Anda di halaman 1dari 13

AQIQAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ibadah
DOSEN PENGAMPU: ABDUL HALIM M.AG

DISUSUN OLEH:
PAHMI SINAGA

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita ucapkan kepada allah swt. Yang mana kita telah diberi nitmat
iman dan islam sehingga kita masih dalam keadaan sehat sampai saat sekarang ini.
Sholawat serta salam kita ucapkan kepada nabi besar Muhammad saw. Ysng insha
allah kita akan mendapatkan syafaatnya di kemudian hari nantinya.
Disini penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu
terciptanya makalah yang berjudul Aqiqah ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi untuk perbaikan karya
penulis.

Sipispis, 28 juni 2022


Pahmi sinaga

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...iii
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………1
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………...1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………….......2
C. TUJUAN PEMBAHASAN…………………………………………………...2
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………………..3
A. PENGERTIAN AQIQAH…………………………………………………….3
B. SYARIAT AQIQAH………………………………………………………….3
C. TUJUAN AQIQAH …………………………………………………………..5
D. HUKUM AQIQAH…………………………………………………………...6
E. JENIS DAN SYARAT HEWAN AQIQAH………………………………….8
BAB III
PENUTUP……………………………………………………………………………9
A . KESIMPULAN………………………………………………………………9
B . SARAN………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar
dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting
adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang
yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada
hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal
yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-
lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing
mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar
bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid
(dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad
5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para
Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-
Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta
melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut
mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut
Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini
sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya
selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah
landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila
suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih
dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan
keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia
adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut
terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-

1
kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya.
Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu
keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-
cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu
cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah
disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya
bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama :
Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua
Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal
sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak
mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi
tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai
benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an
surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."
B . Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal hal sebagai berikut :
1. Apakah Aqidah itu ?
2. Bagaimana Implementasi Aqidah saat ini ?
3. bagaimana syariat aqiqah ?
4. Bagaimana hukum aqiqah
C . Tujuan pembahasan
Dari rumusan masalah di atas maka kita dapat mengambil tujuan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui pengertian dari aqidah
2. Untuk mengetahui pembagian aqidah
4. Untuk mengetahui hukum aqiqah
5. Untuk mengetahui syariat aqiqah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A . Pengertian Aqiqah
Bila merujuk pada bahasa arab, aqiqah memiliki arti yaitu memutus dan
melubangi. Dalam pengertian secara umum, aqiqah adalah aktivitas ibadah
menyembelih hewan berupa kambing sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya seorang
anak.
Hukum atas ibadah ini berbeda berdasarkan pendapat ulama. Ada yang
mengatakan bahwa ibadah aqiqah hukumnya wajib, ada yang mengatakan
sunnah mu’akad dan adapula yang mengatakan sunnah.
arti semua pendapat yang ada, yang paling shahih adalah pendapat yang
mengatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah mu’akad. Artinya ini adalah ibadah
yang memang dianjurkan untuk dilaksanakan.
Dalil atas perintah ibadah ini adalah hadist Nabi SAW. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda. “Semua bayi tergadaikan dengan aqiqah-nya yang pada
hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama, dan dicukur
rambutnya.” (Shahih, HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lainnya).
B . Disyari’atkannya aqiqah
Sebenarnya menyembelih untuk anak yang yang baru lahir, sudah menjadi
tradisi orang-orang jahiliyah, namun tradisi tersebut tidak sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Saw. Setelah di utusnya Rasulullah, maka beliau mengubah tradisi-tradisi
jahiliyah tersebut, misalnya ketika menyembelih, mereka mengoleskan kepala anak
dengan darahnya. Khususnya pada hari ketujuh, mereka mengambil darah hewan
aqiqah dan mengoleskan ke dinding dan pintu untuk mencegah kedengkian pada anak
sesuai persangkaan mereka.
Mereka juga menaruh sejenis ukir-ukiran yang diharamkan di kopiahnya dan
menaruh bulu ayam, sehingga seperti ayam jantan. Mereka juga membuat hishan
maulid atau urusatul maulid nabawi (nama kue) setiap tahun untuk ulang tahun anak.
Mereka melarang memecahkan dan memakannya sebelum lewat satu tahun, karena di
khawatirkan akan terjadi kematian atau sakit pada anak. Dan setelah lewat satu tahun
mereka pun memakan kue hishanul maulud, setelah membeli kue kuda-kudaan yang
lain.
Aqiqah disyari’atkan, menurut pendapat umum ulama. Diantaranya, Ibnu
Abbas, Ibnu Umar, Aisyah R.a, para ahli fiqih dari kalangan Tabi’in, dan para Imam
kota-kota besar. Dasar hukumnya adalah hadits-hadits sebagai berikut :

