juga dalam kesesatan.

Allah berfirman dalam urat Saba’ ayat 25 :

‫ق َوهُ َو ْٱلفَتَّا ُح ْٱل َعلِي ُم‬


ِّ ‫قُلْ يَجْ َم ُع بَ ْينَنَا َربُّنَا ثُ َّم يَ ْفتَ ُح بَ ْينَنَا ِب ْٱل َح‬

Qul yajma’u bainanā rabbunā ṡumma yaftaḥu bainanā bil-ḥaqq, wa huwal-


fattāḥul-‘alīm. “Katakanlah, “Kamu tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang kami
kerjakan dan kami juga tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang kamu kerjakan.”

Fanatik juga bisa menimbulkan perpecahan. Sedangkan dalam Islam diajarkan persamaan. Di dalam
Al-Quran, Allah SWT banyak menerangkan hakekat mengenai persatuan, serta anjuran untuk
menjaganya dan menghidari perpecahan. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut:

Q.S. Ali Imran [3]: 19

ِ ‫ت هَّللا ِ فَِإ َّن هَّللا َ َس ِري ُع ْال ِح َسا‬


Y‫ب‬ َ ‫اختَلَفَ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت‬
ِ ‫َاب ِإاَّل ِمن َب ْع ِد َما َجا َءهُ ُم ْال ِع ْل ُم بَ ْغيًا بَ ْينَهُ ْم ۗ َو َمن َي ْكفُرْ بِآيَا‬ ْ ‫ِإ َّن ال ِّدينَ ِعن َد هَّللا ِ اِإْل سْاَل ُم ۗ َو َما‬

Artinya: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah
diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang
siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”

Rasulullah saw. pun pernah mengingatkan di dalam salah satu sabdanya tentang pentingnya persatuan
sebagaimana riwayat berikut.

TERBUKA
َ ‫ضهُ بَ ْعضًا» َو َشبَّكَ َأ‬
‫ رواه البخاري ومسلم‬.ُ‫صابِ َعه‬ ُ ‫ «ِإ َّن ال ُمْؤ ِمنَ لِ ْل ُمْؤ ِم ِن كَالبُ ْنيَا ِن يَ ُش ُّد بَ ْع‬:‫ال‬ َ ‫عَنْ َأبِ ْي ُموْ َسى ع َِن النَّبِ ِّي‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬

Dari Abi Musa dari Nabi saw., beliau bersabda, “Sungguh (sebagian) mukmin kepada
(sebagian) mukmin lainnya seperti bangunan, yang menguatkan sebagian dengan
sebagian lainnya.” Dan beliau menyilangkan jari-jarinya. “(HR. Al-Bukhari dan
Muslim)”.

2. Islam sebagai Rahmatan lil Alamin sendiri dapat kita jumpai dalam surat Al Anbiya ayat 107.
Dalam ayat tersebut, rahmatan lil alamin dapat diartikan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Berikut
bunyi ayat tersebut beserta terjemahannya:

َ‫َو َمٓا اَرْ َس ْل ٰنكَ اِاَّل َرحْ َمةً لِّ ْل ٰعلَ ِم ْين‬
Wa mā arsalnāka illā raḥmatal lil-'ālamīn
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh
alam.” (QS. Al Anbiya: 107).

Adapun makna dari sebutan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin) tersebut ialah mencerminkan
bahwa ajaran agama islam yang didakwahkan oleh nabi Muhammad merupakan hal yang dapat membawa
kedamaian, tenenangan, dan keamanan bagi seluruh hal yang ada di alam semesta.

makna dari rahmat lil alamin dalam ajaran agama islam secara umum dapat diartikan sebagai pembawa
konsep kedamaian di dunia, termasuk konsep bahwasanya seseorang yang menganut kepercayaan akan islam
diharapkan dapat menegakan kedamaian dan keselamatan bagi seluruh umat manusia.

"Seorang muslim itu adalah orang yang orang-orangnya manusia lainnya merasa aman (kejahatan) lisan
dan tangannya dan orang mukmin adalah orang yang manusia lainnya merasa aman atas darah (jiwa) dan
harta mereka." (HR. An Nasai)

Berdasarkan sumber hukum alquran dan hadist tadi, maka bisa bisa kita maknai bahwasanya islam merupakan
ajaran yang dapat membawa kedamaian dan ketenangan bagi setiap umat manusia secara universal. Oleh
sebab itu, sebagai pemeluk agama islam, kita juga diwajibkan untuk mengamalkan ajaran agama dengan baik
untuk dapat menciptakan kondisi damai untuk seluruh alam sebagaimana sebutannya sebagai rahmatan lil
alamin.

