Anda di halaman 1dari 164

MANAJEMEN KONFLIK SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN

KEUTUHAN RUMAH TANGGA


(Studi Kasus di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya
Kabupaten Kerinci)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar


Magister dalam Program Studi Hukum Keluarga

Oleh:

Rama Dhini Permasari Johar


NIM. 088172681

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
2019 M
iii
iv
v
vi
vii
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah

transliterasi Arab-Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor:

158 tahun 1987 dan Nomor: 0543/ u/ 1987.

Arab Latin Arab Latin Arab Latin


‫ا‬ A ‫ز‬ Z ‫ق‬ Q

‫ب‬ B ‫س‬ S ‫ك‬ K

‫ت‬ T ‫ش‬ Sy ‫ل‬ L

‫ث‬ Ts ‫ص‬ Sh ‫م‬ M

‫ج‬ J ‫ض‬ Dh ‫ن‬ N

‫ح‬ H ‫ط‬ Th ‫و‬ W

‫خ‬ Kh ‫ظ‬ Zh ‫ه‬ H

‫د‬ D ‫ع‬ ‘A ‫ء‬ ‘

‫ذ‬ Dz ‫غ‬ Gh ‫ي‬ Y

‫ر‬ R ‫ف‬ F

Catatan:

1. Konsonan ditulis rangkap, seperti kata ‫ ربّنا‬ditulis rabbanâ.

2. Vokal panjang (mad), fathah (baris di atas), kasrah (baris di bawah), dan
dhammah (baris di depan) ditulis â, î, û, misalnya kata: ‫ الحقوق‬ditulis al-
huqûqu.

ix
3. Tâ’ Marbuthah hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan
dhammah, transliterasinya adalah /t/, misalnya: ( ‫= )الشريعة اإلسالمية‬
ditulis al-syarî’atu al-islâmiyyah

4. Kata sandang alif dan lâm baik diikuti oleh huruf qamariyah maupun
huruf syamsiyah ditulis: al diawalnya, seperti: ‫ النساء‬ditulis: al-Nisâ dan

‫ المؤمنون‬ditulis: al-Mu`minûn.
5. Ta`marbuthah bila terletak di akhir kata ditulis: h, seperti: ‫ البقرة‬ditulis:

al-Baqarah. Bila terletak di tengah kalimat ditulis: t, seperti: ‫نفقة األوالد‬


ditulis: nafaqat al-awlâd.
6. Penulisan kalimat Arab dalam kalimat Indonesia menurut tulisannya,
contoh: ‫ وهو خير الرازقين‬ditulis: wa huwa khair al-râziqîn.

Pengecualian:

1. Nama atau kata yang dirangkai dengan kata Allah, ditulis menjadi satu,
seperti ( ‫ )عبدهللا‬ditulis “Abdullâh” ,(‫ )إلى هللا‬ditulis Ilallâh
2. Untuk nama-nama kota yang sudah populer dengan tulisan latin, ditulis
sesuai dengan nama populer tersebut (‫ )قاهرة‬ditulis Cairo, ( ‫ )دمشق‬ditulis

Damaskus, (‫ )أردن‬ditulis Yordania

Singkatan-singkatan:

H. : Hijriyah

M. : Masehi

h. : Halaman

tt. : Tanpa tahun

x
tn. : Tanpa nama

tp. : Tanpa penerbit

ttp. : Tanpa tempat

SWT : Subhânahu wa Ta`âla

SAW : Shalallahu `alihi wa sallam

Q.S. : al-Qur’an Surat

H.R. : Hadis Riwayat

ibid. : Ibidem

op. cit. : Opera Citato

Loc. cit. : Loco Citato

xi
xii
ABSTRAK

Rama Dhini Permasari Johar, 088172681, Manajemen Konflik Sebagai


Upaya Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa
Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci), Tesis:
Konsentrasi Hukum Keluarga Program Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang,
2019, 105 halaman.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa saja bentuk-bentuk konflik
yang terjadi di dalam rumah tangga masyarakat di Desa Lempur Tengah
Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci. Apa penyebab terjadinya konflik
dalam rumah tangga masyarakat tersebut. Serta bagaimana manajemen konflik
yang digunakan masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya
Kabupaten Kerinci.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1). Untuk
mengetahui bentuk bentuk konflik yang terjadi di dalam rumah tangga
masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten
Kerinci. (2). Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik dalam rumah
tangga masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya
Kabupaten Kerinci. (3). Untuk mengetahui bagaimana manajemen konflik yang
digunakan oleh masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya
Kabupaten Kerinci untuk mengelola konflik dalam rumahtangga
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan/field research, dengan
pendekatan kualitatif. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah
masyarakat Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci.
Sumber data sekunder terdiri dari buku-buku dan literatur-literatur yang terkait
dengan manajemen konflik dalam rumah tangga. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan snowball sampling,
sedangkan teknis pengolahan data terdiri dari 3 hal yang berkaitan yakni reduksi
data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan.
Hasil penelitan ini mengungkapkan beberapa bentuk konflik yang terjadi
di dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung
Raya yakni: kekerasan secara verbal, kekerasan fisik, sikap bertahan, dan sikap
menarik diri dari pasangan. Di antara keempat bentuk konflik tersebut kekerasan
secara verbal merupakan bentuk konflik yang dominan terjadi. Adapun
penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur
Tengah disebabkan beberapa faktor yakni faktor ekonomi, anak, kegagalan
komunikasi, faktor kecemburuan dan faktor agama. Penyebab konflik dalam
rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah tersebut didominasi karena
xiii
faktor ekonomi. Resolusi konflik dalam penelitian ini mengacu pada 5 gaya
manajemen konflik yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge yakni gaya
kompetisi, kolaborasi, penghindaran, akomodasi dan gaya kompromi. Gaya
kompromi merupakan yang paling banyak sesuai dengan apa yang dilakukan
masyarakat Desa Lempur Tengah dalam meresolusi konflik yang terjadi dalam
rumah tangga.

xiv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT, atas


segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul: Manajemen Konflik Sebagai
Upaya Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa
Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci). Tesis ini ditulis
dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
Hukum pada Program Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat


berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang secara langsung
dan tidak langsung telah memberikan kontribusi di dalam penyelesaian tesis ini.
Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada
Dr. Ikhwan, SH.,M.Ag dan Dr. Hamda Sulfinadia, M.Ag sebagai pembimbing
tesis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis
ini dari awal hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rektor UIN Imam


Bonjol Padang, Bapak Direktur Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang beserta
segenap jajarannya yang telah berupaya meningkatkan situasi kondusif pada
Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang. Demikian juga penulis menyampaikan
terimakasih kepada seluruh dosen dan staf administrasi Program Pascasarjana
UIN Imam Bonjol Padang.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga


kepada kedua orangtua penulis: Ayahanda Yoyo Karyo dan Ibunda Minarni, ibu
angkatku Dr. Tiswarni, M.Ag dan keluarga penulis: kakakku Yona Ratu Yuliana
Johar S.Pd dan adik tersayang Muhammad Azhar Widjaya Johar, yang tanpa
xv
kenal lelah berjuang dan berdo’a untuk penulis sampai penulis mampu
menyelesaikan pendidikan sampai ditingkat magister. Sesungguhnya kedua
orangtua lah yang menjadi motivasi terbesar di dalam setiap langkah yang
penulis arungi dalam kehidupan ini. Tidak lupa terimakasih juga kepada teman
dekat penulis: Ali Hamdani SH, yang dengan sabar dan penuh pengertian
memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Sahabat
penulis, Rovi Efriyenti SH, Siska Prima Dewi, S.Pd, Ranti Anandia, Asanadia
Meylani Absari, Pimpinan dan seluruh karyawan Ayam Gepuk Pak Gembus
Cabang Anduring, dan rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana UIN Imam Bonjol
Padang yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Terakhir penulis sangat berharap kiranya hasil penelitian ini dapat


memberikan sumbangsih sebagai referensi dalam masalah hukum keluarga,
khususnya mengenai manajemen konflik dalam rumah tangga.

Wabillahi taufik walhidayah


Padang, 6 Februari 2019

Rama Dhini Permasari Johar

xvi
DAFTAR TABEL

No Tabel Keterangan
Jumlah Perkara Cerai Talak dan Cerai Gugat yang diputuskan di
Tabel 1
Pengadilan Agama Sungai Penuh
Jarak Desa ke Ibu Kota Kecamatan dan Pusat Pemerintahan
Tabel 2
Kabupaten Kerinci
Tabel 3 Batas-Batas Wilayah Desa di Kecamatan Gunung Raya
Jarak Ibu Kota Kecamatan Guung Raya ke Ibu Kota Kecamatan
Tabel 4
yang Ada di Kabupaten Kerinci
Tabel 5 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Tabel 6 Jumlah Perangkat Desa di Kecamatan Gunung Raya
Luas Potensi pengembangan Tanaman Perkebunan menurut
Tabel 7
Jenis Komoditi di Kecamatan Gunung Raya
Sarana Pendidikan Tingkat TK/RA dan SD/MI di Kecamatan
Tabel 8
Gunung Raya Tahun 2017
Sarana Pendidikan Tngkat SMP/MTS dan SMA/SMK di
Tabel 9
Kecamatan Gunung Raya Tahun 2017
Sarana Pendidikan, Jumlah Guru dan Murid di Kecamatan
Tabel 10
Gunung Raya Tahun 2016/2017
Tabel 11 Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Gunung Raya
Tabel 12 Jumlah Anggota Majelis Taklim di Kecamatan Gunung Raya
Bentuk-Bentuk Konflik Rumah Tangga Masyarakat Desa
Tabel 13
Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya
Penyebab Terjadinya Konflik dalam Rumah Tangga Masyarakat
Tabel 14
Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya
Resolusi Konflik dalam Rumah Tangga Masyarakat Desa
Tabel 15
Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya

xvii
xviii
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................... iii


PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. v
PERSETUJUAN TIM PENGUJI MUNAQASYAH ................................ vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. ix
ABSTRAK.................................................................................................... xiii
KATA PENGANTAR ................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii
DAFTAR ISI ................................................................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ........................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian......................................... 9
D. Definisi Operasional ............................................................ 10
E. Kerangka Teori .................................................................... 11
F. Tinjauan Kepustakaan ......................................................... 14
G. Metode Penelitian ................................................................ 17

BAB II MANAJEMEN KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA

A. Manajemen Konflik ............................................................. 23


1. Pengertian Konflik dan Manajemen Konflik ................ 23
2. Bentuk-Bentuk Konflik dalam Rumah Tangga ............. 26
3. Faktor-Faktor Penyebab Konflik dalam Rumah 30
Tangga ...........................................................................
4. Macam-Macam Manajemen Konflik dalam Rumah 34
Tangga ...........................................................................

xix
B. Manajemen Konflik Keluarga dalam Islam......................... 38
1. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah Tangga 38
2. Nusyuz dalam Rumah Tangga dan Penyelesaian .......... 45
3. Syiqaq dalam Rumah Tangga dan Penyelesaiannya ..... 52

BAB III DEMOGRAFI WILAYAH KECAMATAN GUNUNG


RAYA KABUPATEN KERINCI
A. Letak Geografis ................................................................... 55
B. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk................................... 60
C. Pemerintahan ....................................................................... 61
D. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan ..................................... 63
E. Ekonomi............................................................................... 67
F. Pendidikan ........................................................................... 69
G. Keagamaan .......................................................................... 73

BAB IV KONFLIK KELUARGA DALAM MASYARAKAT DI


DESA LEMPUR TENGAH KECAMATAN GUNUNG
RAYA KABUPATEN KERINCI
A. Bentuk-Bentuk Konflik yang Terjadi dalam Rumah
Tangga Masyarakat Desa Lempur Tengah Kecamatan
Gunung Raya Kabupaten Kerinci ....................................... 77
B. Penyebab Terjadinya Konflik dalam Rumah Tangga
Masyarakat Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung
Raya Kabupaten Kerinci ..................................................... 92
C. Manajemen Konflik yang Digunakan dalam Upaya
Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga Masyarakat
Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten
107
Kerinci .................................................................................

xx
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 121
B. Rekomendasi ....................................................................... 122
KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xxi
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Islam mengatur mengenai perkawinan dengan sedemikian rupa.

Perkawinan sering disebut sebagai perjanjian suci antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Salah satu tujuan

syariat Islam sekaligus tujuan perkawinan adalah hifz an-nasl. Tujuan ini dapat

dicapai melalui jalan perkawinan yang sah menurut agama dan diakui oleh

undang-undang serta diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat. 1

Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 adalah

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

ketuhanan yang Maha esa. Demi terwujudnya kebahagiaan tersebut undang-

undang di Indonesia dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI) sudah menetapkan

tentang hak dan kewajiban yang harus dijalankan oleh masing-masing pihak.

Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

menjelaskan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama

dalam masyarakat. Pada ayat (3) berbunyi bahwa suami adalah kepala keluarga

dan istri ibu rumah tangga.2 Selanjutnya di dalam Pasal 83 ayat (1) Kompilasi

1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1997).,
h. 220
2
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
1
2

Hukum Islam (KHI)3 disebutkan bahwa kewajiban utama bagi seorang istri ialah

berbakti kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan hukum Islam,

dalam ayat (2) disebutkan istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan

rumah tangga sehari hari dengan sebaik-baiknya.

Suami dan istri dalam sebuah ikatan perkawinan, harus membangun

relasi dalam pola interaksi yang positif, harmonis, dan suasana hati yang damai,

yang ditandai oleh keseimbangan hak dan kewajiban di antara keduanya.

Membina rumah tangga menuju keluarga yang sakinah tentu tidak semudah

seperti yang dibayangkan. Membangun keluarga sakinah merupakan suatu

proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga tanpa adanya masalah, namun

lebih kepada adanya keterampilan mengelola konflik yang ada di dalamnya 4

Keluarga sakinah akan terwujud jika keseimbangan hak dan kewajiban menjadi

landasan etis yang mengatur relasi suami istri dalam pergaulan sehari-hari.5

Pada kenyataannya, konflik dalam rumah tangga selalu muncul

bagaimanapun bentuk nya kecil atau besar. Finchman sebagaimana dikutip oleh

Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti 6 mendefinisikan konflik dalam rumah

tangga atau perkawinan sebagai keadaan suami istri yang sedang menghadapi

masalah dalam perkawinannya yakni terjadinya ketidak sefahaman antara


3
Undang-Undang Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2013), h.
105
4
Abdullah Gymnastiar, meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu, ( Jakarta: Gema
Insani Press , 2002)., h. 82
5
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam berwawasan Gender,(Malang: UIN Malang Press,
2008), h. 178
6
Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti, Jurnal Psikologi Universitas Negeri Makassar,
Vol. 2 No. 1, Desember 2008
3

keduanya, dan hal tersebut nampak dalam perilaku mereka yang cenderung

kurang harmonis ketika sedang menghadapi konflik. Lebih lanjut dinyatakan

bahwa konflik dalam perkawinan terjadi dikarenakan masing-masing individu

membawa kebutuhan, keinginan dan latar belakang yang unik dan berbeda.

Beragam konflik yang terjadi dalam rumah tangga memiliki faktor

penyebab yang beragam pula. Faktor-faktor penyebab konflik tersebut di

antaranya adalah faktor ekonomi, kecemburuan, ketidakpuasan, intervensi, seks,

anak, perselingkuhan, faktor masa lalu dan lain-lain.7 Menurut Scanzoi

sebagaimana dikutip oleh Dewi dan Basti, menyatakan bahwa area konflik

dalam perkawinan antara lain menyangkut beberapa persoalan. Persoalan yang

sering muncul adalah masalah keuangan, pendidikan anak-anak, hubungan

pertemanan, kurang rekreasi, aktifitas yang tidak disetujui oleh pasangan,

pembagian kerja dalam rumah tangga dan berbagai macam masalah (agama,

politik, seks, komunikasi dalam perkawinan dan aneka macam masalah sepele.8

Konflik yang terjadi dalam rumah tangga tersebut adakalanya berupa

konflik yang teratasi, dan sebagian yang lain konflik yang tidak bisa teratasi

sehingga berujung pada perceraian. Menurut Robbins dan Judge sebagaimana

dikutip oleh Josiane Frahed Sreih, ada lima tahap dalam proses terjadinya

konflik, sebagai berikut: potensi pertentangan atau ketidaksesuaian, kognisi dan

personalisasi, niat, perilaku, dan hasil yang ditimbulkan dari konflik yang
7
Muhammad Muhyiddin, Selamatkan Dirimu dan Keluargamu dari Api
Neraka,(Yogyakarta:Diva Press, 2009), h. 454
8
Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti, Op.,Cit.
4

terjadi. Hasil dalam hal ini merupakan konsekuensi dari adanya konflik tersebut.

Konflik yang dapat dikelola dengan baik akan menghasilkan outcome functional

yakni meningkatnya kinerja para pihak yang terlibat dalam konflik atau

sebaliknya.9 Begitu pula dengan konflik yang terjadi di dalam rumah tangga ,

tidak jarang kegagalan dalam mengelola konflik yang terjadi berujung pada

perpecahan bahkan bubarnya suatu rumah tangga atau yang kita kenal dengan

istilah perceraian.

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian, di antaranya adalah

faktor ekonomi, faktor kekerasan dalam rumah tangga, faktor adanya orang

ketiga dan lain sebagainya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Thalib

dan Meilan Lestari tentang Penyebab tingginya tingkat perceraian di wilayah

hukum Pengadilan Agama Pekanbaru, mengungkapkan bahwa tingginya angka

perceraian dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor ekonomi

dengan persentase 38,9 % yang dilatar belakangi suami tidak dapat mencukupi

kebutuhan keluarga. Penyebab berikutnya adalah adanya kekerasan dalam

rumah tangga dengan persentase 11,11 %, bentuk kekerasan rumah tangga yang

dilakukan adalah suami sering menyakiti fisik maupun mental istri. Penyebab

lainnya adalah karena faktor perselingkuhan dengan persentase 22,22 %, dan

9
Josiane Frahed Sreih, Conflict in Family Businesses: Conflict, Models,and Practices,
(Switzerland: Springer International Publishing AG, 2018), h. 14
5

penyebab lainnya dengan persentase 27,7 % dikarenakan adanya campur tangan

pihak ketiga.10

Tidak dapat dipungkiri permasalahan-permasalahan tersebut

membutuhkan solusi sebagai metode penyelesaiannya agar keharmonisan dan

keutuhan rumah tangga tetap terjaga dan terhindar dari perceraian. Oleh karena

itu adanya manajemen konflik dalam rumah tangga merupakan langkah

konstruktif guna mengelola konflik yang terjadi antara pasangan suami istri.

Sebagai bukti lemahnya manajemen konflik dalam rumah tangga dapat dilihat

dari semakin tingginya angka perceraian di Indonesia setiap tahunnya. Dari data

yang penulis peroleh pada tahun 2013 terjadi kasus perceraian sebanyak 324.247

kasus. Pada tahun 2014 angka tersebut meningkat menjadi 344.237 kasus, pada

tahun 2015 terjadi 347.256 kasus dan pada tahun 2016 angka tersebut kembali

meningkat menjadi 365.633 kasus perceraian di Indonesia.11

Di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, angka perceraian juga semakin

tinggi. Hal ini dapat dilihat melalui data kasus perceraian melalui Pengadilan

Agama Sungai Penuh. Di mana pada tahun 2014 perceraian yang diputuskan di

pengadilan agama Kabupaten Kerinci adalah 116 kasus, sedangkan di tahun

2015 meningkat menjadi 128 kasus perceraian dan di tahun 2016 meningkat

menjadi 198 kasus perceraian.12 Kabupaten Kerinci merupakan salah satu

10
Abdul Thalib, Meilan Lestari, Tingginya Tingkat Gugat Cerai di Pengadilan Agama
Pekanbaru, Jurnal Hukum Islam Universitas Riau, Vol XVII No. 1 juni 2017.
11
Badan Pusat Statistik, www.bps.go.id (diakses pada 16 September 2018).
12
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, Jambi dalam Angka 2017.
6

kabupaten yang terletak di Provinsi Jambi, yang secara administratif

pemerintahannya terbagi menjadi 16 kecamatan.13 Meskipun telah dipisahkan

dengan Kota Sungaipenuh,14 tidak dapat dipungkiri sampai sekarang ini banyak

kantor pemerintahan yang masih terletak di Sungaipenuh menunggu

pembangunan gedung perkantoran di ibukota Kerinci (Bukit Tengah) yang

sampai saat ini belum selesai.15

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, penulis memperoleh

data bahwa di Kabupaten Kerinci, meskipun angka perceraian terus naik setiap

tahunnya, namun ada salah satu kecamatan dengan angka perceraian yang relatif

sangat rendah, yakni hanya 3 kasus perceraian selama tahun 2015 dan tahun

2016. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci.16 Hal tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

13
16 kecamatan tersebut adalah sebagai berikut: Kecamatan Gunung Raya, Kecamatan
Batang Merangin, Keliling Danau, Danau Kerinci, Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur,
Depati VII, Gunung Kerinci, Siulak, Kayu Aro, Gunung Tujuh, Bukit Kerman, Air Hangat
Barat, Siulak Mukai, dan Kecamatan Kayu Aro Barat.
14
Kota Sungaipenuh resmi dipisahkan dengan Kabupaten Kerinci pada tahun 2008,
dengan dasar Undang-Undang No 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungaipenuh di
Provinsi Jambi.
15
Pada Tahun 2011 kawasan Bukit Tengah Kecamatan Siulak resmi ditetapkan sebagai
ibukota Kabupaten Kerinci menggantikan ibukota yang sebelumnya Yakni Kecamatan
Sungaipenuh yang telah menjadi kota otonom. Perpindahan ini disahkan melalui Peraturan
Pemerintah No 27 Tahun 2011 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Kerinci dari wilayah
Kota Sungaipenuh ke wilayah Kecamatan Siulak.
16
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, Kerinci dalam Angka 2017.
7

Tabel 1
Jumlah Kasus Cerai Talak dan Cerai Gugat yang diputuskan
Di Pengadilan Agama Sungai Penuh tahun 2015-2016

Jumlah Kasus Perceraian


No Nama Kecamatan Perkecamatan
2015 2016
1. Gunung Raya 3 3
2. Bukit Kerman 5 9
3. Batang Merangin 3 9
4. Keliling Danau 8 11
5. Danau Kerinci 8 10
6. Sitinjau Laut 8 9
7. Air Hangat 9 13
8. Air Hangat Timur 9 13
9. Depati VII 11 17
10. Air Hangat Barat 9 10
11. Gunung Kerinci 2 15
12. Siulak 13 14
13. Siulak Mukai 11 15
14. Kayu Aro 13 17
15. Gunung Tujuh 7 15
16. Kayu Aro Barat 13 20
Jumlah 128 198
Sumber: BPS Kabupaten Kerinci, Kerinci dalam Angka 2017

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat perceraian di

masing-masing kecamatan di Kabupaten Kerinci dari tahun 2015 sampai 2016

mengalami peningkatan. Akan tetapi, hal berbeda terjadi di Kecamatan Gunung

Raya, di mana angka perceraian di kecamatan tersebut tergolong sangat sedikit

yakni hanya 3 kasus perceraian saja pada tahun 2015 dan 3 kasus pada tahun

2016. menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai bagaimana strategi

masyarakat di Kecamatan Gunung raya kabupaten kerinci dalam mengatasi


8

konflik-konflik yang terjadi dalam rumah tangga mereka sehingga keutuhan

rumah tangga dapat terus terjaga.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa perlu melakukan

penelitian dengan judul Manajemen Konflik Sebagai Upaya Mempertahankan

Keutuhan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Lempur Tengah Kecamatan

Gunung Raya Kabupaten Kerinci).

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

dalam hal ini penulis merumuskan tiga masalah yang saling terkait sebagai

berikut:

a. Apa saja bentuk-bentuk konflik yang terjadi di dalam rumah

tangga masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung

Raya Kabupaten Kerinci?

b. Apa penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga masyarakat

Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci?

c. Bagaimana manajemen konflik yang digunakan masyarakat di

Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci?
9

2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, penulis menentukan batasan

masalah penelitian hanya meneliti konflik dalam rumah tangga

masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui bentuk bentuk konflik yang terjadi di dalam

rumah tangga masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan

Gunung Raya Kabupaten Kerinci

b. Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga

masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya

Kabupaten Kerinci

c. Untuk mengetahui bagaimana manajemen konflik yang digunakan

oleh masyarakat di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya

Kabupaten Kerinci untuk mengelola konflik dalam rumahtangga

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini di antaranya adalah:

a. Diharapkan bisa memberikan kontribusi bagi perkembangan

keilmuan khususnya di bidang hukum keluarga.


