Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Aqiqah adalah suatu tradisi islam yang mana telah ada sejak zaman Nabi saw. Yakni
selamatan atas kelahiran seorang bayi ke dunia. Kelahiran bayi dirayakan merupakan sebagai
rasa syukur terhadap Allah swt yang mana terlahirnya anak didunia. Tradisi ini bertujuan untuk
menjamu dengan memasak daging yang mana mempunyai tujuan yang baik yakni bentuk sosial
yang mana adanya interaksi sosial masyarakat.
Bila aqiqah diakui sebagai Sunnah Rasulullah saw., apakah esensi sunnahnya
terletak pada hari pelaksanaannya, ataukah pada hewan yang disembelih, ataukah jumlah hewan
yang disembelih untuk bayi laki-laki dua ekor kambing dan satu ekor kambing untuk bayi
perempuan, ataukah terletak pada aspek lainnya, misalnya nilai syukur atas kelahiran sang bayi.
Dikalangan masyarakat memandang membuat aqiqah anak-anak itu memang benar-benar
perintah agama. Dalam pelaksanaan aqiqah ini mempunyai tata cara tentang bagaimana
pelaksanaan, syarat-syarat binatang dan hukum tentang aqiqah, lebih jelasnya akan dibahas
dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Aqiqah?
2. Apa Dasar Hukum Aqiqah?
3. Seperti apakah ketentuan hewan Aqiqah?
4. Bagaimanakah pelaksanaan Aqiqah?
5. Bagaimana tata cara pembagian daging Aqiqah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari kata aqiq yang berarti rambut bayi yang baru lahir. Karena itu aqiqah
selalu diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan
(sekurangnya seekor kambing). Menurut istilah syara artinya menyembelih ternak pada hari
ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong.
Sebenarnya banyak sekali pengertian aqiqah, namun dari kesemuanya dapat diambil titik
tengah sebagai berikut:
1. Aqiqah merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada saat lahirnya keluarga baru
atau kelahiran baru.
2. Upacara ritual aqiqah terdiri dari beberapa bagian anatara lain menyembelih hewan,
memotong rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya.
3. Inti aqiqah adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas
atau perak ataupun berupa makanan.
4. Dasar Hukum Aqiqah
Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit,
Aqiqah dilakukan Rasulullah dan Sahabat. Seperti diketahui kelahiran seorang bayi
merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi orang tua karena itu sudah sepantasnya
dirayakan dengan diselamati sebagai tanda syukur pada Allah swt. Tetapi kemiskinan dan
kekayaan diantara umat islam menjadikan aqiqah sulit dilaksanakan apibila hukumnya wajib
bagi orang miskin. Perintah Nabi berkenaan dengan penyembelihan aqiqah ini sudah disepakati
oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amar-linnadab) bukan (amar-liwujub) atau perintah
wajib. Ini berarti apabila ada keluarga yang sama sekali tidak menyembelih aqiqah untuk anak-

anaknya, maka tidak ada dosa atau hutang baginya untuk membayarnya dimasa tua atau setelah
kaya nanti. Akan tetapi dalam pandangan lain terdapat di dalam hadis Rasulullah yang berbunyi:


Setiap anak yang lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dan
pada hari itu ia diberi nama dan digunduli rambutnya. (Hadits Sahih Riwayat Ahmad, Abu
Daud, Tirmidzi, NasaI, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).
Menurut hadis diatas ada yang menyatakan bahwa menyembelih hewan aqiqah itu wajib
dan bila dimasa kecilnya belum di aqiqahkan maka setelah tua dia sendiri wajib mengeluarkan
aqiqahnya.
Menurut madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab
(dianjurkan). Hal itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus seluruh syariat
sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah dan atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap diperbolehkan,
sebagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya. Penghapusan seluruh hal ini berlandaskan
pada ucapan Aisyah, Syariat kurban telah menghapus seluruh syariat berkenaan dengan
penyembelihan hewan yang dilakukan sebelumnya.
B. Ketentuan Hewan Aqiqah
Banyak ulama berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu:
unta, sapi, kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah. Sedangkan syarat-syarat
hewan yang dapat disunahkan untuk aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada hewan
kurban, baik dari segi jenisnya, ketidak cacatannya, kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan syaratsyarat hewan untuk kurban, yaitu:
1.

Tidak cacat.

2.

Tidak berpenyakit.

3.

Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.

4. Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.

Jenis hewan yang disembelih Rasulullah saw dalam aqiah saat itu bukanlah inti drii
aqiqah itu sendiri, sehingga andaikan diubah dengan seekor burung kecil bahkan tidak
menyembelih hewan melainkan sekedar nasi dan lauk pauk pun selama berniat mensyukuri
nikmat lahirnya putra sah disebut aqiqah.
C. Pelaksanaan Aqiqah
Ada dua hadis yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang disembelih untuk
seorang anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu
laki-laki beliau, masing-masing dengan seekor kambing.


