Anda di halaman 1dari 18

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PEMBIMBING

Civic Education Drs. H. Ahmad Nawawi,M.Si

“MASYARAKAT MADANI”

Disusun oleh :
Kelompok 9

Septian Pajrin Mukti NPM : 19.13.0076

Nurul Jennah NPM : 19.13.0075

Ahmad Rumaidi NPM : 19.13.0077

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2020
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
3. Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Masyarakat Madani .............................................................. 3
2. Sejarah Masyarakat Madani ................................................................... 6
3. Karakter Masyarakt Madani ................................................................... 11
4. Pilar Penegak Masyarakat Madani ......................................................... 12
BAB III PENUTUP
Simpulan .................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum wr.wb

Syukur alhamdulilah, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur


kepada Allah Swt. yang telah memberikan nikmat kesehatan sehingga kita mampu
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya, alhamdulillah.Kedua kalinya shalawat dan salam tak lupa kita
haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad saw. yang telah
merombak umat manusia dari masa kebodohan menuju masa yang berpikir sesuai
dengan anjuran Al-Qur’an dan Hadist. Karena berkat anugerah serta kasih sayang
beliau jualah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Cvic Education ini. Yang
kami beri judul “MASYARAKAT MADANI” ini.

Adapun tentang ini insya allah telah kami usahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan para dosen yang telah mengajarkan dan
membimbing kami, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan ini. Oleh
sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan ini khususnya
dosen pengampu kami pada mata kuliah Civic Education yaitu (Drs.H. Ahmad
Nawawi, M.Si) Terlepas dari semua itu, kami berharap semoga ini dapat
menambah pengetahuan para pembaca, untuk kedepan dapat memperbaiki atau
menambah isi agar menjadi lebih baik lagi.

Akhirnya tiada satu kata yang kami dapat berikan sebagai imbalan selain
mengucapkan terima kasih dan kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Dengan segala kesederhanaan tulisan ini, kami
tetap mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini.

Martapura, April 2020

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Wacana dan praksis tentang civil society belakangan ini semakin


surut. Kecenderungan ini sedikit mengherankan karena dalam “transisi”
menuju demokrasi, seharusnya wacana dan praksis civil society semakin
kuat, bukan melemah. Alasannya, eksistensi civil society merupakan salah
satu diantara tiga prasyarat pokok yang sangat esensial bagi terwujudnya
demokrasi.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya
bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi
lebih dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai
keyakinan individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan .
Ungkapan lisan dan tulisan tentang masyarakat madani semakin
marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di
Indonesia. Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis
untuk mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan
masyarakat yang status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk
mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak
tangan. namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut
komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara
total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih.
Selanjutnya, wacana tentang masyarakat madani oleh banyak
bangsa dan masyarakat di negara berkembang, secara antusias ikut dikaji,
dikembangkan, dan di eliminasi, sebgaimana realitas empiris yang dihadapi.

2. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian masyarakat madani?
b. Bagaimana sejarah masyarakat madani?
c. Apakah karakter mayarakat madani?

1
d. Apakah pilar penegak masyarakat madani?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian masyarakat madani.
b. Untuk mengetahui sejarah masyarakat madani.
c. Untuk mengetahui karakter masyarakt madani.
d. Untuk mengetahui pilar penegak masyarakat madani.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani merupakan wacana yang telah mengalami poses
yang panjang. Yang muncul bersamaan dngan proses modernisasi, terutama
pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feudal menuju masyarakat
barat modern, yang saat itu lebih di kenal dengan istilah civil socity.1
Dalam mendefinisikan tentang masyarakat madani ini sangat bergantung pada
kondisi sosio- cultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep
masyarakat madani merupakan bangunan yang lahir dari sejarah pergulatan
bangsa Eropa Barat.
Disini akan di kemukakan beberapa definisi tentang masyarakat madani dari
berbaga akar di berbagai Negara yang menganalisis tentang masyarakat
madani:
Menurut Zbigniew Rau ia mengatakan bahwa masyarakat madani itu
merupakan suatu msyarakat yang berembang dari sejarah, yang mengandlkan
ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing
satu sama lain guna mencapai nilai- nilai yang mereka yakini. Dapat
disimpulkan bahwa masyarakat madani itu adalah sebuah ruang yang bebas
dari pengaruh keluarga dan kekuasaan Negara. Dengan ciri- ciri
individualism, pasar (market), dan pluralism.2
Menurut Han Sung- Joo ia mengtakan bahwa masyarakat madani
merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi hk- hak dasar individu,
perkumpulan sukarela yang terbebas dari Negara, gerakan warga Negara yang
mampu mengendalikan diri yang secara bersama- sama mengakui norma-
norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang tebentuk yang
mana pada akhirnya adanya kelompok inti dalam civil society tersebut.