10

b. Sebagai sumbangan pemikiran, khususnya kepada para pembaca

dari berbagai kalangan mengenai manajemen konflik keluarga untuk

mempertahankan keutuhan rumah tangga.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam memahami judul tesis

ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa kata dalam judul ini agar tidak

menimbulkan keraguan.

Konflik : Berdasarkan definisi konflik di dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, konflik berarti percekcokan,

pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti

adanya oposisi atau perentangan pendapat antara orang-

orang atau kelompok-kelompok.17 Konflik adalah kondisi

terjadinya ketidakcocokkan antar nilai atau tujuan yang

ingin dicapai baik dalam diri individu maupun

hubungannya dengan orang lain.18

Konflik rumah : Defenisi konflik rumah tangga dalam penelitian ini adalah
tangga
permasalahan-permasalahan/pertengkaran yang terjadi

dalam keluarga, dalam tulisan ini khususnya konflik yang

terjadi di dalam rumah tangga antara suami dan istri.

17
KKBI Daring, https://kbbi.kemendikbud.go.id (diakses pada 18-08-2018 pukul 8.43
WIB)
18
A. Rusdiana, Manajemen Konflik,(Bandung: CV Pustaka Setia,2015), h. 162
11

Adapun bentuk konflik yang penulis maksud adalah

terjadinya kekerasan fisik pada pasangan, pelontaran

kekerasan secara verbal, sikap bertahan dan menarik diri

dari interaksi pasangannya. 19

Kecamatan : Kecamatan Gunung Raya merupakan salah satu


Gunung Raya
kecamatan di Kabupaten Kerinci yang terdiri dari 12 desa

dengan Desa Lempur Tengah sebagai ibu kota

kecamatan.

Berdasarkan penjelasan judul di atas, maka maksud dari judul

penelitian ini secara keseluruhan adalah konflik keluarga yang terjadi antara

suami istri di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci.

E. Kerangka Teori

1. Manajemen Konflik

Menurut Robins, manajemen konflik adalah tindakan konstruktif

yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan dan dievaluasi secara

teratur atas semua usaha demi mengakhiri konflik. Manajemen konflik

harus dilakukan sejak pertama kali konflik mulai tumbuh. Karena itu

sangat dibutuhkan kemampuan manajemen konflik untuk melacak faktor

positif pencegahan konflik.


19
Dalam hal ini penulis mengacu pada aspek-aspek konflik pernikahan yang
dikemukakan oleh Gotman dan Declaire, sebagaimana yang dikutip oleh Dewi dan Basti di
dalam Jurnal Psikologi, Op.Cit.,h. 47
12

Teori manajemen konflik yang akan penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins dan

Judge, bahwa ada beberapa gaya dalam penyelesaian konflik,20 yaitu:

pertama, Competing/kompetisi yakni ketika seseorang mencari solusi

untuk memuaskan kepentingannya sendiri tanpa menghiraukan dampak

pada pihak lain dalam konflik. Kedua, collaborating/kolaborasi yakni

ketika pihak-pihak yang berkonflik setiap keinginan untuk sepenuhnya

memuaskan kekhawatiran semua pihak, ada kerja sama dan pencarian

untuk hasil yang saling menguntungkan. Dalam berkolaborasi, kedua

pihak berniat untuk memecahkan masalah dengan mengklarifikasi

perbedaan yakni berupaya menemukan solusi menang-menang yang

memungkinkan tujuan kedua belah pihak tercapai sepenuhnya.

Ketiga, avoiding/menghindar yakni Menghindari konflik yang

ada dan ingin menarik diri dari atau menekannya. Contoh-contoh

penghindaran termasuk berusaha mengabaikan konflik dan menjauhkan

diri dari orang lain yang tidak anda setujui. Keempat,

accommodating/akomodasi yakni pihak yang berusaha untuk

menenangkan lawan mungkin bersedia menempatkan kepentingan lawan

di atas kepentingannya, untuk mempertahankan hubungan. Yang kelima

adalah compromising/kompromi yakni dalam kompromi tidak ada yang

20
Steppen P. Robbins, Timothy a Judge, Organizational Behaviour, (England: Pearson
Education Limited, 2017), h. 503
13

menang atau yang kalah. Seseorang mengabaikan kepentingannya

sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan lawan. 21

2. Manajemen Konflik Keluarga dalam Islam

a. Nusyuz

Secara kebahasaan, akar kata nusyuz adalah an-nasyz atau an-

nasyaaz yang berarti tempat tinggi atau sikap tidak patuh dari salah

seorang di antara suami atau isteri. Sementara itu Wahbah az-Zuhaili

mengartikan an-nusyuuz sebagai ketidakpatuhan salah satu pasangan

suami atau isteri terhadap pasangannya. Nusyuz suami mengandung

arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan

kewajibannya. Nusyuz suami terjadi apabila ia tidak melaksanakan

kewajibannya terhadap isterinya baik kewajiban materil maupun non

materil. .22

b. Syiqaq

Syiqaq secara bahasa berarti perselisihan, percekcokan dan

permusuhan. Perselisihan yang dimaksud adalah perselisihan yang

berkepanjangan antara suami dan isteri. Untuk mengatasi kemelut

rumah tangga yang meruncing antara suami dan isteri agama Islam

memerintahkan agar diutus dua orang hakam (juru damai).

Penelusuran hakam ini bermaksud untuk menelusuri sebab-sebab


21
Ibid.
22
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: antara Fikih Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006) h. 193
14

terjadinya syiqaq dan berusaha mencari jalan keluar guna

memberikan penyelesaian terhadap kemelut rumah tangga yang

dihadapi oleh suami istri tersebut.23

F. Tinjauan Kepustakaan

Tujuan dan kegunaan tinjauan kepustakaan pada dasarnya adalah

menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian. Apabila peneliti

mengetahui apa yang telah dilakukan oleh peneliti lainnya, maka peneliti akan

lebih kaya dengan pengetahuan yang lebih dalam dan lengkap.24 Mengenai

pembahasan yang penulis teliti, penulis belum menemukan penelitian yang

membahas tentang konflik dalam keluarga studi kasus di Kecamatan Gunung

Raya Kabupaten Kerinci, akan tetapi penulis menemukan beberapa penelitian

terkait, di antaranya:

Penelitian yang dilakukan oleh Muryana, mahasiswa pascasarjana UIN

Sunan Kalijaga pada tahun 2012, dengan judul: Transformasi konflik dalam

rumah tangga (studi atas penanganan kasus-kasus kekerasan dalam rumah

tangga di Sahabat Keluarga Yogyakarta). Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam

rumah tangga, apa metode penanganannya yang dilakukan oleh komunitas

sahabat keluarga, serta apa perannya dalam resolusi konflik. Hasil penelitian

23
Dahlan Abdul Aziz,(Ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Intermasa,1997), h.
1708
24
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : Rajawali Pers, 2012),
cet. Ke 13 h. 112
15

tersebut mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap istri adalah kasus yang

paling banyak di tangani oleh komunitas sahabat keluarga Yogyakarta.

Transformasi konflik dalam penanganan kasus oleh sahabat keluarga adalah

upaya mempertahankan keutuhan rumah tangga berdasarkan prinsip keluarga

sakinah.

Adapun persamaan tesis tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan

adalah sama-sama mengkaji tentang manajemen konflik dalam keluarga, akan

tetapi penelitian tersebut sangat berbeda dengan penelitian yang penulis

lakukan. Penelitian tersebut berfokus pada salah satu bentuk konflik dalam

rumah tangga yakni kasus kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga.

Sedangkan penelitian yang telah penulis lakukan mengkaji tentang bentuk-

bentuk konflik yang benar-benar terjadi dalam rumah tangga masyarakat,

menggali apa sebabnya dan bagaimana resolusi dari konflik tersebut sehingga

konflik tersebut dapat diselesaikan tanpa berujung pada perceraian.

Selanjutnya, skripsi yang ditulis oleh Masy’ud Srijauhari, mahasiswa

Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi, UIN Malang, tahun 2008 dengan judul :

Manajemen konflik pasutri yang menikah karena hamil di luar nikah (studi

kasus pernikahan dini di Desa Wonoanti, Bandusari, Kabupaten Trenggalek).

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi manajemen

konflik yang digunakan oleh pasangan remaja yang menikah karena hamil di

luar nikah. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa adapun manajemen


16

konflik yang digunakan oleh pasangan remaja yang menikah karena hamil di

luar nikah adalah: membuat rencana apa yang akan dilakukan, menetapkan

rencana tersebut, melakukan pengendalian terhadap masalah yang sedang

dihadapi. Adapun gaya penyelesaian konflik yakni dengan bercanda/ humor,

bertengkar secara aktif serta belajar bertanggung jawab. Tesis yang penulis

susun diharapkan dapat lebih memperkaya temuan dari penelitian ini, karena

penulis akan meneliti lebih mendalam tentang fenomena konflik yang terjadi

dalam rumah tangga. Tidak terbatas pada jenis konflik tertentu, akan tetapi

mengungkap bentuk-bentuk konflik seperti apa saja yang terjadi dalam rumah

tangga masyarakat di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci.

Penelitian terkait selanjutnya adalah skripsi yang ditulis oleh Dedi

Rahman Hasyim, Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Tahun 2013

dengan judul Manajemen Konflik sebagai Upaya Mempertahankan Keutuhan

Rumah Tangga Perspektif Kiyai Pesantren di Bondowoso. Rumusan masalah

dari penelitian ini adalah apa sebab terjadinya konflik dalam rumah tangga

kiyai pesantren di Bondowoso dan bagaimana cara kiyai pesantren di

Bondowoso menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam rumah tangga. Adapun

hasil penelitian tersebut penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga kiyai

pesantren di Bondowoso di antaranya adalah faktor internal yakni terjadinya

perbedaan pendapat atau argumen, kecemburuan, dan keadaan ekonomi.

Sedangkan faktor eksternal yakni intervensi dari luar rumah tangga. Upaya kiyai
17

Bondowoso dalam menanggulangi konflik tersebut adalah dengan gaya

kolaborasi. Hal tersebut menunjukkan sikap adil yang dipraktekkan oleh kiyai

pesantren di Bondowoso dalam membina rumah tangga.

Adapun persamaan tulisan di atas dengan masalah yang akan penulis

bahas adalah sama-sama membahas tentang manajemen konflik dalam

keluarga, akan tetapi penulis lebih mengkhususkan penelitian akan penulis

lakukan hanya meneliti tentang manajemen konflik dalam masyarakat

kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan

(field Research).25 Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan tentang apa saja bentuk-bentuk

konflik dalam keluarga yang tejadi di dalam rumah tangga masyarakat di

Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci dalam upaya mempertahankan

keutuhan rumah tangga.

2. Lokasi Penelitian

Agar penelitian ini lebih terfokus, penulis mengkhususkan lokasi

penelitian ini pada Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya

25
Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan di suatu lokasi di tengah–tengah
masyarakat untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang suatu keadaan dengan alat
pengumpulan data wawancara/interview. Selengkapnya dapat dilihat di dalam buku Samadi
Suryasubrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rajawali 1991), h. 24
18

Kabupaten Kerinci. Kecamatan Gunung Raya secara administratif

pemerintahannya terdiri dari 12 desa, yakni Desa Lempur Mudik, Desa

Dusun Baru Lempur, Lempur Tengah, Lempur Hilir, Perikan Tengah,

Selampaung, Masgo, Air Mumu, Kebun Baru, Sungai Hangat, Manjunto

Lempur, dan Desa Kebun Lima. Dari 12 desa tersebut, penulis memilih Desa

Lempur Tengah sebagai sumber data primer untuk mewakili 11 desa lainnya.

Adapun pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan

sebagai berikut:

a. Kecamatan Gunung Raya merupakan kecamatan dengan angka

perceraian paling rendah di antara 16 kecamatan lainnya yang ada di

Kabupaten Kerinci berdasarkan data perceraian melalui pengadilan

agama.26

b. Desa Lempur Tengah merupakan ibu kota Kecamatan Gunung Raya

sekaligus desa dengan jumlah penduduk terpadat serta jumlah rumah

tangga terbanyak di Kecamatan Gunung Raya apabila dibandingkan

dengan desa lainnya.27

3. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah masyarakat di

Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci.


26
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, Kerinci dalam Angka 2017.
27
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, Kecamatan Gunung Raya dalam Angka
2017
19

Untuk penentuan sampel/informan penelitian, penulis menggunakan

metode snowball sampling.28 Penduduk di Desa Lempur Tengah

berjumlah 1.642 jiwa dengan 454 jumlah kepala keluarga (KK).29 Dari

jumlah tersebut, penulis akan mengambil beberapa KK sebagai sumber

data primer. Selanjutnya, penulis juga telah mewawancarai Camat

Kecamatan Gunung Raya, tokoh adat dan pegawai kelurahan Desa

Lempur Tengah untuk mencari data yang diperlukan.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku–buku,

literatur serta dokumen lain yang berkaitan dengan pembahasan yang

dibahas pada penelitian ini. Seperti buku karangan Steppen P. Robbins

dan Timothy a Judge dengan judul Organizational Behaviour. Buku

karangan Josiane Frahed Sreih, dengan judul Conflict in Family

Businesses: Conflict, Models,and Practices. Buku yang ditulis oleh

Afzalur Rahim dengan judul Managing Conflict in Organizations, Buku-

buku tentang manajemen konflik perkawinan yang lainnya, jurnal-jurnal

terkait tentang konflik dalam perkawinan, buku-buku fikih munakahat

dan buku-buku serta literatur terkait lainnya.

28
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil,
kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tapi
karena data yang diperoleh belum lengkap, maka peneliti mencari orang lain yang dianggap
lebih tau dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Lihat Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 85
29
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, Op.Cit.,
20

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara.30

Dalam penelitian ini penulis telah melakukan wawancara

mendalam kepada para informan dengan teknik wawancara tidak

terstruktur.31 Penulis telah melakukan wawancara kepada sumber data

primer yang telah penulis kemukakan di atas, yakni wawancara dengan

18 orang suami atau istri di Desa Lempur Tengah. Selain itu penulis

juga telah mewawancarai Camat di Kecamatan Gunung Raya dan

pegawai kelurahan Desa Lempur Tengah.

b. Dokumentasi. 32

Dokumentasi yang penulis butuhkan dalam penelitian ini adalah

data-data berupa dokumen-dokumen yang diperoleh baik dari Kantor

Camat Kecamatan Gunung Raya mengenai demografi wilayah

Kecamatan Gunung Raya, serta dokumen-dokumen lainnya.

5. Teknik Pengolahan Data

Untuk mengolah data yang penulis peroleh, penulis menggunakan

metode Milles and Huberman (1994) yang mengemukakan bahwa aktifitas

dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung


30
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewawancara dan responden. Lihat di Sinopsis
Penelitian Dosen IAIN Imam Bonjol, (Padang: Padang Hypa Press. 2013) cet. 1
31
Wawancara mendalam merupakan proses menggali informasi secara mendalam,
terbuka dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian.
Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam buku Lexy J.Moleung. Metodologi Penelitian Kuantitatif,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), cet. Ke 3 h. 186
32
Ibid, h. 216
21

secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas,

dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction,

data display dan conclusion drawing/verivication.33

Proses pengolahan data dalam penelitian yang telah penulis lakukan,

berlangsung selama proses penelitian. Data-data yang dibutuhkan dalam

penelitian, penulis peroleh dari hasil wawancara penulis dengan informan

yang telah penulis sebutkan sebelumnya, serta dokumen-dokumen mengenai

jumlah kepala keluarga dan demografi wilayah Kecamatan Gunung Raya.

Semua data tersebut telah penulis rangkum, dan dipilih hal-hal yang penting

setiap kali penulis turun ke lapangan.

Hasil wawancara yang penulis peroleh dari para informan dirangkum

dan disajikan dalam bentuk uraian yang bersifat naratif sehingga penulis akan

mudah memahami data yang telah penulis peroleh. Hasil wawancara tersebut

ditelaah menggunakan teori manajemen konflik dalam rumah tangga.

Selanjutnya dalam mengambil kesimpulan, penulis akan mengambil

kesimpulan apabila data yang diperoleh selama penelitian itu telah didukung

oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan

dan mengumpulkan data.

33
Matthew B. Milles, A. Micheal Hubberman, Qualitative Data Analysis, (London:
Sage Publication,1994), h. 10-12
22
BAB II
MANAJEMEN KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA

A. Manajemen Konflik

1. Pengertian Konflik dan Manajemen Konflik

Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin, confligere, yang berarti

saling berbenturan atau semua bentuk tabrakan, ketidaksesuaian,

ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang

antagonistis atau saling bertentangan. Kata tersebut diserap ke dalam bahasa

Inggris menjadi conflict, yang berarti a fight, a collision, a struggle, a

controversy, an opposition of interest, opinions of purposes.1 Dalam Kamus

Umum Bahasa Indonesia, kata konflik berarti pertentangan atau percecokan.2

Winardi merumuskan konflik sebagai situasi di mana terdapat adanya

tujuan-tujuan, kognisi-kognisi atau emosi-emosi yang tidak sesuai satu sama

lain, pada diri individu-individu atau antara individu-individu yang

kemungkinan menyebabkan timbulnya pertentangan atau interaksi yang bersifat

antagonistik.3 Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak

atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan

yang berbeda. Konflik biasanya dilatarbelakangi oleh individu maupun

1
Khaerul Umam, Manajemen Organisasi, cet-1, (Bandung; CV Pustaka Setia, 2012), h.
261
2
Purwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h.
519
3
Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, (Bandung: Kencana Prenada Media Group,
2009), h. 284
23
24

kelompok karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan

yang akan dicapai.4

Menurut Clinton sebagaimana dikutip oleh Kartini Kartono, konflik

adalah relasi-relasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan

yang tidak biasa, sikap-sikap emosional yang bermusuhan dan struktur nilai

yang berbeda. Secara prilaku konflik dapat berupa perlawanan halus,

tersembunyi, terkontrol dan tidk langsung sampai ada prilaku yang berbentuk

perlawanan terbuka dan sikap ekstrim lainnya. 5

Sadarjoen menyatakan bahwa konflik perkawinan adalah konflik yang

melibatkan pasangan suami istri di mana konflik tersebut memberikan efek atau

pengaruh yang signifikan terhadap relasi kedua pasangan. Lebih lanjut Sadarjoen

menyatakan bahwa konflik tersebut muncul karena adanya persepsi-persepsi,

harapan-harapan yang berbeda serta ditunjang oleh keberadaan latar belakang,

kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk

menjalin ikatan perkawinan.6

Menurut Subiyanto sebagaimana di kutip oleh Rachmadani menyatakan

bahwa konflik perkawinan di dalam rumah tangga muncul akibat berbagai macam

masalah yang terjadi diantara suami istri. Masalah-masalah di dalam rumah tangga

4
Sofiyati, P. dkk, Konflik dan stress; pengembangan dan perilaku organisasi, (Malang:
Universitas Brawijaya, 2011), h. 2
5
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), h. 213
6
Sawitri Supardi Sadarjoen, Konflik Marital : Pemahaman Konseptual dan Alternatif
Solusinya, (Bandung : Refika Aditama, 2005), h. 35-36
25

yang bisa memicu konflik biasanya terjadi akibat adanya ketidakseimbangan di

dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang sifatnya urgent.7

Dari beberapa definisi yang telah penulis kemukakan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan konflik dalam rumah tangga adalah

perselisihan yang terjadi antara suami dan isteri disebabkan oleh keberadaan dua

pribadi yang memiliki pandangan, tempramen, kepribadian dan tata nilai yang

berbeda dalam memandang sesuatu dan menyebabkan pertentangan sebagai akibat

dari adanya kebutuhan, usaha, keinginan atau tuntutan dari luar yang tidak sesuai.

Konflik yang muncul di dalam rumah tangga antara suami dan istri tersebut

tentu membutuhkan penyelesaian. Salah satu upaya untuk menyelesaikan konflik

adalah dengan pendekatan manajamen konflik. Manajemen konflik merupakan

langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka

mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin

menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik. Manajemen konflik

merupakan serangkaian aksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.

Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses

yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku

maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests)

dan interpretasi.8

7
Cherni Rachmadani, Strategi Komunikasi dalam Mengatasi Konflik Rumah Tangga
Mengenai Perbedaan Tingkat Penghasilan di Rt.29 Samarinda Seberang, Jurnal Ilmu
Komunikasi, Volume 1, Nomor 1, 2013, h. 220
8
Hendyat Soetopo, Perilaku organisasi, teori dan praktek di bidang pendidikan
(Bandung : Remaja Rosdakarya. 2010) h. 270
26

Menurut Robbins, manajemen konflik adalah tindakan konstruktif yang

direncanakan, diorganisasikan, digerakkan dan dievaluasi secara teratur atas semua

usaha demi mengakhiri konflik. Manajemenn konflik harus dilakukan sejak

pertama kali konflik mulai tumbuh. Sangat dibutuhkan kemampuan manajemen

konflik, antara lain, melacak berbagai faktor positif pencegahan konflik daripada

melacak faktor negatif yang mengancam konflik.9

Berdasarkan beberapa definisi mengenai manajemen konflik di atas, penulis

mengambil kesimpulan bahwa manajemen konflik adalah upaya yang direncanakan

dan dilakukan sebagai usaha untuk mengakhiri konflik. Manajemen konflik tersebut

dapat dilakukan oleh kedua pihak yang terlibat konflik, ataupun melalui bantuan

pihak ketiga. Jika dikaitkan kepada konflik yang terjadi di dalam rumah tangga,

maka manajemen konflik dalam rumah tangga adalah upaya yang dilakukan oleh

pasangan suami istri yang sedang terlibat konflik untuk mencari solusi atau

penyelesaian terhadap masalah rumah tangga yang sedang dihadapinya

2. Bentuk-bentuk konflik dalam Rumah Tangga

Sadarjoen mengkategorisasikan tipe-tipe atau bentuk-bentuk konflik

perkawinan sebagai berikut:10

a. Zero Sum dan Motive Conflict. Dalam sebuah konflik, kedua belah pihak

tidak biasa kalah, hal ini disebut zero sum. Sedangkan motive conflict

terjadi karena salah satu pasangan mengharapkan mendapat keuntungan


9
Steppen P. Robbins, Timothy a Judge, Organizational Behaviour, (England: Pearson
Education Limited, 2017), h. 501
10
Sawitri Supardi Sadarjoen, Ibid., h. 43
27

lebih dari apa yang diberikan pasangannya, tetapi mereka tidak berharap

untuk menghabisi secara total pasangannya sebagai lawan.

b. Personality Based dan Situational Conflict. Konflik pernikahan sering

disebabkan oleh konflik situasional dan konflik atas dasar perbedaan

kepribadian. Sebaiknya suami dan istri saling memahami kebutuhan

masing-masing dan saling memberikan kesempatan untuk melakukan

aktivitas lain.

c. Basic dan Non-Basic Conflict. Konflik yang terjadi akibat perubahan

situasional disebut non basic conflict. Namun apabila konflik tersebut

berangkat dari harapan-harapan pasangan suami-istri dalam masalah

seksual dan ekonomi disebur sebagai basic conflict.

d. Konflik yang Tak Terelakkan. Keinginan manusia yang cenderung untuk

mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin dan dengan biaya

yang seminimal mungkin akan menimbulkan konflik yang tak terelakkan

dalam sebuah relasi sosial seperti pernikahan. 11

Jenis-jenis konflik rumah tangga yang akan menjadi fokus penelitian

penulis adalah mengacu kepada bentuk-bentuk konflik perkawinan yang

dikemukakan oleh Gottman dan Declaire sebagaimana dikutip oleh Dewi dan

Basti, mengemukakan bahwa Skala konflik perkawinan mengacu pada aspek-

aspek berikut ini: yaitu pelontaran kekerasan secara verbal, terjadinya kekerasan

11
Ibid., h. 44-45
28

fisik pada pasangan, sikap bertahan, dan menarik diri dari interaksi

pasangannya.12

a. Kekerasan secara verbal. Pelontarkan kekerasan secara verbal ditandai

dengan adanya perilaku yang menunjukkan penghinaan, kecaman atau

ancaman yang dilontarkan oleh salah satu pasangan kepada

pasangannya; atau kedua-duanya saling menyerang secara verbal yang

berakibat menyakiti atau melukai perasaan pasangannya saat konflik

terjadi.13

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tindak kekerasan

terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat)

macam, salah satunya adalah kekerasan psikologis atau emosional. Hal

inilah yang penulis maksud sebagai kekerasan secara verbal. Kekerasan

ini bisa saja dilakukan oleh suami maupun istri. Perilaku kekerasan yang

termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-

komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir

istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana

memaksakan kehendak. 14

12
Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti, Jurnal Psikologi Universitas Negeri Makassar,
Vol. 2 No. 1, Desember 2008
13
Ibid.,
14
Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga
29

b. Kekerasan fisik. Terjadinya kekerasan fisik ditandai dengan adanya

perilaku yang menunjukkan kekerasan fisik dari salah satu pasangan

kepada pasangannya; atau kedua pasangan tersebut menunjukkan

kekerasan fisik. Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga juga mendefenisikan

kekerasan fisik sebagai perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh

sakit atau luka berat.

Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain

adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),

menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata,

dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur,

muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya. 15

c. Sikap bertahan. Sikap bertahan sebagai bentuk upaya membela diri saat

konflik terjadi atau upaya mempertahankan diri atas serangan umpatan

dari pasangannya. Sikap ini bisa terjadi secara verbal dan tidak verbal.

Contohnya sikap secara verbal, yaitu dengan sikap yang keras kepala dan

menggunakan logika, individu berusaha mempertahankan pendapatnya

dan merasa pendapatnyalah yang paling benar.

d. Menarik diri dari interaksi dengan pasangan. Menarik diri dari interaksi

dengan pasangan yaitu perilaku yang menunjukkan suami atau istri lebih

15
Ibid.
30

memilih diam seribu bahasa daripada melontarkan kekecewaan kepada

pasangannya. Ketika terjadi pertengkaran di dalam rumah tangga, tak

jarang salah seorang pasangan suami istri marah kepada pasangannya

dengan cara bersikap diam. Ia lebih memilih untuk diam dan tidak mau

berbicara dengan pasangannya ketika terjadi masalah.16

Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan di atas, dalam

penelitian ini penulis fokus kepada 4 bentuk konflik sebagaimana yang

dikemukakan oleh Gottman and Declire bahwa konflik dalam rumah tangga

tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, tapi juga mencakup kekerasan secara

verbal yang dilakukan suami atau istri. Sikap bertahan serta sikap berdiam diri

kepada pasangan juga tercakup kepada bentuk-bentuk konflik yang terjadi di

dalam rumah tangga.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Konflik dalam Rumah Tangga

Konflik yang terjadi di dalam rumah tangga tidak terjadi begitu saja

melainkan pasti ada penyebabnya. Beberapa sumber konflik perkawinan di

antaranya:

a. Ketidakcocokan dalam kebutuhan dan harapan satu sama lain.

b. Kesulitan menerima perbedaan-perbedaan nyata (kebiasaan, kebutuhan,

pendapat, dan nilai).

c. Masalah keuangan (cara memperoleh dan membelanjakan).

16
Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti, Op.Cit.
31

d. Masalah anak.

e. Perasaan cemburu dan memiliki berlebihan sehingga pasangan kurang

mendapat kebebasan.

f. Pembagian tugas tidak adil.

g. Kegagalan dalam berkomunikasi.

h. Pasangan tidak sejalan dengan minat dan tujuan awal.17

Sadarjoen, menyatakan bahwa area konflik dalam perkawinan antara lain

disebabkan oleh beberapa persoalan. Persoalan yang sering muncul adalah

keuangan (perolehan dan penggunaanya), pendidikan anak-anak (misalnya

jumlah anak dan penanaman disiplin), hubungan pertemanan, hubungan dengan

keluarga besar, per-temanan, rekreasi (jenis, kualitas dan kuantitasnya), aktivitas

yang tidak disetujui oleh pasangan, pembagian kerja dalam rumah tangga, dan

berbagai macam masalah (agama, politik, seks, komunikasi dalam perkawinan

dan aneka macam masalah sepele).18 Secara lebih jelas faktor-faktor penyebab

konflik rumah tangga yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

a. Faktor ekonomi,

b. Faktor Anak,

c. Faktor Kegagalan dalam Komunikasi, Kemampuan komunikasi yang

baik dan saling dimengerti merupakan hal yang penting dalam sebuah

17
Theresia Aitta Gradianti, Veronika Suprapti, Gaya Penyelesaian Konflik Perkawinan
Pada Pasangan Dual Earner (Marital Conflict Resolution Style In Dual Earner Couples), Jurnal
Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Universitas Airlangga, Volume 3, No. 3, Desember,
2014, h. 201
18
Sawitri Supardi Sadarjoen, Op.Cit., h. 46
32

interaksi. Keterampilan dalam berkomunikasi antara suami dan istri

dapat diwujudkan dalam kecermatan memilih kata yang digunakan

dalam penyampaian gagasan pada pasangan. Pemilihan kata yang kurang

tepat dapat menimbulkan kesalahan presepsi pada pasangan yang diajak

berbicara.

Intonasi dalam melakukan komunikasi juga perlu untuk

diperhatikan. Penekanan pada kata yang berbeda, meskipun dalam

kalimat yang sama dapat menimbulkan respons perasaan yang berbeda

pada pasangan. Hal ini berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan

mengungkapkan diri (self-disclosure). Pengungkapan diri adalah

menyampaikan informasi pribadi yang mendalam, atau segala hal yang

kemungkinan orang lain tidak mengerti bila tidak diberitahu. Informasi

tersebut dapat berupa gagasan dan pemikiran, impian dan harapan,

maupun perasaan positif dan negatif. Kesalahpahaman dalam

komunikasi dapat menimbulkan konflik, yang sering terjadi karena

menggunakan gaya komunikasi negatif.19

d. Faktor Kecemburuan

e. Faktor Agama, Faktor agama juga merupakan salah satu unsur penting di

dalam rumah tangga. Norliza sebagaimana dikutip oleh Nurhanisah dan

19
Rivika Sakti Karel dkk, Komunikasi Antar Pribadi pada Pasangan Suami Istri Beda
Negara, Jurnal Acta Diurna Volume III. No.4. Tahun 2014
33
20
Rihanah, menemukan bahwa mereka yang mempunyai ilmu agama

yang mendalam dan mengamalkan penghayatan Islam dalam kehidupan

sehari-hari dapat memahami konsep atau tujuan sesebuah perkawinan

dengan baik. Sekaligus membawa kepada keharmonisan rumah tangga

dan pembentukan generasi muda yang beriman dan bertaqwa kepada

Allah SWT.

Konflik-konflik yang terjadi di dalam rumah tangga juga sering

kali disebabkan oleh faktor agama. Bentuk konflik yang disebabkan oleh

masalah agama tersebut juga berbeda-beda, di antaranya faktor

kurangnya pengetahuan agama antara suami atau istri, kurangnya

pengaplikasian agama dalam kehidupan berumah tangga serta kurangnya

penanaman nilai-nilai agama kepada anggota keluarga.21

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konflik perkawinan

bisa disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab konflik dalam rumah tangga

tersebut bisa berasal dari masalah keuangan, hubungan dengan keluarga besar,

pembagian peran dalam rumah tangga dan gaya komunikasi antar pasangan.

Faktor ketidak cocokan, ketidakpuasan hubungan seksual dan masalah anak

juga kerap kali menjadi penyebab terjadinya konflik antara suami istri di dalam

rumah tangga.

20
Nurhanisah Hadigunawan dan Rahanah Azahari, Penghayatan Islam dan
Hubungannya Dengan Konflik Rumah Tangga: Kajian di Unit Runding Cara, Bahagian
Undang-Undang Keluarga, Jabatan Agama Islam Selangor. Shariah Journal, Vol. 24, No. 3
Tahun 2016.
21
Ibid.
34

4. Macam-Macam Manajemen Konflik dalam Rumah Tangga

Thomas dan Kilmann sebagaimana dikutip oleh Wirawan menjabarkan

beberapa gaya manajemen konflik yang banyak dilakukan orang-orang, di

antaranya sebagai berikut:22

a. Kompetisi. Kompetisi cenderung asertif dan tidak kooperatif, dan

berbasis kekuasaan. Ketika berkompetisi, seseorang mengejar sesuatu

yang ia pedulikan saja dengan biaya atau pengorbanan dari orang lain,

menggunakan kekuasaan apapun yang sekiranya dibutuhkan untuk

memenangkan posisinya. Kompetisi dapat berarti mempertahankan hak-

hak dan posisi yang diyakini benar, atau hanya sekedar mencoba untuk

menang.

b. Akomodasi. Akomodasi cenderung tidak asertif tetapi kooperatif, hal

yang berkebalikan dengan kompetisi. Ketika berakomodasi, seseorang

mengabaikan kebutuhannya sendiri untuk memuaskan kebutuhan orang

lain; dengan kata lain seseorang mengorbankan diri dalam gaya

manajemen konflik ini.

c. Kompromi. Kompromi berada di tengah-tengah baik asertif maupun

kooperatif. Ketika berkompromi, seseorang memiliki tujuan untuk

menemukan solusi yang bijaksana dan dapat diterima yang sebagian

dapat memuaskan kedua belah pihak.

22
Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.
140
35

d. Penghindaran. Gaya ini tidak asertif dan tidak kooperatif. Ketika

menghindari suatu masalah, seseorang tidak segera menyelesaikan

urusannya maupun urusan orang lain. Ia cenderung tidak memedulikan

konflik yang terjadi.

e. Kolaborasi. Kolaborasi mencakup asertif dan kooperatif. Ketika

berkolaborasi, kedua belah pihak mengusahakan agar kepentingan

sendiri dan orang lain dapat terpenuhi sehingga ditemukan solusi yang

memuaskan bagi keduanya. Hal ini juga termasuk menggali suatu

masalah untuk mengidentifikasi kebutuhan pokok kedua belah pihak

untuk menemukan alternatif yang mencukupi bagi keduanya. 23

Rahim juga menjabarkan lima gaya manajemen konflik yang dapat

digunakan, yaitu:24

a. Integrating. Seseorang berfokus pada keuntungan maksimum dan

seimbang bagi pihak-pihak yang terlibat pertikaian. Orang dengan gaya

ini berfokus agar pihak-pihak yang terlibat dapat berpartisipasi aktif

dalam pemecahan masalah, sehingga kedua belah pihak dapat

mendapatkan hasil yang saling menguntungkan.

b. Obliging. Seseorang cenderung ‘mengalah’ dengan pihak lainnya,

sehingga orang tersebut merelakan kepentingannya, sedangkan pihak

yang lain dapat memperoleh keuntungan maksimum.


23
Ibid, h. 141-142
24
M. Afzalur Rahim, Managing Conflict in Organizations, (London: Qourom Books,
2001), h. 81
36

c. Dominating. Seseorang sangat menekankan kekuatannya di atas pihak

lainnya dan sangat fokus terhadap kepentingannya sendiri, serta tidak

menghiraukan kepentingan pihak lainnya.

d. Avoiding. Seseorang memiliki perilaku acuh, yang tidak menghiraukan

kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain. Seseorang

dengan gaya manajemen konflik ini cenderung menghindar ketika

konflik terjadi.

e. Compromising. Seseorang berupaya menyelesaikan masalah dengan cara

mencari ‘jalan tengah’ yang memuaskan sebagian kepentingan dirinya

dan sebagian kepentingan orang lain. Walaupun mirip, gaya ini berbeda

dengan gaya integrating. Compromising lebih menekankan pada ‘jalan

tengah’ yang hanya setengah-setengah yang berarti tidak semua

kepentingan kedua belah pihak terpenuhi dan harus merelakan sesuatu

untuk ditukarkan satu sama lain demi tercapainya ‘jalan tengah’ tersebut,

sementara integrating fokus pada ‘jalan tengah’ yang menguntungkan

kedua belah pihak secara maksimal.25

Robbins dan Judge juga mengemukakan pendapat mengenai beberapa

aspek gaya manajemen konflik, sebagai berikut:26

25
Ibid., h. 82-84
26
Steppen P. Robbins, Timothy a Judge, Op.Cit., h. 503
37

a. Competing atau kompetisi, yaitu merupakan gaya yang berorientasi pada

kekuasaan, dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang

dimilikinya untuk memenangkan konflik dengan lawannya.

b. Kolaborasi atau pemecah masalah, yaitu merupakan gaya mencari solusi

integratif jika kepentingan kedua belah pihak terlalu penting untuk

dikompromikan. Gaya ini cenderung lebih suka menciptakan situasi

yang memungkinkan agar tujuan dapat dicapai. Mencari solusi agar

dapat diterima semua pihak, tujuan pribadi juga tercapai sekaligus

hubungan dengan orang lain menjadi lebih baik.

c. Penghindaran, yaitu merupakan gaya yang cenderung memandang

konflik tidak produktif dan sedikit menghukum. Aspek negatif dari gaya

ini adalah melempar masalah pada orang lain dan mengesampingkan

masalah atau bahasa lainnya adalah menarik diri atau bersembunyi untuk

menghindari konflik.

d. Akomodasi, yaitu merupakan gaya yang sangat mengutamakan

hubungan dan kurang mementingkan kepentingan pribadi. Orang yang

menggunakan gaya ini cenderung kurang tegas dan cukup kooperatif,

mengabaikan kepentingan sendiri demi kepentingan orang lain.

e. Kompromi, yaitu merupakan gaya yang lebih berorientasi pada jalan

tengah karena setiap orang punya sesuatu untuk ditawarkan dan sesuatu

untuk diterima. Nilai gaya ini terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. 27

27
Ibid., h. 504
38

Berdasarkan beberapa gaya manajemen konflik menurut para ahli

sebagaimana yang telah penulis paparkan diatas dapat disimpulkan bahwa

meskipun para ahli berbeda dalam menggunakan istilah, akan tetapi secara

umum gaya manajemen konflik yang dikemukakan hampir sama, yakni

mengelola konflik perkawinan dapat dilakukan dengan lima gaya, yaitu

competitive style, collaboration style, compromising style, avoiding style, dan

accommodation style.

Masing-masing gaya mempunyai keunggulan dan kelemahan, sehingga

diperlukan kombinasi gaya untuk mendapatkan hasil maksimal dalam usaha

penyelesaian permasalahan dalam rumah tangga. Gaya manajemen konflik

yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini adalah gaya manajemen konflik

sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins and Judge, Karena gaya

manajemen konflik tersebut dalam pandangan penulis sudah mewakili beberapa

gaya manajemen konflik menurut para ahli lainnya.

B. Manajemen Konflik Keluarga di Dalam Islam

1. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Islam

Adanya pengaturan hak dan kewajiban suami istri dapat dilihat dalam al-

Quran surah Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi:

          …………..

   


39

Artinya:…….. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan


kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya. Dan Allah
maha perkasa lagi maha bijaksana. ( QS al-Baqarah 228)
Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri juga

mempunyai kewajiban. Maka kewajiban istri merupakan hak bagi suami, namun

suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi dari pada istri, Yaitu

sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga sebagaimana yang telah

diisyaratkan oleh ujung ayat di atas. Untuk itu kewajiban suami terhadap istri

dapat dibagi menjadi dua yaitu: Hak dan kewajiban yang bersifat kebendaan

(materi). Serta hak dan kewajiban yang bukan bersifat kebendaan.28

Dari kedua kewajiban tersebut suami harus melaksanakan kewajiban

dengan sebaik baiknya. Adapun kewajiban suami yang berkaitan dengan materi

(kebendaan) dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Mahar, mahar merupakan pemberian pertama oleh suami kepada istrinya

yang dilakukan ketika akad nikah. Dikatakan yang pertama karena

sesudah itu akan timbul beberapa kewajiban materil yang harus

dilaksanakan oleh suami selama masa perkawinan itu berlangsung. 29

b. Nafkah, setelah mahar dibayarkan maka akan timbul kewajiban lainnya

yaitu nafkah. Hukum membayar atau memberi nafkah untuk istri, baik

28
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang Undang Perkawinan (Yogyakarta:
Liberty, 1982), h. 87
29
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Putra Grafika,
2004), h. 87
40

dalam bentuk pembelanjaan, pakaian maupun tempat tinggal adalah

wajib. Kewajiban itu bukan disebabkan karena istri membutuhkannya

bagi kehidupan rumah tangga, tetapi kewajiban yang timbul karena

sendirinya tanpa melihat kepada keadaan istri. 30

Kewajiban suami yang merupakan hak bagi istrinya yang tidak bersifat

kebendaan (bukan materi) adalah sebagai berikut:

a. Menggauli istrinya secara baik dan patut. Hal ini sesuai dengan firman

Allah SWT dalam Surat An-Nisa’ ayat 19:

       ………..

       


Artinya:……dan pergaulilah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS an-Nisa’: 19)
Maksud dari pergaulan secara baik dan patut sebagaimana

tercantum dalam ayat di atas adalah pergaulan suami istri yang termasuk

hal-hal yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan seksual, bentuk

pergaulan yang dikatakan dalam ayat ini diistilahkan dengan cara yang

makruf yang mengandung arti secara baik. Sedangkan bentuk yang

makruf itu tidak dijelaskan allah secara khusus. Selain itu yang dipahami

30
Ibid., h. 166
41

juga dari ayat ini adalah suami harus juga menjaga ucapan dan

perbuatannya jangan sampai merusak atau meyakiti perasaan istri.31

b. Menjaga dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada suatu

perbuatan dosa dan maksiat atau ditimpa oleh suatu kesulitan dan mara

bahaya.32 Hal ini sesuai dengan firman allah surat At-Tahrim ayat 6:

        

         

   


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan. (QS at-Tahrim: 6)
Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjaga kehidupan

beragama dalam keluarga, membuat istrinya tetap menjalankan ajaran

agama, dan menjauhkan istrinya dari segala sesuatu yang dapat

menimbulkan kemarahan Allah. Suami juga wajib memberikan

pendidikan agama maupun pendidikan lain yang berguna dalam

kedudukannya sebagai istri. Tujuannya adalah untuk menjauhkan dari

perbuatan dosa dan maksiat.

31
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Prenadea, 2006), h. 160.
32
Amir Syarifuddin, Op.Cit., h. 161
42

c. Suami wajib mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan

Allah, yaitu sakinnah, mawaddah, wa rahmah.33 Untuk itu, suami wajib

memberikan rasa tenang bagi istrinya, memberikan cinta dan kasih

sayang serta perlindungan kepada istrinya. Agar dalam suatu perkawinan

dapat tercipta suatu hubungan ikatan pernikahan yang kuat dan

langgeng. Sehingga terbentuklah keluarga yang seperti diperintahkan

oleh Allah yang sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat

Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:

         

          


Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda tanda bagi kaum
yang berfikir. (QS ar-Ruum:21)
Kompilasi Hukum Islam juga mengatur Mengenai kewajiban suami yang

terdapat pada pasal 80 yang berbunyi:

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan
oleh suami istri bersama.
2. suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

33
Ibid., h. 162
43

3. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi


kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa.
4. Sesuai pengghasilannya suami menanggung : a. nafkah, kiswah dan tempat
kediaman bagi istri. b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi istri dan anak. c. biaya pendidikan bagi anak.
5. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat 4 huruf a dan
b adalah mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
6. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
tersebut pada ayat 4 huruf a dan b,
7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud pada ayat 5 gugur apabila istri
nusyuz.34
Pada pasal 80 di atas dapat dipahami bahwa kewajiban suami kepada

istrinya akan menimbulkan suatu perbedaan tingkatan di mana pada sisi lain

suami sebagai pembimbing dan pada sisi lain juga keputusan yang bersifat

penting diputuskan secara bersama antara suami dan istri. Semua yang

disebutkan di atas akan menimbulkan ketentraman dan ketenangan hati sehingga

sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga

Perkawinan adalah perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria

dengan seorang wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah kepada

Allah antara satu pihak dan pihak lainnya yang mengandung aspek keperdataan

yang menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Hak dan

kewajiban merupakan hubungan timbal balik antara suami dengan istri. Dengan

adanya akad nikah, maka antara suami dan istri mempunyai hak bersama, yaitu

sebagai berikut:

34
Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam
44

a. Bolehnya bergaul dan bersenang senang di antara keduanya. Inilah

hakikat sebenarnya dari perkawinan itu.

b. Timbulnya hubungan suami dengan keluarga istrinya dan sebaliknya

hubungan istri dengan keluarga suaminya, yang disebut dengan

hubungan mushaharah.

c. Hubungan saling mewarisi diantara suami istri. Setiap pihak berhak

mewarisi pihak lain bila terjadi kematian.

Sementara itu kewajiban istri terhadap suaminya yang merupakan hak

suami dari istrinya tidak ada yang berbentuk materi secara langsung. Yang ada

adalah kewajiban dalam bentuk non materi. Kewajiban yang bersifat non materi

ialah:

a. Taat dan patuh kepada suami.

b. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman.

c. Mengatur rumah dengan baik.

d. Menghormati keluarga suami.

e. Bersikap sopan dan penuh senyum kepada suami.

f. Tidak mempersulit suami dan selalu mendorong suami untuk maju.

g. Ridha dan syukur terhadap apa yang diberikan suami.

h. Selalu berhemat dan suka menabung.

i. Selalu berhias dan bersolek untuk atau dihadapan suami


45

j. Jangan selalu cemburu buta.35

Berdasarkan penjelasan mengenai hak dan kewajiban suami istri yang

telah penulis paparkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa

hak dan kewajiban yang harus dipenuhi di antara pasangan suami dan istri.

Kewajiban suami juga merupakan hak istri dan sebaliknya kewajiban istri

merupakan hak dari suami.

2. Nusyuz dalam rumah tangga dan penyelesaiannya

a. Pengertian nusyuz

Nusyuz secara bahasa berasal dari kata nasyaza-yansyuzu-nasyazan

wa nusyuzan yang berarti meninggi, menonjol, durhaka, menentang atau

bertindak kasar. Dalam pemakaiannya, arti kata annusyuuz ini kemudian

berkembang menjadi al-‘ishyaan yang berarti durhaka atau tidak patuh.36

Menurut Slamet Abidin dan Aminudin sebagaimana dikutip oleh Beni

Ahmad Saebani, nusyuz adalah durhaka, yaitu kedurhakaan yang dilakukan

istri terhadap suaminya. Apabila istri menentang kehendak suami tanpa

alasan yang dapat diterima menurut hukum syara’.37

b. Macam-macam nusyuz dan cara penyelesaiannya

Nusyuz terbagi menjadi dua, yakni nusyuz istri terhadap suami dan

nusyuz suami terhadap isteri. Keduanya akan penulis uraikan sebagai berikut:

35
Abdur Rahman Ghozali, Op.Cit., h. 179
36
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Progresif, 1997), h. 1418-1419
37
Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakaht 2, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 49
46

1) Nusyuz istri terhadap suami

Nusyuz bermakna kedurhakaan seorang istri terhadap suaminya,

hal ini bisa terjadi di dalam rumah tangga dalam bentuk pelanggaran

perintah, penyelewengan serta hal-hal lain yang mengganggu

keharmonisan rumah tangga.38 Kompilasi hukum Islam (KHI)

mendefenisikan nusyuz sebagai sebuah sikap ketika isteri tidak mau

melaksanakan kewajibannya yaitu kewajiban utamanya berbakti lahir

bathin kepada suami dan kewajiban lainnya adalah menyelenggarakan

dan mengatur rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.39

Seorang isteri yang telah jelas-jelas nusyuz maka hendaknya

dinasihati, dan jika masih tetap tidak mau berubah maka boleh dijauhi

(hijr), dan jika tidak mau berubah juga maka boleh dipukul. Hal ini

dijelaskan di dalam al-Qur’an Surah an-Nisa’ ayat 34:

     ……..

         

     


Artinya: Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

38
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Prenada Media, 2004), h. 209
39
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta: Akademika Presindo,
1992), Pasal 83 Ayat (1) dan 84 Ayat (2), h. 93
47

menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha


Besar. (Q.S an-Nisa’: 34)
a. Menasihati.

