Anda di halaman 1dari 10

Rangkuman Agama Islam BAB 10 dan 11

Nama : Shelvya Fanniella


Kelas : IX C

A. Penyembelihan Hewan

1. Pengertian Penyembelihan Hewan

Penyembelihan hewan dilakukan dengan cara memotong hewan pada


bagian leher dengan pisau atau benda tajam lainnya agar nyawa tersebut
hilang. Menyembelih hewan yakni dengan memotong urat saluran
pernapasan dan urat saluran makanan.
Penyembelihan hewan dapat dilakukan secara sederhana dan
tradisional, yaitu cukup dengan bantuan pisau atau benda tajam lainnya.
Dapat pula dilakukan secara mekanik, yaitu dengan menggunakan
peralatan modern berupa mesin yang dibuat khusus untuk pemotongan
hewan.
Penyembelihan secara sederhana atau tradisional pada umumnya
dilakukan dalam skala kecil, seperti rumah tangga atau ketika Idul
Adha. Penyembelihan secara mekanik biasa dilakukan oleh perusahaan
pengolahan daging tertentu dengan skala penyembelihan hewan yang
sangat besar. Meskipun dua model penyembelihan tersebut memiliki
perbedaan, tetapi harus tetap memerhatikan tata cara yang dibenarkan
oleh syar‘i. Penyembelihan secara mekanik yang melanggar ketentuan
syar‘i seperti dengan cara menyetrum hewan, hukumnya dilarang.
Menyetrum hewan dengan aliran listrik dapat menyakiti hewan dan
dagingnya menjadi haram.

2. Tata Cara Penyembelihan

Agar penyembelihan yang dilakukan sah sehingga daging


sembelihan halal dikonsumsi menurut ketentuan syar‘i, penyembelihan
harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut meliputi
syarat bagi penyembelih, hewan yang disembelih, alat penyembelihan,
atau bagian tubuh yang disembelih.

2.1 Penyembelih
Menyembelih hewan harus dengan menyebut nama Allah Swt. dan
dilakukan oleh orang Islam atau ahli kitab, yaitu orang yang berpegang
pada kitab Allah. Ketentuan halalnya penyembelihan ahli kitab seperti
dijelaskan dalam Surah al-Ma - ’idah [5] ayat 5 yang artinya, ”Pada
hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. . . .”

2.2 Hewan yang Disembelih


Syarat hewan atau binatang yang disembelih adalah yang halal
dikonsumsi. Hewan atau binatang yang haram dikonsumsi, meskipun
disembelih dan diperlakukan sesuai dengan ketentuan syar‘i, hukumnya
tetap haram. Misalnya, babi yang disembelih sesuai dengan syariat
Islam tidak mengubah hukumnya. Babi tetap haram meskipun disembelih
sesuai dengan syariat Islam.

2.3 Alat Penyembelihan


Syarat alat penyembelihan yang harus dipenuhi, baik secara
tradisional maupun mekanik sebagai berikut.
a. Tajam (tidak tumpul) sehingga mempercepat penyembelihan dan tidak
menyiksa hewan yang disembelih.
b. Alat penyembelihannya bisa dari besi, logam, batu, atau kayu yang
memiliki sisi tajam.
c. Tidak diperbolehkan dengan alat yang terbuat dari gigi, kuku, atau
tulang.

2.4 Anggota Tubuh yang Disembelih


Anggota tubuh hewan yang disembelih tidak boleh sembarangan.
Akan tetapi, anggota tubuh hewan yang disembelih sebagai berikut.
a. Hewan yang dapat disembelih di lehernya, hendaklah disembelih di
lehernya. Caranya, dipotong urat saluran pernapasan dan urat
saluran makanannya.
b. Hewan yang tidak dapat disembelih di lehernya karena liar atau
jatuh ke dalam lubang, boleh disembelih di semua bagian badannya,
asal hewan itu dapat mati karena cara penyembelihannya tersebut.