1
Komarudin. Hidayat, Pendidikan Kewarganegaraan,( Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2008),
hal. 176
2
Dede. Rosyada, Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani, ( Jakarta : ICCE UIN
Jakarta, 2003), hal. 238- 239

3
Menurutnya ada empat cirri dan prasyarat bagi terbentuknya masyarakat
madani.
1. Diakui dan di lindungi hak- hak idividu dan kemerdekaan berserikat serta
mandiri dari Negara.
2. Memberikan kebebasan dalam mengartikulasikan isu- isu politik.
3. Bergerknya masyarakat berdasarkan nilai- nilai budaya tertentu.
4. Adanya kelompok inti di antara kelompok pertengahan yang mengakar
dalam masyarakat untuk menggerakkan masyarakat serta melakukan
moderenisasi social ekonomi.
Menurut Kim Sunhyuk ia mengatakan masyarakat madani adalah suatu
satuan yang terdiri dari kelompok- kelompok yang secara mandiri
menghimpun dirinya dan gerakan- gerakan dalam masyarakat yang secara
relative otonom dari Negara, yang merupakan satuan- satuan reproduksi dan
masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu
ruang public, guna menyataka kepedulian mereka dan memajukan
kepentingan- kepentingan mereka menurut prinsip- prinsip pluralism dan
pengelolaan yang mandiri.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Masyarakat
Madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara
mandiri di hadapan penguasa dan Negara, memiliki ruang public dalam
mengemukakan pendapat, adanya lembaga- lembaga yang mandiri yang dapat
menyalurka aspirasi dan kepentingan publik.
Masyarakat madani di sebut juga civil society sebab mempunyai arti
ruang yang bebas baik dari pengaruh keluarga maupun kekuasaan Negara.3

Di Indonesia pengertin masyarakat madani mengalami penerjemahan


yang berbeda- beda dengan sudut pandang yang berbeda yakni:
Masyarakat Madani konsep ini merupakan penerjemahan dari konsep civil
society yang untuk pertama kalinya istilah masyarakat madani ini di
3
Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani Di Indonesia,( Jakarta: paramadina, 1999), hal.
10

4
munculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana mentri malaisya
menurutnya masyarakat madani merupakan system social yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha
serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan
pemerintahan, mengikuti undang- undang dan bukan nafsu atau keinginan
individu menjadikan keterdugaan serta ketulusan. Menurutnya masyaraat
madani mempunyai cirri- cirri yaini kemajemukan budaya, hubungan timbale
balik, sikap saling memahaami dan menghargai.
Dan pada prinsipnya konsep masyarakat madani adalah sebuah
tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demikrasi dan
berkeadaban serta menghargai adanya kemajemukan.
Masyarakat Sipil merupakan penuruan langsung dari pengertian civil society.
Istilah ini dikemukakan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat
masyarakat dan Negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara
mendasar baru dan lebih baik.
Masyarakat Kewargaan konsep ini dikemukakan oleh M. Ryas
Rasyid konsep yang merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan
warga Negara sebagai bagian integral Negara yang mempunyai andil dalam
setiap perkembangan dan kemajuan Negara.
Civil society menurut Muhamad AS Hikam jika istilah merupakan
konsep warisan wacana yang berasal dari Eropa Barat, akan lebih mendekati
subtansinya jika tetap dengan istilah aslinya yakni dapat diartikan bahwa civil
society adalah wilayah- wilayah kehidupan social yang terorganisasi dan
bercirikan kesukarelaan keswasembadaan, keswadayaan, kemandiian tinggi
berhadapan dengan Negara dan keterkaitan dengan norma- norma atau nilai-
nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Berbagai pengistilahan tetang masyarakat madani di Indonesia
tersebut secra substansial bermuara pada perlunya penguatan masyarakat
dalam sebuah komunitas Negara untuk mengimbangi dan mampu mengontrol
kebijakan negara yang cenderung memposisikan warga Negara sebagai