Dalam rangka menyikapi persoalan nusyuz ini, langkah

pertama yang ditawarkan dalam al-Qur'an adalah dengan

memberikan nasehat (advice) secara bijaksana kepada isteri yang

nusyuz. Tentu saja nasehat kepada isteri berbeda antara satu dengan

yang lainnya, tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Hampir

seluruh ulama berpendapat sama, yakni, amat pentingnya cara

memberi nasihat ini, sehingga hal ini menjadi urutan pertama dalam

upaya menyelesaikan permasalahan nusyuz.40

b. Pisah ranjang.

Secara etimologis hijr berarti meninggalkan, memisahkan

dan tidak berhubungan dengan obyek yang dimaksud. Sedangkan

kata al-Madhaji' yang menjadi rangkaian kata hijr berarti tempat

tidur atau tempat berebah. Secara epistemologis atau istilah para

fuqaha', hijr adalah seorang suami yang tidak menggauli isterinya,

tidak mengajaknya bicara, tidak mengadakan hubungan atau kerja

sama apapun dengannya.41

c. Memukul.

40
Al-Saldani, Saleh bin Ganim, Nusyuz, alih bahasa A. Syaiuqi Qadri, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004), h. 25
41
Djuaini, Konflik Nusyuz dalam Relasi Suami Istri dan Resolusinya Perspektif Hukum
Islam, Istinbath, Jurnal Hukum Islam IAIN Mataram, Vol 15. No. 2, h. 267-268
48

Dalam masalah pemukulan ini ulama mazhab

mendefinisikannya dengan pengertian yang masih umum, yaitu suatu

perbuatan yang menyakitkan badan, baik meninggalkan bekas atau

tidak, dengan mengunakan alat atau tidak. Imam al-Syafi’i berkata,

bahwa dalam memukul itu tidak sampai pada suatu batas di mana

pukulan itu tidak berat, tidak boleh sampai berdarah dan menjaga

muka. Artinya seorang suami boleh memukul istrinya untuk

memberikan pengajaran tehadap perbuatan nusyuz yang

dilakukannya. Tapi kebolehan memukul tersebut harus dibatasi

dengan batasan yang jelas yaitu, tidak dengan pukulan yang berat

dan bertujuan untuk menyakiti, tidak sampai meninggalkan bekas

apalagi sampai berdarah. Dan juga tidak boleh memukul muka

(wajah). Dalam hal pemukulan, ulama mazhab sepakat bahwa

pemukulan yang dibenarkan adalah pukulan yang tidak menyakitkan

(ghair mubarrih). pukulan yang tidak melukai, tidak mematahkan

tulang dan tidak merusak muka.42

2) Nusyuz suami terhadap isteri

Nusyuz tidak hanya datang dari istri akan tetapi bisa juga datang

dari suami. Selama ini sering disalahfahami bahwa nusyuz hanya datang

dari pihak istri saja, padahal al-Qur’an juga menyebutkan adanya nusyuz

dari pihak suami, seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an surah an-Nisa

4: 128:

42
Saleh bin Ganim Al-Saldani, Op.Cit., h. 57
49

           

        

         

 
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau
sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi
keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu
menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu
secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak
acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (Q.S an-Nisa’: 128)
Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada

Allah karena meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya. Nusyuz

suami terjadi apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya kepada

isterinya baik kewajiban secara materil maupun non materil. Sedangkan

nusyuz yang mengandung arti luas yaitu segala sesuatu yang dapat

disebut menggauli isterinya dengan cara buruk, seperti berlaku kasar,

menyakiti fisik dan mental isteri, tidak melakukan hubungan badaniyah

dalam jangka waktu tertentu yang sangat lama dan tindakan lain yang

bertentangan dengan asas pergaulan baik antara suami istri.43

Nusyuz adalah durhaka. Jadi, nusyuz suami adalah sikap suami

yang telah meninggalkan kewajiban-kewajibannya, bertindak keras

43
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia: antara Fikih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 193
50

kepada istri, tidak menggaulinya dengan baik, tidak pula memberikan

nafkah dan bersikap acuh tak acuh kepada istri.44 Dalam prakteknya

nusyuz suami bisa berbentuk perbuatan, perkataan atau kedua-duanya.

Nusyuz yang berbentuk perkataan misalnya suami suka memaki-maki

atau menghina istri. Sedangkan yang berbentuk perbuatan misalnya

suami mengabaikan hak istri terhadap dirinya, berfoya-foya dengan

perempuan lain, menganggap istrinya seolah-olah tidak ada dan lain

sebagainya.45

Syara’ telah menetapkan tindakan yang perlu diambil oleh

seorang istri dalam menyikapi nusyuz suami. Sekiranya suami

melakukan nusyuz, tindakan yang harus dilakukan oleh istri adalah

dengan menasehati, kemudian diikuti dengan perdamaian dan

memperbaiki diri, dan yang ketiga membuat pengaduan kepada hakim

atau menggugat cerai.

a. Nasehat

Suami istri mempunyai hak yang sama antara satu sama lain

dalam melaksanakan tugas mengajak kea rah kebaikan dan mencegah

kemungkaran. Istri berhak menasehati suami agar kembali

bertanggung jawab kepada keluarga dan mengingatkan tentang azab

44
M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqih,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 251
45
Dahlan Abdul Aziz (Ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 1997), h.
1355
51

yang akan diterima bagi suami yang mengabaikan tanggung jawab

terhadap istri dan keluarganya.

Allah SWT telah mensifatkan suami itu sebagai pemimpin

bagi istri dan keluarga bukan berarti istri tidak mempunyai hak untuk

menegur suami yang nusyuz. Mereka perlu menjalankan tugas mereka

sebagai istri untuk menasehati suami agar kembali ke jalan yang

benar.46

b. Perdamaian

Jika seorang istri merasa suaminya kurang memperhatikannya

karena beberapa hal sehingga tidak ada agi wktu bagi suami untuk

mengurus rumah tangganya terlebih lagi istrinya. Maka apabila pihak

istri takut terjadi sesuatu yang tidak baik karena suaminya lebih

mementingkan urusan pekerjaan daripada keluarga, maka lebih baik

kalau istri mengadakan perdamaian dengan suaminya.

c. Membuat pengaduan kepada Hakim

Seandainya semua langkah langkah seperti yang telah penulis

jelaskan di atas tidak dapat merubah sikap suami, maka istri bisa

membuat pengaduan atau memasukkan gugatan ke pengadilan agama.

Hal ini karena jika dibiarkan kemungkinan keadaan akan lebih

memburuk. Istri hendaklah mengadu kepada pihak-pihak yang


46
Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyuz, Syiqaq dan Hakam menurut al-Qur’an, Sunnah,
dan Undang-Undang Keluarga Islam, (Kuala Lumpur: Universitas Islam Malaysia, 2007), h.
22-23
52

sekiranya dapat membantu menyelesaikan permasalahan mereka

seperti konsultan hukum atau mengajukan gugatan ke pengadilan

agama. Seterusnya pengadilan akan megambil tindakan yang

sewajarnya dalam menyelesaikan nusyuz suami.47

3. Syiqaq dalam rumah tangga dan penyelesaiannya

a. Pengertian syiqaq

Syiqaq secara bahasa berarti perselisihan, percekcokan, dan

permusuhan. Perselisihan yang berkepanjangan dan meruncing antara

suami dan istri. Kamal Muchtar, peminat dan pemerhati hukum Islam dari

Indonesia, pengarang buku Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan,

mendefinisikannya sebagai perselisihan sebagai perselisihan antara suami

dan istri yang didamaikan oleh dua orang hakam.48 Untuk mengatasi

kemelut rumah tangga yang meruncing antara suami dan istri agama Islam

memerintahkan agar diutuskan dua orang hakam (jurudamai). Pengutusan

hakam ini bermaksud untuk menelusuri sebab-sebab terjadinya syiqaq dan

berusaha mencari jalan keluar guna memberikan penyelesaian terhadap

kemelut rumah tangga yang dihadapi oleh kedua suami istri tersebut.49

Dari definisi yang telah penulis kemukakan di atas dapat

disimpulkan bahw Syiqaq merupakan perselisihan yang berawal dan

terjadi pada kedua belah pihak suami dan istri secara bersama-sama.
47
Ibid., h. 25
48
Dahlan Abdul Aziz (Ed), Ibid., h. 1078
49
Ibid.,
53

Dengan demikian, Syiqaq berbeda dengan nusyuz, yang perselisihannya

hanya berawal dan terjadi pada salah satu pihak, yaitu dari pihak suami

atau istri.

b. Cara penyelesaian apabila terjadi syiqaq

Dasar hukum syiqaq ialah firman Allah SWT dalam surat An-Nisa'

ayat 35 yang berbunyi:

         

            


Artinya: dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S an-Nisa’: 35)
Berdasarkan firman Allah SWT tersebut, jika terjadi kasus syiqaq

antara suami istri, maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan

seorang hakam dari pihak isteri untuk mengadakan penelitian dan

penyelidikan tentang sebab musabab tentang terjadinya syiqaq serta

berusaha mendamaikannya. Atau mengambil prakarsa putusnya

perkawinan kalau sekiranya jalan inilah yang sebaik-baiknya.50

50
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000) h. 41
54

Mengenai masalah kewenangan yang dimiliki oleh kedua hakam,

para ulama berselisih pendapat bahwa tugas kedua hakam tersebut hanya

sebagai juru damai saja, bukan berwenang untuk menceraikan ikatan

perkawinan. Sedang menurut pendapat Imam Maliki karena keduanyatelah

ditunjuk oleh pengadilan agama, kedua hakam tersebut juga mempunyai

kewenangan dimana kekuasaannya sebagaimana yang dimiliki oleh

pengadilan agama, yaitu berwenang untuk menceraikannya, baik dalam

bentuk memaksakan untuk perceraian dalam bentuk talak ataupun dalam

bentuk Khulu' (talak tebus).51

51
Kamal Muchtar , Asas-Asas Hukum Islam, (Jakarta: PT. Karya Unipress, 1974), h. 78
BAB III
Demografi Wilayah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci

A. Letak Geografis

Keberadaan wilayah Kecamatan Gunung Raya berada pada posisi yang

sangat strategis, karena wilayah perkampungan masyarakat terletak pada suatu

daerah yang membujur sepanjang jalan raya Kabupaten Kerini. Kecamatan

Gunung Raya Kabupaten Kerinci memiliki area pertanian dan perkebunan,

memiliki pemandangan panorama alam dan objek wisata yang indah, serta

memiliki kekayaan seni budaya yang menarik dan memiliki kawasan konservasi

hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang berfungsi sebagai kawasan

hutan lindung.

Menurut pembagian administrasi, adapun batas wilayah Kecamatan

Gunung Raya adalah sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Keliling Danau Kabupaten

Kerinci

2. Sebelah selatan berbatas dengan daerah Provinsi Bengkulu

3. Sebelah barat berbatas dengan Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat

4. Sebelah timur berbatas dengan Kecamatan Batang Merangin Kabupaten

Kerinci1

1
Kantor Camat Gunung Raya, Demografi Wilayah Kecamatan Gunung Raya.
55
56

Kecamatan Gunung Raya, secara administratif dan pemerintahan

dipimpin oleh Camat sebagai Kepala Wilayah yang membawahi 12 Desa.

Adapun nama dan jarak masing-masing desa ke Ibukota Kecamatan Gunung

Raya dan Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci dapat dilihat dalam tabel

berikut ini:

Tabel 2
Jarak Desa ke Ibu Kota Kecamatan
dan Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci

Jarak Ke Ibu Jarak Ke Pusat


No Desa
Kota Kec.(Km) Pemerintahan Kab. (Km)
1 Lempur Mudik 2 37
2 Dusun Baru Lempur 3 38
3 Lempur Tengah 1 36
4 Lempur Hilir 2 37
5 Perikan Tengah 6 41
6 Selampaung 10 38
7 Masgo 16 42
8 Air Mumu 15 41
9 Kebun Baru 10 38
10 Sungai Hangat 3 36
11 Manjunto Lempur 13 38
12 Kebun Lima 13 39
Sumber : Kantor Camat Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci.

Berdasarkan data yang terdapat di dalam tabel di atas, dapat dilihat

bahwa desa Lempur Tengah sebagai Ibu Kota Kecamatan Gunung Raya

merupakan desa yang jaraknya paling dekat ke pusat pemerintahan Kabupaten

Kerinci. Jarak dari Desa lempur Tengah menuju pusat pemerintahan Kabupaten

kerinci tersebut adalah 36 KM. Sedangkan desa yang paling jauh dari pusat
57

pemerintahan Kabupaten Kerinci adalah Desa Masgo yang berjarak 42 KM dari

pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci.

Desa-desa tersebut memiliki batas-batas wilayah masing-masing.

Beberapa desa di antaranya berbatasan langsung dengan Kecamatan Batang

merangin kabupaten Kerinci. Beberapa desa lainnya juga berbatasan langsung

Dengan Kecamatan Bukit Kerman Kabupaten Kerinci. Beberapa desa lainnya

juga ada yang berbatasan dengan Kabupaten merangin serta ada yang berbatasan

dengan wilayah Provinsi Bengkulu.

Batas-batas geografis masing-masing wilayah desa di Kecamatan

Gunung Raya dapat dilihat di dalam tabel berikut:

Tabel 3
Batas-Batas Wilayah Desa di Kecamatan Gunung Raya

No Nama Desa Mata Angin Batas Wilayah


1. Lempur Mudik a. Utara Lempur Tengah
b. Selatan Ds Baru Lempur
c. Timur Lempur Tengah
d. Barat Prov Bengkulu
2. Dusun Baru Lempur a. Utara Kec. Bukit Kerman
b. Selatan Manjunto Lempur
c. Timur Lempur Mudik
d. Barat Prov Bengkulu
3. Lempur Tengah a. Utara Kec. Bukit Kerman
b. Selatan Perikan Tengah
c. Timur Lempur Hilir
d. Barat Prov Bengkulu/Bukit Kerman
4. Lempur Hilir a. Utara Kec. Bukit Kerman
b. Selatan Perikan Tengah
c. Timur Kec. Bukit Kerman
d. Barat Lempur Tengah
5. Perikan Tengah a. Utara Sungai Hangat
58

b. Selatan Prov Bengkulu


c. Timur Selampaung
d. Barat Lempur Hilir
6. Selampaung a. Utara Air Mumu
b. Selatan Prov Bengkulu
c. Timur Masgo
d. Barat Perikan Tengah
7. Masgo a. Utara Kec. Batang Merangin
b. Selatan Kab. Merangin
c. Timur Kab. Merangin
d. Barat Selampaung, Air Mumu
8. Air Mumu a. Utara Kec Batang Merangin
b. Selatan Selampaung
c. Timur Masgo
d. Barat Kebun Lima
9. Kebun Baru a. Utara Kec Batang Merangin
b. Selatan Sungai Hangat
c. Timur Kebun Lima
d. Barat Kec Bukit Kerman
10. Sungai Hangat a. Utara Kebun Baru
b. Selatan Perikan Tengah
c. Timur Air Mumu
d. Barat Kec. Bukit Kerman
11. Manjunto Lempur a. Utara Lempur Mudik
b. Selatan Prov Bengkulu
c. Timur Lempur Mudik
d. Barat Ds Baru Lempur
12. Kebun Lima a. Utara Kec. Batang Merangin
b. Selatan Selampaung
c. Timur Air Mumu
d. Barat Kebun Baru
Sumber : Kantor Camat Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Desa lempur Tengah,

sebagai ibu kota Kecamatan Gunung Raya dan juga objek dalam penelitian ini

memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan

Kecamatan Bukit Kerman, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Perikan


59

Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Lempur Hilir, dan sebelah barat

berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan tabel di atas juga dapat dilihat bahwa hampir seluruh desa

di Kecamatan gunung Raya berbatasan dengan provinsi atau kota luar. Seperti

Desa Lempur Mudik yang bagian baratnya berbatasan dengan Provinsi

Bengkulu, Desa Masgo yang berbatasan langsung dengn Kabupaten Merangin

dibagian selatan dan timurnya. Hal ini tentu tidak mengherankan karena

Kecamatan Gunung Raya merupakan salah satu kecamatan terluar di Kabupaten

Kerinci.

Lempur Tengah sebagai Ibu kota Kecamatan Gunung Raya tentunya

harus memiliki akses dengan ibukota lainnya. Bukan hanya dengan ibukota

Kabupaten Kerinci yang saat ini berpusat di Bukit Tengah Kecamatan Siulak,

tetapi juga harus memiliki akses ke ibu kota kecamatan lainnya yang ada di

Kabupaten Kerinci.

Jarak antara Lempur Tengah yang merupakan ibu kota dari Kecamatan

Gunung Raya dengan ibukota kecamatan lainnya dapat dilihat di dalam tabel

berikut ini:

Tabel 4
Jarak Ibu Kota Kecamatan Gunung Raya
Ke Ibu Kota Kecamatan yang Ada di Kabupaten Kerinci

No Ibu Kota Kecamatan Lainnya Jarak (KM)


1. Pondok ( Kec. Bukit Kerman) 20
2. Tamiai (Kec. Batang Merangin) 28
3. Jujun ( Kecamatan Keliling Danau) 18
4. Sanggaran Agung (Kec. Danau Kerinci) 24
60

5. Hiang (Kec. Sitinjau Laut) 30


6. Semurup (Kec. Air Hangat) 43
7. Sungai Tutung (Kec. Air Hangat Timur) 42
8. Koto Tuo (Kec. Depati VII) 40
9. Hamparan Pugu (Ke. Air Hangat Barat) 41
10. Siulak Deras (Kec. Gunung Kerinci) 49
11. Siulak Gedang (Kec. Siulak) 45
12. Mukai Tengah (Kec. Siulak Mukai) 52
13. Batang Sangir (Kec. Kayu Aro) 80
14. Pelompek (Kec. Gunung Tujuh) 85
15. Bedeng Delapan (Kec. Kayu Aro Barat) 75

Sumber : Badan Pusat Satistik (BPS) Kabupaten Kerinci

Tabel di atas menunjukkan bahwa ibu kota kecamatan lain yang paling

dekat dengan Desa Lempur Tengah selaku ibukota Kecamatan Gunung raya

adalah Desa Jujun selaku ibu kota Kecamatan Keliling Danau Kabupaten

Kerinci. Jarak dari Desa Lempur Tengah ke Desa Jujun tersebut adalah 18 KM.

Sedangkan ibu kota kecamatan yang paling jauh dari Desa Lempur Tengah

adalah Desa Pelompek selaku ibu kota Kecamatan Gunung Tujuh.

B. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

Luas Wilayah Kecamatan Gunung Raya adalah seluas 247.63 Km2.

sedangkan penduduk Kecamatan Gunung Raya berjumlah 7976 jiwa dengan

rincian laki-laki sebanyak 4004 jiwa dan perempuan sebanyak 3972 jiwa. 2

Adapun rincian luas wilayah dan jumlah penduduk dapat dilihat dalam tabel

berikut.

2
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, Kecamatan Gunung Raya dalam Angka
2018.
61

Tabel 5
Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Kecamatan Gunung Raya Tahun 2017

Jumlah Penduduk
Nama Desa Luas
NO LK PR
1 Lempur Mudik 43.76 176 252
2 Dusun Baru Lempur 48.76 407 409
3 Lempur Tengah 55.76 812 830
4 Lempur Hilir 27.58 180 194
5 Perikan Tengah 31.29 296 247
6 Selampaung 56.59 347 335
7 Masgo 49.33 389 349
8 Air Mumu 54.39 296 260
9 Kebun Baru 60.63 413 413
10 Sungai Hangat 16.60 293 308
11 Manjunto Lempur 22.33 237 243
12 Kebun Lima 16.76 155 129
Jumlah 247.63 4004 3972
Sumber : Badan Pusat Satistik (BPS) Kabupaten Kerinci

Berdasarkan data yang tercantum di dalam tabel di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa desa yang paling luas di Kecamatan Gunung Raya adalah

Desa Selampaung dengan luas 56.59. Sedangkan Desa Lempur Tengah selaku

ibu kota menyusul di urutan kedua seluas 55.76 km. jumlah penduduk terpadat

di Kecamatan Gunung Raya terletak di Desa Lempur Tengah sebagai ibu kota

dengan jumlah penduduk, 812 orang laki-laki dan 803 orang perempuan.

C. Pemerintahan

Untuk efektifnya kegiatan pemerintahan, Kecamatan Gunung Raya

dipimpin oleh seorang Camat yang dibantu oleh 1 orang Sekretaris camat,
62

dibawahnya terdapat beberapa bidang yakni Kasubbag Tata Usaha yang dibantu

oleh anggota sebanyak 4 orang, Kasubbag Evaluasi Pelaporan yang dibantu oleh

anggota sebanyak 3 orang, KASI Pemerintah yang dibantu oleh anggota

sebanyak 4 orang. KASI Ekobang yang dibantu oleh anggota sebanyak 4 orang.

KASI Trantib yang dibantu oleh anggota sebanyak 3 orang, dan KASI KSPM

yang dibantu oleh anggota sebanyak 4 orang. 3

Pemerintahan di tingkat desa dipimpin oleh kepala desa. Untuk

menjalankan tugasnya kepala desa dibantu oleh perangkat desa. Perangkat-

perangkat desa tersebut bertugas untuk membantu jalannya roda pemeritahan di

tingkat desa yang ada di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci. Beberapa

desa di Kecamatan Gunung Raya ini juga memiliki kepala dusun.

Desa Lempur Tengah terdiri dari 5 RT. Hal ini berdasarkan hasil

wawancara penulis dengan salah seorang pegawai Kelurahan Lempur Tengah,

berikut ini:

“Kalau untuk Lempur Tengah ini sendiri. Selain sebagai ibu kota
Kecamatan Gunung Raya, ia juga merupakan desa dengan wilayah
dengan penduduk paling banyak di Kecmatan Gunung Raya. Di
Lempur Tengah ini, dibagi pula menjadi 5 RT”4
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dilihat bahwa Desa Lempur

Tengah selain merupakan ibukota Kecamatan Gunung Raya, ia juga merupakan

desa terpadat. Informasi yang ingin penulis gais bawahi dalam hal ini adalah

bahwa Desa Lempur Tengah dibagi ke dalam 5 RT.

3
Struktur Organisasi Kantor Camat Kecamatan Gunung Raya
4
Patimah Syam, Kasi Pemerintahan Kantor Lurah Lempur Tengah, Kantor Kelurahan
Lempur Tengah, Wawancara: 19 November 2018.
63

Jumlah perangkat desa di masing-masing desa di Kecamatan Gunung Raya

sebagaimana penulis paparkan di atas dapat dilihat di dalam tabel berikut ini:

Tabel 6
Jumlah Perangkat Desa di Kecamatan Gunung Raya

No Desa Aparat Desa Kepala Dusun


1 Lempur Mudik 5 3
2 Dusun Baru Lempur 5 4
3 Lempur Tengah 5 0
4 Lempur Hilir 5 2
5 Perikan Tengah 5 4
6 Selampaung 5 6
7 Masgo 5 6
8 Air Mumu 5 5
9 Kebun Baru 5 3
10 Sungai Hangat 5 3
11 Manjunto Lempur 5 3
12 Kebun Lima 5 3
Jumlah 60 41
Gunung Raya dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jumlah perangkat desa yang

menjalankan pemerintahan di tingkat desa. Di setiap desa yang ada di

Kecamatan Gunung Raya, masing-masingnya memilki 5 perangkat desa.

Masing-masing desa di bawahnya terdapat kepala dusun dengan jumlah dusun

yang berbeda-beda.

D. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan

Kehidupan Sosial masyarakat di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci masih sederhana seperti layaknya warga pedesaan pada umumnya.

Kehidupan keseharian masyarakat di Kecamatan Gunung Raya masih berpegang


64

teguh dengan adat istiadat dan keagamaan. Ketika ada permasalahan antar

warga, penyelesaian secara adat selalu didahulukan. Hal ini sebagai mana yang

dipaparkan oleh camat Kecamatan Gunung Raya bahwa:

“Pergaulan masyarakat Gunung Raya ini masih berpegang kepada adat.