B. Penyembelihan Aqiqah

1. Pengertian Aqiqah
Aqiqah dalam segi bahasa berasal dari kata iqqah yang berarti
bulu atau rambut anak yang baru lahir. Ada juga yang mengatakan bahwa
akikah merupakan nama bagi hewan yang disembelih.
Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat-syarat
tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah
(sembelihan).
Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali
adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan
Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah
adalah hadist Nabi SAW. "Anak tergadai dengan aqiqahnya.
Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)"

2. Hukum Aqiqah
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak
laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor
kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak
laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran aqiqah ini menjadi
kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu
dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh hari kelahiran), orang tua dalam
keadaan faqir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah.
Karena Allah Ta’ala berfirman;

(yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian”


(QS. At Taghobun: 16)
Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua
dalam keadaan berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban
ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.

3. Ketentuan Aqiqah

3.1 Waktu Pelaksanaannya


Waktu penyembelian akikah disunahkan pada hari ketujuh dari
hari kelahiran anak. Meskipun demikian jika belum bisa, boleh juga
lebih dari itu asal anak belum sampai dewasa. Contohnya dilaksanakan
pada hari ke-14 atau ke-21 dari kelahiran anak. Sebagian ulama
melarang melakukan akikah ketika anak berusia dewasa dengan berbagai
pertimbangan sebagai berikut.
a. Ketika anak sudah balig, ia telah memiliki tanggung jawab kepada
dirinya sendiri, tidak lagi tergantung secara keseluruhan kepada
orang tua.
b. Pelaksanaan acara akikah dalam Islam sebaiknya dirangkaikan
dengan pemberian nama dan mencukur rambut. Anak yang sudah balig
tentu akan merasa malu, jika dia baru diberi nama dan dicukur
rambutnya dengan disaksikan banyak orang.

3.2 Syarat-syarat Aqiqah


a. Dari sudut umur binatang Aqiqah & korban sama saja.
b. Sembelihan aqiqah dipotong mengikut sendinya dengan tidak memecahkan
tulang sesuai dengan tujuan aqiqah itu sebagai “Fida” (mempertalikan ikatan
diri anak dengan Allah swt).
c. Aqiqah dijamu atau diberikan kepada fakir dan miskin, keluarga, tetangga
dan saudara dalam keadaan masak. Berbeda dengan daging qurban yang
diberikan dalam keadaan belum dimasak.
d. Anak lelaki disunnahkan aqiqah dengan dua ekor kambing dan anak
perempuan dengan satu ekor karena mengikut sunnah Rasulullah. ‘Aisyah
Radhiallahu ‘anha berkata; "Afdhal bagi anak lelaki dua ekor kambing yang
sama keadaannya dan bagi anak perempuan seekor kambing. Dipotong
anggota-anggota (binatang) dan jangan dipecah-pecah tulangnya."
(HR.AL-HAKIM).

3.3 Sunnah-sunnah Aqiqah


Ada beberapa amalan sunah dalam melakukan akikah, yaitu ketika
menyembelih hewan disunahkan untuk membaca doa terlebih dahulu.
Disunahkan juga agar daging akikah dimasak terlebih dahulu sebelum
disedekahkan.
Selain ketentuan di atas, bagi yang menyelenggarakan akikah
boleh mengonsumsi sebagian dari daging akikahnya dan maksimal
sepertiganya.

4. Hikmah Aqiqah
Anjuran untuk melakukan akikah mengandung beberapa hikmah yang
sangat penting. Hikmah-hikmah tersebut antara lain sebagai berikut.
 Perwujudan rasa syukur kepada Allah karena dikaruniai nikmat yang
sangat besar berupa anak sebagai generasi penerus hidupnya.
 Upaya mengajak anak untuk bertaqarub kepada Allah sejak
masamasa awal kehidupan di dunia ini.
 Sebagai tebusan bagi anak sehingga syafaat kepada kedua orang
tuanya pada hari akhir kelak diterima oleh Allah Swt.
 Memperkenalkan kepada masyarakat atas kelahiran anak sebagai usaha
mengukuhkan tali persaudaraan di antara sesama.
 Sarana yang potensial untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan membagikan sebagian rezeki kita berupa sajian daging
akikah.