5
sabjek yang lemah. Untuk itu, maka diperlukan penguatan masyarakat
sebagai prasyarat untuk mencapai kekuatan masyarakat yang cerdas di
hadapan ergara tersebut dengan komponen penting yakni adanya lembaga-
lembaga swadaya masyarakat. Yang mana mampu berdiri secara mandiri
dihadapan negara, terdapat ruang public dalam mengemukakan pendapat
kuatnya posisi kelas mengengah dalam omunitas masyarakat, adanya
independensi pers (berita) sebagai bagain dari control social, membudayakan
kerangka hidup yang demkratis, toleran serta memiliki peradaban dan
keadaban yang tinggi.
Meskipun secara tegas didisyaratkan bahwa masyarakat madani
sebagai terjemahan dari civil society merupakan warisan dan konstruksi
social masyarakat anwar melihat bahwa secara empiris elemen- elemen
masyarakat madani sebenarnya bisa di temuan dalam sejarah social umat
islam. Merujuk pada temuan ernest gellner, seorang antropolog dari
universitas Cambridge, tentang adanya bagian antara high islam (islam kota)
dan folk islam (islam desa) yang pernah muncul dalam sejarah masyarakat
islam, menurutnya apa yang disebut high islam merupakan bukti empiris dai
perwujudan masyarakat madani yang bersifat rasional, menghargai ilmu dan
berasaskan budaya kota, mampu meletakkan asas kemasyarakatan dan
kenegaraan yang mementinkan derajad individu.4
Pada perkembangannya bias dikatakan bahwa kata masyarakat madani
sebagai persamaan dari civil society dinilai lebih tepat dari pada istilah-
istilah lain yang telah berkembang sebelumnya. Hal ini disebabkan karena
penggunaan civil society itu sendiri dianggap banyak kalangan khususnya
para intelektual muslim modernis kebarat- baratan dan tidak memiliki akar
sejarah di dalam tradisi islam.

2. Sejarah Masyarakat Madani

4
Hendro Prasetyo, Islam Dan Civil Society, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002),
hal. 159- 162

6
Masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final
dan telah jadi, namun masyarakat madani tersebut merupakan wacana yang
dipahami sebagai suatu proses. oleh karena itu dalam memahaminya perlu
dianalisis secara historic.
adapun sejarah perkembangan masyarakat madani ini adalah:

Fase Pertama:
Fase ini pertama kali dikemukakan oleh ahli filusuf yunani yakini
Aristoteles (384 – 322 SM), dan dikembangkan oleh para ahli yang lain
seperti, Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM), Thomas Hobbes (1588 – 1679
SM), dan John Locke (1632 – 1704 SM).5
Aristoteles memandang bahwa masyarakat madani (civil society) itu sebagai
sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. pada masa ini civil
society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan istilah Koinonia Politike,
yakni sebuah komunitas politik tempat warga bisa langsung terlibat dalam
berbagai percaturan ekonomi – politik dan pengambilan keputusan. istilah itu
digunakan oleh Aristoteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis
dan etis, dimana warga negaranya berkedudukan sama di depan hukum, tidak
dibeda-bedakan.
hukum sendiri dianggap sebagai seperangkat nilai yang disepakati tidak
hanya berkaitan dengan prosedur politik, namun juga sebagai subtansi dasar
kebijakan dari berbagai bentuk interaksi diantara warga Negara.
Marcus Tullius Cicero, meng’istilahkan Masyarakat Sipil dengan Societies
Civilies, yakni sebuah komunitas yang mendominasi yang lain. Cicero lebih
menekankan pada konsep Masyarakat Kota, yakni untuk mnggabarkan
Kerajaan, Kota dan dan bentuk kooperasi lainnya , sebagai kesatuan yang
terorganisasi. rumusan Cicero ini lebih pada konsep Civility atau kewargaan
di satu pihak, dan urbanity atau kebudayaan kota dilain pihak, yang mana

5
Kunawi Basyir, Civic Education, ( Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hal. 143-
146

7
Kota bukan hanya sebuah konsentrasi penduduk tetapi sebagai pusat
kebudayaan dan pusat pemerintahan.
Thomas Hobbes, menurutnya Civil Society mempunyai peran
sebagai peredam konflik dalam masyarakat, sehingga mampu mengntrol dan
mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (Perilaku Politik) setiap warga
negara. [.sedangkan John Locke, menganggap kehadiran Civil Society ini
yakni untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara
dengan sifat yang demikian maka, Civic Society ini tidaklah absolute dan
harus membatasi perannya dalam wilayah yang tidak dapat dikelolah
masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk
memperoleh haknya secara adil dan proposional.

Fase Kedua:
fase ini ada pada tahun 1767, yang dikemukakan oleh Adam Ferguson,
yang man Ia menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam
kehidupan bermasyarakat. pemahamannya ini digunakan untuk
mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industry dan
munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara public dan
individu.
menurutnya perbedaan atau ketimpangan sosial tersebut harus
dihilangkan, Ia yakin bahwa public memiliki semangat solidaritas sosial dan
sentiment moral yang dapat menghalangi munculnya kembali despotism.
kekhawatiran Ferguson tentang sikap individualism dan kurangnya tanggung
jawab sosial oleh masyarakat mewarnai pandangannya tentang Civil Society.