Pada umumnya, interaksi antara masyarakat belum seperti di perkotaan.
Apapun masalahnya adat tetap didahulukan. Nilai-nilai kerjasama antara
warga juga masih kuat. Masyarakat masih hidup berkelompok-kelompok
layaknya masyarakat pedesaan pada umumnya”.5

Maksud dari wawancara di atas adalah, pak Asmawi selaku camat di

Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci menjelaskan bahwa, di Kecamatan

Gunung Raya, masyarakatnya apabila dilihat dari aspek sosialnya nilai-nilai

kerjasama yang ada di antara warga dirasa masih kuat. Selain itu, camat Gunung

Raya ini juga mengatakan bahwa masyarakat Gunung Raya masih berpegang

teguh kepada adat istiadat setempat. Begitu juga dengan kegiatan sosial, seperti

gotong royong ataupun ketika ada warga yang tertimpa musibah maupun

meninggal dunia, maka masyarakat selalu berbondong-bondong membantu serta

berbela sungkawa.

Dari segi kebudayaan, masyarakat Kecamatan Gunung Raya masih kental

dengan adat yang hidup di tengah-tengah masyarakat tersebut. Hal ini dapat

dilihat dari pelaksanaan acara-acara kebudayaan yang di dalamnya terdapat

upacara-upacara adat. Salah satu bentuk acara yang secara turun temurun

dilaksanakan di masing-masing desa yang ada di Kecamatan Gunung Raya

5
Asmawi, Camat Kecamatan Gunung Raya, di Kantor Camat Kecamatan Gunung Raya,
Wawancara, 19 November 2018.
65

adalah kenduri sko.6 Sedikit berbeda dengan wilayah desa-desa lain di

Kabupaten Kerinci, di Kecamatan Gunung Raya acara kenduri sko di adakan 2

tahun sekali secara bergilirn di empat desa, dengan demikian di setiap tahunnya

ada desa yang mengadakan acara adat tersebut. Kenduri sko yang dilaksanakan

di Kecamatan Gunung Raya ini selalu dilaksanakan secara besar-besaran. Hal

ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Amris Kahar salah seorang tokoh adat

di Kecamatan Gunung Raya sebagai berikut:

“Memang benar bahwa acara kenduri sko yang dilaksanakan di


kecamatan ini sangat berbeda dengan kenduri sko yang dilaksanakan di
desa-desa yang ada di kecamatan lain di Kabupaten Kerinci. Inilah yang
membuat unik di Lempur ini. Di sini kenduri sko dilaksanakan dengan
sangat meriah secara besar-besaran. Tiap tahun ada kenduri sko di sini,
tidak tanggung-tanggung pelaksanaannya besar-besaran bahkan lebih
besar dari pelaksanaan hari raya Idul Fitri. 7

Maksud dari wawancara di atas adalah bahwa pelaksanaan acara kenduri

sko ini sebenarnya dilaksanakan di beberapa desa di Kabupaten Kerinci, tidak

hanya di Kecamatan Gunung Raya saja. Akan tetapi yang membedakannya dan

menjadikannya unik adalah, di Kecamatan Gunung Raya ini acara tersebut di

adakan setiap tahunnya secara bergilir di masing-masing desa dan dilaksanakan

dengan sangat meriah oleh masyarakat setempat.

Amris Kahar juga menambahkan bahwa dari segi adat, dalam upacara

pernikahan warga setempat juga masih dilaksanakan secara adat dan juga

agama. Sebagaimana yang dituturkannya:


6
Upacara Kenduri Sko merupakan upacara adat setelah panen yang dilaksanakan 5
Tahun sekali. Upacara ini dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen
yang didapat. Di dalam rangkaian acaranya juga dilakukan pengukuhan gelar adat bagi para
pemimpin adat
7
Amris Kahar, Tokoh Adat, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 11 Januari 2019.
66

“Adat tentang perkawinan di sini juga masih dijunjung tinggi. Sebelum


nikah itu diadaka acara peminangan. Kalau orang sini menyebutnya itu
tak peltak. Jadi acara tak peltak ini harus dihadiri oleh ninik mamak,
cerdik pandai serta seluruh anggota keluarga dari pihak laki-laki yang
datang ke rumah pihak perempuan untuk menyamaikan kehendak
keponakannya untuk kawin”.8
Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa sebelum melangsungkan

pernikahan di Kecamatan Gunung Raya, terlebih dahulu dilakukan peminangan

atau dengan istilah adat setempat dikenal dengan tak peltak. Dalam acara

tersebut pihak laki-laki diwajibkan memberikan peltak kepada pihak wanita,

yakni 14 helai kain panjang dan 15 gram emas. Sebelum acara peltak itu

dilaksanakan di adakan acara balas pantun dari pihak laki-laki kepada pihak

perempuan.

Jika yang akan menikah itu memiliki ikatan saudara seperti sanak jauh

maka pihak laki-laki diwajibkan membayar sumbong kepada pihak perempuan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh:

“Cuma kalau calon mempelai ini masih bersaudara keduanya. Masih ada
hubungan kekeluargaannya, yang laki-laki ini harus membayar sumbong
namanya. Sumbong ini bentuknya berupa 1 ekor kambing. Tujuannya itu
supaya anak yang dilahirkan itu tidak bodoh atau tidak mengalami cacat
mental. Seperti itulah adat kami.”9

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat di ambil kesimpulan

bahwa apbila kedua calon mempelai yang akan menikah masih memiliki

hubungan kekerabatan, maka ada kewajiban membayar sumbong yang haus

diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Sumbong tersebut

8
Amris Kahar, Tokoh Adat, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 11 Januari 2019.
9
Amris Kahar, Tokoh Adat, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 11 Januari 2019.
67

berupa 1 ekor kambing. Masyarakat setempat percaya bahwa tujuan dari

diberikannya sumbong tersebut adalah agar anak yang dilahirkan dari

perkawinan tersebut nantinya tidak terlahir cacat.

Adat perkawinan dan juga upacara adat kenduri sko sebagaimana yang

teah penulis paparkan di atas merupakan contoh dari adat istiadat yang masih

dipertahankan dan dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Gunung Raya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kecamatan Gunung Raya masih

sangat berpegang teguh dengan adat dan budaya setempat serta masih

melestarikan acara-acara adat setempat.

E. Ekonomi

Ditinjau dari segi perekonomian, secara umum kondisi ekonomi

masyarakat Kecamatan Gunung Raya tergolong masih belum terlalu tinggi.

Mayoritas masyarakat Kecamatan Gunung Raya berprofesi sebagai petani yang

sebagian kecil bekerja sebagai wiraswasta dan juga Pegawai Negeri Sipil. Hal

ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Asmawi :

“Kalau ekonomi masyarakat Gunung Raya belum terlalu tinggi.


mayoritas pekerjaan masyarakat adalah sebagai petani, tapi tidak
semuanya punya kebun, sebagian yang tidak punya kebun itu bekerja di
kebun milik orang lain. Jadi dapat dikatakan ekonomi masyarakat di sini
ya seperti itu.mayorits ekonominya bergantung pada hasil bertani. Yang
paling banyak di sini adalah kulit manis”.10
Maksud dari kutipan wawancara di atas adalah bahwa menurut

penuturan camat Kecamatan Gunung Raya mengatakan bahwa ekonomi

10
Asmawi, Camat Kecamatan Gunung Raya, di Kantor Camat Kecamatan Gunung
Raya, Wawancara: 19 November 2018.
68

masyarakat di Kecamatan Gunung Raya belum tergolong tinggi. Mayoritas

pekerjaan masyarakat di kecamatan ini adalah berprofesi sebagai petani. Hasil

pertanian yang paling dominan di Kecamatan Gunung Raya ini adalah tanaman

kulit manis.

Hal ini juga dibenarkan oleh pegawai kantor lurah di Kelurahan Lempur

Tengah yang mengatakan bahwa potensi pertanian terbesar di Kecamatan

Gunung Raya ini adalah kulit manis. Sehingga dapat dilihat hampir disepanjang

jalan di Kecamatan Gunung Raya aktifitas penjemuran kulit manis yang

kemudian siap di jual. Hal ini seperti yang dikatakan oleh salah seorang peawai

Kelurahan Lempur Tengah berikut ini:

“Kalau di sini kulit manis yang paling banyak. Lihat sajalah di sepanjang
jalan kemari tadi, mulai masuk Kecamatan Gunung Raya pasti banyak
Nampak orang-orang yang menjemur kulit manis kan, baik di depan
rumah atau di pinggir jalan. Kebanyakan masyarakat di sini memanglah
pekerjaannya itu sebagai petani yang paling banyak” 11

Maksud dari kutipan wawancara di atas adalah bahwa tanaman

perkebunan yang paling banyak digemari masyarakat di Kecamatan Gunung

Raya Kabupaten Kerinci adalah tanaman kulit manis. Hal itu dapat dengan

mudah terlihat ketika memasuki wilayah Kecamatan Gunung Raya tersebut.

Mudah saja dijumpai petani kulit manis yang sedang mengeringkan kulit manis

yang siap dipanen.

Selain dari tanaman kulit manis sebagaimana yang telah disebutkan di

atas, juga terdapat beberapa tanaman perkebunan yang juga dimiliki oleh

11
Patimah Syam, KASI Pemerintahan Kantor Lurah Lempur Tengah Kecamatan
Gunung Raya, Wawancara: 19 November 2018.
69

masyarakat. Adapun mengenai potensi tanaman perkebunan di Kecamatan

Gunung Raya dapat dilihat di dalam tabel berikut:

Tabel 7
Luas Potensi Pengembangan Tanaman Perkebunan Menurut Jenis
Komoditi di Kecamatan Gunung Raya

No Jenis Komoditi Luas (Ha)


1. Kopi 350
2. Karet 15
3. Casiavera 978
4. Cengkeh 50
5. Tembakau 15
6. Kalapa 49
7. Kemiri 108
Sumber: Kantor Camat Kecamatan Gunung Raya

Berdasarkan tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tanaman

perkebunan yang paling banyak diminati untuk di tanam oleh para petani di

Kecamatan Gunung Raya adalah casiavera atau yang disebut juga kulit manis.

Setelah itu baru menyusul tanaman kopi yang menempati urutan kedua.

Tembakau dan karet merupakan tanaman perkebunan yang paling sedikit

ditanam di lahan-lahan perkebunan masyarakat yang tersebar di seluruh wilayah

Kecamatan Gunung Raya.

F. Pendidikan di Kecamatan Gunung Raya

Jika dilihat dari aspek pendidikan, masyarakat Gunung Raya cukup

antusias dalam mengikuti pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari minat

masyarakat sekarang ini untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
70

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak Camat Kecamatan Gunung

Raya:

“Pendidikan lumayan maju, kalau kemampuan untuk menerima


pelajaran cukup tinggi, lumayan cerdas, pada umumnya sekarang ini
anak-anak sudah memiliki pendidikan yang tinggi. Sudah ada juga yang
menempuh pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Kalau para
orangtuanya memang masih banyak yang hanya tamat SMP”12
Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Camat Kecamatan

Gunung Raya tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada masa sekarang ini,

minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

sudah semakin baik. Hal itu dibuktikan dengan sudah banyaknya masyarakat

yang menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Fasilitas atau sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Gunung Raya

sudah dapat dikatakan memadai sehingga masyarakat termotivasi untuk

menuntut ilmu. Mengenai sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Gunung

Raya tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8
Sarana Pendidikan Tingkat TK/RA dan SD/MI di Kecamatan Gunung
Raya Tahun 2017

TK/RA/BA SD/MI
No Nama Desa
Negeri Swasta Negeri Swasta
1 Lempur Mudik - - 1 -
2 Dusun Baru Lempur - - 1 -
3 Lempur Tengah - 2 2 1
4 Lempur Hilir - - 1 -
12
Asmawi, Camat Kecamatan Gunung Raya, di Kantor Camat Kecamatan Gunung
Raya, Wawancara langsung, 19 November 2018.
71

5 Perikan Tengah - - 1 -
6 Selampaung - - 1 -
7 Masgo - - 2 -
8 Air Mumu - - 1 -
9 Kebun Baru - 1 1 -
10 Sungai Hangat - - 1 -
11 Manjunto Lempur - - - -
12 Kebun Lima - - - -
Jumlah 3 12 1
Sumber: BPS Kabupaten Kerinci, Gunung Raya dalam Angka 2018
Berdasarkan data dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah sarana
pendidikan setingkat TK/RA adalah 3 unit sekolah. Ketiga sekolah tersebut
merupakan sekolah milik swasta. Melalui tabel di atas juga dapat dilihat jumlah
sekolah dasar negeri yang ada di Kecamatan Gunung Raya adalah sebanyak 12
sekolah yang tersebar di 10 Desa yang ada di Kecamatan gunung Raya. Ada 2
desa yang tidak memiliki sarana pendidikan sekolah dasar. Desa tersebut adalah
Desa Manjunt Lempur dan Desa Kebun Lima Kecamatan Gunung Raya
Kabupaten Kerinci. Ada juga 2 desa yang memiliki masing-masing 2 sekolah
dasar, yakni Desa Masgo dan Desa Lempur Tengah. Selain itu di Desa Lempur
tengah sebagai ibukota kecamatan juga memiliki 2 unit sekolah taman kanak-
kanak.
Selanjutnya, di Kecamatan Gunung Raya juga terdapat sarana
pendidikan tingkat lanjutan, yakni sekolah menengah pertama sampi ke tingkat
sekolah menengah atas ataupun sekolah menengah kejuruan. Jumlah SMP/MTS
dan juga jumlah SMA/SMK yang ada di Kecamatan Gunung Raya dapat dilihat
secara jelas pada tabel berikut ini:
Tabel 9
Sarana Pendidikan Tingkat SMP/MTS dan SMA/SMK di Kecamatan
Gunung Raya Tahun 2017

No Nama Desa SMP/MTS SMA/SMK


Negeri Swasta Negeri Swasta
1 Lempur Mudik - - - -
2 Dusun Baru Lempur 1 - 1 -
72

3 Lempur Tengah 1 - - -
4 Lempur Hilir - - - -
5 Perikan Tengah - - - -
6 Selampaung - - - -
7 Masgo - - - -
8 Air Mumu - - - -
9 Kebun Baru 1 - - -
10 Sungai Hangat 1 - - -
11 Manjunto Lempur - - - -
12 Kebun Lima - - - -
4 - 1 -
Sumber: Gunung Raya dalam Angka 2018, BPS Kabupaten Kerinci

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 3 sekolah taman

kanak-kanak di Kecamatan Gunung Raya yang tersebar di dua desa yakni Desa

Lempur Tengah dan Desa Kebun Baru. Di samping itu, terdapat 12 Sekolah

Dasar, 4 buah Sekolah Menengah Pertama dan 1 SMA negeri yang terletak di

Dusun Baru Lempur. Jumlah guru dan murid yang ada di sekolah-sekolah

tersebut secara lebih ringkas dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 10
Sarana Pendidikan, jumlah guru dan murid di Kecamatan Gunung Raya
Tahun 2016/2017

Tingkat Jumlah Guru Murid


No Pendidikan Sekolah Lokal
1 TK 3 5 6 55
3 SD 12 75 47 826
4 SLTP 4 20 47 499
5 SLTA 1 - 29 210
Sumber: Kerinci dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci

Berdasarkan data yang ada pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa

jumlah murid yang ada pada tama kanak-kanak di Kecamatan Gunung Raya
73

tergolong masih sedikit. Yakni sebanyak 55 orang murid. Selanjutnya untuk

tingkat SD dapat dilihat bahwa jumlah 12 SD yang ada di Kecamatan Gunung

Raya memiliki 75 ruang kelas dengan jumlah guru 47 orang serta jumlah siswa

sebanyak 826 orang. Untuk tingkat SMP terdapat sebanyak 499 orang murid dan

tingkat SMA 20 orang murid.

G. Kegamaan

Apabila dilihat dari aspek keagamaan, masyarakat Kecamatan Gunung

Raya 100% beragama Islam. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Gunung

Raya melaksanakan ajaran agama seperti, ibadah puasa, mengeluarkan zakat,

dan melaksanakan shalat secara berjamaah di Mesjid. Melaksanakan berbagai

kegiatan keagamaan pada bulan-bulan tertentu seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj

dan kegiatan hari besar umat Islam yang lainnya. Kegiatan tersebut bertujuan

untuk memuliakan dan menyemarakkan hari besar Islam. jumlah sarana

ibadah yang ada di Kecamatan Gunung Raya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11
Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Gunung Raya

No Tempat Ibadah Tahun 2016 Tahun 2017


1 Mesjid 18 Buah 18 Buah
2 Mushalla 2 Buah 2 Buah
Jumlah 20 Buah 20 Buah
Sumber: Kerinci dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik kabupaten Kerinci

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah mesjid dan

mushalla yang ada di Kecamatan Gunung Raya pada tahun 2016-2017 adalah

berjumlah 20 buah dengan rincian, terdapat 18 buah mesjid dan 2 buah mushalla
74

yang tersebar di wilayah desa yang ada di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci. Adapun pelaksanaan kegiatan keagamaan di Kecamatan Gunung

Raya tidak dipengaruhi oleh tarekat ataupun aliran-aliran tertentu. Kegiatan

rutin yang diadakan dalam bidang keagamaan adalah majelis taklim yang

dilaksanakan secara rutin setiap minggunya di masing-masing desa yang ada di

Kecamatan Gunung Raya, dan secara gabungan yang dilaksanakan 1 kali dalam

sebulan. Begitu juga dengan peringatan hari-hari besar Islam, selalu dirayakan

dengan penuh antusias oleh masyarakat Kecamatan Gunung Raya. Jumlah

anggota majelis taklim di masing-masing desa dalam Kecamatan Gunung Raya

dapat dilihat di dalam tabel berikut ini:

Tabel 12
Jumlah Anggota Majelis Taklim di Kecamatan Gunung Raya

Jumlah Kelompok
No Nama Desa Jumlah Anggota
Majelis Taklim
1 Lempur Mudik 1 25
2 Dusun Baru Lempur 1 75
3 Lempur Tengah 1 45
4 Lempur Hilir 1 35
5 Perikan Tengah 1 48
6 Selampaung 1 15
7 Masgo 1 30
8 Air Mumu 1 20
9 Kebun Baru 1 50
10 Sungai Hangat 1 40
11 Manjunto Lempur 1 30
12 Kebun Lima 1 25
Jumlah 12 438
Sumber: BPS Kabupaten Kerinci, Kecamatan Gunung Raya dalam Angka

2017
75

Berdasarkan tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa masing-

masing desa yang ada di Kecamatan Gunung Raya memilki 1 kelompok Majelis

taklim. Jumlah anggota majelis taklim secara keseluruhan adalah 438 orang.

Jumlah anggota majelis taklim terbanyak terdapat di Desa Perikan Tengah

dengan jumlah anggota sebanyak 58 orang. Anggota majelis taklim yang paling

sedikit adalah di Desa Air mumu dengan jumlah anggota hanya sebanyak 20

orang.
76
BAB IV
KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA MASYARAKAT
DI DESA LEMPUR TENGAH KECAMATAN GUNUNG RAYA
KABUPATEN KERINCI

A. Bentuk-Bentuk Konflik dalam Rumah Tangga Masyarakat Desa


Lempur Tengah
Konflik yang terjadi di dalam setiap rumah tangga memiliki bentuk-

bentuk yang berbeda-beda. Mulai dari konflik kecil sampai kepada konflik yang

besar. Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya, bahwa

bentuk-bentuk konflik dalam rumah tangga yang menjadi fokus pada penelitian

ini adalah mengacu kepada bentuk-bentuk konflik dalam perkawinan yang

dikemukakan oleh Declaire sebagaimana dikutip oleh Dewi dan Basti. Bentuk-

bentuk konflik tersebut berupa kekerasan secara verbal, kekerasan secara fisik,

sikap bertahan, dan sikap menarik diri dari pasangannya. 1

Penulis telah melakukan penelitian di Desa Lempur Tengah Kecamatan

Gunung Raya Kabupaten Kerinci. Penulis telah mewawancarai 18 orang

responden baik ibu rumah tangga ataupun kepala rumah tangga. Berdasarkan

hasil wawancara tersebut, penulis telah menemukan bentuk-bentuk konflik yang

pernah atau sering terjadi dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah

Kabupaten Kerinci. Secara lebih rinci bentuk-bentuk konflik yang terjadi di

1
Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti, Jurnal Psikologi Universitas Negeri Makassar,
Vol. 2 No. 1, Desember 2008
77
78

dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah yang penulis dapat dari

hasil wawancara tersebut dapat dilihat di dalam tabel berikut:

Tabel 13
Bentuk-Bentuk Konflik dalam Rumah Tangga Masyarakat
Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya

Jumlah Jawaban
No Bentuk Konflik dalam Rumah Tangga
Responden
1. Kekerasan Secara Verbal 8
2. Kekerasan Fisik 1
3. Sikap Bertahan 5
4. Menarik Diri dari Pasangan 4
Jumlah 18
Sumber: Analisa Data Hasil Wawancara Penulis dengan 18 Responden.

Berdasarkan data hasil wawancara yang telah penulis paparkan pada

tabel di atas, dapat dilihat bahwa bentuk konflik yang paling banyak terjadi

dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah adalah kekerasan secara

verbal. 8 dari 18 orang responden yang penulis wawancarai mengaku bahwa

konflik yang paling sering terjadi dalam rumah tangganya adalah konflik secara

verbal, baik berupa kata-kata kasar, menghina, ataupun cekcok secara verbal

dengan pasangannya.

Konflik dengan sikap bertahan menempati urutan kedua bentuk konflik

yang terjadi dalam rumah tangga para responden. 5 orang responden mengaku

bahwa sikap bertahan adalah masalah yang serng terjadi dalam rumah

tangganya. Setelah itu baru menyusul bentuk konflik yang lainnya. Yakni
79

menarik diri dari pasangan dan juga kekerasan secara fisik. Secara lebih jelas,

bentuk-bentuk konflik tersebut akan di uraikan satu persatu sebagai berikut:

1. Kekerasan secara verbal

Konflik dalam bentuk kekerasan secara verbal sebagaimana telah

penulis uraikan pada bab sebelumnya disebut juga kekerasan psikologis atau

emosional. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional

adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan

harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti

sebagai sarana memaksakan kehendak.2

Suami atau istri di dalam rumah tangga tanpa sadar seringkali

mengucapkan kata-kata kasar sehingga menyakiti hati pasangannya ketika

terjadi pertengkaran, bahkan tak jarang bentuk konflik seperti ini justru lebih

memberikan kesan yang lebih menyakitkan bagi pasangan. Konflik seperti ini

merupakan konflik yang paling banyak terjadi di dalam rumah tangga

masyarakat Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya kabupaten

Kerinci. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Eli, salah seorang ibu rumah

tangga yang telah menikah selama 8 Tahun:

“Kalau yang paling sering itu, ketika bertengkar abang itu


mengeluarkan kata-kata kasar. Memang mungkin secara tidak
sengaja, tapi kan tidak enak didengar, apalagi kan kita sebagai
perempuan. Sedih mendengar suami kita sampai berkata-kata kasar

2
Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga
80

seperti itu. Bahkan rasanya saya ini mau menangis kalau mendengar
abang marah-marah”3
Maksud dari kutipan wawancara di atas adalah bahwa Eli mengatakan

ketika terjadi pertengkaran antara ia dan suaminya, suaminya sering

mengucapkan kata-kata kasar kepadanya. Eli juga mengatakan bahwa

terlepas dari niat suaminya baik sengaja ataupun tidak sengaja mengucapkan

kata-kata kasar seperti itu kepadanya, ia mengaku sedih mendengar ucapan

kasar yang keluar dari mulut suaminya tersebut. Eli bahkan merasa hampir

mengeluarkan air mata jika mendengar suaminya berkata kasar seperti itu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Linawati, seorang ibu rumah

tangga yang juga berprofesi sebagai pedagang kecil-kecilan yang mengatakan

bahwa ia pernah terlibat adu mulut dengan suaminya disebabkan hal sepele,

akan tetapi masalah tersebut menjadi runyam karena suaminya

membentaknya. Lina menambahkan bahwa hal tersebut cukup menyakitkan

tidak kalah sakitnya dengan kekerasan fisik. Hasil wawancara penulis dengan

Linawati tersebut adalah sebagai berikut:

“Kalau kami yang sering itu adu mulut. Kadang pendapat kan ndak
pernah sesuai. Masing-masing orang tentu punya pendapat sendiri-
sendiri. Karna ndak sesuai itulah akhirnya bertengkar kami di
buatnya. Adu mulut lagi yang terjadi. Menurut saya ya saya ni yang
benar tapi menurut suami saya dia pula yang benar. Akhirnya saling
berkata-kata kasar aja lagi karna emosi tu kan” 4

3
Eli Susanti, 36 Tahun, Ibu Rumah Tangga, di Desa Lempur Tengah, Wawancara: 19
November 2018.
4
Linawati, 39 Tahun, Pedagang kecil-kecilan, Desa Lempur Tengah, wawancara: 19
November 2018.
81

Berdasarkan kutipan wawancara di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa di dalam rumah tangga Linawati, konflik yang berulang-ulang terjadi

adalah konlik rumah tangga berupa kekerasan secara verbal. Dalam kutipan

wawancara tersebut Linawati mengatakan bahwa ia dan suaminya sering adu

mulut disebabkan perbedaan pendapat yang sering terjadi di antara keduanya.

