Anda di halaman 1dari 15

FORENSIC ACCOUNTING AND FRAUD EXAMINATION

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT


INVESTIGATIF, WHISTLEBLOWING,

Oleh :
Kelompok 9
Annisa Putri
Putri Ayu
Tyas Ardy Rahayu
Fisabela Apriliasari

125020300111003
125020300111011
125020307111008
125020307111022

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2015

BAB 4
ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT
INVESTIGATIF
Pengantar
Anggota suatu profesi mempunyai cirri khas sesuai tuntutan profesinya. Akuntan forensic
memiliki cirri cirri seorang akuntan dan auditor. Cirri lain dari anggota suatu profesi adalah ia
tunduk pada kode etik profesinya, hal yang sama berlaku untuk akuntan forensik
Atribut seorang akuntan forensik
Howard R. Dafia member lima nasehat kepada audit pemula dalam melakukan investigasi
fraud
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara premature
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan
3. Be creative, think like a perpetrator, do not be predictable. Seorang fraud auditor
harus kreatif seperti pelaku fraud jangan dapat ditebak
4. Auditor harus tau bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongolan
5. Dalam memilih pro active fraud detection strategy, si auditor harus
mempertimbangkan apakah kecuramgan dilakukan diluar atau di dalam pembukuan
Dafia memberikan contoh kecurangan diluar pembukuan seperti suap, yang diambil dari
harga beli yang sudah di mark up. Nasehat dafia diatas dapat dirumuskan :
1. Dari awal upayakan menduga siapa perilaku. Dalam pengembangan investigasinya,
daftar pelaku yang diduga dapat diperpanjang atau diperpendek, sesuai dengan bukti
yang berhasil dikumpulkan
2. Fokus pada pengumpulan bukti untuk proses pengadilan
3. Kreatif dalam menerapkan tehnik investigasi,berfikir seperti penjahat, jangan dapat
ditebak
4. (kalau sistem pengendalian internal sudah baik) fraud hanya bisa terjadi karena
persengkongkolan
5. Kenali pola fraud
Karakteristik seorang pemeriksa fraud
Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik disamping keahlian teknis, seoarang
pemeriksa fraud yang sukses memiliki kemampuan mengumpulkan fakta dari berbagai saksi
secara adil, tidak memihak, sahih, dan akurat, serta mampu melaporkan fakta secara akurat
dan lengkap.
Pemeriksa fraud harus mmpunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep keuangan, dan
kemampuan menarik kesimpulan terhadapnya. Sangat penting bagi pemeriksa untuk

menyederhanakan konsep keuangan sehingga para saksi dapat memahami apa yang
dimaksutkannya
Kualitas Akuntan Forensik
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kreatif
Rasa ingin tau
Tidak meyerah
Akal sehat
Bisnis sens
Percaya diri

Independen, objektif dan Skeptis


Tiga sikap dan tindak fikir yang harus selalu melekat pada tindak auditor
1. Independen
2. Objektif
3. Skeptif
Ketiga sikap ini tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan akuntan forensic
Kode Etik Akuntan Forensik
Kode etik emrupakan kehidupan berprofesi. Kode etik mengatur hubungan antara anggota
profesi dengan sesamanya, dengan pemakain jasanya dan stakeholder lainya, dan dengan
masyarkat luas
Kode etik berisiniali luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi bisa eksis
karena ada integritas, rasa hormat dan kehormatan, dan nilai nilai luhur lainya yang
menciptakan nilai percaya dari pengguna dan stakeholder lainya.
Pelaksanaan Kode Etik
Mempunyai dokumen mengenai standart kode etik adalah langkah awal yang baik, namun
tanpa penegakan yang tegas dan kosisten kreadibilitas profesi dipertanyakan. Sebagai contoh
tahun 2009 antasari azhar yang menjabat sebagai ketua KPK, diterapkan sebagai tersangka
pembunuhan nasrudin zulkarnaen. Nadrudin zulkarnaen adalah direktur utama PT Putra
Rajawali Banjaran dalam pemeriksaan antasari azhar diduga melanggar kode etik KPK.
Standar Audit Investigative
Akuntan publik memiliki standart profesi akuntan public (SPAP ). SPAP membuat standart
audit, atestasi, pengendalian mutu, dll . namun SPAP tidak secara kusus mengatur audit
investigative atau fraud audit. Secara sederhana, standart adalah ukuran mutu oleh karena itu,
dalam pekerjaan audit, para auditor ingin mengaskan adanya standart tersebut.