3.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Sistem politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara sistem politik sendiri
berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan untuk dipatuhi oleh seluruh warga negaranya.
Ada beberapa sistem politik yaitu sistem politik komunis, liberal dan demokrasi dari beberapa sistem
politik tersebut masih ada juga sistem politik Islam. Setiap Negara pasti memiliki sistem politiknya
masing-masing.
Seperti misalnya Negara Indonesia yang menggunakan sistem politik demokrasi yang berarti
sistem tersebut didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis
Disini kami akan membahas tentang peranan agama Islam dalam perkembangan politik di dunia saat
ini, dengan mengkaji berbagai informasi berdasarkan Al-Qur‟an, dan Al Hadits.

1.2 BATASAN MASALAH


Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Pengertian Politik
2. Pandangan islam dalam politik
3. kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara

1.3 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalahmasalah yang dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa itu Politik?
2. Bagaimana pandangan poltik dalam islam?
3. Apa saja kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara?

1.4 TUJUAN
Dalam menyusun makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan,yaitu:
1. Penulis ingin mengetahui arti dari Politik.
2. Penulis ingin mengetahui bagaimana pandangan islam dalam politik.
3. Penulis ingin mengetahui kontribusi islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan study kepustakaan, yaitu
penulis mencari buku-buku dan browsing bacaan yang berhubungan dengan Agama Islam, Al-
Qur‟an dan Al Hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN POLITIK

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan
upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal
dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional.
Komponen-komponen yang diperlukan dalam politik yaitu :
a. Masyarakat
b. Kekuasaan
c. Negara
Fungsi Politik adalah
Perumusan kepentingan Pemaduan kepentingan Pembuatan kebijakan umum Penerapan
kebijakan Pengawasan pelaksanaan kebijakan.

Pengertian Politik Islam


Politik dan agama adalah sesuatu yang terpisah. Dan, sesungguhnya pembentukan
pemerintahan dan kenegaraan adalah atas dasar manfaatmanfaat amaliah, bukan atas dasar sesuatu
yang lain. Jadi, pembentukan negara modern didasarkan pada kepentingan-kepentingan praktis,
bukan atas dasar agama.
Pemerintahan yang berlaku pada masa Rasulullah dan khalifah bukanlah diturunkan Allah
dari langit. Wahyu Allah hanya mengarahkan Rasul dan kaum muslimin untuk menjamin
kemaslahatan umum, tanpa merenggut kebebasan mereka untuk memikirkan usaha-usaha
menegakkan kebenaran, kebajikan, dan keadilan.
Alquran sendiri tidak mengatur urusan politik secara khusus, tetapi hanya memerintahkan
untuk menegakkan keadilan, kebajikan, membantu kaum lemah, dan melarang perbuatan yang tidak
senonoh, tercela, serta durhaka. Alquran hanya meletakkan garis besar pada kaum muslimin,
kemudian memberikan kebebasan untuk memikirkan hal-hal yang diinginkan dengan ketentuan tidak
sampai melanggar batas-batas yang telah ditetapkan.
Islam pada dasarnya adalah Siyasatullah fil Ardh. Maksudnya, dengan Islam inilah Allah
mengatur semesta alam, yang diperuntukan kepada manusia. Islam itu secara substantif bersifat
politis. Konteks pemberian amanah kepada manusia yang dimaksud di atas adalah Istikhlaf sebagai
konsep politik. Istikhlaf berarti "menjadikan khalifah untuk mewakili dan melaksanakan tugas yang
diwakilkan kepadanya."
Untuk lebih memahaminya, perlu kita ingat kembali bahwa Allah memberikan manusia dua
amanah :
1. Ubudiyah, yaitu untuk beribadah, penghambaan kepada Allah.
2. Amanah Kekhalifahan, hal ini lebih dekat kepada otoritas untuk mengendalikan kehidupan (di
atas bumi).
Allah SWT berfirman,

" Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah
(keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa
(tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An Nur: 55)
Dengan demikian, Islam secara substantif adalah siyasah, yaitu menghendaki agar ummat
menjalankan kepemimpinan politik.
Salah satu tujuan Islam adalah bagaimana agar bisa menerapkan kehidupan secara Islami dan
agar sampai tidak ada lagi fitnah di muka bumi.
Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan untuk merubah situasi saat yang masih jauh dari
harapan ini agar mencapai tujuan di atas. Ada dua pendekatan dalam agenda perubahan tersebut
(secara berurut):
1. Pendekatan secara kultural. Tersirat dalam firman Allah SWT pada Surat Al Jumuah ayat 2,
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka
Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata."
2. Pendekatan secara struktural. Pendekatan inilah yang lebih bersifat siyasi. Jadi, ketika telah
terbentuk masyarakat yang Islami secara kultural, maka dibutuhkanlah pemerintahan yang
Islami. Contohnya dalam peristiwa Piagam Madinah. Ketika itu masyarakat Madinah sudah
terkondisikan sebagai masyarakat yang Islami secara kultural.
Kedua pendekatan di atas tidak dapat dipilah-pilahkan satu sama lain. Kedua hal di atas hanyalah
terkait pada tahapan perubahan saja. Jadi, sebenarnya tidak ada istilah Islam kultural, dan Islam
Politik. Islam itu adalah menyeluruh.
Kemudian Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sasayasusu-siyasah . Yang berarti
(mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya) dan secara bahasa adalah cara pemerintahan Islam
mengurus urusan rakyatnya, serta urusan negara, umat dan rakyatnya terkait dengan negara, umat
dan bangsa lain.
Urusan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan: politik, sosial, ekonomi, pendidikan,
keamanan, dll, yang mana pada masa Rasulullah SAW makna siyasah (politik) tersebut diterapkan
pada pengurusan dan pelatihan gembalaannya. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan
urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus
(siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya
saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang
Arab dikatakan,yang artinya:
Bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat/rayap
yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri‟ayah),
perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan
(ta`dib).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya :
"Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika
seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada
banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat.
Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara
menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir
dari mereka.
Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum
muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta
memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan dalam
banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan
persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan
siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari
golongan mereka." (HR. Al Hakim).

2.2 PANDANGAN ISLAM DALAM POLITIK

Islam adalah agama yang syammil mutakammil (sempurna dan paripurna), islam bukan
hanya mengatur masalah ritual ubudiyah saja, tapi seluruh aspek kehidupan manusia, bahkan sampai
ke hal-hal terkecil dalam kehidupan manusia. Jika islam hanya mengatur masalah-masalah ibadah
saja, tanpa mengatur masalah sosial budaya, pendidikan, tata Negara/pemerintahan, dan sosial
politik, maka sama saja islam dengan agama lain, tidak ada keistimewaan islam dibandingkan
agama-agama lainnya.
Dalam masalah politik, banyak kalangan yang berpendapat bahwa islam tidak mengenal
politik, antara agama dan politik tidak bisa disatukan, dan banyak pendapat lainnya. Namun saya
berpendapat, pendapat yang mengatakan islam tidak berpolitik dan tidak mengatur masalah politik
sehingga dalam islam tidak dibernarkan berpolitik adalah sebuah pendapat yang sebenarnya sama
saja mengatakan bahwa islam itu agama yang tidak sempurna dan paripurna, islam agama yang tidak
menjangkau semua aspek kehidupan.
Aqidah Islam bersifat  komprehensif dan menyeluruh, ia berbeda dari semua umat karena
konsepsinya tentang ubudiyah. Umat Islam meyakini bahwa Allah Maha Esa, dan meyakini bahwa
Allah meliputi setiap gerak manusia dalam semua urusan. Dia adalah Pencipta dan Pemberi Rizki
kepada hamba-Nya. Dia juga pembuat undang-undang untuk mereka menyangkut semua aspek
kehidupan. Islam tidak membatasi ubudiyah kepada Allah hanya menyangkut aspek spiritual belaka,
sementara aspek kehidupan lainnya ditujukan kepada selain-Nya. Misalnya, membuang nilai-nilai
aturan Allah dari kehidupan politik, ekonomi, dan moral. Islam menilai pemisahan ini sebagai
kesesatan dan penyesatan terhadap umat manusia, dan bertentangan dengan aksiomatik islam yang
hanif.
Sementara itu, umat-umat lain membuat rumusan, “serahkanlah kepada Allah apa yang
menjadi wewenang Allah, dan serahkan kepada kaisar apa yang menjadi kewenangan kaisar.”
Pemikiran yang memisahkan agama dari Negara seperti itu merupakan suatu kebathilan yang harus
dilenyapkan. Islam tidak mengenal pemisahan agama dari Negara. (buku Menuju Jama’atul
Muslimin, karya; Husssain bin Muhammad bin Ali jabir, M.A.). Firman Allah :
“dan mereka memperutukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan
Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, ‘ ini untuk Allah dan ini untuk
berhala-berhala kami…..’”. (QS. Al-An’am: 136)
Seperti permitaan Nabi Yusuf kepada raja mesir, hal ini di abadikan Allah dalam Al-Qur’an.
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.". (QS. Yusuf: 55).
Ayat ini menggambarkan kepada kita bagaimana pada waktu itu Nabi Yusuf minta
kekuasaan kepada raja mesir, dan ini menggambarkan bahwa menggapai kekuasaan untuk
kemaslahatan umat diperbolehkan. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan kita juga diperbolehkan
menyebut kelebihan yang kita punya kalau kita sadar dengan kelebihan kita tersebut supaya orang
percaya dengan kita untuk memegang kekuasaan.
Bukan hanya Nabi Yusuf yang meminta kekuasaan, Nabi Sulaimana juga pernah berdoa
meminta  kerajaan/kekuasaan kepada Allah.
Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak
dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi”. (QS.
Shaad: 35)
Dua ayat Al-Qur’an diatas sudah  cukuplah menerangkan kepada kita bahwa mengapai
kekuasaan untuk kemaslahatan umat itu diperbolehkan, bahkan diwajibkan. Apakah masih ada
alasan bagi kita mengingkari politik dalam islam?
Dalam Al-Qur’an juga banyak menyebutkan ayat tentang imamah dan Negara (QS. An-Nisa:
58-59, QS. An-Nisa: 83, QS. Al-Maidah: 49-50, QS. Al-Maidah: 44, QS. Al-Anfal: , QS. Al-Hajj:
41, dll). Belum lagi terdapat ratusan hadist Nabi yang berbicara tentang kepemimpinan dan Negara.
Hujjatul islam Imam Gozali pernah menyampaikan “kewajiban menjalankan syariat dan
meraih kekuasaan politik adalah saudara kembar”.Pemisahan politik dan agama selain karena
kurangnya pemahaman, karena rasa putus asa dan sudah terlanjur terbentuk pandangan negatif pada
masyarakat terhada politik, juga karena kepentingan dari pihak-pihak yang tidak suka akan kejayaan
islam, seperti ungkapan perintis Jamaah Islam Liberal (JIL) Nurcholis Madjid, Islam Yes, Partai No..
Mereka takut jika islam berpolitik, maka  islam akan mencapai kejayaan seperti dulu.Betullah apa
yang dikatakan oleh Ustadz Rahmat Abdullah: “ada sejenis orang yang mulai putus asa dengan
dinamika sosial. Akhirnya mereka mengurung diri dalam sangkar emas ritual dan mengabaikan
peran sosial politik. …..kelak datanglah beberapa murid orientalis dan kolonialis mengharaman umat
berpolitik dan membiarkan musuh berpolitik merugikan umat. Dengan itu mereka mendapatkan
perlindungan dan kekayaan….