Fase Ketiga:
Fase ini muncul pada tahun 1792, yang dikemukakan oleh Thomas
Paine. Fase ini berbeda dengan pendahulunya. Ia memaknai Civil Society
sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara. bahakan dianggap
sebagai anti tesis negara. dengan demikian, maka negara sudah saatnya
dibatasi sampai sekecil-kecilnya. negara tidak lain hanyalah keniscayaan

8
buruk belaka. konsep negara yang absah, menurut pemikiran ini merupakan
perwujudtan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan umum. semakin sempurna suatu masyarakat sipil,
semkain besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan warganya sendiri.
Dengan demikian, maka masyarakat madani menurut paine ini adalah
ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan member peluang
bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
Ruang gerak pada masyarakat madani menurut Paine ini, suatu ruang
gerak masyarakat tanpa campur tangan negara. maka sesuai dengan
pandangan ini Civil Society harus lebih dominan dan sanggup mengontrol
negara demi keberlangsungan kebutuhan anggotanya.

Fase Keempat:
wacana Civil Society ini selanjutnya di kemukakan oleh GWF Hegel
(1770 – 1851 M), Karl Marx (1818 – 1883 M), dan Antonio Gramsci (1891 –
1837 M). ketiga tokoh tersebut menekankan Masyarakat Madani sebagai
elemen ideology kelas dominan. pemahaman ini merupakan sebuah reaksi
dari pemahaman yang dilakukan oleh Paine yang menganggap masyarakat
madani sebagai bagian terpisah dari negara. menurut Ryaas Rasyid, erat
kaitannya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuis eropa yang
pertumbuhannya ditandai dengan perjuangan melepaskan diri dari nagara.
GWF Hegel mengatakan bahwa, struktur sosial terbagai atas 3 entitas
sosial. yakni keluarga, masyarakat madani, dan negara. keluarga merupakan
ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan
keharmonisan. masyarakat madani (masyarakat sispil) merupakan lokasi atau
tempat berlangsungnya percaturan berbagai kepentingan pribadi dan
golongan terutama kepentingan ekonomi. sedangkan Negara merupakan
representasi dari ide universal yang bertugas melindungi kepentingan politik
warganya dan mempunyai hak penuh untuk melakukan intervensi terhadap
masyarakat madani.

9
Dari pandangan ini, maka intevensi negara terhadap wilayah masyarakat
madani tidaklah dianggap sebagai tindakan melanggar hukum mengingat
posisi negara sebagai pemilik ide universal dan hanya pada level negaralah
politik bisa berlangsung secara murni dan utuh. menurut Hegel masyarakan
madani mempunyai kelemahan karena pada kenyataannya masyarakat madani
tidak bisa mengatasi masalahnya sendiri dan tidak mampu mempertahankan
keberadaannya tanpa adanya suatu negara.
Menurut Hegel masyarakat madani dan negara adalah dua komponen
yang saling memperkuat satu sama lain.
Karl Marx, menurutnya masyarakat madani sebagai “masyarakat
Borjuis” dalam konteks hubungan produksi kapitalis. keberadaannya
merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. karenanya
maka ia harus dilenyapakan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas.
Antonio Gramsci, berbeda dengan Karl Marx yang memandang bahwa
masyarakat madani itu dipandang dalam konteks relasi produksi, menurut
Gramsci masyarakat madani lebih pada sisi ideologis, dia meletakkannya
pada superstruktur yang berdampingan dengan negara yang disebut Political
Society.
menurut Gramsci Civil Society merupakan tempat perebutan posisi
hegemoni di luar kekuatan negara, aparat mengembangkan hegemoni untuk
membentuk consensus dalam masyarakat.

Fase Kelima:
wacana Civil Societi ini sebagai reaksi tehadap mazhab Hegelian yang
dikembangkan oleh Alexis De Toqueville (1805 - 1859).
menurut Alexis De Toquevile, Masyarkat Madani sebagai entitas
penyeimbangan kekuatan negara. bagi de Tocqueville, kekuatan politik dan
masyarakat madanilah yang menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai
daya tahan. Dengan terwujudnya pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik
di dalam masyarakat madani, maka warga negara akan mampu mengimbangi
dan mengontrol kekuatan negara. Lebih lanjut Tocquevile menegaskan,

10
bahwa karakter civil society dapat menjadi sumber legimitasi kekuasaan
Negara dan pada saat bersamaan ia bias menjadi kekuatan kritis untuk
mengurangi frekuensi konflik dalam masyarakat sebagai akibat dari proses
modernisasi. Dapat disimpulkan bahwa pandangan civil society ala
Tocquevile ini merupakan model masyarakat sipil yang tidak hanya
berorientasi pada kepentingan individual, tetapi juga komitmen terhadap
kepentingan politik.