PRAKTEK INTEGRITAS

Pengertian Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark)
bagi
anggota
dalam
menguji
keputusan
yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang
tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.

Pembangunan Sistem Integritas Nasional


Sistem Integritas Nasional (SIN) adalah sistem yang berlaku secara nasional dalam rangka
pemberantasan korupsi secara terintegrasi yang melibatkan semua pilar penting bangsa.
Korupsi dapat berkurang karena setiap pilar memiliki akuntabilitas horisontal, yang
mendistribusikan kekuasaan sehingga tidak ada monopoli dan kebijakan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Jika diibaratkan sebagai sebuah rumah (bangunan), SIN terdiri atas 3 (tiga) bagian utama,
yaitu pondasi, pilar/tiang penyangga, dan atap. Pondasi terdiri atas sistem politik, sosial,
ekonomi, dan budaya. Sedangkan pilar atau tiang penyangga terdiri atas badan/lembaga
legislatif, eksekutif, kehakiman/peradilan, sektor publik, sektor keuangan, penegak hukum,
komisi pemilihan umum, komisi ombustman, badan audit, organisasi anti korupsi, partai
politik, media massa, masyarakat madani, dan dunia usaha. Terakhir, atap merupakan hasil
akhir yang dicapai berupa integritas nasional.
SIN akan berdampak pada tatanan hukum (rule of law), pembangunan berkelanjutan
(sustainable development), dan kualitas hidup (quality of life), yang mencerminkan
tercapainya kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita berbangsa dan bernegara. Dengan
keterlibatan KPK dalam pembangunan integritas nasional, berarti KPK secara langsung
berkontribusi nyata dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.
Agar masing-masing pilar dapat berkontribusi secara positif dalam pembangunan SIN, maka
semua pilar dalam SIN memperhatikan tiga dimensi yang terdiri atas:
a. Peran/kontribusi (role), yaitu memastikan setiap pilar menjalankan tupoksi secara
berintegritas dengan berbasiskan keunggulan masing-masing untuk selanjutnya
dikolaborasikan dengan pilar lainnya dalam pembangunan SIN.
b. Transparansi dan akuntabilitas (governance), intinya setiap pilar harus menerapkan
akuntabilitas dan transparansi, dalam bentuk implementasi system integritas, baik
komponen utama maupun komponen pendukung, dengan memastikan adanya instrumen,
proses, dan struktur.
c. Kapasitas (capacity), agar dapat membangun sistem integritas dan menjalankan perannya
secara berintegritas, maka masing-masing pilar harus memiliki kapasitas untuk
menjalankan kedua hal tersebut.

Mekanisme akuntabilitas didesain sebagai upaya nasional untuk mengurangi


korupsi yang meliputi sistem integritas. Sistem ini juga bertujuan untuk
membangun akuntabilitas dari pilar-pilar yang menopang integritas nasional.
Halhal yang harus dipedomani dalam sistem integritas terbagi dalam dua
komponen penting, yaitu komponen utama/inti (core) dan komponen
pendukung (complement).
Komponen utama meliputi: (a) kode etik dan pedoman perilaku; (b)
pengumuman harta kekayaan; (c) kebijakan grafifikasi dan hadiah; (d)
pengelolaan akhir masa kerja; (e) saluran pengaduan dan whistler blower; (f)
pelatihan/ internalisasi integritas; (g) evaluasi eksternal integritas; (h)
pengungkapan isyu integritas. Sedangkan komponen pendukung terdiri
atas: (a) kebijakan rekrutmen dan promosi; (b) pengukuran kinerja; (c) sistem
dan kebijakan pengembangan SDM; (d) pengadaan dan kontrak dengan
efisiensi.

hubungan antara sistem integritas nasional, milestones, dan fokus area dapat
digambarkan dengan ilustrasi berikut:

Whistle Blowing
Dalam dunia bisnis kecurangan merupakan hal biasa, tetapi hal ini sangat merugikan
perusahaan dan karyawan lain tentunya. Kecurangan seperti ini harus dicegah agar kerugian
moral dan materil dapat dihindari. Cara pencegahannya dapt dilakukan dengan whistle
blowing.
Pengertian whistle Blowing
Pengertian umum whistle blower adalah seseorang yang melaporkan suatu perbuatan
melawan hukum, terutama korupsi, di dalam organisasi atau institusi tempat dia bekerja.
Orang ini biasanya memiliki data dan informasi yang memadai terkait tindakan melawan

hukum itu. Peran whistle blower ini sangat penting dalam mengungkap suatu tindakan
melawan hukum yang terjadi di institusinya.
Whistle blowing juga bisa diartikan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa
orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilapori itu bisa saja atasan yang lebih tinggi atau
masyarakat luas.
Whistle bowing dibedakan menjadi 2 yaitu
whistle blowing internal
Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya kemudian
melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi. Motivasi
utama dari whistle blowing adalah motivasi moral.
Motivasi moral ada dua macam :
- motivasi moral baik
- motivasi moral buruk.
Untuk mencegah kekeliruan ini dan demi mengamankan posisi moralnya, karyawan
pelapor perlu melakukan beberapa langkah:
1. Cari peluang kemungkiann dan cara yang paling cocok tanpa menyinggung perasaan
untuk menegur sesama karyawan atau atasan itu.
2. Karyawan itu perlu mencari dan mengumpulkan data sebanyak mungkin sebagai
pegangan konkret untuk menguatkan posisinya, kalau perlu disertai dengan saksisaksi kuat.

whistle blowing eksternal.


Menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan
perusahaannnya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena dia tahu bahwa
kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Misalnya : Manipulasi kadar bahan mentah dalam formula sebuah produk.
Motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen.
Pekerja ini punya motivasi moral baik untuk membela kepentingan konsumen karena
dia sadar semua konsumen adalah manusia yang sama dengan dirinya dan karena itu
tidak boleh dirugikan hanya demi memperoleh keuntungan.
Whistleblowing System
Peran seseorang yang melaporkan tindakan korupsi di sekitarnya, terutama di instansi tempat
dia bekerja, atau yang disebut sebagai whistle blower sangat penting dalam upaya
pemberantasan korupsi di Tanah Air. Oleh karena itu, whistle blowing system harus terus
dibenahi mulai dari aturan dan implementasinya.
Whistleblowing System Kementerian Keuangan

Whistleblowing System KPK (kws.kpk.go.id)

Indonesia sudah memiliki whistle blowing system. Di dalam UU 30/2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) secara jelas menyatakan bahwa lembaga itu wajib melindungi
saksi pelaku, yang bisa juga diartikan sebagai whistle blower.
Jaminan keamanan dan perlindungan hukum terhadap whistle blower juga sudah ada sejak
2006 dengan lahirnya UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK). UU
itu sudah dengan tegas mewajibkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
memberikan perlindungan kepada saksi atau pelapor. UU PSK memberikan jaminan
perlindungan saksi dan pelapor dari ancaman fisik, ancaman terhadap keluarga, dan harta
benda. UU itu juga memberikan perlindungan hukum kepada saksi dan pelapor agar mereka
tidak digugat atau dituntut secara perdata.
Ketentuan tentang perlindungan bagi saksi dan pelapor itu juga diperkuat dalam UU 25/2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Aturan itu lantas ditindaklanjuti
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus
terhadap Pelapor dan Saksi.
Memang, kita sudah memiliki aturan tentang whistle blowing system. Namun, aturan yang
sudah ada itu masih perlu disempurnakan lagi. Misalnya soal definisi. UU yang ada tidak
membedakan secara tegas definisi whistle blower dan justice collaborator, sementara peran
dan keterlibatan mereka dalam suatu kasus korupsi tidak sama.
Perbedaan Whistle Blower dengan Justice Collaborator
Pengertian
Whistle blower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan
bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang
dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan
sebagai saksi di dalam proses peradilan.

Pasal 37 Ayat (2) dan Ayat (3) mengatur tentang perlindungan Whistle Blower dan Justice
Collaborator
Ayat (2) pasal tersebut berbunyi, setiap negara peserta wajib mempertimbangkan,
memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu mengurangi hukuman dari seorang
pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan
suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi ini.
Ayat (3) pasal tersebut adalah, setiap negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan
sesuai prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan kekebalan dari penuntutan
bagi orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan
(justice collaborator) suatu tindak pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini
Perlindungan
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus
terhadap Pelapor dan Saksi, ditentukan juga dalam Pasal 10 UU No.13 Tahun 2006.
Pasal ini mneyebutkan :
Whistle blower atau saksi pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun
perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau yang telah diberikan.
Justice collaborator atau saksi sekaligus tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat
dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Namun, kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidananya.
Reward
Reward terhadap whistle blower : Dia bisa saja diberi hadiah berupa uang yang besar atau
diberi jaminan tidak dipecat dan tidak mendapat perlakuan diskriminasi oleh institusi tempat
dia bekerja. Aturan tentang reward itu yang masih perlu disempurnakan lagi
Reward terhadap justice collaborator juga dapat diberikan reward berupa keringanan
hukuman.