Politik dalam Islam


Politik dalam literasi Islam dikenal dengan istilah “siyasah” yang berarti pengaturan masalah
keummatan Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap urusan ummat. siyasah
tidak diorientasikan kepada kekuasaan karena ia hanya berfungsi sebagai sarana menyempurna
pengabdian kepada Allah Islam dan Kekuasaan.Orientasi utama seorang Muslim terkait dengan
masalah kekuasaan ialah menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa
kekuasaan tertinggi ialah kekuasaan Allah Sementara, manusia pada dasarnya sama sekali tidak
memiliki kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya penguasaan mutlak seorang manusia atas
manusia yang lain, karena yang demikian ini bertentangan dengan doktrin Laa ilaha illallah yang
telah membebaskan manusia dari segenap thaghut (tiran). Sehingga, kekuasaan manusia yang
menentang hukum-hukum Allah adalah tidak sah.
Tujuan Siyasah dalam Islam Islam memandang kehidupan dunia sebagai ladang bagi
kehidupan akhirat. Kehidupan dunia harus diatur seapik mungkin sehingga manusia bisa mengabdi
kepada Allah secara lebih sempurna. Tata kehidupan di dunia tersebut harus senantiasa tegak di atas
aturan-aturan dien.
Konsep ini sering dianggap mewakili tujuan siyasah dalam Islam:
 iqamatud din (hirasatud din)
 wa siyasatud dunya (menegakkan din dan mengatur urusan dunia).