Bahkan keduanya pernah berkata-kata kasar kepada pasangannya dalam

keadaan emosi ketika pendapatnya tidak didengar atau terjadi salah faham

antara keduanya.

Kekerasan secara verbal ini bukan hanya dilakukan oleh seorang

suami kepada istri. Kata-kata yang menyakitkan juga tak jarang justru

terlontar dari mulut istri ketika terjadi pertengkaran. Seperti yang dilontarkan

oleh Marwanto, salah seorang kepala rumah tangga yang sudah membina

rumah tangga selama 7 tahun. Marwanto mengatakan bahwa istrinya pernah

berkata kasar kepadanya ketika dia menegur istrinya saat istrinya ingin

pulang kerumah orangtuanya karena bertengkar dengannya.

“Ketika itu kami bertengkar, gara-gara waktu awal awal menikah itu
keadaan ekonomi kami sedang buruk. Jadi kami bertengkar, saya
mintak dia untuk bersabar tapi dia malah marah-marah dan ingin
pulang ke rumah orangtuanya, saya tegur dia malah berkata kasar
kepada saya, dibilangnya saya ini laki-laki pemalas, sakitlah hati saya
ketika itu”5

5
Marwanto, 29 Tahun, Petani, di Desa Lempur Tengah, Wawancara: 20 November
2018.
82

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat difahami bahwa

menurut penuturan Marwanto, ia pernah bertengkar dengan istrinya karena

awalnya disebabkan oleh masalah ekonomi. Akan tetapi, istrinya marah-

marah kepadanya sampai mengancam akan pulang ke rumah orangtuanya.

Ketika dinasehati oleh Marwanto istrinya justru berkata kasar kepadanya

yang membuatnya sakit hati.

Hal senada juga di ungkapkan oleh Sugianto, salah seorang kepala

rumah tangga dengan usia perkawinan 11 Tahun yang mengatakan bahwa

terkadang istrinya melawan kepadanya. Istrinya seringkali mengucapkan

kata-kata yang sangat menyakiti hatinya ketika terjadi pertengkaran. ia

mengatakan bahwa:

“Kalau bertengkar adu mulut sering terjadi dengan saya dan istri.
Ndak terhitung lagi berapa kali kejadiannya. Tapi kalau sampai main
tangan, sumpah saya ndak pernah. Malah kadang dia yang bicara
kasar sama saya. Kadang dia tu melawan kalau saya bilang, saya
nasehati. Sudah banyak rasanya sakit hati gara-gara kata-katanya,
saya aja yang berusaha sabar sebagai suami.” 6
Maksud dari kutipan wawancara di atas adalah, Sugiono mengatakan

bahwa dia dan istrinya sudah sangat sering terlibat adu mulut. Dia juga

mengatakan bahwa dia tidak pernah melakukan kekerasan secara fisik

kepada istrinya akan tetapi justru istrinya yang sering berkata-kata kasar

kepadanya. Prilaku istrinya tersebut sudah seringkali membuatnya sakit hati.

6
Sugianto, 47 Tahun, Petani, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 19 November 2018.
83

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa orang

responden sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas, penulis

menyimpulkan bahwa konflik berupa kekerasan secara verbal yang dialami

oleh beberapa orang masyarakat Desa Lempur Tengah adalah adanya ucapan

kata-kata kasar yang dilontarkan oleh salah satu pasangan, baik suami atau

istri yang menyakitkan hati pasangannya.

2. Kekerasan fisik

Bentuk konflik dalam rumah tangga yang selanjutnya adalah

kekerasan fisik. Sebagaimana yang telah penulis uraikan pada bab

sebelumnya, terjadinya kekerasan fisik dalam rumah tangga ditandai dengan

adanya perilaku yang menunjukkan kekerasan fisik dari salah satu pasangan,

seperti tindakan memukul, menampar atau tindakan lain yang menyakiti atau

melukai fisik pasangannya. 7

Konflik yang sudah mencapai pada tingkat kekerasan secara fisik

juga pernah terjadi dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah

yang penulis wawancarai, sebagaimana yang diceritakan oleh Rina, salah

seorang ibu rumah tangga yang telah dikaruniai 2 orang anak. Ia mengatakan

bahwa ia pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Pada

saat itu terjadi pertengkaran hebat antara ia dan suaminya. Ketika kemarahan

suaminya memuncak, suaminya lantas menamparnya di bagian pipinya.

7
Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti, Op.,Cit.
84

Rina menambahkan bahwa hal itu hanya terjadi satu kali dan suaminya

sudah meminta maaf adanya atas kejadian tersebut. Hal ini sebagaimana

yang dikatakan oleh Rina:

“Sebenarnya pernah satu kali. Tapi hanya satu kali itu saja. Kalau
saya ingat-ingat waktu itu kami sedang bertengkar hebat. Ntah apa
masalahnya waktu itu. Udah lupa juga saya, yang saya ingat kena
tampar pipi saya ini sama suami saya. Tapi setelah itu suami saya
sadar dan langsung minta maaf. Jadi ndak ada lagi terulang sama dia.
Mungkin saja dia tu emosi jadi terlepas. Setelah itu ndak pernah lagi
dia seerti itu sama saya.” 8
Dari kutipan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa Rina

mengaku pernah ditampar di bagian pipi oleh suaminya. meskipun demikian,

Rina mengaku hal tersebut hanya pernah terjadi sekali itu saja disebabkan

suaminya sedang emosi. Namun kejadian itu tidak pernah terulang kembali

sampai sekarang ini.

Dalam hal kekerasan di dalam rumah tangga ini, responden agak sulit

mengungkap lebih dalam mengenai kasus kasus kekerasan fisik yang pernah

terjadi dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah tersebut. Hal

ini disebabkan para responden terkesan sengaja menutup-nutupi dan tidak

mau terlalu terbuka tentang masalah yang terjadi di dalam rumah tangga

mereka khususnya dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.

8
Rina Agustina, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga, di Desa Lempur Tengah, Wawancara:
20 November 2018.
85

3. Sikap bertahan

Sikap bertahan pada konflik yang terjadi di dalam rumah tangga

terjadi ketika salah seorang suami atau istri bersikap keras kepala

mempertahankan pendapatnya dan mengganggap pendapat tersebutlah yang

paling benar. Sikap seperti ini juga merupakan masalah yang sering terjadi

di dalam sebuah rumah tangga. Sebagaimana yang telah penulis uraikan

sebelumnya bahwa dari 18 responden yang penulis wawancara, 5 di

antaranya mengatakan pernah mengalami konflik rumah tangga seperti ini.

Seperti yang diutarakan oleh Anggara, salah seorang warga Desa Lempur

Tengah:

“Dalam rumah tangga kami jarang terjadi masalah, apalagi masalah


yang besar. Tapi kadang isteri saya itu terlalu keras kepala, kalau
bertengkar selalu pendapat dia yang paling benar, susah kalau sudah
seperti itu saya yang lebih sering mengalah. Dia terlalu menganggap
dia yang benar saya yang salah. Kalau sudah begitu ya saya diam
saja lagi”9
Maksud dari kutipan wawancara tersebut adalah, menurut pengakuan

Anggara justru istrinyalah yang memiliki sikap yang keras kepala dan tidak

mau mengalah kepadanya. Ia mengatakan bahwa istrinya selalu menganggap

dia yang salah. Istrinya selalu bertahan dengan sikap keras kepalanya

sehingga dalam hal ini Anggara lah yang sering mengalah.

9
Anggara Saputra, 28 Tahun, pekerja swasta, di Desa Lempur Tengah. Wawancara: 19
November 2018.
86

Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh Rosnidar, salah

seorang ibu rumah tangga yang sudah menjalani kehidupan rumah tangga

selama 17 Tahun. Ia mengatakan bahwa suaminya adalah orang yang keras.

Apa yang ia katakan harus dituruti, namun yang menjadi masalah baginya

adalah ketika terjadi pertengkaran antara keduanya, suaminya terlalu egois.

”Bapaknya anak-anak itu pada dasarnya orangnya baik. Sudah 17


tahun saya hidup sama-sama dia sampai sekarang kami masih baik-
baik saja. Ya yang namanya rumah tangga tentu ada saja masalahnya
yang terjadi. Palingan kalau bapak ini orangnya agak keras dikit,
maksud kerasnya itu kadang hanya pendapatnya saja yang mau di
dengar, kadang saya terdiam aja lagi kalau sudah seperti itu”10
Dari hasil wawancara di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

menurut Rosniar, suaminya lah yang selalu bersikap keras. Ia mengakui

bahwa suaminya merupakan orang yang wataknya memang sedikit keras.

Hanya pendapat suaminya yang harus didengarkan. Ia juga mengatakan ia

hanya terdiam apabila suaminya mulai bersikap keras.

Lain halnya dengan penuturan yang disampaikan oleh Hardianti, ia

mengakui bahwa dialah yang lebih sering keras kepala dalam

mempertahankan kehendak sebagai istri. Hardianti juga menyampaikan

bahwa justru suaminya lah orang yang lebih sabar menghadapinya. Ketika

terjadi pertengkaran dalam rumah tangga mereka, suaminya lah yang lebih

10
Rosniar, 47 Tahun, Ibu Rumah tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 1
Desember 2018.
87

sering mengalah dan pengertian terhadaap sikap keras kepala isterinya. 11hal

tersebut dapat dilihat melalui ktipan hasil wawancara berikut ini:

”Saya Alhamdulillah lah diberi suami yang penyabar. Memang


benar-benar penyabar lah suami saya menghadapi saya. Kadang
memang saya yang lebih keras kepala, pendapat saya yang lebih
keras daripada dia. Saya sering mempertahankan keinginan saya di
depan dia. Tapi ya syukurlah dia sangat sabar menghadapi saya”.
Berdasarkan kutipan data wawancara di atas, dapat disimpulkan

bahwa Hardianti mengakui kalau ia adalah seorang istri yang keras kepala

kepada suaminya. justu suaminya sebagai kepala rumah tangga sering

bersabar karena sifatnya yang keras kepala tersebut. Suaminya adalah orang

yang selalu sabar menghadapi persoalan demi persoalan yang terjadi di

dalam rumah tangga.

Responden lainnya yang juga mengaku pernah mengalami konflik

seperti ini dalam rumah tangganya adalah Nasir. Ia mengatakan bahwa:

“Ketika bertengkar tu palingan yang jadi penyebab susah damai tu


karna mengutamakan ego masing-masing saja. Karna masing-masing
keras kepala ndak mau mengalah jadi susah masalah untuk
diselesaikan. Tapi mau bagaimana lagi, kalau saya merasa ada di
posisi yang benar tentu saya harus memperahankan pendapat saya” 12
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk konflik

kekerasan verbal yang terjadi di dalam rumah tangga Nasir adalah berupa

sikap bertahan yang datang dari kedua belah pihak. Sebaimana yang

dijelaskan oleh Nasir di atas, bahwa terkadang dia dan istrinya sama-sama

11
Hardianti, 30 Tahun, Ibu Rumah Tangga, di Desa Lempur Tengah, Wawancara : 1
Desember 2018
12
Nasir, 36 Tahun, Petani, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 20 November 2018.
88

bertahan dengan pendapat masing-masing dan tidak mau mengalah. Itulah

penyebab yang menurutnya mengakibatkan masalah yang terjadii di dalam

rumah tangga menjadi sulit untuk diselesaikan.

Hal yang sama juga dialami oleh Randi, ia mengatakan bahwa

konflik yang sering terjadi dalam rumah tangganya adalah sikap saling keras

kepala. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Randi berikut ini:

“Mungkin karna kami ini sama-sama masih muda. Jadi masalah-


masalah yang terjad kadang susah diselesaikan dengan keala dingin.
Kadang kami berdua sama-sama keras hati. Tidak ada yang mau
mengalah. Kalau menurut saya, saya yang benar sedangkan menurt
istri saya dia yang benar. Jadi sama-sama menganggap pendapatnya
yang benar. Itulah sulitnya kalau sudah seperti itu.”13
Dari kutipan data hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa

menurut pengakuan Randi, di dalam rumah tangganya sering terjadi sikap

bertahan yang dilakukan oleh dia dan juga istrinya. Ia mengatakan bahwa

baik ia dan istrinya sama-sama keras hati dengan pendapat masing-masing

sehingga menurutnya konflik yang muncul tersebut menjadi sulit

terselesaikan.

Dari beberapa data hasil wawancara yang telah penulis paparkan di

atas, dapat diambil kesimpulan bahwa konflik dalam bentuk sikap bertahan

yang terjadi di dalam rumah tangga bisa terjadi pada salah seorang pasangan

saja, namun juga bisa terjadi pada kedua belah pihak. Seperti itulah yang

13
Randi Okta, 29 tahun, Swasta, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 1 Desember 2018.
89

terjadi di Desa Lempur Tengah Kabupaten Kerinci, sebagian menyatakan

bahwa pasangannya lah yang memiliki sikap bertahan ketika terjadinya

peselisihan. Sebagian yang lainnya mengatakan bahwa sikap keras kepala

dan bertahan justru datangnya dari salah satu pihak saja.

4. Sikap menarik diri dari pasangan

Menarik diri dari interaksi dengan pasangan yaitu perilaku yang

menunjukkan suami atau istri lebih memilih diam seribu bahasa daripada

melontarkan kekecewaan kepada pasangannya. Ketika terjadi pertengkaran

di dalam rumah tangga, tak jarang salah seorang pasangan suami istri marah

kepada pasangannya dengan cara bersikap diam. Ia lebih memilih untuk

diam dan tidak mau berbicara dengan pasangannya ketika terjadi masalah.

Sikap seperti ini tentu membuat pasangan akan merasa tidak nyaman.

Meskipun tidak terjadi cekcok baik secara verbal maupun secara fisik, akan

tetapi konflik seperti ini juga akan menimbulkan masalah yag lebih besar di

dalam rumah tangga apabila terjadi berkepanjangan dan tak kunjung dicari

solusinya.

Konflik rumah tangga seperti ini juga diakui oleh beberapa orang

masyarakat di Desa Lempur Tengah yang telah penulis wawancarai. Seperti

yang diungkapkan oleh Leni, salah seorang ibu rumah tangga yang baru

membina rumah tangga selama kurang lebih 4 tahun. Ia mengatakan bahwa

ia dan suaminya jarang berperang mulut. Kalau ia sedang kesal, ia lebih


90

sering memilih untuk diam dan menahan diri untuk tidak berbicara dengan

suaminya. Hal itu ia lakukan agar suaminya menyadari kesalahannya.

Selengkapnya, Leni mengatakan bahwa:

“Kalau kami ini jarang lah kalau adu mulut tu. Palingan kalau saya ni
sedang ndak enak hati atau kesal dengan suami, saya lebih banyak
diam saja. Kan kalau saya tiba-tiba berdiam diri saja pastilah suami
saya bertanya-tanya apa yang salah sehingga dia pasti menyadari
kalau saya ini sedang marah. Jadi akhirnya dia tau sendiri apa yang
harus dilakukanya.”14
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

bentuk konflik yang dialami Leni menurut pengakuannya adalah sikap diam

dan menarik diri dari pasangannya. Ia mengaku melakukan hal tersebut agar

suaminya menyadari kesalahannya.

Hal yang sama juga diutarakan oleh Mandrizal, bahwa istrinya

cendrung keras kepala dan tidak mau mendengarkan nasehatnya, bahkan

istrinya sering tidak mau berbicara dengannya dan hanya memilih diam. Hal

ini baginya merupakan keadaan yang sangat tidak nyaman ketika istrinya

tidak mau berbicara dengannya seolah tidak memperdulikannya. Hal ini

sebagaiman yang disampaikan oleh Mandrizal sebagai berikut:

“Kalau istri saya tu ada pula sifatnya sendiri tu. Kalau ada masalah
dia tu diam saja bawaannya. Ndak mau di ajak bicara, pasti diam-
diam saja. Jadi semacam jadi tanda untuk saya tu. Kalau dial ah

14
Leni Permatasari, 25 Tahun, Ibu Rumah Tangga, di Desa Lempur Tengah,
Wawancara: 1 Desember 2018.
91

bersikap dingin seperti itu, lah diam-dia saja ndak mau bcara berarti
ada yang salah. “15
Maksud dari kutipan wawancara di atas adalah bahwa istri Mandrizal

seringkali memilih untuk berdiam diri dari nya dan tidak mau membicarakan

yang terjadi di antara keduanya. Menurutnya sikap istinya tak ubahnya

sebagai tanda baginya kalau istrinya tidak mau berbicara kepadanya berarti

ada masalah yang sedang terjadi dengan istrinya tersebut.

Berdasarkan uraian hasil temuan penelitian tentang bentuk-bentuk

konflik dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur Tengah Kecamatan

Gunung Raya Kabupaten Kerinci seperti yang telah penulis paparkan di atas,

penulis menemukan bahwa bentuk konflik yang paling banyak terjadi pada

rumah tangga masyarakat di Desa Lempur Tengah adaah masalah kekerasan

secara verbal. Kekerasan secara verbal yang dimaksud yakni salah satu

pasangan menghina ataupun menggunakan kata-kata kasar yang menyakiti hati

pasangannya, atau kedua-duanya saling beradu mulut ketika terjadi ketidak

sesuaian atau kesalahfahaman dalam rumah tangga mereka.

Bentuk-bentuk konflik yang terjadi pada masyarakat Desa Lempur

Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci sebagaimana yang telah

penulis kemukakan di atas, apabila di analisa lebih dalam kasus-kasus yang

terjadi dalam rumah tangga masyarakat yang penulis wawancarai adalah masih

15
Mandrizal, 39 Tahun, Petani, di kediaman yang bersangkutan di Desa Lempur
Tengah. Wawancara Langsung: 19 November 2018.
92

tergolong kepada nusyuz dalam rumah tangga. Hal tersebut karena konflik

dalam rumah tangga yang dialami oleh 18 orang responden tersebut merupakan

konflik yang datang dari salah satu pihak saja, yakni pihak istri ataupun pihak

suami. Dalam hal ini, sebagaimana yang telah penulis jelaskan pada bab

sebelumnya bahwa nusyuz dalam rumah tangga bisa datang dari pihak istri

ataupun suami yang tahap penyelesaiannya masih bisa diselesaikan oleh kedua

pihak yang terlibat konflik. Namun berbeda dengan syiqaq, di mana konflik

antara suami istri sudah memuncak dan membutuhkan pihak ketiga untuk

penyelesaiannya.

B. Penyebab Terjadinya Konflik dalam Rumah Tangga Masyarakat Desa


Lempur Tengah

Konflik yang terjadi di dalam rumah tangga masyarakat Desa Lempur

Tengah sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas tentu tidak terjadi

begitu saja. Ada beberapa faktor penyebab yang mengakibatkan konflik terjadi

di dalam rumah tangga masyarakat tersebut. Seperti yang telah penulis uraikan

pada bab sebelumnya bahwa konflik dalam rumah tangga bisa saja terjadi

Karena faktor ekonomi, masalah anak dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, terdapat

beberapa faktor penyebab yang dominan bagi terjadinya konflik dalam rumah

tangga yang terjadi pada rumah tangga masyarakat di Desa Lempur Tengah
93

Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci. Faktor-faktor penyebab konflik

secara lebih rinci dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

Tabel 14
Penyebab Terjadinya Konflik dalam Rumah Tangga Masyarakat
Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya

Jumlah Jawaban
No Bentuk Konflik dalam Rumah Tangga
Responden
1. Faktor Ekonomi 7
2. Faktor Anak 3
3. Kegagalan dalam Berkomunikasi 2
4. Faktor kecemburuan 3
5. Faktor Agama 3
Jumlah 18
Sumber: Analisa Data Hasil Wawancara dengan 18 Orang Responden

Berdasarkan data yang telah penulis cantumkan dalam tabel di atas,

dapat dilihat bahwa faktor penyebab konflik rumah tangga yang paling banyak

adalah faktor ekonomi. Sebanyak 7 dari 18 orang responden mengalami konflik

rumah tangga yang disebabkan oleh faktor ekonomi tersebut. Sedangkan faktor

yang paling sedikit adalah faktor kegagalan komunikasi. 2 di antara 18 orang

mengaku mengalami konflik rumah tangga yang disebabkan oleh masalah

kegagalan dalam komunikasi tersebut. Untuk lebih jelas, masing-masing faktor

penyebab konflik tersebut penulis uraikan satu persatu sebagai berikut:

1. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi erat kaitannya dengan pendapatan yang dihasilkan

oleh suatu keluarga. Keluarga dipandang sebagai unit yang mampu


94

memberikan kepuasan lahir dan batin sebagi pemenuh segala kebutuhan tiap

anggota keluarga tersebut. Seorang suami pada dasarnya berkewajiban

mencukupi kebutuhan keluarganya.

Masalah-masalah kekurangan dalam hal pemenuhan kebutuhan dari

segi ekonomi ini kerapkali mengakibatkan masalah di dalam rumah tangga.

Masalah ini juga merupakan faktor yang cukup banyak menimbulkan

konflik di dalam rumah tangga masyarakat di Desa Lempur Tengah. Seperti

yang diungkapkan oleh Sari, salah seorang masyarakat lempur tengah yang

baru 3 tahun menjalin rumah tangga:

“Masalah yang paling sering ketika kami baru menikah tu ya


masalah ekonomi. Pas uang habis tentu mintak sama suami lagi,
ndak mungkin mintak sama orangtua lagi kan. Jadi kalau dia sedang
ndak ada uang, kadang kami bertengkar. Bagaimana mau belanja
keperluan-keperluan lain kalau ndakda dia kasih uang.”16
Maksud dari kutipan wawancara di atas adalah, Sari menjelaskan

bahwa ketika tahun-tahun pertama menikah, ia mengalami kesulitan

ekonomi. Suaminya tidak mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga.

Seringkali ia dan suaminya bertengkar apabila suaminya tidak mempunyai

uang.

Sari juga menambahkan bahwa ketika menikah suaminya belum

mempunyai pekerjaan tetap sehingga seringkali ia masih meminta uang

kepada kedua orangtuanya. Hal tersebut kerap kali memicu terjadinya

16
Sari Surmita, 24 Tahun, Ibu Rumah Tangga, di Desa Lempur Tengah, Wawancara
langsung: 1 Desember 2018.
95

pertengkaran dalam rumah tangga mereka. Meskipun pertengkaran itu tidak

pernah membuat keduanya hampir berpisah, akan tetapi masalah tersebut

terus terjadi dalam rumah tangga mereka.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Winda, seorang ibu rumah

tangga dengan 2 anak, yang juga menyatakan bahwa konflik yang terjadi di

dalam rumah tangganya juga dipicu permasalahan ekonomi:

“pernah dulu kejadian, waktu itu karena masalah ekonomi. Jadi saya
mintak uang ke suami saya, uang belanja kan waktu itu sudah habis,
jadi waktu saya mintak suami saya bilangnya ndak punya uang.
Bagaimana kami mau makan kalau dia ndak ngasih uang. Jadi waktu
itu terjadi pertengkaran, dia kesal, saya juga jadi kesal karna anak-
anak pun butuh uang jajan. Masalah keuangan ini memang bikin
pusing, bikin sakit kepala. Apalagi semuanya sekarang ini serba
mahal”17
Berdasarkan data wawancara di atas dapat dilihat bahwa Winda

menyatakan bahwa ia pernah terlibat pertengkaran dengan suaminya

disebabkan oleh faktor ekonomi. Ia mengeluhkan bahwa ketika itu ia

memintak uang kepada suaminya disebabkan uang belanja rumah tangga

yang sudah habis. Akan tetapi, suaminya tidak memberikan uang karena

mengaku sedang tidak punya uang. Hal tersebut memicu terjadinya

pertengkaran antara Winda dan Suaminya.