(

)
Artinya: Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW mengaqiqahi untuk hasan
dan Husain dengan masing-masing satu kambing (HR Abu Daud dengan riwayat yang
shahih).
Sedangkan hadis yang kedua menerangkan bahwa seorang anak laki-laki diaqiqahkan
dengan dua ekor kambing, sedang anak perempuan diaqiqahkan dengan seekor kambing. Sabda
Rasulullah SAW:
:
:

( ) .
Artinya : Telah berkata Rasulullah SAW : Barang siapa diantara kamu ingin beribadat
tentang anaknya hendaklah dilakukannya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama
. umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing
(.HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai )
Sunnah untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing ini hanya berlaku
untuk orang yang mampu melaksanakannya, karena tidak semua orang untuk mengaqiqahi bayi
laki-laki dengan dua kambing. Ini termasuk pendapat yang wasath (tengah-tengah) yang
menghimpun berbagai dalil.
Menurut banyak ulama aqiqah itu hanya berlaku bagi anak kecil, namun sebagian ulama
lain menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan setelah seseorang itu dewasa. Penyembelihan
hewan aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke-7 atau hari ke-14 dan jika tidak bisa maka
kapan saja.

Dari kedua pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyembelihan aqiqah yang
paling baik ialah dilakukan pada hari ke-7 dari hari kelahiran seorang anak, sedang bagi orang
yang belum diaqiqahkan, maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah umur dewasa.
Perbuatan-perbuatan yang baik dilakukan pada waktu anak baru lahir, antara lain:
1. Mengadzankan dan mengiqamatkan
Disunatkan mengazankan anak laki-laki dan mengiqomatkan anak perempuan yang baru
lahir, sehingga kata-kata yang pertama kali dienegar oleh seorang anak yang baru lahir itu adalah
perkataan yang baik.
2. Memberi nama
Rasulullah menganjurkan agar orang tua segera memberi nama anaknya yang baru lahir.
Para ulama sepakat bahwa perkataan yang dijadikan nama anak yang baru lahir itu adalah
perkataan yang mempunyai arti yang baik seperti Abdullah. Dan haram hukumnya memberi
nama anak dengan perkataan yang mengandung unsur atau arti syirik, seperti abdul uzza, abdul
kabah dan sebagainya.
3. Mencukur rambut
Sunat hukumnya mencukur rambut anak yang baru lahir, sekurang-kurangnya
menggunting tiga helai rambut. Biasanya dilakukan waktu mengaqiqahkannya dan waktu
memberi nama. Menurut imam malik, disamping mencukur rambut rambut sunat pula
hukumnya besedekah, sekurang-kurangnya seharga perak seberat rambut yang dipotong itu.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mencukur rambut bayi, yaitu:
1. Diawali dengan membaca basmallah.
2. Arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri.
3. Dicukur secara keseluruhan (gundul) sehingga tidak ada kotoran yang tersisa.
4. Rambut hasil cukuran ditimbang dan jumlah timbangan dinilai dengan nilai emas atau perak
kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.
D. Tata cara pembagian daging aqiqah
Dalam pembagian daging aqiqah sama dengan pembagian daging qurban namun ada
beberapa perbedaan dalam aqiqah diantaranya:

1. Disunnahkan memasak daging sembelihan aqiqah dan tidak memberikannya dalam


keadaan mentah. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Tuhfatul Maudud, yang berbunyi:
memasak daging aqiqah termasuk sunnah.
2. Disunahkan untuk memakan sebagian daging aqiqah serta menghadiahkan dan
menyedekahkan masing-masing sebanyak sepertiga dari daging seperti hewan qurban.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aqiqah diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih
hewan pada hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya
di potong atas rasa syuker kepada Allah SWT.
Hukum

Aqiqah

adalah

sunnah

muakkad.

Perintah

Nabi

berkenaan

dengan

penyembelihan aqiqah ini sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amarlinnadab) bukan (amar-liwujub) atau perintah wajib.
Ulama berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi,
kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah. Jenis hewan yang disembelih
Rasulullah saw dalam aqiqah saat itu bukanlah inti drii aqiqah itu sendiri, sehingg andaikan
diubah dengan seekor burung kecil bahkan tidak menyembelih hewan melainkan sekedar nasi
dan lauk pauk pun selama berniat mensyukuri nikmat lahirnya putra sah disebut aqiqah.
Ada dua hadis yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang disembelih untuk
seorang anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu
laki-laki beliau, masing-masing dengan seekor kambing Sedangkan hadis yang kedua
menerangkan bahwa seorang anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing, sedang anak
perempuan diaqiqahkan dengan seekor kambing.
Dalam pembagian daging aqiqah sama dengan pembagian daging qurban namun ada
beberapa perbedaan yaitu disunahkan memasak daging aqiqah dalam pembagiannya.
Disunahkan untuk memakan sebagian daging aqiqah serta menghadiahkan dan menyedekahkan
masing-masing sebanyak sepertiga dari daging seperti hewan qurban.
B. Saran

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yanag terdapat dalam
pembahasan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya, dan kususnya bagi
para pembaca. Apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun
pemaparannya, kami selaku pemakalah mohon maaf. Tidak lupa kami mengharapka kritik dan
saran yang membangun, sehingga dapat dijadikan bahan perbaikan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, (Beirut: Maktabah Tajariyatil Kubro)


Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Depok: Gema Insani, 2011).
Bakry, Hasbullah, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press),
1988).
Daradjat, Zakiah, dkk., Ilmu Fiqih, (Jakarta: Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam, 1983).
Idris, Abdul Fatah, Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990).
Muhammad Ishom bin MarI, Abu, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), (Yogyakarta:
Litera Sunny, 1997).
Saleh, Hasan, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008).
UlamaI, A. Hasan Asyari, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing,
2010).

Anda mungkin juga menyukai