C. Penyembelihan Qurban

1. Pengertian Qurban
Secara bahasa, kata qurban berasal dari bahasa Arab dari kata
dasar qarraba-yuqarribu-qurba-nan, yang artinya mendekat. Dengan
demikian, makna qurban dalam Islam berarti mendekatkan diri kepada
Allah Swt. dan berusaha menyingkirkan hal-hal yang dapat membatasi
kedekatan kita kepada Allah Swt.
Qurban dalam bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang berarti
menyembelih hewan pada pagi hari. Sedangkan menurut istilah, qurban
adalah beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu
pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik (tanggal 11,12 dan 13
Zulhijah)
Allah telah memberikan perintah qurban pada firman-Nya yang
artinya : ”Sesungguhnya kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”(QS. Al-Kautsar
ayat 1-3)
Ibadah qurban merupakan ajaran untuk meneruskan syariat yang
dibawa oleh Nabi Ibrahim. Pada waktu itu Nabi Ibrahim diperintah oleh
Allah untuk menyembelih Ismail, putranya. Nabi Ibrahim melaksanakan
perintah Allah tersebut. Ia rela mengurbankan putra tercintanya demi
melaksanakan perintah Allah. Selanjutnya, Allah mengganti Ismail
dengan seekor domba sehingga selamatlah Ismail.

2. Hukum Qurban
2.1 Wajib bagi yang mampu
Qurban wajib bagi yang mampu, dijelaskan oleh firman Allah QS.
Al-Kautsar ayat 1-3:
Artinya: ”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak. Maka dirikan lah shalat karena Tuhanmu dan berkubanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”
(QS. Al-Kautsar 1-3)

2.2 Sunnah
Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan: Artinya:
Nabi SAW bersabda: ”Saya diperintah untuk menyembelih qurban dan
qurban itu sunnah bagi kamu.” (HR. Tirmizi)

2.3 Sunnah Muakkad


Berdasarkan hadist riwayat Daruqutni menjelaskan:
Artinya: ”Diwajibkan melaksanakan qurban bagiku dan tidak wajib atas
kamu.” (HR. Daruqutni)

3. KETENTUAN QURBAN
3.1 Jenis dan Syarat Hewan Qurban
Hewan untuk dijadikan qurban adalah hewan yang tidak cacat,
seperti pincang, buta, terpotong telinga, dan telah memenuhi syarat.
Hewan yang dapat dijadikan sebagai hewan qurban adalah kambing,
sapi, kerbau, dan unta. Hewan-hewan qurban tersebut harus memenuhi
syarat-syarat tertentu, antara lain sebagai berikut.
a. Domba (gibas) telah berumur satu tahun atau telah berganti giginya
(musinnah).
b. Kambing telah berumur dua tahun lebih.
c. Sapi atau kerbau, telah berumur dua tahun lebih.
d. Unta, telah berumur lima tahun lebih.

3.2 Syarat sahibul Qurban


Bagi sahibul qurban atau orang yang melakukan qurban juga
adavsyarat-syarat sebagai berikut.
a. orang yang melaksanakan qurban hendaklah orang Islam, merdeka,
akil balig, dan
b. dapat menyediakan hewan qurbannya tanpa berutang.

3.3 Cara Penyembelihan Hewan Qurban


Cara menyembelih sama dengan penyembelihan yang disyaratkan
Islam, yakni
1. Alat untuk menyembelih harus benda tajam. Tidak boleh menggunakan gigi,
kuku dan tulang.
2. Memotong 2 urat yang ada di kiri-kanan leher agar lekas matinya, tetapi
jangan sampai putus lehernya (makruh).
3. Binatang yang disembelih hendaklah digulingkan ke sebelah kiri tulang
rusuknya agar mudah saat penyembelihan.
4. Hewan yang disembelih disunnahkan dihadapkan ke arah Kiblat.
5. Orang yang menyembelih disunatkan membaca basmalah, shalawat, takbir,
dan doa.
6. Jagal (yang menyembelih) hendaknya mengucapkan ikrar.
Jika pemilik hewan menyembelih sendiri, dia bisa ucapkan :
Bismillah, Allahumma hadza minka wa laka ‘anni wa ahli baitii atau
Bismillah, Allahumma hadza ‘anni wa ahli baitii.
Tapi jika mewakili qurban orang lain, si jagal mengucapkan:
Bismillah, Allahumma hadza minka wa laka ‘an fulan (nama orangnya)
wa ahli baitihi, atau Bismillah, Allahumma hadza ‘an fulan (nama
orangnya) wa ahli baitihi.