Winda yang sehari-hari hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga,

dan sesekali ikut bekerja membantu suaminya bekerja di ladang, mengakui

17
Winda Nofrianti, 29 Tahun, Ibu rumah tangga. Di Desa Lempur Tengah, Wawancara
langsung: 19 November 2018.
96

masalah ekonomi adalah masalah yang paling sering memicu terjadinya

perselisihan antara ia dan suaminya di rumah.

Masalah ekonomi yang menyebabkan perselisihan juga kerap

dirasakan oleh Marwanto yang sehari-hari bekerja sebagai seorang petani, ia

mengatakan bahwa:

“Saya menyadari kekurangan saya sebagai kepala rumah tangga. Tau


saja lah saya hanya seorang petani, berapa lah pendapatan saya kan.
Kadang cukup tapi kadang ndak cukup untuk kebutuhan di rumah.
Tapi selagi bisa buat makan sebaiknya bersyukur saja. Masih banyak
yang lebih susah dari keluarga kami.”18
Maksud dari kutipan wawancara tersebut adalah Marwanto

mengatakan bahwa penghasilannya sebagai seorang petani seringkali tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangganya. Ia menyadari

hal tersebut akan tetapi ia mengaku tidak punya sumber penghasilan lainnya

Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Toni, salah seorang

kepala rumah tangga yang bekerja sebagai buruh bangunan. Ia mengatakan

bahwa:

“Semakin hari ia semakin susah untuk memenuhi kebutuhan rumah


tangga. Terlebih lagi menurutnya di zaman sekarang ini semua serba
membutuhkan biaya yang besar, mulai dari harga kebutuhan pokok,
sampai biaya pendidikan anak semuanya serba mahal. Akibatnya
sering terjadi masalah di dalam rumah tangga kami.”19

18
Marwanto, 29 Tahun, Petani, di tempat kediaman yang bersangkutan di Desa Lempur
Tengah, Wawancara: 20 November 2018.
19
Toni, 37 Tahun, Buruh Bangunan, di Desa Lempur Tengah, Wawancara: 1 Desember
2018.
97

Berdasarkan kutipan hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa

Toni mengatakan ia semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangganya disebabkan semua kebutuhan membutuhkan biaya yang besar.

Sehingga masalah pemenuhan ekonomi yang sering kekurangan kemudian

memunculkan konflik di dalam rumah tangganya.

Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Gina, yang

mengatakan bahwa:

“Masalah ekonomi memang sering terjadi. Apalagi sekarang ini


kebutuhan rumah tangga tu semakin tinggi. Kalau dulu bolehlah
semuanya masih murah, asih bisa terjangkau. Tapi sekarang ini
semua serba susah jadi semakin ndak tercukupi saja kebutuhan
rumah tangga ni. Saya kadang bingung mengatur keuangan. Sering
saya mengeluh bahkan akibatnya bertengkar dengan suami karna
persoalan rumah tangga ini.”20
Maksud dari wawancara tersebut adalah, Gina mengatakan bahwa

semakin hari kebutuhan rumah tangga semakin tinggi, sehingga sulit

baginya untuk mengatur keuangan, ia mengatakan bahwa ia menjadi sering

mengeluh karena hal tersebut bahkan mengakibatkan terjadinya prtengkaran

antara ia dan suaminya dipicu masalah ekonomi tersebut.

Berdasarkan analisa penulis terhadap hasil wawancara penulis

dengan para responden sebagimana yang telah penulis paparkan di atas,

penulis berkesimpulan bahwa terjadinya konflik di dalam rumah tangga

masyarakat yang disebabkan oleh faktor ekonomi secara lebih dalam

20
Gina Arianti, 34 Tahun, Ibu Rumah Tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 19
November 2018
98

disebabkan oleh istri tidak menerima atau merasa keberatan dengan jumlah

nafkah yang diberikan oleh suaminya, sehingga hal tersebut memicu

terjadinya pertengkaran. Selain itu, kebanyakan dari responden adalah

seorang ibu rumah tangga, sehingga keuangan di dalam rumah tangga

memang bergantung sepenuhnya kepada suami selaku tulang punggung

dalam keluarga yang berkewajiban memberikan nafkah.

2. Faktor anak

Masalah kehadiran ataupun ketidak hadiran anak dalam rumah

tangga juga bisa memunculkan masalah. Konflik yang terjadi di antara

suami dan istri bisa saja dipicu karena masalah anak. Salah satu di

antaranya adalah penuturan Susi yang pernah bertengkar dengan suaminya

hanya karena masalah sepele:

“Pernah juga bertengkar. Palingan karena masalah anak. Saya lagi


marahin anak. Terus malah saya lagi yang di marahin sama bapaknya
anak-anak karena saya marahin anaknya. Padahal niat saya kan mau
mendidik anak juga supaya mereka tidak nakal.”21

Susi mengatakan bahwa ia pernah di marahi suaminya karena dia

sedang memarahi anak-anaknya. Menurutnya niatnya adalah untuk mendidik

anak agar tidak menjadi anak yang nakal. Akan tetapi suaminya justru salah

faham dan berbalik memarahi Susi.

21
Susi Susanti, 28 Tahun, Honorer, di Desa Lempur Tengah, Wawancara: 20 November
2018.
99

Hal yang sama juga pernah di alami oleh Yanti yang mengatakan

bahwa:

“Saya pernah beberapa kali bertengkar dengan suami karena saya


dimarahi dan dituduh tidak becus dalam menjaga anak. Sering
kejadian seperti itu, padahal kan ini juga anak-anak dia, harusnya
sama-samalah menjaga anak. Ini anaknya nakal di sekolah misalnya,
selalu saya yang disalahkan.” 22
Menurut Yanti mengasuh anak merupakan tanggung jawab bersama

antara ia dan suaminya. Akan tetapi suaminya justru sering menuduhnya

tidak becus dalam mendidik anak. Kemarahan suaminya itu sering kali

memicu konflik, karena Yanti merasa bahwa suaminya lepas tangan dan

hanya menyerahkan masalah anak ke tangan Yanti saja.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rina, yang mengatakan

bahwa ia pernah bertengkar dengan suaminya masalah anak. Selanjutnya

Rina mengatakan bahwa:

“Suami saya itu sering kali ngasih uang tambahan ke anak saya di
belakang saya. Anak-anak kan sudah saya beri uang. Jadi, untuk apa
terlalu memanjakan mereka. Ada lah kerja sama harusnya sebagai
orangtua, kalau begitu nanti anak tu kebiasaan pula mintak uang dua
kali, dibilangnya aja belum dikasih uang, jadi bohong anak tu nantik
kalau ndak ada konfirmasi antara kami orangtuanya” 23
Rina mengatakan bahwa ia sering bertengkar dengan suaminya

dipicu masalah anak. Suaminya memberikan uang pada anaknya tanpa

sepengetahuannya. Padahal ia sudah memberikan uang sebelumnya. Selain

22
Yanti Oktafiani, 26 Tahun, Ibu rumah tangga, di Desa Lempur Tengah, Wawancara
Langsung: 1 Desember 2018.
23
Rina agustina, 32 Tahun, Ibu Rumah Tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara
langsung: 19 November 2018.
100

itu, ia juga sering berselisih faham dengan suaminya disebabkan suaminya

yang menurutnya terlalu memanjakan anaknya, sehingga anaknya menjadi

nakal dan sangat sulit untuk di atur.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis paparkan di atas, dapat

diambil kesimpulan bahwa penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga

karena faktor anak adalah disebabkan adanya salah faham antara suami dan

istri. Suami sering menuduh istri tidak bisa mendidik anak padahal mendidik

anak merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri, dalam hal

ini suami hanya membebankan hal tersebut kepada istrinya. Selain itu

adanya perbedaan pemikiran dan pola dalam mengasuh anak juga dapat

menimbulkan kesalah fahaman yang berujung kepada terjadinya konflik

antara suami dan istri.

3. Kegagalan dalam berkomunikasi

Masalah kegagalan komunikasi ini, di alami oleh pasangan yang

memiliki tempat tinggal yang berbeda. Seperti yang sering dirasakan oleh

Lina, yang ditinggal oleh suaminya merantau ke Malaysia. Ia mengatakan

bahwa:

“Sering juga bermasalah. Kalau mau komunikasi tu kadang sulitnya


mintak ampun. Mungkin Karena di luar negeri kan. Jadi kadang saya
mau menghubungi suami saya ndak bisa, bisanya cuma nunggu
suami yang nelfon duluan, itupun ndak terlalu sering. Kadang
bertengkar gara-gara itu. Kadang-kadang saya sampai berfikir dia
101

ada main di sana. Tapi sudahlah saya cuma bisa berfikiran baik
tentang dia.” 24
Berdasarkan hasil wawancara tersebut Lina mengatakan bahwa yang

sering menjadi permasalahan antara ia dan suaminya adalah masalah

sulitnya berkomunikasi. Sering kecurigaan muncul pada suaminya meskipun

ia sudah berusaha berprasangka baik. Terkadang suaminya tidak bisa

dihubungi.

Masalah komunikasi juga pernah dialami oleh Leni. Kutipan

wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

“Abang itu memang gaya bicaranya agak keras tapi sebenarnya


maksudnya ndak seperti itu. Memang pembawaannya yang seperti
itu. Saya tau, tapi kadang jadi salah faham karena nada suaranya
yang keras itu. Kalau dia manggil nama kita aja misalnya saya di
depan dia lagi di belakang, bunyi suara dia manggil nama kita seperti
orang marah aja bunyinya. Kadang terjadi juga salah faham gara-
gara itu, apalagi kalau kami memang lagi bertengar.” 25
Ia mengatakan masih sering salah faham dengan suaminya yang

memang memiliki gaya bicara yang keras dan spontan. Ia mengatakan sering

merasa tersinggung dengan kata-kata yang dikeluarkan oleh suaminya.

meskipun demikian, ia berusaha memahami gaya bicara suaminya yang

memang agak keras tersebut. Dalam kasus Leni, penulis melihat adanya

unsur perbedaan dalam gaya komunikasi antara ia dan suaminya, di mana

24
Lina wati, 37 Tahun, Ibu rumah tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara langsung:
20 November 2018.
25
Leni Permatasari, 25 Tahun, Ibu rumah tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara
langsung: 1 Desember 2018.
102

hal tersebut wajar saja karena latar belakang suaminya yang merupakan

seorang pendatang yang memiliki perbedaan bahasa.

Kemampuan komunikasi yang baik sebagaimana yang telah penulis

paparkan pada bab sebelumnya merupakan hal yang penting dalam interaksi

antara suami istri. Keterampilan dalam berkomunikasi antara suami dan istri

dapat diwujudkan dalam kecermatan memilih kata yang digunakan dalam

penyampaian gagasan pada pasangan. Pemiihan kata yang kurang tepat

dapat menimbulkan kesalahan presepsi pada pasangan yang diajak berbicara.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan dua orang responden di

atas, dapat disimpulkan bahwa masalah komunikasi yang dialami oleh

responden tersebut disebabkan karena tempat tinggal suami dan istri yang

berbeda karena suami bekerja di luar negeri, sehingga komunikasi antara

keduanya kurang lancar dan hal tersebut sering kali menyebabkan

perselisihan. Penyebab lainnya adalah intonasi dan gaya bicara suami yang

berbeda dengan istri dan mengakibatkan istri terkadang salah faham dan

merasa tersinggung.

4. Masalah kecemburuan

Masalah kecemburuan juga sering menjadi faktor penyebab

terjadinya konflik di dalam rumah tangga. Seperti yang disampaikan oleh

Mela bahwa ia pernah bertengkar hebat dengan suaminya karena suaminya

kedapatan chatting melalui fitur messenger yang ada dalam facebook dengan
103

seorang perempuan lain. Pada akhirnya terjadilah pertengkaran antara

keduanya.

“pernah waktu itu pas saya lagi bukak HP suami saya, saya bukak
facebook suami saya. Ndak sengaja pas saya buka messenger nya,
saya ketemu chattingan dia sama perempuan lain. Saya baca terus
rasanya mereka berdua itu dekat bukan seperti kenalan biasa saja.
Jadi saya ndak terima, saya tanya ke suami saya, gelagatnya seperti
menyembunyikan sesuatu, waktu itu kami bertengkar hebat gara-gara
itu.”26
Mela mengatakan bahwa ia menemukan percakapan suaminya

dengan wanita lain saat Mela membukak facebook milik suaminya tersebut.

Suaminya seolah-olah menutup-nutupi mengenai hal tersebut. Akibat dari

kecemburuannya Mela bertengkar dengan suaminya ketika itu.

Hal yang sama juga pernah terjadi di dalam rumah tangga Anggara,

ia mengatakan bahwa:

“Pernah dulu saya dituduh selingkuh sama istri saya. Padahal


kenyataannya sama sekali tidak ada saya selingkuh. Sakit juga hati
kau dituduh seperti itu, padahal di depan dan di belakang dia saya
sudah setia. Istri saya memang pencemburu. Tapi saya ambil
positifnya saja berarti dia tu sayang sama saya” 27
Anggara mengaku pernah bertengkar karena dicurigai oleh istrinya,

ia dituduh berselingkuh dengan wanita lain. Padahal tuduhan tersebut

menurutnya tidak mendasar karena ia tidak pernah sama sekali berselingkuh

dengan wanita lain. Ia juga menambahkan bahwa istrinya merupakan tipe

26
Hardianti, 30 Tahun, Ibu rumah tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 1
Desember 2018.
27
Anggara Saputra, 28 Tahun, pekerja swasta, di Desa Lempur Tengah. Wawancara:
19 November 2018.
104

wanita yang pencemburu. Ia selalu berusaha mengambil hikmah positif

bahwa kecemburuan istrinya didasari karna kasih sayang kepada suami.

Akan tetapi meskipun demikian, terkadang terjadi perselisihan karna

kecemburuan istrinya tersebut.

Berdasarkan kutipan wawancara di atas, dapat dilihat bahwa masalah

cemburu terhadap kemungkinan adanya orang ketiga di dalam rumah

tangga. Meskipun kecemburuan tersebut belum terbukti sama sekali, akan

tetapi hal tersebut bisa menjadi faktor penyebab terjadinya perselisihan di

antara suami dan istri di dalam rumah tangga.

5. Faktor agama

Konflik-konflik yang terjadi di dalam rumah tangga juga sering kali

disebabkan oleh faktor agama. Bentuk konflik yang disebabkan oleh

masalah agama tersebut juga berbeda-beda, di antaranya faktor kurangnya

pengetahuan agama antara suami atau istri, kurangnya pengaplikasian agama

dalam kehiduan berumah tangga serta kurangnya penanaman nilai-nilai

agama kepada anggota keluarga.

Seperti yang disampaikan oleh Rosniar bahwa salah seorang anaknya

yang sudah berusia 18 tahun sangat sulit sekali disuruh shalat. Hal ini

diakuinya karena ia tidak terlalu membekali anaknya illmu agama sejak

kecil. Sehingga agak sulit mengajarkannya agama ketika anaknya sudah

besar. Rosniar juga mengatakan bahwa keluarganya bukanlah keluarga yang


105

agamis. Suaminya masih belum mendapat hidayah untuk taat melaksanakan

ibadah. Selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut:

“ Kalau masalah ibadah itu kan memang tergantung hidayah,


memang kalau di rumah kami ini agak sulit di ajak shalat. Bapak
sama anak-anak belum ada yang terpanggil untuk shalat. Mau
gimana lah cara untuk mengingatkannya, memang hidayah tu yang
belum datang bagi mereka. Pernah bapak marah, tersinggung dia
gara-gara diingatkan shalat. Malas saya bertengkar terus. Saya Cuma
bisa berdo’a supaya keluarga kami bisa dapat hidayah.” 28
Dari pernyatan yang disampaikan oleh Rosniar dapat disimpulkan

bahwa ia pernah sampai bertengkar dengan suaminya lantaran ia

mengingatkan suaminya untuk melaksanakan shalat. Suaminya seringkali

merasa tersinggung ketika di ingatkan untuk beribadah.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Muhidin, salah seorang kepala

rumah tangga di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci. Ia merasakan sulitnya menerapkan ilmu agama dalam rumah

tangganya. Selengkapnya seperti yang dikatakan oleh Mandrizal berikut ini:

“Istri saya itu susah sekali kalau soal agama. Belum tergerak hatinya
untuk melaksanakan shalat. Seringkali sampai bertengkar kami, dia
tetap belum mau mengerjakan shalat. Pernah saya paksa suruh shalat,
akhirnya dia shalat tapi besoknya tinggal lagi. Bertengkar terus kalau
dinasehati” 29
Menurut penuturan Mandrizal dalam kutipan wawancara di atas, ia

mengatakan bahwa istrinya sangat sulit diajak shalat. Tidak jarang terjadi

28
Rosniar, 47 Tahun, Ibu Rumah tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara langsung:
1 Desember 2018.
29
Mandrizal, 39 Tahun, Petani, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 19 November 2018.
106

pertengkaran karena istrinya selalu membangkang dan tidak mau peduli jika

dinasehati agar melaksanakan shalat.

2 orang responden lainnya yang penulis wawancara juga

mengutarakan hal yang senada. Mereka merasakan kurangnya penanaman

nilai-nilai agama mengakibatkan mudahnya terjadi pertengkaran di dalam

rumah tangga. Seperti yang dikatakan oleh Nasir berikut ini:

“Saya akui mungkin yang kurang dari keluarga kami ini pengamalan
agama, jadi mudah saja terjadi pertengkaran. Kalau sudah terjadi
percekcokkan, mudah saja emosi dan mudah saja saling berdebat.
Ntah apa yang salah. Mungkin kalau selalu ingat Tuhan, kembali
pada agama mungkin bisa lebih baik dalam menyelesaikan
masalah.”30
Berdasarkan yang disampaikan oleh nasir di atas, bahwa ia

merasakan kurangnya penerapan agama di tengah-tengah keluarganya

sehingga terjadi pertengkaran di dalam rumah tangganya. Setelah

pertengkaran itu terjadi ia merasakan sulit mengendalikan diri karena merasa

jauh dari Tuhan.

Berdasarkan penjelasan yang telah penulis uraikan satu persatu di atas,

dapat dilihat bahwa faktor penyebab konflik yang paling dominan di dalam

rumah tangga masyarakat Desa lempur Tengah adalah disebabkan oleh faktor

ekonomi. Akan tetapi, selain faktor ekonomi ada beberapa faktor yang juga

sering menyebabkan terjadinya konflik dalam rumah tangga. Termasuk juga di

30
Nasir, 36 Tahun, Petani, Desa lempur Tengah, Wawancara: 19 November 2018
107

dalamnya faktor kecemburuan dan faktor agama. Faktor yang paling sedikit

adalah faktor kegagalan komunikasi. 2 dari 18 responden mengaku mengalami

konflik yang disebabkan oleh kegagalan komunikasi tersebut.

C. Manajemen Konflik Rumah Tangga Masyarakat Desa Lempur Tengah

Konflik yang terjadi di dalam rumah tangga membutuhkan penyelesaian.

Konflik yang dikelola dengan baik dapat memberikan efek positif bagi kedua

pasangan serta terhadap keutuhan rumah tangga. Konflik yang tidak dikelola

dengan baik sebaliknya akan berefek negative terhadap keutuhan rumah tangga.

Sebagaimana yang telah penulis sebutkan dalam bab sebelumnya, bahwa untuk

menganalisa gaya manajemen konflik yang digunakan masyarakat Desa Lempur

Tengah Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci, penulis akan mengacu

pada lima gaya manajemen konflik yang dikemukakan oleh Robbins and Judge.

5 gaya manajemen konflik tersebut adalah gaya kompetisi, kolaborasi,

penghindaran, akomodasi, dan gaya kompromi. Hasil temuan penelitian tentang

manajemen konflik rumah tangga masyarakat tersebut, dapat dilihat di dalam

tabel berikut:

Tabel 15
Resolusi Konflik dalam Rumah Tangga Masyarakat
Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya

Jumlah Jawaban
No Macam-Macam Gaya Manajemen Konflik
Responden
1. Gaya Kompetisi 2
2. Gaya Kolaborasi 4
108

3. Gaya Penghindaran 3
4. Gaya Akomodasi 2
5. Gaya Kompromi 7
Jumlah 18
Sumber: Analisa Data Hasil Wawancara Penulis dengan 18 Responden.

Berdasarkan analisa terhadap hasil wawancara yang telah dicantumkan

di dalam tabel di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa dari 5 gaya manajemen

konflik tersebut, gaya kompromi merupakan gaya yan paling banyak digunakan

dan diharapkan oleh masyarakat Desa Lempur Tengah yang menjadi responden

dalam penelitian yang telah penulis lakukan ini. 7 orang dari 18 orang responden

lebih memilih gaya kolaborasi ini dalam menyelesaikan masalah yang terjadi

dalam rumah tangganya. Untuk lebih jelas mengenai masing-masing gaya

manajemen konflik tersebut, akan diuraikan sebagai berikut:

1. Gaya kompetisi

Sebagai mana telah penulis paparkan pada bab sebelumnya bahwa

gaya kompetisi menurut Robbin dan Judge adalah gaya penyelesaian konflik

yang berorientasi pada kekuasaan, di mana seseorang akan menggunakan

kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan konflik dengan lawannya.

Dalam hal konflik yang terjadi dalam rumah tangga, salah satu pihak lebih

dominan mempertahankan hak-hak dan posisinya yang dia anggap benar.

Seperti yang diungkapkan oleh Nasir:

“ Saya kan kepala rumah tangga, jadi saya pemimpin di rumah.


Kalau seandainya terjadi kesalahfahaman atau ketidaksesuaian antara
saya dan istri saya, saya langsung menasehati istri saya dan
109

mengambil keputusan. Istri saya pasti sesudah itu diam dan menurut
saja. Karena istri tidak boleh membangkang pada suaminya.” 31
Maksud dari kutipan wawancara di atas adalah Nasir mengatakan

bahwa ia sebagai seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah

tangganya. Ia akan menasehati istrinya jika terjadi pertengkaran atau

kesalahfahaman di dalam rumah tangganya. Ia juga mengatakan bahwa

seorang istri tidak boleh membangkang kepada suaminya.

Berdasarkan kutipan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan

bahwa dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam rumah tangganya,

Nasir cenderung memanfaatkan kedudukannya sebagai seorang suami yang

memimpin rumah tangga. Ia cenderung mengambil keputusan tanpa

berusaha mendengar apa yang di inginkan oleh isterinya. Resolusi konflik

seperti ini dapat dikategorikan ke dalam gaya kompetisi.

Hampir senada dengan pernyataan yang diberikan oleh Nasir di atas,

satu responden lainnya yakni Randi juga mengutarakansebagai berikut:

“Ya kalau misalkan lagi bertengkar ya harus diselesaikan. Itu lah


peran saya sebagai suami di sini. Saya pemimpin, kepala rumah
tangga. Harus punya wibawa yang kuat dalam rumah di depan istri
dan anak saya. Kalau misalnya istri saya membangkang saya
nasehati saja. Saya bilang saja seharusnya ndak perlu jadi
kesalahfahaman.”32

31
Nasir, 36 Tahun, Petani, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 20 November 2018.
32
Randi Okta, 29 Tahun, Swasta, di Desa Lempur Tengah, Wawancara: 1 Desember
2018
110

Maksud dari penyataan di atas adalah, menurut Randi, ia sebagai

suami, pemimpin dalam rumah tangga harus merupakan orang yang disegani

dan memiliki wibawa dihadapan istri dan anak. Sehingga apabila istrinya

membangkang, ia bisa menasehati istrinya agar kesalahfahaman tersebut

berakhir.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe seperti

itu ketika mengelola konflik yang terjadi di dalam rumah tangga dapat

dikategorikan kedalam gaya kompetisi. Alasan penulis adalah dari

keterangan yang disampaikan oleh Randi tersebut terlihat adanya unsur

menggunakan pengaruh yang ia miliki di hadapan keluarga untuk meredam

konflik apabila konflik tersebut terjadi di dalam rumah tangganya.

2. Gaya kolaborasi

Gaya resolusi konflik yang kedua adalah gaya kolaborasi. Gaya

kolaborasi yaitu gaya penyelesaian masalah dengan cara mendengarkan

pendapat kedua belah pihak yang berkonflik. Mencari solusi agar dapat

diterima oleh kedua belah pihak.

