Anda di halaman 1dari 10

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Islam Dan Budaya Banjar Bapak Arn ,Drs., M.FiI.I

AQIQAH DAN TASMIYAH PADA MASYARAKAT BANJAR

OLEH
Muhammad Zakariya Ansorie : 220103010030
Rajabanur rahman iman : 220103010015
Ahmad Zainuri : 220103010069

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA

BANJARMASIN

2022
PENDAHULUAN

Latar Belakang.

Aqiqah Dan Tasmiyah adalah dua hal yang sangat di anjurkan oleh Baginda Nabi
kita Muhammad SAW. Hal ini diadakan untuk menyambut bayi yang baru lahir dari
seorang ibu, yang mana dalam hal ini tasmiyah di adakan untuk pemberian nabi untuk
bayi yang baru lahir tersebut, sedangkan Aqiqah di adakan untuk mensyukuri ni’imat
Allah atas lahir nya bayi tersebut ke dunia ini dengan selamat.

Sebagai masyarakat banjar dan mahasiswa kami mencoba mengkritisi kedua hal ini
dalam lingkup budaya orang Banjar yang notabene beberapa nenek moyang mereka
adalah mua’alaf islam, dan ketika mereka menjadi seorang muslim bagaiamana kah
mereka menyelaraskan antara budaya dan ajaran islam agar berjalan sesuai irama, terlebih
dalam hal Tasmiyah dan Aqiqah, jadi hal hal seperti ini seru untuk di kaji dalam rangka
menambah wawasan kami sebagai mahasiswa.

Rumusan Masalah.

- Apa pengertian dari Aqiqah dan Tasmiyah?.

- Bagaimana Aqiqah dan Tasmiyah berlangsung di kalangan masyarakat Banjar?.

Tujuan Masalah.

- Mengerti apa itu Aqiqah dan Tasmiyah.

- Mengetahui bagaiman pelaksanaan Aqiqah dan Tasmiyah di kalangan masyarakat


Banjar.
A. Aqiqah dan Tasmiyah

Tasmiyah berasal dari kata bahasa Arab yaitu samma yusammi tasmiyatan
Yang berarti pemberian nama, atau dalam islam adalah sebuah syaria’at yang
disunahkan dimana ketika bayi yang baru lahir di beri nama pada hari ke tujuh dalam
rangka kelahiran nya. Sebagai mana yang telah dijelaskan oleh Rasullah SAW di
dalam hadits nya yang artinya:” Setiap anak tergadai dengan Aqiqah nya yang
disembelih pada hari kelahiran nya, di beri nama dan di cukur rambut nya”( HR. An
Nasaii dan At Turmudzi)

Namun sebagian ulama membolehkan untuk memberikan nama sebelum hari ke


tujuh berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari sahabat Musa Al- Asy’ari beliau
berkata : “Dilahirkan untuk ku seorang anak maka aku membawanya kepada Nabi
maka beliau memberikan nama Ibrahim untuk nya”.

Mengutip hadits di atas, ada menyebutkan tentang pencukuran rambut bayi yang
baru di lahirkan ini adalah sebuah amaliah yang di anjurkan oleh Rasullah SAW,
dimana pada hari ketujuh bersamaan dengan pemberian nama rambut bayi akan di
cukur, terkait banyak nya rambut yang di cukur sebenar nya tidak ada ketentuan khusus
apakah harus di gundul atau tidak. Dibalik di syariat kan nya pencukuran rambut bayi
terdapat beberapa manfaat yang tersembunyi di antara nya :

1. Dengan mencukur rambut bayi maka dapat mencegah gangguan visual mata
bayi. Sebab bila rambut terlalu panjang maka akan menutup mata dan
mengganggu penyusuain bayi terhadap lingkungan.

2. Bila rambut bayi panjang di khawatirkan akan membuat iritasi dan luka di
liang telinga bayi.

3. Setalah mencukur rambut maka akan mudah melihat penyakit di kulit bayi
seperti lukam iritasi, maupun penyakit lain.

4. Menjadikan rambut lebih bercahaya, indah, dan kuat maupun sehat merupakan
etika mencukur rambut bayi dalam agama islam rahmat bagi seluruh manusia.

Adapun yang berhak memberikan nama pada bayi tersebut adalah ayah dari
anak tersebut. Dan anak tersebut akan di nasabkan dengan nama ayah nya seperti yang
telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al -Ahzab ayat 5.
Dan di sunnah kan bagi keluarga anak untuk memilih nama- nama yang baik
seperti nama nama yang palng di cintai oleh Allah seperti yang telah di jelaskan oleh
Rasullah SAW dalam haditsnya yang artinya: “Sesungguhnya kalian di hari kiamat
kelak akan di panggil dengan nama nama kalian dan nama ayah ayah kalian, maka
perbaikilah nama nama kalian” (HR. Abu Daud). Dan diantara nama nama tersebut
adalah Abdullah dan Abdurrahman.