Hubungan antara Islam dan Politik


Islam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil).
Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi ritual dan ajaran
kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan aspek legal formal tanpa
menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu sendi kehidupan, dengan demikian juga
diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.
Islam Tidak Bisa Dibangun Secara Sempurna Tanpa Politik
Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus diwujudkan.
Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya dan kekuasaan
pada khususnya.
Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan dua hal : AlQur’an dan
pedang. Al-Qur’an merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang melambangkan
kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Qur’an.
HASAN AL-BANNA
“ Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang
politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan
bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada
persoalanpersoalan bangsanya"
2.3 KONTRIBUSI ISLAM DALAM KEHIDUPAN POLITIK BERBANGSA DAN
BERNEGARA

Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga
agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama yg kita yakini hidup akan lebih
baik dan indah. Dengan agama kita akan lebih bijak menyikapi sesuatu. Contohnya saja diZaman
Nabi Muhammad agama berperan penting dalam segala bidang termasuk pemerintahannya. Dizaman
sekarang ini banyak orang pinter tapi agamanya kurang selain itu pinternya pada kebelinger, pintar
bicara saja. tapi tidak ada buktinya. Makanya agama itu dibutuhkan oleh setiap umat manusia
Islam adalah solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan kesempurnaan ajarannya
(syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari sumber aslinya, yaitu Alquran dan Sunnah
yang mengatur pola kehidupan manusia, mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi, sosial,
politik, hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain. Bahkan,
bagaimana cara membersihkan najis pun diatur oleh Islam.
Ajaran  Islam merupakan rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam), artinya Islam
selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi seluruh makhluk hidup yang
berada diatas dunia. Islam tidak memandang bentuk atau rupa seseorang dan membedakan derajat
atau martabat manusia dalam level apapapun. Islam menghormati dan memberikan kebebasan
kepada seseorang untuk menganut suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran Islam
tersebut dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).
Penjelasan Qur’an Surat an-Nisa Ayat 59

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa:
59)
Tentang Ayat Ini
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata tentang firman-Nya, “Taatilah Allah
dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu.” Ayat ini turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin
Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika diutus oleh Rasulullah di dalam satu pasukan khusus.
Demikianlah yang dikeluarkan oleh seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali, ia berkata: “Rasulullah SAW mengutus satu pasukan
khusus dan mengangkat salah seorang Anshar menjadi komandan mereka. Tatkala mereka telah
keluar, maka ia marah kepada mereka dalam suatu masalah, lalu ia berkata, ‘Bukanlah Rasulullah
SAW memerintahkan kalian untuk mentaatiku?’ Mereka menjawab, ‘Betul.’ Dia berkata lagi,
‘Kumpulkanlah untukku kayu bakar oleh kalian.’ Kemudian ia meminta api, lalu ia membakrnya,
dan ia berkata, ‘Aku berkeinginan keras agar kalian masuk ke dalamnya.’ Maka seorang pemuda
diantara mereka berkata. ‘Sebaiknya kalian lari menuju Rasulullah SAW dari api ini. Maka jangan
terburu-buru (mengambil keputusan) sampai kalian bertemu dengan Rasullah SAW. Jika beliau
perintahkan kalian untuk masuk ke dalamnya, maka masuklah.’ Lalu mereka kembali kepada
Rasulullah SAW dan mengabarkan tentang hal itu. Maka Rasulullah pun bersabda kepada mereka,
‘Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak akan keluar lagi selama-lamanya.
Ketaatan itu hanya pada yang ma’ruf.” (HR. Bukhari-Muslim dari hadits Al-A’masy)
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita, bahwasannya
ketaatan hanya pada yang ma’ruf, dan bukannya pada yang tidak ma’ruf.
Ayat juga ini disebutkan oleh ulama sebagai hak para pemimpin yang menjadi kewajiban
rakyat. Sedangkan pada ayat sebelumnya QS. An-Nisa': 58, sebagai hak rakyat yang menjadi
kewajiban para pemimpin. Yaitu agar para pemimpin menunaikan amanat kepemimpinan dengan
sebaik-baiknya. Memberikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan memutuskan hukum di
antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.
Menurut Ustadz Ihsan Tanjung, ayat ini begitu populer dikumandangkan para jurkam di
musim kampanye. Dan oleh para pemimpin negeri ini ayat ini juga sering disitir ketika mereka
berpidato dihadapan alim ulama, ustadz, santri dan aktifis islam. tidak ketinggalan juga, para
pendukung thaghut (pemimpin yang tidak memberlakukan hukum Islam) menjadikannya sebagai
dalil untuk melegitimasi loyalitas dan ketaatan pada mereka. Kenapa bisa demikian? karena di
dalamnya terkandung perintah Allah agar ummat taat kepada Ulil Amri Minkum (para pemimpin di
antara kalian atau para pemimpin di antara orang-orang beriman).
‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُكم‬
"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu." (QS. An-Nisa: 59)
Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil Amri Minkum.
Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian selanjutnya yang sangat penting. Mengapa?
Karena justru bagian itulah yang menjelaskan ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum. Bagian itulah yang
menjadikan kita memahami siapa yang sebenarnya Ulil Amri Minkum dan siapa yang bukan. Bagian
itulah yang akan menentukan apakah fulan-fulan yang berkampanye tersebut pantas atau tidak
memperoleh ketaatan ummat.
Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:
‫فَِإ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرسُو ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اَآْل ِخ ِر َذلِكَ َخ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 59)
Allah menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang sebenarnya ialah
komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada Allah (Al
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin sejati di antara orang-orang beriman tidak mungkin
akan rela menyelesaikan berbagai urusan kepada selain Al-Qur’an dan Sunnah Ar-Rasul. Sebab
mereka sangat faham dan meyakini pesan Allah:

ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اَل تُقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَد‬
‫َي هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Hujuraat: 1)
Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab
radhiyallahu ’anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah kebijakan ijtihadi berupa larangan bagi
kaum wanita beriman untuk meminta mahar yang memberatkan kaum pria beriman yang mau
menikah. Tiba-tiba seorang wanita beriman mengangkat suaranya mengkritik kebijakan Khalifah
seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan kaum mu’minat untuk menentukan mahar sesuka
hati mereka. Maka Amirul Mu’minin langsung ber-istighfar dan berkata: "Wanita itu benar dan
Umar salah. Maka dengan ini kebijakan tersebut saya cabut kembali...!"
Subhanallah, demikianlah komitmen para pendahulu kita dalam hal mentaati Allah dan
Rasul-Nya dalam segenap perkara yang diperselisihkan.
Makna Ulil Amri
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas bahwa, “Wa uulil amri minkum” (Dan
Ulil Amri di antara kamu), maknanya adalah ahli fiqh dan ahli agama. Sedangkan menurut Mujahid,
‘Atha, Al-Hasan Bashri dan Abul ‘Aliyah-begitu pula Ibnu Qayyim Al-Jauziyah-, bermakna ulama.
Ibnu Katsir menambahkan, “Yang jelas bahwa Ulil Amri itu umum mencakup setiap pemegang
urusan, baik umara maupun ulama.”
Ibnu Qayyim dalam I’lamul Muwaqi’in mengatakan, “Allah SWT memerintahkan manusia
agar taat kepada Ulil Amri, dan Ulil Amri itu tidak lain adalah ulama, akan tetapi diartikan juga
sebagai umara (pemerintah/tokoh formal masyarakat).”
Jadi, tidaklah benar ‘Ulil Amri’ bermakna satu-satunya pemimimpin dalam satu jamaah
tertentu.
Ibnu Katsir berkata, “Ayat di atas (QS. An-Nisa: 59) adalah perintah untuk mentaati ulama
dan umara. Untuk itu Allah berfirman, ‘Taatlah kepada Allah,’ yaitu ikutilah Kitab-Nya (Al-Qur’an),
‘Dan taatlah kepada Rasul,’ yaitu peganglah Sunnahnya, ‘Dan Ulil Amri di antara kamu,’ yaitu pada
apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat
kepada-Nya. Karena, tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah.”
Artinya taat kepada Ulil Amri ada batasannya, berbeda dengan taat kepada Allah dan Rasul-
Nya yang merupakan sesuatu yang mutlak.
Larangan Taqlid pada Ulil Amri
Ibnu Qayyim meneruskan dalam kitabnya tersebut, bahwasannya makna taat kepada Ulil
Amri adalah bertaqlid kepada apa yang mereka fatwakan. Akan tetapi hal yang tidak dimengerti oleh
orang-orang yang taqlid adalah bahwa Ulil Amri-seharusnya-hanya ditaati apabila tidak keluar dari
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Para ulama dalam hal ini hanya berfungsi sebagai mediator
(penyampai perintah dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat), sementara Umara memegang peranan
sebagai fasilitator demi kelancarannya. oleh karena itu, ketaatan kepada mereka merupakan bagian
dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Di bagian mana dalam ayat ini yang menunjukkan
prioritas pendapat para ulama atas Sunnah Rasulullah SAW, dan anjuran untuk bertaqlid kepada
pendapat-pendapat itu?
Ibnu Qayyim meneruskan, bahwa sesungguhnya ayat yang membicarakan tentang ketaatan
kepada Ulil Amri adalah alasan yang paling kuat untuk membantah dan memperjelas kekeliruan
taqlid. Kekeliruan tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi:
Pertama, perintah taat kepada Allah adalah perintah untuk melakukan segala apa yang
diperintahkannya, dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Kedua, Ketaatan kepada Rasul SAW. Dua bentuk ketaatan ini tidak akan dapat ditunaikan oleh
seorang hamba kecuali dengan mengenal dan tahu persis apa yang diperintahkan kepadanya.
Orang yang tidak mengetahui perintah-perintah Allah dan hanya bertaqlid kepada Ulil Amri,
niscaya ia tidak mungkin mewujudkan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ketiga, Di dalam sebuah riwayat ditemukan larangan untuk bertaqlid kepada Ulil Amri,
sebagaimana terdapat dalam riwayat yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin
Mas’ud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan lain-lain dari kalangan sahabat. Teks
riwayat itu telah kita ketahui dari 4 Imam besar Al-Matbu’ (yang diikuti).
Keempat, Allah SWT berfirman, “Apabila kalian berselisih dalam sebuah urusan, maka
kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), sekiranya kalian
beriman kepada-Nya dan kepada hari kiamat.” (QS. An-Nisa: 59)
Ayat ini dengan tegas menyalahkan taqlid dan melarang untuk mengembalikan perselisihan
pada pendapat seseorang atau pandangan satu madzhab tertentu. Wallahu a-lam.
Hadits Tentang Politik
1. Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu Na'im)
2. Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai pemimpin. (HR.
Bukhari)
3. Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin
Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena
ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa
ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin
mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum
dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang yang dermawan.
Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan
pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang
dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir.
(HR. Ad-Dailami)
5. Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)
6. Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
a. Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu dan bila kamu
berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
b. Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau diam saja) tapi bila melihat
keburukanmu dia sebarluaskan.
c. Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan perbuatan yang
menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan mengkhianatimu. (HR. Ath-
Thabrani)
7. Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka. (HR.
Ahmad)
8. Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka
memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun mimbar mereka
melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-
Thabrani)
9. Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan
(kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)
Keterangan: Hal tersebut karena dia menyalah-gunakan jabatannya dengan berbuat yang zhalim
dan menipu (korupsi dll).
10. Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hukum.
d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan pembunuhan.
e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an sebagai nyanyian.
f. Mereka mendahulukan atau mengutamakan seorang yang bukan paling mengerti fiqih dan bukan
pula yang paling besar berjasa tapi hanya orang yang berseni sastra lah. (HR. Ahmad)
11. Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum
lemah dan orang yang membutuhkannya maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari
kiamat. (HR. Ahmad)
12. Khianat paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya. (HR. Ath-
Thabrani)
13. Menyuap dalam urusan hukum adalah kufur. (HR. Ath-Thabrani dan Ar-Rabii')
14. Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa maka hendaklah bersabar.
Sesungguhnya orang yang meninggalkan (membelot) jamaah walaupun hanya sejengkal
maka wafatnya tergolong jahiliyah. (HR. Bukhari dan Muslim)
15. Jangan bersilang sengketa. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu bersilang sengketa
(cekcok, bermusuh-musuhan) lalu mereka binasah. (HR. Ahmad)
16. Ka'ab bin 'Iyadh Ra bertanya, "Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai kaumnya, apakah
itu tergolong fanatisme?" Nabi Saw menjawab, "Tidak, fanatisme (Ashabiyah) ialah bila
seorang mendukung (membantu) kaumnya atas suatu kezaliman." (HR. Ahmad)
17. Kaum muslimin kompak bersatu menghadapi yang lain. (HR. Asysyihaab)
18. Kekuatan Allah beserta jama'ah (seluruh umat). Barangsiapa membelot maka dia membelot
ke neraka. (HR. Tirmidzi)
19. Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang
imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin
dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin
dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan)
bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan
harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
20. Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah memberinya buah hatinya dan
jabatan tangannya maka hendaklah dia taat sepenuhnya sedapat mungkin. (HR. Muslim)
21. Akan terlepas (kelak) ikatan (kekuatan) Islam, ikatan demi ikatan. Setiap kali terlepas satu
ikatan maka orang-orang akan berpegangan kepada yang lainnya. Yang pertama kali terlepas
ialah hukum dan yang terakhir adalah shalat. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
22. Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu), dalam masa kesenangan
(kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan kesempitan, dalam kegiatanmu dan di saat
mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun keadaan itu merugikan
kepentinganmu. (HR. Muslim dan An-Nasaa'i)
23. Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi
perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)
24. Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang, dan empat orang
lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jamaah. Sesungguhnya Allah Azza wajalla
tidak akan mempersatukan umatku kecuali dalam petunjuk (hidayah) (HR. Abu Dawud)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa hubungan Islam dan Politik itu sangat
berkaitan karena telah dijelaskan tentang aturan dan caracara dalam berpolitik yang sesuai tuntunan
Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu sistem politik Islam yang melihat dokumen-dokumen dari Al-
Qur‟an ini memuat prinsip-prinsip politik berupa keadilan, musyawarah, toleransi, hak-hak dan
kewajiban, amar ma’ruf dan nahi mungkar, kejujuran, dan penegakan hukum.
Jadi dengan sistem dan peraturan-peraturan hukum yang sesuai dengan Al-Qur‟an sudah pasti
sistem politik Islam lebih baik dibandingkan dengan sistem Politik yang lain.