Gaya kolaborasi ini digunakan oleh Sugianto seorang kepala rumah

tangga yang mengatakan bahwa:

“Kalau saya lebih suka mengutamakan mana yang baik sajalah. Saya
kan sebagai kepala rumah tangga juga manusia, belum tentu selalu
saya yang benar. Bisa jadi justru saya yang salah kan. Jadi apa-apa
kalau menurut saya sebaiknya dimusyawarahkan ajalah. Saling
111

menyampaikan apa yang terasa sajalah. Dari pihak istri bagaimana,


menurut saya bagaimana pula kan” 33
Maksud dari pernyataan di atas adalah, Sugianto mengatakan ketika

terjadi pertengkaran ia selalu berusaha mencari jalan terbaik untuk

menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam rumah tangganya. Dia

berusaha mendengarkan keluhan istrinya terlebih dahulu baru kemudian

berusaha mencari jalan terbaik agar masalah rumah tangga mereka cepat

selesai.

Apabila di analisa, cara penyelesaian konflik yang dipraktekkan oleh

Sugianto di atas dapat dikategorikan ke dalam gaya kolaborasi, karena

Sugianto terlihat berusaha melakukan musyawarah dan saling mendengarkan

pendapat masing-masing untuk mencari penyelesaian terbaik dari konflik

yang terjadi di dalam rumah tangganya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Eli yang mengatakan sebagai

berikut:

“Kalau ada masalah apapun dalam rumah tangga ya lebih baik


dibicarakan. Saling terbuka saja, itulah gunanya suami istri, harus
saling mencari solusi yang paling baiknya bagaimana, kalau diam
saja atau saling egois kalau kata orang, mana bisa masalah selesai
jadinya kalau macam itu kan.” 34
Maksud dari pernyataan di atas adalah, ketika terjadi perselisihan di

dalam rumah tangganya, Eli lebih suka membicarakannya dengan suaminya

33
Sugianto, 47 Tahun, Petani, Desa Lempur Tengah, Wawancara: 19 November 2018.
34
Eli, 36 Tahun, Ibu rumah tangga, Desa Lempur Tengah, Wawancara langsung: 19
November 2018.
112

demi mendapatkan jalan keluar yang terbaik. Menurutnya, masalah tidak

akan bisa diselesaikan hanya dengan cara diam. Apabila kedua belah pihak

yaitu suami dan istri lebih memiih untuk saling mendengar dan saling

mengalahkan ego masing-masing, masalah akan lebih mudah diselesaikan

dan solusi terbaik juga akan didapatkan.

Berdasarkan apa yang telah disampaikan Eli dalam hasil wawancara

di atas menunjukkan bahwa ia berharap menyelesaikan konflik yang terjadi

di dalam rumah tangganya dengan cara mencari solusi yang terbaik. Ia lebih

suka berbicara dengan suaminya ketika terjadi konflik dalam rumah

tangganya. Melihat resolusi konflik yang dipaparkan oleh Eli tersebut, dapat

diambil kesimpulan bahwa gaya tersebut cenderung dapat dikategorikan

dengan gaya manajemen konflik kolaborasi.

Hal demikian juga dijelaskan oleh Toni, yang mengatakan bahwa

sebagai kepala rumah tangga ia tidak boleh ingin menang sendiri, tidak

boleh egois. Jadi ketika ada permasalahan dengan istrinya, dia tidak ingin

bersikap keras kepada istrinya, ia mengatakan bahwa:

“Setelah kemarahan kami berdua agak berkurang, saya selalu ajak


istri saya untuk berbicara baik-baik. Apa yang salah menurut istri
saya, lalu bagaimana pula pendapat saya. Semuanya harus
dibicarakan dan dicari jalan keluar yang baik, karena kalau tidak
seperti itu takutnya rasa sakit hati pasti tertahan, dan sewaktu-waktu
113

memuncak kembali. Oleh karena itu lebih baik menyelesaikan


masalah yang datang itu sampai tuntas.”35
Maksud dari penuturan Toni di atas adalah menurut Toni ia selalu

berusaha mengajak istrinya untuk menyelasaikan maslah dengan saling

berbicara secara baik-baik. Ia terlebih dahulu menunggu emosi keduanya

mereda baru kemudian mengajak istrinya membicarakan masalah yang

sedang terjadi secara baik-baik. Ia mengatakan bahwa lebih baik segala

sesuatu itu dibicarakan demi mencari solusi yang terbaik.

Dari penuturan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa gaya

resolusi konflik yang digunakan oleh ketiganya adalah gaya kolaborasi. Hal

ini ditandai dengan adanya usaha untuk mencari solusi terbaik dan mau

mendengarkan pendapat pasangannya terlebih dahulu. Baru kemudian

mencari solusi yang terbaik bagi keduanya.

3. Gaya penghindaran

Gaya penghindaran atau avoiding sebagaimana yang telah penulis

jelaskan pada bab sebelumnya adalah ketika seseorang yang berkonflik

lebih memilih bersikap acuh, tidak memperdulikan konflik yang terjadi.

Seseorang yang memilih gaya manajemen konflik seperti ini cenderung

menghindar ketika konflik terjadi.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Leni yang mengatakan bahwa :

35
Toni, 37 Tahun, Buruh Bangunan, di Desa Lempur Tengah, Wawancara langsung: 1
Desember 2018.
114

”Kalau saya yang ditanya, saya lebih memilih diam saja sewaktu ada
masalah dengan suami saya. Kadang kan masalahnya Cuma masalah
kecil, tapi karna saling merasa benar, akhirnya ndak mau kalah terus
jadinya masalahnya semakin parah. Semakin sakit hati jadinya.
Lebih baik diam saja lah, nanti baik sendiri, selesai sendiri
masalahnya”36
Leni mengatakan bahwa dirinya lebih memilih untuk bersikap acuh

dan mendiamkan diri ketika terjadi masalah di dalam rumah tangganya.

Menurutnya percuma apabila dibicarakan hanya akan menambah masalah

baru dan juga akan membuat rumah tangga semakin kacau. Terlebih lagi jika

yang terjadi adalah kesalahfahaman kecil saja.

Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Leni, jelaslah bahwa apabila

di bawa ke 5 gaya manajemen konflik maka ia cenderung ke gaya

penghindaran. Hal tersebut terlihat jelas dari sikap yang dipilih Leni ketika

menghadapi konflik yang menimpa rumah tangganya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Anggara, ia mengatakan

bahwa:

“ Kalau ada masalah rumah tangga ndak boleh saling egoi kedua-
duanya. Kalau istri saya tu agak keras kepala dikit orangnya. Jadi
takut lebih menjadi-jadi maslah antara kami kalau saya hadapi
dengan sikap keras pula. Jadi kalau saya lebih baik diam saja. Selagi
bisa dihindari kan lebih baik”. 37
Berdasarkan wawancara di atas, Anggara menyampaikan bahwa

dirinya justru lebih memilih menghindar dan mendiamkan masalah yang

36
Sarbaini, 48 Tahun, Petani, Desa Lempur Tengah, Wawancara langsung: 1 Desember
2018.
37
Anggara Saputra, 28 Tahun, pekerja swasta, di kediaman yang bersangkutan di Desa
Lempur Tengah. Wawancara Langsung: 19 November 2018.
115

terjadi dalam rumah tangganya. Ia menjelaskan bahwa istrinya agak keras

kepala. Jika ia memilih menghindari perselisihan menurutnya masalah

semakin dapat di atasi.

Berdasarkan penjelasan dari keduanya, dapat diambil kesimpulan

bahwa resolusi konflik yang mereka lakukan ketika terjadi nya konflik

dalam rumah tangga adalah gaya peghindaran/avoiding. Hal ini berdasarkan

indikasi bahwa mereka cenderung berusaha menghindarkan diri dari konfik

rumah tangga yang sedang terjadi. Menurut mereka, masalah rumah tangga

tersebut dapat selesai dengan cara dihindari untuk mencegah permasalahan

hanya akan menjadi lebih parah.

4. Gaya akomodasi

Gaya akomodasi dalam manajemen konflik merupakan kebalikan

dari gaya kompetisi. Gaya akomodasi dalam manajemen konflik adalah

ketika seseorang cenderung mengabaikan kepentingan pribadi demi

memuaskan kepentingan orang lain. Dengan kata lain seseorang

mengorbankan diri dalam gaya manajemen konflik ini.

Gaya manajemen konflik akomodasi ini juga banyak digunakan

dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam rumah tangga. Gaya

akomodasi ini digunakan oleh Marwanto ketika bertengkar dengan istrinya

yang berusia 5 tahun lebih muda dari dirinya. Menurut Marwanto ia lebih

banyak mempertimbangkan perasaan isterinya ketika terjadi perselisihan


116

dalam rumah tangganya. Ia tidak ingin masalah semakin panjang. Ia tidak

segan-segan untuk mengalah dengan istrinya karena ia merasa dengan cara

seperti itu masalah akan cepat selesai.

“kadang kalau ribut itu malu terdengar sama tetangga. Apalagi ketika
emosi saling tak terkontrol. Lebih baik saya dengar saja apa maunya
dia, kalau saya yang salah saya langsung minta maaf saja. Soalnya
saya benar benar pusing kalau bermasalah terus. Sudah penat pulang
kerja, siap tu bermasalah pula di rumah. Kan bikin sakit kepala saja
kalau begitu”.38
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Marwanto dapat

disimpulkan bahwa gaya resolusi konflik yang digunakannya adalah gaya

akomodasi. Hal ini ditandai dengan sikap nya yang selalu mengalah kepada

istrinya dan selalu berusaha mendengarkan pendapat istrinya, karena

menurutnya pertengkaran hanya membuat sakit kepala.

5. Gaya kompromi

Gaya manajemen konflik yang ke lima adalah gaya kompromi. Gaya

kompromi ini adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan mencari

jalan tengah untuk memuaskan kepentingan dirinya dan sebagian

kepentingan orang lain. Gaya ini berbeda dengan gaya kolaborasi. Gaya

kompromi ini lebih menekankan kepada jalan tengah yang berarti tidak

semua kepentingan kedua belah pihak terpenuhi dan harus merelakan

38
Marwanto, 29 Tahun, Petani, Desa Leempur Tengah, Wawancara: 20 November
2018
117

sesuatu untuk ditukarkan satu sama lain demi tercapainya jalan tengah

tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, gaya kompromi

ini adalah gaya manajemen konflik yang paling banyak digunakan oleh

masyarakat Desa Lempur Tengah dalam menyelesaikan konflik yang terjadi

di dalam rumah tangga mereka. Salah satu dari mereka adalah Winda, yang

mengatakan bahwa dirinya lebih suka menyelesaikan dengan cara baik-baik.

Ia mengatakan bahwa:

“Apapun masalah yang terjadi harus dicari penyelesaian dengan cara


baik-baik. Ndak semuanya harus benar kalau dalam menghadapi
masalah. Yang baiknya itu saling terbuka, saling bicara apa yang
diinginkan, terus cari apa solusinya apa jalannya. Kalau saya begitu
mau saya kalau menghadapi masalah”. 39
Maksud dari wawancara di atas adalah, Winda menuturkan bahwa ia

dan suaminya selalu berusaha mengambil jalan tengah dalam setiap masalah.

Maksudnya adalah dengan saling menyatakan keinginan dan harapan

kemudian memikirkan solusinya secara bersama-sama.

Hal yang sama juga selalu berusaha dilakukan oleh Sari, yang

mengatakan bahwa:

“Dari awal kami berumah tangga kami ni sudah berjanji apapun


masalah yang akan kami hadapi, kami tetap harus mempertahankan
rumah tangga ini. Jadi apapun masalah yang datang, walaupun kami
bertengkar hebat, atau adu mulut, tapi setelah emosi hilang kami

39
Winda Nofrianti, 29 Tahun, Ibu rumah tangga. Di Desa Lempur Tengah, Wawancara
langsung: 19 November 2018.
118

berusaha selalu saling bicara satu sama lain. Palingan sadar lagi,
minta maaf terus cari jalan keluarnya sebaiknya bagaimana kan”.40
Maksud dari wawancara di atas adalahdi dalam rumah tangganya

Sari dan suaminya selalu berusaha saling bicara begitu emosi keduanya

sudah mereda ktika terjadinya konflik dalam rumah tangga mereka. Mereka

selalu berusaha menjaga komitmen mereka terhadap keutuhan rumah tangga.

Ia dan suaminya selalu berusaha mencari jalan keluar terbaik.

Selain apa yang telah penulis paparkan di atas, ada 5 orang

responden lagi yang juga cenderung menyukai dan menggunakan gaya

manajemen konflik kompromi ini dalam menyelesaikan masalah yang

terjadi di dalam rumah tangga mereka. Kebanyakan dari alasannya adalah

disebabkan ketika terjadi pertengkaran itu, sangat sulit memuaskan kedua

belah pihak. Kebanyakan dari pasangan suami istri yang sedang terlibat

konflik itu cenderung emosional. Jadi sangat sulit untuk memuaskan semua

pihak ketika konflik terjadi. Gaya kompromi ini menawarkan jalan tengah,

tidak terlalu memenangkan kedua pihak dan juga tidak mengabaikan

kepentingan para pihak melainkan mencari jalan tengah dari perasalahan

yang terjadi tersebut.

Berdasarkan yang telah penulis jelaskan secara satu persatu di atas, dapat

diambil kesimpulan bahwa masing-masing orang memiliki cara yang berbeda

40
Sari Surmita, 24 Tahun, Ibu Rumah Tangga, di Desa Lempur Tengah, Wawancara: 1
Desember 2018.
119

dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam rumah tangganya. Masing-

masing cara resolusi konflik tersebut telah penulis kelompokkan berdasarkan

gaya manajemen konflik yang dikemukakan oleh Robbin dan Judge.

Menurut penulis, gaya manajemen konflik yang sangat baik untuk

diterapkan adalah gaya kolaborasi dan juga gaya kompromi. Sebagaimana yang

telah dijelaskan di atas, gaya kolaborasi adalah penyelesaian masalah dengan

cara mendengarkan pendapat kedua belah pihak yang berkonflik. Mencari solusi

agar dapat diterima oleh kedua belah pihak. Hal ini tentunya sangat baik apabila

terjadi konflik di dalam rumah tangga, sebaiknya sebisa mungkin diselesaikan

dengan cara mendengarkan keinginan serta pendapat kedua belah pihak. Dengan

demikian kedua belah pihak yang terlibat konflik yakni suami dan istri sama-

sama merasa puas dengan penyelesaian konflik tersebut.

Penyelesaian konflik seperti ini juga berlaku di dalam hukum Islam

terhadap penyelesaian konflik antara suami istri. Apabila terjadi nusyuz dari

pihak istri, maka ada 3 tahapan yang dapat dilakukan oleh suami kepada

istrinya, yakni memberikan nasehat pada istri, apabila istri masih belum mau

berubah maka tahap selanjutnya adalah pisah ranjang dengan istrinya, apabila

hal tersebut juga belum berhasil maka suami diperbolehkan memukul istri

dengan pukulan yang tidak menyakiti.

Apabila nusyuz terjadi dari pihak suami, maka istri boleh meminta

kepada orang terdekat untuk menasehati suaminya, yang kedua adalah


120

mengadakan perdamaian dengan suaminya, dan yang terakhir apabila suaminya

tetap tidak mau berdamai kembali, maka sang istri diperbolehkan membuat

pengaduan kepada hakim dan mengajukan gugatan perceraian. Apabila konflik

yang terjadi di dalam rumah tangga adalah perselisihan yang berkepanjangan

dan meruncing antara suami dan istri atau disebut syiqaq, maka penyelesaiannya

adalah diutusnya seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak

istri untuk mengupayakan perdamaian bagi keduanya.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Islam

sudah memberikan solusi terbaik terhadap penyelesaian konflik yang terjadi

antara suami dan istri di dalam rumah tangga, yang pada intinya tahapan-

tahapan tersebut selalu berupaya untuk meresolusi konflik dengan cara

perdamaian dan terhindar dari pada perceraian. Hal ini juga sesuai dengan gaya

manajemen konflik kolaborasi dan juga kompromi, di mana inti dari gaya

manajemen konflik ini adalah berusaha mendengarkan keluhan dari kedua belah

pihak yang berkonflik tersebut sehingga diharapkan solusi yang didapatkan

dapat berefek positif bagi kedua belah pihak baik suami atau istri, sehingga

diharapkan konflik justru dapat memperkuat ikatan antara suami dan istri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Bentuk konflik yang terjadi di dalam rumah tangga masyarakat Desa

Lempur Tengah Kabupaten Kerinci. Bentuk-bentuk konflik tersebut

adalah kekerasan secara verbal, kekerasan fisik, sikap bertahan dan sikap

menarik diri dari pasangan. Di antara keempat bentuk konflik tersebut,

bentuk konflik yang dominan terjadi adalah kekerasan secara verbal.

Dari 18 orang responden yang penulis wawancarai, 8 orang mengalami

konflik dalam bentuk kekerasan verbal tersebut. Konflik yang dialami

oleh 18 orang responden tersebut masih dalam bentuk nusyuz baik

nusyuz yang datang dari istri ataupun nusyuz yang dilakukan oleh suami.

2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik rumah tangga

masyarakat di Desa Lempur Tengah, yakni faktor ekonomi, faktor anak,

faktor kegagalan dalam komunikasi, faktor kecemburuan dan faktor

agama. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling banyak

menyebabkan terjadinya konflik dalam rumah tangga masyarakat di

Desa Lempur Tengah.

3. Ada 5 gaya manajemen konflik yang dikemukakan oleh Robbins dan

Judge, yakni gaya kompetisi, gaya kolaborasi, gaya menghindar, gaya


121
122

akomodasi dan gaya kompromi. Berdasarkan 5 gaya tersebut, gaya yang

paling banyak digunakan oleh masyarakat Desa Lempur Tengah adalah

gaya kompromi. Selain itu, perlu digaris bawahi bahwa Islam sudah

memberikan solusi terbaik terhadap penyelesaian konflik yang terjadi

antara suami dan istri di dalam rumah tangga, yang pada intinya tahapan-

tahapan tersebut selalu berupaya untuk menyelesaikan konflik dengan

cara perdamaian dan terhindar dari pada perceraian.

B. Rekomendasi

Tesis yang penulis buat memiliki banyak kekurangan diberbagai sisi,

oleh karena itu ada beberapa hal yang ingin penulis rekomendasikan kepada

para peneliti lainnya yang ingin menulis tentang manajemen konflik dalam

rumah tangga:

1. Tesis ini hanya berfokus meneliti tentang beberapa bentuk konflik yang

terjadi di dalam rumah tangga, oleh karena itu peneliti selanjutnya dapat

meneliti lebih dalam mengenai beragam bentuk konflik yang terjadi di

dalam rumah tangga sehingga hasil yang didapat jauh lebih mendalam

dan beragam.

2. Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang konflik dalam rumah

tangga ini juga dapat meneliti tentang aspek lain dalam manajemen

konflik dalam rumah tangga, seperti pandangan masyarakat terhadap

konflik yang terjadi dalam rumah tangga dan lain sebagainya.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdul Aziz, Dahlan (Ed), 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT


Intermasa.
Frahed Sreih, Josiane, 2018, Conflict in Family Businesses: Conflict,
Models,and Practices, Switzerland: Springer International Publishing AG.
Gymnastiar,Abdullah, 2002, meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu,
Jakarta: Gema Insani Press.
Kartono Kartini, 1992, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Press.

Milles, Matthew B, dan Hubberman, A. Micheal, 1994, Qualitative Data


Analysis, London: Sage Publication.
Moleung, Lexy J, 2013, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Muhyiddin, Muhammad, 2009, Selamatkan Dirimu dan Keluargamu dari Api
Neraka, Yogyakarta: Diva Press.
Mufidah, 2008, Psikologi Keluarga Islam berwawasan Gender,Malang: UIN
Malang Press.
Purwodarminta, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Rahim, M. Afzalur, 2001, Managing Conflict in Organizations, London:


Qourom Books.
Rahman, Abdul Ghazali, 2010, Fikih Munaqahat, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Robbins, Steppen P, dan a Judge, Timothy, 2017, Organizational Behaviour,


England: Pearson Education Limited.

Rofiq, Ahmad, 1997, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.
Rusdiana A, 2015, Manajemen Konflik,Bandung: CV Pustaka Setia.

Sadarjoen, Sawitri Supardi, 2005, Konflik Marital : Pemahaman Konseptual


dan Alternatif Solusinya, Bandung : Refika Aditama.

Sinopsis Penelitian Dosen IAIN Imam Bonjol, 2013, Padang: Padang Hypa
Press.
123
124

Sofiyati, P. dkk, 2011, Konflik dan stress; pengembangan dan perilaku


organisasi, Malang: Universitas Brawijaya

Soemiyati, 1982, Hukum Perkawinan Islam dan Undang Undang Perkawinan,


Yogyakarta: Liberty.
Soetopo, Hendyat, 2010, Perilaku organisasi, teori dan praktek di bidang
pendidikan Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta.

Sunggono, Bambang, 2012, Metodologi Penelitian Hukum Jakarta : Rajawali


Press.

Suryasubrata, Samadi, 1991, Metodologi Penelitian, Jakarta : Rajawali Press.

Syarifuddin, Amir, 2006, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: antara Fikih


Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana.

Umam, Khaerul, 2012, Manajemen Organisasi, Bandung; CV Pustaka Setia.

Winardi, 2009, Manajemen Perilaku Organisasi, Bandung: Kencana Prenada


Media Group.
Wirawan, 2010, Konflik dan Manajemen Konflik, Jakarta: Salemba Humanika.
Gradianti, Theresia Aitta, Suprapti, Veronika, 2014, Gaya Penyelesaian Konflik
Perkawinan Pada Pasangan Dual Earner (Marital Conflict Resolution
Style In Dual Earner Couples), Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan, Universitas Airlangga, Volume 3, No. 3

Hadigunawan, Nurhanisah dan Azahari, Rahanah, 2016, Penghayatan Islam dan


Hubungannya Dengan Konflik Rumah Tangga: Kajian di Unit Runding
Cara, Bahagian Undang-Undang Keluarga, Jabatan Agama Islam
Selangor. Shariah Journal, Vol. 24, No. 3.

Karel, Rivika Sakti dkk, 2014, Komunikasi Antar Pribadi pada Pasangan Suami
Istri Beda Negara, Jurnal Acta Diurna Volume III. No.4.

Meizara Eva Puspita Dewi, Basti, 2008, Jurnal Psikologi Universitas Negeri
Makassar, Vol. 2 No. 1.

Rachmadani, Cherni, 2013, Strategi Komunikasi dalam Mengatasi Konflik


Rumah Tangga Mengenai Perbedaan Tingkat Penghasilan di Rt.29
Samarinda Seberang, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 1, Nomor 1.
125

Thalib Abdul, Meilan Lestari, 2017, Tingginya Tingkat Gugat Cerai Di


Pengadilan Agama Pekanbaru, Jurnal Hukum Islam Universitas Riau,
Vol XVII No. 1 juni.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2017, Jambi dalam Angka 2017.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, 2017, Kerinci dalam Angka 2017.
Badan Pusat Statistik, www.bps.go.id
126
Daftar Riwayat Hidup

Nama : Rama Dhini Permasari Johar

NIM : 088172681

Prodi : Hukum Keluarga

Tempat/Tgl Lahir : Tebat Ijuk, 08 Februari 1995

Alamat : Sarang Gagak, Kel. Anduring, Kec.


Kuranji

Daerah Asal : Desa Tebat Ijuk Dili Kec Depati VII


Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi

Orang Tua:

1. Ayah : Yoyo Karyo


Pekerjaan : PNS
2. Ibu : Minarni
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Anak Ke : 2 (dua) dari 3 Bersaudara

Jenjang Pendidikan:

1. TK Pertiwi Simpang Belui Tahun 1999-2000


2. SDN 264 /III Tebat Ijuk Tahun 2000-2006
3. MTsS Nurul Haq Semurup Tahun 2006-2009
4. MAN 1 Sungai Penuh Tahun 2009-2012
5. IAIN Imam Bonjol Padang Tahun 2012-2016
6. Pascasarjana UIN IB Padang Tahun 2017-2019

Pengalaman Organisasi:

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Kerinci (IMK) IAIN Imam Bonjol


Padang Tahun 2012-2013
2. Anggota bidang Advokasi dan Hukum Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ) Jinayah Siyasah Periode 2014-2015
3. Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Jinayah
Siyasah Periode 2015-2016

Anda mungkin juga menyukai