DISUSUN OLEH :
AIDIL
220180020
Manusia dilahirkan ke Bumi oleh Allah SWT dalam keadaan suci dan bersih seperti
kapas yang belum ternodai. Oleh karena itu Aqiqah merupakan salah satu hal yang
disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah
Hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan 'Aqiqah-nya'. Ada Hadits lain yang
menyatakan, "Anak laki-laki ('Aqiqah-nya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan
('Aqiqah-nya) dengan 1 ekor kambing'. Status hukum 'Aqiqah adalah sunnah. Hal tersebut
sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam
Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama tidak sependapat dengan yang
mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya 'Aqiqah wajib, maka kewajiban
tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama. Dan seandainya 'Aqiqah
wajib, maka Rasulullah saw juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.
Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia
mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta
di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah 'Aqiqah tersebut.
Mengenai kapan 'Aqiqah dilaksanakan, Rasulullah saw bersabda, "Seorang anak
tertahan hingga ia di-'Aqiqah-, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya
dan diberi nama pada waktu itu'. Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa 'Aqiqah
mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam
Ahmad berpendapat bahwa 'Aqiqah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat
belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa
sembelihan 'Aqiqah pada hari ketujuh hanya sekedar sunnah, jika 'Aqiqah disembelih pada
hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu
dibolehkan.
Oleh karena itu penulis memberikan pengertian dan tata cara bagi muslim dalam
melakukan Aqiqah untuk anaknya sesuai dengan hukum dan syariat islam.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang Masalah diatas maka Rumusan Masalah adalah sebagai berikut:
C. Pembahasan Masalah
1. Pengertian Aqiqah
Aqiqah ialah sembelihan binatang an‘am yang dilakukan kerana menyambut anak
yang baru dilahirkan sebagai tanda kesyukuran kepada Allah subhanahu wata‘ala.
2. Dalil-dalil Pelaksanaan
➢ Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi
tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan
(kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” [HR Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]
➢ Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi
dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” [HR
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah]
➢ Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih hewan
untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama.” [HR Ahmad]
➢ Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “Aqiqah
dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah
semua gangguan darinya.” [Riwayat Bukhari]
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran
bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk
perempuan satu kambing.” [HR Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad]
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ber ‘aqiqah untuk Hasan dan
Husain pada hari ke-7 dari kelahirannya, beliau memberi nama dan memerintahkan supaya
dihilangkan kotoran dari kepalanya (dicukur)”. [HR. Hakim, dalam AI-Mustadrak juz 4,
hal. 264]
Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rasulullah
bersabda : “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin
seberat timbangan rambutnya.” [HR Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi]
Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas,
atau kedua puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani).
Hukum Aqiqah Anak adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik,
penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur
dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).
Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai
sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai
dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-
Tirmidzi, Hasan Shahih)
“Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan
dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari
dan Ashhabus Sunan)
Perkataan: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan” adalah perintah, namun
bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu:
“Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan
lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang diantara kami
mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah
kambing itu. Maka setelah Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing,
mencukur (menggundul) kepala si bayi dan melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu
Dawud juz 3, hal. 107]
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka
ber’aqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah ‘aqiqah, lalu ketika
mencukur rambut si bayi mereka melumurkan pada kepalanya”. Maka Nabi SAW
bersabda, “Gantilah darah itu dengan minyak wangi”.[HR. Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu
Balban juz 12, hal. 124]
Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran.
Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat
dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-
Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa
dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia
mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh)
atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke
10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah
memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT: “Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)
Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan
sabda Nabi SAW, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya,
disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam
Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari
ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan
hadits Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau
berkata yang artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat belas, dan
ke dua puluh satu.” (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala
sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh
satu adalah sifatnya sunnah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga
melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan
aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat
bulan di dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang
belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa
menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak
diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-
apa menurut saya, wallahu ‘Alam.
3. Dasar Hukum
Hukum melakukan ‘aqiqah ialah sunnah mu’akkadah bagi orang yang menanggung
sara hidup anak tersebut. Jika anak itu lelaki disunahkan menyembelih dua ekor kambing,
manakala jika anak itu perempuan disunahkan menyembelih seekor kambing. Binatang
seperti lembu, kerbau atau unta boleh juga digunakan untuk aqiqah.