Whistle Blower
pihak yang mengetahui dan melaporkan
tindak pidana tertentu dan bukan
merupakan bagian dari pelaku
kejahatan yang dilaporkannya
saksi pelapor tidak dapat dituntut secara
hukum baik pidana maupun perdata
atas laporan, kesaksian yang akan,
sedang atau yang telah diberikan

Justice Collaborator
salah satu pelaku tindak pidana
tertentu, mengakui yang dilakukannya,
bukan pelaku utama dalam kejahatan
tersebut serta memberikan keterangan
sebagai saksi di dalam proses peradilan
saksi sekaligus tersangka dalam kasus
yang sama tidak dapat dibebaskan dari
tuntutan pidana apabila terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah. Namun,
kesaksiannya dapat dijadikan

pertimbangan hakim dalam


meringankan pidananya.

saksi pelapor tidak dapat dituntut secara


hukum baik pidana maupun perdata
atas laporan, kesaksian yang akan,
sedang atau yang telah diberikan

Diberi hadiah berupa uang yang besar


atau diberi jaminan tidak dipecat dan
tidak mendapat perlakuan diskriminasi
oleh institusi tempat dia bekerja.

saksi sekaligus tersangka dalam kasus


yang sama tidak dapat dibebaskan dari
tuntutan pidana apabila terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah. Namun,
kesaksiannya dapat dijadikan
pertimbangan hakim dalam
meringankan pidananya.

Dapat diberikan reward


keringanan hukuman.

berupa

Sosialisasi tentang pentingnya peran whistle blower dalam pemberantasan korupsi harus terus
ditingkatkan. Apa yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak yang bekerja sama dengan KPK
dalam mengungkap suap dan korupsi di lembaga itu, patut diacungi jempol. Tindakan itu
seharusnya bisa menjadi contoh bagi institusi lain agar korupsi di Indonesia dapat diberantas
tuntas.
Contoh Kasus Whistleblower Kasus Solar PT Ganda Sari
Menjadi "whistleblower" dalam kasus dugaan penggelapan solar bersubsidi di Bintan
bukanlah pekerjaan yang ringan, apalagi pemilik perusahaan yang tersangkut, cukup terkenal
di Kepulauan Riau. Mar adalah mantan karyawan PT Gandasari Tetra Mandiri dan kini
menyatakan siap membongkar kasus dugaan penyelewengan ribuan ton solar bersubsidi yang
dilakukan perusahaannya.
"Whistleblower" per definisi adalah seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi
tindak pidana korupsi di dalam organisasi tempat yang bersangkutan bekerja, dan memiliki
akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana tersebut. Mar mulai
menyuarakan pelanggaran yang dilakukan PT Gandasari setelah polisi menyita enam tanki
dan kapal Aditya 01 milik AW, bos Gandasari Tetra Mandiri.
"Saya tahu, yang saya lawan ini bukan pengusaha kecil. Tetapi saya yakin keadilan tidak
melihat harta yang dimiliki seseorang, karena di mata hukum semuanya sama," kata Mar di
Rutan Tanjungpinang, Selasa (16/10) lalu.
Perlawanan Mar terhadap AW mulai terjadi 6 Agustus 2012. Saat itu, AW mengeluarkan surat
menolak pembelian solar bersubsidi sebesar Rp167 juta yang dilakukannya.
Sehari kemudian, PT Gandasari Tetra Mandiri yang diduga tidak memiliki izin penyimpanan,
pengangkutan, pembelian dan penjualan solar itu, melaporkan dirinya ke Polsek