3.4 Sunnah-sunnah Qurban


a. membaca basmalah dan selawat kepada nabi;
b. membaca takbir;
c. berdoa semoga Allah berkenan menerima amal qurban tersebut; dan
d. disunahkan bagi orang yang berqurban makan sedikit dari daging
qurbannya (maksimal sepertiga), sedangkan sebagian besarnya
disedekahkan kepada orang lain terutama kepada fakir miskin.
Khusus untuk orang yang berqurban karena nazar, dilarang baginya
makan daging qurbannya.

3.5 Hal-hal yang Dilarang dalam Qurban


a. Bagian apa pun dari hewan qurban tidak boleh dijual oleh orang yang
berqurban atau panitia penyelenggara. Hal ini berdasarkan hadis
Rasulullah yang artinya, ”Janganlah kamu jual daging denda haji
dan daging qurban. Makan dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah
kulitnya dan jangan dijual.” (H.R. Ahmad)
b. Orang yang berqurban karena suatu nazar tidak boleh makan dan tidak
boleh menjual sekalipun kulitnya.
Selanjutnya, qurban yang kita berikan harus sesuatu yang baik.
Hal ini karena qurban dengan sesuatu yang tidak baik tidak akan
diterima oleh Allah. Sesuatu yang baik menurut Islam adalah:
1) cara memperolehnya baik dan sesuai dengan tuntunan agama Islam;
2) baik wujud bendanya; serta
3) baik cara penggunaannya.

4. Hikmah Qurban
Dalam ajaran Islam, setiap perbuatan yang dianjurkan pasti
memiliki manfaat dan kegunaan. Demikian juga ibadah qurban, terdapat
beberapa hikmah mendalam dan fungsi yang penting antara lain sebagai
berikut.
a. Menjadi bukti ketaatan seseorang kepada Allah.
b. Sebagai tanda syukur atas rezeki yang telah diterima dari Allah.
c. Mencegah sikap tamak dan rakus.
d. Menunjukkan rasa belas kasih kepada sesama.
e. Menjembatani kesenjangan sosial dan ekonomi antara orang kaya dan
orang miskin.
f. Melatih semangat berqurban untuk kepentingan orang lain dalam kehidupan
sehari-hari.

BAB V
KESIMPULAN

Aqiqah dan Kurban adalah suatu praktik yang banyak ditemukan dalam
berbagai agama di dunia, yang biasanya dilakukan oleh orang tua untuk
anaknya sebagai tanda kesediaan si pemeluknya untuk menyerahkan sesuatu
kepada Tuhannya. Hukum aqiqah menurut Syafi’i dan Hambali adalah sunnah
muakkadah. Begitu pula halnya dengan qurban. Mayoritas ulama dari
kalangan sahabat, tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum
qurban adalah sunnah muakkadah (utama), dan tidak ada seorang pun yang
menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm menyatakan:
“Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa qurban itu
wajib.”
Baik qurban maupun aqiqah sama-sama memiliki ketentuan dalam
pelaksanaannya, baik sunnah ataupun tata cara penyembelihan. Jadi,
intinya, qurban dan aqiqah memiliki dasar tata cara penyembelihan yang
sama. Hanya saja terdapat beberapa perbedaan baik dalam cara penyaluran
hasil penyembelihan, waktu pelaksanaannya, serta niat atau tujuan
penyembelihan.

Anda mungkin juga menyukai