SARAN
Dengan uraian di atas kita dapat menyadari bahwa apapun sistem politik yang di gunakan
disetiap Negara akan percuma kalau tidak didasari dengan kesadaran Iman dan Taqwa kepada Allah
oleh setiap pemimpin dan rakyatnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/politik-islam-danpolitik-jahiliyyah.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah
Politik dalam Islam
http://biosaefful.blogspot.co.id/2012/07/memahami-kontribusi-agama-dalam.html
 Al-Qur’anul Karim
 Riyadhus Sholihin, Karya Imam Nawawi
 Tafsir Ibnu Katsir
 Menuju Jamaatul Muslimin, Karya Husssain bin Muhammad bin Ali jabir, M.A.
 Fiqh politik Hasan Al-Banna, Karya Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris.
 Pilar-Pilar Asasi, Karya KH. Rahmat Abdullah.
 Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Karya Hasan Al-Banna.
 Biarkan Dakwah Bermertamorfosa, Karya Andree
 Al-Islam, Karya Sa’id Hawa
 Aliran-Aliran Sesat Di Indonesia, Karya Hartono Ahmad Jaiz.

4. Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi. Pertama, Al-Quran mengisyaratkan bahwa
kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak
umat pertama tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul. Manusia, dengan
tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai kesulitan, saling membantu antara satu
dengan yang lainnya. Tetapi, karena berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan. Kedua, Al-Quran
menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang terjadi di tengah umat
serta mengembalikannya kepada seruan Al-Quran. Ketiga, Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh
persatuan. Misalnya, dengan persatuan, umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu,
masih banyak sisi-sisi lainnya yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan terciptanya persatuan maka
kemenangan dan kemuliaan umat Islam akan tercipta sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran. Oleh
sebab itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan persatuan, sebab ancaman yang akan
menghancurkan umat islam sudah di depan mata.

Dalam ayat Al-Quran terdapat surat yang menjelaskan tentang manusia itu alah satu umat yaitu : Q.S. Al-
Baqarah 213
َ‫ ِه ِإاَّل الَّ ِذين‬Y‫فَ فِي‬YYَ‫اختَل‬
ْ ‫ا‬YY‫ ِه ۚ َو َم‬Y‫وا فِي‬Yُ‫اختَلَف‬ ْ ‫ا‬YY‫اس فِي َم‬ ِّ ‫َاب بِ ْال َح‬
ِ َّ‫ق لِيَحْ ُك َم بَ ْينَ الن‬ َ ‫زَل َم َعهُ ُم ْال ِكت‬
َ ‫ث هَّللا ُ النَّبِيِّينَ ُمبَ ِّش ِرينَ َو ُم ْن ِذ ِرينَ َوَأ ْن‬َ ‫َكانَ النَّاسُ ُأ َّمةً َوا ِح َدةً فَبَ َع‬
‫اط ُم ْستَقِ ٍيم‬ٍ ‫ص َر‬ ِ ‫ق بِِإ ْذنِ ِه ۗ َوهَّللا ُ يَ ْه ِدي َم ْن يَشَا ُء ِإلَ ٰى‬
ِّ ‫اختَلَفُوا فِي ِه ِمنَ ْال َح‬ ُ ‫ُأوتُوهُ ِم ْن بَ ْع ِد َما َجا َء ْتهُ ُم ْالبَيِّن‬
ْ ‫َات بَ ْغيًا بَ ْينَهُ ْم ۖ فَهَدَى هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا لِ َما‬
“ Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai
pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di
antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-
keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang
beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” Sesuai dengan ayat di atas.

Prinsip Tolong-menolong

Manusia adalah makhluk sosial, dan tidak akan mungkin dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Karena
itu manusia diharapkan untuk bisa saling tolong-menolong untuk menujang berkehidupan bermasyarakat,
terutama tolong menolong dalam kebaikan. Hal ini ditegaskan dalam Surat Al-Maai'dah/5: 2.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar
kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang
qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Anda mungkin juga menyukai