Agama melarang untuk memberikan nama nama yang tidak baik dalam segi
makna nya, adapun nama nama yang dilarang untuk di berikan adalah nama nama yang
di tujukan untuk penghambaan selain Allah seperti Abdul Uzza, Abdul Habl, Abdu
Amrin dan semacam nya, Rasullah bersabda dalam haditsnya yang artinya: “
Celakalah Abdud Dinar, Abdud Dirham, Abdul Khomisoh”. ( HR. Bukhori).

Adapun ada beberapa nama yang di makruhkan di antaranya:

1. Rabah, Yasar, Aflah atau Nafi’ hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW
: “Janganlah engkau menamakan anakmu dengan Rabah, Yasar, Aflah atau
Nafi’” (HR. Muslim)

2. Nama-nama syaithan (seperti : Khanzab, Wahl, A’ur Ajda’ atau Hubab),


Rasulullah SAW bersabda : “Saya mendengar Rasulullah r bersabda :
“Ajda’ (adalah nama) Syaithan” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

3. Nama raja-raja yang dholim (seperti : Fir’aun, Waliid atau Korun),


diriwayatkan bahwa “Seorang laki-laki bermaksud memberikan nama
kepada anaknya “Waliid”, maka Rasulullah r melarangnya, dan beliau
bersabda : “Sesungguhnya suatu saat akan ada seorang laki-laki yang
bernama Waliid, ia akan melakukan suatu perbuatan pada ummatku
sebagaimana perbuatan Fir’aun terhadap kaumnya” (HSR. Abdurrazzaq)

4. Nama-nama yang mempunyai makna yang di jelek (seperti : Murrah (pahit),


Kalb (anjing) atau Hayyah (ular)), Rasulullah SAW bersabda : “Gifar”
(pengampunan) semoga Allah mengampuninya, “Aslam” (keselamatan)
semoga Allah memberinya keselamatan dan “‘Usayyah” (penghianat)
semoga Allah dan rasul-Nya menghianatinya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkata Imam At Thabari ‫ رحمه هللا‬: ”Tidak boleh memberi nama dengan
nama yang jelek maknanya, tidak pula nama yang mengandung tazkiyah
(pensucian diri) bagi yang diberi nama dan tidak boleh pula dengan nama
yang bermakna celaan. Walaupun nama itu hanya tanda bagi tiap individu,
bukan dimaksudkan hakikat sifat, akan tetapi sisi kemakruhan
(pengharaman -pen) memberi nama dengan hal-hal di atas karena orang
yang mendengar nama tersebut akan menyangka bahwa itu merupakan sifat
bagi yang diberi nama. Karena itulah Nabi r mengganti nama yang jelek
kepada nama yang baik”.

Aqiqah berasa dari kata ‘Aqqa yang berarti mencukur atau menyembelih
kambing. Aqiqah adalah bentuk salah satu kasih sayang orang tua terhadap anak nya
dan syariaat ini merupakan bentuk taqqarub kepada Allah SWT sebagai wujud rasa
syukur atas karunia yang di anugrahkan Allah SWT.

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum dari aqiqah, dalam mazhab
kitab Imam Syafi’i menyatakan aqiqah hukum nya sunnah muakkadah, sedangkan
Imam dari mazhab lain menyatakan aqiqah mubah, wajib, sangat di tuntut. Adapun
jumlah kambing yang harus di sembelih menurut mazhab Syafi’i adalah dua ekor
kambing untuk anak laki laki, dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.

B.Perbedaan Aqiqah Dan Tasmiyah

Perbedaan aqiqah dan tasmiyah

Aqiqah dan tasmiyah adalah dua macam ibadah yang dilakukan di hari yang
sama yakni hari ketujuh kelahiran anak. Hal ini didasarkan dalil berikut,“Yang paling
utama menyembelih aqiqah pada hari ketujuh kelahiran. Hari kelahiran masuk dalam
hitungan. Sunnah memotong rambut setelah menyembelih aqiqah sebagaimana dalam
ibadah haji … Tasmiyah juga dilakukan pada hari ketujuh. Sunnah bersedekah emas
seberat rambut yang dipotong.”

Kitab Minhajul Qowim, 1/ 310-311

Meskipun begitu, keduanya memiliki beberapa perbedaan mendasar antara


lain sebagai berikut.

1. Berdasarkan Pengertian
Aqiqah menurut Islam adalah menyembelih kambing atau domba sebagai
bentuk tanda syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas lahirnya anak
yang dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak.
Adapun yang dimaksud dengan tasmiyah dalam hal ini merujuk pada
memberi nama kepada anak yang baru lahir. Makna tasmiyah lainnya adalah
mengucapkan kata Bismillah saat menyembelih hewan.

2. Berdasarkan Dalil

Salah satu dalil disunnahkannya aqiqah adalah hadits berikut.

Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata, “Rasulullah shallallahu


‘alaihi wasallam bersabda, ‘Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka
sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.”
HR. Bukhari

Adapun dalil tasmiyah atau memberi nama bayi adalah sebagai berikut.