3. Karakteristik Masyarakat Madani

Karaketeristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan


dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan persyaratan-
persyaratan yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat
madani, karateristik tersebut antara lain:
1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki
akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan
kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat,
berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi
sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk
menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat
berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan
untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan
demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui
penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi :
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b. Pers yang bebas
c. Supremasi hokum
d. Perguruan Tinggi
e. Partai politik
3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-
pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap

11
saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang
dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat
yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai
nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang
proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu
terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih
dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain,
sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik
yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang
memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
8. Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat
madani di Indonesia diantaranya.
a. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum
merata
b. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
c. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
d. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja
yang terbatas
e. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang
besar
f. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi

4. Pilar Penegak Masyarakat Madani

Yang dimaksud dengan pilar masyarakat madani adalah institusi-


institusi yang menjadi bagian dari sosial control yang berfungsi mengkritisi
kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu

12
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakkan
masyrakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi persyaratan mutlak bagi
terwujudnya kekuatan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut antara lain
adalah:
a. Lembaga Swadaya masyarakat adalah institusi sosial yang dibentuk oleh
swadaya masyrakat yang tugas esensinya adalah membantu dan
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas.
b. Pers merupakan institusi yang penting dalam penegakan masyarakat
madani, karena kemungkinannya dapat mengkiritis dan menjadi bagian
dari sosial control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan
berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya.
c. Supremasi Hukum; setiap warga Negara, baik yang duduk dalam formasi
pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada (aturan)
hukum.
d. Perguruan tinggi; yakni tempat dimana civitas akademikanya (dosen dan
mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan sosial dan masyarakat
madani yang bergerak pada jalur moral Force untuk menyalurkan aspirasi
masyrakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah,
dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebut.
Menurut Riswandi Immawan, perguruan tinggi memiliki tiga peranan
dalam mewujudkan masyarakat madani. Pertama, pemihakan yang tegas
pada prinsip egalitarianisme yang menjadi dasar kehidupan politik yang
demokratis, kedua membangun mengembangkan dan mempublikasikan
informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Ketiga melakukan
tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara santun dan saling
menghormati.
e. Partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat
menyalurkan asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga
Negara, maka partai politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya
masyrakat madani.

13
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Mayarakat madani dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga
masyarakat madani sebagai "area tempat berbagai gerakan sosial" (seperti
himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan kelompk
intelektual) serta organisasi sipil dari semua kelas (seperti ahli hukum, wartawan,
serikat buruh dan usahawan) berusaha menyatakan diri mereka dalam suatu
himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri mereka sendiri dan
memajukkan pelbagai kepentingan mereka.
Adapun sejarah perkembangan masyarakat madani terjadi pada lima fase
yang masing- masing mempunyai tokoh tersendiri.
Fase pertama di pelopori oleh aristoteles, Marcus Tullius Cicero, Thomas Hobbes,
dan John Locke. Fase kedua dielopori Oleh Adam Fergusson. Fase ketiga
dipelopori oleh Thomas Paine. Fase keempat dipelopori oleh Gwf Hegel, Karl
Max, Antonio Gramsci. Fase kelima di pelopori oleh Alexis de Tocquevile.
Karakteristik masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang
menjadi nilai universal dalam penegakkan masyarakat madani. Diantaranya yaitu
ruang public yang bebas, demokratisasi, toleransi, pluralisme, keadilan social,
partisipasi social, dan supremasi hukum.
Masyarakat madani juga harus mempunyai pilar-pilar penegak, karena
berfungsi sebagai mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif
serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.

14
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi, Azra, Demokrasi. 2000. Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Tim ICCE UIN.
Basyir Kunawi. 2011. Civic Education. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Ubaedillah A, Rozak Abdul. 2008. Pendidikan Kewargaan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE
UIN Syarif Hidayatullah.
Rosyada Dede. 2003. Pendidikan Kewargaan. Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah.
Rahardjo Dawam. 1999. Masyaakat Madani Di Indonesia. Jakarta: Paramadina.
Prasetyo Hendro. 2002. Islam Dan Civil Society. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

15

Anda mungkin juga menyukai