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari
kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka
pada hari kedua puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan
aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada
orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?”
Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik
melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak
yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk
melakukan aqiqah sendiri.
Jumlah Hewan
Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk
perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra: “Sesungguh-nya Nabi SAW
mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadits shahih riwayat Abu
Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Kita harus ingat bahwa Hasan dan Husain adalah anak kembar. Jadi pada satu
kelahiran itu disembelih 2 ekor kambing. Namun yang lebih utama adalah 2 ekor untuk
anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
”Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan agar
dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu
ekor.” (Hadits sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)”
Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan mereka agar
disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak
perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
a) Disunnahkan untuk memberi nama dan mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-
7 sejak hari ia lahirnya. Misalnya lahir pada hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari
Sabtu.
b) Bagi anak laki-laki disunnahkan ber’aqiqah dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak
perempuan 1 ekor.
c) ‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang tua si anak, tetapi boleh juga
dilakukan oleh keluarga yang lain (kakek dan sebagainya).
d) Aqiqah ini hukumnya sunnah.
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah
ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak
perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya),
dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada
orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam
rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin,
anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn
Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga
boleh memakan sebagiannya.
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan
sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak
apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk
menyantap makanan daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya
dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan
mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-
teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya.
Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya
atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas
diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir
untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam
Al lajnah Ad Daimah.
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi
nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal
tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah
menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324
dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan
mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya
sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama
tersebut diambil dari makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-
nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada
Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata:
“Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu
Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami
setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65).
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu
kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama
nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari
Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau
menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Waktu Pelaksanaan
Waktu melakukan ‘aqiqah adalah dari hari kelahiran kanak-kanak itu sehinggalah ia
baligh. Masa yang paling afdhal untuk melakukan ‘aqiqah adalah pada hari ketujuh
kelahiran kanak-kanak tersebut. Sabda Rasullullah sallallahu ‘alayhi wasallam:
"Setiap bayi itu tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih untuknya pada hari
ketujuh dan dicukur kepalanya dan diberi nama."(Riwayat Abu Daud)
Syarat-syarat Aqiqah
"Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, binatang ini daripada-Mu dan
kembali kepada-Mu, ini ‘aqiqah…".
2. Menyembelih ketika matahari sedang naik.
3. Daging ‘aqiqah dimasak terlebih dahulu sebelum disedekahkan.
4. Tidak mematah-matahkan tulang-tulang dari pada binatang ‘aqiqah, hanya
mencerai- ceraikan sendi-sendinya.
5. Menyedekahkan daging ‘aqiqah kepada fakir miskin.
6. Memasak daging ‘aqiqah dengan cara gulai manis untuk dihidangkan kepada tamu.
Hikmah Aqiqah
Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing untuk bayi yang dilahirkan pada hari
ke 7, 14, atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.
Aqiqah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil
yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah Hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut
dengan 'Aqiqah-nya'?. Ada Hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki ('Aqiqah-nya
dengan 2 kambing) sedang anak perempuan ('Aqiqah-nya) dengan 1 ekor kambing'?. Status
hukum 'Aqiqah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama,
seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para
ulama itu tidak sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa
seandainya 'Aqiqah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat
diketahui oleh agama. Dan seandainya 'Aqiqah wajib, maka Rasulullah saw juga pasti telah
menerangkan akan kewajiban tersebut.
Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia
mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta
di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah 'Aqiqah tersebut.
Mengenai kapan 'Aqiqah dilaksanakan, Rasulullah saw bersabda, "Seorang anak tertahan
hingga ia di-'Aqiqah-i, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan
diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa 'Aqiqah
mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam
Ahmad berpendapat bahwa 'Aqiqah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat
belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa
sembelihan 'Aqiqah pada hari ketujuh hanya sekedar sunnah, jika 'Aqiqah disembelih pada
hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu
dibolehkan.
Referensi :
Al Muntaqaa 5/195-196
http://id.wikipedia.org/wiki/Aqiqah
http://www.rumahaqiqah.org/tuntunan_aqiqah.php?info=list#ta1
http://kerockan.blogspot.com/2009/04/hukum-dan-tata-cara-aqiqah.html
http://www.almanhaj.or.id/content/856/slash/0