Dari Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam


bersabda, “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada
hari ketujuh, dicukur rambut kepalanya, dan diberi nama.”
HR. Ibnu Majah dan Abu Daud

3. Berdasarkan Waktu

Menurut pendapat para ulama, waktu penyembelihan aqiqah yang paling


utama adalah pada hari ketujuh dari kelahiran anak.

Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa apabila terdapat uzur sehingga
aqiqah tidak dapat dilaksanakan pada hari ketujuh maka aqiqah dapat
dilakukan di hari keempat belas atau dua puluh satu. Hal ini didasarkan atas
hadits berikut.

“Aqiqah disembelih pada hari ketujuh, keempat belas, dan keduapuluh


satu.”HR. At-Tirmidzi

Namun, pendapat beserta hadits di atas yang menjadi landasannya masih


menjadi perdebatan para ulama hingga hari ini.

Adapun pemberian nama anak atau tasmiyah dapat dilakukan di hari pertama
bayi lahir (dibolehkan) atau di hari ketujuh (disunnahkan).
Hadits yang menyatakan waktu pemberian nama dilakukan sejak hari pertama
adalah sebagai berikut.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu


‘alaihi wasallam bersabda, “Pada suatu malam, aku dianugerahi seorang bayi
dan aku namai ia dengan nama ayahku, yakni Ibrahim.”HR.Muslim.

C.Aqiqah Dan Tasmiyah Dikalangan Masyarakat Banjar

Dalam pelaksanaan Aqiqah dan Tasmiyah di Indonesia mempunyai ciri khas


nya masing masing, terutama di kalangan masyarakat Banjar yang unik dan beragam
ini, namun dalam pelaksanaan aqiqah dan tasmiyah ini tidak terdapat unsur unsur yang
menyeleweng dari syari’at agama Islam sendiri.

Bagi masyarakat Suku Banjar, Kalimantan Selatan, tradisi pemberian nama


menjadi budaya yang menarik. Mereka biasa menyebut budaya tersebut dengan nama
tasmiah. Kata tasmiah berasal dari bahasa Arab yang berarti memberi nama. Biasanya,
pelaksanaan tasmiah selalu disertai dengan upacara akikah atau pemotongan seekor
kambing.Orang tua wajib memotong seekor kambing untuk anak perempuan dan dua
ekor kambing untuk anak laki-laki.Makna pemotongan kambing untuk menghilangkan
sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri manusia sejak lahir.

Sebelum di-tasmiah, bayi diturunkan dari ayunan dan diarak keliling rumah.
Acara ini diiringi rombongan kesenian sinoman hadrah, yang melantunkan pujian
kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu, acara tasmiah juga disertai dengan
pembacaan ayat suci Alquran dan dakwah agama. Usai pemberian nama, rambut bayi
dipotong dan selanjutnya diberi tepung tawar sebanyak tiga kali di atas kepala. Bila
proses ini telah dilalui maka anak itu resmi menyandang nama yang diberikan.
Masyarakat Banjar percaya bahwa arti nama yang diberikan sangat berpengaruh
terhadap perjalanan hidup bayi itu. Nama yang kasih juga diharapkan dapat memberi
berkah kepada diri anak tersebut dan keluarganya. Dalam penuturan masyarakat
setempat apabila anak lahir di bulan safar maka akan di lakukan “batimbang”, dimana
bayi akan di timbang di dalam ayunan bersebelahan dengan Al-quran dan bubur putih,
hal ini di tujukan agar anak yang lahir di bulan safar tidak panasan dalam arti nakal
atau dalam bahasa banjar bembabal.
Adapun Aqiqah secara pelaksanaan nya di kalangan masyrakat banjar yaitu
akan mengundang sanak kerabat yang jauh ataupun dekat dalam rangka silahturahmi
dan bertukar khabar, dan membagikan daging aqiqah untuk beberapa tetangga atau
orang yang membutuhkan nya. Dalam hal ini pastinya mengadung nilai nilai
silahturahmi.
KESIMPULAN

Aqiqah dan Tasmiyah memang masalah yang tak akan lekang oleh waktu, ia selalu
berkaitan dengan kelahiran sesorang. Sepanjang masih ada nya kelahiran seseorang anak,
selama itu pula lah aqiqah dan tasmiyah melekat dan tak terpisahkan. Tugas kita di
harapkan mampu mengetahui bagaiaman selak beluk nya hal ini karna Insya Allah dari
kita akan menjadi orang tua bagi seorang anak yang telah mereka perjuangkan, dan juga
mengetahui bagaiaman adat istiadat berjalan karana hal itu juga lah hal yang sangat
penting bagi kita karna ada pribahasa mengatakan” Dimana bumi di pijak di situ langit di
jungjung”.
Datar Pustaka

( https://Wahdah.or.id/tasmiyah/ ) di akses pada tanggal 10 oktober 2022.


Ahmad, Syihabuddin. 2006. Minhajul qawin: Darul Minhaj.
Al-Hikmah jurnal. 2015. Vol 2 no 2.

( http://idr.uin-antasari.ac.id/9913/7/BAB%20IV.pdf ) di akses pada tanggal 10


oktober 2022.

Anda mungkin juga menyukai