3
1. Hadits sulaiman bin Amir R.a, ia berkata. Aku pernah mendengar Rasulullah
bersabda : “seorang anak yang lahir harus di aqiqahkan, maka sembelihlah
hewan karena kelahirannya dan singkirkan kotoran darinya.[shahih
diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq dengan sighah jazm no.5472]
2. Hadits Abu Hurairah R.a, Nabi Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : “ seorang
anak yang lahir harus diaqiqahkan, maka sembelihlah hewan karena
kelahirannya, dan singkirkanlah kotoran darinya.[shahih diriwayatkan oleh Al-
Bazar(1236-zawa’id) dan Al-Hakim(IV/238)]
3. Dari Samurah bin Jundab R.a Nabi Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : ”
setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka disembelihlah untuknya pada hari
ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.[shahih diriwayatkan oleh Abu
Daud no 2838, an-Nasai(VII/166), At-Tirmidzi no. 1522, Ibnu Majah no. 3165.
Dan selain mereka].
4. Dari Aisyah R.a Nabi Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : “ unutuk anak
laki-laki dua ekor kambing yang setara dan untuk anak perempuan seekor
kambing.[shahih, diriwayatkan oleh Ahmad(VI/31), at-Tirmidzi (1513), Ibnu
majah (3163). Hadits ini banyak riwayat pendukungnya ].
5. Dari Ibnu Abbas R.a, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam mengaqiqahkan
Hasan dan Husain radliallahu ‘anhuma masing-masing seekor kambing
kibas.[shahih, diriwayatkan oleh abu Daud (2841), an-Nasai (VII/166), at-
Tirmidzi (1522), dan selainnya. Hadits ini memiliki sejumlah riwayat
pendukung].
Al-Hasan dan Daud azh-zhahiri berpendapat, aqiqah adalah wajib, berdasarkan
dalil-dalil diatas yang memerintahkannya. Jumhur ulama berpendapat bahwa
hukumnya sunnah, berdasarkan hadits berikut : “siapa yang telah dilahirkan untuknya
seorang anak, lalu ia suka untuk menyembelih....” mereka menjadikan hadits ini untuk
memalingkan makna wajib dari perintah-perintah aqiqah diatas.
Sementara Abu Hanifah dan Ahli Ra’yi memakruhkannya. Mereka beralasan
dengan hadits yang menyebutkan, Rasullullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam ditanya
tentang aqiqah, beliau menjawab, “ Allah tidak menyukai ‘uquq (kedurhakaan).”
Seolah-olah Nabi membenci penyebutan itu. Lalu beliau bersabda :” barangsiapa yang
kelahiran seorang anak, lalu ia ingin menyembelih hewan karena kelahirannya, maka
silahkan menembelihnya. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang setara dan
untuk perempuan sekor.[Hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud no.2842].
Hadits ini dlaif. Andai kata hadits ini shahih, maka sesunggguhnya Al Hafizh Ibnu
Hajar telah mengatakan dalam fath al bari, “tidak ada hujjah didalamnya karena
menafikan pensyari’atannya, padahal hadits yang lain menetapkannya. Akan tetapi