Tanjungpinang Timur.Mar pun langsung ditangkap, dan diperiksa selama sehari sebelum
ditahan di Mapolsek Tanjungpinang Timur. Proses hukum kini mengalir di Pengadilan Negeri
Tanjungpinang, namun sidang belum dijadwalkan.
Bagi Mar, perusahaan itu telah mengkriminalisasi dirinya, karena uang tersebut berdasarkan
perintah AW telah digunakan untuk membeli solar bersubsidi sebanyak 75 ton. Solar itu pun
sudah digunakan sebagai bahan bakar kapal Calvin 27 dan Aditya 58 untuk mengangkut alat
pengeruk batu bauksit ke Konolodale, Sulawesi Tengah.
Tetapi Mar dipaksa untuk mengaku kepada penyidik bahwa uang sebesar Rp167 juta itu
digunakan untuk berfoya-foya. "Setelah mengeluarkan surat penolakan, PT Gandasari
membeli solar bersubsidi sebanyak 30 ton," katanya didampingi Herman, pengacaranya.
Solar yang dibeli Mar berasal dari agen penyalur solar subsidi, oknum polisi dan oknum TNI.
Sebenarnya, kata dia, solar itu untuk kepentingan nelayan, bukan untuk industri."Itu menjadi
penyebab nelayan tidak melaut karena kesulitan mendapatkan solar," ujarnya yang mulai
bekerja di PT Gandasari Tetra Mandiri pada 14 Agustus 2011.
Kasus penggelapan solar bersubsidi itu mengawali "peperangan" Mar dengan AW.
Kesempatan untuk membalas perbuatan AW berstatus sebagai tersangka setelah polisi
mengungkap dan menyita enam bunker dan kapal Aditya 01 di Sei Enam, Bintan, Kepulauan
Riau (Kepri).
Mar pun siap menjadi tersangka dalam kasus penyelewengan solar bersubsidi yang dilakukan
PT Gandasari Tetra Mandiri. Namun ia minta AW dan pihak lain yang terlibat dalam kasus itu
mendapat ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.
"Saya siap membeberkan seluruh pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu, tetapi saya
minta jaminan keamanan selama ditahan," katanya.
Mar mengaku mendapat intimidasi sejak ditahan di Polsek Tanjungpinang Timur. Ia diminta
mengaku menggunakan uang PT Gandasari Tetra Mandiri untuk foya-foya.
"Uang itu sudah digunakan untuk membeli solar, bukan untuk foya-foya," kata Mar.
Selain itu, kata dia, Mar yang merupakan saksi kunci dalam kasus penyelewengan solar yang
diduga dilakukan PT Gandasari Tetra Mandiri diminta untuk tidak memberikan keterangan
yang terlalu dalam. Padahal keterangannya telah menyeret sejumlah pihak yang terlibat
dalam kasus itu.
"Saya merupakan orang kepercayaan AW, bos PT Gandasari, yang ditugaskan untuk membeli
solar dari agen penyaluran solar subsidi (APMS) di Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan,"
ungkap Mar.
Mar mengatakan, perdagangan solar bersubsidi untuk kepentingan industri bukan hanya
dilakukan oleh antara perusahaan, melainkan juga oknum polisi dan TNI AL. Solar dari

APMS tidak didistribusikan untuk kepentingan nelayan, melainkan "kencing" di tempat


tertentu dan dijual kepada PT Gandasari.
"Saya sudah berulang kali diperintahkan oleh AW untuk membeli solar bersubsidi tersebut,"
katanya.
Sedangkan kuota untuk masing-masing APMS yang bekerja sama dengan PT Gandasari
menggunakan jasa Tr, yang selalu berhubungan dengan pihak PT Pertamina. "Delivery order"
dibuat oleh TR, kemudian diserahkan kepada PT Pertamina.
Penyelewengan solar bersubsidi itu menyebabkan nelayan tidak dapat melaut lantaran
kesulitan mendapatkan solar.
"Masing-masing APMS mendapat jatah rata-rata 5 ton. Tetapi saya tidak tahu apakah ini
melibatkan oknum di Pertamina atau tidak," katanya.
Mar menambahkan, PT Gandasari membeli solar itu dengan harga Rp6.200-Rp6.700/liter.
Padahal harga solar subsidi untuk nelayan Rp4.500/liter, sedangkan solar untuk industri yang
ditetapkan Pertamina sebesar Rp11.500/liter.Nama perusahaan itu hanya digunakan untuk
membeli solar bersubsidi, sedangkan penjualan solar menggunakan nama perusahaan lainnya
yaitu PT Gandasari Shiping Line.
Kejahatan Luar Biasa
Pengamat ekonomi Provinsi Kepri, Winata Wira berpendapat, penggelapan solar yang diduga
disubsidi oleh pemerintah tidak hanya sebatas pelanggaran pidana biasa, melainkan kejahatan
yang luar biasa.
"Ini kejahatan luar biasa jadi Polri harus didorong untuk berani bertindak maksimal, karena
harus ada efek jera terhadap pelaku. Dan bukan tidak mungkin temuan ini memiliki efek
domino terhadap pelaku lain yang bertindak serupa," ungkap Wira yang juga dosen di
Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, kemarin.Penggelapan
solar bersubsidi kata Wira tidak hanya merugikan negara, melainkan juga "memiskinkan"
nelayan di Kepri. Nelayan tidak dapat melaut lantaran tidak mendapatkan solar yang murah
untuk menghidupkan mesin pompong.
Upaya pengusutan kasus penyalahgunaan dan penyelewengan distribusi BBM subsidi berupa
solar sebagaimana yang ditemukan oleh aparat hukum di Kepri belakangan ini seharusnya
dapat menggunakan standar maksimal. Keseriusan aparat kepolisian lanjut Wira tidak cukup
hanya sebatas komitmen lisan saja, namun diharapkan dapat menggunakan kewenangannya
secara luas dengan memungkinkan diterapkannya UU Tipikor selain UU Migas.
Menurut dia, penggunaan UU Tipikor juga dapat membuka akses yang luas untuk menjerat
kemungkinan terlibatnya oknum pelaku dari unsur aparatur penyelenggara negara. UU Migas
berpotensi hanya menjerat pelaku dari pihak swasta saja ditambah ancaman pidana pada UU
Migas relatif lebih ringan daripada UU Tipikor.