4
maksimal yang bisa dipetik dari hadits tersebut, yang lebih baik ialah penyembelihan
tersebut disebut nasikah atau dzabihah, dan tidak disebut dengan aqiqah.1
Abu malik kamal bin As-sayyid Salim(penulis shahih fiqih sunnah) berkata :
nabi Saw. Menyebutkan dalam sebuah hadits dengan sebutan aqiqah. Mereka juga
beralasan seperti itu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Rafi’, ketika al
Hasan bin Ali R.a di lahirkan, maka ibunya Fatimah R.a ingin menyembelih dua ekor
kambing kibas. Namun Rasulullah bersabda : “janganlah engkau aqiqahkan dia, tetapi
cukurlah rambut kepalanya, kemudian sedekahkan perak seberat timbangannya di jalan
Allah. Setelah itu lahir pula al husain, lalu Fatimah melakukan hal yang sama.”[dla’if,
diriwayatkan oleh Abu Ahmad (VI/392), at-Thabrani dalam al kabir (I/917), dan Al
Baihaqi (IX/304)].
C . Tujuan Aqiqah
Al munawi dalam kitab “syarah fadhlul qadir” menyebutkan perkataan Ibnul
Qayyim, “tujuan dari Aqiqah adalah untuk menyelamatkan anak yang baru lahir dari
syetan dan mencegahnya dari godaan syetan demi kemaslahatan akhiratnya.’hilangnya
penyakit’, maksudnya mencukur rambutnya dan kotoran dikepalanya, baik ia suci atau
najis. Agar rambutnya juga bisa tumbuh lebih kuat dari sebelumnya. Ini juga
bermanfaat bagi kepala, karena akan membuka pori-pori di kepala dan mengeluarkan
uap dengan mudah, juga bisa menguatkan inderanya.”[fadlul Qadir 4/416]
Diantara manfaat aqiqah, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim
Rahimahullah dalam kitabnya “tuhfatul Maudud” adalah :
1) Merupakan ibadah kepada Allah Swt.
2) Merupakan sifat mulia untuk menghilangkan kekikiran
3) Memberikan makan kepada orang lain dan ini termasuk ibadah
4) Melepaskan gadaian si anak, agar ia bisa memberikan atau mendapatkan
syafaat bagi orangtuanya
5) Menanamkan sunnah-sunnah yang disyari’atkan dan memberantas khurafat
kejahiliyahan.
6) Memperkenalkan nasab anak dan lainnya.
Ibnul Qayyim juga berkata : “menyembelih (aqiqah) untuk anak, mengandung
makna taqarrub (mendekatkan diri) dan bersyukur kepada Allah. Menebus,
bershadaqah, dan memberikan makan ketika mendapat kebahagiaan yang besar
sebagai wujud syukur kepada Allah dan menampakkan Nikmat-Nya (anak) yang
merupakan tujuan dan maksud dari pernikahan. Apabila disyari’atkan memberi
makan ketika menikah yang merupakan sarana untuk mendapat nikmat ini (anak),
maka ketika mendapatkannya akan lebih dianjurkan. Tidak ada yang lebih baik dan

1
Tuhfatul Maudud fi ahkamil Maulud, hal. 69

5
lebih indah di hati dari ajaran ini terhadap anaka. Ia merupakan ungkann
kebahagiaan dan pelaksanaan syari’at islam. Ia adalah lahirnya orang-orang yang
Rasulullah Saw akan berbangga kepada mereka pada hari kiamat. Orang-orang
yang akan beribadah kepada Allah dan menghancurkan musuh-musuh-Nya.
D . Hukum Aqiqah
 Hukum anak yang belum diakiqahi
Akikah atau Aqiqah adalah pengorbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai
penggadaian (penebus) seorang bayi yang dilahirkan. Hukum akikah menurut
pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat
jumhur ulama menurut hadits. Berdasarkan anjuran Rasulullah Saw dan praktik
langsung dia. “Bersama anak laki-laki ada akikah, maka tumpahkan (penebus)
darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (maksudnya cukur
rambutnya).” (HR. Imam Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan). Akikah
merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang
menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, “Setiap anak tertuntut
dengan akikahnya’.

Ada hadits lain yang menyatakan, “Anak laki-laki (akikahnya dengan 2 kambing)
sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor kambing’ Status hukum akikah
adalah sunnah muakkadah.
Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi’i,
Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas.
 Hukum Aqiqah setelah Dewasa
Apabila orang tuanya dahulu adalah orang yang tidak mampu pada saat waktu
dianjurkannya aqiqah (yaitu pada hari ke-7, 14, atau 21 kelahiran), maka ia tidak
punya kewajiban apa-apa walaupun mungkin setelah itu orang tuanya menjadi
kaya. Sebagaimana apabila seseorang miskin ketika waktu pensyariatan zakat maka
ia tidak diwajibkan mengeluarkan zakat, meskipun setelah itu kondisinya serba
cukup.

Jadi apabila keadaan orang tuanya tidak mampu ketika pensyariatan aqiqah,
maka aqiqah menjadi gugur karena ia tidak memiliki kemampuan. Sedangkan jika
orang tuanya mampu ketika ia lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya
dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.

6
Adapun waktu utama aqiqah adalah hari ketujuh kelahiran, kemudian hari
2
keempat belas kelahiran, kemudian hari keduapuluh satu kelahiran, kemudian
setelah itu terserah tanpa melihat kelipatan tujuh hari.

Aqiqah untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing. Namun anak laki-laki
boleh juga dengan satu ekor kambing. Sedangkan aqiqah untuk anak perempuan
dengan satu ekor kambing. Aqiqah asalnya menjadi beban ayah selaku pemberi
nafkah. Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak. Orang lain tidak
boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah. Imam Asy Syafi’i memiliki
pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan.

Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah
diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur, termasuk
jika anak tersebut telah meninggal dunia.