Yang tidak kalah penting, kata dia, selain tuntutan standar maksimal terhadap upaya
pengusutan oleh Polri, semestinya publik dapat menyaksikan adanya "good will" dari
sejumlah pihak yang dapat dikait-kaitkan dengan kewenangan dalam pengaturan
penyelenggaraan distribusi BBM bersubsidi sehingga kasus demikian tidak sampai terjadi.
Tetapi sampai hari ini belum didengar apakah ada tindakan internal organisasi atau instansi
yang sifatnya displin internal. Atau pun atau paling tidak tindakan evaluasi menyangkut
tanggung jawab dan wewenang pembinaan dan pengawasan terhadap penyaluran BBM
subsidi baik seperti BPH Migas, Pertamina maupun instansi non departemen yang
anggotanya diduga menjadi oknum yang ikut terlibat.
Menurut dia, gerakan "civil society" harus terus diperkuat untuk mengawal pengusutan kasus
ini hingga tuntas. Penghargaan dari salah satu LSM di Kepri kepada media cetak beberapa
waktu yang lalu patut diapresiasi dalam semangat membangun kekuatan konsolidasi
masyarakat agar kasus ini dapat diusut secara maksimal dan tuntas.
"Ini juga jadi momen konsolidasi pencitraan Polri, tapi pemantauan dan pengawasan oleh
masyarakat terhadap pengusutan kasus ini tidak boleh berhenti. Bila perlu konsolidasi
gerakan masyarakat sipil dimaksimalkan tidak hanya di tataran media dan LSM, melainkan
juga bisa ke kampus-kampus dan masyarakat secara luas," ungkapnya.
Karena itu, kata dia, untuk memberantas penggelapan solar bersubsidi dibutuhkan keberanian
pihak kepolisian untuk membuka akses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelakunya,
sehingga tidak hanya sebatas dikenakan pada pelanggaran UU Migas melainkan juga UU
Pemberantasan Korupsi.
"Penyediaan BBM subsidi berkaitan dengan beban keuangan negara yang mengalami defisit
tiap tahun karena harus membiayai belanja subsidi yang tidak kecil," katanya.
Pendapat / Opini kelompok dalam kasus WhistleBlowing :
Menanggapi kasus diatas apa yang dilakukan mantan karyawan PT Gandasari yang berinisial
"Mar" itu luar biasa hebatnya, karena mengungkap kasus penyelewengan yang di lakukan
Bos nya sendiri yaitu AW membeli solar-solar bersubsidi, saya setuju pendapat dari pengamat
ekonomi kepri winata wira yaitu kejahatan ini kejahatan yang luar biasa, karena nelayannelayan disana tidak bisa pergi nelayan untuk menangkap ikan padahal sumber pencaharian
nelayan adalah menangkap ikan. Pemerintah harus sigap dalam memberikan perlindungan
terhadap WhistleBlower beserta keluarganya agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

Anda mungkin juga menyukai