Akan tetapi ketika itu, bagi anak yang masih hidup punya pilihan, boleh
mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak di luar dari waktu yang diakhirkan setelah
baligh.

 Hukum mengaqiqah diri sendiri

Pertama, aqiqah hukumnya sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat


yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu,
tidak wajib bagi ibunya atau anak yang diakikahi untuk menunaikannya. Jika
Aqiqah belum ditunaikan, sunah akikah tidak gugur, meskipun si anak sudah
baligh. Baca juga Hukum Aqiqah Dalam Islam Apabila seorang bapak sudah
mampu untuk melaksanakan aqiqah, maka dia dianjurkan untuk memberikan
aqiqah bagi anaknya yang belum di aqiqah tersebut.

Kedua, jika ada anak yang belum di aqiqah bapaknya, apakah si anak
dibolehkan untuk meng aqiqah diri sendiri? Ulama berbeda pendapat dalam
masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan aqiqah.

2
Shahih Fiqih Sunnah, 2/383

7
E . Jenis dan syarat hewan aqiqah
Hewan aqiqah ialah jenis kambing dan domba yang sehat dan berumur minimal
setengah tahun sampai 1 tahun. Bagi anak laki-laki syarat aqiqahnya ialah 2 ekor hewan
kambing atau domba, sementara bagi anak perempuan ialah 1 ekor hewan kambing
atau domba. Syarat Ketentuan Hewan Aqiqah, ketentuan ataupun syarat hewan aqiqah
sebanding halnya dengan ketentuan atau syarat hewan qurban yakni umurnya memadai
maksudnya sudah memadai atau lebih dari satu tahun dan hewan terbilang sehat secara
fisik tanpa adanya cacat di hewan aqiqah tersebut.
Pemotongan hewan berbarangan dengan kelahiran jabang bayi atau syarat
yang dilaksanakan pada hari ke-7 kelahiran jabang bayi tersebut, tetapi apabila pada
hari ke-7 telah lewat maka penerapan aqiqah bisa pada hari ke-14 ataupun bisa pada
hari ke-21, berikut penjelasan dari hadist dibawah ini:
“Dari Abdullah bin buraidah dari ayah nabi saw.sesungguhnya nabi telah bersabda,
Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh
satu.”

8
BAB III
PENUTUP
A . KESIMPULAN
 Pengertian Akikah
Aqiqah dari segi bahasa berarti rambut yang tumbuh di kepala bayi.
Sedangkan dari segi istilah adalah binatang yang disembelih pada saat hari
ketujuh atau kelipatan tujuh dari kelahiran bayi disertai mencukur rambut
dan memberi nama pada anak yang baru dilahirkan.
 Hukum Akikah
Aqiqah hukumnya sunah bagi orang tua atau orang yang mempunyai
kewajiban menanggung nafkah hidup si anak.
 Syariat Akikah
Disyariatkan aqiqah lebih merupakan perwujudan dari rasa syukur akan
kehadiran seorang anak. Sejauh ini dapat ditelusuri, bahwa yang pertama
dilaksanakan aqiqah adalah dua orang saudara kembar, cucu Nabi
Muhammad saw. dari perkawinan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib,
yang bernama Hasan dan Husein.
 Jenis dan Syarat Hewan Akikah
Aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor dan untuk anak perempuan seekor.
Adapun binatang yang dipotong untuk aqiqah, syarat-syaratnya sama
seperti binatang yang dipotong untuk qurban. Kalau pada daging qurban
disunatkan menyedekahkan sebelum dimasak, sedangkan daging aqiqah
sesudah dimasak.
 Waktu Menyembelih Akikah
Penyembelihan aqiqah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran anak.
Jika hari ketujuh telah berlalu, maka hendaklah menyembelih pada hari
keempat belas. Jika hari keempat belas telah berlalu, maka hendaklah pada
hari kedua puluh satu.
B . SARAN
egala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah bersifat tauqifi, artinya sudah
menjadi ketetapan, tidak bisa dirubah, dikurangi, ataupun ditambahkan. Akan tetapi
boleh purifikasi, artinya pemurnian terhadap ibadah menuju ibadah yang sesuai
ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

9
Daftar Pustaka

 Sahih Fiqih Sunnah,


 Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, cet. 2011
 Cara Nabi Saw Menyiapkan Generasi, Jamal Abdurrahman, 2006. La Raiba
Bima Amanta(Elba): Surabaya
 Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali
 Kitab Zadul Ma’ad
 Kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qayyim
 Kitab An-Nihayah, Ibnu Atsir.

10

Anda mungkin juga menyukai